Anda di halaman 1dari 29

PENETAPAN KADAR OMERETIK KAPSUL PRODUKSI

PT. MUTIARA MUKTI FARMA ( MUTIFA ) MEDAN


SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

TUGAS AKHIR

Oleh :

SRY HANDAYANI 072410005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Tugas akhir yang berjudul “Penetapan kadar Piroxikam dalam kapsul

omeretik Produksi PT.Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan Secara

Spektrofotometri Ultraviolet” ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua

orang tua tercinta yang selalu memberi dukungan moral dan materil, Ayahanda

Muliman dan Ibunda Asiah S.pd, serta adik tersayang, Wirdaini, Maulana habibi,

dan Firman hadi, yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang dan dukungan

yang tak ternilai harganya.

Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dengan

ketulusan hati kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. sebagai Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Dr. Rosidah, M.Si.,Apt sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

Universitas Sumatera Utara


3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. sebagai Koordinator

Program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Dra.Nuranti Sirait sebagai pembimbing II di PT.MUTIARA MUKTI

FARMA (MUTIFA) Medan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara Medan.

6. Teman-teman mahasiswa Analis Farmasi angkatan 2007 yang selalu

memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama

menyelesaikan kuliah ini, khususnya kepada Feli, Rini, Eci, Lia dan

teman-teman yang lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

7. Untuk seseorang yang selalu memotivasiku Irwan Sarnubi Jumsah, terima

kasih selalu ada menemani baik dalam keadaan senang ataupun susah dan

selalu sabar membantuku.

Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Penulis

berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2010


Penulis

Sry Handayani

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...............………………………………................... iii

DAFTAR ISI ...................….................................………........…................. v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Tujuan Manfaat ........................................................................... 3

1.2.1. Tujuan ......................................................................... 3

1.2.2. Manfaat ....................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kapsul .......................................................................................... 4

2.2. Macam-macam kapsul ............................................................ 4

2.3. Pengujian kapsul ........................................................................... 5

2.4. Cara penyimpanan kapsul ............................................................ 7

2.5. Keuntungan dan kerugian kapsul ................................................. 8

2.6. Analgesik anti-inflamasi nonsteroid ............................................ 9

2.7. Piroxikam .................................................................................... 10

2.7.1. Uraian Umum ............................................................... 11

2.7.2. Farmakokinetika ........................................................... 11

2.8. Spektrofotometri ......................................................................... 12

2.8.1. Defenisi ........................................................................ 12

2.8.2. Instrumen ...................................................................... 12

Universitas Sumatera Utara


BAB III METODOLOGI

3.1.Tempat pelaksanaan pengujian .................................................... 14

3.2.Alat-alat ........................................................................................ 14

3.3.Bahan ............................................................................................ 14

3.4.Pereaksi ........................................................................................ 14

3.5.Prosedur kerja ...............................................................................14

3.5.1.Pembuatan larutan baku ................................................ 14

3.5.2.Pembuatan Larutan Uji ................................................. 15

3.5.3.Cara Penetapan .............................................................. 15

3.5.4.Rumus Perhitungan ...................................................... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil ............................................................................................ 17

4.2. Pembahasan ................................................................................. 17

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ................................................................................. 18

5.2. Saran ............................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19

LAMPIRAN .................................................................................................. 20

BAB I

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang yang sakit akan berusaha untuk mencari obat maupun cara

pengobatan untuk menyembuhkan penyakitnya. Dalam pengobatan suatu penyakit

biasanya orang selalu menggunakan obat, kadang-kadang menggunakan cara yang

lain seperti dipijat, dikerok dengan menggunakan mata uang logam dan

sebagainya (Anief, 1991).

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk

digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,

menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau

rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian

tubuh manusia. Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih

banyak juga orang yang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat

dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai

racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam

pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi, apabila obat

salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih, akan

menimbulkan keracunan dan bila dosisnya kecil, tidak akan memperoleh

penyembuhan (Anief, 1991).

Menurut Anief (1991), rasa sakit atau nyeri yang kita rasakan ini dapat

dikurangi atau dihilangkan dengan menggunakan obat penghilang rasa nyeri atau

Universitas Sumatera Utara


analgetika tanpa menghilangkan kesadaran. Kebanyakan analgetik juga memberi

efek antipiretik. Antipiretik ini adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh

yang tinggi dan dapat juga mengurangi rasa sakit yang diderita. Kapsul omeretik

yang mengandung piroxikam merupakan salah satu contoh obat analgetika sintetik

yang biasa digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan radang. Dalam

perdagangan piroxikam ini diformulasi dalam bentuk sediaan kapsul dengan dosis

10 - 20 mg untuk tiap kapsul. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan

uji penetapan kadar piroxikam dalam sediaan kapsul, apakah telah memenuhi

persyaratan yang telah ditetapkan.

Piroxikam termasuk golongan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang

merupakan suatu kelompok obat yang heterogen. Inflamasi adalah suatu respon

jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini

menyebabkan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menimbulkan reaksi

radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan gangguan fungsi organ

(Katzung, 1994; Munaf, 1994).

Respons individual terhadap AINS juga sangat bervariasi walaupun

obatnya tergolong dalam kelas atau derivat kimiawi yang sama. Sehingga

kegagalan dengan satu obat dapat di coba dengan obat sejenis dari derivat yang

sama (Sulistia, 2007).

1.2 Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Universitas Sumatera Utara


Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar

kapsul piroxikam secara spektrofotometri ultraviolet sehingga dapat diketahui

apakah sediaan kapsul piroxikam 20 mg produksi PT. Mutiara Mukti Farma

(MUTIFA) Medan telah memenuhi persyaratan kadar yang tertera pada monografi

Farmakope Indonesia Edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Manfaat dari penetapan kadar kapsul piroxikam ini adalah untuk menjamin

bahwa setiap kapsul produksi PT. Mutifa Mukti Farma (MUTIFA) Medan telah

memenuhi persyaratan sehingga dapat melindungi masyarakat dari produk yang

tidak memenuhi persyaratan. Hal ini perlu dilakukan karena kadar obat sangat

berpengaruh pada efek terapinya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


2.1 Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras

atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat

juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM, 1995).

Mothes dan Dublanc, dua orang Perancis, biasa dihubungkan dengan

penemuan kapsul gelatin. Paten mereka didapatkan pada bulan Maret dan

Desember 1834, meliputi metode untuk memproduksi kapsul gelatin yang terdiri

dari satu bagian, berbentuk lonjong, ditutup dengan setetes larutan pekat gelatin

panas sesudah diisi. Kapsul yang terdiri dari dua bagian ditemukan oleh James

Murdock dari London (1848), dan dipatenkan di Inggris pada tahun 1865

(Lachman, 1994).

2.2 Macam-macam kapsul

Menurut Anief (1986), ada dua macam kapsul, yaitu:

1. Kapsul gelatin keras (Capsulae gelatinosae operculatae), yang mengandung

gelatin, gula, dan air. Kapsul dengan tutup diberi warna-warna. Diberi

tambahan warna adalah untuk dapat menarik dan dibedakan warnanya.

Menurut besarnya, kapsul diberi nomor urut dari besar ke kecil sebagai

berikut: No. 000; 00; 0; 1; 2; 3. Kapsul harus disimpan dalam wadah gelas

yang tertutup kedap, terlindung dari debu, kelembaban dan temperatur yang

ekstrim (panas).

2. Kapsul lunak (Soft capsules). Kapsul lunak yang tertutup dan diberi warna

macam-macam. Perbedaan komposisi kapsul gelatin lunak dengan kapsul

gelatin keras yaitu gula diganti dengan plasticizer yang membuat lunak, 5%

Universitas Sumatera Utara


gula dapat ditambahkan agar kapsul dapat dikunyah. Sebagai plasticizer

digunakan gliserin dan sorbitol atau campuran kedua tersebut, atau polihidris

alkohol lain.

3. Kapsul cangkang keras. Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk,

butiran, atau granul. Bahan semi padat atau cairan dapat juga diisikan ke

dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika cairan dimasukkan dalam kapsul,

salah satu teknik penutupan harus digunakan untuk mencegah terjadinya

kebocoran. Kapsul cangkang keras dapat diisi dengan tangan. Cara ini

memberikan kebebasan bagi penulis resep untuk memilih obat tunggal atau

campuran dengan dosis tepat yang paling baik bagi pasien. Fleksibelitas ini

merupakan kelebihan kapsul cangkang keras dibandingkan bentuk sediaan

tablet atau kapsul cangkang lunak (Ditjen POM, 1995).

2.3 Pengujian Kapsul

Kapsul yang diproduksi harus dilakukan pengujian sebagai berikut:

1. Keseragaman bobot

Persyaratan keseragaman bobot dapat diterapkan pada produk kapsul lunak

berisi cairan, atau pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih

yang merupakan 50% atau lebih, dari bobot satuan sediaan. Persyaratan

keseragaman bobot dapat diterapkan pada sediaan padat (termasuk sediaan

padat steril), dengan atau tanpa bahan zat aktif yang ditambahkan .

2. Uji waktu hancur

Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang

tertera dalam masing-masing monografi. Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji

Universitas Sumatera Utara


dari etiket serta dari pengamatan dan gunakan prosedur yang tepat untuk 6 unit

sediaan atau lebih. Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau

bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa

sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan massa lunak yang tidak

mempunyai inti yang jelas, kecuali bagian dari penyalut atau cangkang kapsul

yang tidak larut.

3. Uji disolusi

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi

yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul,

kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Uji disolusi untuk

kapsul menggunakan media disolusi 900 ml asam klorida 0,1N dengan waktu

30 menit.

4. Penetapan kadar

Penetapan kadar dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan zat berkhasiat

yang terdapat dalam kapsul telah memenuhi syarat dan sesuai dengan yang

tertera pada etiket (Ditjen POM, 1995).

2.4 Cara Penyimpanan Kapsul

Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi

mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan

Universitas Sumatera Utara


dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak pada

pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur

dalam cangkang kapsul. Bila mana di simpan dalam lingkungan dengan

kelembaban yang tinggi, penambahan uap air akan di absorpsi (diserap) oleh

cangkang kapsul dan kapsul tersebut akan mengalami kerusakan dari bentuk dan

kekerasannya (Ansel, 1989).

Cangkang kapsul kelihatannya keras, tetapi sebenarnya masih

mengandung air dengan kadar 10-15% menurut Farmakope Indonesia edisi IV

dan 12-16% menurut literatur dari Syamsuni 2006. Jika disimpan di tempat yang

lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu sama lain serta sukar

dibuka karena kapsul itu dapat menyerap air dari udara yang lembab. Sebaliknya,

jika disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul itu akan kehilangan airnya

sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. (Syamsuni, 2006).

Oleh karena itu, menurut Syamsuni (2006), penyimpanan kapsul

sebaiknya dalam tempat atau ruangan yang:

1. Tidak terlalu lembab atau dingin dan kering.

2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat, dan diberi bahan pengering (silika

gel).

3. Terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau strip.

2.5 Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Kapsul

Menurut Syamsuni (2006), kapsul mempunyai keuntungan dan kerugian

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Keuntungan pemberian bentuk sediaan kapsul:

1. Bentuknya menarik dan praktis.

2. Cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang berasa

dan berbau tidak enak.

3. Mudah ditelan dan cepat hancur atau larut dalam lambung sehingga obat

cepat diabsorpsi.

4. Dokter dapat mengkombinasikan beberapa macam obat dan dosis yang

berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pasien.

5. Kapsul dapat diisi dengan cepat karena tidak memerlukan bahan zat

tambahan atau penolong seperti pada pembuatan pil maupun tablet.

b. Kerugian pemberian bentuk sediaan kapsul:

1. Tidak dapat untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul

tidak dapat menahan penguapan.

2. Tidak dapat untuk zat-zat yang higroskopis (menyerap lembab).

3. Tidak dapat untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.

4. Tidak dapat diberikan untuk balita.

5. Tidak dapat dibagi-bagi.

2.6 Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid

Obat analgesik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan

salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga di gunakan tanpa

resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen,

Universitas Sumatera Utara


secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak

persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini

adalah piroxikam dengan struktur baru yaitu oxsikam, derivat asam enolat. Waktu

paruh dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga dapat diberikan hanya sekali

sehari. Absorpsi berlangsung cepat dilambung, terikat 99% pada protein plasma.

Obat ini menjalani siklus enterohepatik (Sulistia gan, 2007).

Frekuensi kejadian efek samping dengan piroxikam mencapai 11-46 %,

dan 4-12 % dari jumlah pasien terpaksa menghentikan obat ini. Efek samping

tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah tukak

lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit.

Piroxikam tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil, pasein tukak lambung

dan pasien yang sedang minum antikoagulan. Indikasi piroxikam hanya untuk

penyakit inflamasi sendi, misalnya artritis reumatoid, osteortritis, spondilitis,

ankilosa. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberi

respons cukup dengan obat anti-inflamasi nonsteriod (AINS) yang lebih aman

(Sulistia gan, 2007).

2.7 PIROXIKAM

2.7.1 Uraian Umum

Rumus molekul : C15H13N3O4S

Universitas Sumatera Utara


Berat molekul : 331,35

Rumus bangun :

O O

N – OH3

CONH

OH N

Persyaratan : Piroxikam mengandung tidak kurang 97,0% dan tidak

lebih dari 103,0% (C15H13N3O4S)

Pemerian : Serbuk, hampir putih atau coklat terang atau kuning

terang, tidak berbau. Bentuk monohidrat berwarna

kuning.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer

dan sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam

etanol dan dalam larutan alkali mengandung air.

Serapan ultraviolet : Spektrum serapan utraviolet larutan (1 dalam

100,000) dalam HCl-Metanol 0,01N.

Menunjukkan maksimum dan minimum pada

panjang gelombang yang sama seperti piroxikam

BPFI.

Penyimpanan : Wadah dan peyimpanan dalam wadah tertutup rapat,

tidak tembus cahaya.

Universitas Sumatera Utara


Penandaan : Pada etiket harus juga tertera daluarsa

Khasiat dan Penggunaan : Analgesik anti-inflamasi (Ditjen POM,1995).

2.7.2 Efek Farmakodinamika

Semua obat analgesik anti-inflamasi nonsteroid (AINS), dan antipiretik,

ada perbedaan aktivitasnya di antara obat-obat tersebut, misalnya: prasetamol

(asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya

lemah sekali.

Efek Analgesik- Anti-inflamasi

Sebagai analgesik, obat golongan AINS ini hanya efektif terhadap nyeri

dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, artralgia dan nyeri

lain integumen, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek

analgesik jauh lebih lemah dari pada efek analgesik opiat. Tetapi bedanya obat ini

tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang

merugikan. Obat ini hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri, tidak

mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi

dengan obat golongan nonsteroid. Sebaliknya nyeri kronis pascabedah dapat di

atasi dengan obat nonsteroid.

Anti-inflamasi lebih di manfaatkan sebagai pengobatan kelainan

muskuloskeletal, seperti artritis rematoid, osteoartritis dan spondilitis ankilosa.

Akan tetepi obat golongan ini hanya dapat meringankan gejala nyeri dan inflamasi

yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan,

memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal

(Sulistia gan, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Dosis

Mulai 20 mg sehari, dosis pemeliharaan 10-30 mg sehari, dosis tunggal

atau dua kali sehari. Anak lebih dari 6 tahun: 5 mg sehari (BB kurang dari 15 kg),

10 mg sehari (16 – 25 kg ), 15 mg sehari (26 – 45 kg ), 20 mg sehari (BB lebih

dari 46 kg). Untuk gangguan muskulokeletal: 40 mg sehari, dosis tunggal atau

terbagi 2 hari, selanjutnya 20 mg sehari selama 1- 14 hari. Untuk gout akut, mulai

dengan 40 mg, selanjutnya 40 mg sehari, dosis tunggal atau terbagi selama 4-6

hari (Indriyantoro et al, 2008).

2.8 Spektrofotometri

2.8.1 Definisi

Teknik spektroskopik adalah salah satu teknis analisis fisika-kimia yang

mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik

Universitas Sumatera Utara


(REM). Pada prinsipnya interaksi REM dengan molekul akan menghasilkan satu

atau dua macam dari tiga kejadian yang mungkin terjadi. Ketiga macam kejadian

yang mungkin terjadi sebagai akibat interaksi atom molekul dengan REM adalah

hamburan (scattering), absorpsi (absorption), dan emisi (emision) REM oleh atom

atau molekul yang diamati. Hamburan REM oleh atom atau molekul melahirkan

spektrofotometri UV-Vis dan infra merah (Mulja,1995).

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel. Sinar

ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan

elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).

2.8.2 Instrumen

Menurut Khopkar (1990), suatu spektrofotometer tersusun dari :

- Sumber

Sumber yang biasa digunakan adalah lampu wolfram. Tetapi untuk daerah

UV digunakan lampu hydrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu wolfram

adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang

gelombang. Untuk memproleh tegangan yang stabil dapat digunakan

transformator. Jika potensial tidak stabil, kita akan mendapatkan energi yang

bervariasi. Untuk mengompensasikan hal ini maka dilakukan pengukuran

transmitan larutan sempel selalu di sertai larutan pembanding.

- Monokromator

Universitas Sumatera Utara


Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya

berupa prisma ataupun grating. untuk mengarahkan sinar monokromatis yang

diinginkan dari hasil penguraian dapat digunakan celah.

- Sel absorbsi

Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca dapat digunakan, tetapi

untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena

gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10

mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang

biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan.

Kita harus menggunakan kuvet untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa

atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya.

- Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya

pada berbagai panjang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda

elektron yang di gunakan prinsip kerjanya telah diuraikan.

BAB III

METODOLOGI

Universitas Sumatera Utara


Metodologi yang dilakukan pada kapsul Omeretik produksi PT. MUTIFA

Medan adalah penetapan kadar dengan menggunakan alat Spektrofotometri

Ultraviolet HP/8453 dengan panjang gelombang 334 nm.

3.1 Tempat Pelaksanaan Pengujian

Pengujian dilakukan di Laboratorium Pemastian Mutu (Quality Control),

industri farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan.

3.2 Alat-alat

Alat yang di gunakan pada penetapan kadar piroxikam ini adalah beker

glass 100 ml, corong, erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 100 ml, labu tentukur 100

ml, neraca analitik, spektrofotometer HP/8453, pipet tetes, pipet volume 5 ml,

spatel.

3.3 Bahan- bahan

Kapsul Omeretik produksi PT. Mutiara Mukti Farma, baku pembanding

piroxikam dari Balai POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Medan, larutan HCl-

Metanol 0,1 N.

3.5 Prosedur kerja

3.5.1 Pembuatan Larutan Baku

1. Timbang seksama sejumlah 10,0 mg Piroxikam baku.

2. Masukkan ke labu tentukur 100 ml.

3. Tambahkan 50 ml HCl-Metanol 0,1 N, kocok sampai larut.

4. Tambahkan HCl-Metanol 0,1 N sampai garis tanda, kocok.

5. Pipet 5,0 ml larutan, masukkan ke labu tentukur 100 ml.

Universitas Sumatera Utara


6. Encerkan dengan HCl-Metanol 0,1 N sampai garis tanda, kocok (kons ± 5

µg/ml).

7. Ukur serapan larutan pembanding (A).

3.5.2 Pembuatan Larutan Uji

1. Ambil 20 mg kapsul, homogenkan di dalam mortir.

2. Timbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 10,0 mg.

Piroxikam, masukkan ke labu tentukur 100 ml.

3. Tambahkan 50 ml HCl-Metanol 0,1 N, kocok selama 15 menit.

4. Tambahkan HCl-Metanol 0,1 N sampai garis tanda, kocok dan saring.

5. Pipet 5,0 ml larutan, masukan ke labu tentukur 100 ml.

6. Encerkan dengan HCl-Metanol 0,1 N sampai garis tanda, kocok (kons ±

15 menit µg/ml).

7. Ukur serapan larutan uji (B).

3.5.3 Cara Penetapan

Ukur serapan Larutan Uji A dan B dalam kuvet pada panjang gelombang

serapan maksimum 334 nm dengan menggunakan HCl-Metanol 0,1 N sebagai

blanko.

3.5.4 Rumus Perhitungan

Universitas Sumatera Utara


Kadar Piroxikam dalam kapsul dihitung terhadap jumlah yang tertera

dalam etiket (% ).

Vu Fu Au Br Bb
x x x x x100%
Vb Fb Ab Bu Kc

Keterangan

Vu = Volume larutan uji (ml)

Vb = Volume larutan baku (ml)

Fu = Faktor pengenceran larutan uji

Fb = Faktor pengenceran larutan baku

Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Bb = Bobot baku yang di timbang (mg)

Bu = Bobot bahan uji yang di gunakan (mg)

Br = Bobot rata-rata 1 kapsul (mg)

Ke = Kandungan Piroxikam yang tertera pada etiket (mg).

BAB IV

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap kapsul piroxikam diproleh

kadar zat aktif sebagai berikut :

No SAMPEL KADAR %

1 K1 99,26 %

2 K2 99,26 %

3 K3 99,44 %

4.2 Pembahasan

Dari hasil penetapan kadar kapsul piroxikam 20 mg secara

spektrofotometri ultraviolet yang dilakukan dengan 3 kali perlakuan terhadap

nomor bets yang sama, diperoleh kadar sebagai berikut : K1 = 99,26%, K2 =

99,26%, K3 = 99,44%. Kadar piroxikam tersebut sesuai dengan persyaratan yang

ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, yaitu kapsul piroxikam

mengandung piroxikam C15H13N3O4S tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari

103,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Penetapan kadar kapsul piroxikam dilakukan secara spektrofotometri

ultraviolet. Piroxikam dilarutkan dalam HCl-Metanol 0,1 N dan kemudian diukur

Universitas Sumatera Utara


serapan larutan pada panjang gelombang maksimum 334 nm. Dalam penetapan

kadar dilakukan juga baku pembanding menggunakan baku pembanding

Farmakope Indonesia Edisi IV BPFI (Ditjen POM, 1995).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Sumatera Utara


5. 1 Kesimpulan

Dari hasil penetapan kadar secara spektrofotometri ultraviolet, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa kapsul piroxikam 20 mg yang diproduksi oleh

PT.MUTIFA telah memenuhi persyaratan kadar piroxikam yang ditetapkan oleh

Farmakope Indonesia Edisi IV, dimana persyaratannya adalah kapsul piroxikam

mengandung piroxikam C15H13N3O4S tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari

103,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Disarankan untuk memakai metode penetapan kadar yang lain yaitu

menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang sesuai

dengan Farmakope Indonesia Edisi IV.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm 59-60

Anief, M, (1991), Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat, Penerbit Gadjah
.......... .Mada University Press, Yogyakarta. Halaman 1, 3, dan 36.

Ansel, H. C, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. UI-Press,


Jakarta. Hlm 218 – 219

Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.


Andalas University Press, Padang. Hlm 1

Departemen Kesehatan RI, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Hlm 2,
3, 683, 999-1000, 1066, 1086

Gunawan, Gan, Sulistia dan Wilmana, Freddy. 2007. Farmakologi dan Terapi,
Penerbit Fakultas Kedokteran.Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Halaman 240-241

Indriyantoro, 2008. DOI (Data Obat di Indonesia). PT. Muliapurna Jayaterbit :


Jakarta. Hlm 424

Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8. Penerjemah


dan editor: Bagian Farmakologi FK UNAIR. Penerbit Salemba Medika,
Surabaya. Hlm 37-41

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta. Hlm 215-
217

Lachman, L, Lieberman, H. A., Kanig, J. L. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi


Industri II Edisi Ketiga. Penerjemah: Siti Suyatmi. UI-Press, Jakarta.
Hlm 795

Mulja, M., Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press,


Surabaya. Hlm 19, 21

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Hlm


240, 244-246

Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hlm
54-57

Lampiran 1

Universitas Sumatera Utara


PEMBUATAN LARUTAN HCl-Metanol LP (Larutan Pengencer)

X = 0,1 N

85 (x) ml asam klorida(p) dengan metanol(p) hingga 1000 ml (1L). Untuk

Memperoleh larutan X.

85 x 0,1 = 8,5 ml asam klorida pekat (HCl 37 %) ad Metanol pekat hingga 1000

ml (1L)

CARA KERJA :

Larutan 1000 ml (1L) + 100 ml metanol (p) + 8,5 ml HCl 37% (HCl (p)) + Metanol

(p) ad sampai 1 L (Ditjen POM, 1995 Hal 1133).

Lampiran 2

Universitas Sumatera Utara


No Batch : 0210116

Vu : 100

Vb : 100

Fu : 100/5

Fb : 100/5

Bb : 10

Ke : 20

Br : 239,05 mg

Bu : 119,5 mg

Ab : 0,43362

Au1 : 0,43060

Au2 : 0,43032

Au3 : 0,43111

Rumus penetapan kadar :

Vu Fu Au Br Bb
x x x x x100%
Vb Fb Ab Bu Kc

=
100 20 0,43060 239,05 10
x x x x x100%
100 20 0,43362 119,5 20

= 99,259 %

= 99,26 %

Universitas Sumatera Utara


Vu Fu Au Br Bb
x x x x x100%
Vb Fb Ab Bu Kc

=
100 20 0,43032 239,05 10
x x x x x100%
100 20 0,43362 119,5 20

= 99,259 %

= 99,26 %

Vu Fu Au Br Bb
x x x x x100%
Vb Fb Ab Bu Kc

=
100 20 0,43111 239,05 10
x x x x x100%
100 20 0,43362 119,5 20

= 99,44 %

Jadi,kadar rata-rata adalah :

99,26 + 99,26 + 99,44


= %
3

= 99,32 %

Kesimpulan kapsul piroxikam memenuhi persyaratan farmakope edisi IV yaitu

97,0%-103,0%.

=
100 20 0,43060 239,05 10
x x x x x100%
100 20 0,43362 119,5 20

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai