Anda di halaman 1dari 11

STRATEGI PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS)

BERBASIS EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN


KOGNITIF DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF

Ahmad Busyairi1) dan Parlindungan Sinaga2)


1)
SPS Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung
2)
FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung
E-mail: psinaga@upi.edu

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran terkait peningkatan kemampuan kognitif dan
keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa setelah diberikan perlakuan dengan
pembelajaran CPS berbasis eksperimen dan pembelajaran kovensional. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain the randomized pretest-posttest control group
design. Sampel penelitian sebanyak 58 siswa SMA yang dibagi ke dalam dua kelas (29 kelas eksperimen
dan 29 kelas kontrol). Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan perhitungan N-gain,
Uji-t, dan perhitungan effect size. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan kognitif siswa untuk
kedua kelas sama-sama mengalami peningkatan dengan kategori sedang. Untuk keterampilan berpikir
kreatif dalam pemecahan masalah siswa, kelas eksperimen mengalami peningkatan dengan ketegori sedang
sedangkan kelas kontrol meningkat dengan kategori rendah. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran CPS berbasis eksperimen secara signifikan dapat lebih meningkatkan
kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa dibanding
penerapan pembelajaran konvensional. Selain itu, berdasarkan hasil perhitungan effect size menunjukkan
bahwa penerapan pembelajaran CPS berbasis eksperimen efektif dalam meningkatkan kemampuan kognitif
dan keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah siswa dengan kategori sedang.
Kata kunci: creative problem solving, eksperimen, kemampuan kognitif

ABSTRACT
This study aimed to get an idea related to the development of cognitive abilities and creative thinking skills
in problem solving student after being given treatment with CPS-based experimental learning and
conventional learning. The method used in this research is a quasi-experimental design with the randomized
pretest-posttest control group design. The research sample group of 58 high school students who are divided
into two classes (class 29 experimental and 29 control group). The collected data was then analyzed using
N-gain calculation, t-test, and the calculation of effect size. The result showed that the students' cognitive
abilities for both classes equally increased by the moderate category. For the creative thinking skills of
students in problem solving, experimental class increased by categories was increased while the control
class with low category. Based on the test results show that the application of learning hypothesis-based
experiments CPS can significantly improve the cognitive abilities and skills of creative thinking in solving
problems of students compared to the application of conventional learning. In addition, based on the
calculation of effect size indicates that the application of experiment-based learning CPS effective in
improving cognitive ability and creative thinking skills in problem solving students with moderate category.
Keywords: creative problem solving, experiment, cognitive ability

PENDAHULUAN pun terkadang penyelesaian yang ditawarkan tidak


sesuai dengan situasi dan kondisi (Kusuma, 2010).
Keterampilan berpikir kreatif dalam
Clegg (2006) menyatakan bahwa, keterampilan
pemecahan masalah sangat penting untuk dimiliki,
berpikir kreatif bukan lagi sebagai pelengkap tetapi
karena setiap profesi tentunya memiliki perma-
sudah menjadi faktor utama yang harus dimiliki
salahan tersendiri yang harus dipecahkan. Tanpa
oleh setiap individu untuk bertahan hidup di tengah
keterampilan berpikir kreatif, seseorang akan
persaingan global yang semakin ketat. Untuk itu,
menggunakan pemecahan yang sudah usang untuk
setiap individu hendaknya tidak hanya dibekali ke-
menghadapi permasalahan yang dihadapi meski-
terampilan pemecahan masalah semata melainkan

133

DOI: http://dx.doi.org/10.18269/jpmipa.v20i2.576
134 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 133-143

juga harus dilatihkan keterampilan berpikir rampilan berpikir kreatif dalam menemukan ide
kreatifnya agar mereka nantinya dapat menye- sebesar 1,12 termasuk pada kategori rendah. Begitu
lesaikan permasalahan dengan cara-cara yang juga untuk keterampilan dalam menemukan solusi.
kreatif (Bilal, 2012). Siswa sangat lemah dalam memunculkan beragam
Keterampilan berpikir kreatif dalam semua solusi dari suatu kejadian yang diberikan. Skor
domain, termasuk sains, teknologi, kedokteran, dan rata-rata siswa terkait keterampilan dalam me-
seni mucul dari pengoperasian dasar mental nemukan solusi ini adalah 0,73 termasuk pada
terhadap hal-hal berbeda yang konsepnya dibaur- kategori sangat rendah. Perolehan ini menunjukkan
kan karena ide-ide kreatif selalu merupakan kom- bahwa rata-rata siswa tidak mampu menemukan
binasi baru dari ide-ide lama (Michalko, 2012). lebih dari satu solusi bahkan masih banyak siswa
Sebagai contoh, Einstein menemukan teori yang sama sekali tidak mampu menemukan solusi
relativitas tanpa terlebih dahulu menemukan penyelesaian dari permasalahan yang diberikan.
konsep energi, konsep massa ataupun konsep kece- Berdasarkan hasil studi lebih lanjut terkait
patan cahaya melainkan hanya mengombinasikan proses pembelajaran yang bisanya diterapkan di
konsep-konsep tersebut dengan cara baru yang sekolah tersebut menunjukkan bahwa; (1)
bermanfaat. Namun yang perlu disadari bahwa pembelajaran Fisika pada umumnya didominasi
Einstein tentunya tidak akan bisa membaurkan oleh metode ceramah, dimana pembelajaran
konsep-konsep tersebut tanpa terlabih dahulu cenderung berpusat pada guru dengan proses
menguasai prinsip dari konsep-konsep yang di- pembelajaran bersifat transfer pengetahuan, (2)
baurkan. Oleh karena itu, kemampuan kognitif pembelajaran Fisika di sekolah tidak berlandas
yang mencakup penguasaan mengenai konsep- konstruktivis (pemahaman dibangun oleh siswa
konsep dan fakta-fakta ilmiah dalam pembelajaran sendiri), dan (3) guru jarang sekali mengajak siswa
Fisika juga perlu dilatihkan sebagai dasar untuk untuk memecahkan permasalahan dunia nyata
melatihkan keterampilan berpikir kreatif siswa secara kreatif sebagai upaya untuk meningkatkan
(Hadzigeorgiou, et al. 2012). keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan
Tujuan-tujuan pembelajaran seperti yang masalah siswa. Soal yang diberikan kepada siswa
dipaparkan di atas nampaknnya masih belum ter- lebih cenderung pada soal-soal yang penyelesaian-
capai sesuai harapan. Berdasarkan hasil studi nya langsung pada pemakaian rumus yang sudah
pendahuluan pada salah satu SMA yang ada di ada (soal tutup). Akibatnya, siswa kurang
kabupaten Bandung memperlihatkan bahwa rata- berkesempatan untuk mengembangkan keteram-
rata kemampuan kognitif siswa untuk mata- pilan berpikir kreatif khususnya keterampilan
pelajaran Fisika tergolong sangat rendah. Hal ini berpikir kreatif pemecahan masalah mereka.
terlihat dari hasil analisis data terkait nilai Ujian Pembelajaran yang seperti ini terjadi secara umum
Tengah Semester (UTS) yang diambil dari delapan disemua sekolah yang ada di Indonesia (Munandar,
kelas memperlihatkan bahwa hampir semua siswa 2004).
memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Fakta-fakta seperti yang dipaparkan di atas
Minimun (KKM=75). menunjukkan bahwa proses pembelajaran Fisika di
Selain itu, keterampilan berpikir kreatif sekolah masih perlu diperbaiki. Hal ini meng-
dalam pemecahan masalah siswa juga tergolong isyaratkan perlunya reformasi paradigma dalam
rendah. Berdasarkan hasil uji coba terbatas dengan pembelajaran, yaitu dari peran guru sebagai
menggunakan tes yang diadaptasi dari soal pemberi informasi (transfer of knowledge) ke peran
keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan guru sebagai pendorong belajar (stimulant of
masalah Wang et al. (2005) memperlihatkan learning). Guru dituntut agar memberi kesempatan
bahwa skor rata-rata siswa untuk indikator pada siswa untuk dapat mengkonstruksi sendiri
keterampilan berpikir kreatif dalam menemukan pengetahuan yang dipelajari melalui aktivitas-
masalah sebesar 1,57. Dengan mengkonsultasikan aktivitas pembelajaran seperti berdiskusi dan atau
perolehan ini dengan kriteria yang dibuat oleh praktikum. Selain itu, sebagai upaya untuk
Brookhart (2010) memperlihatkan bahwa melatihkan keterampilan berpikir kreatif dalam
keterampilan berpikir kreatif dalam menemukan pemecahan masalah siswa, maka salah satu cara
masalah siswa termasuk pada kategori rendah. yang dapat ditempuh adalah dengan pendekatan
Selain itu, siswa juga masih lemah dalam pemecahan masalah. Pehkonen et al. (1997) ber-
memunculkan beragam ide penyelesaian dari suatu pendapat bahwa cara untuk meningkatkan
permasalahan. Skor rata-rata untuk indikator kete- keterampilan berpikir kreatif khususnya dalam
Ahmad Busyairi dan Parlindungan Sinaga, Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbasis Eksperimen 135
untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif

pemecahan masalah yaitu melalui pendekatan brainstorming dan siswa yang tidak menggunakan
pemecahan masalah. Senada dengan pernyataan strategi brainstorming. Penelitian mengenai
tersebut Isaksen (2007) menyatakan bahwa proses penerapan strategi brainstorming ini juga pernah
kreatif selalu dimulai dengan penglihatan atau dilakukan oleh Harbi (dalam, Bilal. 2002) dan
kepekaan terhadap masalah karena akar dari Hamad (2006) yang mencoba melihat pengaruh
kreativitas terletak pada seseorang menyadari dari strategi brainstorming terhadap peningkatan
bahwa ada sesuatu yang salah, kurang, atau kemampuan kognitif siswa. Hasil penelitian
misterius. Selain itu, pembelajaran yang ber- menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
orientasi pada proses pemecahan masalah juga peningkatan kemampuan kognitif siswa antara
dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
materi yang diajarkan (Sanjaya, 2006). strategi brainstorming dan siswa tanpa strategi
Berdasarkan permasalahan dan pendapat brainstorming.
dari beberapa ahli seperti yang dipaparkan di atas, Hasil penelitian sebelumnya mem-
dirasa perlu untuk menerapkan suatu strategi perlihatkan bahwa proses pemecahan masalah
pembelajaran yang memberi peluang bagi siswa dengan strategi brainstorming dapat meningkatkan
untuk mengkontruksikan kemampuan kognitif keterampilan berpikir kreatif siswa namun tidak
mereka secara mandiri dan proses pembelajarannya efektif untuk meningkatkan kemampuan kognitif
berorientasi pada proses pemecahan masalah mereka. Berdasarkan permasalahan yang teri-
secara kreatif kolaboratif. Salah satu alternatif dentifikasi di lapangan dan fakta-fakta empiris
pembelajaran yang memberikan peluang bagi terkait hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini
siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan mencoba menerapkan strategi pembelajaran CPS
mereka serta berorientasi pada proses pemecahan berbasis eksperimen untuk meningkatkan kemam-
masalah secara kreatif kolaboratif adalah pembe- puan kognitif dan keterampilan berpikir kreatif
lajaran Creative Problem Solving (CPS). Pembe- dalam pemecahan masalah siswa. Penggunaan
lajaran CPS merupakan rangkaian kegiatan pembe- eksperimen dalam pembelajaran CPS bertujuan
lajaran yang tahapan pembelajarannya berorientasi agar kemampuan kognitif siswa dapat meningkat
pada proses pemecahan masalah secara kreatif dalam proses pembelajaran ini. Hal ini penting
kolaboratif (brainstorming) sehingga menghasilkan dilakukan karena kemampuan kognitif merupakan
banyak ide, gagasan, pemikiran, kritik, saran yang dasar untuk mengembangkan keterampilan berpikir
berbeda dalam rangka untuk memperoleh solusi kreatif siswa (Hadzigeorgiou, et al. 2012).
terbaik (Kandemir, et al. 2009). Berdasarkan kurikulum Fisika SMA dan
Penelitian-penelitian empiris mengenai rencana tahunan, maka pokok bahasan yang dipilih
penerapan pembelajaran Creative Problem Solving dalam penelitian ini adalah listrik dinamis.
(CPS) untuk meningkatkan keterampilan berpikir Pemilihan materi ini diatarbelakangi oleh beberapa
kreatif sebelumnya sudah pernah dilakukan Wang pertimbangan yaitu (1) konsep listrik dinamis
et al. (2002), Centikaya (2013), dan Leisema banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
(2013). Perbedaannya adalah, penelitian yang sehingga berpotensi sebagai bahan untuk me-
dilakukan oleh Wang (2002) dilakukan pada para ningkatkan keterampilan berpikir kreatif dalam
pekerja, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh pemecahan siswa, (2) hasil observasi di lapangan
Centikaya (2013) dan Leisema (2013) dilakukan menunjukkan bahwa peralatan eksperimen yang
pada siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh mendukung kegiatan pembelajaran CPS berbasis
Wang et al. (2002), Centikaya (2013), dan Leisema eksperimen ini tersedia disekolah tempat akan
(2013) menunjukkan bahwa, penerapan strategi dilakukannya penelitian, dan (3) Program peme-
CPS dapat lebih meningkatkan keterampilan rintah yang mencanangkan pembangunan pem-
berpikir kreatif para pekerja/siswa dibandingkan bangkit listrik berdaya tinggi dan pembangkit
dengan strategi nonCPS. Penelitian yang dilakukan listrik tenaga surya mendorong peneliti untuk
oleh Blwi (2006) dan Bilal (2012) mencoba memperkenalkan aplikasi-aplikasi dari konsep ke-
melihat pengaruh dari penggunaan strategi listrikan ini pada siswa. Hal ini penting dilakukan
brainstorming (sambung saran) dalam mening- untuk mempersiapkan generasi pengembang yang
katkan keterampilan berpikir kreatif siswa. Hasil kreatif dan inovatif sehingga generasi selanjutnya
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dapat bersaing di era globalisasi berbasis penge-
peningkatan keterampilan berpikir kreatif yang tahuan dan teknologi ini.
signifikan antara siswa yang menggunakan strategi
136 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 133-143

METODE kreatif dalam pemecahan masalah antara kelas


eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan uji beda
Metode yang digunakan dalam penelitian
rata-rata (Uji-t). Selain itu, untuk mengetahui
ini adalah adalah metode kuasi eksperimen dengan dampak dari penerapan pembelajaran CPS
desain randomized pretest-posttest control group berbasis eksperimen ini terhadap peningkatan ke-
design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa mampuan kognitif dan keterampilan berpikir
kelas X pada salah satu SMA di Kabupaten
kreatif dalam pemecahan masalah siswa relatif
Bandung tahun ajaran 2014/2015. Sampel yang
dengan penerapan pembelajaran konvensional,
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 58 siswa selanjutnya dilakukan perhitungan effect size.
yang terdiri dari 29 siswa kelas eksperimen dan 29 Ukuran dampak (effect size) dalam penelitian ini
siswa kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel dicari dengan menghitung besar perbedaan mean
menggunakan teknik simple random sampling
yang distandardisasi (d) dengan Rumus 2 (Cohen,
yaitu teknik pengambilan sampel dimana tiap unsur 1998).
yang membentuk populasi diberi kesempatan yang
sama untuk terpilih menjadi sampel. x1  x 2
Untuk keperluan pengumpulan data, d .......... .......... .......... .......... ...2)
Sp
dikembangkan instrumen penelitian berupa tes
kemampuan kognitif dalam bentuk soal pilihan Sp merupakan standar deviasi sampel-sampel
ganda dan tes keterampilan berpikir kreatif dalam yang digabungkan (pooled). Standar deviasi
bentuk soal essay. Tes kemampuan kognitif ini sampel-sampel yang digabungkan (pooled)
mencakup ranah kognitif C1 (mengingat), C2 dinyatakan berdasarkan Rumus 3.
(memahami), C3 (mengaplikasikan), C4 ( n1  1) s12  ( n2  1) s22
(menganalisis), dan C5 (mengevaluasi) terkait sp  ........... ..... 3)
konsep listrik dinamis (Anderson, et al. 2010). Tes ( n1  1)  ( n2  1)
keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan
masalah mencakup keterampilan berpikir kreatif dengan kriteria yang dibuat oleh Cohen (1998)
dalam menemukan fakta (fact finding), keteram- yaitu; 0 < d < 0,2 (efek kecil); 0,2 ≤ d ≤ 0,8 (efek
pilan berpikir kreatif dalam menemukan masalah sedang); dan d ≥ 0,8 (efek besar).
(problem finding), keterampilan berpikir kreatif
dalam menemukan ide (idea finding), dan
keterampilan berpikir kreatif dalam menemukan HASIL DAN PEMBAHASAN
solusi (solution finding) (Osbon dalam Kandemir, Kemampuan Kognitif
et al. 2009). Berdasarkan data hasil pretest dan posttest
Untuk mengetahui peningkatan kemampuan terkait kemampuan kogntif siswa, maka dapat
kognitif dan keterampilan berpikir kreatif dalam ditentukan peningkatan kemampuan kognitif siswa
pemecahan masalah siswa, dilakukan perhitungan melalui perhitungan gain seperti diperlihatkan pada
gain yang dinormalisasi <g>. Rata-rata gain Gambar 2.
ternormalisasi didefinisikan sebagai perbandingan
rata-rata peningkatan sebenarnya <gain> dengan
rata-rata peningkatan maksimum yang mungkin
dicapai oleh siswa (Hake, 1999). Persamaan untuk
menghitung rata-rata gain terrnormalisasi <g>
disajikan pada Rumus 1 (Hake, 1999).

(%  S post  %  S pre )
 g . .......... ..1)
(100  %  S pre )
Hasil perhitungan <g> kemudian
diinterpretasikan dengan kriteria Hake (1999) Gambar 1. Skor Gain Kemampuan Kognitif
yaitu; <g> < 0,3 (Rendah); 0,3 ≤ <g> ≤ 0,7 Kelas Eksperimen dan Kontrol
(Sedang); dan <g> > 0,7 (tinggi). Untuk menguji Gambar 1 menunjukkan bahwa skor
apakah terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan kognitif untuk kedua kelas sama-sama
kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir mengalami peningkatan. Rata-rata peningkatan
Ahmad Busyairi dan Parlindungan Sinaga, Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbasis Eksperimen 137
untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif

(gain) kemampuan kognitif untuk kelas informasi yang mampu dikumpulkan (diperoleh)
eksperimen 48,62 sedangkan peningkatan (gain) siswa selama kegiatan pembelajaran dan bukan
untuk kelas kontrol adalah 44,82. Untuk menge- pada kemampuan berpikir mereka. Oleh karena itu,
tahui kategori peningkatan kemampuan kognitif meskipun dalam pembelajaran CPS berbasis
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, eksperimen siswa tidak secara langsung dilatihkan
rata-rata peningkatan ini kemudian di- kemampuan menghafal mereka, namun melalui
normalisasikan melalui perhitungan <g> kemudian kegiatan eksperimen, diskusi kelompok, dan
diinterpretasikan dengan kriteria Hake (1999). diskusi kelas siswa terlibat langsung dalam proses
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata-rata mengumpulkan informasi-informasi yang terkait
skor <g> kemampuan kognitif pada kelas dengan materi yang dipelajari. Begitu juga pada
ekperimen sebesar 0,65 sedangkan pada kelas pembelajaran konvensional, meskipun proses
kontrol sebesar 0,60. Nilai ini menginformasikan pembelajaran didominasi dengan metode ceramah,
bahwa rata-rata peningkatan kemampuan kognitif hal ini juga memfasilitasi siswa dalam mengum-
baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas pulkan (memperoleh) informasi-informasi yang
kontrol sama-sama termasuk dalam kategori terkait dengan materi yang diajarkan. Hal inilah
sedang. Untuk mempertajam analisis, selanjutnya yang menyebabkan kemampuan kognitif ranah C1
dilakukan perhitungan <g> untuk tiap-tiap indi- untuk kelas eksperimen dan kontrol sama-sama
kator kemampuan kognitif pada kedua kelas. mengalami peningkatan dengan kategori tinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh per- Peningkatan rata-rata kemampuan kognitif
bandingan skor <g> untuk tiap-tiap ranah ranah C2 (memahami) siswa pada kelas eksperimen
kemampuan kognitif pada kelas eksperimen dan berada pada kategori tinggi sedangkan peningkatan
kelas kontrol seperti ditunjukkan pada Gambar 3. rata-rata kemampuan kognitif siswa pada kelas
kontrol berada pada kategori sedang. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan
rata-rata kemampuan kognitif ranah C2 (mema-
hami) siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi
daripada kelas kontrol. Peningkatan kemampuan
kognitif ranah C2 pada kelas eksperimen didukung
oleh pembelajaran yang berbasis eksperimen. Hal
ini menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa
akan efektif jika dibangun melalui kegiatan inves-
tigasi secara empirik (empirical investigation)
melalui kegiatan eksperimen. Pemahaman menge-
Gambar 2. Perbandingan Skor <g> untuk
nai konsep-konsep ini kemudian dipertajam pada
Tiap-Tiap Kemampuan Kognitif tahapan selanjutnya yaitu pada tahapan proses
pemecahan masalah (problem solving). Sanjaya
Berdasarkan Gambar 2 di atas terlihat (2006) menjelaskan bahwa salah satu kelebihan
bahwa, peningkatan rata-rata kemampuan kognitif pembelajaran yang yang berorientasi pada proses
ranah C1 (mengingat) siswa untuk kedua kelas pemecahan masalah adalah dapat memperkuat
sama-sama meningkat dengan kategori tinggi. pemahaman siswa terkait konsep-konsep yang
Untuk menjawab soal kognitif ranah C1 diajarkan (ranah kognitif C2).
(mengingat), siswa tidak terlalu membutuhkan Untuk ranah kognitif C3 (mengaplikasikan)
kemampuan berpikir melainkan hanya kemampuan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
untuk mengenali (recognition) dan memanggil keduanya mengalami peningkatan pada kategori
kembali (recalling). Mengenali adalah mengambil tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa baik dalam
pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka proses pembelajaran CPS maupun dalam pembe-
panjang untuk membandingkannya dengan lajaran konvensional sama-sama memfasilitasi
informasi yang baru saja diterima, sedangkan siswa dalam meningkatkan kemampuan kognitif
memanggil kembali adalah proses kognitif yang ranah C3 mereka. Pembelajaran CPS merupakan
membutuhkan pengetahuan masa lampau secara salah satu pembelajaran yang berorientasi pada
cepat dan tepat (Anderson et al., 2010). Dengan proses pemecahan masalah. Salah satu tujuan dari
demikian, peningkatan kemampuan kognitif ranah proses pembelajaran ini adalah melatih siswa agar
C1 ini lebih dipengaruhi oleh seberapa banyak dapat mengaplikasikan konsep-konsep yang sudah
138 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 133-143

mereka dapatkan dan pahami ke dalam proses Untuk ranah kognitif C5 (mengevaluasi),
pemecahan masalah. Sebagai contoh, pada tahapan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol meng-
idea finding dan solution finding dalam proses alami peningkatan pada kategori sedang. Hal ini
pembelajaran CPS berbasis eksperimen, siswa menunjukkan bahwa baik pembelajaran CPS
dituntut untuk dapat menerapkan konsep-konsep berbasis eksperimen maupun pembelajaran
yang sudah mereka dapatkan dan pahami dalam konvensional sama-sama memfasilitasi siswa
bentuk ide-ide dan solusi-solusi penyelesaian atas dalam meningkatkan kemampuan kognitif ranah
permasalahan yang diberikan. Begitu juga dalam C5 mereka. Ciri utama dari pembelajaran CPS
pembelajaran konvesional, siswa secara rutin adalah semua tahapan pembelajarannya selalu
diberikan contoh soal dan latihan-latihan soal yang diawali dengan akitivitas berpikir divergen dan
melibatkan kemampuan kognitif ranah C3 (meng- diahiri dengan aktivitas berpikir konvergen
aplikasikan) dalam penyelesaiannya. (Isaksen, 1995). Sebagai contoh, pada tahapan
Untuk ranah kognitif C4 (menganalisis) baik menemukan ide (idea finding), guru mendorong
kelas eksperimen maupun kelas kontrol keduanya siswa agar dapat menemukan beragam ide penye-
mengalami peningkatan pada kategori sedang. Hal lesaian dari suatu permasalahan yang diberikan.
ini menunjukkan bahwa baik pembelajaran CPS Setelah beragam ide ditemukan, guru mendorong
berbasis eksperimen maupun pembelajaran siswa untuk dapat menentukan ide terbaik dari
konvensional sama-sama memfasilitasi siswa beragam ide yang sudah mereka temukan tersebut.
dalam meningkatkan kemampuan kognitif ranah Tentunya kegiatan ini dapat melatihkan kemam-
C4 mereka. Dalam pembelajaran CPS berbasis puan menganalisis (C4) dan mengevaluasi (C5)
eksperimen, hampir seluruh tahapan melatihkan siswa. Pada pembelajaran konvensional, kemam-
kemampuan menganalisis siswa. Tahapan yang puan mengevaluasi siswa dilatihkan melalui
melatihkan kemampuan menganalisis siswa dalam latihan-latihan soal secara rutin.
proses mbelajaran CPS diantaranya yaitu pada Dengan membandingkan rata-rata pening-
tahapan menemukan masalah (problem finding), katan kemampuan kognitif siswa pada kedua kelas,
tahapan menemukan ide (idea finding), dan peningkatan kemampuan kognitif siswa pada kelas
tahapan menemukan solusi (solution finding). eksperimen lebih tinggi daripada pembelajaran
Dalam tahapan menemukan masalah, siswa ditun- konvensional. Uji beda rata-rata dilakukan dengan
tut untuk dapat menemukan permasalahan yang uji-t pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan
terdapat pada suatu kejadian. Kegiatan ini tentunya derajat kebebasan dk = (n1 + n2-2) = 56 sehingga
membutuhkan kemampuan menganalisis diperoleh besar ttabel = 1,67. Berdasarkan hasil
mengingat karakteristik permasalahan yang disaji- perhitungan diperoleh besar thitung = 1,72. Dengan
kan guru pada pembelajaran CPS adalah berbentuk membandingkan nilai thitung dengan ttabel diperoleh
permasalahan yang bersifat terbuka, ambigu, dan nilai thitung > ttabel. Dengan demikian dapat
kompleks (Helie, et al., 2010). Pada tahapan disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran CPS
menemukan ide/solusi, siswa dilatih untuk dapat berbasis eksperimen dapat lebih meningkatkan
menganalisis bagaimana kontribusi dari konsep- kemampuan kognitif siswa secara signifikan
konsep yang sudah mereka peroleh dari kegiatan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
eksperimen untuk memecahkan masalah-masalah pada materi listrik dinamis. Untuk mengetahui
yang sudah mereka temukan. Setelah ide- keefektifan penerapan pembelajaran CPS berbasis
ide/solusi-solusi penyelesaian terkumpul, siswa eksperimen dalam meningkatkan kemampuan
didorong untuk menganalisis kekurangan dan kognitif siswa maka dilanjutkan dengan perhi-
kelebihan dari setiap ide/solusi sebagai upaya tungan effect size. Hasil perhitungan menunjukkan
untuk menemukan ide terbaik dari beragam ide effect size untuk kemampuan kognitif adalah 0,45
yang sudah mereka temukan tersebut. Kegiatan dan dengan menggunakan kriteria Cohen (1988),
dalam pembelajaran konvensional yang melatihkan perolehan ini termasuk ke dalam kategori sedang.
kemampuan menganalisis siswa adalah kegiatan Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pemberian latihan soal. Pada kegiatan ini, siswa penerapan pembelajaran CPS berbasis eksperimen
diberi soal-soal kognitif yang dapat melatihkan efektif dalam meningkatkan kemampuan kognitif
kemampuan menganalisis mereka sehingga ke- siswa dengan kategori sedang.
mampuan menganalisis siswa juga terlatih dalam
pembelajaran ini.
Ahmad Busyairi dan Parlindungan Sinaga, Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbasis Eksperimen 139
untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif

Keterampilan Berpikir Kreatif dalam kategori rendah. Perolehan ini menunjukkan


Pemecahan Masalah bahwa peningkatan keterampilan berpikir kreatif
Berdasarkan data hasil penelitian yang dalam menemukan fakta ditinjau dari segi kelan-
sudah diperoleh, selanjutnya dapat ditentukan caran (fluency) dan kelenturan (flexibility) pada
peningkatan keterampilan berpikir kreatif dalam kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
pemecahan masalah siswa melalui perhitungan kontrol.
gain (Gambar 3). Pada tahap menemukan fakta (fact finding)
dalam proses pembelajaran CPS berbasis eksperi-
men, siswa dituntut untuk dapat mengidentifikasi
beragam fakta dari suatu kejadian yang relevan
dengan permasalah. Fakta-fakta yang berhasil
ditemukan kemudian dieksplorasi guna mencari
informasil yang lebih mendalam terkait fakta-fakta
yang sudah mereka kumpulkan. Keterampilan
berpikir yang diperlukan dalam tahapan menemu-
kan fakta ini adalah keterampilan berpikir lancar
(Trefinger, et al. 2006). Dengan demikian,
keterampilan berpikir kreatif khususnya untuk
Gambar 3. Skor Gain Keterampilan Berpikir aspek kelancaran dalam menemukan fakta
Kreatif dalam Pemecahan Masalah pada Kelas (fluency) dari suatu kejadian lebih terlatihkan
Eksperimen dan Kontrol
dalam proses pembelajaran ini. Perolehan ini juga
Gambar 4 menunjukkan bahwa skor diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
keterampilan berpikir kreatif dalam pemecahan Wang (2002) yang menemukan bahwa strategi
masalah untuk kedua kelas sama-sama mengalami CPS dapat lebih meningkatkan keterampilan
peningkatan. Rata-rata peningkatan (gain) kemam- berpikir lancar siswa jika dibandingkan dengan
puan kognitif untuk kelas eksperimen adalah 9,27 strategi NonCPS. Ditinjau dari segi keterampilan
sedangkan peningkatan (gain) untuk kelas kontrol berpikir asli dalam menemukan fakta (originality)
7,35. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rata- terlihat bahwa kedua kelas tidak mengalami
rata skor <g> keterampilan berpikir kreatif dalam peningkatan. Hal ini disebabkan sebagian besar
pemecahan masalah siswa pada kelas ekperimen fakta-fakta sudah tertuang dalam permasalahan
sebesar 0,38 sedangkan pada kelas kontrol sebesar yang diberikan. Oleh karena itu, keterampilan
0,29. Perolehan ini menunjukkan bahwa rata-rata berpikir asli sangat sedikit berperan dalam tahapan
peningkatan keterampilan berpikir kreatif dalam ini.
pemecahan masalah siswa untuk kelas eksperimen Dalam pembelajaran konvensional, perma-
berada pada kategori sedang, sedangkan kelas salahan yang diberikan kepada siswa lebih seder-
kontrol berada pada kategori rendah. hana dengan instruksi yang jelas karena yang
Untuk mempertajam analisis, selanjutnya menjadi fokus perhatian guru dalam proses pembe-
dilakukan perhitungan <g> untuk tiap-tiap indi- lajaran konvensional ini adalah bagaimana agar
kator keterampilan berpikir kreatif dalam peme- siswa dapat menyelesaikan permasalahan dengan
cahan masalah pada kedua kelas. Hasil per- konsep-konsep yang sudah mereka pelajari bukan
hitungan ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4a kepada melatihkan keterampilan berpikir mereka
memperlihatkan bahwa keterampilan berpikir (Depdiknas, 2008). Oleh karena itu, keterampilan
kreatif dalam menemukan fakta ditinjau dari segi berpikir kreatif dalam menemukan fakta dari suatu
kelancaran (fluency) dan kelenturan (flexibility) permasalahan kurang terlatih dalam pembelajaran
siswa untuk kedua kelas sama-sama mengalami konvensional.
peningkatan. Namun, peningkatan keterampilan Gambar 4.b) memperlihatkan bahwa untuk
berpikir lancar dalam menemukan fakta (fluency) keterampilan berpikir kreatif dalam menemukan
pada kelas eksperimen termasuk dalam kategori masalah ditinjau dari segi kelancaran (fluency) dan
sedang, sedangkan untuk kelas kontrol termasuk kelenturan (flexibility) siswa pada kedua kelas
dalam kategori rendah. Begitu juga jika ditinjau sama-sama mengalami peningkatan dengan kate-
dari segi kelenturan (flexibility), peningkatan pada gori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa baik
kelas eksperimen termasuk dalam kategori sedang, dalam proses pembelajaran CPS berbasis eksperi-
sedangkan untuk kelas kontrol termasuk dalam men maupun dalam pembelajaran konvensional
140 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 133-143

sama-sama memfasilitasi siswa dalam meningkat- keterampilan berpikir lancar dan berpikir lentur ,
kan keterampilan berpikir lancar (fluency) dan peningkatan dalam menemukan ide berada pada
berpikir lentur (flexibility) mereka. Dalam kategori sedang dan bahkan untuk keterampilan
pembelajaran CPS, kepekaan siswa terhadap berpikir asli dalam menemukan ide termasuk
permasalahan dilatihkan pada tahapan menemukan dalam kategori rendah. Hasil penelitian ini serupa
masalah (problem finding). Pada tahap ini, siswa dengan dengan hasil penelitian Wang (2002) yang
dituntut untuk dapat menemukan permasalahan memperlihatkan bahwa penerapan strategi CPS
dari sutu kejadian yang bersifat ambigu dan tidak secara signifikan dapat lebih meningkatkan
kompleks. Oleh karena itu, kepekaan siswa dalam keterampilan berpikir asli siswa dibandingkan
melihat suatu permasalahan akan lebih terlatih dengan strategi nonCPS.
dalam proses pembelajaran ini. Selain itu, pada Gambar 4d) memperlihatkan bahwa untuk
tahapan ini juga siswa dilatihkan untuk menemu- keterampilan berpikir kreatif dalam menemukan
kan beragam masalah dari suatu kejadian dengan solusi ditinjau dari segi kelancaran (fluency),
cepat sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. kelenturan (flexibility), dan keaslian (originality)
Dengan dimikian, keterampilan berpikir lancar dan untuk kedua kelas sama-sama mengalami
keterampilan berpikir lentur sangat diperlukan peningkatan. Peningkatan keterampilan berpikir
dalam tahapan ini (Treffinger, et al., 2006). lancar dalam menemukan solusi (fluency) pada
Perolehan ini juga diperkuat oleh hasil penelitian kelas eksperimen termasuk dalam kategori sedang,
yang dilakukan oleh Wang (2002), Centikaya sedangkan untuk kelas kontrol termasuk dalam
(2013), dan Laisema et al. (2013) yang kategori rendah. Begitu juga untuk keterampilan
menemukan bahwa strategi CPS dapat lebih berpikir lentur dalam menemukan solusi
meningkatkan keterampilan berpikir lancar dan (flexibility) pada kelas eksperimen termasuk dalam
berpikir lentur siswa jika dibandingkan dengan kategori sedang, sedangkan untuk kelas kontrol
strategi nonCPS/konvensional. termasuk dalam kategori rendah. Keterampilan
Gambar 4.c) memperlihatkan bahwa untuk berpikir kreatif dalam menemukan solusi dalam
keterampilan berpikir kreatif dalam menemukan pembelajaran CPS berbasis eksperimen dilatihkan
ide ditinjau dari segi kelancaran (fluency), kelen- pada tahapan solution finding. Pada tahapan ini,
turan (flexibility), dan keaslian (originality) untuk siswa dituntut untuk dapat memberikan solusi-
kedua kelas sama-sama mengalami peningkatan. solusi yang beragam dan asli. Oleh karena itu,
Peningkatan keterampilan berpikir lancar dalam kemampuan berpikir lentur dan asli sangat
menemukan ide (fluency) pada kelas eksperimen dibutuhkan dalam tahapan ini (Treffinger et al.,
termasuk dalam kategori sedang, sedangkan untuk 2006).
kelas kontrol termasuk dalam kategori rendah. Meskipun kegiatan ini dapat meningkatkan
Begitu juga untuk keterampilan berpikir lentur keterampilan siswa dalam menemukan solusi-
dalam menemukan ide (flexibility) pada kelas solusi penyelesaian yang beragam dan asli, namun
eksperimen termasuk dalam kategori sedang, terlihat bahwa peningkatannya berada pada
sedangkan untuk kelas kontrol termasuk dalam kategori sedang dan rendah. Hasil penelitian ini
kategori rendah. Keterampilan berpikir kreatif sama dengan dengan hasil penelitian Wang (2002)
dalam menemukan ide dalam pembelajaran CPS yang memperlihatkan bahwa penerapan strategi
berbasis eksperimen dilatihkan pada tahapan idea CPS tidak secara signifikan dapat lebih
finding. Pada tahapan ini, siswa dituntut untuk meningkatkan keterampilan berpikir asli siswa
dapat mengaplikasikan konsep-konsep yang sudah dibandingkan dengan strategi nonCPS.
mereka miliki ke dalam bentuk ide-ide kreatif yang Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
banyak, beragam, dan asli. Dengan demikian peningkatan keterampilan berpikir asli (originality)
keterampilan berpikir lancar (fluency), berpikir baik dalam proses menemukan fakta (fact finding),
lentur (flexibility), dan berpikir asli (originality) menemukan masalah (problem finding), menemu-
sangat diperlukan pada tahapan ini sehingga kan ide (idea finding), atau menemukan solusi
mereka dapat memuncuklkan ide-ide yang bera- (solution finding) semuanya termasuk dalam
gam dan asli (Treffinger et al.,2006). kategori rendah. Berpikir asli/unik/baru adalah
Meskipun kegiatan ini dapat meningkatkan hakikat dari kreativitas. Pernyataan ini sesuai
keterampilan siswa dalam menemukan ide-ide dengan pendapat Azzam (dalam Brookhart, 2010)
penyelesaian yang banyak, beragam, dan asli, yang menyatakan bahwa kreativitas adalah suatu
namun jika melihat perolehan skor N-gain untuk proses menghasilkan ide-ide yang original dan
Ahmad Busyairi dan Parlindungan Sinaga, Strategi Pembelajaran Creative Problem SoClving (PS) Berbasis Eksperimen 141
untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif

bernilai. Lebih lanjut Mednick (dalam Treffinger mengetahui, memahami, mampu mengaplikasikan,
et al., 2002) menjelaskan bahwa kreativitas adalah menganalisis, dan mengevaluasi tiap-tiap aspek
proses mengkombinasikan ide-ide yang sudah ada yang relevan dengan permasalahan yang akan
hingga terbentuk ide-ide baru yang tidak biasa dan dicarikan ide-ide penyelesaiannya. Jika melihat
asli. Apabila ditinjau dari sudut pandang kognitif, peningkatan kemampuan kognitif siswa pada
kreativitas dikategorikan ke dalam level kognitif penelitian ini khususnya untuk kemampuan meng-
tertinggi yaitu kemampuan mencipta (Brookhart, analisis dan mengevaluasi hanya mampu mening-
2010). Oleh karena itu, untuk menjadi kreatif kat dengan kategori sedang. Hal inilah yang
(mampu menghasilkan ide-ide yang original) menyebabkan peningkatan peningkatan keteram-
bukan merupakan perkara yang mudah. Ide-ide pilan berpikir asli (originality) untuk semua proses
penyelesaian yang original baru akan dapat pemecahan masalah termasuk dalam kategori
terbentuk apabila seseorang sudah benar-benar rendah.

(a) (b)

(c) (d)

Keterangan:
(a) Skor <g> Keterampilan Berpikir Kreatif dalam Menemukan Fakta Kelas Eksperimen dan Kontrol
(b) Skor <g> Keterampilan Berpikir Kreatif dalam Menemukan Masalah Kelas Eksperimen dan Kontrol
(c) Skor <g> Keterampilan Berpikir Kreatif dalam Menemukan Ide Kelas Eksperimen dan Kontrol
(d) Skor <g> Keterampilan Berpikir Kreatif dalam Menemukan Solusi Kelas Eksperimen dan Kontrol

Gambar 4. Skor Gain Kemampuan Kognitif Kelas Eksperimen dan Kontrol

Dengan membandingkan rata-rata pening- katan pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada
katan keterampilan berpikir kreatif dalam peme- pembelajaran konvensional. Pengujian pada taraf
cahan masalah siswa pada kedua kelas, pening- kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan derajat
142 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 20, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 133-143

kebebasan dk = (n1 + n2-2) = 56 sehingga Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher-


diperoleh besar ttabel = 1,67. Berdasarkan hasil Oder Thingking Skill in Your Classroom.
perhitungan diperoleh besar thitung = 1,95. Dengan Alexandria: Virginia USA.
membandingkan nilai thitung dengan ttabel diperoleh Centikaya, C. (2013). The effect of gifted students’
nilai thitung > ttabel. Dengan demikian dapat disimpul- creative problem solving program on
kan bahwa penerapan pembelajaran CPS berbasis creative thinking. Procedia Social and
eksperimen dapat lebih meningkatkan keteram- Behavioral Sciences Vol. 116 No.1, hlm.
pilan berpikir kreatif secara signifikan dalam 3722 – 3726.
pemecahan masalah siswa dibandingkan dengan Chandra, D. T. (2010). Kajian efektivitas
pembelajaran konvensional pada materi listrik pembelajaran fisika dalam meningkatkan
dinamis. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa technological literacy dan kreativitas siswa
effect size untuk kemampuan kognitif adalah 0,52 SMP Melalui implementasi program
dan berdasarkan kriteria Cohen (1988), perolehan pendidikan teknologi dasar (PTD). Jurnal
ini termasuk ke dalam kategori sedang. Dengan Berkala Vol. 13 No.2, hlm. E15-E24.
demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan Clegg, B. dan Brich, P. (2006). Instan Creativity:
pembelajaran CPS berbasis eksperimen efektif 76 Cara Instan Meningkatkan Kreativitas.
dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa Jakarta: Erlangga.
dengan kategori sedang. Cohen, J. (1988). Statistical Power Analysis for the
Behavioral Sciences, Second Edition. New
KESIMPULAN Jersery, USA: Lawrence Erlbaum
Associates.
Penerapan pembelajaran CPS berbasis Depdiknas (2008). Strategi Pembelajaran dan
eksperimen lebih efektif dalam meningkatkan Pemilihannya. Jakarta: Depdiknas.
kemampuan kognitif dan keterampilan berpikir
Frankel, J. R., Wallen, N. E. Hyun dan Hellen, H.
kreatif dalam pemecahan masalah siswa di-
(2012). How to Design and Evaluate
bandingkan dengan penerapan pembelajaran kon- Research in Education. New York:
vensional pada materi listrik dinamis. Oleh karena McGraw-Hill.
itu penerapan strategi pembelajaran ini nampaknya Hadzigeorgiou, Y., Fokialis, P. dan
layak dipertimbangkan untuk digunakan dalam Kabouropoulou, M. (2012). Thinking about
pembelajaran fisika pada materi lainnya, maupun creativity in science education. Scientific
dalam pembelajaran fisika di jenjang pendidikan
Research Vol. 3 No.5, hlm. 603-611.
formal lainnya. Hake, R. R. (1999). analyzing change/gain scores.
American Educational Research
DAFTAR PUSTAKA Association. [online] tersedia di:
Anderson, Lorin, W. dan David R. K. (2010). http://www.physics.indiana.edu/~sdi/
Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, AnalyzingChange-Gain.pdf.
Pengajaran dan Assessmen. Yogyakarta: Helie, S. dan Sun, R. (2010). incubation, insight,
Pustaka Belajar. and creative problem solving: a unified
Bilal, A. A. (2012). The effect of using theory and a connectionist model. American
brainstorming strategy in developing Psychological Association Vol. 117 No.3,
creative problem solving skills among hlm. 994–1024.
female students in princess alia university Isaksen, S. G. (1995). on the conceptual
college. American International Journal of foundations of creative problem solving. a
Contemporary Research Vol. 2 No.10, hlm. response to magyary beck. Creative of
29-38. Inovation Managemen Vol. 4 No.1, hlm.
Bwli, Q. (2006). The effectiveness of using 1628–1635.
brainstorming strategy in developing Isaksen, S. G. (2007). An exploratory studi of the
creative thinking in Islamic Education relationships between an assessment of
among Third secondary students in Tabouk problem solving style and creative problem
City. Master Thesis. Mut’a University. solving. The Korean Journal of Thingking
Jordan. & Problem Solving Vol. 17 No.1, hlm. 5–
26.
Ahmad Busyairi dan Parlindungan Sinaga, Strategi Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbasis Eksperimen 143
untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Berpikir Kreatif

Kandemir, M. A. dan dan Gur, H. (2009). The use Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran.
of creative problem solving scenarios in Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
mathematics education: views of some Jakarta: Kencana.
prospective teachers. Procedia- Social and Treffinger, D. J. et al. (2002). Assessing Creativity:
Behavioral Sciences Vol. 1 No.1, hlm. 53– A Guide for Educators. Florida: Center for
63. Creative Learning Sarasota.
Kusuma, Y. (2010). Creative Problem Solving. Treffinger, J. T., Isaksen, S. G. dan Dorval, B. S.
Tanggerang: Rumah Pengetahuan. (2006). Creative problem Solving. Texas:
Leisema, S. dan Wannapiron, P. (2013). Design of Prufrock Press Inc.
collaborative learning with creative Wang, C. W. dan Horng, R. Y. (2002). The effects
problem-solving process learning activities of creative problem solving training on
in a ubiquitous learning environment to creativity, cognitive type and R & D
develop creative thinking skills. Procedia performance. The Journal of Research,
Social and Behavioral Sciences Vol. 116 Technology and Innovation Management,
No.14, hlm. 3921 – 3926. Vol. 32 No.1, hlm. 35-45.
Michalko, M. (2012). Pemikiran Pemikir Kreatif. Wang, H. C., Li, T.Y. dan Chang, C. Y. (2005). A
Jakarta: PT. Indeks. user modeling framework for exploring
Munandar, U. (2004). Pengembangan Kreativitas creative problem-solving ability.
Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta. Proceedings of AIED Conference,
Pehkonen, E. dan Helsinki (1997). The state-of-art Amsterdam, The Netherlands.
in mathematical creativity. International
Reviews on Mathematical Education Vol.
29 No.3, hlm. 63-67.

Anda mungkin juga menyukai