Anda di halaman 1dari 7

MANIFESTASI KLINIK

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari
dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan
interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi
makin panjang.

Secara klinis tetanus ada 3 macam :


1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.

Tetanus umum:

Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini
berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang
dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Biasanya tetanus
timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya
sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima
puluh persen penderita tetanus umum akan menuunjukkan trismus. Dalam 24–48 jam dari
kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama
masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain
kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai
muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher
bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga
memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus. Selain kekakuan otot yang luas biasanya
diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal
(rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal
kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat
serta ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia
dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih. Kenaikan
temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus
hati–hati terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang
labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.

Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:

1. Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum
walaupun dirangsang.
2. Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum
bila dirangsang.
3. Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum
yang spontan.

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:

Grade 1: ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari
- Period of onset > 6 hari
- Trismus positif tetapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan
kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.

Grade II: sedang


- Masa inkubasi 10–14 hari
- Period of onset 3 had atau kurang
- Trismus ada dan disfagia ada.
Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis
tidak ada.

Grade III: berat


- Masa inkubasi < 10 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat
banyak dan takikardia.

Tetanus lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran
klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot pada bagian
proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian
1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai
daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan jarang akibat
tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI,
dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa
hari bahkan berbulan–bulan. Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum.
Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.
DIAGNOSIS

Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :


- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.

Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin
tidak ditemukan nilai–nilai yang spesifik; lekosit dapat normal atau dapat meningkat.
Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis kemudian
dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya
pada 30% kasus ditemukan ClostridiumTetani. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas
normal, walaupun kadang–kadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot.
Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada pemeriksaan elektromiografi hasilnya
tidak spesifik.

DIAGNOSIS BANDING

1. Meningitis bakterial
2. Poliomielitis
3. Rabies.
4. Tetani
5. Retropharingeal abses
6. Tonsilitis berat

KOMPLIKASI

1) Pada saluran pernapasan


Oleh karena spasme otot–otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang
menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukarnya menelan air
liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis
akibat obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi
akibat dilakukannya trakeostomi.
2) Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia,
hiperrtensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
3) Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot. Pada
tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terus–menerus
terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi
miositis ossifikans
sirkumskripta.
4) Komplikasi yang lain:
- Laserasi lidah akibat kejang;
- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu: Bronkopneumonia, cardiac
arrest, septikemia dan pneumotoraks.

PROGNOSA

Dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Masa inkubasi
Makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan, sebaliknya makin pendek
masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi kurang dari 7 hari
maka tergolong berat.
2) Umur
Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin jelek.
3) Period of onset
Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus sampai
terjadi kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosa jelek.
4) Panas
Pada tetanus febris tidak selalu ada. Adanya hiperpireksia maka prognosanya jelek.
5) Pengobatan
Pengobatan yang terlambat prognosa jelek.
6) Ada tidaknya komplikasi
7) Frekuensi kejang
Semakin sering kejang semakin jelek prognosanya.

PENGOBATAN / PENATALAKSANAAN

1) Pengobatan Umum:
- Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus tenang.
- Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.
- Bila perlu diberikan oksigen dan kadang–kadang diperlukan tindakan trakeostomi untuk
menghindari obstruksi jalan napas.
- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan
dengan pengisap lendir.
- Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang mudah dicerna
dan cukup mengandung protein dan kalori.

2) Pengobatan Khusus:

a) Anti Tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:


- Toksin bebas dalam darah;
- Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang
telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum
pemberian antitoksin harus dilakukan:

- Anamnesa apakah ada riwayat alergi;


- Tes kulit dan mata; dan
- Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.

b) Antikonvulsan dan sedatif


Obat–obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf
terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus ialah obat yang dapat
mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakan–gerakan
volunter atau kesadaran.

Obat–obat yang lazim digunakan ialah:

- Diazepam
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali i.v.
perlahan–lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti
pemberian diazepam peroral–(sonde lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6
kali.
- Fenobarbital
Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler. Dilanjutkan dengan
dosis oral 5–9 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Largactil
Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.

c) Antibiotik.
- Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani. Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m
selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.
- Tetrasiklin dan Eritromisin
Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin.
Tetrasiklin : 30–50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis.
Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

d) Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis.

e) Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:
- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi
- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan
- Obstruksi larings; dan
- Koma.
f) Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer.

PENCEGAHAN
1) Perawatan luka
Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan spora tetanus.
2) imunisasi pasif
Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:
- ATS dari serum kuda;
- Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).
Dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman pendapat
- 1500–3000 u i.m
- 3000–5000 u i.m.
Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit dan mata.
Dosis TIHG: 250–500 u i.m
3) Imunisasi aktif
Di Indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain menurunkan
angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus. Imunisasi tetanus biasanya
dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT.
- DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
- DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada
anak dengan riwayat demam dan kejang
- TT: diberikan pada: – ibu hamil
– anak usia 13 tahun keatas.
Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi, imunisasi dilakukan pada usia 2, 4 dan
6 bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5–2 tahun dan usia 5 tahun. Dosis yang
diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara intramuskuler.

ERNILINDA EUPHRASIA JAWA

1408010024
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, E. B.; Holloway, R.; Thambiran, A. K.; Dessy, S. D.: Usefulness of Intermittent
Positive Pressure Respirations in The Treatment of Tetanus. Lancet 1966;1176–1180.

2. Annonymous. Human Antitoxin for Tetanus Prophylaxis. Lancet 1974; i 51– 52.

3. Asa, K. D.; Bertorini, T. E. Pinals, R. S. Case Report Myositis Ossificans Circumscripta, a


Complication of Tetanus. Am. J. Med. Sciences 1986; 292: 40–43.

4. Atrakchi, S. A. and Wilson, D. H. Epidemiology. Br. Med. J. 1977; 1:179.

5. Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. Diphteria–Pertusis–Tetanus Vaccine Teactogenicity of


Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256–260.

Anda mungkin juga menyukai