PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Aliran Asy'ariyah adalah aliran teologi Islam yang lahir pada dasawarsa kedua
abad ke-10 (awal abad ke-4). Pengikut aliran ini, bersama pengikut Maturudiyah
dan Salafiyah, mangaku termasuk golongan ahlus sunnah wal jama’ah. Aliran
asy’ariyah dibangun oleh Abu Hasan Ali ibn Ismail Al-Asy’ari ( 873-935M ).
Pada mulanya, Al-Asy’ari adalah seorang tokoh Mu’tazilah. Karena itulah,
menurut Al-Askari, Al-Juba’i berani mempercayakan perdebatan dengan lawan
kepada Al-Asy’ari1. Ini merupakan indikasi bahwa Al-Asy’ari sebagai salah
seorang pengikut Mutazilah yang tangguh.
Namun, karena sebab-sebab yang tidak begitu jelas, Al-Asy’ari, walaupun
telah puluhan tahun menganut paham Mu’tazilah, ia akhirnya meninggalkan
ajaran tersebut. Menurut Ibnu Asakir, Al-Asy’ari meninggalkan mu’tazilah karena
ia bermimpi berjumpa dengan Nabi Muhammad yang mengatakan bahwa mazhab
Mu’tazilah itu sesat sedangkan mazhab Ahl Al-Hadits benar. Pendapat lain
menyebutkan bahwa Al-Asy’ari berdebat dengan gurunya, Al-Jubba’i, seputar
orang mukmin, orang kafir, dan anak kecil. Dalam perdebatan itu, sang guru tidak
menjawab pertanyaan murid2 .
Terlepas dari sebab-sebab diatas, yang jelas ajaran Asy’ariyah ini muncul
sebagai alternatif yang menggantikan kedudukan ajaran Mu’tazilah yang sudah
hilang pamornya pasca penghapusannya oleh Al-Mutawakkil sebagai mazhab
negara. Ini menunjukkan bahwa aliran Asy’ariyah muncul karena kondisi yang
menuntut demikian.
Selain oleh Al-Asy’ari, aliran Asy-a’riyah ini dikembangkan pula oleh murid-
muridnya seperti Muhammad Thayyib bin Muhammad Abu Bakr Al-Baqillani,
1
Ahmad Amin, Zhuhr Al-Islam ( Kairo: Dar Al-Nahdhah, 1965 ), hlm. 65.
2
Untuk jelasnya, lihat Ahmad Mahmud Subhi, Fi Illem al-Kalam, Dar al Kutub al-Jamiah, Kairo,
1969, hlm. 187
Abd Al-Malik Al-Juwani (419-478 H), Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (450-
505 H), dan Alauddin Al-‘Ijji (w. 756 H).
Sebagai sebuah aliran teologi, Asy’ariyah mempunyai ajaran-ajaran yang
banyak diikuti masyarakat, khususnya yang cenderung mengikutinya. Ajaran-
ajaran tersebut dapat diketahui dari buku yang ditulis Al-Asy’ari sendiri dan para
muridnya.
3.2 Saran
1. Untuk Mahasiswa
Sebagai mahasiswa sikap bijak mempelajari dan memahami aliran ilmu
kalam klasik ini tidak membuat diri menjadi orang yang fanatic terhadap
perbedaan pandangan.
2. Untuk Akademisi
Sebagai orang yang berpendidikan, tentunya pola fikir dan cara
menanggapi dari perbedaan kedua aliran tersebut dengan mengambil
sebuah kebenaran yang akurat dari berbagai sumber.yang
dapatpertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA