Anda di halaman 1dari 4

PERKEMBANGAN EJAAN DI INDONESIA

OLEH

ERSANTI RISKA OKTAVIANI


N I M : 202010320311049

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020

PERKEMBANGAN EJAAN DI INDONESIA


Ejaan bahasa Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan dan
perkembangan. Saat ini ejaan bahasa Indonesia yang kita gunakan adalah Ejaan yang
Disempurnakan (EYD). Namun sebelum itu telah digunakan beberapa ejaan yang lain.
Berikun perkembanggan ejaan di Indonesia;

1. Ejaan van Ophuisjen

Ini merupakan pedoman resmi ejaan pertama yang diterbitkan pada tahun
1901. Fyi, bahasa Indonesia waktu itu masih disebut sebagai bahasa Melayu. Bisa
ditebak dari namanya, ejaan ini disusun oleh orang Belanda bernama Charles A. van
Ophuijsen dan dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad
Taib Soetan Ibrahim.

2. Ejaan Soewandi

Ejaan ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan pada tanggal
19 Maret 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Kenapa disebut Ejaan Soewandi?
Benar sekali! Karena penyusunnya adalah Mr. Raden Soewandi yang waktu itu
menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Oh iya, ejaan ini
dikenal juga sebagai Ejaan Republik lho.

Pembaharuan dari Ejaan Soewandi terletak dalam penggunaan diftong (gabungan dua
huruf vokal) oe yang diganti menjadi huruf u, dan dihapuskannya tanda apostrof. Nah,
tanda apostrof ini diganti menjadi huruf k atau tidak dituliskan sama sekali. Contohnya:

 Jum’at  → Jumat
 ra’yat  → rakyat
 ma’af → maaf

3. Ejaan Pembaharuan

Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin


menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pembaharuan yang disarankan
panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain: membuat standar satu fonem
satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu, tanda
hubung juga tidak digunakan dalam kata berulang yang  memiliki makna tunggal
seperti kupukupu dan alunalun.

Tapi, ejaan ini nggak jadi diresmikan dalam undang-undang. Huft… untung deh. Pasti


bakal aneh kalau “koboi junior naik kerbau” ditulis jadi “koboy junior naik kerbaw”.

4. Ejaan Melindo

Melindo itu… buah yang kulitnya warna merah yang suka dibuat emping, ya?
Itu melinjo…Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Yup, draft penyusunan ejaan
ini disusun pada tahun 1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu,
yang dalam hal ini adalah Malaysia. Perubahan yang diajukan dalam ejaan
ini nggak jauh berbeda kok dari Ejaan Pembaharuan.

Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan kedua
negara. Secara ‘kan  ya Indonesia dan Malaysia bahasanya mirip-mirip gitu. Tapi
sayang, ejaan ini pun gagal diresmikan akibat ketegangan politik antara Indonesia dan
Malaysia waktu itu.

5. Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan)

Ejaan ini bisa dibilang adalah lanjutan dari Ejaan Melindo yang nggak jadi itu.
Panitianya masih campuran antara Indonesia dan Malaysia dan dibentuk pada tahun
1967. Isinya juga nggak jauh berbeda dari Ejaan yang Disempurnakan (yang akan
dijelaskan selanjutnya), hanya ada perbedaan di beberapa kaidahnya saja.

Ada pun huruf vokal dalam ejaan ini terdiri dari: i, u, e, ə, o, a. Dalam ejaan ini, istilah-
istilah asing sudah mulai diserap seperti: extra → ekstra; qalb → kalbu; guerilla →
gerilya.

6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Kamu pasti udah kenal dong sama yang namanya EYD. Ejaan ini berlaku sejak


tahun 1972 sampai 2015. Di antara deretan “mantan” ejaan di atas, EYD ini yang paling
awet. Juga, ejaan ini mengatur secara lengkap tentang kaidah penulisan bahasa
Indonesia, antara lain: tentang unsur bahasa serapan, tanda baca, pemakaian kata,
pelafalan huruf “e”. penggunaan huruf kapital, dan penggunaan cetak miring. Selain itu,
huruf “f”, “v”, “q”, “x”, dan “z” yang kental dengan unsur bahasa asing resmi menjadi
bagian Bahasa Indonesia. 

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, EBI pun
resmi berlaku sebagai ejaan baru Bahasa Indonesia. Katanya, latar belakang diresmikan
ejaan baru ini adalah karena perkembangan pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga
pemakaian bahasa Indonesia semakin luas. Ejaan ini menyempurnakan EYD, terutama
dalam hal penambahan diftong, penggunaan huruf kapital, dan cetak teba

 Huruf diftong yang berlaku antara lain: ai, au, ei, oi


 Lafal huruf “e” menjadi tiga jenis. Contohnya seperti pada lafal: petak, kena,
militer
 Penulisan cetak tebal untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis
miring, dan bagian-bagian karangan seperti judul, bab, dan subbab.
 Huruf kapital pada nama julukan seseorang. Contohnya: Pak Haji Bahrudin
 Tanda elipsis (...) digunakan dalam kalimat yang tidak selesai dalam dialog.
Selain berkembang dalam ejaan, bahasa Indonesia juga mengalami pembaharuan dalam
teknologi. Sekarang ini kalian jadi lebih mudah kepoin KBBI dan EBI karena sudah
dibuat versi daring. Jadi, buat yang masih butuh kejelasan hubungan ini, ehm…
maksudnya penjelasan tambahan tentang EBI, bisa meluncur ke EBI
Daring. Kalian nggak  perlu lagi deh repot-repot pinjam KBBI atau pedoman umum
EBI cetak untuk cari ejaan penulisan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai