DISUSUN OLEH:
Mir’atun Nur Arifah (10411057)
PAI-B
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan karakter merupakan kajian mengenai pendidikan yang sedang
menjadi trend pada saat ini. Banyak orang dari berbagai lapisan, mulai dari
mahasiswa, guru, dosen, sampai pakar pendidikan tak bosan-bosan untuk
membahasnya. Minimnya pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak diduga
mempengaruhi munculnya berbagai permasalahan kepribadian yang banyak
merugikan orang lain, seperti korupsi, tawuran pelajar, suap menyuap, dan lain
sebagainya.
Pendidikan yang ada selama ini barulah merambah aspek kogitif anak, padahal
seluruh aspek lain dalam diri anak seperti aspek afektif dan psikomotorik juga butuh
dikembangkan secara seimbang. Hal itu bertujuan agar generasi penerus bangsa yang
nantinya terbentuk tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga
kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial. Karna itulah saat ini pemerintah dan
pakar-pakar pendidikan sedang gencar melakukan sosialsasi dan perombakan
berbagai kebijakan yang dirasa kurang sesuai dengan penanaman karakter, khususnya
kebijakan mengenai pendidikan. Mengenai apa dan bagaimana penanaman
pendidikan karakter akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian karakter dan pendidikan karakter?
2. Bagaimana mekanisme pembentukan karakter?
3. Apa esensi pendidikan karakter?
4. Bagaimana kaidah dan strategi pembentukan karakter?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian karakter dan pendidikan karakter?
2. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan karakter?
3. Untuk mengetahui esensi pendidikan karakter?
4. Untuk mengetahui kaidah dan strategi pembentukan karakter?
2
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan
dan pengetahuan bagi para mahasiswa yang juga merupakan calon guru, sehingga
nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi kegiatan
belajar mengajar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana prasarana, dan lain sebagainya. Guru
merupakan pembimbing yang dapat membantu membentuk dan mempengaruhi
karakter peserta didik. Sehingga guru dituntut untuk memiliki keteladanan yang
nantinya dapat dicontoh peserta didik. Keteladanan ini terdiri dari perilaku guru, cara
guru berbicara atau menyampaikan materi, cara guru bertoleransi, dan lain
sebagainya.
5
kemudian hari. Anak yang mendapat kesan baik dalam interaksinya di lingkungan
keluarga maka konsep diri anak akan menjadi baik pula, begitu juga sebaliknya.
Konsep diri inilah yang akan berdampak ketika si anak sudah tumbuh dewasa.
Hal yang diakui sebagai faktor yang mempengaruhi karakter adalah faktor
keturunan/gen. Jika tidak ada proses berikutnya yang memiliki pengaruh kuat, boleh
jadi faktor genetis inilai yang akan menjadi karakter anak. Munir mengemukakan
bahwa masih faktor lain yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang. Faktor-
faktor itu adalah makanan dan teman.
Membangun karakter anak merupakan proses yang terus menerus atau
berkesinambungan agar terbentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang
kondusif dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dilandasi dengan
nilai-nilai dan falsafah hidup. Sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
karakter sebenarnya dapat dibentuk.
6
“Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda: Anak itu pada hari ke tujuh dari
kelahirannya disembelihkan akikahnya, serta diberi nama dan disingkirkan dari
segala kotoran-kotoran. Jika ia telah berusia 6 tahun dia dididik beradab susila, jika
ia telah berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya dan jika telah beusia 13 tahun
dipukul agar mau shalat (diharuskan). Jika ia telah berusia 16 tahun boleh
dikawinkan, setelah itu ayah berjabatan tangan dengannya dan mengatakan: saya
telah mendidik, mengajar, dan mengawinkan kamu, saya mohon perlindungan
kepada Allah dari fitnah-fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat.” (H.R. Ibnu
Hibban)
a. Tauhid
Tahap pertama mengenai tauhid dapat diajarkan pada anak usia 0 sampai 2
tahun. Pada tahap ini, anak yang baru belajar berbicara diajarkan untuk
mengucapkan kalimat “La Ilaha Illallah” agar ucapan yang pertama kali ia
ucapkan dan suara yang pertama kali ia dengar adalah pengetahuan mengenai
keesaan Allah.
b. Adab
Penanaman adab dilakukan pada saat anak berusia 5 sampai 6 tahun. Nilai-
nilai karakter yang dapat diajarkan pada usia ini adalah jujur atau tidak
berbohong, mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mengenal mana
yang baik dan mana yang buruk, mengenal mana yang diperintah (diperbolehkan)
dan mana yang dilarang (tidak diperbolehkan). Sehingga nantinya anak dapat
mengenal mana yang baik, mana yang buruk dan mana yang diperbolehkan, mana
yang tidak diperbolehkan.
c. Tanggung jawab
Tanggung jawab diajarkan pada anak sejak usia 7 tahun. Selain itu karakter-
karakter lain yang dapat diajarkan pada usia ini adalah tertib dan disiplin. Hal ini
sesuai dengan hadis Rasulullah yang memerintahkan orang tua untuk mengajarkan
anak menjalankan shalat pada usia tersebut. Dengan kata lain, mendidik anak
untuk melaksanakan shalat sama dengan mendidiknya agar bertanggung jawab,
tertib, dan disiplin.
d. Kepedulian
7
Kependulian diajarkan pada anak sejak berusia 9 sampai 10 tahun. Karakter-
karakter yang ditanamkan terkait dengan kepedulian ini adalah peduli terhadap
orang lain, terutama teman-teman sebaya, menghormati orang yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda, menghormati hak-hak orang lain, menolong orang
lain, dan bekerja sama. Karakter-karakter tersebut penting untuk diajarkan agar
anak bisa bertanggung jawab kepada orang lain selain bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri dan juga dapat menumbuhkan nilai-nilai kepemimpinan.
e. Kemandirian
Kemandirian dapat diajarkan pada anak sejak berusia 11 sampai 12 tahun.
Kemandirian merupakan karakter lanjutan dari karakter-karakter lain yang
sebelumnya telah dimatangkan dalam diri anak. Sehingga ketika anak dididik
kemandirian, ia tidak hanya mengenal mana yang baik, mana yang buruk, namun
juga dapat menerapkannya dalam kehidupannya dan juga memahami konsekuensi
apabila ia melanggar aturan.
f. Bermasyarakat
Setelah anak berusia 13 tahun keatas, anak dapat dididik bermasyarakat. Pada
usia ini, anak dianggap sudah siap memasuki kondisi kehidupan masyarakat,
sehingga ia dapat bergaul dengan bekal karakter-karakter yang sudah tertanam
pada dirinya. Usia selanjutnya, yang perlu dilakukan hanyalah menyempurnakan
dan mengembangkan karakter-karakter tersebut.
8
2. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang
berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral
knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing).
Karna itulah pilar-pilar pendidikan karakter secara keseluruhan harus ditanamkan
pada anak secara seimbang. Pilar-pilar tersebut terdiri dari 3 hal:
a. Moral Knowing
Moral knowing atau pengetahuan mengenai kebaikan memiliki 6 unsur.
Keenam unsur tersebut adalah kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-
nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian mengambil
menentukan sikap, dan pengenalan diri.
b. Moral Loving atau Moral Feeling
Setelah memiliki pengetahuan moral, seorang anak harus memiliki kesadaran
jati diri dan bentuk sikap yang harus ia terapkan. Moral loving merupakan
aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Pedidikan mengenai
pilar ini lebih pada pemberian contoh, bukan pada pemberian pengetahuan
teoritis. Karakter yang termasuk dalam moral loving adalah percaya diri,
kepekaan terhadap derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri, dan
kerendahan hati.
9
a. Keteraturan interior di mana setiap tindakan di ukur berdasarkan hierarku
nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
b. Koherensi yang memberi kebenaran membuat seseorang teguh pada prinsip,
dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko.
c. Otonomi. Di sana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas
keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
d. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna
menginginkan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
4. Fungsi Pendidikan Karakter
Fungsi pendidikan karakter diantaranya adalah:
a. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik
b. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
c. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia
10
kulikuler. Karakter memiliki strategi yang dapat dilakukan melalui sikap-sikap
dalam pembentukannya. Sikap-sikap tersebut adalah:
a. Keteladanan
Dalam pembentukan pendidikan karakter keteladanan sangat diperlukan
agar apa yang diajarkan kepada siswa tidak dipahami sebagai teori saja. Karna
itulah guru dituntut untuk memenuhi standar kelayakan tertentu agar bisa
memberikan teladan pada siswa. Selain itu untuk menjadi orang yang bisa
diteladani, seorang guru tidak hanya memberikan contoh dalam melakukan
sesuatu, namun juga terkait dengan kebiasaan-kebiasaan atau segala hal yang
bisa diteladani. Seseorang yang dapat dijadikan teladan memiliki 3 kriteria,
yaitu:
1.) Siap menjadi cermin bagi diri sendiri ataupun orang lain
2.) Memiliki kompetensi minimal baik berupa sikap, ucapan, ataupun perilaku
sehingga dapat dijadikan cerminan baik bagi diri sendiri ataupun orang
lain.
3.) Memiliki kesamaan antara ucapan dengan tindakannya. Bagi seorang guru,
ia harusm memiliki komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang
diembannya.
b. Penanaman Kedisiplinan
Disiplin penting untuk ditegakkan agar sesuatu yang diinginkan dapat
tercapai tepat pada waktunya. Jika kedisiplinan lemah, maka motivasi
seseorang untuk melakukan sesuatu menjadi berkurang. Penegakan disiplin ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah peningkatan
motivasi, penegakan aturan, penerapan reward dan punishment.
c. Pembiasaan
Pedidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran
di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan.
Pembiasaan ini penting, sebagaimana ungkapan Dorothy Low Nolte yang
menggambarkan bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang
mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi
kebiasaan yang dihadapinya setiap hari.
d. Menciptakan Suasana yang Kondusif
Suasana yang kondusif merupakan modal awal dalam menciptakan
lingkungan yang memungkinkan untuk membangun karakter. Tanggung jawab
11
dalam penciptaan suasana yang kondusif ini ada pada orang-orang yang ada di
sekeliling anak, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, ataupun pemerintah.
e. Integrasi dan Internalisasi
Internalisasi diperlukan agar pendidikan karakter yang diajarkan pada
anak bisa mengkristal dalam dirinya dan dapat tumbuh dari dalam sehingga
dapat mewarnai seluruh aspek kehidupan. Internalisasi ini kemudian dapat
diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain baik di sekolah ataupun di luar
sekolah karena pendidikan karakter merupakan landasan dari seluruh aspek
dan tidak bisa dipisahkan dengan aspek lainnya.
12
Strategi ini mirip dengan strategi pemanduan, namun juga menggunakan
segala hal yang terkait dengan pendidikan karakter, misalnya pelatihan,
sambutan Kepala Sekolah pada upacara, dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Karakter merupakan sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri
seseorang yang mepengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari. Sedangkan
pendidikan karakter merupakan proses penanaman dan pengarahan agar peserta didik mampu
menjadi manusia seutuhnya dan berkarakter dalam berbagai dimensi. Mekanisme
pembentukan karakter terdiri dari proses pembentukan karakter dan tahap-tahap
pembentukan karakter. Proses pembentukan karakter dimulai sejak anak berusia 0 sampai 5
tahun, namun dalam penyempurnaan dan pengembangannya dibutuhkan waktu seumur
hidup. Tahap-tahap pendidikan karakter dapat di golongkan sesuai dengan tingkatan usia
anak agar sesuai pula dengan proses perkembangan dirinya.
Esensi pendidikan karakter terdiri dari tujuan, pilar-pilar, ciri dasar, dan fungsi
pendidikan karakter. Kaidah pendidikan karakter terdiri atas 5 hal, yaitu kaidah kebertahapan,
kaidah kesinambungan, kaidah momentum, kaidah motivasi instrinsik, dan kaidah
pembimbingan. Sedangkan strategi dalam penanaman pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, menciptakan suasana yang
kondusif, dan integrasi serta internalisasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.
Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah.
Yogyakarta: Pedagogia. 2010.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2011.
14