Ketut Wiradnyana
Balai Arkeologi Medan-Indonesia
Jl. Seroja Raya Gg. Arkeologi No.1, Medan
ketut_wiradnyana@yahoo.com
Abstract
The culture area of Nias covers an island, which is Nias Island, and is divided into
a number of culture sub-areas. Every culture sub-area consists of several villages,
each with its distinct cultural elements. This discussion is aimed at understanding
the differences of Nias culture from one village to the others, whether or not they are
from one genealogy. The inter-village differences are not merely related to temporal
aspect but also to cultural values, social structures and social functions. For that
reason, description of cultural elements becomes the main phase, before they are
interpreted. Depiction of differences of cultural elements from one village to the others,
with structural and functional aspects as their background, will reflect the external
and internal factors in an evolutionary cultural change. Therefore the inter-village
cultural differences in Nias belong to a paradigm of evolutionary change like what
was meant by Talcott Parsons.
Keywords: culture area,external factors, internal factors, structure, function
Abstrak
Wilayah budaya Nias itu meliputi satu pulau yaitu Pulau Nias. Di dalam wilayah
budaya dimaksud terbagi atas subwilayah budaya. Pada sebuah subwilayah budaya,
terdiri dari beberapa perkampungan, yang masing-masing memiliki unsur-unsur
budaya yang berbeda. Berkenaan dengan itu, tujuan pembahasan ini di antaranya
adalah memahami perbedaan kebudayaan Nias antarperkampungan, baik di dalam satu
genealogi ataupun tidak. Perbedaan antarkampung dimaksud tidak hanya berkaitan
dengan aspek waktu tetapi juga, nilai budaya, faktor struktur sosial dan fungsi
sosialnya. Berkenaan dengan itu maka uraian unsur kebudayaan menjadi tahapan
utama, untuk selanjutnya diinterpretasikan. Gambaran perbedaan unsur kebudayaan
antarkampung dengan aspek struktur dan fungsi yang melatarbelakanginya akan
menggambarkan faktor eksternal dan internal pada sebuah perubahan evolusioner
kebudayaan. Berkenaan dengan itu maka perbedaan kebudayaan antarkampung di
Nias merupakan sebuah paradigma perubahan evolusioner seperti apa yang dimaksud
oleh Talcott Parsons.
Kata kunci: wilayah budaya, faktor eksternal, faktor internal, struktur, fungsi
Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 87
dari satu sumber budaya yang sama. Artinya sebagian saja, selebihnya dilakukan dengan
sebuah kebudayaan yang berasal dari analogi yang terbatas. Pengamatan objek
satu sumber, memiliki konsep yang sama penelitian itu cenderung hanya terpusat pada
dalam berbagai kelompok hunian. Proses satu situs dan situs lainnya dianggap memiliki
perkembangan kebudayaan dalam satu unsur kebudayaan yang sama. Pengamatan
wilayah budaya dianggap sejalan antara itu mengabaikan aspek-aspek yang ada pada
kelompok satu dengan lainnya. Hanya saja perbedaan itu sendiri, yang kerap menjadi
semakin jauh dari pusat budayanya, maka bagian yang sangat penting dalam upaya
semakin banyak perbedaan unsur-unsur pengidentifikasian sebuah kebudayaan asal.
budayanya. Hal itu menjadikan beberapa Begitu juga dengan memahami kebudayaan
unsur budaya di dalam satu wilayah budaya di wilayah budaya Nias, perbedaan itu dapat
berbeda baik itu unsur materi maupun unsur dikenali dari deskripsi di masing masing
non-materinya. perkampungan, perbedaan juga tidak hanya
Pulau Nias dapat dikatakan berkaitan dengan aspek masa saja, tetapi
merupakan satu wilayah budaya, yaitu aspek struktur dan fungsional yang baru
wilayah budaya etnis Nias yang didasarkan terbentuk tampaknya memberikan peran
atas tradisi megalitik. Hal tersebut terjadi yang besar bagi perbedaan itu.
mengingat seluruh aspek kehidupan dengan Wilayah budaya menggambarkan
nilai-nilainya merefleksikan kebudayaan adanya sumber budaya yang sama,
tersebut. Dalam perkembangan wilayah sehingga memiliki unsur-unsur budaya
budaya itu, tampak bahwa ada perbedaan yang sama. Namun dari uraian di atas
antara kelompok masyarakat Nias yang ada nampaknya hal tersebut tidak berlaku bagi
di Utara, Tengah dan Selatan (Feldman, 1990: masyarakat Nias. Berkenaan dengan itu,
24). Perbedaan tersebut kerap tidak hanya maka permasalahan yang muncul adalah
dalam konteks bentuk budaya materinya saja mengapa kebudayaan itu berbeda antara
tetapi juga konsep religi. Dalam perubahan kelompok satu dengan kelompok lainnya,
kebudayaan, unsur religi merupakan salah atau berbeda antarperkampungan di dalam
satu unsur kebudayaan yang paling sulit satu wilayah budaya Nias?
untuk berubah (Koentjaraningrat, 1990: Dengan permasalahan tersebut
97), sehingga ketika unsur religi berbeda maka tujuan yang hendak dicapai yaitu
antara kelompok satu dengan yang lainnya, mengindentifikasi peran struktur dan fungsi
mengindikasikan adanya hal-hal tertentu yang menjadikan kebudayaan di wilayah
yang melatarbelakanginya. Indikator tersebut budaya Nias itu berbeda.
dapat berupa aspek akulturasi, difusi, Sebuah etnis terdiri dari beberapa
keterputusan dengan sumber kebudayaan kelompok masyarakat. Etnis dimaksud
asal, ataupun aspek psikologis, yaitu akan mengalami perbedaan kebudayaan
keiinginan untuk berbeda dengan budaya di setiap kelompoknya, yang disebabkan
asal, ataupun lingkungan yang berbeda oleh perbedaan peran struktur dan fungsi
sehingga menjadi unsur budayanya berbeda. kebudayaan setiap kelompok. Peran struktur
Pengidentifikasian sebuah dan fungsi sebuah kebudayaan, yang
kebudayaan lama dalam penelitian arkeologis menyebabkan perbedaan kebudayaan di
ataupun antropologis kerap dilakukan setiap kelompok etnis, merupakan konsep
dengan cara deskripsi untuk kemudian perubahan evolusioner Talcott Parson
digeneralisasi. Hasilnya berupa informasi di (1966). Adapun komponen utamanya
masing-masing situs tanpa melihat hubungan adalah proses diferensiasi. Proses ini
antarsitus. Hal itu dilakukan mengingat mengasumsikan bahwa, setiap kelompok
unsur-unsur kebudayaan yang dapat dikenali masyarakat disusun dari sekumpulan
sangat terbatas dan kerap hanya dapat dilihat subsistem yang berbeda berdasarkan
Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 89
Bangunan Megalitik
Gambar 1. Perbedaan bentuk rumah adat dan permukiman di Nias Utara dengan Nias Selatan
(Sumber: Ketut Wiradnyana 2014)
Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 91
Perbedaan kebudayaan dalam struktur yang sama dengan di Nias Selatan. Beberapa hal
lebih kecil atau antarkelompok masyarakat yang berbeda dalam kebudayaan di kedua
di subwilayah budaya Nias Selatan, dalam wilayah tersebut di antaranya, perbedaan pada
konteks pembangunan hunian baru, yaitu sebagian kelompok masyarakat Nias (Nias
adanya pembentukan perkampungan baru Selatan) yang beranggapan pemujaan nenek
yang lepas dari perkampungan induk moyang hanya dilakukan dalam rumah adat.
menjadikan adanya subwilayah budaya Bagi sebagian kelompok masyarakat Nias
yang baru. Subwilayah budaya baru tersebut Utara pemujaan nenek moyang dilakukan
dalam konteks subsistem hunian masih dalam di luar rumah adat. Perbedaan lainnya yaitu
satu garis keturunan yaitu anak-cucu leluhur dalam penyebutan upacara meningkatkan
seorang leluhur. Kelompok masyarakat status sosial, di Nias Selatan disebut dengan
yang berasal dari anak-cucu seorang tokoh upacara owasa sedangkan di Nias Utara
dalam satu garis keturunan patrilineal, disebut dengan faulu. Perbedaan penyebutan
masing–masing perkampungannya memiliki upacara itu juga disertai dengan perbedaan
kebudayaan tidak selalu sama satu dengan tahapan upacara. Masyarakat di Nias Selatan
lainnya. Perbedaan tersebut tidak hanya mengenal tahapan upacara owasa dalam
menyangkut proses waktu, tetapi juga 9 (sembilan) tingkatan. Bagi masyarakat
lebih pada perubahan struktur dan fungsi yang berasal dari nenek moyang yang
dari kelompok etnis dimaksud. Perubahan sama (dari Nias Selatan) yang bertempat
dimaksud juga diakibatkan oleh individu- tinggal di Nias Utara hanya mengenal 7
individu dalam perkampungan baru, yang (tujuh) upacara owasa (faulu). Masyarakat
tetap mengiternalisasi nilai-nilai inti yang Nias yang menganggap nenek moyangnya
sama dengan kondisi yang baru, karena hal berasal dari wilayah huniannya, hanya
itu akan menjanjikan masa depan yang lebih mengenal 3 (tiga) tingkatan upacara owasa.
mungkin (Ritzer & Smart, 2011: 282,304). Perbedaan tahapan dalam upacara owasa
Dalam pemecahan perkampungan, dari tersebut menjadikan adanya perbedaan
perkampungan asal ke perkampungan jumlah bangunan megalitik dan juga besar/
baru, masih tetap adanya jaringan sosial. tingginya sebuah bangunan megalitik. Ada
Jaringan tersebut berlangsung akibat juga tingkatan upacara peningkatan status
adanya hubungan kekerabatan, adat istiadat, (faulu) itu yang awalnya membuat satu patung
termasuk di dalamnya aspek hukum adat megalitik dan tahapan upacara selanjutnya
(Koentjaraningrat, 1990: 30). Oleh karena hanya ditandai dengan simbol-simbol tertentu,
itu, perkampungan baru sebagai pecahan dari artinya tidak membuat bangunan megalitik
perkampungan yang lama, masih menjalankan lainnya. Perbedaan tahapan upacara tersebut
berbagai tradisi yang telah berlangsung pada juga menggambarkan adanya tingkatan
masa hunian di kampung lama sekalipun kosmologi yang berbeda antar kelompok.
sudah ada perubahan. Hal tersebut dilakukan Uraian tersebut menggambarkan bahwa,
juga dalam kaitannya dengan keseimbangan adanya perkembangan perkampungan yang
kelompok masyarakat pada perkampungan baru di luar perkampungan induk menjadikan
yang baru dengan kelompok masyarakat dari adanya perbedaan dalam unsur budaya materi
perkampungan asal/induk. dan konsepsinya.
Model pemecahan perkampungan Pembuatan perkampungan
yang disertai adanya perbedaan kebudayaan baru tersebut juga menjadikan adanya
antarkampung seperti itu juga berlangsung di pembentukan struktur baru bagi masyarakat
Nias Utara. Masyarakat Nias memiliki alur baik bagi masyarakat di perkampungan induk
migrasi dari Selatan ke Utara (Wiradnyana, maupun di perkampungan yang baru. Struktur
2013: 65), sehingga beberapa bagian unsur masyarakat berkembang dalam konteks
kebudayaan di Nias Utara menjadi relatif anggotanya ataupun sistem organisasinya
Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 93
lapisan langit dan tujuh tingkatan upacara lingkungan sosial dimana individu dibesarkan
owasa yang harus dilakukan untuk mencapai (Koentjaraningrat, 1990: 54-55). Oleh
tingkatan tertinggi. Dalam perkembangannya, karena itu sebagian dari ciri unsur budaya
kosmologi di Nias Utara menjadi 3 (tiga) dari kampung asal masih dapat melekat di
tingkatan langit yaitu dunia atas, tengah perkampungan yang baru.
dan bawah. Jadi perbedaan tersebut akibat Ketika unsur-unsur budaya berubah
adanya evolusi yang disebabkan oleh adanya (termasuk jumlah anggota pendukung) pada
penyesuaian norma dalam lingkungan yang masyarakat Nias, maka pengalaman dan
baru, organisasi sosial yang baru dengan pengetahuan individu yang menjadi data
anggotanya yang juga yang baru. Hal itu kebudayaan menjadi terbatas, sehingga sangat
menjadikan fungsi dari organisasi menjadi mungkin berbagai perubahan tersebut terjadi
mengalami perubahan. Sejalan dengan itu (lihat Sztompka, 2010: 1, 72). Selain itu
peran individu/tokoh sangat besar mengingat melemahnya ikatan-ikatan tradisional yang
struktur masyarakat dan fungsinya berada karenanya memberi otonomi yang lebih besar
dalam tatanan yang baru, sehingga menjadi pada individu, sehingga individu mendapatkan
acuan dalam upaya membangun norma- ruang yang lebih luas ekspresinya dalam
norma yang baru. pengambilan keputusan (Goldsmith, 1998
Konsep yang berkaitan dengan dalam Abdullah, 2006: 144). Hal tersebut
wilayah budaya memiliki struktur, yaitu menjadikan proses identifikasi sosial berubah,
perkampungan induk yang kemudian sehingga berbagai konsep-konsep ataupun
terbagi beberapa perkampungan baru, begitu makna dalam kebudayaan berubah. Adanya
seterusnya. Hal tersebut menjadikan adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat
kekhasan dalam setiap wilayah budaya yang tersebut menjadikan munculnya integrasi
disesuaikan dengan kondisi masyarakat baru yang pada akhirnya menguatkan sistem
dan lingkungannya. Penyesuaian tersebut pada perkampungan yang baru dari penguatan
menghasilkan perbedan-perbedaan yang baru, subsistem-subsistemnya. Penguatan sistem
dengan kata lain aspek-aspek yang tidak dapat dan subsistem itu diperlukan atas upaya
dikembangkan dalam komunitas pada wilayah menghadapi berbagai permasalahan baru
asal disesuaikan atau digantikan dengan yang sehingga berbagai nilai-nilai yang dianut
lebih sesuai, sehingga ada kecenderungan akan berubah dengan kondisi-kondisi yang
bahwa masyarakat yang baru lebih adaptif ada di masanya. Tentu perubahan-perubahan
dibandingkan dengan masyarakat yang lama. tersebut akan berlawanan dengan kelompok-
Keberhasilan-keberhasilan dalam pengelolaan kelompok dari perkampungan asal atau
kebudayaan itu merupakan peningkatan perkampungan yang setara, sehingga hal
kemampuan diri dari lingkungan evalusioner tersebut memunculkan friksi-friksi dan pada
(Parson, 1966: 22 dalam Ritzer & Goodman, akhirnya akan menjadikan kebudayaannya
2004: 133). Hal ini memunculkan berbagai terdiferensiasi dengan kebudayaan induk,
hal yang menjadikan ada perbedaan antara atau mencoba mencari garis-garis baru
satu perkampungan dengan yang lainnya dan sebagai induk dari kebudayaannya. Hal
juga adanya upaya diferensiasi kebudayaan tersebut juga menggambarkan adanya sarana
antara satu dengan lainnya. R. Linton untuk membatasi atau menyeimbangkan
(1945) beranggapan bahwa tiap kebudayaan aktivitas-aktivitas politik dengan tujuan
memiliki keperibadian umum yaitu sejumlah dan proses demokratik yang lebih luas dan
ciri watak yang kadang-kadang seluruhnya sekaligus sebagai perluasan kekuasaan (Ritzer
atau sebagian ada pada jiwa sebagian besar & Smart, 2011: 307-308).
masyarakat, hal itu dikarenakan oleh bakatnya Perubahan kebudayaan yang terjadi
sendiri, latar belakang individu dan juga merupakan bentuk dari operasional teknis,
latar kebudayaan dan subkebudayaan dari sehingga tindakan dapat diperbaiki secara terus
Paradigma Perubahan Evolusi Pada Budaya Megalitik di Wilayah ....., Ketut Wiradnyana 95
Selatan yang membawa kebudayaan ke Nias Teori Sosial, Dari Teori Fungsionalisme
Utara. Kebudayaan kelompok migran tersebut Hingga Post-Moderen. Jakarta: Yayasan
kemudian disesuaikan dengan kondisi Pustaka Obor Indonesia.
lingkungan yang baru, ataupun disesuaikan Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori
dengan kelompok yang baru. Perubahan Antropologi I. Jakarta: Universitas
kebudayaan dapat juga disebabkan oleh Indonesia Press.
adanya tekanan atau keiinginan dari kelompok Koentjaraningrat. (1990). Sejarah
masyarakatnya Nias Selatan yang bermigrasi Teori Antropologi II. Jakarta: Universitas
ke utara, atau juga tokoh masyarakat Nias Indonesia Press.
Selatan dalam kelompok yang baru tersebut Ritzer, George & Douglas J.
yang melihat dan menyesuaikan dengan Goodman. (2004). Teori Sosiologi Modern.
lingkungan yang baru. Jakarta: Prenada Media.
Perubahan evolusioner yang dimaksud Ritzer, George & Barry Smart. (2011). Hand
Talcott Parsons (1966) dalam konteks Book Teori Sosiol. Jakarta: Nusa Media.
kebudayaan Nias adalah, adanya perubahan Salim, Agus. (2002). Perubahan Sosial, Sketsa
struktur dalam organisasi kelompok Teori dan Refleksi Metodelogi Kasus
masyarakat (perkampungan induk) akibat Indonesia. Yogyakarta: PT.Tiara Wacana
adanya pengembangan organisasi kelompok Yogya.
masyarakat (perkampungan baru). Ketika Soejono, R.P. (1989). Beberapa Masalah
organisasi kelompok masyarakat berubah Tentang Tradisi Megalitik. Pertemuan
menjadikan fungsi dari struktur itu berubah, Ilmiah Arkeologi (PIA) V. 4- 7 Juli.
yang pada akhirnya akan menjadikan S o e j o n o , R . P. ( 2 0 0 8 ) . S i s t e m S i s t e m
perubahan kebudayaan. Didalam struktur Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah
dan fungsi tersebut terdapat peran manusia di Bali. Jakarta: Puslitbang Arkenas.
(masyarakat dan individu), nilai, lingkungan Susanto, Astrid.S. (1979). Pengantar Sosiologi
dan waktu sebagai sebuah rangkaian sistem dan Perubahan Sosial. Bandung: Bina
evolusi. Cipta. Sutaba, I Made. (2001). Tahta Batu
Prasejarah di Bali, Telaah Tentang Bentuk
dan Fungsinya. Yogyakarta: Mahavhira.
***** Sztompka, Piötr. (2010). Sosiologi Perubahan
DAFTAR PUSTAKA Sosial. Jakarta: Prenada.
Abdullah, Irwan. (2006). Konstruksi dan Wiradnyana, Ketut & Dominique
Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Guillaud. (2007). Laporan Penelitian Etno-
Pustaka Pelajar. Arkeologi, Situs Arkeologi di Pulau Nias
Feldman, Jerome. (1990). Nias And Its Prov. Sumatera Utara. Laporan Penelitian.
Traditional Sculptures dalam J.A. Feldman, Balai Arkeologi Medan & Institute de
et. al. (ED). Nias Tribal Treasures, Cosmic Recherche pourle Developpement (IRD).
Reflections in Stone, Wood and Gold, Wiradnyana, Ketut. (2010). Legitimasi
123-456. Delft: Volkenkundig Museum Kekuasaan Pada Budaya Nias, Paduan
Nusantara. Penelitian Arkeologi dan Antropologi.
Haryanto, Sindung. (2012). Spektrum Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Teori Sosial, dari Klasik Hingga Wiradnyana, Ketut. (2013). Kearifan Lokal
Postmoderen. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. Pembentuk Karakter Masyarakat Nias
Haviland, William.A. (1988)a. dalam Aditya Pratama (Ed). Arkeologi
Antropologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga. dan Karakter Bangsa, 55-86. Yogyakarta:
Ombak.
Haviland, William.A. (1988)b.
Antropologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
J o n e s , P i p . ( 2 0 1 0 ) . P e n g a n t a r Te o r i -