KELAS : XI MIPA 3
B. Penyebab : Perang Padri disebabkan antara lain adanya ulama-ulama yang ingin
memberantas kebiasaan buruk. Upaya itu harus direalisasikan meskipun dengan jalan kekerasan.
Pada tahun 1803, tiga orang haji pulang dari Mekkah. Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji
Piobang yang telah menyaksikan gerakan Wahhabisme di Arab berupaya untuk membersihkan
kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan Islam di Minangkabau. Haji Miskin membakar
tempat sabung ayam di Pandai Sikat, hal ini menyebabkan kemarahan masyarakat. Ia melarikan
diri ke Kota Lawas dan dilindungi Tuanku Mensiangan. Haji Miskin kemudian mendatangi
Tuanku nan Renceh dan membentuk Harimau Salapan atau delapan ulama untuk melawan kaum
adat.
A. Latar Belakang : Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1822 setelah wafatnya Sri Sultan
Hamengkubuwono IV dikuasai oleh Residen Yogyakarta Hendrik Smissaert yang mencampuri
urusan kekuasaan keraton. Sementara itu Gubernur Jendral van der Capellen meminta seluruh tanah
sewa dikembalikan kepada pemilik dengan kompensasi tertentu. Hal ini tidak disetujui Pangeran
Diponegoro karena akan membawa keraton kepada kebangkrutan atas banyaknya tanah yang
dikembalikan. Namun Smissaert berhasil meyakinkan Ratu Ageng dan Patih Danuredjo selaku wali
raja untuk memuluskan kebijakan tersebut. Keraton terpaksa meminjam uang dari Kapitan Tionghoa
untuk membayar kompensasi tersebut.
B. Penyebab : Perang Diponegoro sendiri dapat dikatakan disebabkan oleh menguatnya pengaruh
Belanda di dalam keraton. Banyak diantara punggawa keraton yang memihak Belanda karena
mendapatkan keuntungan-keuntungan sendiri. Pangeran Diponegoro memutuskan hubungan dengan
keraton pada Oktober 1824 dan pulang ke Tegalrejo. Ia membahas mengenai kemungkinan untuk
melakukan pemberontakan pada Agustus tahun selanjutnya. Pangeran Diponegoro menghapus pajak
bagi petani untuk memberikan ruang pembelian makanan dan senjata. Perang akhirnya pecah ketika
Smissaert, pada Mei 1825 memperbaiki jalan Yogyakarta-Magelang melalui Tegalrejo. Patok-patok
jalan ini melewati makam leluhur Diponegoro, sehingga menyebabkan kemarahannya. Ia
memerintahkan mengganti patok tersebut dengan tombak sebagai pernyataan perang terhadap
Belanda dan Keraton Yogyakarta.
Belanda mengangkat Sultan Tamjidullah sebagai Sultan Banjar yang seharusnya dipegang oleh
Pangeran Hidayatullah. Setelah Tamjidullah dilengserkan dari sultan, Kesultanan Banjar
dibubarkan pihak Belanda.
Terjadinya monopoli perdagangan lada, rotan, damar, hasil tambang seperti emas, intan dan lain
sebagainya oleh Belanda yang menyebabkan kerugian bagi rakyat.
Belanda terlalu mencampuri urusan tahta kerajaan dimana saat penentuan pengganti Sultan Adam
maka Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai gantinya karena ia disenangi Belanda.
Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak hanya diberi kedudukan sebagai
Mangkubumi karena ia membenci Belanda.