Anda di halaman 1dari 10

PARADIGMA PERUBAHAN EVOLUSI PADA BUDAYA MEGALITIK DI

WILAYAH BUDAYA NIAS


Paradigm of Evolution Change in The Megalithic Culture Within The Culture
Area of Nias

Ketut Wiradnyana
Balai Arkeologi Medan-Indonesia
Jl. Seroja Raya Gg. Arkeologi No.1, Medan
ketut_wiradnyana@yahoo.com

Naskah diterima: 15-06-2015; direvisi: 14-08-2015; disetujui: 28-09-2015

Abstract
The culture area of Nias covers an island, which is Nias Island, and is divided into
a number of culture sub-areas. Every culture sub-area consists of several villages,
each with its distinct cultural elements. This discussion is aimed at understanding
the differences of Nias culture from one village to the others, whether or not they are
from one genealogy. The inter-village differences are not merely related to temporal
aspect but also to cultural values, social structures and social functions. For that
reason, description of cultural elements becomes the main phase, before they are
interpreted. Depiction of differences of cultural elements from one village to the others,
with structural and functional aspects as their background, will reflect the external
and internal factors in an evolutionary cultural change. Therefore the inter-village
cultural differences in Nias belong to a paradigm of evolutionary change like what
was meant by Talcott Parsons.
Keywords: culture area,external factors, internal factors, structure, function

Abstrak
Wilayah budaya Nias itu meliputi satu pulau yaitu Pulau Nias. Di dalam wilayah
budaya dimaksud terbagi atas subwilayah budaya. Pada sebuah subwilayah budaya,
terdiri dari beberapa perkampungan, yang masing-masing memiliki unsur-unsur
budaya yang berbeda. Berkenaan dengan itu, tujuan pembahasan ini di antaranya
adalah memahami perbedaan kebudayaan Nias antarperkampungan, baik di dalam satu
genealogi ataupun tidak. Perbedaan antarkampung dimaksud tidak hanya berkaitan
dengan aspek waktu tetapi juga, nilai budaya, faktor struktur sosial dan fungsi
sosialnya. Berkenaan dengan itu maka uraian unsur kebudayaan menjadi tahapan
utama, untuk selanjutnya diinterpretasikan. Gambaran perbedaan unsur kebudayaan
antarkampung dengan aspek struktur dan fungsi yang melatarbelakanginya akan
menggambarkan faktor eksternal dan internal pada sebuah perubahan evolusioner
kebudayaan. Berkenaan dengan itu maka perbedaan kebudayaan antarkampung di
Nias merupakan sebuah paradigma perubahan evolusioner seperti apa yang dimaksud
oleh Talcott Parsons.
Kata kunci: wilayah budaya, faktor eksternal, faktor internal, struktur, fungsi

PENDAHULUAN (Koentjaraningrat, 1987: 128). Sebuah


C l a r k Wi s s l e r ( 1 8 7 0 - 1 9 4 7 ) wilayah budaya juga mengacu pada sebuah
mengungkapkan konsep culture area kawasan yang memiliki konsep budaya yang
(wilayah budaya) mengacu pada persamaan sama dengan ciri-ciri budaya yang juga sama.
dari sejumlah ciri budaya, tidak hanya Dapat saja di dalam satu wilayah budaya itu,
mengacu pada persamaan unsur budaya terdiri dari beberapa kelompok masyarakat,
materi saja, tetapi juga budaya yang abstrak dengan ciri budaya yang sama, dan berasal

Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 87
dari satu sumber budaya yang sama. Artinya sebagian saja, selebihnya dilakukan dengan
sebuah kebudayaan yang berasal dari analogi yang terbatas. Pengamatan objek
satu sumber, memiliki konsep yang sama penelitian itu cenderung hanya terpusat pada
dalam berbagai kelompok hunian. Proses satu situs dan situs lainnya dianggap memiliki
perkembangan kebudayaan dalam satu unsur kebudayaan yang sama. Pengamatan
wilayah budaya dianggap sejalan antara itu mengabaikan aspek-aspek yang ada pada
kelompok satu dengan lainnya. Hanya saja perbedaan itu sendiri, yang kerap menjadi
semakin jauh dari pusat budayanya, maka bagian yang sangat penting dalam upaya
semakin banyak perbedaan unsur-unsur pengidentifikasian sebuah kebudayaan asal.
budayanya. Hal itu menjadikan beberapa Begitu juga dengan memahami kebudayaan
unsur budaya di dalam satu wilayah budaya di wilayah budaya Nias, perbedaan itu dapat
berbeda baik itu unsur materi maupun unsur dikenali dari deskripsi di masing masing
non-materinya. perkampungan, perbedaan juga tidak hanya
Pulau Nias dapat dikatakan berkaitan dengan aspek masa saja, tetapi
merupakan satu wilayah budaya, yaitu aspek struktur dan fungsional yang baru
wilayah budaya etnis Nias yang didasarkan terbentuk tampaknya memberikan peran
atas tradisi megalitik. Hal tersebut terjadi yang besar bagi perbedaan itu.
mengingat seluruh aspek kehidupan dengan Wilayah budaya menggambarkan
nilai-nilainya merefleksikan kebudayaan adanya sumber budaya yang sama,
tersebut. Dalam perkembangan wilayah sehingga memiliki unsur-unsur budaya
budaya itu, tampak bahwa ada perbedaan yang sama. Namun dari uraian di atas
antara kelompok masyarakat Nias yang ada nampaknya hal tersebut tidak berlaku bagi
di Utara, Tengah dan Selatan (Feldman, 1990: masyarakat Nias. Berkenaan dengan itu,
24). Perbedaan tersebut kerap tidak hanya maka permasalahan yang muncul adalah
dalam konteks bentuk budaya materinya saja mengapa kebudayaan itu berbeda antara
tetapi juga konsep religi. Dalam perubahan kelompok satu dengan kelompok lainnya,
kebudayaan, unsur religi merupakan salah atau berbeda antarperkampungan di dalam
satu unsur kebudayaan yang paling sulit satu wilayah budaya Nias?
untuk berubah (Koentjaraningrat, 1990: Dengan permasalahan tersebut
97), sehingga ketika unsur religi berbeda maka tujuan yang hendak dicapai yaitu
antara kelompok satu dengan yang lainnya, mengindentifikasi peran struktur dan fungsi
mengindikasikan adanya hal-hal tertentu yang menjadikan kebudayaan di wilayah
yang melatarbelakanginya. Indikator tersebut budaya Nias itu berbeda.
dapat berupa aspek akulturasi, difusi, Sebuah etnis terdiri dari beberapa
keterputusan dengan sumber kebudayaan kelompok masyarakat. Etnis dimaksud
asal, ataupun aspek psikologis, yaitu akan mengalami perbedaan kebudayaan
keiinginan untuk berbeda dengan budaya di setiap kelompoknya, yang disebabkan
asal, ataupun lingkungan yang berbeda oleh perbedaan peran struktur dan fungsi
sehingga menjadi unsur budayanya berbeda. kebudayaan setiap kelompok. Peran struktur
Pengidentifikasian sebuah dan fungsi sebuah kebudayaan, yang
kebudayaan lama dalam penelitian arkeologis menyebabkan perbedaan kebudayaan di
ataupun antropologis kerap dilakukan setiap kelompok etnis, merupakan konsep
dengan cara deskripsi untuk kemudian perubahan evolusioner Talcott Parson
digeneralisasi. Hasilnya berupa informasi di (1966). Adapun komponen utamanya
masing-masing situs tanpa melihat hubungan adalah proses diferensiasi. Proses ini
antarsitus. Hal itu dilakukan mengingat mengasumsikan bahwa, setiap kelompok
unsur-unsur kebudayaan yang dapat dikenali masyarakat disusun dari sekumpulan
sangat terbatas dan kerap hanya dapat dilihat subsistem yang berbeda berdasarkan

88 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 87-96


strukturnya maupun berdasarkan makna muda. Tradisi megalitik tua menghasilkan
fungsionalnya. Ketika sebuah kelompok dolmen, menhir, tahta batu dan lainnya
masyarakat berkembang menjadi beberapa pada kisaran 2500-1500 SM. Gelombang
kelompok, maka terdapat subsistem yang kedua yaitu tradisi megalitik muda yang
terdiferensiasi pada kelompok yang baru antara lain menghasilkan sarkofagus,
tersebut (Sztompka, 2010: 4). Subsistem kubur batu, arca nenek moyang dan
pada kelompok baru tersebut memiliki lainnya, diduga berkembang pada masa
kemampuan yang lebih baik untuk perundagian (Awal Masehi) (Geldern,
menyesuaikan diri ketimbang subsistem 1945: 126-160; Soejono,1984: 205-208
pada kelompok yang lama. Jadi subsistem dalam Sutaba, 2001: 5). Aspek lainnya yang
pada kelompok masyarakat yang baru dikaitkan dengan kebudayaan megalitik
memiliki kemampuan menyesuaikan diri yaitu pertanian, pemujaan terhadap leluhur,
yang meningkat. Namun proses diferensiasi penguburan primer-sekunder (Soejono,
tersebut juga menimbulkan permasalahan 1989: 221-131; Soejono, 2008: 5), dan
integrasi baru bagi kelompok masyarakat. folklor tentang asal usul nenek moyang.
Ketika subsistem-subsistem berkembang, Folklor asal usul masyarakat Nias
masyarakat berhadapan dengan masalah di antaranya menyebutkan bahwa nenek
baru dalam upaya mengkoordinasikannya. moyang orang Nias itu pertama kali turun
Hal tersebut menjadikan sistem nilai dari langit di Boronadu, yaitu di wilayah
mengalami perubahan sejalan dengan Gomo. Folklor lainnya menyebutkan
perubahan struktur dan fungsi sosial yang bahwa nenek moyang orang Nias
terdiferensiasi tersebut (Ritzer & Goodman, datang menyusuri Sungai Zusua terus
2004: 133-134). menuju ke pedalaman wilayah Gomo
(Wiradnyana, 2010: 166-169). Jadi folklor
METODE Nias tersebut membedakan asal-usul
Untuk memahami permasalahan kedatangannya. Dalam perkembangannya,
tersebut digunakan alur pemikiran induktif wilayah Gomo dianggap sebagai asal dari
dari aspek-aspek kebudayaan yang berbeda masyarakatnya untuk kemudian menyebar
di wilayah Nias Utara dengan Nias Selatan. ke seluruh wilayah di Pulau Nias. Sebagian
Pemikiran tersebut diterapkan dengan masyarakatnya Nias menyebutkan bahwa
mendeskripsi unsur budaya, terutama nenek moyangnya berasal dari lingkungan
yang berkaitan dengan aspek struktur dan mereka sendiri (Wiradnyana & Guillaud,
fungsi antarperkampungan. Data yang 2007: 64).
terhimpun kemudian diinterpretasikan, Dalam folklor asal usul nenek
sehingga diharapkan paradigma perubahan moyang orang Nias, ada yang menyebutkan
evolusioner tergambar lebih jelas. Adapun bahwa tokoh awal yang turun yaitu Hia. Hia
ruang lingkup pembahasannya meliputi memiliki tiga orang adik yang diturunkan
budaya materi dan konsepsi religi yang ada di tempat lainnya. Dalam folklor lainnya,
pada wilayah budaya Nias. disebutkan ada lima tokoh sebagai asal usul
masyarakat Nias (Wiradnyana, 2010: 167).
HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan dalam asal usul kedatangan nenek
moyang orang Nias dalam folklor tersebut
Migrasi Masyarakat Nias merupakan perbedaan konsep dalam
Megalitik merupakan konsep sebuah kebudayaan. Konsep dimaksud
budaya yang berkembang pada masa adalah berkaitan dengan struktur sosial di
Neolitik yang dibawa oleh penutur bahasa masyarakat dan pada akhirnya berkaitan
Austronesia melalui dua gelombang, yaitu dengan fungsi sosial dalam lingkungannya
tradisi megalitik tua dan tradisi megalitik dan lingkungan yang lebih luas.

Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 89
Bangunan Megalitik

Gambar 1. Perbedaan bentuk rumah adat dan permukiman di Nias Utara dengan Nias Selatan
(Sumber: Ketut Wiradnyana 2014)

Rumah adat merupakan salah satu Religi


bentuk bentuk bangunan megalitik. Bentuk Berbagai hasil budaya masyarakat
bangunan rumah adat di Nias Selatan dengan Nias tidak hanya berfungsi sosial juga erat
Tengah relatif sama. Sedangkan dengan kaitannya dengan religi lama yaitu animisme.
Nias Utara berbeda. Rumah adat antara Nias Patung menhir dan juga menhir di seluruh
Selatan memiliki bentuk persegi dengan Nias digunakan dalam kaitannya dengan
bagian depan rumah dibuat berkesan agak upacara menaikkan status sosial (upacara
meninggi dan bagian belakangnya dipangkas owasa di Nias Selatan dan upacara faulu di
terjal. Rumah adat di Nias Utara berbentuk Nias Utara). Dalam pelaksanaannya di masing
bulat. Begitu juga dengan sistem penempatan masing kelompok masyarakat memiliki
rumah-rumah dalam perkampungan. Di Nias struktur budaya materi dan konsep yang
Selatan rumah-rumah dibuat berhimpitan berbeda. Besaran upacara, berkaitan dengan
sedangkan di Nias Utara rumah-rumah dalam bentuk dan ukuran bangunan megalitik
satu perkampungan dibuat terpisah-pisah. yang boleh dibangun, begitu juga dengan
Bangunan megalitik yang lain yang banyaknya upacara owasa yang dilakukan,
menonjol di Nias Utara adalah patung- berkaitan dengan status sosial yang akan
patung megalitik dengan penggambaran didapatkan. Status tersebut pada akhirnya
antropormofik, sementara Nias bagian tengah berkaitan dengan status lapisan langit yang
lebih banyak bangunan megalitik berupa dapat dicapai jika meninggal. Di Nias Selatan
osa-osa (antropomorfik/penggambaran dan Tengah dipercaya bahwa struktur langit
hewan lasara/hewan mitos) dan meja batu itu ada 9 (sembilan), dan di utara ada yang
berbentuk bundar. Pada bagian selatan 7 (tujuh) tingkatan dan ada yang 3 (tiga)
bangunannya adalah meja berbentuk persegi tingkatan (Wiradnyana & Guillaud, 2007: 67;
dengan struktur menhir polos, sebagian Wiradnyana, 2010: 146).
ada yang antropormofik. Fungsi megalitik
tersebut juga berbeda, di Nias Utara patung Organisasi Sosial
menhir digunakan sebagai media pemujaan Secara umum masyarakat Nias
leluhur. Di Nias Tengah osa-osa dan meja membagi organisasi sosialnya didasarkan atas
batu untuk tempat duduk dalam upacara, hubungan darah, baik itu melalui perkawinan
begitu juga di Nias Selatan, meja batu ataupun kelahiran. Selain itu organisasi sosial
digunakan tempat duduk dalam berbagai juga dibentuk berdasarkan struktur wilayah.
acara adat. Fungsinya ada yang hanya berkaitan dengan

90 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 87-96


aspek struktur organisasi sosial dan hanya masyarakat yang ada di Nias Selatan dengan
dalam kaitannya dengan upacara adat saja. yang ada di Nias Utara. Pola perkampungan
Perbedaan sistem organisasi sosial di Nias di Nias Selatan cenderung linear dengan pola
tidak hanya tampak dalam penyebutan saja membentuk pola ruang memanjang yang
tetapi juga berkaitan dengan fungsinya. Untuk diapit deretan rumah adat dalam susunan
keluarga batih di Nias bagian utara disebut rapat dan saling menempel. Di Nias Utara
fanganbaton sedangkan di selatan disebut pola perkampungan juga sama dengan di
gagambato (Wiradnyana, 2010: 160-162). selatan hanya saja posisi rumah adat dalam
perkampungan agak terpisah dengan jumlah
Paradigma Perubahan Evolusioner rumah dalam satu perkampungan tidak terlalu
Data arkeologis menunjukkan bahwa banyak.
hunian di Pulau Nias dimulai pada masa awal Adanya pembauran ras di subwilayah
Holosen. Hal itu diindikasikan dengan adanya budaya Nias Utara menjadikan adanya pola
artefak-artefak batu yang teridentifikasi perkampungan dan perbedaan penempatan
sebagai hasil budaya Paleolitikum di Daerah rumah kepala/bangsawan. Pada struktur
Aliran Sungai (DAS) Muzoi. Pada awal perkampungan di subwilayah budaya Nias
Holosen juga diketahui adanya hunian di Gua Selatan lebih cenderung menempatkan
Togi Ndrawa, Gunung Sitoli dari pengusung rumah pemimpin di tengah, sedangkan di
budaya Hoabinh. Hunian ini ditarihkan subwilayah budaya Nias Utara cenderung
12170 ± 400 BP (Before Present) hingga di ujung. Perbedaan tersebut menjadikan
850 ± 90 BP atau sekitar abad ke 12 Masehi. perbedaan fungsi dari sistem pengorganisasian
Pentarihkan tersebut mengindikasikan masyarakat, dimana struktur sosialnya di
bahwa ada kelompok orang yang sudah selatan lebih tertutup dengan strutur yang lebih
mengeksplorasi wilayah Nias Utara ketika variatif dibandingkan di utara. Kelompok
kelompok Austronesia yang datang di Gomo siulu (bangsawan) atapun siila (bangsawan di
pada kisaran 576 ± 30 BP (Wiradnyana, 2010: bawahnya) memiliki substruktur, sedangkan
25,133). Keberadaan kelompok yang berbeda di Nias Utara kelompok ini tidak menunjukkan
baik dari aspek ras (Australomelanesoid adanya substruktur lagi, yang dikenal hanya
dan Austronesia), budaya (Hoabinh dan salawa (bangsawan) saja. Struktur di dalam
Austronesia) menjadikan adanya variasi masyarakat tersebut merupakan refleksi
kebudayaan di Nias. Terlebih dengan indikasi dari struktur dalam kosmologi masyarakat,
adanya pembauran pada kedua budaya sehingga kosmologi di kedua subwilayah
itu menjadikan unsur-unsur budaya dapat budaya tersebut menjadi berbeda. Perbedaan
berubah, seperti adanya pemujaan roh leluhur tersebut menjadikan fungsi pada masing-
pada patung megalitik yang ditempatkan masing struktur berbeda (Wiradnyana, 2010:
di luar rumah di Nias Utara, sedangkan 161).
di Nias Tengah dan Selatan hal itu tidak Dalam satu wilayah budaya Nias
dimungkinkan. Aspek perubahan sosial yaitu antara subwilayah budaya Nias Selatan
karena faktor akulturasi seperti diuraikan dengan subwilayah budaya Nias Utara
di atas tampaknya yang kerap mendominasi memiliki perbedaan, dengan kebudayaan inti
pemikiran selama ini, bahkan aspek lainnya yang bersumber dari Nias Selatan. Paradigma
cenderung diabaikan sehingga bahasan- perubahan revolusioner Talcott Parsons
bahasan berkaitan dengan perbedaan budaya (1966), melihat perubahan budaya dalam satu
dalam satu wilayah budaya, kerap hanya wilayah budaya dari aspek kebudayaan itu
diakibatkan oleh adanya perbedaan kelompok sendiri. Artinya perubahan atau perbedaan
budaya dan lingkungannya. Perbedaan kebudayaan pada kelompok etnis yang sama,
kelompok masyarakat tersebut menjadikan diakibatkan oleh masyarakat itu sendiri, atau
perbedaan pola hunian perkampungan antara individu tertentu di dalam masyarakat etnis.

Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 91
Perbedaan kebudayaan dalam struktur yang sama dengan di Nias Selatan. Beberapa hal
lebih kecil atau antarkelompok masyarakat yang berbeda dalam kebudayaan di kedua
di subwilayah budaya Nias Selatan, dalam wilayah tersebut di antaranya, perbedaan pada
konteks pembangunan hunian baru, yaitu sebagian kelompok masyarakat Nias (Nias
adanya pembentukan perkampungan baru Selatan) yang beranggapan pemujaan nenek
yang lepas dari perkampungan induk moyang hanya dilakukan dalam rumah adat.
menjadikan adanya subwilayah budaya Bagi sebagian kelompok masyarakat Nias
yang baru. Subwilayah budaya baru tersebut Utara pemujaan nenek moyang dilakukan
dalam konteks subsistem hunian masih dalam di luar rumah adat. Perbedaan lainnya yaitu
satu garis keturunan yaitu anak-cucu leluhur dalam penyebutan upacara meningkatkan
seorang leluhur. Kelompok masyarakat status sosial, di Nias Selatan disebut dengan
yang berasal dari anak-cucu seorang tokoh upacara owasa sedangkan di Nias Utara
dalam satu garis keturunan patrilineal, disebut dengan faulu. Perbedaan penyebutan
masing–masing perkampungannya memiliki upacara itu juga disertai dengan perbedaan
kebudayaan tidak selalu sama satu dengan tahapan upacara. Masyarakat di Nias Selatan
lainnya. Perbedaan tersebut tidak hanya mengenal tahapan upacara owasa dalam
menyangkut proses waktu, tetapi juga 9 (sembilan) tingkatan. Bagi masyarakat
lebih pada perubahan struktur dan fungsi yang berasal dari nenek moyang yang
dari kelompok etnis dimaksud. Perubahan sama (dari Nias Selatan) yang bertempat
dimaksud juga diakibatkan oleh individu- tinggal di Nias Utara hanya mengenal 7
individu dalam perkampungan baru, yang (tujuh) upacara owasa (faulu). Masyarakat
tetap mengiternalisasi nilai-nilai inti yang Nias yang menganggap nenek moyangnya
sama dengan kondisi yang baru, karena hal berasal dari wilayah huniannya, hanya
itu akan menjanjikan masa depan yang lebih mengenal 3 (tiga) tingkatan upacara owasa.
mungkin (Ritzer & Smart, 2011: 282,304). Perbedaan tahapan dalam upacara owasa
Dalam pemecahan perkampungan, dari tersebut menjadikan adanya perbedaan
perkampungan asal ke perkampungan jumlah bangunan megalitik dan juga besar/
baru, masih tetap adanya jaringan sosial. tingginya sebuah bangunan megalitik. Ada
Jaringan tersebut berlangsung akibat juga tingkatan upacara peningkatan status
adanya hubungan kekerabatan, adat istiadat, (faulu) itu yang awalnya membuat satu patung
termasuk di dalamnya aspek hukum adat megalitik dan tahapan upacara selanjutnya
(Koentjaraningrat, 1990: 30). Oleh karena hanya ditandai dengan simbol-simbol tertentu,
itu, perkampungan baru sebagai pecahan dari artinya tidak membuat bangunan megalitik
perkampungan yang lama, masih menjalankan lainnya. Perbedaan tahapan upacara tersebut
berbagai tradisi yang telah berlangsung pada juga menggambarkan adanya tingkatan
masa hunian di kampung lama sekalipun kosmologi yang berbeda antar kelompok.
sudah ada perubahan. Hal tersebut dilakukan Uraian tersebut menggambarkan bahwa,
juga dalam kaitannya dengan keseimbangan adanya perkembangan perkampungan yang
kelompok masyarakat pada perkampungan baru di luar perkampungan induk menjadikan
yang baru dengan kelompok masyarakat dari adanya perbedaan dalam unsur budaya materi
perkampungan asal/induk. dan konsepsinya.
Model pemecahan perkampungan Pembuatan perkampungan
yang disertai adanya perbedaan kebudayaan baru tersebut juga menjadikan adanya
antarkampung seperti itu juga berlangsung di pembentukan struktur baru bagi masyarakat
Nias Utara. Masyarakat Nias memiliki alur baik bagi masyarakat di perkampungan induk
migrasi dari Selatan ke Utara (Wiradnyana, maupun di perkampungan yang baru. Struktur
2013: 65), sehingga beberapa bagian unsur masyarakat berkembang dalam konteks
kebudayaan di Nias Utara menjadi relatif anggotanya ataupun sistem organisasinya

92 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 87-96


jauh lebih kompleks dari sebelumnya. norma terinternalisasi, juga seberapa kuat
Berbagai unsur-unsur kebudayaan yang ada keinginan individu merealisasikan tujuannya
pada perkampungan asal memiliki perbedaan dan seberapa banyak usaha individu untuk
kecepatan evolusinya dengan unsur-unsur menyesuaikan diri dengan norma-norma
kebudayaan yang sama pada perkampungan (Loyal, 2003: 65 dalam Haryanto, 2012: 23).
yang baru. Pada pengembangan perkampungan Artinya konsep tersebut juga merefleksikan
sehingga menjadi beberapa kampung dan aspek adaptasi yang mengacu kepada
di masing-masing kampung memiliki keseimbangan yang terus berubah-ubah antara
perbedaan kecepatan evolusi unsur budaya kebutuhan sosial manusia dengan potensi
yang sama itulah yang kemudian disebut lingkungannya dalam upaya keberlangsungan
differential evolusi atau perubahan evolusi hidup (Haviland,1988a: 348;1988b: 3, 35).
(Koentjaraningrat, 1990: 130). Selain itu Adanya tekanan dari tokoh
adanya difusi dari unsur kebudayaan dari Nias menunjukkan adanya aspek ego yang
Selatan terhadap unsur kebudayaan di Nias melandasi perubahan sebuah kebudayaan. Hal
Utara juga menjadikan adanya perubahan tersebut dapat berarti bahwa ada keinginan
evolusi. untuk membedakan dirinya dengan orang lain,
Perkampungan yang baru memiliki atau ada keinginan untuk membedakan dengan
kecenderungan dalam menghidupi warga tokoh yang dikenal yang berasal dari kampung
kampungnya dengan dasar nilai-nilai yang induk, sehinga akan dicoba untuk mengubah
telah dikenal sebelumnya. Anggota penghuni berbagai unsur budaya agar berbeda dengan
yang baru dan wilayah/lingkungan yang baru, kampung asalnya. Keterbatasan sumber
menjadikan adanya perubahan-perubahan daya dapat disikapi dengan pembatasan
atas nilai-nilai yang disepakati masyarakat konsep kebudayaan. Keterbatasan sumber
di perkampungan yang baru. Perubahan- daya juga dapat disikapi dengan penyesuaian
perubahan tersebut dapat karena tekanan dengan unsur yang datang dari luar (difusi).
lingkungan hunian dan dapat juga bersumber Seperti halnya dalam upacara owasa di Nias
dari anggota masyarakatnya serta dari tokoh Selatan yang menganggap bahwa upacara
masyarakat (Susanto, 1979: 12). Perubahan ini memiliki 9 (sembilan) tingkatan dan di
sosial dapat disebabkan oleh faktor eksternal Nias Utara upacara ini dipercaya memiliki 7
dan dapat juga faktor internal. Dalam kaitannya (tujuh) tingkatan. Tingkatan dalam upacara
dengan faktor internal, sistem sosial yang itu berkaitan dengan aspek lapisan langit
berlaku pada masyarakat Nias menunjukkan dalam kosmologi Nias, sehingga capaian
bahwa penguasa merupakan tokoh tertinggi tingkatan kehidupan juga berbeda. Artinya
baik dalam konteks struktur organisasi ada upaya untuk menyederhanakan konsep
sosial maupun dalam konteks struktur lapisan langit dalam kaitannya dengan
religi. Berkenaan dengan itu dimungkinkan religi yang sejalan dengan pencapain hidup
perubahan sebuah kebudayaan itu berasal manusia melalui tingkatan upacara yang
dari tekanan tokoh setempat. Karakter dan dilakukan (Wiradnyana, 2010: 146-147).
seluruh nilai yang ada pada tokoh dapat Kosmologi 9 (sembilan) tingkatan langit
menjadi model bagi perubahan kebudayaan itu tampak jelas pada rumah adat besar
dari kampung asal. Adanya komunikasi yang di Desa Bawomataluo, Nias Selatan yang
intens menjadikan pemikiran-pemikiran disimbolkan melalui tingkatan-tingkatan
tokoh mendominasi pemikiran-pemikiran pada struktur atap hingga pondasi rumah
yang ada pada masyarakat. Hal tersebut di adat tersebut. Pada masyarakat di Nias Utara,
atas sejalan dengan uraian Talcott Parsons sekalipun folklornya berasal dari Gomo rumah
(1966), bahwa sejumlah tindakan yang adatnya tidak mencerminkan simbol-simbol
menyesuaikan norma akan berbeda tergantung tersebut, tetapi dalam pemahaman kosmologi
pada seberapa kuat dan ekstensifnya norma- masyarakatnya hanya mengenal 7 (tujuh)

Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 93
lapisan langit dan tujuh tingkatan upacara lingkungan sosial dimana individu dibesarkan
owasa yang harus dilakukan untuk mencapai (Koentjaraningrat, 1990: 54-55). Oleh
tingkatan tertinggi. Dalam perkembangannya, karena itu sebagian dari ciri unsur budaya
kosmologi di Nias Utara menjadi 3 (tiga) dari kampung asal masih dapat melekat di
tingkatan langit yaitu dunia atas, tengah perkampungan yang baru.
dan bawah. Jadi perbedaan tersebut akibat Ketika unsur-unsur budaya berubah
adanya evolusi yang disebabkan oleh adanya (termasuk jumlah anggota pendukung) pada
penyesuaian norma dalam lingkungan yang masyarakat Nias, maka pengalaman dan
baru, organisasi sosial yang baru dengan pengetahuan individu yang menjadi data
anggotanya yang juga yang baru. Hal itu kebudayaan menjadi terbatas, sehingga sangat
menjadikan fungsi dari organisasi menjadi mungkin berbagai perubahan tersebut terjadi
mengalami perubahan. Sejalan dengan itu (lihat Sztompka, 2010: 1, 72). Selain itu
peran individu/tokoh sangat besar mengingat melemahnya ikatan-ikatan tradisional yang
struktur masyarakat dan fungsinya berada karenanya memberi otonomi yang lebih besar
dalam tatanan yang baru, sehingga menjadi pada individu, sehingga individu mendapatkan
acuan dalam upaya membangun norma- ruang yang lebih luas ekspresinya dalam
norma yang baru. pengambilan keputusan (Goldsmith, 1998
Konsep yang berkaitan dengan dalam Abdullah, 2006: 144). Hal tersebut
wilayah budaya memiliki struktur, yaitu menjadikan proses identifikasi sosial berubah,
perkampungan induk yang kemudian sehingga berbagai konsep-konsep ataupun
terbagi beberapa perkampungan baru, begitu makna dalam kebudayaan berubah. Adanya
seterusnya. Hal tersebut menjadikan adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat
kekhasan dalam setiap wilayah budaya yang tersebut menjadikan munculnya integrasi
disesuaikan dengan kondisi masyarakat baru yang pada akhirnya menguatkan sistem
dan lingkungannya. Penyesuaian tersebut pada perkampungan yang baru dari penguatan
menghasilkan perbedan-perbedaan yang baru, subsistem-subsistemnya. Penguatan sistem
dengan kata lain aspek-aspek yang tidak dapat dan subsistem itu diperlukan atas upaya
dikembangkan dalam komunitas pada wilayah menghadapi berbagai permasalahan baru
asal disesuaikan atau digantikan dengan yang sehingga berbagai nilai-nilai yang dianut
lebih sesuai, sehingga ada kecenderungan akan berubah dengan kondisi-kondisi yang
bahwa masyarakat yang baru lebih adaptif ada di masanya. Tentu perubahan-perubahan
dibandingkan dengan masyarakat yang lama. tersebut akan berlawanan dengan kelompok-
Keberhasilan-keberhasilan dalam pengelolaan kelompok dari perkampungan asal atau
kebudayaan itu merupakan peningkatan perkampungan yang setara, sehingga hal
kemampuan diri dari lingkungan evalusioner tersebut memunculkan friksi-friksi dan pada
(Parson, 1966: 22 dalam Ritzer & Goodman, akhirnya akan menjadikan kebudayaannya
2004: 133). Hal ini memunculkan berbagai terdiferensiasi dengan kebudayaan induk,
hal yang menjadikan ada perbedaan antara atau mencoba mencari garis-garis baru
satu perkampungan dengan yang lainnya dan sebagai induk dari kebudayaannya. Hal
juga adanya upaya diferensiasi kebudayaan tersebut juga menggambarkan adanya sarana
antara satu dengan lainnya. R. Linton untuk membatasi atau menyeimbangkan
(1945) beranggapan bahwa tiap kebudayaan aktivitas-aktivitas politik dengan tujuan
memiliki keperibadian umum yaitu sejumlah dan proses demokratik yang lebih luas dan
ciri watak yang kadang-kadang seluruhnya sekaligus sebagai perluasan kekuasaan (Ritzer
atau sebagian ada pada jiwa sebagian besar & Smart, 2011: 307-308).
masyarakat, hal itu dikarenakan oleh bakatnya Perubahan kebudayaan yang terjadi
sendiri, latar belakang individu dan juga merupakan bentuk dari operasional teknis,
latar kebudayaan dan subkebudayaan dari sehingga tindakan dapat diperbaiki secara terus

94 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 87-96


menerus menuju nilai-nilai yang diyakini. status sosial, adanya pendeta yang memimpin
Dalam konteks kehidupan individu maka nilai upacara, ataupun tokoh awal yang menjadi
dan norma merupakan hasil pengendapan asal mula masyarakat Nias ke seluruhan
pengalaman masa lalu yang tidak harus yaitu Hia. Simbol pertukaran umum itu juga
cocok dengan masa sekarang, dalam keadaan bermakna dalam kaitannya dengan kekuasaan,
itu nilai-nilai harus cocok dengan tindakan seperti halnya penggunaan pendeta (ere).
yang diambil, sehingga individu diharapkan Pendeta dari Gomo harus dilibatkan dalam
memiliki kemampuan dengan kesadaran upacara yang besar, sebagai bentuk legitimasi
yang tinggi (Salim, 2002: 46). Jadi tindakan dari aspek religi atau juga kekuasaan yang
individu itu sesuai dengan nilai dan norma terpusat di Gomo. Keterlibatan pendeta dari
sosial karena sebelumnya telah mengalami Gomo juga merupakan bentuk dari komitmen
internalisasi melalui institusionalisasi dan terhadap nilai-nilai religi. Sistem folklor
sosialisasi (Haryanto, 2012: 22). Keseluruhan asal usul masyarakat Nias juga merupakan
penyesuaian tersebut bukan karena keiinginan bentuk dari legitimasi kekuasaan. Tokoh
individu semata tetapi juga karena kebutuhan awal dalam foklor merupakan tokoh tertua,
sistem, jadi perubahan sosial tersebut bukan sehingga keturunannyapun merupakan
karena orang menginginkannya tetapi juga bagian dari struktur awal masyarakat Nias,
karena evolusi (Jones, 2010: 68). sehingga mendapatkan posisi yang tinggi
Perubahan evolusioner juga berkaitan dalam masyarakat. Adanya struktur tersebut
dengan aspek waktu, jumlah orang (Sztompka, menjadikan fungsi sosial pada masing-
2010:3) seperti adanya pengembangan struktur masing keturunan dalam setiap struktur,
organisasi melalui adanya perkampungan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan
baru. Adanya perkampungan baru menjadikan strukturnya. Seperti bangsawan (siulu) dari
adanya struktur baru di dalam perkampungan perkampungan asal akan selalu lebih tinggi
baru mapun perkampungan lama. Sekalipun tingkatannya dibandingkan dengan siulu dari
konsep struktur sosialnya masih sama, perkampungan yang baru, sehingga fungsi
pembangunan perkampungan baru dalam upacara pun akan disesuaikan dengan
memerlukan struktur yang baru, termasuk kedudukannya.
di dalamnya orang-orang yang diperlukan
untuk mengisi struktur sosial tersebut. KESIMPULAN
Praktik-praktik yang lama memberi manfaat Perubahan kebudayaan terjadi akibat
secara berbeda-beda kepada beberapa bagian dari faktor eksternal dan internal yaitu
dalam satu masyarakat, dan fungsional bagi lingkungan yang baru, dengan struktur
sebagian segmen dalam sebuah masyarakat, masyarakat yang baru sehingga menjadikan
mungkin saja tidak fungsional bagi segmen fungsi organisasi di dalam masyarakat yang
yang lain (Ritzer & Smart, 2011: 281). Untuk baru tersebut pun disesuaikan dengan kondisi
menjaga hubungan dengan perkampungan yang baru. Jadi perubahan itu terjadi karena
asal maka dilakukan media pertukaran umum, adanya perubahan struktur dan fungsi di
yaitu dalam bentuk material ataupun dalam dalam masyarakat.
bentuk nilai-nilai yang berlaku secara umum Perbedaan kebudayaan masyarakat
bagi masyarakat Nias. Media pertukaran Nias Selatan dengan masyarakat Nias Utara
umum dalam bentuk material itu berupa terjadi karena perbedaan akar genealogis.
patung-patung megalitik, yang didatangkan Kelompok etnis Nias Selatan memiliki akar
dari Gomo, untuk digunakan oleh kelompok budaya Austronesia sedangkan kelompok
masyarakat lainnya di luar wilayah asal. Nias Utara memiliki akar budaya Hoabinh
Sedangkan media pertukaran umum yang bercampur dengan Austronesia.
dalam bentuk nilai–nilai di antaranya adalah, Perbedaan kebudayaan juga diakibatkan
adanya kesepakatan upacara menaikkan oleh migrasi kelompok masyarakat Nias

Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 95
Selatan yang membawa kebudayaan ke Nias Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme
Utara. Kebudayaan kelompok migran tersebut Hingga Post-Moderen. Jakarta: Yayasan
kemudian disesuaikan dengan kondisi Pustaka Obor Indonesia.
lingkungan yang baru, ataupun disesuaikan Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori
dengan kelompok yang baru. Perubahan Antropologi I. Jakarta: Universitas
kebudayaan dapat juga disebabkan oleh Indonesia Press.
adanya tekanan atau keiinginan dari kelompok Koentjaraningrat. (1990). Sejarah
masyarakatnya Nias Selatan yang bermigrasi Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas
ke utara, atau juga tokoh masyarakat Nias Indonesia Press.
Selatan dalam kelompok yang baru tersebut Ritzer, George & Douglas J.
yang melihat dan menyesuaikan dengan Goodman. (2004). Teori Sosiologi Modern.
lingkungan yang baru. Jakarta: Prenada Media.
Perubahan evolusioner yang dimaksud Ritzer, George & Barry Smart. (2011). Hand
Talcott Parsons (1966) dalam konteks Book Teori Sosiol. Jakarta: Nusa Media.
kebudayaan Nias adalah, adanya perubahan Salim, Agus. (2002). Perubahan Sosial, Sketsa
struktur dalam organisasi kelompok Teori dan Refleksi Metodelogi Kasus
masyarakat (perkampungan induk) akibat Indonesia. Yogyakarta: PT.Tiara Wacana
adanya pengembangan organisasi kelompok Yogya.
masyarakat (perkampungan baru). Ketika Soejono, R.P. (1989). Beberapa Masalah
organisasi kelompok masyarakat berubah Tentang Tradisi Megalitik. Pertemuan
menjadikan fungsi dari struktur itu berubah, Ilmiah Arkeologi (PIA) V. 4- 7 Juli.
yang pada akhirnya akan menjadikan S o e j o n o , R . P. ( 2 0 0 8 ) . S i s t e m S i s t e m
perubahan kebudayaan. Didalam struktur Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah
dan fungsi tersebut terdapat peran manusia di Bali. Jakarta: Puslitbang Arkenas.
(masyarakat dan individu), nilai, lingkungan Susanto, Astrid.S. (1979). Pengantar Sosiologi
dan waktu sebagai sebuah rangkaian sistem dan Perubahan Sosial. Bandung: Bina
evolusi. Cipta. Sutaba, I Made. (2001). Tahta Batu
Prasejarah di Bali, Telaah Tentang Bentuk
dan Fungsinya. Yogyakarta: Mahavhira.
***** Sztompka, Piötr. (2010). Sosiologi Perubahan
DAFTAR PUSTAKA Sosial. Jakarta: Prenada.
Abdullah, Irwan. (2006). Konstruksi dan Wiradnyana, Ketut & Dominique
Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Guillaud. (2007). Laporan Penelitian Etno-
Pustaka Pelajar. Arkeologi, Situs Arkeologi di Pulau Nias
Feldman, Jerome. (1990). Nias And Its Prov. Sumatera Utara. Laporan Penelitian.
Traditional Sculptures dalam J.A. Feldman, Balai Arkeologi Medan & Institute de
et. al. (ED). Nias Tribal Treasures, Cosmic Recherche pourle Developpement (IRD).
Reflections in Stone, Wood and Gold, Wiradnyana, Ketut. (2010). Legitimasi
123-456. Delft: Volkenkundig Museum Kekuasaan Pada Budaya Nias, Paduan
Nusantara. Penelitian Arkeologi dan Antropologi.
Haryanto, Sindung. (2012). Spektrum Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Teori Sosial, dari Klasik Hingga Wiradnyana, Ketut. (2013). Kearifan Lokal
Postmoderen. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Pembentuk Karakter Masyarakat Nias
Haviland, William.A. (1988)a. dalam Aditya Pratama (Ed). Arkeologi
Antropologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. dan Karakter Bangsa, 55-86. Yogyakarta:
Ombak.
Haviland, William.A. (1988)b.
Antropologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
J o n e s , P i p . ( 2 0 1 0 ) . P e n g a n t a r Te o r i -

96 Kapata Arkeologi Volume 11 Nomor 2, November 2015: 87-96

Anda mungkin juga menyukai