Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN ANAK
DHF

Disusun Oleh:
I Nengah Suwardana
2035012

Dosen Pembimbing:
Ns. Ketut Suryani, S. Kep., M. Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG 2021
DEMAM BERDARAH DENGUE/ DBD
(DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER /DHF)

A. Pengertian
Demam Berdarah Dengue/ DBD (Dengue Haemorrhagic Fever /DHF)
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia (trombosit kurang dari
100.000) dan sitesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue ( dengue shock
syndrome ) adalah demam dengue yang ditandai oleh renjatan/syok
(Sudoyono, dkk, 2009).
Menurut priesley 2018, DHF adalah penyakit yang disebabkan infeksi
virus dengue yaitu melalui gigitan nyamuk aedes terutama aedes aegypti.
DHF merupakan penyakit akibat nyamuk yang berkembang sangat pesat di
dunia.
Menurut Wahyono 2010, DHF adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dan ditularkan oleh nyamuk.Nyamuk yang dapat menularkan DHF
yaitu nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus.virus penyebab adalah
terdapat empat serotype yaitu virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.DHF
yaitu penyakit yang sering timbul di Negara tropis salah satunya yaitu di
Indonesia (depkes, 2010).
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue:
DD/DBD Derajad Derajad Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau Leukopenia Serologi
lebih tanda: mialgia, trombositopenia, tidak dengue
sakit kepala, nyeri retro- ditemukan bukti ada positif
orbital, artralgia. kebocoran plasma
DBD I Gejala diatas ditambah Trombositopenia (< 100.000/ul)
uji bendung positif bukti ada kebocoran plasma
DBD II Gejala diatas ditambah
perdarahan spontan
DBD III Gejala diatas ditambah
kegagalan sirkulasi
(kulit dingin dan lembab
serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai
dengan tekanan darah
dan nadi tidak teratur
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Klasifikasi derajad DBD menurur WHO:
Derajad 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tornoquet positif
Derajad 2 Derajat 1 disertai perdarahan spontan dikulit dan/atau perdarahan lain
Derajad 3 Ditemukanya tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah
Derajad 4 Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur
(Nurarif & Kusuma, 2015).

B. Penyebab
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, termasuk genus
Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3, dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indoneisa dengan DEN-3
serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain. Seseorang yang hidup
didaerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe cirus dengue dapat dimukan di berbagai daerah di
Indoneisa (Sudoyono, dkk, 2009).
Penularan penyakit DHF yaitu dengan cara terinveksi oleh gigitan
nyamuk aedes terutama nyamuk aedes aigypti (Priesley, 2018). Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Hidayati 2017, ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan DBD yaitu faktor suhu udara dimana apabila terjadi peingkatan
suhu sampai 34oCakan mempengaruhi air di tempat indukan nyamuk yang
selanjutnya akan berpengaruh terhadap penetasan telur menjadi larva secara
lebih cepat. Faktor yang kedua adalah curah hujan yaitu curah hujan
merupakan faktor penentu tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk, hujan
dengan tingkat intensitas yang cukup maka akan menyebabkan genangan air
di berbagai tempat sehingga akan menciptakan tempat nyamuk untuk
berkembang biak yang ketika kelembapan udara, Indonesia berapa pada angka
85% kelembapan udara hal ini disebabkan Indonesia nega dengan lautan lebih
luas dari daratan sehingga udara banyak mengandung air. Rata-rata
kelembapan udara untu pertumbuhan nyamuk yaitu 65-98%, angka
kelembapan yang tinggi maka akan menyebabkan memperpanjang umur
nyamuk.

C. Patofisiologi
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaanklinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi
renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga
karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.Manifestasi
klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus.
Virus akan berkembang di dalam peredaran darahdan akan ditangkap oleh
makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan
berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih
banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi
netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen (WHO,
2009).
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejalasistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,
malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi
agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi
trombositopenia ini bersifat ringan (WHO, 2009).
Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory(hadinegoro, 2011).).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia
maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia,
peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah.Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat
serotipe virus yang paling virulen.
Secara umum hipotesis secondary heterologous infectionmenjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi
virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan
Fc reseptor. Secondary heterologous dengue infectionReplikasi
virusAnamnestic antibody responseKompleks Virus-AntibodyAktivasi
KomplemenAnafilatoksin (C3a, C5a)KomplemenHistamin dalam urin
meningkatPermeabilitas kapiler meningkatPerembesan
PlasmaHipovolemiaSYOKAnoksiaAsidosisMENINGGALHt
MeningkatNatrium MenurunCairan dalam rongga serosa>30% pd kasus syok
24-48 jamdari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga
mengenai antibody dependent enhancement(ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (hadinegoro, 2011).
A. Pathway
Arbovirus (melalui Beredar dalam aliran Infeksi virus dengue
nyamuk aedes aegypti) darah (Viremia)

Membentuk dan Mengaktifkan sistem


PGE2 Hipothalamus
melepaskan zat C3a, C5a komplemen

Hipertermi Meningkatkan reabsorbsi Permeabilitas membran


Na+ dan H2O meningkat

Kerusakan endotel Risiko syok


Agregasi trombosit
pembuluh darah hipovolemik

Trombositopenia Merangsang dan Renjatan hipovolemik


mengaktivasi faktor dan hipotensi
pembekuan

Kebocoran plasma
DIC

Resiko perdarahan Perdarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak efektif

Hipoksi jaringan
Asidosis metabolik

Resiko syok Kekurangan volume Ke extravaskuler


(hipovolemik) cairan

Paru-paru Hepar Abdomen

Efusi pleura Hepatomegali


Acites

Ketidakefektifan pola Penekanan intraabdomen


napas Mual, muntah

Ketidakseimbangan Nutrisi
Nyeri
(Nurarif & Kusuma, 2015). kurang dari kebutuhan tubuh
B. Manifestasi Klinis
1. Demam Dengue
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Mialgia (nyeri otot) /artralgia (nyeri sendi)
c. Ruam kulit
d. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
e. Leukopenia
f. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosa DBD ditegagkan apabila hal-
hal dibawah ini terpenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa:
1) Uji torniquet positif, Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10
ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan
termasuk lipatan siku (Kemenkes RI, 2011).
2) Petekie, ekimosis, atau purpura
3) Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran cerna,
tempat bekas suntikan
4) Hematemeisis atau melena
c. Trombositopenia <100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
1) Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20 % dari nilai baku sesuai umur
dan jenis kelamin
2) Penurunan nilai hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan yang
adekuat
e. Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemia asites, efusi pleura
3. Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan kegagalan sirkulasi yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun ≤ 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin-lembab

C. Komplikasi
Komplikasi DHF biasanya berhubungan dengan syok yang berat dan
memanjang serta perdarahan hebat.Pemberian cairan yang berlebihan selama
fase kebocoran plasma dapat berakibat efusi masif yang berujung pada gagal
nafas, kongesti paru akut atau gagal jantung.Komplikasi tersebut juga dapat
terjadi pada pemberian cairan yang berlebihan saat fase konvialesenes
terutama bila reabsorpsi cairan ektravasasi dapat terjadi gangguan metabolic
seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia atau terkadang
hiperglikemia (Tejokropawiro, 2015).

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan hasil bahwa terjadinya
trombositopeni, HB dan PCV meningkat 20%, leokopeni (mungkin
normal atau lekositosis)(Nurarif & Kusuma 2015).
2. Pada renjatan yang berat dilakukan pemeriksaan HB, PCV berulang kali,
faal hemostasis,FDP, EKG, foto dada, BUN dan creatinin serum (Nurarif
& Kusuma 2015).
3. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang
menutup kebocoran dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah
trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah trombosit dalam
darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu
perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang. (Gandasoebrata,2008)
4. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan
hemostatis.. (Gandasoebrata,2008).
5. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit
plasma biru ≥ 4 % dengan berbagai macam bentuk : monositoid,
plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid mempunyai
hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit
non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan
IgM positif. (Gandasoebrata,2008).
6. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM
positif menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena
sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer
lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal (Gandasoebrata,2008).
Menurut Ginanjar (2009), pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
penyakit DHF secara laboratories, yaitu sebagai berikut :
1. Deteksi virus yang dapat dilakukan melalui metode pembiakan (kultur)
dan tes PCR (Polymerase Chain Reaction)
2. Deteksi serologis, yaitu untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
infeksi virus dengue (antibodi antidengue).
E. Penatalaksanaan
Penatalaksaan untuk DHF ringan yaitu dengan tirah baring, makan lunak
jika belum napsu makan maka diberi minum 2,5-2 liter dalam 24 jam,
medikementosa yang bersipat simtomatis, untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres antipiretik golongan asetaminopen eukonin atau dipiron dan jangan
diberikan asetosal karena bahaya perdarahan dan diberikan antibiotic jika
kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan tindakan pemasangan infus
dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi, mengobservasi
keadaan umum nadi tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam serta HB
dan HT tiap 6 jam pada hari pertama dan hari selanjutnya tiap 24 jam
(Masjoer, 2010).
Menurut andriani 2014, penetalaksanaan pasien dengan DHF yaitu bisa
dilakukan terapi suportif dan terapi antipiretik, terapi suportif yang bisa
dilakukan yaitu penggantian cairan intravena yaitu dapat berupa kristaloid
RL/asering/NaCl 0,9% dan untuk Dhf derajat III dan IV diberikan koloid
tunggal seperti glupusin, plasma darah dan bila syok dapat diberikan kristaloid
dan koloid. Sedangkan terapi simtomatik yaitu berupa terapi antipiratik
(ibufropen dan paracetamol), terapi antasida yaitu terapi yang dapat diberikan
pada pasien dengan syok mual muntah hebat, epigastrium (ranitidine,
ondonsetron, donperidon), terapi diuretic diantaranya (purosemid dengan
DHF drajad III dan IV), dan terapi sadaktif yaitu berupa (diazepam).
Pencehagan DHF yaitu dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
menutup tempat penampungan air, memiliki penutup tempat penampungan
air, membersihkan jentik nyamuk di tempat penampungan air, memeriksa
jentik nyamuk pada past bunga, rutin memerisak barang bekas tempat
penampungan air, membuang barang bekas, memeriksa jentik.
F. Pengkajian Fokus Keperawatan
1. Identitas
Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator terjadinya DHF
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan sekarang
Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise, muntah, mual, sakit kepala,
sakit pada saat menelan, lemah, nyeri pada efigastrik, penurunan nafsu
makan,perdarahan spontan.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah menderita yang sama atau tidak
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dan
adanya penyakit herediter (keturunan).
6. Pemeriksaan fisik
a. System pernapasan
Sesak, epistaksia, napas dangkal, pergerakan dinding dada, perkusi,
auskultasi
b. System cardivaskular
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat (tachycardia),
penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
c. System neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada grade III pasien
gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi
DSS
d. System perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah
e. System pencernaan
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri
tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran pada hati
(hepatomegali) disertai dengan nyeri tekan tanpa diserta dengan ikterus,
abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat
menelan, dapat muntah darah (hematemesis), berak darah (melena).
f. System integument
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi
bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit (petikie), pada
grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.

G. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit (DHF)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Mual berhubungan dengan Penurunan mortalitas traktus gastrointestinal
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Kurang asupan makanan
5. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Hiperventilasi
6. Resiko perdarahan
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kegagalan mekanisme
regulasi
H. Rencana Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Hipertermia b/d penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Perawatan demam
jam, masalah dapat teratasi dengan kriterian hasil: 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya
Termoregulasi 2. Monitor warna kulit dan suhu
1. Menggigil pada pasien berkurang 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
2. Pasien tidak dehidrasi kehilangan cairan yang tidak dirasakan
3. Sakit kepala berkurang 4. Pantau komplikasi yang berisiko timbul (misalnya
4. Hipertermi dapat turun menjadi rentang kejang demam, penurunan tingkat kesadara, status
o
normal (36.5-37.5 C) elektrolit abnormal)
5. Dorong konsumsi cairan adekuat (minum air putih
)
6. Anjurkan pasien istirahat yang cukup serta batasi
aktivitas
7. Berikan obat atau cairan IV (misalnya: antipiretik,
antibakteri dan agen anti menggigil)

Mual berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Manajemen Mual
dengan Penurunan jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kriteria 1. Monitor efek dari manajemen mual secara keseluruhan
hasil: 2. Lakukan penilaian lengkap terhadap mual (frekuensi,
mortalitas traktus
Kontrol mual dan muntah durasi, keparahan)
gastrointestinal 1. Pasien dapat mendeskripsikan faktor penyebab 3. Dorong pasien untuk belajar strategi mengatasi mual
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
mual dan muntah 4. Evaluasi dampak dari pengalaman mual
2. Menggunakan obat antimetik yang 5. Pastikan obat antimetik yang sesuai untuk mencegah
direkomendasikan mual
3. Melaporkan efek samping antimetik yang 6. Dorong pola makan dengan porsi sedikit tapi sering
diberikan 7. Berikan informasi mengenai mual
4. Melaporkan mual muntah yang terkontrol Manajemen muntah
Keparahan mual dan muntah 1. Identifikasi faktor yang menyebabkan muntah
1. Frekuensi dan intensitas mual dan muntah 2. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
berkurang 3. Dorong istirahat
2. Nyeri pada perut berkurang 4. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengatasi
Keseimbangan cairan muntah
1. Keseimbangan intake dan output cairan dalam
24 jam
2. Membran mukosa dan turgor kulit
dipertahankan tetap bagus
3. Pasien tidak kehausan
4. Pusing berkurang
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 Manajemen nutrisi : monitor nutrisi

nutrisi kurang dari jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi dapat 1. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Tentukan rekomendasi energi (recommended
kebutuhan tubuh
Status nutrisi Dietary Allowance) berdasarkan umur, BB, TB,
berhubungan dengan
1. Asupan gizi tercukupi dan tingkat aktivitas.
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Kurang asupan 2. Asupan makanan dan cairan tercukupi 3. Tentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
makanan 3. Energi tercukupi asupan nutrisi (misalnya mengunyah tidak adekuat,
4. Berat badan dan tinggi badan (IMT) normal gangguan menelan, status penyakit atau setelah
pembedahan).
4. Mulai tindakan atau berikan rujukan, sesuai
kebutuhan
Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Manajemen cairan

cairan berhubungan jam, masalah dapat teratasi dengan kriterian hasil: 1. Monitor tanda-tanda vital pasien
Keseimbangan cairan 2. Monitor perubahan berat badan pasien
dengan Kegagalan
1. Turgor kulit tidak terganggu 3. Monitor reaksi pasien terhadap terapi elektrolit
mekanisme regulasi
2. Membran mukosa dipertahankan yang diresepkan
kelembabanya 4. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status
3. Pasien tidak cemas pasien
4. Pasien tidak kehausan 5. Jaga intake yang akurat dan catat output
5. Pusing berkurang 6. Berikan terapi cairan yang tepat
6. Tidak ada kram otot 7. Tingkatkan asupan oral
7. Bola mata tidak cekung dan lembek 8. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu
8. Tekanan darah dipertahankan kebatas dalam pemberian makan dengan baik
normal (120/80 mmHg) 9. Konsultasikan dengan dokter jika terdapat tanda-
9. Dipertahankan keseimbangan intake dan tanda dan gejala kelebihan volume cairan yang
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
output dalam 24 jam menetap atau memburuk
Monitor cairan
1. Monitor membran mukosa, turgor kulit dan respon
haus
2. Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
3. Monitor distensi vena leher, ronki diparu, edema
perifer
4. Monitor tanda-anda asites
5. Periksa isi ulang kapiler dengan memegang tangan
pasien pada tinggi sama seperti jantung dan
menekan jari tengah selama 5 detik, lallu lepaskan
tekanan kemudian hitung watu sampai jarinya
kembali merah (kurang dari 2 detik)
6. Periksa turgor kulit pasien
7. Pastikan terapi IV dan asupan enteral berjalan
dengan benar
Risiko pendarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Penceganahan perdarahan
jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan kriteria 1. Monitor dengan ketat risiko terjadinya perdaran
hasil: pada pasien
Pemulihan pembedahan: penyembuhan 2. Monitortanda dan gejala dengan tepat
1. Tekanan darah dipertahankan normal
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
2. Keseimbangan Elektrolit dipertahankan 3. Monitor komponen koagulasi darah
3. Meningkatkan asupan makanan 4. Gunakan sikat gigi yang berbulu lembut untuk
4. Integritas jaringan membaik perawatan mulut
5. Ditingkankan proses penyembuhan luka 5. Intruksikan pasien untuk mengonsumsi makanan
6. Mobilisasi pasien yang mengandung vitamin K
7. Mempertahankan kesadaran penuh 6. Kolaborasi pemberian obat yang diperlukan
8. Pasien dapat tidur dengan nyenyak
9. Nyeri berkurang
10. Pelaksanaan perawatan luka yang
diresepkan
11. Pelaksanaan aktivitas perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, N, W., Tjitrosantoso, H., & Yamlean, P. (2014). Kajian Penatalaksaan


Terapi Pengobatan Demam Berdarah Dengue yang Menjalani Perawatan di
Rsup Prof, R,D Kandau. Jurnal Ilmiah Farmasi 3(2), 57-61
Ginanjar, G. (2009). Demam Berdarah. Bandung : Fakultas Kedokteran
Padjajaran Pres.
Gandasoebrata, R, 2008, Penuntun Laboratorium Klinik, Edisi 5, Jakarta: Dian
Rakyat
Hidayati, L., Hadi, U, K., & Soviana, S. (2017). Kejadian Demam Berdarah
Dengue di Kota Sukabumi Berdasarkan Kondisi Iklim.Journal Acta V
eterinaria Indonesia. 5(1) 22-28.
Hadinegoro, S.S.R. (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Herdman & Shigemi (2018). Nanda-I Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakrta: EGC
Kemenkes, RI. Modul pengendalian demam berdarah dengue. Kementerian
kesehatan republik indonesia direktorat jenderal pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan 2011.
Masjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran edisi 4. Jakarta: Media Aeculapius
Nurarif, A.H & Kusuma, H). 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 1.Edisi Revisi. Yogyakarta:
Mediaction
Priesley F., & Reza, M. (2018). Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang
Nyamuk Dengan Menutup Menguras dan Mndaur Ulang Plus Terhadap
Kejadian Demam Berdarah di Kelurahan Andalas. Jurnal Kesehatan
Andalas7(1), 125-130
Sudoyo, Aru, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3. edisi 4.
Jakarta: Internal Publishing
Wahyono, T, Y, M., Haryanto, B., & Mulyono, S. (2010). Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Demam Berdarah dan Upaya Penanggulangan di
Kecamatan Cimanggis Depok Jawa Barat.Buletin Jendela Epidiomologi. 2.
31-43.
World Health Organization (2009).Dengue Guidelines for diagnosis, treatment,
prevention and control.

Anda mungkin juga menyukai