Anda di halaman 1dari 7

MEMBEDAH CATATAN PERKADERAN DI PC IMM BANDUNG TIMUR

Oleh: Rafi Tajdidul Haq

Menjaga Misi Profetik Lewat Kaderisasi IMM


Kuntowijoyo (2017:359) berargumentasi bahwa islam adalah suatu
kekuatan perubahan sosial yang begitu besar. Hal tersebut merupakan cita-cita
profetik yang hendak diejawantahkan dalam realitas yang objektif. Berkaca
pada surat Ali-Imran ayat 110, bahwa islam mempunyai misi profetik dalam
bentuk humanisasi, liberasi dan transendensi. Dengan misi profetik tersebut
akhirnya islam punya jalan tersendiri untuk menata wajah duniawiyah dan
ukrowiyah umat manusia. 1
Menyimak argumentasi Kuntowijoyo di atas, timbul pertanyaan yang
mendasar tentang misi profetik islam tersebut. Setelah Nabi dan para sahabat
meninggal, kepada siapakah misi tersebut diserahkan? Dan bagaimana agar
tidak terjadinya diskontinuitas ditengah zaman? Pertanyaan tersebut tidak sulit
untuk dijawab, karena pada realitanya umat islam saat ini-lah yang dibebani
misi tersebut. Terutama para tokoh, ulama dan kaum akademisi islam yang
lebih berisiko menanggung misi itu.
Umat islam di tengah penetrasi gerakan misionaris ditantang untuk
bagaimana menjaga misi profetik tersebut agar tidak padam dan redup. Karena,
obor islam harus tersampaikan pada segenap umat di seluruh jagad raya ini.
Sehingga, umat islam dalam hal ini dituntut untuk peka dan cerdas dalam
menghadapi problematika yang muncul di tengah zaman. Upaya umat islam
dalam rangka menjaga misi profetik tersebut banyak sekali bentuknya. Misalnya
mendirikan organisasi, thariqat, jama’ah pengajian dan lain-lain.
Umat islam Indonesia, yang telah lama memeluk ajaran islam, sudah
membangun formula baru agar misi profetik tersebut tetap terjaga dan
tersampaikan pada generasi setelahnya, walupun juga ada yang masih
mempertahankan formula lama. Pergeseran periode umat islam Indonesia dari
periode mistis, ke ideology hingga ke periode ilmu pengetahuan membuat
konstruksi berpikir umat islam semakin berkemajuan dan mencerahkan.
Munculnya ormas-ormas islam pra kemerdekaan merupakan bukti
konkret dalam rangka menjaga misi profetik tersebut. Misalnya seorang Kyai
dari kauman yang lahir di Yogyakarta pada tahun 1868 yang mendirikan

1
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Tiara Wacana: Yogyakarta, 2017, Hal.359-360
sebuah organisasi yang bernama Muhammadiyah. 2 Kyai tersebut bernama
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan nama KH Ahmad Dahlan. Hingga
saat ini gerakan Muhammadiyah sudah berupaya agar ajaran islam dapat
diaktualisasikan sesuai dengan nilai-nilai humanisasi, liberasi dan transendensi.
Muhammadiyah sudah seabad lebih berdakwah untuk kemajuan umat
islam Indonesia. Tentunya Muhammadiyah telah memiliki struktur organisasi
yang kompleks dan besar pula. Hadirnya Muhammadiyah meniscayakan
terbentuknya ortom-ortom di dalamnya. Salah satu ortom di Muhammadiyah
adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah atau lebih akrab di telinga dengan
akronim IMM
Ibarat sebuah pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. IMM sebagai
sebuah organel di tubuh Muhammadiyah, tentunya memiliki karakteristik yang
kurang lebih sama dalam beberapa hal. Yaitu sama-sama mengemban misi
profetik. Namun, IMM secara lebih khusus diarahkan agar ada dan bergerak di
jalan kemahasiswaan. Sebagaimana Muhammadiyah, IMM sebagai ortom di
dalamnya juga butuh proses kaderisasi yang kuat dan berorientasi ke depan.
Sehingga, dalam realitasnya IMM punya struktur perkaderan di setiap tingkat
pimpinan.
Secara inheren, Perkaderan IMM merupakan perkaderan generasi muda
umat islam yang juga ditujukan untuk menjaga misi profetik tersebut. Yang
menurut sistem perkaderannya, setiap perkaderan di IMM akan
ditransformasikan dalam tiga lahan aktualisasi yakni : persyarikatan, umat dan
bangsa.3 Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan dasar di balik setiap
perkaderan itu apa, sangatlah penting untuk diperhatikan bahwa orientasi
setiap perkaderan baik di IMM maupun di Muhammadiyah yaitu untuk menjaga
dan mendakwahkan islam yang membawa misi profetik.

Menyorot Perkaderan IMM di Wilayah Bandung Timur


Setelah diuraikan bahasan mengenai ontologi perkaderan IMM yang
penulis pahami, dan agar lebih mudah untuk mengetahui contoh perkaderan di
IMM, maka penulis akan menguraikan gambaran umum perkaderan IMM di
wilayah Bandung Timur. Hal ini dimaksudkan agar lebih jelas untuk memahami
permasalahan yang akan penulis kemukakan nanti.

2
Museum Kebangkitan Nasional Kemendikbud, KH Ahmad Dahlan (1868-1923), Museum Kebangkitan
Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:Jakarta. Hal.22
3
DPP IMM, Sistem Perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,2011
Wilayah Bandung Timur merupakan wilayah yang ada di dalam
pemerintahan Kota Bandung. Bandung Timur hanya sebuah sebutan untuk
sebuah wilayah, dan tidak mempunyai sebuah pemerintahan yang resmi. Di
wilayah ini terdapat sebuah perguruaan tinggi negeri islam yang cukup besar
yaitu Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, atau lebih akrab
dengan sebutan UIN Bandung.
Pada bulan Januari 2019, di wilayah Bandung Timur secara resmi berdiri
PImpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Pimpinan Cabang
tersebut diberi nama PC IMM Bandung Timur, dengan 4 jumlah komisariat yang
berada di lingkungan UIN Bandung. Sebelumnya, komisariat-komisariat di
Bandung Timur berada di bawah PC IMM Kota Bandung. Sehingga, untuk
melihat gambaran umum perkaderan di wilayah Bandung Timur juga tak lepas
dengan kultur perkaderan di Kota Bandung.
Pada dasarnya, Inisiasi dibentuknya PC IMM Bandung Timur dipelopori
oleh komisariat-komisariat yang ada di UIN Bandung. Sehingga, penulis akan
fokus pada gambaran perkaderan-perkaderan yang diadakan di kampus UIN
Bandung. IMM di UIN Bandung sudah lama aktif sejak dulu. Sejak diterbitkanya
Sistem Perkaderan IMM (SPI), perkaderan IMM di UIN Bandung jadi lebih
terpola dan teradministrasikan. Sebelumnya, berdasarkan penuturan dari
demisioner IMM UIN Bandung, perkaderan kurang memperhatikan administrasi
dan tidak tersusun dengan rapih. Sehingga kultur perkaderan di UIN Bandung
dengan perkderan di kampus lainnya seperti ITB atau UNPAD banyak terdapat
perbedaan.
Dengan tersusunya SPI, maka IMM punya pegangan dasar dalam hal
penyelenggaraan perkaderan. Di UIN Bandung, dalam satu tahun pelajaran
biasannya diadakan 2-3 Kali perkaderan dasar (Darul Arqam Dasar). Awal
tahun pelajaran biasanya diadakan Darul Arqam Dasar (DAD) gabungan dari
empat komisariat yang ada. Sehingga, perkaderan biasanya dapat menarik
massa yang lumayan banyak.
Sementara itu, dalam setiap perkaderan yang dilakasanakan di UIN
Bandung, perkaderan mempunyai kekhasan sendiri dari segi tema kegiatan.
Hal ini tak lepas dengan kultur kampus UIN yang sangat kental akan
pemahaman keagamaan. Tema yang biasa diajukan biasanya berisi muatan-
muatan religius. Sehingga, jarang mengambil tema tentang enterprener,
teknologi dan lain-lain.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkaderan-perkaderan selalu diadakan
diluar Kota Bandung. Hal tersebut dikarenakan kabanyakan dari kader-kader
IMM di UIN Bandung bukan penduduk Kota Bandung asli, melainkan datang
dari berbagai kota dan kabupaten di sekitar Jawa Barat maupun luat Jawa
Barat. Sehingga jaringan atau relasi para kader lebih banyak di luar Kota
Bandung, melainkan di kota/kabupaten tempat tinggalnya.
PC IMM Bandung Timur sebagai cabang baru di Kota Bandung tentunya
menghadapi nuansa perkaderan yang baru. Sebelumnya, kader-kader IMM di
wilayah Bandung Timur hanya disibukkan dengan agenda perkaderan dasar
(DAD), kini sudah harus beralih untuk mengelola perkaderan di level cabang.
Namun, nuansa perkaderan yang baru ini dihadapkan dengan pengalaman
yang sangat minim. Sehingga, perkaderan di level cabang masih dalam proses
pertumbuhan.
Namun, setelah terbentuknya cabang IMM Bandung Timur, akses
tranformasi kader lebih mudah dan lancer. Hal ini jelas berbeda dengan kondisi
sebelumnya, pada saat komisariat-komisariat di UIN Bandung masih berada di
bawah PC IMM Kota Bandung, tranformasi kader cenderung lambat dan susah.
Hal ini juga dipengaruhi letak geografis dan jalinan silaturahmi komisariat di UIN
Bandung dengan PC IMM Kota Bandung yang sempat tersendat. Misalnya,
saat kader komisariat butuh surat mandat untuk mengikuti DAM atau LID,
kadang-kadang terjadi proses yang lambat agar surat tersebut jadi.
Itulah sedikit gambaran tentang perkaderan yang ada di wilayah
Bandung Timur, yang dengan beridrinya cabang baru, juga dihadapkan dengan
dinamika perkaderan yang baru pula. Namun kultur yang berkembang selama
ini tidak banyak mengalami perubahan. Hal tersebut butuh waktu dan proses
yang panjang, mengingat kurangnya kontak dialog kader IMM UIN Bandung
dengan Kader IMM di luar UIN Bandung yang jarang terjadi. Apalagi setelah
berdirinya cabang baru.

Mengurai Permalahan Perkaderan di PC IMM Bandung Timur


Perkaderan adalah mesin produksi kader suatu organisasi. Secara
administrasi, perkaderan di IMM memang sudah dipermudah dengan
dibukukannya SPI. Namun, dalam wilayah praksis kadang-kadang tak seideal
dengan apa yang diharapkan pada SPI tersebut. Hal demikian merupakan
suatu masalah penting di setiap pimpinan yang harus diselesaikan. Selain itu,
tentu masih banyak hambatan lain dalam sebuah perkaderan.
Sebagaimana yang dikemukakan Farid (1990:93) bahwa perjalanan IMM
sejalan dengan perjalanan Muhammadiyah. Sehingga, apa yang dilakukan
Muhammadiyah adalah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah
untuk suatu cita-cita yang dikehendakinnya. 4 Berdasarkan pernyataan di atas,
penulis dapat mengambil sebuah poin penting bahwa perkaderan di IMM pun
tampaknya tak lepas dengan skema perkaderan di Muhammadiyah. Sehingga
permasalahan perkaderan yang yang ada akan tak jauh berbeda dengan
perkaderan yang ada di Muhammadiyah.
Tak lepas dari grand design IMM se-Nasional, IMM di Bandung Timur
secara umum juga memiliki karakteristik permasalahan yang hampir sama
dalam beberapa sisi. Namun, juga ada permasalahan local yang tidak sama
dengan IMM di wilayah lain. Hal ini disebabkan karena perbedaan kultur yang
telah terbangun selama ini.
Permasalahan perkaderan di IMM Bandung Timur dapat dibagi ke dalam
tiga bidang permasalahan. Yaitu permasalahan pada bidang sumber daya
manusia, lingkungan dan relasi/network
Pertama, permasalahan pada sumber daya manusianya itu sendiri.
Permasalahan di bidang ini sangat bervariasi. Di antara permasalahan tersebut
yaitu a). Kuantitas kader. Kuantitas kader yang tidak terlalu banyak
berpengaruh pada cara berpikir mahasiswa lain yang lebih mengedepankan
jumlah anggota. Sehingga, mereka menjadi kurang tertarik untuk masuk ke
IMM. Jika melihat ke ranah kampus, biasannya dominasi organisasi yang ada di
kampus UIN Bandung sebagai bagian wilayah gerak cabang IMM Bandung
timur didominasi oleh organisasi lain. kuatnya dominasi tersebut membuat
gerak langkah IMM di UIN Bandung mengalami resistensi.
Selain itu, banyak kader yang terjebak pada pernyataan “lebih baik
mementingkan kualitas dariapada kualitas”. Penulis kurang setuju dengan
pernyataan tersebut, sebab menurut Tan Malaka (2018:217) sebuah kuantitas
bisa berpengaruh terhadap kualitas.5 Tan memberikan contoh dengan analogi
serdadu berkuda Napoleon. Menurutnya satu serdadu berkuda Napoleon bisa
mengalahkan lima serdadu berkuda kalmuk (Mesir). Lalu, ketika serdadu
berkuda Napoleon ditambah jadi 10 serdadu berkuda, mereka sudah bisa
mengalahkan 15 serdadu berkuda. Artinya adalah kenaikan jumlah serdadu
berkuda Napoleon sudah menjadi perubahan sifat menjadi sebuah
kemenangan. Di mana kemenangan adalah sebuah kualitas.
Dengan melihat fenomena itu, harusnya kader-kader IMM di Bandung
Timur tidak boleh terjebak pada kualitas semata, namun juga harus melihat
bagimana kunatitasnya. Karena kuantitas tersebut bisa jadi berpengaruh pada
sebuah kulaitas. b). Dominasi beberapa kader. Peristiwa ini kerap terjadi dalam
4
Farid Fathoni, Kelahiran Yang Dipersoalkan, PT Bina Ilmu:Surabaya, hal.93
5
Tan Malaka, Madilog, Narasi:Yogyakarta. Hal.217-218
kegiatan-kegiatan perkaderan, sehingga kegiatan perkaderan menjadi relatif
kebergantungan pada beberapa orang. Dominasi beberapa kader ini juga
menyebabkan organisasi berjalan timpang, karena kurangnya rasa kolektivitas-
kolegial yang harusnya dikedepankan.
c). Persepsi yang keliru tentang Inntruktur dan Kepanitiaan. Peristiwa ini
kerap mencuat saat kegiatan-kegiatan perkaderan berlangsung. Persepsi yang
terbangun adalah bahwa intstruktur dan panitia seolah ada jarak dan pemisah
yang jauh. Kadang hubungan kader jadi tidak harmonis dan canggung ketika
perkaderan selesai. Tak jarang kader jadi tidak aktif pasca kegiatan perkaderan
berakhir.
Kedua, permasalahan lingkungan. Telah disinggung di atas bahwa
komisariat-komisariat IMM yang ada di Bandung Timur adalah bergerak di
sekitar kampus UIN Bandung. Kultur kampus UIN Bandung yang didominasi
kuat oleh organisasi lain, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atau
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sangat berpengaruh terhadap
keberadaan IMM yang ada di Bandung Timur. Kader-kader organisasi tersebut
biasannya banyak yang berkiprah dalam birokrasi-birokrasi mahasiswa di
kampus. Sehingga langkah kaderisasi yang mereka lakukan begitu mudah.
Sementara itu, IMM dengan posisinya yang penulis lihat teralienasikan begitu
sulit untuk menjaring kader-kader baru.
Hal ini juga jadi distingsi yang nyata dengan IMM yang berada di
perguruan tinggi Muhammadiyah yang difasilitasi oleh pihak kampus. Sehingga
geraknya pun sangat luas dan luwes. Sedangkan IMM di sekitar perguruan
tinggi non Muhammadiyah harus sedikit mengerahkan tenaga agar eksistensi di
kampus bisa terlihat.
Ketiga, permasalahan dalam relasi/network. Permasalahan ini juga
harus diperhatikan. Dalam hal ini, relasi/network yang dimaksudkan memiliki
beberapa maksud. Bisa relasi dengan para demisioner, pimpinan
Muhammadiyah setempat, dosen-dosen Muhammadiyah dan lain-lain.
relasi/network ini sedikit banyaknya berpengaruh pada kegiatan-kegiatan
perkaderan yang dilakukan komisariat-komisariat IMM di Bandung Timur.
Sederhananya, berbicara soal donasi yang sumber utamanya dari para dosen
Muhammadiyah yang berada di kampus juga dari alumni-alumni IMM yang
merupakan relasi penting bagi kelancaran pergerakan organisasi. Kekhawatiran
yang terjadi adalah hilangnya relasi/network yang telah dibangun beberapa
orang tersebut.
Kekhwatiran ini terjadi karena yang mengetahui dan yang sering
menjalin relasi tersebut hanya segelintir orang yang tahu. Artinya ada
kecenderungan bergantung pada beberapa orang sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas. Selain itu relasi lain juga penting, seperti relasi kader dengan
teman-teman alumni sekolahnya, yang kadang bisa menarik kader baru.
Masalah relasi antar teman, dosen, alumni dan pimpinan Muhammadiyahan
tampaknya jadi modal utama komisariat-komisariat IMM di Bandung Timur
dalam melakukan kaderisasi dan melangsungkan perkaderan-perkaderan yang
dibuat.

Anda mungkin juga menyukai