Anda di halaman 1dari 24

Penerapan Berbagai Macam

PCR
(RAPD, RFLP, Nested PCR, RT PCR,
Multiplex PCR) Dalam Bidang Kesehatan
Kelompok 4
➢ Fitra Syawal
➢ Delita Shinta
➢ Kamelia Husen
➢ Putri Dwi Lestari
➢ Stessi Christisni Saliani
➢ Beatrix Dolfince Atanay
➢ Angeli Margin Valensia Loupatty
➢ Shanaz Alya Wafiq Asifa
➢ Garnetha Viralda Sihasale
Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)

❖ Metode RFLP adalah metode analisis menggunakan enzim restriksi dalam

mengidentifikasi sekuen-sekuen DNA.


❖ Enzim restriksi adalah suatu endonuklease yang dapat memotong molekul

DNA pada urutan nukleotida tertentu.


Tujuan Pemanfaatan Enzim Restriksi, di
antaranya :
3
Identifikasi mutasi titik yang sudah diketahui
1 dalam penerapan diagnosis tingkat molekul
Untuk mempelajari polimorfisme atau suatu penyakit metabolism atau penyakit
perbedaan urutan nukleotida suatu infeksi.
fragmen DNA antar individu.
4
2
Karakterisasi DNA hasil kloning dengan
Untuk persiapan DNA sisipan dalam elektroforesis agarosa.
proses Teknik DNA Rekombinan (TDR)
atau kloning.
● Teknik ini dapat digunakan untuk aplikasi data
polimorfisme dalam studi antropologi molekul dan
untuk kebutuhan forensik dalam hal menentukan dan
mengetahui hubungan antarindividu.

● Selain itu, metode RFLP sangat


berguna untuk identifikasi penyakit-
penyakit genetik, walaupun secara fenotipe atau
manifestasi klinis belum terlihat tetapi secara genetik
sudah menunjukkan adanya mutasi.
Contoh Kasus: Deteksi Variasi Genetik Gen Interleukin (IL-6) Dengan Metode (RFLP) Pada
Sampel Klinis Tuberkulosis

Telah dilakukan penelitian mengenai Deteksi Variasi Genetik Gen Interleukin-6 (IL-6) dengan Metode (RFLP) Pada
Sampel Klinis Tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya variasi genetik gen Interleukin-6 pada
sampel klinis Tuberkulosis. Variasi genetik gen IL-6 ditandai dengan terjadinya polimorfisme gen Interleukin (IL-6)
pada lokus 3’ CATG dengan metode (RFLP) pada sampel klinis Tuberkulosis Paru (darah penderita) dan sampel klinis
non Tuberkulosis Paru (darah orang sehat). Ekstraksi DNA dari sampel klinis tuberkulosis paru dilakukan dengan
menggunakan Metode Boom. Sampel yang telah diekstraksi kemudian diamplifikasi pada (PCR) dengan ukuran 360
bp. Hasil amplifikasi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease NlaIII. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variasi genetik gen Interleukin-6 (IL-6) pada sampel klinis Tuberkulosis tidak terdeteksi
menggunakan metode RFLP. Variasi genetik ditandai dengan polimorfisme gen Interleukin-6 (IL-6) pada situs
pemotongan CATG. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa ekstraksi sampel
darah dengan metode Boom tidak terdeteksi adanya variasi genetik gen Interleukin-6 (IL-6) dengan metode RFLP
menggunakan enzim restriksi NlaIII.
Nested Polymerase Chain Reaction (Nested PCR)
● Nested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan
bantuan enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer PCR untuk
mengamplifikasi fragmen.

● Pasangan primer yang pertama akan mengamplifikasi fragmen yang cara kerjanya sama
dengan primer pada umumnya. Sedangkan primer yang kedua biasanya disebut primer
perangsan (sepesang primer tersebut terletak di dalam fragmen pertama), yang
berkaitan dalam fragmen produk PCR yang pertama untuk memungkinkan terjadinya
amplifikasi produk PCR kedua dimana hasilnya lebih pendek dari yang pertama.
Mekanisme Kerja
● Prinsip kerja PCR terangsang tidak jauh berbeda dengan PCR biasa, tetapi PCR
terangsang akan bekerja menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi
fragmen DNA spesifik memalui dua proses PCR secara terpisah.
● DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan, dimana sepasang
primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di
antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama.
● Kemudian produk PCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana
pasangan primer kedua (primer tersarang) akan mengenali sekuen DNA spesifik yang
berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di
antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek
daripada sekuens DNA hasil PCR pertama
Aplikasi Teknik Nested PCR
PCR tersarang memiliki aplikasi yang luas dalam bidang kesehatan dan
identifikasi parasite. Karena PCR tersarang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi
dibanding PCR biasa, hasil yang didapat akan lebih akurat. Keakuratan PCR tersarang karena
daerah yang diinginkan akan diamplifikasi dua kali, dengan dua set primer. Beberapa contoh
aplikasinya antara lain adalah dalam mendiagnosis penyakit tuberkulosis luar paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, deteksi Taenia solium pada penyakit taeniasis dan
diagnosis leptospirosis.
Contoh kasus Nested PCR
● Penelitian sensitivitas dan spesifisitas menggunakan nested polymerase chain reaction (nested
PCR) untuk mendeteksi keberadaan DNA Coxiella burnetii (C. burnetii). Nested PCR
menggunakan primer eksternal (OMP1, OMP2) dan internal (OMP3, OMP4), didisain dari
sekuen nukleotida gen com 1 yang mengkode OMP 27 kD serta digunakan untuk
mengamplifikasi fragmen sepanjang 501 pb dan 438 pb. Nested PCR mempunyai tingkat
sensitivitas 50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan PCR yang hanya menggunakan primer
eksternal. Hasil uji sensitivitas didapat limit deteksi nested PCR menggunakan DNA murni
mencapai 300 pg/µl. Berdasarkan uji spesifisitas, nested PCR hanya dapat mendeteksi DNA C.
burnetii dan tidak terjadi hibridisasi silang dengan DNA Brucella abortus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Campylobacter Jejuni. Nested PCR sudah digunakan sebagai
metode diagnosis untuk penyakit Q fever yang disebabkan oleh C. burnetii.
RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA
● RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) adalah aplikasi PCR yang digunakan untuk untuk
mendeteksi adanya suatu polimorfisme DNA dalam suatu populasi atau antarpopulasi.
Penanda RAPD pertama kali ditemukan untuk mendeteksi adanya polimorfisme dalam suatu
segmen DNA.

● teknik PCR RAPD dapat mendeteksi DNA polimorfik yang disebabkan oleh tidak adanya
amplifikasi pada suatu lokus yang disebabkan oleh adanya perbedaan urutan basa
nukleotida pada titik penempelan primer. Hal ini akan menyebabkan primer tidak dapat
menempel pada bagian tersebut sehingga tidak terjadi amplifikasi. Polimorfisme yang
dihasilkan dengan teknik PCR RAPD disebabkan adanya perubahan basa nukleotida, delesi,
dan insersi
● Prinsip kerja dari metode PCR RAPD adalah mengaplikasikan PCR dengan cara
mengamplifikasi urutan nukleotida dengan menggunakan primer acak. Primer yang
digunakan adalah oligonukleotida yang terdiri dari 5–10 nukleotida.

● Keunggulan dari teknik PCR RAPD adalah hanya dibutuhkan kuantitas sampel DNA yang
sedikit, hemat biaya, mudah dipelajari, dan primer yang mudah didapatkan. Sedangkan
kelemahannya adalah tingkat reproduksibilitasnya rendah, sensitif terhadap variasi
konsentrasi DNA, dan memerlukan optimasi suhu dan primer pada saat pengujian
RAPD digunakan untuk :
● Pendeteksian polimorfisme pada parasitoid
● Pola pewarisan dengan marker RAPD
● Pemeriksaan asal populasi
● Asal geografi seranggga hama
● Diagnosis spesies yang saling berhubungan
● Membantu mengenal karakter morfologi untuk membedakan bermacam-macam spesies.
● Membantu menetapkan suatu spesies
● Mengiidentifikasi keanekaragaman genetic suatu organisme
Contoh Kasus Metode RAPD PCR
● Contoh kasus yaitu : Variasi Genetik (Polimorfisme) Anopheles barbirostris
Dengan Menggunakan Metode PCR-RAPD

● Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Beberapa


jenis nyamuk Anopheles telah terkonfirmasi sebagai vektor malaria dan dapat
ditemukan di berbagai ekosistem baik di pedalaman maupun pegunungan. Tingkat
polimorfisme yang tinggi memiliki kecenderungan untuk bertahan hidup di alam
lebih baik, sehingga berpeluang untuk dapat berkembangbiak dan menularkan
penyakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai variasi genetik (polimorfisme)
Anopheles barbirostris pada ekosistem pedalaman dan pegunungan di Kabupaten
Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah.
Lanjutan . . . . .
● Metode pemeriksaan DNA yang digunakan adalah Random Amplified
Polymorphic DNA Polymerase Chain Reaction (RAPD PCR), yaitu dengan
melihat pola pita polimorfik dan pita monomorfik. Analisis data dilakukan
secara deskriptif dan diolah menggunakan program NTSys-PC. Hasil studi
menunjukkan adanya polimorfisme nyamuk An.barbirostris. Polimorfisme
spesies nyamuk ini pada ekosistem pedalaman sebesar 57 % dan
monomorfisme sebesar 43 %. Pada ekosistem pegunungan terdapat
polimorfisme An.barbirostris sebesar 53 % dan monomorfisme sebesar 47
%. secara umum individu An. barbirostris di ekosistem pedalaman dan di
ekosistem pegunungan cenderung memiliki kesamaan genetik.
REVERSE TRANSCRIPTION POLYMERASE CHAIN REACTION (RT PCR)
• RT PCR merupakan singakatan dari reverse transcription polymerase chain
reaction. Ini merupakan teknik yang digunakan dalam studi genetik yang
memungkinkan untuk deteksi dan kunatifikasi mRNA.

• Metode sensitif yang menunjukan ada tidaknya gen tertentu yang di ekspresikan
pada sampel tertentu

• RT PCR digunakan untuk mendeteksi ekspresi gen secara kualitatif melalui


pembuatan transkrip DNA komplementer dari RNA. qPCR digunakan untuk
mengukur amplifikasi DNA secara kuantitatif menggunakan probe fluoresen
• Prinsip RT PCR adalah template RNA pertama-tama diubah menjadi DNA
komplementer (cDNA) menggunakan reverse transkripsi cDNA kemudian
digunakan sebagai template untuk amplifikasi eksponensial menggunakan
PCR.

• Keunggulan dari metode RT PCR adalah mampu


mengamplifikasi/memperbanyak sekaligus menghitung (kuantifikasi)
jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi secara real time.

• Kelemahan dari metode RT PCR ini adalah memerlukan peralatan dan


reagen yang mahal serta pemahaman teknik yang baik dan benar.
Contoh kasus RT PCR
● Sampai saat ini infeksi rabies masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Kasus rabies dari berbagai wilayah
Indonesia masih dilaporkan dari tahun ke tahun. Dalam waktu 10 tahun sejak tahun 1996-2006 jumlah kematian
akibat rabies berkisar antara 0,5 – 1% kasus. Saat ini penyakit rabies telah tersebar di 24 provinsi dengan jumlah
kasus gigitan hewan penular rabies dan kasus kematian karena rabies yang tinggi mencapai 100% di Indonesia.5
Jumlah kematian akibat rabies pada tahun 2011 sebanyak 2 orang dari 546 kasus gigitan hewan penular rabies.
Pada tahun 2012, tidak ada laporan kematian pada 138 kasus gigitan hewan penular rabies. Namun pada tahun
2013, 15 dari 16.258 kasus gigitan hewan penular rabies meninggal.
● Diagnosis rabies pada manusia dapat dilakukan menggunakan spesimen jaringan otak atau cairan otak dengan
metode FAT karena lebih sensitif dan spesifik mendeteksi virus rabies namun tidak dapat digunakan untuk
mendeteksi virus rabies pada saat ante mortem.8 Deteksi virus rabies menggunakan metode RT-PCR dinilai
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk pemeriksaan ante-mortem.9,1 RT-PCR merupakan metode
yang mudah dilakukan dengan waktu pengerjaan yang lebih cepat dibandingkan dengan FAT dan MIT. Hal ini
merupakan kelebihan metode RT-PCR dibandingkan metode pemeriksaan lainnya sehingga deteksi virus rabies
pada kasus manusia tersangka tertular rabies melalui gigitan hewan penular rabies (GHPR) dapat dilakukan lebih
cepat. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penggunaan RT-PCR untuk deteksi virus rabies pada kasus
tersangka rabies yang ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies
“MULTIPLEX PCR”
Multiplex PCR adalah adaptasi dari teknik PCR yang memungkinkan
amplifikasi secara simultan dari berbagai sekuen gen. Multiplex PCR berisi
berbagai macam set primer dengan campuran reagen PCR tunggal untuk
memproduksi amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik terhadap sekuens
DNA yang berbeda. Dengan pentargetan gen sekaligus, informasi tambahan
dapat diperoleh dari running-test tunggal yang tidak akan membutuhkan
beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan. Temperatur
pada tahapan annealing harus dioptimasi untuk tiap set primer agar dapat
bekerja dengan baik dalam suatu reaksi tunggal, serta ukuran amplikon.
Dengan demikian, panjang suatu pasangan basa harus berbeda dan dapat
membentuk pita yang berbeda ketika diamati dengan elektroforesis gel
agarosa.
Multiplex PCR
Factor yang mempengaruhi jalannya
digunakan untuk mengamplifikasi banyak Multiplex PCR
target fragmen DNA dalam satu kali reaksi PCR.
Kuncinya adalah penggunaan primer dalam ● Suhu annealing adalah suhu
jumlah banyak yang telah dioptimasi
yangdiperlukan untuk primer berhasil
berdasarkan suhu terbaik dari masing-masing
primer. Metode ini biasanya diaplikasikan
menempelpada DNA target. Suhu
dalam banyak studi genotiping, mutasi, dan annealing yang terlalurendah dari suhu
analisis polimorfisme, analisis STR (Short optimum, maka akanmenyebabkan
Tandem Repeat) mikrosatelit, deteksi patogen terjadinya false priming, dan jikasuhu
dan GMO. Di laboratorium dapat digunakan annealing lebih tinggi dari
sebagai dasar membedakan terhadap jenis- suhuoptimumnya, maka primer tidak
jenis bakteri penyebab penyakit yang sama.
dapatmenempel pada DNA target
sehingga proses PCRtidak berhasil
Contoh Kasus Metode Multiplex PCR
kasus multidrug resistant tuberculosis(MDR-TB)MDR-TB merupakan kasus bakteri yang resisten minimal
terhadap dua jenis obat anti tuberkulosis (OAT) lini pertama, yakni rifampisin dan isoniazid. Kasus MDR-TB
merupakan bentuk spesifik dari TB resisten obat yang terjadi jika bakteri TB resisten terhadap
setidaknya isoniazid dan rifampisin, dua jenis obat anti tuberkulosis yang memiliki efektivitas paling
tinggi dan utama digunakan. Resistensi obat terjadi akibat penggunaan OAT yang tidak tepat dosis pada
pasien yang masih sensitif terhadap rejimen OAT. Ketidaksesuaian ini bisa ditimbulkan oleh berbagai
sebab, seperti karena pemberian rejimen yang tidak tepat oleh tenaga kesehatan atau kegagalan dalam
memastikan pasien menyelesaikan seluruh tahapan pengobatan. Pengobatan pada pasien MDR-TB
bersifat lebih sukar daripada kasus TB biasa dan tidak hanya membahayakan bagi penderita sendiri tetapi
juga menular bagi masyarakat sekitarnya. Sehubungan dengan hal ini, kasus MDR-TB harus diidentifikasi
dengan benar dan cepat agar pengobatan dapat dilakukan dengan tepat dan segera mungkin.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut diperlukan suatu metode deteksi bakteri tuberkulosisyang cepat,
sensitif, spesifik, ekonomis dan mampu mendeteksi adanya kasus resisten antibiotik.PCR multipleks dapat
mengamplifikasi beberapa gen yang berbeda menggunakan berbagai primer spesifik dalam satu kali
reaksi. Dalam kerjanya, primer-primer ini akan menempel pada urutan DNA target pada gen yang
diinginkan sehingga dihasilkan perbanyakan DNA yang dapat diidentifikasi pada panjang fragmen
tertentu melalui tahap elektroforesis. PCR multipleks dapat mempercepat proses diagnosis berbagai kasus
resisten obat dalam sekali proses, sehingga waktu proses identifikasi yang cepat (±2.5 jam), ekonomis
karena tidak memerlukan konversi dari uji-uji lain, sensitivitas hasil analisis dengan akurasi tinggi (>95%) dan
ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan radioaktif berbahaya. Selain itu, metode ini dapat
mendeteksi tidak hanya keberadaan bakteri tuberkulosis dalam specimen klinis saja akan tetapi juga dapat
menentukan resistensinya tehadapNOAT berdasarkan adanya mutase gen penyandi sasaran OAT pada bakteri
tuberkulosis.PCR multipleks telah berhasil digunakan untuk deteksi cepat isolat klinis TB resisten isoniazid
Terima Kasih☺

Anda mungkin juga menyukai