Anda di halaman 1dari 20

Laporan pendahuluan

A. Konsep dasar
1. Definisi
Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan
struktur tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga
menyebabkan tulang menjadi muah patah. (Duque and Troen, 2006 dan Hughes,
2006).
Secara tidak langsung massa tulang yang memiliki sedikit lebih rendah
dari orang normal. Sehingga untuk terjadinya patah tulang akan lebih rendah
dibandingkan dengan osteoporosis. Dari kejadian osteopenia ini lama kelamaan
akan menjadi akan menjadi osteoporosis. (Cosman, 2009).
Osteoporosis sering disebut juga dengan “silent disease”, karena penyakit
ini datang secra tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi
hingga orang tersebut mengalami patah tulang. (Nuhonni,2009). Akan tetapi,
menurut Yatim (2003), biasanya seseorang yang mengalami osteoporosis akan
merasa sakit/ pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. Dalam
beberapa hari/minggu, rasa sakit tersebut dapat hilang dengan sendiri dan tidak
akan bertambah sakit dan menyebar jika mendapat beban yang berat. Biasanya
postur tubuh penderita osteoporosis akan melihat membungkuk dan terasa nyeri
pada tulang yang mengalami kelainan tersebut (ruas tulang belakang). (Yatim,
2003).
Osteoporosis terbagi menjadi 2 tipe, yaitu primer dan sekunder.
Osteoporosis primr terbagi lagi menjadi 2 tipe 1 (postmenopausal) dan tipe 2
(senile). Penyebab terjadinya osteoporosis tipe 1 erat kaitannya dengan hormon
estrogen dan kejadian menopause pada wanita. Tipe ini biasanya terjadi selama
15-20 tahun setelah masa menopause atau pada wanita sekitar 51-73 tahun
(Putri,2009) dan pada tipe ini tulang trabekular menjadi sangat rapuh sehingga
memiliki kecepatan fraktur 3 kali lebih cepat dari biasanya. (Riggs et al, 1982
dalam National Research Council, 1989) Sedangkat tipe 2 biasanya terjadi diatas
usia 70 tahun 2 kali lebih sering menyerang wanita. Penyebab terjadinya senile
osteoporosis yaitu karena kekurangan kalsium dan kurangnya sel-sel perangsang
pembentuk vitamin D, dan terjadinya tulang pecah dekat sendi lutut dan paha
dekat sendi panggul. (Yatim, 2003)
Tipe osteoporosis sekunder, terjadinya karena adanya gangguan kelainan
hormon, penggunaan obat-obatan dan gaya hidup yang kurang baik seperti
konsumsi alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok. (Hartono,2004)

2. Etiologi
Osteoporosis (sekunder dan fraktur osteoporosis) disebabkan oleh
glukokortikoid yang mengganggu absorbs kalsium diusus dan peningkatan
ekstraksi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabkan hipokalsemia,
hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan kerja osteoklas. Terhadap osteoblas
glukokortikoid akan menghambat kerjanya, sehingga formasi tulang menurun.
Dengan adanya peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas dan penurunan formasi
tulang oleh osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif. (Sudoyo
Aru, 2006)
Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis adalah : (Nurarif, A.H & Kusuma,
H.2015)
1. Umur : sering terjadinya pada usia lanjut.
2. Ras : Kulit putih mempunyai resiko paling tinggi.
3. Faktor keturunan : ditemukan riwayat keluarga dengan keropos tulang
4. Adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra. Terutama terjadi
pada wanita umur 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan di atas
umur 70 tahun dengan BMI yang rendah. (BMI = Mody Mass Index yaitu
berat badan dibagi kuadrat tinggi badan).
5. Aktivitas fisik yang kurang.
6. Tidak pernah melahirkn.
7. Menopause dini (menopause yang terjadi pada umur 46 Tahun)
8. Gizi (kekurangan protein dan kalsium dalam masa kanak-kanak dan remaja).
9. Hormonal yaitu kadar esterogen plasma yang kurang.
10. Obat misaknya kortikosteroid.
11. Kerusakan tulang akibat kelelahan fisik.
Jenis kelamin : 3 kali lebih sering terjadi pada wanita
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu (Agus.2016) :
1. Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa
pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah
menopause.
Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia
40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian
tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan
remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis
beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan
melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut
coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang
sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12
minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau
lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun. Proses
remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang
menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation –
Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein
mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya
membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi
oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah
faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon
paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang
menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah
yang menyebabkan osteoporosi.
2. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena
kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium
untuk remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca
menopause 1000 – 1500mgmg, sdangkan pada lansia tidak terbatas
walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena
pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih cepat
dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium.
Selain itu, ada pula faktor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya
penyakit osteoporosis yaitu :
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang
lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit
Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung
dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang
berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang
besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan
dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama
pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur
dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa
besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk
meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan
yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama
masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai
dengan kemampuan genetiknya.

3. Determinan penurunan Massa Tulang


a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudahmendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini
tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang
normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan
sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila
individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan
massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka
individu tersebut relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari
pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
b. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang
terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan
lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada
umumnya aktivitas fisis akan menurundengan bertambahnya usia; dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia,
terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi
yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa pre menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak banyak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang
mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinyajuga baik,
menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas,
bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara
masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi
melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui
urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya
protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.
Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut
akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor
tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir
dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderunganuntuk terjadi keseimbangan kalsium
yang negatif
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

4. Epidemiologi
Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih ekstensif
lebih dari pria karena masa puncak masa tulang juga lebih rendah dan
efek kehilangan estrogen selama menopause, wanita Afrika/Amerika
memiliki masa tulang lebih besar dari pada wanita kaukasia lebih tidak
rentang terhadap osteoporosis. Wanita kaukasia tidak gemuk dan
berkerangka kecil mempunyai resiko tinggi osteoporosis. Lebih setengah
dari semua wanita diatas usia 45 tahun memperlihatkan bukti pada sinar
x adanya osteoporosis.
Identifikasi awal wanita usia belasan dan dewasa muda yang
mempunyai resiko tinggi dan pendidikan untuk meningkatkan asupan
kalsium, berpartisipasi dalam latihan pembebanan berat badan teratur,
dan mengubah gaya hidup misalnya mengurang penggunaan cafein,
sigaret dan alcohol akan menurunkan resiko menurunkan resiko
menurunkan osteoporosis, fraktur tulang dan kecacatan yang diakibatkan
pada usia lanjut.
Prevalensi osteoporosis pada wanita 75 tahun adalah 90%. Rata-
rata wanita usia 75 telah kehilangan 25% tulang kortikortiroidnya dan
40% trabekuarnya dengan bertambahnya usia populasi ini isendensi
fraktur 1,3 jt pertahun, nyeri dan kecacatan yang berkaitan dengan nyeri
meningkat.( Agung. 2016)

5. Klasifikasi
Klasifikasi osteoporosis : (chairuddin Rasjad, 2007)
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer terbagi menjadi 2 tipe,yaitu :
- tipe 1 : tipe yang timbul pada wanita pasca menopause
- tipe 2 : terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria maupun
wanita.
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosive (misalnya myeloma
multiple, hipertiroidisme, hiperparatioridisme) adan akibat obat-obatan
yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid)
3. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan di temukan pada :
-usia kanak-kanak (juvenii)
-usia remaja (adolesen)
-wanita pra-menopause
- pria usia pertengahan.

6. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan yaitu (Nurarif, A.H & Kusuma,
H.2015):
1.Manifestasi umum :penurunan tinggi badan, lordosis, Nyeri pada
tulang, atau fraktur, biasanya pada vertebra, pinggul atau lengan bagian
bawah.
2.Nyeri tulang: terutama pada tulang belakang yang intensitas seranganya
meningkt pada malam hari.
3.Deformitas tulang : dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medulla spinalis
tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
4.Nyeri fraktur akut dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur
kronis dimanifestasikan sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat dengan
tempat patahan.
5.(tanda McCokey) didapatkan protubernsia abdomen,spasme otot
paravertebral dan kulit yang tipis.
7. Patofisiologi
Osteoporosis merupakan kelainan metabolik tulang yang ditandai
dengan berkurangnya massa tulang dan adanya kerusakan dari arsitektur
tulang sehingga terjadi peningkatan kerapuhan tulang yang dapat
menyebabkan mudah terjadi fraktur. Massa tulang yang berkurang akan
membuat tulang semakin tipis dan rapuh sehingga mudah patah pada
trauma yang ringan.
Bone remodelling terjadi seumur hidup dan mencapai puncaknya
saat dewasa (sekitar umur 30 tahun) kemudian menurun sesuai
pertambahan umur, kemudian terjadi keseimbangan antara aktivitas
osteblastik dan osteoklastik (pembentukan dan resorpsi tulang).
Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh hormon estrogen, paratiroid
dan kalsitriol.
Pada pasca menopause, terjadi penurunan estrogen yang
dapat menyebabkan meningkatnya resorpsi tulang, dan diduga
berhubungan dengan peningkatan sitokin. Resorpsi tulang tersebut akan
meningkatkan kadar kalsium dalam darah dan menyebabkan penekanan
terhadap hormon paratiroid. Kadar hormon paratiroid yang rendah sering
dijumpai pada penderita osteoporosis, yang juga akan menurunkan kadar
1,25 dehydroxy vitamin D (kalsitriol), sehingga penyerapan kalsium jadi
menurun. Telah banyak diketahui bahwa osteoporosis pasca menopause
menunjukkan bahwa ada gangguan penyerapan kalsium serta rendahnya
kadar 1,25 Dehydroxy vitamin D dalam darah.(Agung.2016)
8. WOC

Genetik Beban Mekanis Usia Makanan/Hormon

Struktur Beban Usia 40-45 Vitamin D


Tulang yang Berlebihan tahun kurang, kalsium
kecil/rapuh berkurangn kurang
ya massa
tulang

Berkurangnya
massa tulang

OSTEOPOROSIS

Fraktur Fraktur Vertebra


pergelangan
tangan, panggul
Berkurangnya tinggi
badan

MK : Nyeri

MK : Intoleransi
aktifita/kerusakan
mobilitas fisik
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah, (Nurarif, A.H &
Kusuma, H.2015):
a. Foto Rontgen polos
b. CT-Scan :dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostic dan terapi follow up
c. Pemeriksaan DEXA :digunakan untuk mengukur densitas tulang dan
menghitung derajat ostopenia (kehilangan tulang ringan-sedang) atau
osteoporosis (kehilangan tulang berat).
d. Pemeriksaan laboratorium
1. Kadar Ca, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pasca menopause kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
4. Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.

10. Penatalaksanaan
The national osteoporosis guideline group (NOGG) telah
memperbarui guideline 2009 pada hal penegakan diagnosis dan tatalaksana
osteoporosis wanita postmenopouse dan pria usia sekurang-kurangnya 50
Tahun di inggris. Sejak tahun 2009 telah terjadi banyak pembaharuan di
lapangan terutama dalam tatalaksana osteoporosis Yang diinduksi
glukokortikoid, lalu peran calcium dan vitamin D serta keuntungan dan
resiko terapi bisphosphonate, seperti yang dikatakan oleh J. Composton,
MD dari the university of Cambridge School of Clinical Medicine, United
Kingdom,dan kolega dari the NOGG. (Nurarif, A.H & Kusuma, H.2015):
Beberapa hal yang disorot dalam guideline NOGG 2013:
1. Terapi farmakologi yang dapat menurunkan risiko terjadinya fraktur
vertebra (dan beberapa kasus fraktur tulang panggul ) seperti
bisphosphoanate, denosumab, rekombian hormone parathyroid, reloxifene,
dan strontium ranelate. Pada NOGG 2009, terapi yang diakui untuk kasus
fraktu vertebra, non vertebra dan fraktur tulang panggul hanya
alendronate, risedronate, zoledronate dan terapi sulih hormone.
2. Alendronate genetic direkomendasikan sebagai terapi lini pertama karena
kerja spectrum luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga terjangkau.
3. Ibandronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab, raloxifane atau
strontium ranelate digunakan sebagai terapi pilihan jika aldronate
dikontraindikasikan atau tidak dapat di toleransi dengan baik oleh pasien.
4. Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya
diberikan kepada pasien dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada
vertebra.
5. Wanita postmenopause dapat mendapatkan manfaat dari
calcitrol,etidronate, dan terapi hormone pengganti.
6. Terapi untuk pria dengan risiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai dengan
alendronate, risedronate, zoledronste, atau teriparatide.
7. Bagi wanita post menpause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan
pengobatan osteoporosis akibat glukokortiroid yaitu alendronate dan
risedronate, sementara itu terapi pilihan yang diakui baik unntuk wanita
dan juga pria adalah teriparatide dan zoledronate.
8. Suplemen kalsium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk
para lansia dan sebagai terapi osteoporosis.
9. Efek potensial pada kardiovasskular akibat pemberian suplemen kalsium
masih kontrovesial, namun sangat baik jika asupan kalsium melalui
makanan ditingkatkan dan menggunakan suplemen vitamin D saja dari
pada mengkonsumsi suplemen calcium dan vitamin D bersamaan.
10. Penghentian mendadak bisphoponate dihibungkan dengan penurunan
BMD dan bone turn over setelah 2-3 tahun diterapi engan alendronate dan
risedronate.
11. Terapi bisphophonate dilanjutkan mesikipun tanpa evaluasi lebih lanjut
terutama pada pasien dengan risiko sangat tinggi terjadi fraktur, dimana
review terapi dan evaluasi fungsi ginjal cukup dilakukan setiap 5 tahun
sekali.
12. Jika biosphonate dihentikan, risiko fraktur dievaluasi ulang tiap kali
setelah terjadinya fraktrur baru, atau setelah 2 tahun jika terjadi fraktur
baru.
13. Setelah 3 tahun diterapi dengan zoledronaate, manfaat yang timbul pada
BMD akan tetap ada sampai dengan 3 tahun setelah terapi dihentikan.
Kebanyakan pasien harus menghentikan pengobatan setelah terapi 3 tahun,
dan dokter harus melakukan evaluasi ulang akan kebutuhan untuk
melanjutkan terapi dalam 3 tahun mendatang.
14. Pasien dengan fraktur vertebra sebelumnya atau terapi awal osteoporosis
tulang panggul dengan skor T BMD kurang dari sama dengan -2,5 SD
dapat mengalami penigkatan risiko fraktur vertebra jika zoledronate
dihentikan.
Askep teorotis
1. Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas Klien
Seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa,
bahasa, pendidikan, pekerjaan, status, dan tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh ngilu di bagian esktremitas.
c. Riwayat kesehatan
Pengkajian merupakan peranan penting pada saat evaluasi
penderita osteoporosis. Terkadang hal pertama yang dikleuhkan oleh
pasien mengarah pada diagnosis. Faktor lain yang diperhatikan antara lain
umur, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada trauma minimal,
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan cahaya matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan
teratur dan bersifat bantalan berat.
Obat-obatan yang dikonsumsi pasien dalam jangka waktu lama
harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormon tiroid, anti konvulsan,
antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat
etidronat, alkohol dan kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko
terjadinya osteoporosis.
Penyakit lain yang harus ditanyakan juga kepada pasien terkait
osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna hati, endokrin dan
insufisiensi pankreas.
Riwayat menarche dan menopause, penggunaan alat kontrasepsi
juga harus diperhatikan. Selain itu danya beberapa penyakit tulang
metabolik yang bersifat menurun dalam riwayat keluarga dengan
osteoporosis juga harus diperhatikan.
d. Pengkajian psikososial
Gambaran klinis penderita dengan osteoporosis adalah wanita yang
telah mengalami menopause dengan keluhan rasa nyeri punggung yang
merupakan faktor predisposisi adanya multiple fraktur karena trauma.
Perawat perlu mengkaji konsep diri penderita terutama mengenai
gambaran diri khususnya kepada penderita kifosis yang berat.
Klien mungkin membatasi interaksi sosial sebab adanya perubahan
yang tampak atau keterbatasan fisik, tidak mampu duduk di kursi dan lain-
lain. Perubahan seksual bisa saja terjadi karena harga diri rendah atau
ketidaknyamanan selama posisi intercoitus.
Osteoporosis dapat menyebabkan fraktur berulang, maka perlu dikaji
perasaan cemas dan takut pada pasien.
e. Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga,
mengisis waktu luang, rekreasi, berpakaian,makan, mandi, toilet. Olahraga
dapat membentuk pribadi yang baik dan individu akan merasa dirinya
menjadi lebih baik. Selain itu juga dapat memperthankan tonus ototdan
gerakan sendi. Pada usia lanjut perlu aktivitas yang adekuat untuk dapat
mempertahankan fungsi tubuh.aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskoloskeletal. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian merupakan
kemampuan gerak cepat dan lancar menurun, stamina menurun dan
kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus pun menurun.

2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem pernafasan
Pada penderita kifosis berat terjadi perubahan pernafasan, karena
adanya penekanan pada fungsional paru.
b. Sistem kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung
atau mayakinkan mengenai perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya
sedikit petunjuk diagnosa yang dapat diandalkan pada pembentukan
trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis antara lain eritmia, eema, nyeri
tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik bisa menunjukkan
suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat,
kesulitan dalam mengikuti perintah dan sinkop.
c. Sistem persyarafan
Nyeri punggung yang disertai dengan pembatasan pergerakan
spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adnya fraktur satu atau
lebih fraktur kompresi vertebral.
d. Sistem perkemihan
Bukti adanya perubahan-perubahan fungsi perkemihan termasuk
tanda-tanda fisik berupa urin sedikit dengan frekuensi sering, distensi
abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih dapat diraba. Gejala-
gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk
berekskresi dan tekanan atau nyeri pada abdomen di bagian bawah.
e. Sistem pencernaan
Gangguan yang terjadi pada sistem pencernaan adalah konstipasi
termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh,
tekanan. Pengosongan rektum yang tidak sempurna, anoreksia, mual,
gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, da sakit kepala.
Pemeriksaan fisik kadang menemukan adanya fraktur, kifosis
vertebrata torakal atau penurunan tinggi menurun. Masalah mobilitas dan
pernafasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan kelemahan otot.
Konstipasi dapat terjadi akibat inaktifitas.
f. Sistem muskoloskeletal
Inspeksi dan palpasi pada daerah columna vertebratalis, psien
dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dan penurunan tinggi
badan. Adanya perubahan dalam gaya berjalan, deformitas tulang, nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebrata thorakal
8 dan lumbal 3. Indikator utama dari parahnya imobilitas pada sistem
muskoloskeletal adlahpenurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan
otot, rentang gerak sendi, dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara
periodikdapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan
intervensi.
3. Pola pengkajian Gordon
1) Persepsi kesehatan/penanganan
Persepsi klien tentang status kesehatan umum. Ketaatan pada
praktik kesehatan preventif. Apabila pasien sakit, pasien segera berobat
ke rumah sakit/puskesmas.
2) Nutrisi-metabolik
Pola masukan makanan dan cairan, keseimbangan cairan dan
elektrolit, kemampuan umum untuk penyembuhan. Intake makanan
pasien sebelum sakit bisa menghabiskan 1 porsi makan, tetapi selama
sakit intake makanan pasien berkurang begitu juga dengan intake cairan.
3) Eliminasi
Pola fungsi pembuangan (usus, kandung kemih, kulit) dan
persepsi klien.
4) Aktivitas/latihan
Pola latihan, aktivitas, bersenang-senang, rekreasi, dan kegiatan
sehari-hari, faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola individu yang
diharapkan atau diinginkan.
5) Kognitif-perseptual
Keadekuatan alat sensori, seperti penglihatan, pendengaran,
pengecapan, sentuhan, penghidu, persepsi nyeri, kemampuan fungsional
kognitif.
6) Istirahat-tidur
Pola tidur dan periode istirahat-relaksasi selama 24 jam sehari,
dan juga kualitas dan kuantitas.
7) Persepsi diri/konsep diri
Sikap individu mengenai dirinya, persepsi terhadap kemampuan,
citra tubuh, perasaan senang dan pola emosi.
8) Peran-hubungan
Persepsi pasien tentang peran yang utama dan tanggungjawab
dalam situasi kehidupan sekarang.
9) Seksualitas/reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan klien dengan
seksualitas. Tahap dan pola reproduksi.
10) Koping/toleransi
Pola koping yang umum, toleransi stres, sistem pendukung, dan
kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi.
11) Nilai-keyakinan
Nilai-nilai, tujuan, atau keyakinan yang mengarahkan pilihan atau
keputusan.

.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
3. Resiko cedera berhubungan dengan tulang osteoporosis

Intervensi
Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Tujuan ; Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria :- Klien mengatakannyeri reda saatistirahat
-Klien dapat tenang dan istirahat yang cukup
-Klien menunjukkan berkurangnya nyeri tekan pada tempat fraktur
a. Anjurkan klien beristirahat di tempat tidur dengan posisi terlentang atau
senyaman mungkin
b. Fleksikan lutut selama istirahat.
c. Berikan kompres hangat dan pijatan punggung
d. Lakukan dan awasi latihan gerak aktif/ pasif
e. Tinggikan dan dukung ekstremita yang terkea
f. Berikan obat sebelum perawatan aktifitas

a. Mencegah kesalahan posisi tulang /tegangan jaringan yang terkena


b. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
c. Meningkatkan sirkulasi umum
d. Mempertahankan kekuatan dan mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera
e. Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan nyeri
f. Meningkatkan relaksasi otot danpartisipasi

2. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


Tujuan :
Klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi
Kriteria :
- Klien mengkonsumsi diet kalsium dalam jumlah mencukupi
- Klien meingkatkan tingkat latihan

g. Kaji ulang patologi,prognosis dan harapan yang akan datang


h. Beri penguatan metode mobilisasi dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi
fisik bila diindikasikan
i. Buat daftar aktifitas dimana pasien bisa melakukannya sendiri atau dengan
bantuan
j. Dorong pasien untuk melakukan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah
fraktur
k. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis
g.Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
h.Kerusakan lanjut dan perlambatan penyembuhan dapat terjadi karena
ketidaktepatan penggunaan alat
ambulasi
i. Penyusunan aktifitas sekitar kebutuhsn yang memerlukan bantuan atau yang
memerlukan bantuan
j. Mencegah kekakuan sendi,kontraktor dan kelelahan otot
k. Kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu proses penyembuhan

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan


Tujuan : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Kriteria :- Bebas drainase purulen atau eritema
a. Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas
b. Kaji sisi kulit,perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau edema ,bau tidak enak
c. Observasi luka untuk pembentukan bula,krepitasi,perubahan warna

a. Kerusakan jaringan dapat menyebabkan infeksi


b. Dapat mengindikasi adanya infeksi lokal/nekrosis jaringan
c. Tanda perkiraan infeksi gas gangren
- Bebas demam kulit,dan bau tidak sedap
d. Kaji tonus otot,reflek tendon dalam dan kemampuan bicara
e. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerak dengan edema lokal
d. Kekuatan otot,spasme tonik otot rahang,dan disfagia menujukkan adanya
tetanus
e. Dapat mengindikasikan terjadinya osteomilitis

Anda mungkin juga menyukai