Anda di halaman 1dari 9

KOLANGITIS AKUT

1. Definisi

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, ikterus, dan nyeri perut
kanan atas yang berkembang sebagai akibat dari sumbatan dan infeksi di saluran empedu.
Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot sebagai penyakit yang serius dan mengancam
jiwa, sekarang diketahui bahwa keparahan yang muncul dapat berkisar dari ringan hingga
mengancam nyawa. Koledokolitiasis atau adanya batu diadalam saluran empedu/bilier
merupakan penyebab utama kolangitis akut. 1,3 Istilah kolangitis akut, kolangitis bakterialis,
kolangitis asending dan kolangitis supuratif semuanya umumnya merujuk pada infeksi bakterial
saluran bilier, serta untuk membedakannya dari penyakit inflamasi saluran bilier seperti
kolangitis sklerosis.

2. Epidemiologi

Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya kolangitis akut
simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula disebabkan adanya batu primer
di saluran bilier, keganasan dan striktur. 1,6 Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%.
Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya.1
Berdasarkan usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun. 3 Kasus yang
parah di laporkan Tokyo Guideline 2007 (TG07) merujuk kepada mereka yang memiliki faktor
prognosis yang buruk termasuk syok, gangguan kesadaran, kegagalan organ, dan disseminated
intravascular coagulation. Definisi itu masih diragukan sebelum penerbitan TG07, yang setelah
dilakukan penelitian terhadap frekuensi kolangitis akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang
parah adalah 7-25,5% terjadi syok, 7-22,2% terjadi gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7% terjadi
Pentad Reynold. Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan kriteria
penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut karena saluran
empedu batu. 6 Di Amerika Serikat, kolangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan infeksi bakteri empedu (misal:
setelah prosedur ERCP, 1-3% pasien mengalami kolangitis).7 Resiko tersebut meningkat apabila
cairan pewarna diinjeksikan secara retrograd. Insidensi Internasional kolangitis adalah sebagai
berikut: kolangitis pyogenik rekuren, kadangkala disebut sebagai kolangio hepatitis iriental,
endemik di Asia Tenggara. Kejadian ini ditandai oleh infeksi saluran bilier berulang,
pembentukan batu empedu intrahepatik dan ekstrahepatik, abses hepar, dan dilatasi dan striktur
dari saluran empedu intra dan ekstrahepatik.6 Trias Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan
atas, demam dan ikterik, dapat digunakan untuk mendiagnosa kolangitis akut secara klinis.
Umumnya pasien-pasien dengan kolangitis akut menunjukan respon dan terjadi resolusi dengan
antibiotik, namun demikian pembersihan saluran bilier secara endoskopi pada akhirnya tetap
diperlukan untuk mengatasi terapi penyebab obstruksi. 7 Meskipun umumnya pasien dapat
berespon dengan terapi antibiotik dan drainase bilier, penelitian-penelitian melaporkan angka
morbiditas dari kolangitis akut mencapai 10% .

3. Etiologi

Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier dan pertumbuhan bakteri
dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut membutuhkan kehadiran dua faktor: (1)
obstruksi bilier (2) pertumbuhan bakteri dalam empedu (bakterobilia) Cairan empedu biasanya
normal pada individu yang sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat menginfeksi
sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri (karena adanya batu yang melewati
ampula), sfingterotomi atau pemasangan sten (yang disebut kolangitis asending) atau bacterial
portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid hepatik dan celah disse.
Bakterobilia tidak dengan sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena
efek bilasan mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA.
Namun demikian, obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena berkurangnya
aliran empedu dan produksi IgA, menyebabkan gangguan fungsi sel kupffer dan rusaknya celah
membran sel sehingga menimbulkan refluks kolangiovena. Penyebab paling sering obstruksi
bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier jinak, striktur anastomosis empedu, dan stenosis
dengan penyakit ganas. Koledokolitiasis digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi
barubaru ini kejadian kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sklerosis kolangitis,
dan instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini dilaporkan bahwa
penyakit ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut kolangitis. Mikroorganisme yang paling
sering sebagai penyebab adalah E. Coli dan Klebsiella, diikuti oleh Streptococcus faecalis.
Pseudomonas aeroginosa lebih jarang ditemukan kecuali pada infeksi iatrogenik.
4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan yang memberikan respons dengan
penatalaksanaan konservatif sehingga memungkinkan intervensi aktif sampai bentuk berat yang
refrakter terhadap terapi medik dan bisa berakibat fatal. Hampir selalu pada pasien kolangitis
akut didapatkan ikterus dan disertai demam, kadang-kadang menggigil. Pada sebagian kecil
kasus ini batu koledokus tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat diterangkan karena batu di dalam
duktus koledokus tersebut masih mudah bergerak sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu
lancar, sehingga bilirubin normal atau sedikit saja meningkat. Kadang-kadang tidak jelas adanya
demam, tetapi ditemukan lekositosis. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni
peningkatan yang menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat, pada
beberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut.
Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena adanya batu
koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang
nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot (demam, nyeri perut bagian atas atau kanan atas serta
ikterus) didapatkan pada 54%.

5. Faktor Resiko

Empedu dari subyek sehat umumnya bersifat aseptik. Namun, kultur empedu positif
mengandung mikroorganisme pada 16% dari pasien yang menjalani operasi non-bilier, 72% dari
pasien kolangitis akut, 44% dari pasien kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi
bilier.5 Bakteri dalam empedu teridentifikasi pada 90% pasien dengan koledokolitiasis disertai
dengan ikterus. 8 Pasien dengan obstruksi tidak lengkap dari saluran empedu menyajikan tingkat
kultur empedu positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan obstruksi lengkap dari saluran
empedu. Faktor resiko untuk bakterobilia mencakup berbagai faktor, seperti dijelaskan di atas.
Faktor resiko lain terjadinya kolangitis yang disebut riwayat infeksi sebelumnya, usia >70 tahun
dan diabetes.

6. Patogenesis

Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu,
kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini berasal dari flora
duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung
empedu yang meradang akut, penyebaran ke hati akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal dari
bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, kuman akan
kembali (refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan mengakibatkan sepsis. Bakteribili
(adanya bakteri disaluran empedu) didapatkan pada 20% pasien dengan kandung empedu
normal.(4) Walaupun demikian infeksi terjadi pada pasien-pasien dengan striktur pasca bedah
atau pada anastomasi koledokoenterik. Lebih dari 80% pasien dengan batu koledokus terinfeksi,
sedangkan infeksi lebih jarang pada keganasan(10) . Kegagalan aliran yang bebas merupakan hal
yang amat penting pada patogenesis kolangitis akut. Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
pada kolangitis akut yang sering dijumpai berturut-turut adalah kumankuman aeroba gram (-)
enterik E. Coli, Klebsiella, kemudian Streptococcus faecalis dan akhirnya bakteri anaerob seperti
Bacteroides fragilis dan Clostridia. Pula kuman-kuman Proteus, Pseudomonas dan Enterobacter
enterococci tidak jarang ditemukan.(4) Bacteribili tidak akan menimbulkan kolangitis kecuali
bila terdapat kegagalan aliran bilier yang akan memudahkan terjadinya proliferasi kuman pada
saluran empedu yang mengalami stagnasi, dan atau tekanan dalam saluran empedu di dalam hati
meningkat sedemikian rupa sehingga menyebabkan refluks kuman ke dalam darah dan saluran
getah bening.(1) Kombinasi dari stagnasi dan peningkatan tekanan tersebut akan menimbulkan
keadaan yang serius pada kolangitis supuratif. Beberapa dari efek serius kolangitis dapat
disebabkan oleh endotoksemia yang dihasilkan oleh produk pemecahan bahteri gram negatif.
Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam
empedu yang biasanya mengkhelasi endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya
kegagalan garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu
fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk mengekstraksi
endotoksin dari darah portal. Bilamana kolangitis tidak diobati, dapat timbul bakteremia sistemik
pada sepertiga kasus dan pada kasus-kasus yang lanjut, dapat timbul abses hati.

7. Diagnosis

Diagnosis kolangitis akut dapat ditegakan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
melalui pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis penderita kolangitis secara klinis dapat
ditemukan trias Charcot yaitu adanya keluhan demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas.
Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal.
Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus, gangguan
kesadaran (delirium), sepsis, hipotensi dan takikardi. Adanya tambahan syok septis dan delirium
pada trias Charcot dikenal sebagai Pentad Reynold. 3

Morbiditas dari kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya cholangiovenous dan


cholangiolymphatic refluks bersama dengan tekanan tinggi di saluran empedu dan infeksi
empedu akibat obstruksi saluran empedu yang disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria
diagnostik menurut Tokyo Guideline 2013 (TG13) kolangitis akut adalah kriteria untuk
menegakkan diagnosis ketika kolestasis dan peradangan berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes
darah di samping manifestasi empedu berdasarkan pencitraan yang hadir.

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium

Kriteria untuk diagnosis definitif kolangitis akut adalah sebagai berikut : adanya trias Charcot
atau bila tidak lengkap, adanya 2 unsur trias Charcot ditambah adanya bukti laboratorium
terjadinya respons inflamasi (leukosit yang abnormal, meningkatnya CRP atau perubahan-
perubahan lain yang mengindikasikan adanya inflamasi), test fungsi hati abnormal (Alkaline
Phosphatase/ALP, Gamma Glutamil Transpeptidase/GGT, Aspartate Transaminase.AST/SGOT,
Alanine Transaminase/ALT/SGPT) dan temuantemuan pencitraan dilatasi bilier atau bukti
etiologi (misalnya adanya batu, striktur atau stenosis). TG13 mendefinisikan suatu diagnosis
suspek kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih dari salah satu kriteria berikut: riwayat penyakit
bilier, demam dan/atau menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian atas atau kanan atas.
Pedoman tersebut menunjukkan adanya kemajuan dan suatu upaya yang jarang dalam
standarisasi definisi kolangitis kaut, namun pedoman tersebut dirasakan kurang teliti. Misalnya
tidak definiskannya berapa tingkat demam atau ikterik, begitu juga nyeri abdomen kuadran
kanan atas. Pada TG13 mendefinisikan kolangitis akut dalam kategori ringan (merespon terhadap
terapi suportif dan antibiotik), sedang (tidak merespon terhadap terapi medikal namun tidak
terjadi disfungsi organ), atau berat (adanya paling tidak 1 tanda disfungsi organ). Tanda tanda
disfungsi organ meliputi hipotensi, sehingga memerlukan pemberian dobutamin atau dopamine,
delirium, rasio PaO2/FiO2 1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit <100000/µl.

 Pemeriksaan penunjang Lainnya


Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik kolangitis akut dapat dilakukan dengan mendeteksi
dilatasi bilier dan pemeriksaan penyebab kolangitis akut adalah EUS (endoscopic
ultrasonography), MRCP (magnetic resonance cholangiopancreotography) dan ERCP
(endoscopic retrograde cholangiopancreotography). Diantara semuanya hanya MRCP yang tidak
bersifat invasif, namun tidak praktis hanya dapat digunakan pada pasien yang dapat dibawa
keruang radiologi, umumnya studi menunjukkan sensivitas >90% untuk MRCP dalam
mendeteksi batu di CBD dan sensivitasnya makin berkurang untuk batu yang kecil. ERCP selain
memiliki sensivitas untuk mendeteksi juga memiliki potensi untuk terapeutik, dalam
mendiagnosis batu CBD, EUS lebih baik dari ERCP, dalam hal keganasan EUS sama dengan
ERCP. Dilatasi intrahepatik tanpa adanya dilatasi CBD, menunjukkan kesan suatu striktur jinak,
sindrom mirri atau lesi di daerah hilus duktus biliaris seperti tumor ganas.

Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten dengan obstruksi
distal seperti batu CBD atau kanker pancreas. Mengetahui penyebab dilatasi meminimalisai
kebutuhan injeksi kontras yang dapat meningkatkan tekanan bilier cukup kuat untuk
menimbulkan refluks cairan bilier kedalam sirkulasi sistemik dan menghindarkan resiko injeksi
yang tidak diinginkan kedalam segmen yang tidak terdrainase (misalnya pasien dengan 14
striktur daerah hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkan terjadinya
kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan EUS dan ERCP, namun
kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan harus dilakukan sebagai prosedur
terpisah. Meskipun USG transabdominal relatif tidak sensitif untuk mendeteksi batu CBD
(biasanya <1cm. Visualisasi langsung dari saluran empedu dilakukan dengan cara PTC
(Percutaneous Transhepatic Cholangiography) atau ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio
Pancreatography). Pemilihan PTC atau ERCP tergantung pada adanya fasilitas tersebut dan
kemampuan melaksanakannya. Pada umumnya mula-mula dilakukan kolangiografi melalui
ERCP dan apabila gagal dilakukan PTC.

8. Penatalaksanaan

Setiap pasien dengan ikterus apapun penyebabnya yang disertai dengan demam
haruslah diwaspadai akan keberadaan kolangitis akut.

1) Pada pasien ini segera dilakukan pemeriksaan USG abdomen. Adanya pelebaran saluran
empedu baik ekstra atau intrahepatik mengkonfirmasikan adanya suatu kolangitis akut
Dari pemeriksaan USG selain adanya pelebaran saluran empedu mungkin dapat pula
diketahui adanya penyebab dari obstruksi tersebut misalnya batu saluran empedu,
karsinoma caput pankreas, adanya askaris dalam duktus koledokus yang tampak sebagai
bayangan 2 buah garis yang pararel, dan sebagainya.
2) Pemeriksaan kolangiografi secara langsung baik dengan ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreatography) atau PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiography)
dapat secara lebih rinci mengetahui penyebab obstruksi dan setinggi apa obstruksi
tersebut pada saluran empedu misalnya tumor papil, kolangio karsinoma, batu koledokus,
dan sebagainya.
3) Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, peningkatan yang menyolok dari
fosfatase alkali atau GGT, bilirubin biasanya meningkat, sebagian kecil normal atau
sedikit meningkat, SGOT/ SGPT dapat meningkat sekali pada obstruksi yang akut.
4) Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta untuk
memperbaiki fungsi hati, dan pemberian antibiotika yang adekuat. Melancarkan aliran
bilier bisa dilakukan secara operatif atau non operatif yakni per endoskopi atau perkutan
bilamana memiliki fasilitas tersebut. Ekstraksi batu dengan endoskopi sesudah dilakukan
sfingterotomi dilakukan langsung sesudah dilakukan kolangiografi. Bilamana usaha
pengeluaran batu empedu gagal, mutlak pula dipasang pipa nasobilier untuk sementara
sambil menunggu tindakan yang definitif.
5) Pemilihan antibiotika(1) Mikroorganisme yang paling sering sebagai penyebab adalah E.
Coli dan Klebsiella, diikuti oleh Streptococcus faecalis. (1) Pseudomonas aeroginosa
lebih jarang ditemukan kecuali pada infeksi iatrogenik, walaupun demikian antibiotika
yang dipilih perlu yang dapat mencakup kuman ini. Walaupun kuman anaerob lebih
jarang, kemungkinan bahwa kuman ini bertindak sinergis dengan kuman aerob
menyebabkan bahwa pada pasien yang sakitnya sangat berat, perlu diikutsertakan
antibiotika yang efektif terhadapnya. Tidak ada antibiotika tunggal yang mampu
mencakup semua mikroorganisme, walaupun beberapa antibiotika yang baru seperti
sefalosporin dan kuinolon memiliki spektrum yang mengesankan. Kombinasi
aminoglikosida dan ampisilin pada waktu yang lalu telah direkomendasikan karena dapat
mencakup kuman tersebut di atas selain harganya tidak mahal. Kerugian kombinasi
adalah bahwa aminoglikosida bersifat nefrotoksik. Generasi ketiga sefalosporin telah
dipakai dengan berhasil pada kolangitis akut karena dieksresikan melalui empedu. Terapi
tunggal dengan cefoperazon telah terbukti lebih baik daripada kombinasi ampisilin dan
tobramisin, juga septasidin. Golongan karbapenem yang baru yakni imipenem yang
memiliki spektrum luas juga berpotensi baik. Obat ini diberikan bersama dengan
silastatin. Siprofloksasin dari golongan kuinolon telah digunakan pada sepsis bilier dan
memiliki spektrum yang luas; obat ini diekskresi melalui ginjal dan juga penetrasi ke
empedu. Bilamana dikombinasi dengan metronidasol untuk mencakup flora anaerob,
akan sangat efektif. Untuk pencegahan secara oral terhadap kolangitis rekuren dapat
dipilih terapi tunggal dengan ampisilin, trimetoprin atau sefalosporin oral seperti
sefaleksin.
9. Pencegahan
 Berhenti merokok, berhenti minum alkohol dan berhenti menggunakan obat-obatan
terlarang
 Minum semua obat sesuai arahan dokter Anda.
 Makan makanan yang sehat dan seimbang.
 Berolahragalah secara teratur, seperti jalan kaki

Tusiantari, Gusti Ayu Made Dewi., dan Dwipayana Kadek Herry. 2016. Kolangitis Akut. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Udayana.

Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang Dari Sudut Penyakit Dalam. Jakarta: Jurnal Kedokteran
Trisakti. Vol. 18. No. 3: 123-128.

Batu saluran empedu bisa menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus dikeluarkan
baik melalui pembedahan perut maupun melalui suatu prosedur yang disebut endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan
melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk
ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada sfingterotomi,
otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah
ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4
dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga
prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.

Baca lebih lanjut di DokterSehat: Batu Empedu | https://doktersehat.com/batu-empedu/

Anda mungkin juga menyukai