Bias Hawthorne

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

BIAS HAWTHORNE

Bias efek hawthrone (Griffin,1984) dikemukakan oleh Elton Mayo ketika melakukan
penelitian di pabrik Hawthorne Chicago. Studi tersebut dilakukan tahun 1924 sampai tahun
1932, tentang efek penerangan pengaruhnya terhadap keluaran (out-put), penilitian dilakukan
terhadap para karyawan perakitan (assembly). Implikasi dari temuan ini memberikan
pemahaman tentang organisasi sebagai suatu kesatuan sistem. Mayo berkesimpulan bahwa
masalah motivasi dan respons emosi yang diakibatkan oleh situasi kerja lebih penting dari
pengaturan logis dan rasional dalam menentukan keluaran. Pemahaman yang terkenal dengan
‘efek Hawthorne’ ini mengemukakan bahwa perlakuan khusus, bahkan yang buruk pun, dapat
membawa dampak positif terhadap para pekerja, karena faktor manusia yang mempengaruhinya.
Ia menegaskan bahwa hubungan sosial dalam kelompok kerja adalah faktor terpenting yang
mempengaruhi kepuasan para pekerja atas pekerjaannya.

Menurut Mayo perlakuan yang manusiawi dan menunjukkan penghargaan memberi


manfaat bagi perusahaan dalam jangka panjang. Dalam sebuah percobaan lain di sebuah pabrik
tekstil, Mayo dan timnya menguji efekifitas beberapa sistem insentif. Semua faktor bahkan uang,
gagal menghasilkan dampak yang diharapkan. Barulah setelah para pekerja dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, dampak positif dirasakan. Ternyata keterlibatan pribadi dalam mencapai
sasaran kerjalah yang mendorong peningkatan produksi, meskipun mesin-mesin tidak mungkin
bekerja lebih cepat lagi. Dalam hampir semua tulisannya Mayo selalu membahas dua gagasan
pokok, pertama adalah tentang masyarakat, dan kedua menyangkut masalah individu dalam
masyarakat.

Bias efek Hawthrone terjadi bila ada perubahan psikologi pada subjek penelitian karena
menjadi partisipan penelitian, sehingga akan terjadi perubahan perilaku pada subjek.
Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone ini memberi dampak
dramatis terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran perlikau manusia dalam organisasi.
Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia
sebagai penentu berfungsi atau tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi tersebut.
METODE ANALOGI

Analogi merupakan kriteria yang membandingkan satu unsur dengan unsur lainnya yang
sejenis. Jika suatu zat tertentu menyebabkan penyakit maka zat lain yang sejenis harus punya
menyebabkan hal yang sama. Analogi lebih siap menerima argumentasi – argumentasi yang
menyerupai dengan data yang didapatkan.

Pengertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang berdasar pada
daya imajinasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana saja. Sebaiknya, analogi
memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang asosiasi-asosiasi
dalam studi; tidak adanya analogi seperti itu hanya mencerminkan tidak adanya imajinasi atau
pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis.

Jika suatu kausalitas sudah ada sebelumnya pada kondisi yang relatif sama, maka hasil
penelitian yang memiliki karakteristik hampir sama dapat dianalogikan memiliki tingkat
kausalitas yang sama pula. Hill (1965) menjelaskan bahwa dengan efek kausalitas thalamoide
terhadap rubella; maka kita akan "lebih siap" menerima kausalitas dari evidence penggunaan
obat lain dengan viral disease lain pada massa kehamilan.

Tidak semua situasi dapat menggunakan kriteria analogi sebagai pendukung hubungan
kausal. Kriteria analogi kurang kuat karena tidak spesifik, mengingat mampu mencetuskan
banyak gagasan analogi, sehingga menyebabkan analogi menjadi tidak spesifik.

Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu? (misalnya rubella, thalidomide
selama kehamilan).Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena
asosiasi kausal dapat sangat lemah, relatif non-spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam
konflik dengan pengungkapan penmahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat
jaminan kami dalam mencapai penilaian kausalitas. Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi,
tahapan biologis, spesifisitas, dan mungkin juga kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu
yang lebih umum dari konsistensi data yang diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis
(biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus
dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu
menurunkan kemungkinan perkembangan tumor. Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai
pada situasi-situasi tertentu tetapi tidak untuk situasi lain, tergantung pada proses patofisiologis
yang dihipotesiskan.
BIAS HAWTHORNE & ANALOGI

Disusun Oleh Kelompok 9 :

 Dian Pratiwi Abdullah K11115309


 Aulia Rizky Fajriani K11115308

KESMAS D

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

Anda mungkin juga menyukai