Anda di halaman 1dari 14

Pendidikan dan Pembentukan Karakter

Makalah ini disusun sebagai tugas


Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Sabarudin

DISUSUN OLEH:
Mir’atun Nur Arifah (10411057)
PAI-B

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012/2013

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan karakter merupakan kajian mengenai pendidikan yang sedang
menjadi trend pada saat ini. Banyak orang dari berbagai lapisan, mulai dari
mahasiswa, guru, dosen, sampai pakar pendidikan tak bosan-bosan untuk
membahasnya. Minimnya pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak diduga
mempengaruhi munculnya berbagai permasalahan kepribadian yang banyak
merugikan orang lain, seperti korupsi, tawuran pelajar, suap menyuap, dan lain
sebagainya.
Pendidikan yang ada selama ini barulah merambah aspek kogitif anak, padahal
seluruh aspek lain dalam diri anak seperti aspek afektif dan psikomotorik juga butuh
dikembangkan secara seimbang. Hal itu bertujuan agar generasi penerus bangsa yang
nantinya terbentuk tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual saja, tetapi juga
kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial. Karna itulah saat ini pemerintah dan
pakar-pakar pendidikan sedang gencar melakukan sosialsasi dan perombakan
berbagai kebijakan yang dirasa kurang sesuai dengan penanaman karakter, khususnya
kebijakan mengenai pendidikan. Mengenai apa dan bagaimana penanaman
pendidikan karakter akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian karakter dan pendidikan karakter?
2. Bagaimana mekanisme pembentukan karakter?
3. Apa esensi pendidikan karakter?
4. Bagaimana kaidah dan strategi pembentukan karakter?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian karakter dan pendidikan karakter?
2. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan karakter?
3. Untuk mengetahui esensi pendidikan karakter?
4. Untuk mengetahui kaidah dan strategi pembentukan karakter?

2
D. Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan
dan pengetahuan bagi para mahasiswa yang juga merupakan calon guru, sehingga
nantinya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi kegiatan
belajar mengajar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter


1. Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani “character” yang berakar dari diksi dari
“charassein” yang berarti memahat atau mengukir, sedangkan dalam bahasa Latin
karakter bermakna memberikan tanda. Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter
diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain. Karakter juga dapat diibaratkan seperti
sebuah ukiran. Sebuah ukiran akan melekat kuat pada benda yang diukir dan tidak
mudah termakan waktu. Sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan disebut sebagai
karakter.
Sedangkan definisi pendidikan karakter menurut para ahli diantaranya:
a. Menurut Hornby & Parnwell, karakter adalah kualitas mental atau moral,
kekuatan moral, nama atau reputasi.
b. Menurut Hermawan Kertajaya, karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh
suatu benda atau individu. Ciri khas ini asli dan mengakar pada benda atau
individu, sehingga mempengaruhi perilaku dan pemikiran sehari-harinya.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan


sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri seseorang yang
mepengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada


warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan
kamil.
Semua komponen pendidikan harus dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah isi kurikulum,
proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,

4
pengelolaan sekolah, pemberdayaan sarana prasarana, dan lain sebagainya. Guru
merupakan pembimbing yang dapat membantu membentuk dan mempengaruhi
karakter peserta didik. Sehingga guru dituntut untuk memiliki keteladanan yang
nantinya dapat dicontoh peserta didik. Keteladanan ini terdiri dari perilaku guru, cara
guru berbicara atau menyampaikan materi, cara guru bertoleransi, dan lain
sebagainya.

Pendidikan karakter juga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang


mengembangkan karakter yang mulia dari peserta didik dengan mempraktikkan dan
mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam
hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya.
Selain itu, pengertian pendidikan karakter menurut para ahli diantaranya adalah:

a. Menurut Screnko, pendidikan karakter adalah upaya sungguh-sungguh dengan cara


dimana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui
keteladanan, kajian,dan praktik emulasi atau usaha yang maksimal untuk
mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari.
b. Menurut Lickona, pendidikan karakter adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk
membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-
nilai atis.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan proses penanaman
dan pengarahan agar peserta didik mampu menjadi manusia seutuhnya dan
berkarakter dalam berbagai dimensi.

B. Mekanisme Pembentukan Karakter


1. Proses Pembentukan Karakter
Pondasi awal terbentuknya karakter sebenarnya sudah dimulai sejak anak baru
lahir sampai usia 3 atau 5 tahun. Pada masa itu anak masih menggunakan pikiran
bawah sadar karena kemampuan penalarannya belum tumbuh. Sehingga ia akan
menerima begitu saja semua informasi dan stimulus yang diberikan padanya.
Pembentukan karakter tidak bisa berhenti begitu saja, karena merupakan proses yang
berlangsung seumur hidup. Orang tua dan lingkungan keluargalah yang berperan
penting dalam peletakan pondasi ini. Keluarga merupakan pendidik utama dan
pertama dalam kehidupan anak karena dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan
untuk pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di

5
kemudian hari. Anak yang mendapat kesan baik dalam interaksinya di lingkungan
keluarga maka konsep diri anak akan menjadi baik pula, begitu juga sebaliknya.
Konsep diri inilah yang akan berdampak ketika si anak sudah tumbuh dewasa.
Hal yang diakui sebagai faktor yang mempengaruhi karakter adalah faktor
keturunan/gen. Jika tidak ada proses berikutnya yang memiliki pengaruh kuat, boleh
jadi faktor genetis inilai yang akan menjadi karakter anak. Munir mengemukakan
bahwa masih faktor lain yang juga dapat mempengaruhi karakter seseorang. Faktor-
faktor itu adalah makanan dan teman.
Membangun karakter anak merupakan proses yang terus menerus atau
berkesinambungan agar terbentuk tabiat, watak, dan sifat-sifat kejiwaan yang
kondusif dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta dilandasi dengan
nilai-nilai dan falsafah hidup. Sehingga dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
karakter sebenarnya dapat dibentuk.

2. Tahap-Tahap Pembentukan Karakter


Pendidikan karakter anak haruslah disesuaikan dengan usia anak, karena nilai
karakter atau moral yang berkembang pada tiap individu mengikuti perkembangan
usia dan konteks sosialnya.
Tahap-tahap perkembangan kesadaran dan pelaksanaan aturan menurut Piaget:
a. Tahapan pada domain kesadaran aturan:
 Usia 0-2 tahun: aturan dirasakan sebagai hal yang tidak bersifat memaksa
 Usia 2-8 tahun: aturan disikapi bersifat sakral dan diterima tanpa pemikiran
 Usia 8-12 tahun: aturan diterima sebagai hasil kesepakatan
b. Tahapan pada domain pelaksanaan aturan:
 Usia 0-2 tahun: aturan dilakukan hanya bersifat motorik
 Usia 2-6 tahun: aturan dilakukan dengan orientasi diri sendiri
 Usia 6-10 tahun: aturan dilakukan sesuai kesepakatan.
 Usia 10-12 tahun: aturan dilakukan karena sudah dihimpun.
Selain itu, Islam juga memiliki pandangan tersendiri dalam tahapan
pengembangan dan pembentukan karakter anak. Menurut Islam, pembentukan
dan pengembangan karakter bisa dimulai sedini mungkin. Hal ini sesuai dengan
hadis-hadis Rasulullah mengenai pendidikan untuk anak. Diantara hadis tersebut
adalah:

“Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan seorang anak, kalimat La Ilaha


illallah. Dan bacakan kepadanya menjelang maut, kalimat La Ilaha illallah.” (H.R.
Ibnu Abbas)

6
“Anas berkata bahwa Rasulullah bersabda: Anak itu pada hari ke tujuh dari
kelahirannya disembelihkan akikahnya, serta diberi nama dan disingkirkan dari
segala kotoran-kotoran. Jika ia telah berusia 6 tahun dia dididik beradab susila, jika
ia telah berumur 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya dan jika telah beusia 13 tahun
dipukul agar mau shalat (diharuskan). Jika ia telah berusia 16 tahun boleh
dikawinkan, setelah itu ayah berjabatan tangan dengannya dan mengatakan: saya
telah mendidik, mengajar, dan mengawinkan kamu, saya mohon perlindungan
kepada Allah dari fitnah-fitnahan di dunia dan siksaan di akhirat.” (H.R. Ibnu
Hibban)

Tahap-tahap pendidikan karakter menurut Islam:

a. Tauhid
Tahap pertama mengenai tauhid dapat diajarkan pada anak usia 0 sampai 2
tahun. Pada tahap ini, anak yang baru belajar berbicara diajarkan untuk
mengucapkan kalimat “La Ilaha Illallah” agar ucapan yang pertama kali ia
ucapkan dan suara yang pertama kali ia dengar adalah pengetahuan mengenai
keesaan Allah.
b. Adab
Penanaman adab dilakukan pada saat anak berusia 5 sampai 6 tahun. Nilai-
nilai karakter yang dapat diajarkan pada usia ini adalah jujur atau tidak
berbohong, mengenal mana yang benar dan mana yang salah, mengenal mana
yang baik dan mana yang buruk, mengenal mana yang diperintah (diperbolehkan)
dan mana yang dilarang (tidak diperbolehkan). Sehingga nantinya anak dapat
mengenal mana yang baik, mana yang buruk dan mana yang diperbolehkan, mana
yang tidak diperbolehkan.
c. Tanggung jawab
Tanggung jawab diajarkan pada anak sejak usia 7 tahun. Selain itu karakter-
karakter lain yang dapat diajarkan pada usia ini adalah tertib dan disiplin. Hal ini
sesuai dengan hadis Rasulullah yang memerintahkan orang tua untuk mengajarkan
anak menjalankan shalat pada usia tersebut. Dengan kata lain, mendidik anak
untuk melaksanakan shalat sama dengan mendidiknya agar bertanggung jawab,
tertib, dan disiplin.
d. Kepedulian

7
Kependulian diajarkan pada anak sejak berusia 9 sampai 10 tahun. Karakter-
karakter yang ditanamkan terkait dengan kepedulian ini adalah peduli terhadap
orang lain, terutama teman-teman sebaya, menghormati orang yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda, menghormati hak-hak orang lain, menolong orang
lain, dan bekerja sama. Karakter-karakter tersebut penting untuk diajarkan agar
anak bisa bertanggung jawab kepada orang lain selain bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri dan juga dapat menumbuhkan nilai-nilai kepemimpinan.
e. Kemandirian
Kemandirian dapat diajarkan pada anak sejak berusia 11 sampai 12 tahun.
Kemandirian merupakan karakter lanjutan dari karakter-karakter lain yang
sebelumnya telah dimatangkan dalam diri anak. Sehingga ketika anak dididik
kemandirian, ia tidak hanya mengenal mana yang baik, mana yang buruk, namun
juga dapat menerapkannya dalam kehidupannya dan juga memahami konsekuensi
apabila ia melanggar aturan.
f. Bermasyarakat
Setelah anak berusia 13 tahun keatas, anak dapat dididik bermasyarakat. Pada
usia ini, anak dianggap sudah siap memasuki kondisi kehidupan masyarakat,
sehingga ia dapat bergaul dengan bekal karakter-karakter yang sudah tertanam
pada dirinya. Usia selanjutnya, yang perlu dilakukan hanyalah menyempurnakan
dan mengembangkan karakter-karakter tersebut.

C. Esensi Pendidikan Karakter


1. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter menurut Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar
permana adalah:
a. Memfasilitasi pennguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga
terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah
proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara bersama.

8
2. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter
William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang
berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang kebaikan itu (moral
knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan (moral doing).
Karna itulah pilar-pilar pendidikan karakter secara keseluruhan harus ditanamkan
pada anak secara seimbang. Pilar-pilar tersebut terdiri dari 3 hal:
a. Moral Knowing
Moral knowing atau pengetahuan mengenai kebaikan memiliki 6 unsur.
Keenam unsur tersebut adalah kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-
nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian mengambil
menentukan sikap, dan pengenalan diri.
b. Moral Loving atau Moral Feeling
Setelah memiliki pengetahuan moral, seorang anak harus memiliki kesadaran
jati diri dan bentuk sikap yang harus ia terapkan. Moral loving merupakan
aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Pedidikan mengenai
pilar ini lebih pada pemberian contoh, bukan pada pemberian pengetahuan
teoritis. Karakter yang termasuk dalam moral loving adalah percaya diri,
kepekaan terhadap derita orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri, dan
kerendahan hati.

c. Moral Doing atau Moral Acting


Manusia adalah makhluk sosial, ia tidak bisa hidup tanpa orang lain. Karna
itulah seorang dituntut untuk dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang
lain. Moral doing lebih terkait pada bagaimana seseorang dapat melakukan
kebaikan, sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain.
Selain itu menurut Character Counts di Amerika, pilar karakter dapat
diidentifikasi menjadi 10 pilar yaitu dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian,
tanggung jawab, jujur, peduli, kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, dan
integritas.

3. Ciri Dasar Pendidikan Karakter


Ciri dasar pendidikan karakter menurut Foerster ada 4, yaitu:

9
a. Keteraturan interior di mana setiap tindakan di ukur berdasarkan hierarku
nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.
b. Koherensi yang memberi kebenaran membuat seseorang teguh pada prinsip,
dan tidak mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut resiko.
c. Otonomi. Di sana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas
keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
d. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna
menginginkan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
4. Fungsi Pendidikan Karakter
Fungsi pendidikan karakter diantaranya adalah:
a. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan
berperilaku baik
b. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
c. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia

D. Kaidah dan Strategi Pembentukan Karakter


1. Kaidah Pembentukan Karakter
Menurut Anis Matta ada 5 kaidah dalam pembentukan karakter, khususnya
dalam membentuk karakter Muslim. Kelima kaidah tersebut adalah:
a. Kaidah kebertahapan
Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara
bertahap. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan hasil.
b. Kaidah kesinambungan
Proses yang berkesinambungan nantinya akan membentuk rasa dan warna
berpikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya
menjadi karakter pribadinya yang khas.
c. Kaidah momentum
Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan
latihan. Misalnya bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar,
kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya.
d. Kaidah motivasi instrinsik
Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya
benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Pendidikan harus menanamkan
motivasi/keinginan yang kuat dan “lurus” serta melibatkan aksi fisik yang
nyata.
e. Kaidah pembimbingan
Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang
guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk
memantau dan mengevaluasi perkembangan seseorang.

2. Strategi Pembentukan Karakter


Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan dan dapat
berupa berbagai kegiatan yang dilakukan secara intra kulikuer maunpun ekstra

10
kulikuler. Karakter memiliki strategi yang dapat dilakukan melalui sikap-sikap
dalam pembentukannya. Sikap-sikap tersebut adalah:
a. Keteladanan
Dalam pembentukan pendidikan karakter keteladanan sangat diperlukan
agar apa yang diajarkan kepada siswa tidak dipahami sebagai teori saja. Karna
itulah guru dituntut untuk memenuhi standar kelayakan tertentu agar bisa
memberikan teladan pada siswa. Selain itu untuk menjadi orang yang bisa
diteladani, seorang guru tidak hanya memberikan contoh dalam melakukan
sesuatu, namun juga terkait dengan kebiasaan-kebiasaan atau segala hal yang
bisa diteladani. Seseorang yang dapat dijadikan teladan memiliki 3 kriteria,
yaitu:
1.) Siap menjadi cermin bagi diri sendiri ataupun orang lain
2.) Memiliki kompetensi minimal baik berupa sikap, ucapan, ataupun perilaku
sehingga dapat dijadikan cerminan baik bagi diri sendiri ataupun orang
lain.
3.) Memiliki kesamaan antara ucapan dengan tindakannya. Bagi seorang guru,
ia harusm memiliki komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang
diembannya.
b. Penanaman Kedisiplinan
Disiplin penting untuk ditegakkan agar sesuatu yang diinginkan dapat
tercapai tepat pada waktunya. Jika kedisiplinan lemah, maka motivasi
seseorang untuk melakukan sesuatu menjadi berkurang. Penegakan disiplin ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah peningkatan
motivasi, penegakan aturan, penerapan reward dan punishment.
c. Pembiasaan
Pedidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan melalui mata pelajaran
di kelas, tetapi sekolah dapat juga menerapkannya melalui pembiasaan.
Pembiasaan ini penting, sebagaimana ungkapan Dorothy Low Nolte yang
menggambarkan bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang
mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi
kebiasaan yang dihadapinya setiap hari.
d. Menciptakan Suasana yang Kondusif
Suasana yang kondusif merupakan modal awal dalam menciptakan
lingkungan yang memungkinkan untuk membangun karakter. Tanggung jawab

11
dalam penciptaan suasana yang kondusif ini ada pada orang-orang yang ada di
sekeliling anak, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, ataupun pemerintah.
e. Integrasi dan Internalisasi
Internalisasi diperlukan agar pendidikan karakter yang diajarkan pada
anak bisa mengkristal dalam dirinya dan dapat tumbuh dari dalam sehingga
dapat mewarnai seluruh aspek kehidupan. Internalisasi ini kemudian dapat
diintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan lain baik di sekolah ataupun di luar
sekolah karena pendidikan karakter merupakan landasan dari seluruh aspek
dan tidak bisa dipisahkan dengan aspek lainnya.

Sedangkan strategi pembentukan karakter yang biasanya digunakan di negara


maju diantaranya adalah:

a. Strategi pemanduan (cheerleading)


Strategi ini menggunakan media poster atau spanduk yang di pasang di papan
pengumuman yang di up-date setiap bulan tentang berbagai nilai kebajikan,
slogan atau moto tentang karakter atau nilai.
b. Pujian dan hadiah (praise and reward)
Landasan yang digunakan dalam strategi ini adalah pemikiran yang positif dan
menerapkan peguatan positif, sehingga ingin menunjukkan anak yang sedang
berbuat baik.
c. Definisikan dan latihkan (define and drill)
Cara kerja strategi ini adalah dengan meminta siswa mengingat tentang nilai-
nilai kebaikan dan mendefinisikannya sehingga nilai-nilai moral siswa dapat
terlihat dari perkembangan kognitifnya.
d. Penegakan disiplin (forced formality)
Strategi ini pada prinsipnya ingin menedakkan disiplin dan melakukan
pembiasaan kepada siswa untuk secara rutin melakukan sesuatu yang bernilai
moral. Contohnya mengucapkan salam, berbaris saat masuk kelas, dan lain
sebagainya.
e. Perangai bulan ini (traits of the month)

12
Strategi ini mirip dengan strategi pemanduan, namun juga menggunakan
segala hal yang terkait dengan pendidikan karakter, misalnya pelatihan,
sambutan Kepala Sekolah pada upacara, dan lain sebagainya.

BAB III

KESIMPULAN

Karakter merupakan sesuatu mendasar dan bersifat abstrak yang ada dalam diri
seseorang yang mepengaruhi sikap, tindakan, dan cara berfikir sehari-hari. Sedangkan
pendidikan karakter merupakan proses penanaman dan pengarahan agar peserta didik mampu
menjadi manusia seutuhnya dan berkarakter dalam berbagai dimensi. Mekanisme
pembentukan karakter terdiri dari proses pembentukan karakter dan tahap-tahap
pembentukan karakter. Proses pembentukan karakter dimulai sejak anak berusia 0 sampai 5
tahun, namun dalam penyempurnaan dan pengembangannya dibutuhkan waktu seumur
hidup. Tahap-tahap pendidikan karakter dapat di golongkan sesuai dengan tingkatan usia
anak agar sesuai pula dengan proses perkembangan dirinya.

Esensi pendidikan karakter terdiri dari tujuan, pilar-pilar, ciri dasar, dan fungsi
pendidikan karakter. Kaidah pendidikan karakter terdiri atas 5 hal, yaitu kaidah kebertahapan,
kaidah kesinambungan, kaidah momentum, kaidah motivasi instrinsik, dan kaidah
pembimbingan. Sedangkan strategi dalam penanaman pendidikan karakter dapat dilakukan
dengan keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, menciptakan suasana yang
kondusif, dan integrasi serta internalisasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, M. Furqon. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta:


Yuma Pustaka. 2010.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2012.

Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah.
Yogyakarta: Pedagogia. 2010.

Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter dalam


Mata Pelajaran. Yogyakarta: Familia. 2011.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2011.

14

Anda mungkin juga menyukai