Anda di halaman 1dari 14

A.

PANKREATITIS AKUT
DEFINISI

Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim
pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan autodigestif pankreas. Pankreatitis
mungkin bersifat akut atau kronis, dengan gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan
penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan
yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yangberjalan dengan cepat dan fatal yang
tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri
perut yangakut disertai dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Berdasarkan definisi, pada
pankreatitis akut bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan; pankreatitis kronik
diartikan sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang bersifat ireversibel.

EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia, kejadian pankreatitis akut berkisar antara 5 sampai 80 per 100.000
penduduk, dengan insiden tertinggi tercatat di AmerikaSerikat dan Finlandia. Di Eropa dan
negara-negara maju lainnya, seperti Hong Kong, lebih banyak pasien cenderung memiliki
pankreatitis batuempedu, sedangkan di Amerika Serikat, pankreatitis yang berkaitandengan
alkoholisme adalah yang paling umum.

Usia rata-rata saat onset tergantung pada etiologi. Berikut ini adalah usia rata-rata onset untuk
berbagai etiologi :

1. Terkait dengan alkohol: 39 tahun


2. Terkait gannguan atau kelainan saluran empedu: 69 tahun
3. Terkait dengan trauma: 66 tahun
4. Terkait penggunaan obat-obatan: 42 tahun
5. Terkait ERCP: 58 tahun
6. Terkait penyakit HIV/AIDS: 31 tahun
7. Terkait penyakit vaskulitis: 36 tahun
Umumnya, pankreatitis akut lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Pada
laki-laki, etiologi lebih sering berhubungan dengan alkohol. Pada wanita lebih sering
berhubungan dengan penyakit saluran empedu.

ETIOLOGI

Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang mungkin penting
adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks cairan empedu ke dalam duktus
pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan
edemahingga nekrosis. Pada pankreatitis kronik, peradangan yang terusberlangsung
menyebabkan fibrosis yang mula-mula terjadi di sekitarduktus asinus namun kemudian di dalam
sel-sel asinar.
KLASIFIKASI

Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim,


pankreatitis akut dapat dibedakan menjadi :

a. Pankreatitis akut tipe intertisial

Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimalsekali. Secara mikroskopik, daerah
intersitial melebar karena adanyaedema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear(PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak
didapatkan destruksi asinar.

b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik

Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan perdarahan dan
inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan-jaringan di tepi pankreas,
nekrosis parenkim dan pembuluhpembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat
mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses ataudaerah-daerah
nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan
abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan
pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada
jaringan yang rusak dan mati.

PATOGENESIS

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar akibat
aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel asinar pankreasEnzim
ini dikeluarkan melalui duktus pankreas. Gangguan sel asinar pankreas dapat terjadi karena
beberapa sebab :

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil
(microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone
protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol.

2. Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas.


Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga
karena alkohol.

3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas.Keadaan ini dapat terjadi pada
prosedur operatif atau karenaaterosklerosis pada arteri di pankreas.Gangguan di sel asinar
pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-
sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi
(bradikinin, platelet activating factor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF- , IL-1 beta, IL-6, IL-
8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular adhesive molecules (VCAM)
sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya sistem komplemen, dan
ketidakseimbangan sistem trombofibrinolitik (perdarahan). Neutrofil mempermudah pelepasan
superoksida dan enzim proteolitik (Cathepsins B, D, dan G; kolagenase; serta elastase). Kondisi
tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan
nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak sajaterjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula
terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun
sistemik.Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu: 1.
inflamasi lokal pankreas, 2. peradangan sistemik atausystemic inflammatory response syndrome
(SIRS), 3. disfungsi multi organ atau multiorgan dysfunctions (MODS).

MANIFESTASI KLINIS

a) Rasa nyeri abdomen yang hebat


Nyeri abdomen biasanya konstan dari ringan sampai hebat, menetap menetap
menyebabkan ketidakberdayaan yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan
edema pada pankreas yang mengalami inflamasi sehingga timbul rangsangan pada ujung-
ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi ductus pankreatikus
juga turut menimbulkan rasa sakit.
b) Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen

Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun
demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis.

c) Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan sekitar umbilikus


d) Mual dan muntah umumnya dapat dijumpai
Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu.
e) Gejala panas, ikterus, hipotensi, hipovolemia
f) Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis, dan kulit yang dingin

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, hal ini dapat mengklasifikasikan


beratnya penyakit dan memprediksi prognosisnya.

a. Pemeriksaan Laboratorium

- Kadar Lipase dan Amilase


Pemeriksaan tingkat lipase lebih sensitif dan spesifik daripada pemeriksaan tingkat amilase oleh
karena amilase juga diproduksi oleh kelenjar saliva dan kadarnya dapat normal pada kondisi
pankreatitis alkoholik recurrent. Pada hari 01 serum lipase memiliki sensitivitas 100%
dibandingkan dengan serum amilasedengan sensistivitas 95%. Pada hari 2-3 sensitivitasnya
mencapai 85% dan spesifitas lipase 82% dibandingkan serum amilase yang hanya 68%.Kadar
amilase dan lipase lebih tinggi tiga kali lipat dari kadar normal menunjukkan adanya
pankreatitis.4,7 Serum amilase akan kembali normal dalam3-5 hari. Rasio lipase dan amilase
lebih besar dari 4 menunjukkan bahwa penyebabnya adalah alkoholik.

- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)

Kadar serum CRP lebih dari 150 mg/dL atau 14.286 nmol/L dalam 48 jam masuk rumah sakit
menunjukkan bentuk pankreatitis akut berat dari pankreatitis akut ringan. Jika tingkat serum
CRP lebih dari 180 mg/dL dalam 72 jam berhubungan dengan adanya nekrosis pankreas. Serum
CRP mencapai puncaknya pada 36-72 jam setelah gejala muncul sehingga tidak membantu jika
dilakukan pada awal masuk rumah sakit.

b. Pemeriksaan Radiologi

Semua pasien yang mengalami pankreatitis akut dilakukan pemeriksaan ultrasonografi


(USG). Hal ini akan sangat membantu diagnosis pankreatitis yang disebabkan oleh batu kelenjar
empedu. Pada kondisi gas saluran pencernaan saling tumpang tindih atau batu empedu
padabagian distal saluran empedu akan sangat susah mendeteksinya.

Pemeriksaan Contrast-enhaced computed tomography (CECT)merupakan standar diagnosis yang


dapat digunakan. Merupakan pilihan utama yang dapat digunakan pada pasien dengan nyeri
perut yang berat dan ketika diduga adanya pankreatitis nekrotik. Sangat baik dilakukanpada 48-
72 jam. CT scan tidak perlu dilakukan pada kondisi pasien stabil dengan pankreatitis akut
ringan.Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) memiliki sensitivitas 79%
danspesifitas 92% dibandingakan dengan pemeriksaan CT scan. Pemeriksaan ini sangat
membantu pada kondisi penggunaan kontras dikontraindikasikan (disfungsi renal).
Direkomendasikan pada pasien dengan peningkatan enzim hati dan Common Bile Duct (CBD)
bila tidak dapat di evaluasi dengan USG.6 Pemeriksaan dengan Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP) dapat membantu dalammendiagnosis penyebab pankreatitis
akut oleh karena choledocholithiasis.

PENATALAKSANAAN

 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan

Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan operasi. Pada tiga hari
pertama penting untuk menentukan tingkat keparahan pankreatitis, memberikan terapi suportif
dan evaluasi respons terapi. Pasien dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ
perlu dirawat di ruang perawatan intensif.1,7 Hidrasi intravena agresif sedini mungkin, kontrol
nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-operasi.6,7 Pankreatitis akut
ringan dapat dirawat di rumah tapi kebanyakan memerlukan perawatan di rumah sakit. Nutrisi
dan hidrasi dapat diberikan melalui cairan yang jernih dan kontrol nyerinya dengan narkotik
oral.10 Hal ini perlu dilakukan karena kehilangan cairan sering akibat muntah, penurunan intake
oral, cairan pada ruang ketiga, peningkatan kehilangan cairan melalui respirasi, dan
diaphoresis.Hidrasi akan mencegah komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi yang
agresif dilakukan dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring hematokrit, BUN, dan
kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat lebih baik dibandingkan dengan Normal
salin 0,9% oleh karena dapat lebih merusak sel asinar pankreas dan menimbulkan gap non-anion,
serta hiperkloremia asidosis metabolik.6 Awalnya diberikan 20 ml per kg dalam waktu 60
sampai 90 menit.

ERCP dengan sphincterotomy dapat menurunkan mortalitas hingga 4%. Pada pankreatitis akut
berat atau nekrosis infeksi atau koleksi cairan persisten diperlukan aspirasi perkutan dengan
bantuan CT atau operasi debridement.

 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat

Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan pembedahan awal ke
perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi,
tindakan bedah dapat diminimalisasi. Intervensi untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis
akut berat adalah:

(1) ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di duktus
koledokus,

(2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkatbatu empedu,

(3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan panduan USG maupun CT scan
atau transluminal endoskopik,

(3) nekrosektomimelalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau


debridement retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-assisted retroperitoneal
debridement),

(4) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk mengevakuasi timbunan cairan yang sudah
dibungkus dengan kapsul yang tebal (walled–off).Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama
apabila rumah sakit tidak mempunyai fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut adalah

(1) pankreatitis nekrosis terinfeksi,

(2) pankreatitis nekrosis steril dengan


penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction),

(3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama di ICCU,

(4) pseudokista pankreas simptomatik,

(5) pankreatitis biliar akut dengan kolangitis,

(6) pankreatitis akut dengan batu empedu.

KOMPLIKASI

Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi menjadi komplikasi
gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ yang dinilai sehubungan dengan
gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien
dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna
(10,8%). Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan
sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor dari Marshall.
Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah
ada, seperti: penyakit jantung koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh
pankreatitis akut.Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi dua,
yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk dari komplikasi lokal
pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut cairan peripankreatik (acute collection
of peripancreatic fluid) dan pesudokista pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang
menderita pankreatitis akut, organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses
edema inflamasi. Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran
homogen, terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute collection
of peripancreatic fluid.Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan melalui aspirasi
jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi dapat diduga apabila pada
pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di parenkim pankreas atau peripankreas

PENCEGAHAN
Pankreatitis akut erat kaitannya dengan konsumsi minuman beralkohol dan batu empedu. Oleh
sebab itu, pencegahannya dapat dilakukan dengan cara:

 Mengurangi atau berhenti mengonsumsi minuman beralkohol.


 Mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang.
 Menghindari konsumsi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.
 Rutin berolahraga untuk mempertahankan berat badan ideal.

Sumber : Sukadema, putu.2017. pankreatitis akut. fakultas kedokteran udayana


B. KEHAMILAN EKTOPIK

DEFINISI

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Kehamilan
Ektopik (KE) terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
cavum uteri. Kehamilan Ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Sebagian besar implantasi ekstrauterin
terjadi di tuba fallopii. Tempat yang paling sering adalah pada ampulla (80%), kemudian
berturut-turut pada pars ismika (12%), fi mbria (5%), dan pars intersisialis (0,2%), implantasi
yang terjadi di ovarium (0,2%) dan di serviks (0,2%). Sedangkan kehamilan ektopik terganggu
adalah kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. Kehamilan ektopik
terganggu merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa dan berkaitan dengan kecacatan serta
kematian ibu pada trimester pertama kehamilan.

EPIDEMIOLOGI

Kejadian kehamilan ektopik diperkirakan 1-2% dari seluruh jumlah kehamilan.


Prevalensi kehamilan ektopik adalah 1 dari 40 kehamilan atau diperkirakan terjadi pada 25 dari
1000 kehamilan. Kejadian kehamilan ektopik 85-90% ditemukan pada wanita multigravid.
Angka kematian akibat kehamilan ektopik di Amerika lebih banyak ditemukan pada wanita kulit
hitam dibandingkan wanita kulit putih. Usia di atas 40 tahun memiliki risiko sebesar 2.9 kali
untuk mengalami kehamilan ektopik.

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya kehamilan ektopik melibatkan banyak faktor. Secara teoritis, semua
faktor yang mengganggu migrasi embrio kedalam rongga endometrium dapat menyebabkan
kehamilan ektopik. Obstruksi merupakan penyebab dari separuh kasus kehamilan ektopik.
Obstruksi dapat terjadi karena inflamasi kronik, tumor intrauterin, dan endometriosis.
Kehamilan ektopik juga dapat terjadi karena adanya faktor mekanis yang menghambat seperti
infeksi rongga panggul, perlekatan tuba akibat operasi non ginekologis seperti apendektomi, alat
kontrasepsi (penggunaan IUD), dan penggunaan obat-obatan untuk menginduksi ovulasi.
Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
akibat perlekatan endosalping. Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok
panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik. Pascaoperasi
rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna. Pada prinsipnya kehamilan ektopik
disebabkan oleh hal-hal yang menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri.

MANIFESTASI KLINIS
 Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah sedang
 Gejala yang sering muncul pada kehamilan ektopik adalah perdarahan abnormal atau pun berupa
noda darah yang biasanya muncul pada 7 sampai 14 hari setelah keterlambatan menstruasi.
 Pucat
 Sakit Kepala & Pingsan
Pasien dengan kehamilan ektopik dapat mengalami sakit kepala dan pingsan berkaitan dengan
keadaan hipotensi dan hipovolemia akibat adanya perdarahan.
 Nyeri abdomen dan pelvis
Kehamilan ektopik dapat menyebabkan terjadinya nyeri abdomen dan pelvis yang dapat
bersifat tajam maupun tumpul.
 Gejala seperti kehamilan normal
Pasien dengan kehamilan ektopik ditandai dengan tanda-tanda seperti kehamilan normal
diantaranya mual, rasa tidak nyaman pada payudara dan amenorrhea (tidak mengalami
menstruasi pada waktu yang seharusnya).

PATOGENESIS DAN FAKTOR RISIKO

1. Usia
Faktor risiko kehamilan ektopik terganggu meningkat seiring dengan bertambahnya usia
ibu dan meningkat 4 kali lebih tinggi pada wanita dengan usia diatas 35 tahun. Faktor risiko
untuk terjadinya kekambuhan dari kehamilan ektopik meningkat pada wanita dengan usia diatas
30 tahun, hal tersebut berkaitan dengan proses penuaan dan penurunan fungsi organ- organ
reproduksi yang dialami seiring dengan bertambahnya usia.

2. Ras
Insidensi kehamilan ektopik pada wanita kulit hitam meningkat 1,4 kali dibandingkan
dengan wanita kulit putih. Hal itu dihubungkan dengan meningkatnya kejadian infeksi menular
seksual di kalangan wanita kulit hitam yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan kerusakan
tuba fallopi.

3. Paritas
Wanita dengan status multipara memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan ektopik. Ibu dengan paritas lebih dari satu mempunyai risiko lebih tinggi mengalami
kehamilan ektopik terganggu, hal ini berkaitan dengan kondisi segmen bawah rahim yang telah
rapuh dan banyak pembuluh darah kecil yang mengalami kerusakan akibat riwayat persalinan.

4. Penyakit Ginekologi
Penyakit ginekologi yang meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik diantaranya
adalah gangguan pada tuba seperti infeksi tuba, penyempitan tuba fallopi yang dapat
menyebabkan hambatan dan gangguan pada proses perpindahan ovum menuju ke rongga uteri
serta penyakit radang panggul kronis:
a) Penyakit radang panggul kronis
Penyakit radang panggul kronis biasanya dapat mengenai dan mempengaruhi fungsi dari tuba
fallopi sehingga terjadi penurunan dari fungsi tuba dan dapat menyebabkan peningkatan
terjadinya risiko kehamilan ektopik.

b) Infeksi tuba fallopi


Infeksi pada tuba fallopi dapat menyebabkan terjadinya fibrosis dan pembentukan
jaringan parut yang dapat mengakibatkan terjadinya konstriksi atau penyempitan pada tuba
fallopi, gangguan silia dan abnormalitas dari gerakan otot di tuba fallopi mengganggu proses
fertilisasi ketika ovum melewati tuba fallopi untuk mencapai uterus, oleh sebab itu sering terjadi
kesalahan implantasi yang berakibat pada kehamilan ektopik yang terjadi di tuba fallopi.

c) Penyempitan dari tuba fallopi


Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya penyempitan dari tuba fallopi adalah:
 Defek kongenital dari tuba, seperti divertikuli dan sakulasi.
 Tumor atau kista di tuba fallopi.
 Endometriosis dari tuba fallopi.
 Jaringan fibroid pada perbatasan antara uterus dan tuba fallopi.
 Perlekatan dari peritubal, sering disebabkan akibat riwayat operasi
 pelvis atau abdomen.
 Tindakan pembedahan pada tuba fallopi.

5. Penggunaan alat kontrasepsi


Penggunaan alat kontrasepsi dapat menjadi faktor risiko yang sangatberpengaruh pada
insidensi kehamilan ektopik. Wanita hamil yang memiliki riwayat pemakaian intrauterine device
(IUD) memiliki risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita hamil
yang tidak memiliki riwayat pemakaian IUD. Hal ini dapat terjadi berkaitan dengan efek yang
ditimbulkan dari alat kontrasepsi yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan
intrauteri.

6. Merokok
Wanita perokok memiliki peningkatan risiko mengalami kehamilan ektopik empat kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Bahan kimia yang terkandung
didalam rokok terbukti dapat menyebabkan reaksi yang dapat meningkatkan dua kali lebih
banyak protein yang disebut sebagai PROKR1 yang terdapat di tuba fallopi. Berlebihnya protein
PROKR1 yang terdapat di tuba fallopi menyebabkan terhambatnya kontraksi otot di tuba fallopi
sehingga mengganggu perpindahan ovum menuju ke uterus, hal ini dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan tanda dan gejala yang dialami pasien seperti mual, nyeri,
riwayat terlambat haid , nyeri abdomen dan perdarahan per vaginam.
2.Pemeriksaan Fisik
Kondisi umum pasien terlihat lemah dan pucat. Tanda vital menunjukan keadaan
hipotensi dan takikardia. Pada pemeriksaan fisik dan ginekologi ditemukan adanya distensi
abdomen, nyeri tekan pada abdomen, pelvis, pergerakan servikal dan adnexal serta terdapatnya
perdarahan pervaginam.Pada keadaan lanjut, pasien dapat mempunyai gejala akut abdomen,
pucat, dan bahkan kehilangan kesadaran. Pemeriksaan genitalia umumnya mendapatkan tanda
perdarahan pervaginam, dan pada pemeriksaan dalam didapatkan tanda berupa nyeri tekan pada
daerah adneksa, nyeri goyang portio dan penonjolan dari cavum Douglas (jika perdarahan intra-
abdomen sudah cukup banyak.
3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan hormon hCG pada urine untuk memastikan kehamilan, Pemeriksaan


laboratorium: pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga
perut. Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa
penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.2 Perhitungan leukosit secara berturut
menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan
kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.

Kuldosentesis: adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah
dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
terganggu. Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa: Cairan
jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium yang pecah.
Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks yang pecah
(nanah harus dikultur). Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi: Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik
adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk mengkonfirmasi satu
kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas
dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada
kehamilan diatas 5,5 minggu. Royal College of Obstetricians & Gynaecologists akhir-akhir ini
merekomendasikan bahwa ultrasonografi transvaginal merupakan alat diagnostik pilihan untuk
pemeriksaan kehamilan ektopik.

Laparoskopi: hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan
ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur
laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan
uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
mempersulit visualisasi alat kandungan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan
laparotomi.

PENATALAKSANAAN

A. Tatalaksana Umum

• Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau Ringer Laktat (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama.

• Segera rujuk ke rumah sakit.

B. Tatalaksana Khusus

• Segera uji silang darah dan persiapan laparotomi

• Saat laparotomi, lakukan eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii:

• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)

• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan kontrasepsi. Jadwalkan
kunjungan ulang setelah 4 minggu. Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus
60 mg/hari.

Referensi:

1. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Kehamilan Ektopik. Jakarta: Kemenkes RI. Diakses pada
tanggal 13 Desember 2020 dari
http://edunakes.bppsdmk.kemkes.go.id/images/pdf/Obsgin_4_Juni_2014/Blok%2011/Kehamilan
%20ektopik%20ppt.pdf

2. Berlianti. 2011. Kehamilan Ektopik Terganggu. Fakultas Kedokteran Universitas


Muhammadiyah Purwokerto.

3. Santoso, Budi. 2011. Analysis of Risk Factors Ectopic Pregnancy. Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK.Unair RSUD. Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Kedokteran Vol. 6 No. 2 Oktober
2011: 164–168.

Anda mungkin juga menyukai