Anda di halaman 1dari 22

PENYEDIAAN DAN PRODUKSI BARANG PUBLIK

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Ekonomi Publik
Dosen Pengampu Rendra Gumilar., S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 5
Kelas B

Agung G Darmawansyah 182165013


Ipur Purmayanti 182165034
Ismi Irpianti Pratami 182165041
Aninda Ayu Ramadina N 182165100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt., karena

atas limpahan rahmat, hidayah, dan inayat-Nya, penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Penyediaan dan produksi barang publik”. Makalah ini

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ekonomi publik.

Barang publik merupakan barang yang memiliki sifat non-rival dan

non- ekslusif. Non- rival artinya konsumsi dalam suatu barang oleh individu

tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh

individu lainnya. Sementara Non- ekslusif berarti pemanfaatan dalam suatu

barang dilakukan oleh semua pihak umum.

Selama proses penulisan makalah ini, penulis menghadapi berbagai

kesulitan. Akan tetapi, atas bantuan dari semua pihak kesulitan yang penulis

hadapi dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Rendra Gumilar., S.Pd., M.Pd. selaku dosen ekonomi publik yang telah

memberikaan arahan dan bimbingan selama proses penulisan makalah ini;

2. rekan-rekan seperjuangan yang telah memotivasi dan memberikan

bantuan baik moril maupun materil.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna tidak menutup kemungkinan

terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Oleh karena itu,

saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

ii
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca.

Tasikmalaya, 05 Oktober 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1. Latar Belakang .................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

3. Tujuan Makalah ................................................................................... 2

4. Kegunaan Makalah ............................................................................... 2

5. Prosedur Makalah ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3

1. Pengertian Barang Publik ................................................................... 3

2. Penyediaaan Barang Publik ................................................................. 4

3. Permasalahan Barang Publik ............................................................... 10

4. Produksi Barang Publik ...................................................................... 13

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 14

1. Simpulan.............................................................................................. 14

2. Saran.................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ilmu ekonomi merupakan suatu bidang keilmuan yang mempelajari
perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Dalam
praktiknya, ketidak seimbangan antara alat pemuah kebutuhan yang
jumlahnya terbatas harus bisa dipenuhi untuk kebutuhan manusia itu
sediri. Maka dari itu, peran sektor publik dalah untuk memberikan suatu
solusi dalam mengatasi permasalahan didalamnya.
Ilmu Ekonomi Publik merupakan sebuah cabang dari ilmu ekonomi
yang menelaah masalah- masalah ekonomi yang menyangkut dengan
khalayak ramai (publik, masyarakat, pemerintah, negara). Yang berfungsi
sebagai alat penganalisis kebijakan yang dilakukan sektor publik
diantaranya; subsidi/ pajak,regulasi/ deregulasi, nasionalisasi/ privatisasi,
sistem jaminan sosial, ketahanan pangan, kebijakan tekhnologi,dsb.
Barang publik merupakan suatu barang yang apabila dikonsumsi oleh
individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang
tersebut. Bisa dikatakan bahwa barang publik adalah barang untuk
masyarakat secara umum. Seperti; jalan, jembatan, gedung, kendaraan
publik, dsb.

2. Rumusan Masalah
2.1. Apa yang dimaksud dengan Barang Publik?
2.2. Bagaimana Penyediaan Barang Publik oleh pihak Swasta dan
Negara?
2.3. Apa masalah dalam penyediaan Barang Publik?
2.4. Bagaimana penyelesaian dalam mengatasi penyediaan barang
Publik?
2.5. Bagaimana langkah- langkah Produksi Baran Publik?
2

3. Tujuan Makalah
3.1. Mendeskripsikam pengertian dari barang publik
3.2. Menjelaskan penyediaan barang publik oleh swasta dan negara
3.3. Mendeskripsikan masalah- masalah dalam penyediaan barang
publik
3.4. Analisis penyelesaian masalah dalam penyedian barang publik
3.5. Analisis produksi barang publik

4. Manfaat Makalah
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk mengembangkan
pengetahuan dalam pemahaman materi mengenai penyediaan dan produksi
barang publik.
Secara praktis makalah ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dan
referensi bagi pencari informasi mengenai barang publik terutama bagi
pelajar, mahasiswa, tenaga pengajar, serta masyarakat.

5. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif. Melalui
metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara
jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan
menggunakan teknik studi pustaka. Artinya, penulis mengambil data
melalui kegiatan membaca dari berbagai literatur yang relevan dengan
tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis melalui
kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data yang
diperoleh dalam konteks tema makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Barang Publik
Barang Publik (Public Goods) merupakan barang, jasa atau sistem
yang harus disiapkan oleh pemerintah dalam rangka memberikan
pelayanan kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi hajat
hidup orang banyak. Di Indonesia, barang publik tercantum dalam Pasal
33 Undang- Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Pengertian
Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasional.
Pengelompokkan Barang Publik dibagi kedalab (KIB) kartu
inventaris barang adalah Kartu untuk mencatat barang-barang inventaris
secara tersendiri atau kumpulan/kolektif dilengkapi data asal, volume,
kapasitas, merk, type, nilai/harga, dan data lain mengenai barang tersebut
yang diperlukan untuk inventarisasi maupun tujuan lain dan dipergunakan
selama barang itu belum dihapuskan, KIB terdiri dari :
 Kartu Inventaris Barang A: Dipergunakan untuk mencatat setiap
tanah yang dimiliki.
 Kartu Inventaris Barang B: Dipergunakan untuk mencatat seluruh
jenis mesin dan peralatan.
 Kartu Inventaris Barang C: Dipergunakan untuk mencatat seluruh
gedung dan bangunan.
 Kartu Inventaris Barang D: Dipergunakan untuk mencatat setiap
jalan irigasi dan jaringan.
 Kartu Inventaris Barang E: Dipergunakan untuk mencatat asset
tetap lainnya.
 Kartu Inventaris Barang F : Dipergunakan untuk mencatat
konstruksi dalam pengerjaan.

3
4

2. Penyediaan Barang Publik


Masalah pola penyediaan barang publik menjadi persaingan antara
pemerintah dan swasta, pemerintah bertujuan untuk menjalankan
fungsinya mengantarkan pelayanan publik yang baik, swasta juga
berlomba untuk mencari keuntungan, hanya dengan keuntungan swasta
bisa hidup dan bertahan. (Hoppe, 2010) memberi penjelasan, the so-called
monopoly problem allegedly associated with a pure market system was in
fact demonstrated not to constitute any special problem at all. Realitas
ekonomi akan memaksa setiap organisasi dan individu untuk berkompetisi.
Kompetitif yang ideal akan menghasilkan alokasi barang yang hemat,
namun kompetitif tidak selalu ideal dan bahkan cenderung terjadi
persaingan yang tidak sehat yang akan memunculkan masalah, kompetitif
yang ideal akan memaksimalkan perilaku orang. Melihat pola penyediaan
barang publik dapat memakai analisis “pareto circle” atau disebut “pareto
chart” dikenal juga dengan “aturan 80-20”. Analisis pareto circle ada pada
mekanisme yang mendasari tim penalaran, individu mempertimbangkan
apa yang baik untuk kelompok dan memainkan peran mereka dalam
mencapai tujuan (Dekel, Fischer, & Zultan, 2017). Di mana banyak
kejadian hampir 80 persen efeknya ditimbulkan oleh 20 persen
penyebabnya, artinya 80 persen merupakan akumulasi faktor dominan
yang menjadi prioritas utama untuk diselesaikan, sedangkan sisanya 20
persen akan diselesaikan kemudian. Analisis pareto sering digunakan
sebagai tool untuk mencari penyebab atau faktor dominan dari suatu
masalah terutama pada proses produksi suatu barang. Konsep ini
merupakan social system and social equilibrium (Heyl, 1968; Weimer &
Vining, 2011; Dekel, Fischer, & Zultan, 2017) yang akan menyisir makna
efisiensi dan keadilan, sistem yang bergerak secara berkesinambungan.
Barang publik, eksternalitas, monopoli alam dan informasi
yang simetris merupakan masalah dalam kegagalan pasar (Weimer &
Vining, 2011), pemerintah dituntut untuk turun tangan dengan berbagai
5

kebijakan. Seperti, dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo membuat


beberapa kebijakan percepatan pertumbuhan ekonomi dan mengantisipasi
kegagalan pasar yang dikenal dengan “Paket Kebijakan Ekonomi” sebagai
konsekuensi dari pemerintah harus menjamin kesetaraan hak setiap
individu akan barang dan jasa publik, mengawasi setiap langkah swasta
yang dapat memengaruhi pasar “supply and demand” agar mereka tidak
melakukan praktek monopoli, menyediakan barang publik dan swasta
secara bersama-sama, menghindari faktor-faktor yang merugikan
masyarakat, dalam prakteknya permintaan akan cenderung mengambarkan
barang publik. Tingkat permintaan yang baik sering menentukan
sejauhmana barang publik akan bermakna efisien. Barang publik dapat
digunakan oleh siapapun (Parks, Joireman, & Lange, 2013) dan disediakan
oleh pemerintah, kegiatan ini berupaya menjamin ketersediaan barang
publik untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Cowen & Kavla, 2003; Drahos,
2004; Anomaly, 2013) dan pemerintah juga berkesempatan untuk
membuat kebijakan yang baik. (Schmitz, 2015) menjelaskan, the
government and a non-governmental organization (NGO) can invest in the
provision of a public good, mungkin saja beberapa hal pemerintah tidak
mampu menyediakan barang publik tetapi yang lainnya bisa. Contoh
berbagai kebijakan untuk menikmati barang publik seperti sekolah,
pemerintah menyediakan “Kartu Indonesia Pintar”, dan pemenuhan
kesehatan “Kartu Indonesia Sehat” bagi warga miskin.
Formulasi kebijakan harus mempertimbangkan apakah
permintaan untuk barang publik berasal dari kekecewaan atau keinginan
pemerintah, apakah biaya penyediaan barang publik melebihi manfaat dan
apakah memikirkan mekanisme pasar akan menghasilkan hasil yang lebih
baik atau buruk (Anomaly, 2013). Kebijakan negara akan diuntungkan
dengan menawarkan beberapa penghargaan kepada seseorang, kelompok
yang mendukung kebijakan, selebihnya akan dianggap gagal untuk
berkontribusi dalam membangun kepentingan umum. Penyediaan barang
publik tidak hanya membahas karena kegagalan pasar (Singh, 2016), tetapi
6

menjadi syarat sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi, pembangunan dan


kualitas hidup pada suatu negara. Kegagalan pemerintah untuk
menyediakan barang publik dapat menurunkan kualitas hidup dan
mengurangi kesejahteraan dan akan meningkatkan angka kemiskinan (UN,
2008; Singh, 2016). Setiap kebijakan pemerintah jarang sekali bermasalah
dengan proses pembuatannya, proses pelaksanaan kebijakan (tidak selalu)
melalui tahap-tahap tertentu (Sabatier, 1983). Kebijakan selalu erat
kaitannya dengan kekuatan swasta di pemerintahan pusat maupun daerah,
kejadian ini biasanya pada pengelolaan sumber daya alam, dengan
mengeluarkan izin yang sifatnya penyalahgunaan wewenang. (Woll, 1974)
berargumentasi, the “public interest” has often been defined as a reflection
of private interests within particular spheres of public policy. Alasan demi
kepentingan umum, pilihan kebijakan yang didasari pada model ekonomi
mengingatkan kita pada public choice theory. (Buchanan & Tollison,
2009) menekankan beberapa hal penting dalam mengambil sebuah
kebijakan publik, a). Masyarakat telah merasa nyaman menerima sebuah
kebijakan dalam interaksi sosial kehidupannya; b). Para elit politik tidak
mengubah haluan pemikiran setelah terpilih. Pemikiran public choice
merupakan perspektif dari ilmu politik yang muncul dari pengembangan
dan metode ilmu ekonomi terhadap proses pengambilan keputusan. Pilihan
publik diarahkan pada cara pengalokasian keseimbangan ekonomi
(anggaran) yang rasional dalam proses politik (legislatif) dalam
mengambil kebijakan untuk kepentingan masyarakat.
Argumentasi di atas menjadi nyata ketika kita melihat target
sebuah kebijakan menyasar ke arah mana. Ke arah manapun target itu
dituju, pemerintah tidak bisa mengambil keuntungan. Target kebijakan
tersebut umumnya akan memengaruhi pada tingkat individu, kelompok-
kelompok yang harus dipatuhi bersama dan akhirnya akan menghasilkan
tata kelola distribusi barang publik yang baik.
Kerangka pemahaman yang dapat mengajak kita berdiskusi
ketika kebijakan telah dilaksanakan maka waktunya untuk menganalisis
7

kebijakan tersebut bermanfaat atau tidak. Dasar pemikiran kita merujuk


beberapa pemikiran kebijakan yang dilontarkan oleh Woll (1974), Sabatier
(1983), Knoepfel, et al., (2007), Weimer & Vining (2011), dan Bardach
(2012) yang mengartikan analisis kebijakan merupakan kegiatan sosial dan
politik, mengambil moral dan tanggungjawab intelektual pada kasus
penyediaan barang publik yang didasari oleh asas kemanfaatan dan
digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Setiap negara tidak akan
membiarkan warganya hidup dalam kemiskinan, kesulitan dalam
memperoleh sesuatu yang menjadi hak. Ketika barang publik begitu mahal
bisa disebabkan oleh beberapa hal misalnya suatu negara mengalami
gejolak ekonomi yang dahsyat (kasus Yunani), akibat perang
berkepanjangan (Kasus Palestina), dan tingginya angka korupsi pada suatu
negara, tata kelola yang buruk, hukum menjadi tidak bermakna ketika
kekuasaan mendominasi segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Analisis mapping di atas memberikan gambaran bagaimana sebuah
kebijakan yang akan dirumuskan harus melalui dasar dari fakta dan data
yang ada. Selanjutnya hal yang perlu dilakukan untuk merumuskan sebuah
kebijakan yang berkenaan dengan barang publik, yaitu 1) perumusan
kebijakan lebih tepat, dimulai mendefenisikan masalah yang terjadi sesuai
dengan data dan fakta; 2) merekonstruksi setiap kebijakan alternatif; 3)
pemilihan kriteria yang tepat dapat memutuskan kebijakan barang publik
mana yang dikelola oleh negara dan swasta; dan 4) mengembangkan
model realistic expectation. Langkah tersebut akan menuju kepada
bagaimana pola penyediaan barang publik.
Pola penyediaan barang publik tidak terlepas dari penyedia
barang publik, free riders, diuraikan sebagai berikut:
1. Siapa penyedia barang publik? Jika melihat definisi, maka barang
publik adalah barang dan jasa yang disediakan untuk sektor publik. Namun
barang publik tidak selalu diartikan barang yang diproduksi oleh
pemerintah. Jika pemerintah hanya mampu mensubsidi agar menjadi non-
excludable saja, maka penyelenggaraan barang publik termasuk common
8

goods. Jika pemerintah hanya mampu menyediakan seluruh pengelolaan


barang publik sesuai permintaan sehingga tidak ada orang yang tersisih,
maka barang publik termasuk toll goods. Mempertahankan lembaga-
lembaga publik adalah pekerjaan umum, meskipun mungkin di tingkat
tertinggi menguntungkan lebih besar untuk masyarakat. Ternyata, masalah
memproduksi barang publik terutama tentang bagaimana jumlah
kontributor yang diperlukan untuk menghasilkan dan memengaruhi biaya
transaksi. Jadi begitu mudah dipahami yang menyediakan barang publik
adalah pemerintah, ketika pemerintah mengalami kesulitan dalam
memproduksi barang publik maka dimungkinkan untuk bekerjasama
dengan swasta, namun barang publik itu sudah menjadi common goods
karena dikelola oleh swasta.
2. Free riders Menyediakan barang publik bukan tanpa masalah, non-
excludable dan non-rival akan tidak bermakna bila free riders muncul.
Istilah free riders digunakan pada orang yang mengambil keuntungan
tanpa mengeluarkan kontribusi apapun (Cornes & Sandler, 1996; Hardin,
2003; Goodstein & Polasky, 2014). Misalnya seseorang akan menonton
siaran langsung bola “Liga Inggris” dengan menggunakan antena parabola,
biasanya siaran langsung ini akan diacak sehingga masyarakat tidak bisa
menikmati siaran pertandingan bola tersebut. Keadaan ini dimanfaatkan
oleh perusahaan lain untuk dapat mengambil keuntungan dengan menjual
produk yang bisa membuka acakan siaran langsung tersebut, monopoli
perdagangan akan menjadi nyata. Kredit usaha untuk usaha kecil dan
menengah, namun peluang ini digunakan orang kaya dan korporasi untuk
melakukan kredit pada bank hanya sedikit usaha kecil yang mencoba
mengajukan kredit terbatas. Mengatasi kenakalan orang kaya dan
korporasi ini negara bisa melakukan kebijakan subsidi dan hibah
(Goodstein & Polasky, 2014). Contoh lain, ketika kita berdemonstrasi
untuk sesuatu masalah, akan ada orang mengambil keuntungan walaupun
tidak ikut berdemonstrasi. Perilaku orang seperti ini akan cenderung
bermasalah pada moral (Hardin, 2003) meraih keuntungan bersandar pada
9

usaha orang lain. Beberapa cara yang praktis dan komprehensif untuk
menghindari free riders dapat dilakukan pemerintah kepada mereka yang
mencari keuntungan diantaranya dengan memberikan sanksi secara tegas
dan keras, pencabutan izin operasional, dan melakukan tindakan paksa
untuk memberikan kontribusi kepada negara berupa pungutan pajak yang
tinggi.
Berikut kelebihan dan kekurangan penyediaan barang publik
dan swasta:
Rosen (2010) mengemukakakan pertimbangan dalam
penyediaan barang publik, oleh pemerintah atau swasta adalah apakah
masyarakat menjadi lebih baik jika barang dan jasa yang saat ini
disediakan oleh pemerintah, kemudian disediakan oleh swasta, sehingga
faktor kunci yang menentukan adalah yang mana lebih efisien dalam pasar
(Sabarrudin,2012). Pada sisi ini, efisiensi penyediaan barang publik sulit
dilakukan dengan mengandalkan mekanisme pasar, karena berkebalikan
dengan sifat nonrival dan nonexcludable.
Di Indonesia sendiri, penyediaan barang publik sepenuhnya
oleh swasta masih mengalami banyak penolakan, karena berkebalikan
dengan prinsip sistem ekonomi demokrasi, yaitu cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara. UUD 1945 memang tidak menutup adanya
partisipasi swasta tapi tidak boleh menghilangkan penguasaan oleh negara.
Akhirnya berkembanglah konsep public-private partnership (PPP) atau
kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan barang publik yang
didasari oleh pemikiran bahwa model tersebut akan mampu menghasilkan
penyediaan barang publik yang optimal. Pada public-private
partnership (PPP), pemerintah masih memegang peranan dan kontrol pada
penyediaan barang publik. Pada pelaksanaan kerjasama ini, pemerintah
harus dapat memastikan betul bahwa penyediaan barang publik yang
dilakukan swasta dilakukan karena motif sosial bukan semata-mata
10

mencari keuntungan, sehingga tetap dapat menjaga hak rakyat atas barang
publik.

3. Permasalahan dalam Penyediaan Barang Publik

Namun dalam proses pelaksanaan penyediaan barang terdapat


pedebatan karena pemerintah harus menimbang keduanya.
Permasalahnnya antara lain: Kartel monopoli oleh BUMN, dan Free rider
oleh Oknum BUMS. Simak lebih jelasnya sebagai berikut:

a. Kartel Monopoli oleh BUMN

Secara klasik, kartel dapat dilakukan melalui tiga hal yaitu harga,
produksi, dan wilayah pemasaran. Kartel adalah “pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaing, yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran barang atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Indikasi
terjadinya kartel jika suatu industri hanya mempunyai beberapa pemain
yang mendominasi pasar. Keadaan demikian dapat mengambil
tindakan bersama dengan tujuan memperkuat kekutan ekonomi mereka
dan mempertinggi keuntungan. Ini akan mendorong mereka untuk
membatasi tingkat produksi maupun tingkat harga melalui kesepakatan
bersama diantara mereka. Kesemuanya dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya persaingan yang merugikan mereka sendiri.

Kalau berpegang pada teori monopoli, satu kelompok industri yang


mempunyai kedudukan oligopolis akan mendapat keuntungan yang
maksimal bila mereka secara bersama berlaku sebagai monopolis.
Dalam prakteknya, kedudukan oligopolis ini diwujudkan melalui apa
yang disebut asosiasiasosiasi. Melalui asosiasi ini para pelaku usaha
dapat mengadakan kesepakatan bersama mengenai tingkat produksi,
tingkat harga, wilayah pemasaran, selanjutnya melahirkan kartel, yang
dapat pula mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Strategi yang
11

diterapkan di antara pelaku usaha untuk dapat mempengaruhi harga


dengan mengatur jumlah produksi. Praktek monopoli terselubung di
Indonesia diduga dimotori atau melalui asosiasi-asosiasi pelaku usaha.

Contohnya Semen Gresik yang membentuk kartel terkait distribusi


Semen Gresik di Area 4 Jawa Timur yang meliputi Blitar, Jombang,
Kediri, Kertosono, Nganjuk, Pare, Trenggalek dan Tulungagung.
Kasus yang diselidiki atas dasar inisiatif KPPU itu berawal dari
terjadinya penetapan harga, kartel, perjanjian tertutup dan pembatasan
peredaran semen oleh pelaku usaha. Berdasarkan hasil penyelidikan
dan pemeriksaan, KKPU menemukan Semen Gresik membagi Jawa
Timur menjadi delapan area pemasaran.

b. Free Rider oleh BUMS

Free rider dapat dianggap sebagai suatu kekurangan dari sifat


manusia. Setiap manusia berusaha untuk menghindarkan diri dari
masalah dan biaya dan lebih suka untuk membebankannya kepada
orang lain. Dalam ilmu ekonomi, Free Rider mengacu pada situasi di
mana beberapa individu dalam suatu populasi baik mengkonsumsi
lebih dari adil dari sumber daya umum, atau membayar kurang dari
adil dari biaya sumber daya umum. Dalam pengertian khususnya
dilingkup kantor, free rider dapat diartikan sebagai seseorang yang
menerima gaji, kenaikan gaji, honor, bahkan bonus tapi bekerja dengan
tidak dengan maksimal bahkan tidak ada pekerjaannya. Bagi setiap
individu sebenarnya sikap free rider atau penumpang gratis adalah
tindakan rasional, dimana tentunya sebagai makhluk ekonomi manusia
ingin bertindak efisien salah satunya yaitu dengan melakukan free
raider. Dengan free rider ini tentunya masyarakat bisa menekan biaya
pengeluaran bahkan dengan tidak membayar agar untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya.

Free rider ini tidak selamanya menguntungkan, tetapi juga akan


memberikan dampak atau efek negatif. Apabila semua orang bertindak
12

sebagai Free rider dalam artian semua orang tidak ingin mengeluarkan
biayapun untuk menikmati barang tersebut maka hal tersebut akan
merugikan orang lain. Dimana nantinya lama kelamaan orang yang
dirugikan tersebut akan berhenti untuk mengelola barang tersebut dan
nantinya barang tersebut dapat rusak, tidak terurus dan bahkan tidak
dapat digunakan lagi. Hal inilah yang mengakibatkan swasta gagal atau
tidak mau untuk menyediakan barang public atau barang bersama
karena nantinya tidak akan ada yang mau membayar sehingga swasta
akan mengalami kerugian.

Dampak dari adanya free raider yaitu meghalangi timbulnya pareto


efficiency karena kurang tersedianya barang public. Pareto
efficiency tidak tercapai dengan pendanaan sukarela atas barang public
karena public akan kurang didanai sekalipun mereka akan disediakan.
Masyarakat secara keseluruhan mungkin lebih suka untuk menukarkan
beberapa barang privatnya untuk level barang public yang lebih besar,
tetapi tidak ada individu yang mempunyai keinginan untuk
melakukannya. Karena tidak ada individu yang dapat melakukan dan
mereka berprilaku sendiri sendiri didalam pasar mengakibatkan
timbulnya keinginan secara struktur ke semua warga lainnya untuk
menjasi free rider. Oleh karenannya, upaya untuk menyediakan barang
public melalui mekanisme pasar merupakan kegagalan struktural yang
disebabkan oleh sifat non rivalry dan non exludability atas barang
public.

Adapun contoh kasus mengenai Free Raider, misalnya dalam


pembangunan waduk. Sampai saat ini di Indonesia sering sekali terjadi
kelangkaan/ kekurangan akan air bersih dan banjir. Untuk menyiasati
itu maka masyarakat perlu membuat sebuah tempat yang digunakan
untuk menampung air saat musim hujan itu tiba dan juga untuk
mengantisipasi terjadinya banjir. Misalnya saja didaerah lamongan
khususnya kecamatan kembang bahu. Dimana disana masyarakatnya
selalu membutuhkan air bersih baik itu untuk kebutuhan minum dah
13

untuk kehidupan sehari hari mereka seperti untuk mengairi sawah


dikarenakan sebagaian besar masyarakatnya adalah petani salah
satunya caran untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan membangun
waduk. Pembangunan waduk ini dibangun dengan mengadakan kerja
bakti seluruh warga kecamatan kembang bahu dengan dana dari
pemerintah, tetapi tidak semuanya warga ikut bekerja bakti. Terutama
warga yang sangat sibuk bekerja seperti pegawai dan lain sebagainya.
Saat waduk itu sudah selesai dan jadi, waduk itu dimanfaatkan oleh
seluruh masyarakat kecamatan kembang bahu. Tetapi disitu terjadi
sedikit masalah yaitu dibutuhkannya beberapa alat untuk mengontrol
waduk itu, agar adil maka masyarakat meminta bantuan dana dari
masyarakat yang tidak mengikuti kerja bakti. Dengan alasan tertentu
masyarakat yang diminta sumbangan dana tersebut ternyata menolak
tidak mau memberikan bantuan dana. Sehingga jika masyarakat tadi
tidak mau membayar maka masyarakat yang lain juga malas untuk
mengurus waduk tersebut sehingga waduk itu bisa saja airnya
tercemar. Sehingga disitu dibutuhkan adanya campur tangan
pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut.

4. Produksi Barang Publik

Alur produksi barang publik merupakan suatu tahapan dari


perencanaan sampai kepada pelaporan atau bahkan pelelangan dan
penghapusan dari barang publik. Berikut adalah tahapan dari produksi
barang publik:

4.1.Kebijakan Pemerintah
Dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Tahun 1945 Alinea- 4
“Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Merupakan gambaran dari kewajiban negara untuk
memenuhi atau memperoleh barang publik (Public Good) bagi
masayarakatnya. Adapun penyediaan barang publik diatur dalam Pasal
33 Undang- Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Pengertian
14

Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian


Nasional.
Persyaratan dalam pemenuhan penyediaan barang daerah,
Menurut Pichierri (2006) yaitu: 1. A human need, 2. Such properties as
render the thing capable of being brought into a casual connection
with the satisfaction of this need, 3. Human knowledge of this casual
connection, 4. Comand of the thing sufficient to direct it to the
satisfaction of the need.
Kebijakan dalam pemenuhan barang publik biasanya tergantung
bagaimana prioritas presiden dalam pemenuhan project pembangunan
ekonomi nasional. Yang kemudian harus dilaksanakan sebagai bentuk
pertanggung jawaban terhadap pengabdian kepada masyarakat
nasional.
4.2.Perencanaan Barang Publik
Hal yang paling penting dalam penyediaan barang publik adalah
perencanaan. Dalam Maylor (2005) proyek dalam produksi barang
haruslah terencana dengan baik dan dimulai dengan memisahkan jenis-
jenis kegiatan, proses yang akan ditempuh, logika proyek, prediksi
awal anggaran biaya, barang- barang yang akan dibutuhkan seperti
tenaga kerja dan hal- hal yang membutuhkan pendanaan dalam proses
pelaksanaan.
4.3.Penganggaran
Penganggaran adalah perencanaan yang digambarkan secara
kuantitatif dalam bentuk keuangan dan kuantitatif lainnya (Supriono
2002). Penyusunan dalam anggaran (Budgeting) merupakan bagian
dari kewenangan Kemenkeu melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan
Aset. Fungsi anggaran menurut Mulyadi (2001), adalah: 1. Fungsi
Perencanaan, 2. Fungsi Koordinasi, 3. Fungsi Komunikasi, 4. Fungsi
Motivasi, 5. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi, 6. Fungsi Pendidikan.
15

4.4.Kontrak kerja/ Tender


Dalam pasal 1 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007
tentang tata acara pelaksanaan kerja sama daerah disebutkan:
Kerjasama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan bupati/
walikota antara bupati/ walikota dengan bupati/ walikota yang lain
dan/ atau gubernur, bupati/ walikota dengan pihak ketiga yang dibuat
sebara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.
Adapun yang dimaksud pihak ketiga sesuai pasal 1 ayat 3 peraturan
pemerintah tersebut di atas adalah Departemen/ Lembaga Pemerintah
Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan
hukum, BUMN, BUMD, koperasi, yayasan dan lembaga di dalam
negeri lainnya yang berbadan hukum.
4.5.Pelaksanaan/ Penyediaan barang publik
Sesuai Pasal 17 Ayat 1 Keputusan Presiden no. 80 Tahun 2003
sebagai mana telah diubah terakhir kali pada PerPres No. 95 Tahun
2007. Adalah Pelaksanaan barang publik harus dilaksanakan melalui
pelelangan umum. Dalam tahap pelaksanaan ini biasanya hanya
memantau progres dari tiap perkembangan pembangunan yang sedang
dikerjakan
4.6. Pemeliharaan dan Pemanfaatan Barang Publik
Dalam pemeliharaan barang publik pemerintah biasanya
melakukan analisis umur atau nilai buku dari suatu barang. Biasanya
untuk gedung kurang lebih sampai dengan 15 tahun, sementara untuk
kendaraan dan peralatan lainnya sampai 5 tahun.
4.7. Pelaporan dan Evaluasi
Pelaporan Barang Milik Negara (BMN) dilakukan setiap periode
penutupan buku (1 tahun). Dengan bantuan dari BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) segala aktivitas dalam pembangunan dan
pengadaan barang milik publik harus dilaporkan.
16

4.8. Pelelangan Barang Publik


Menurut Kemenkeu Lelang adalah penjualan yang terbuka untuk
umum dengan penawaran harga tertulis dan/ atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun untuk mancapai harga tertinggi yang
didahului adanya pengumuman lelang.
Sistem lelang di Indonesia merupakan bagian dari kewenangan
Kemenkeu yang merupakan salah satu tugas dan fungsi dari Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara (KPKNL). Dalam pelaksanaannya, lelang
mengalami banyak penyesuaian diantaranya peluncuran aplikasi yang
bisa diakses melalui https://www.lelang.go.ig . Harapannya, dengan
adanya pengembagan yang ada, masyarakat akan lebih mudah
mengakses dan mengikuti lelang. Lalu apabila menerima informasi
lelang dari pihak manapun, masyarakat dapat melaporkan/
mengkonfirmasi kepada KPKNL atau melalui call center DJKN
1500991.
BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan
Barang Publik (Public Goods) merupakan barang, jasa atau sistem
yang harus disiapkan oleh pemerintah dalam rangka memberikan
pelayanan kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi hajat
hidup orang banyak. Di Indonesia, barang publik tercantum dalam Pasal
33 Undang- Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Pengertian
Perekonomian, Pemanfaatan SDA, dan Prinsip Perekonomian Nasional.
(Hoppe, 2010) memberi penjelasan, the so-called monopoly problem
allegedly associated with a pure market system was in fact demonstrated
not to constitute any special problem at all. Realitas ekonomi akan
memaksa setiap organisasi dan individu untuk berkompetisi. Kompetitif
yang ideal akan menghasilkan alokasi barang yang hemat, namun
kompetitif tidak selalu ideal dan bahkan cenderung terjadi persaingan yang
tidak sehat yang akan memunculkan masalah, kompetitif yang ideal akan
memaksimalkan perilaku orang.
Alur produksi barang publik merupakan suatu tahapan dari
perencanaan sampai kepada pelaporan atau bahkan pelelangan dan
penghapusan dari barang publik.

2. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu penulis dan
teman-teman selaku pembaca dalam mengembangkan pengetahuan
mengenai penyediaan dan produksi barang publik guna mengembangkan
ilmu pengetahuan mengenai dunia pengelolaan barang. Penulis harap
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ranusentika sapto dwi, dkk. 2019. Analisis Implementasi Barang Daerah.


Sulawesi: Universitas Tadulako.
Asikin Zainal. 2013. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah dan Swasta
dalam Penyediaan Infrastruktur Publik. Mataram: Universitas
Mataram.
Djami’yah. 2008. Tesis Pengadaan Barang dan Jasa Publik dalam Rangka
Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Semarang: Universitas
Diponegoro.

15

Anda mungkin juga menyukai