Anda di halaman 1dari 18

MAKNA DAN HAKIKAT HAJI

KELOMPOK 9

Disusun Oleh :

• AMIR SODIKIN (2042500575)


• ASYIFA MEIDIANA U (2042500351)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

2021
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang paling banyak pemeluknya di sebagian besar belahan dunia.
Agama ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti dan sejarawan untuk dikaji dan diteliti
hakikatnya, ritual-ritualnya dan hal-hal lain yang terdapat didalamnya. Islam sendiri memberi
ketenangan rohani bagi pemeluknya dalam setiap pelaksaan ibadah atau ritual keagamaan. Haji
termasuk dalam rukun Islam, rukun Islam sendiri merupakan simbol bahwa seorang muslim
benar-benar menjadi muslim ketika dia menjalankan kelima rukun ini dan menghayati makna-
maknanya, serta menearpkan apa yang mereka hayati itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
pelaksanaannya di Indonesia, orang yang ingin berangkat haji biasanya melakukan ritual-ritual
atau menjalani adat tertentu yang diyakini dapat menambah kekhusyuan dan kelancaran ketika
melaksanakan ibadah haji. Pelaksanaan ibadah Haji, menurut penulis sendiri adalah sebuah
rutinitas mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai gerakan yang semuanya mengandung
hal-hal yang mengingatkan kita pada kekuasaan Allah. William R Roff, dalam bukunya Richard
C. Martin (2010), berpendapat bahwa ritual dalam ibadah haji merupakan simbol kehidupan
seorang muslim dimana simbol tersebutmerupakan cara manusia menambah keimanannya
setelah menghayati arti dari simbol-simbol tersebut. Dengan adanya pendapat William R. Roff
ini, seyogyanya hal tersebut menjadi acuan dan contoh bagi para peneliti dan sejarawan untuk
mengkaji tentang Islam dan simbol-simbol yang ada dalam setiap ritual keagamaan, karena dia
menjelaskan dengan gamblang tentang metode yang bisa digunakan dalam penelitian suatu
agama.

Dan Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali
sepanjang hidupnya bagi yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam ibadah haji
sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya
adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri
kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena
dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu'an, Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid
yang tinggi

Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang
mulia. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang
satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah
haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya
besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan
rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat berkorban, baik harta, benda, jiwa besar dan
pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membangun persatuan dan kesatuan
umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-
pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka'bahlah yang menjadi simbol kesatuan
dan persatuan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah hakikat ibadah haji ?

2. Bagaimanakah sejarah ibadah haji ?

3. Bagaimana mencapai haji yang mabrur?

4. Apa hikmah dari ibadah haji?

5. Apa makna spiritual dari ibadah haji ?

C. Tujuan

1. Mengetahui hakikat dari ibadah haji.

2. Mengetahui sejarah dari ibadah haji.

3. Mengetahui cara mencapai haji yang mabrur.

4. Mengetahui hikmah dari ibadah haji.

5. Mengetahui makna spiritual dari ibadah haji.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Haji

Menurut bahasa kata Haji berarti menuju, sedang menurut pengertian syar’i berarti menyengaja
menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang
terdahulu. Hukum haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya
sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah
disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).

a. Dalil Al Qur’an

Allah berfirman, :

َ‫سبِياًل َو َمنْ َكفَ َر فَإِنَّ هَّللا َ َغنِ ٌّي َع ِن ا ْل َعالَ ِمين‬


َ ‫ستَطَا َع إِلَ ْي ِه‬ ِ ‫س ِح ُّج ا ْلبَ ْي‬
ْ ‫ت َم ِن ا‬ ِ ‫َوهَّلِل ِ َعلَى النَّا‬
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali
Imron: 97).

b. Dalil As Sunnah

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ َو‬، ‫ َوا ْل َح ِّج‬، ‫ َوإِيتَا ِء ال َّز َكا ِة‬، ‫صالَ ِة‬


‫ص ْو ِم‬ ُ ‫ش َها َد ِة أَنْ الَ إِلَهَ إِالَّ هَّللا ُ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر‬
َّ ‫ َوإِقَ ِام ال‬، ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ٍ ‫سالَ ُم َعلَى َخ ْم‬
َ ‫س‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫بُنِ َى‬
َ‫ضان‬َ ‫َر َم‬

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).

Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan
wajibnya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

ُ ‫س َكتَ َحتَّى قَالَ َها ثَالَثًا فَقَا َل َر‬


« ِ ‫سو ُل هَّللا‬ َ َ‫سو َل هَّللا ِ ف‬ ٍ ‫ فَقَا َل َر ُج ٌل أَ ُك َّل ع‬.» ‫ض هَّللا ُ َعلَ ْي ُك ُم ا ْل َح َّج فَ ُح ُّجوا‬
ُ ‫َام يَا َر‬ ُ َّ‫أَيُّ َها الن‬
َ ‫اس قَ ْد فَ َر‬
‫ستَطَ ْعتُ ْم‬
ْ ‫ « لَ ْو قُ ْلتُ نَ َع ْم لَ َو َجبَتْ َولَ َما ا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬-
“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian
manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang
tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
“Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun,
dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim).

c. Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)

Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu.
Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan
sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan kafir.

Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk
mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari'atkan ibadah haji tersebut
pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.

Haji adalah suatu tindakan mujahadat untuk memperoleh musyahadat, dan mujahadat tidak
menjadi sebab langsung musyahadat melainkan hanya sarana untuk mencapai musyahadat. Maka
dari itu, karena sarana tidak mempunyai pengaruh lebih jauh atas realitas segala hal, tujuan haji
yang sebenarnya bukanlah mengunjungi Ka’bah, melainkan untuk memperoleh musyahadat
tentang Tuhan. Mawan Suganda

2. Syarat, rukun dan Wajib Haji

• Kondisi diwajibkannya Haji,

a. Islam

b. Baligh

c. Berakal

d. Merdeka

e. Kekuasaan (mampu}

• Rukun Haji

a. Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji

b. Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah


c. Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf Ifadhah)

d. Sa'i yaitu lari-lari kecil antara shafa dan marwah 7 (tujuh) kali

e. Tahallul artinya mencukur atau menggunting rambut sedikitnya 3 helai

f. Tertib yaitu berurutan

• Wajib Haji, Yaitu sesuatu yang harus dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung
atasnya, karena dapat diganti dengan dam (denda) yaitu menyembelih binatang. berikut
kewajiban haji yang harus dikerjakan:

a. Ihram dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat
yang sudah ditentukan, terus menerus sampai elesainya Haji

b. Bermalam di Muzdalifah sesudah wukuf, pada malam tanggal 10 Dzulhijjah.

c. Bermalam di Mina selama2 atau 3 malam pada hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah).

d. Melempar jumrah 'aqabah tujuh kali dengan batu pada tanggal 10 Dzulhijjah dilakukan setelah
lewat tengah malam 9 Dzulhijjah dan setelah wukuf.

e. Melempar jumrah ketiga-tiganya, yaitu jumrah Ula, Wustha dan 'Aqabah pada tanggal 11, 12
dan 13 Dzulhijjah dan melemparkannya tujuh kali tiap jumrah.

f. Meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan karena ihram.

• Sunat Haji

a. Ifrad, yaitu mendahulukan haji terlebih dahulu baru mengerjakan umrah.

b. Membaca Talbiyah

c. Tawaf Qudum, yatiu tawaaf yuang dilakukan ketika awal datang di tanah ihram, dikerjakan
sebelum wukuf di Arafah.

d. Shalat sunat ihram 2 rakaat sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam
nabi Ibrahim.

e. Bermalam di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah

f. Thawaf wada ', yakni tawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi
selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
3. Dam / Denda

a) Macam-macam dam(denda)

• ) Menyembelih seekor kambing, yang sah untuk qurban untuk disedekahkan kepada fakir
miskin. Kalau tidak bisa, boleh diganti dengan puasa 10 hari (3 hari dikerjakan waktu haji dan
yang 7 hari bisa dilakukan di kampungnya setelah pulang).

Denda ini di berikan kepada yang :

a. Mengerjakan haji secara Tamattu.

b. Mengerjakan haji secara Qiran

c. Mulai ihram tidak dari Miqaat.

d. Tidak bermalam di Muzdalifah

e. Tidak bermalam di Mina

f. Tidak melempar jumrah.

• ) Menyembelih kambing untuk disedekahkan, atau puasa 3 hari atau memberi makan 3 sha’
(kira-kira sebanyak 7 kg) kepada 6 orang miskin. Denda ini diberikan kepada seseorang yang
melakukan salah satu hal-hal di dalam ihram yaitu:

a. Memakai pakaian yang berjahit menyarung,bagi laki-laki saja

b. Memotong kuku

c. Bercukur atau memotong rambut atau bulu badan

d. Memakai minyak harum pada pakaian ataupun badan

e. Bersentuh dengan perempuan dengan Syahwat

f. Bersetubuh sesudah Tahallul-Awwal

•) Menyembelih seekor unta kalau tidak sanggup wajib menyembelih seekor sapi kalau tidak
mungkin dapat diganti menyembelih 7 ekor kambing kalau tidak bisa harga seekor unta ditaksir
harganya sebanyak harganya dibelikan makanan untuk disedekahkan kepada fakir miskin
kalaupun tidak sanggup maka wajiblah diganti dengan puasa untuk tiap tiap 1 mud makanan
harga unta itu dengan puasa 1 hari. Denda ini di jatuhkan kepada orang yang bersetubuh sebelum
Tahallul-Awal.

• ) Barang siapa yang membunuh hewan buruan di tanah haram maka wajib membayar dam
sebagai berikut:

a. Menyembelih hewan yang serupa atau hampir sama dengan binatang yang terbunuh

b. Kalau itu tidak mungkin wajib bersedekah makanan sebanyak harga binatang tersebut,
kalaupun tidak bisa boleh diganti dengan puasa, dengan perhitungan 1 mud 1 hari.

•) Barang siapa yang memotong kayu di tanah haram maka dendanya adalah :

a. Bagi kayu besar dendanya seekor unta atau sapi.

b. Bagi kayu kecil dendanya seekor kambing.

• ) Bagi yang terhalang di jalan, sehingga tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah,
maka boleh tahallul dengan menyembelih seekor kambing di tempat itu, kemudian bercukur atau
memotong rambut dengan niat tahallul.

b) Tempat membayar denda

1. Denda yang berupa menyembelih binatang dan memberi makan, dibayarkan di tanah haram.

2. Denda yang berupa puasa dibayarkan dimana saja kecuali yang telah ditentukan harus
dilakukan di waktu haji.

3. Denda yang berupa menyembelih binatang karena terhalang dibayarkan di tempat ia terhalang.

4. SEJARAH IBADAH HAJI

Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Adam AS setelah mendapatkan perintah dari Allah
SWT. Sejak saat itu juga, Nabi Adam diperintahkan untuk melakukan tawaf (berjalan
mengelilingi Ka’bah). Namun banjir besar pada masa Nabi Nuh ternyata ikut menghancurkan
Ka’bah. Akhirnya Ka’bah dibangun kembali pada masa Nabi Ibrahim.

Pada masa Nabi Ibrahim, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun kembali
Ka’bah dan menyeru seluruh umat manusia supaya melakukan Tawaf. Pada masa ini jugalah
dimulai ritual haji yang akhirnya kita laksanakan sampai sekarang. Misalnya saja Tata cara
lempar Jumroh di Mina. Pada saat itu Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya
sendiri, Nabi Ismail. Sepanjang perjalanan, setan terus menerus membisiki Nabi Ibrahim agar
imannya goyah dan membatalkan rencananya untuk mengorbankan Nabi Ismail. Bukannya
menjadi goyah, Nabi Ibrahim malah melempari setan dengan batu. Kesabaran Nabi Ibrahim pun
tidak sia-sia. Allah mengganti Ismail dengan seekor domba tepat sebelum Nabi Ibrahim
menyentuh leher Ismail.

Selain itu ada Ibadah Sa’i atau berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Ibadah ini
melambangkan pengorbanan dan dedikasi Siti Hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim di tengah-
tengah gurun pasir yang panas. Saat itu Siti Hajar ingin mencarikan air untuk Ismail yang masih
bayi. Beliau berlari ke bukit Shafa untuk mencari air. Karena tidak menemukannya, beliau
kembali lagi ke bukit Marwah, dan beliau melakukan itu sebanyak 7 kali, hingga akhirnya
munculah sebuah sumber mata air yang kita kenal dengan mata air Zamzam.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, Ka’bah sempat menjadi tempat pemujaan berhala oleh kaum
Quraisy. Di sana selalu tercium aroma kemenyan dan berhala-berhala terpajang di setiap sudut.
Akhirnya Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu untuk melaksanakan ibadah haji pada
tahun 6 Hijriyah. Namun karena dijegal oleh kaum Quraisy, Nabi Muhammad SAW tidak bisa
melaksanakan ibadah haji saat itu. Tetapi pada saat yang sama, Nabi Muhammad SAW
menyepakati perjanjian Hudaibiyah yang akhirnya membuat beliau dapat melaksanakan ibadah
haji pada tahun 9 Hijriyah.

Telah diwajibkan sejak tahun ke-9 tahun Hijriah. Rasul Allah (damai dan sejahtera baginya)
mengirimkan 300 dibawah pimpinan Hazrat Abubakr Siddiq untuk ke Makkah melaksanakan
Haji.

Pada tahun berikutnya, tahun ke-10, Muhammad (damai dan sejahtera baginya) mengumumkan
bahwa beliau akan melakukan Haji setiap tahun. Beliau memimpin ribuan Muslim untuk
melaksanakan Haji dan menjelaskan kepada mereka bagaiman melakukan ritual Haji. Haji
dikenal sebagai Haji al Wadaa’ atau Haji perpisahan karena merupakan Haji terakhir yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad (damai dan sejahtera baginya).

Nabi Muhammad SAW telah menunaikan fardhu haji sekali saja dan umroh 4 kali semasa
hayatnya. Haji itu dinamakan Hijjatul Wada/ Hijjatul Balagh/ Hijjatul Islam atau Hijjatuttamam
Wal Kamal kerana selepas haji itu tidak berapa lama kemudian beliau pun wafat. Beliau
berangkat dari Madinatul Munawwarah pada hari Sabtu, 25 Zulqo’dah tahun 10 Hijrah bersama
isteri dan sahabat-sahabatnya bersama kurang lebih 90,000 orang Islam. Setelah menginap satu
malam di Zulhulaifah, sekarang dikenali dengan nama Bir Ali, 10 km dari Madinah, esoknya
Nabi mengenakan pakaian ihram diikuti seluruh anggota rombongan. Mereka berjalan bersama-
sama dengan pakaian putih yang sederhana, perlambang kesederhanaan dan persamaan yang
amat jelas.

Dengan seluruh kalbu Muhammad SAW menengadahkan wajahnya kepada Tuhan sembari
mengucapkan talbiyah sebagai tanda syukur atas nikmat karunia-Nya diikuti kaum muslimin di
belakangnya: “Labbaik Allahumma Labbaik,Labbaika laa syarikka laka labbaik, Innal haamda
wanni’mata laka wal mulk Laa syariika laka“, artinya : “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya
Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Ya Allah aku penuhi
panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu semata-mata.Segenap
kerajaan untuk-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.Di bawah sengatan matahari gurun, di padang
pasir yang tidak dikenal banyak umat, bergerak arus manusia dan kafilah menuju satu titik.
Mereka menyambut panggilan Nabi Ibrahim as beberapa abad silam. Tidak ada peristiwa yang
membedakan seseorang dengan lainnya. Tidak pula perbedaan ras, bangsa atau warna kulit.
Sesungguhnya, inilah pemandangan paling indah tentang asas persamaan bahwa semua makhluk
sama di depan Tuhan. Yang membedakan, hanya kadar iman dan takwa seseorang. Mereka
memenuhi seruan Nabi untuk saling mengenal, merajut kasih sayang, keikhlasan hati dan
semangat ukhuwah islamiah. Dengan penuh kesabaran pula mereka menanti tibanya Haji Akbar,
dan rasa rindu bertemu Baitullah, dengan jantung berdegup keras.

Hari ke-8 Zulhijjah yaitu Hari Tarwiyah, beliau pergi ke Mina bersama rombongannya. Selama
satu hari melakukan shalat dan tinggal bersama kaumnya. Malamnya di saat sang fajar
menyembul setelah Shalat Subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa’, tatkala matahari
mulai tampak, beliau menuju Padang Arafah. Dalam perjalanan yang diikuti ribuan muslim yang
mengucapkan talbiyah dan bertakbir, Nabi mendengarkan dan membiarkan mereka dalam
kekhusyu’an. Pada tanggal 09 Zulhijjah yang jatuh pada hari Jumaat, Rasulullah SAW
melakukan wukuf di Arafah. Ketika berada di perut wadi di bilangan Urana, masih di atas unta,
Nabi berdiri dan berkhutbah di depan lebih 90.000 orang yang mengelilinginya. Itulah peristiwa
bersejarah yang dikenal dengan julukan “Al-Hijjatul Wada” atau “Haji Perpisahan’. Peristiwa
yang begitu mengesankan dan indah, serta merupakan khulasha (kesimpulan) ajaran Islam dan
sunnahnya yang ia wariskan kepada masyarakat Islam. Khutbah berlangsung di bawah panas
matahari yang mampu membakar ubun-ubun, dan didengarkan dengan khidmat. Kepada
Umayyah bin Rabi’ah bin Khalaf diminta mengulang keras setiap kalimat yang beliau
sampaikan, agar didengar di tempat yang jauh. Sore harinya, rombongan Rasulullah SAW
bergerak ke arah Muzdalifah untuk bermalam di sana. Menjelang fajar, rombongan menuju ke
Mina untuk melakukan pelemparan jumroh kubro (Aqabah), menyembelih ternak kurban.
Kemudian menuju Baitullah untuk melaksanakan thawaf Ifadha’ dan kembali lagi ke Mina untuk
melanjutkan pelemparan jumroh.
Rasulullah SAW telah menyempurnakan semua rukun dan wajib haji hingga tanggal 13
Zulhijjah. Dan pada tanggal 14 Zulhijjah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan Makkah Al-
Mukarramah kembali menuju Madinah Al-Munawwarah.

5. CARA MENJADI HAJI YANG MABRUR

Dalam kitab Lisan al-‘Arab (IV/51), kata mabrur mengandung dua arti:

• Pertama, mabrur berarti baik, suci dan bersih. Dalam pengertian ini, haji mabrur adalah haji
yang dilaksanakan dengan baik, tidak diperbuat di dalamnya hal-hal yang dilarang seperti
berkata kotor, berbuat fasik dan menyakiti atau mengganggu orang lain termasuk menyuap orang
untuk kemudahan amalnya sementara orang lain mendapatkan kesulitan karenanya. Di samping
itu, bekal yang dibawa untuk berhaji adalah bekal yang halal dan bersih.

• Kedua, mabrur berarti maqbul atau diterima dan diridhai oleh Allah Swt. Dalam hal ini, haji
mabrur adalah haji yang tata caranya dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk
Allah dan Rasul-Nya dan memperhatikan syarat-syarat dan rukunnya serta hal-hal yang wajib
diperhatikan dalam berhaji.

Syarat-syarat Haji Mabrur :

Untuk meraih predikat haji mabrur, maka mesti terkumpul di dalamnya hal-hal berikut:

1. Hendaknya haji yang ia lakukan harus benar-benar ikhlash karena Allah, bahwa motivasinya
dalam berhaji tidak lain hanya karena mencari ridha Allah dan bertaqarrub kepada-Nya.

2. Haji yang ia lakukan mesti serupa dengan sifat haji Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.
Maksudnya dalam melakukan proses ibadah haji, manusia dengan segenap kemampuannya
mengikuti cara yang dicontohkan Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam.

3. Harta yang ia pakai untuk berhaji adalah harta yang mubah bukan yang haram. Bukan
diperoleh dari hasil transaksi riba, tipuan, judi dan bentuk-bentuk lainnya yang diharamkan.
Tapi, didapat dari usaha halal.

4. Hendaknya ia menjauhi rafats (menge-luarkan perkataan yang menimbulkan


birahi/bersetubuh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan. Allah berfirman yang artinya:
‘Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak
boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. (QS. Al-
Baqarah 197).

Tanda Haji Mabrur :


1. Sebenarnya yang mempunyai hak menilai kemabruran haji seseorang hanyalah Allah Ta’ala.
Dan sebagai manusia kita hanya bisa menilai mabrur tidaknya haji dari pandangan manusia saja.
Ada beberapa tanda haji mabrur menurut para Ulama Islam berdasarkan akan keterangan serta
nash Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2. Segala amalan ibadah haji dilakukan dan berdasarkan atas keikhlasan mendapatkan keridhoan
Allah Ta’ala dan juga dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dalam melaksanakan
ibadah haji ini kita harus benar-benar meluruskan niatan hati kita ikhlas karena Allah, bukan
karena kita naik haji karena gengsi, untuk status sosial atau niat keliru lainnya untuk
mendapatkan pandangan masyarakat saja.

3. Harta yang digunakan dalam melaksanakan haji tersebut adalah dari hasil harta yang halal.
Karena sesuatu yang baik dalam hal apa pun akan menghasilkan hasil yang baik bila hal tersebut
juga berasal dari yang baik. Untuk itu bila kita memang menginginkan pergi haji dan
melaksanakan ibadah haji maka kita juga harus bisa memastikan harta yang dipakai kita adalah
halal agar bisa bisa nantinya mendapatkan haji yang mabrur.

4. Melaksanakan serangkaian ibadah haji yang telah dituntunkan dan ditambah serta dipenuhi
dengan amalan-amalan ibadah lainnya yang menyertainya seperti halnya memperbanyak dzikir
di Masjidil Haram, memperbanyak sedekah di kala haji dan berkata-kata yang baik. Point
pentingnya adalah dengan banyak melakukan kebaikan di dalam melaksanakan haji tersebut. Di
antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan
berkata-kata baik selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud
haji mabrur, maka beliau menjawab :”Memberi makan dan berkata-kata baik.” (HR. Al-Baihaqi
2/413 (no. 10693).

5. Tidak melakukan perbuatan maksiat khususnya dalam melaksanakan ihram. Larangan berbuat
maksiat ini memang dalam setiap tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya saat
sedang melaksanakan haji, maka meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat adalah salah satu
cara agar haji kita memperoleh kemabruran. Hal-hal yang termasuk dilarang dalam ihram dan
haji adalah rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji. Pengertian rafats
adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Dalilnya adalah salah satunya
hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu :”Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats
dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” (HR. Muslim (1350).

6. Kebaikan dan amal sholehnya meningkat setelah selesai melaksanakan ibadah haji dan tiba di
tanah air. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk
melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh
melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.

Seperti yang dikatakan oleh Al-Munâwi, diantara indikasi diterimanya amal haji seseorang
adalah ia kembali melakukan kebaikan yang pernah dilakukan dan tidak kembali melakukan
kemaksiatan. Itu bermakna tugas seorang hamba bukan hanya sekedar beramal shalih saja, tetapi
yang lebih berat dari itu adalah menjaga amal itu dari apa saja yang merusak dan menggugurkan-
nya, riya’, dapat merusak amal meskipun sangat tersembunyi, dan ini banyak sekali dan tak
terhitungkan. Amal yang tidak sesuai sunnah da-pat menggugurkan amal. Merasa berjasa kepada
Allah juga dapat merusak amal. Mengganggu sesama makhluk dapat membatalkan amal , dan
sengaja menentang dan meremehkan perintah Allah dapat membatalkannya dsb. (Ensiklopedi
Islam Al-Kâmil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri 865).

6. Hikmah Pelaksanaan Haji dan Umroh

Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom
sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa
nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung.

Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan
penuh kekhusyu’an

Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi

Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang
mulia.

Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu
karena mempunyai persamaan atau satu akidah.

Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya
berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka’bahlah yang menjadi symbol kesatuan dan
persatuan.

Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat
memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan
dalam menghadapi segala godaan dan rintangan.

Menumbuhkan semangat berkorban, karena ibadah haji maupun umrah, banyak meminta
pengorbanan baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk
melakukannya.

Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan
umat Islam sedunia.

7. MAKNA SPIRITUAL DARI IBADAH HAJI

a. Makna Ikhrom
Memakai ihram, sesungguhnya kita diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini tidaklah abadi,
melainkan hanya senda-gurau belaka (QS. 29:64). Dalam hal ini, pakaian ihram dianalogikan
sebagai kain kafan yang setiap saat dapat membalut tubuh kita. Untuk itu, kita harus menyadari
benar konsep innalillahi wa innailaihi raji’un yang mengandung arti bahwa kita semua adalah
makhluk ciptaan Allah SWT dan kepada-Nyalah kita akan kembali itu makna dari ihram apabila
ditinjau dari dimensi yang pertama, yaitu dimensi vertikal. Lalu apakah makna ihram apabila
dilihat dari dimensi horizontal? Sesungguhnya, makna yang terkandung sangatlah sederhana
yaitu kita diminta menanggalkan segala kepalsuan dan diminta untuk senantiasa bertindak apa
adanya. Hipokrit merupakan suatu sikap dimana kita melegalkan kedustaan demi tercapainya
keinginan pribadi. Sebagai contoh, kita sering mendengar seseorang memuji atasannya demi
kenaikan pangkat, bukan karena atasannya memang layak dipuji karena kepribadiannya ataupun
etos kerjanya.

Di samping itu, dengan memakai pakaian ihram kita disadarkan untuk melepaskan diri dari
kesombongan, klaim superioritas, maupun ketidaksamaan derajat atas manusia yang lain. Oleh
karena itu, kita diharuskan agar senantiasa berbuat baik dan mengedepankan sikap saling
menghormati. Apabila hal ini dapat terwujud, maka cita-cita akan perdamaian, toleransi, ataupun
kerukunan masyarakat akan lebih mudah untuk direalisasikan.

b. Makna Thawaf

Thawaf merupakan rangkaian dari ibadah haji dimana kita diharuskan untuk mengelilingi
Ka’bah sebanyak tujuh kali. Pada hakikatnya, thawaf dapat diartikan sebagai tindakan meniru
perilaku alam semesta yang senantiasa “berdzikir” kepada Allah SWT. Melalui pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam, kita dapat mengetahui bahwa sesungguhnya benda-benda alam senantiasa
bergerak. Gunung yang besar dan kukuh ternyata bergerak (bergeser), bulan bergerak dengan
mengelilingi bumi, bumi bergerak dengan mengelilingi matahari, dan mataharipun bergerak
mengelilingi pusat dari gugusan-gugusan bintang yaitu galaksi Bima Sakti (Milky Way) atau
yang kita kenal dengan sebutan Black Hole. Inilah makna thawaf dalam dimensi vertikal, yaitu
penegasan bahwa sesungguhnya kita merupakan bagian dari alam semesta yang tunduk dan
patuh kepada Sang Pencipta serta dan diharuskan untuk senantiasa mengingat-Nya.

Dalam dimensi horizontal, kita diminta senantiasa hidup dengan penuh keteraturan seperti
keteraturan gerak benda-benda alam raya. Bayangkan, apabila gerakan yang dilakukan oleh
benda-benda tersebut tidak teratur, tentunya akan mengakibatkan chaos (suatu keadaan dengan
penuh ketidakteraturan) yang tentunya dapat membawa kehancuran. Sama halnya dengan benda-
benda alam tersebut, manusia juga dapat mengalami kehancuran apabila tidak hidup dalam
keteraturan karena dapat memicu konflik. Keseimbangan hidup, itulah kunci agar kita dapat
hidup dalam keteraturan, ingat, alam raya diciptakan juga atas dasar konsep keseimbangan (QS.
55: 7-9).
Selain soal keteraturan, dalam melaksanakan thawaf kita juga diingatkan bahwa sesungguhnya
kehidupan setiap manusia senantiasa berputar. Mungkin hari ini kita berada dalam kebahagian,
tetapi mungkin esok kita hidup dalam kesusahan. Sesungguhnya semua itu merupakan cobaan
dari Allah SWT. yang ingin menguji sampai sejauhmana tingkat keimanan kita.

c. Makna Sa’i

Setelah berthawaf, maka kita diminta melakukan sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa
dan bukit Marwah. Agar lebih mudah memahami sa’i, maka ada baiknya kita kembali mengingat
peristiwa sewaktu Nabi Ibrahim AS meninggalkan anaknya, Nabi Ismail AS, beserta istrinya,
Siti Hajar di suatu lahan tandus yang sekarang ini kita kenal dengan nama Mekkah. Kecintaan
dan keikhlasan kepada Allah SWT adalah wujud dari dimensi vertikal yang dapat kita ambil
sebagai pelajaran. Mungkinkah Anda meninggalkan istri dan anak Anda yang baru lahir di
sebuah lahan tandus dan tidak berpenghuni? Adakah alasan lain untuk melakukan hal tersebut
selain dari wujud kecintaan dan keikhlasan Anda kepada Allah SWT, Tuhan sekalian alam?
Sesungguhnya ini adalah wujud konkrit dari apa yang kita sebut dengan Tauhid.

Keikhlasan Nabi Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya dan keikhlasan Siti Hajar untuk
ditinggalkan suami tercinta, karena semata-mata perintah Allah SWT merupakan suatu hal yang
dapat kita jadikan pelajaran. Apalagi pada masa yang sekarang ini saat kita mudah melalaikan
perintah Allah SWT, bahkan yang sederhana seperti menjaga kebersihan sampai yang wajib
seperti shalat, karena hal-hal yang bersifat duniawi.

Wahai anak-anak Adam masihkah engkau tidak menyadari bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia ini hanya senda-gurau belaka, dan sesungguhnya akhirat itu merupakan kehidupan yang
sebenarnya?! Janganlah pernah bergantung kepada suatu hal yang hanya sesaat, tetapi
bergantunglah kepada sesuatu yang abadi, yaitu Allah SWT. Mengapa demikian? karena
sesungguhnya bergantung kepada suatu yang sesaat merupakan suatu kesia-siaan.

Dalam dimensi horizontal sa’i, merupakan wujud dari kasih-sayang ibu kepada anaknya.
Diceritakan bahwa ketika Siti Hajar ditinggalkan, ia memiliki cukup persiapan air. Tetapi, ketika
persediaan itu mulai berkurang, rasa panik mulai menghinggapi dirinya dan ia pun segera berlari-
lari dari bukit Shafa ke bukit Marwah untuk mencari air. Ketika ia mulai lelah karena tidak
menemukan air, tiba-tiba ia tercengang ketika melihat air yang memancar dari bawah padang
pasir. Kemudian secara spontan ia seakan berbicara kepada air yang memancar itu agar
berkumpul karena takut air itu akan kembali ke dalam pasir. Air inilah yang kini kita kenal
dengan istilah air Zam-Zam yang berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “kumpullah-
kumpullah”.

Dalam makna yang lain, sa’i mengajarkan kepada kita bahwa apabila kita ingin mendapatkan
sesuatu, maka kita harus berusaha dahulu. Hanya saja, sekarang ini manusia menginginkan
sesuatu yang instan, karena tidak ingin lagi bersusah payah apabila ingin mendapatkan sesuatu.
Bahkan, terkadang sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginannya itu.
d. Makna Wuquf

Wuquf di (bukit) Arafah merupakan rangkaian ibadah haji setelah sa’i. Konon, saat Nabi Adam
AS diturunkan ke bumi, beliau terpisah dengan istrinya yaitu Siti Hawa, kemudian Allah SWT
mempertemukan mereka kembali di bukit Arafah. Oleh karena itu, ada semacam anggapan
bahwa bukit Arafah adalah Bukit Jodoh, apabila seseorang berdo’a di bukit tersebut untuk
mendapatkan jodoh, konon dia akan mendapatkan jodoh. Tetapi, sesungguhnya itu semua tidak
lebih dari sekadar mitos.

Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa haji itu adalah Arafah, maksudnya adalah bahwa
tidak akan diterima haji seseorang apabila ia meninggalkan wuquf di Arafah. Lalu pertanyaannya
adalah apa yang sesungguhnya menyebabkan wuquf di Arafah sangat penting? Hal itu
disebabkan karena ketika sedang melakukan wuquf, Nabi Muhammad Saw. mendapat wahyu
terakhir yang menyatakan bahwa Allah Swt. telah meridhai Islam sebagai agama umat manusia
(QS. 5:3). Selain itu, Nabi juga pernah menyampaikan khutbatul wada’ (khutbah perpisahan)
yaitu khutbah terakhir Nabi sebelum meninggal beberapa bulan kemudian.

Dalam khutbah tersebut ada beberapa hal penting yang perlu dihayati, khutbah tersebut
dibuka oleh Nabi dengan pertanyaan: “Wahai sekalian umat manusia, tahukah kamu dalam bulan
apa kamu ini, di hari apa kamu ini, dan di negeri apa kamu ini?” Kemudian para hadirin
menjawab: “Kita semuanya ada dalam hari yang suci, bulan yang suci, dan di tanah yang suci.”

Mendengar jawaban tersebut, Nabi melanjutkan khutbahnya: “Oleh karena itu, ingatlah
bahwa hidupmu, hartamu, dan kehormatanmu itu suci, seperti sucinya harimu ini, dan bulanmu
ini, di negeri yang suci ini, sampai kamu datang menghadap Tuhan.” Sejenak Nabi terdiam,
tetapi kemudian berkata lagi: “Sekarang dengarkan aku, dengarkanlah aku, maka kamu akan
hidup tenang; ingatlah kamu tidak boleh menindas orang, tidak boleh berbuat zhalim kepada
orang lain, dan tidak boleh mengambil harta orang lain.”

Dari penjelasan di atas, makna wuquf dari dimensi vertikal adalah kembali sucinya kita di
mata Allah SWT. Tetapi, sucinya diri kita harus selalu disertai makna horizontal wuquf, yaitu
dimana kita harus senantiasa menghargai dan menghormati orang lain dengan cara tidak
menindas, tidak berbuat zhalim, dan tidak mengambil harta orang lain.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Haji berarti bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah
dengan tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat
yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah. Islam merupakan agama yang
paling banyak pemeluknya di sebagian besar belahan dunia. Agama ini menjadi daya tarik
tersendiri bagi para peneliti dan sejarawan untuk dikaji dan diteliti hakikatnya, ritual-ritualnya
dan hal-hal lain yang terdapat didalamnya. Islam sendiri memberi ketenangan rohani bagi
pemeluknya dalam setiap pelaksaan ibadah atau ritual keagamaan. Haji termasuk dalam rukun
Islam, rukun Islam sendiri merupakan simbol bahwa seorang muslim benar-benar menjadi
muslim ketika dia menjalankan kelima rukun ini dan menghayati makna-maknanya, serta
menearpkan apa yang mereka hayati itu dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaannya di
Indonesia, orang yang ingin berangkat haji biasanya melakukan ritual-ritual atau menjalani adat
tertentu yang diyakini dapat menambah kekhusyuan dan kelancaran ketika melaksanakan ibadah
haji. Pelaksanaan ibadah Haji, menurut penulis sendiri adalah sebuah rutinitas mendekatkan diri
kepada Allah dengan berbagai gerakan yang semuanya mengandung hal-hal yang mengingatkan
kita pada kekuasaan Allah. William R Roff, dalam bukunya Richard C. Martin (2010),
berpendapat bahwa ritual dalam ibadah haji merupakan simbol kehidupan seorang muslim
dimana simbol tersebutmerupakan cara manusia menambah keimanannya setelah menghayati
arti dari simbol-simbol tersebut. Dengan adanya pendapat William R. Roff ini, seyogyanya hal
tersebut menjadi acuan dan contoh bagi para peneliti dan sejarawan untuk mengkaji tentang
Islam dan simbol-simbol yang ada dalam setiap ritual keagamaan, karena dia menjelaskan
dengan gamblang tentang metode yang bisa digunakan dalam penelitian suatu agama. Ketaatan
kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji. Disamping itu juga untuk
menunjukkan kebesaran Allah SWT. Dasar Hukum Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS.
Ali- Imran 97. Untuk dapat menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun
dan wajib haji atau umroh.

B. Daftar Pustaka

http://ejournal.sunan-giri.ac.id/index.php/an-nas/article/download/93/72

RoffWilliam R., Pendekatan Teoritis Terhadap Haji, Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2002

Departemen Agama RI, Hikmah Ibadah Haji, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan

Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008

University Press, 2002

MustofaAgus, Pusaran Energi Ka’bah, Surabaya: Padma Press, 2008

Usman al-HujwiriIbnu, Kasyf al-Mahjub, Menyelami Samudra Tasawuf. Jogjakarta:Pustaka Sufi,


2003

https://faridwahyudiblog.wordpress.com/2016/01/11/makalah-menyingkap-makna-
haji/amp/#aoh=16158203394988&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s

Anda mungkin juga menyukai