Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori be;ajar dimunculkan oleh para psikologi pendidikan setelah mereka


mengalami kesulitan untuk menjelaskan proses belajar secara menyeluruh.
Sebagian psikolog menghaluskan kesulitan ini dengan istilah: memperjelas dari
pengertian dan proses belajar. Belajar merupakan proses dimana seseorang dari
tidak tahu menjadi tahu. Proses belajar ini dimulai sejak manusia masih bayi
sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusia untuk belajar merupakan
karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
Kajian tentang kapasitas manusia untuk belajar, terutama tentang
bagaimanaproses belajar terjadi pada manusia mempunyai sejarah panjang dan
telah menghasilkan beragam teori. Beberapa teori yang terkenal di antaranya yaitu
Teori belajar disiplin mental, Teori Behaviorisme (teori perilaku atau tingkah
laku) dan Teori Kognitivisme.

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang


menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan
sebagai integrasi prinsip-prinsi yang menuntun di dalam merancang kondisi demi
tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu dengan adanya teori belajar akan
memberikan kemudahan bagi guru dalam menggunakannya dalam
mengembangkan materi pokok suatu mata pelajaran menjadi bahan pembelajaran
yang sesuai untuk mencapai kompetisi dasar yang ditetapkan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka kami dapat merumuskan


beberapa masalah yang akan menjadi topik kali ini, yaitu:

1. Apa yang di maksud dengan Teori pembelajaran Disiplin Mental?


2. Apa yang di maksud dengan Teori Pembelajaran Behaviorisme?
3. Apa yang di maksud dengan Teori Pembelajaran Kognitivisme?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian Teori pembelajaran Disiplin Mental.
2. Menjelaskan pengertian Teori Pembelajaran Behaviorisme.
3. Menjelaskan pengertian Teori Pembelajaran Kognitivisme.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Disiplin Mental

Teori belajar disiplin mental berkembang sebelum abad ke-20. Teori ini
tanpa dilandasi eksperimen dan hanya berdasar pada filosof atau spekulatif.
Walaupun berkembang sebelum abad ke-20, namun teori disiplin mental sampai
sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran
disekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi individu
memiliki kekuatan, kemamouan atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah
pengalaman dari kekuatan, kemampuan dan potensi-potensi tersebut.
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-
mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani
bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan
pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme
hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal
dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebegai pengembangan
oleh fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai
konsep “Disiplin Mental” (Bell Gredler, 1994:21).
Dalam teori disiplin mental individu memiliki kekuatan, kemampuan atau
potensi-potensi tertentu. Menurut Jean Jacques Rosseon, anak memiliki potensi-
potensi yangmasih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan atau mengaktualkan potensi tersebut.
Menurut psikologi atau Faculty Psychology individu memilikimsejumlah
daya-daya seperti daya mengenal, mengingat, menganggap, mengkhayal, berfikir
dan sebagainya. Daya itu dapat dikembangkan melalui latihan dalam bentuk
ulangan, kala anak dilatih banyak mengulang-ulang, menghapal sesuatu maka ia
akan ingat terus akan hal itu.
Menurut rumpuan teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara
herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Ada beberapa teori yang
termasuk rumpun disiplin mental sebagai berikut:
1. Teori disiplin mental Theistic, berasal dari psikologi daya seperti
mengamati, menganggap, mengingat, berfikir, memecahkan masalah dan
sebagainya.
2. Teori disiplin mental Humanistik, lebih mementingkan keseluruhan –
keutuhan.
3. Teori disiplin mental Naturalisme, teori ini mempunyai potensi atau
kemampuan untuk berbuat atau melaksanakan tugas, tetapi juga memiliki
kemauan dan kemampuan untuk berkembang dan belajar sendiri.
4. Teori disiplin mental Apresiasi, teori ini membantu anak untuk
mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu dan menguasai
pengetahuan selanjutnya. Demikian seterusnya, semakin tinggi pula masa
apresiasinya.

2.2 Tujuan, Asumsi Dasar Disiplin Mental


Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan
model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaaran yang
diaksud adalaah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan
pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran (Triyanto, 2007:1).
Dalam kalangan anak-anak, bsik dilngkungan keluarga ataupun disekolah,
hamper semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan cara disiplinn, seperti
pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan, latihan tetap terhadapsuatu
keterampilan, disiplin diri dalam bertindak, disiplin mengendalikan diri, bekerja
keras dengan disiplin tetap, serta adanya arahan-arahan motivasi dari pihak lain.
Semua itu jika dilakukan akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan
unggul dibidang yang dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin tadi. Memang,
pada asalnya disiplin dilakukan oleh adanya aturan-aturan eksternal, namun secara
tidak langsung, jika hal itu dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang
lama akan menghasilkan perilaku disiplin internal.
Teori disiplin mental relevan apabila diterapkan dalam system
pembelajaran, karena kriteria belajar bagi siswa adalah adanya perubahan perilaku
pada diri individu, perubahan perilaku yang terjadi hasil dari pengalaman dan
perubahan tersebut relative menetap (Suciati, 2005:13). Berdasarkan kriteria
tersebut tentu saja teori belajar disiplin mental dapat diterapkan sebagai media
untuk menambah pengetahuan unuk perubahan perilaku individu secara menetap
dan berdasarkan hasil pengalaman dalam proses belajar mengajar.

2.3. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Disiplin Mental


Sebagaimana teori belajar lainnya, teori belajar disiplin mental juga
memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan yang dimiliki oleh teori belajar
disiplin mental adalah:
1. Dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta didik
2. Dapat memperkaya pengetahuan peserta didik, dengan metode balajarnya
yang dilakukan secara bertahap
3. Mendisiplinkan mental peserta didik

Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan
model pembelajaran untuk diterapkan bagi peserta didik. Model pembelajaaran
yang dimaksud adalaah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran.
Kekurangan yang dimiliki oleh teori belajar disiplin mental adalah:
1. Apabila dilaksanakan secara berlebihan akan menimbulkan suasana belajar
yang tegang dan menyeramkan;
2. Proses belajar menjadi monoton;
3. Bila berlebihan kemungkinan bisa membebani mental peserta didik.

2.4 Tokoh-Tokoh Teori Disiplin Mental


Tokoh-tokoh penganut dari teori disiplin mental ini adalah Plato,
Aristoteles, Christian Wolff, J.J. Roesseau, Johan Friedrick Herbart. Mereka
berasumsi bahwa setiap individu peserta didik mempunyai potensi dalam dirinya
yang dapat dikembangkan.
1. Christian wolff (1679-1754)
Seorang ahli filsafat Jerman, berpendapat bahwa pikiran atau otak
manusia mempunyai kecakapan yang jelas dan berbeda-beda. Pada saat
tertentu, pikiran berada pada satu kegiatan khusus, dan pada saat lain
terkadang sebagai bagian dari satu aspek kegiatan tertentu. Menurut wolff,
kecakapan dasar yang umum adalah pengetahuan (knowing), perasaan,
ingatan, dan akal budi inti. Sedangkan kecakapan akal budi (reasoning)
meliputi kemampuan menggambarkan perbedaan-perbedaan dan menafsirkan
atau menilai bentuk.
2. Plato
Pada abad ke-4 sebelum masehi, Plato percaya bahwa disiplin atas
latihan mental dalam matematik dan filsafat merupakan persiapan terbaik
seseorang dalam berperilaku dengan masyarakat. Ada 5 (lima) kecakapan
yang berbeda-beda menurut Plato. Kecakapan yang paling besar dan paling
unik yang dimiliki manusia adalah akal budi (reason). Kecakapan yang
dimiliki manusia antara lain: vegetative (tumbuh, berkembang), appetitive
(nafsu, keinginan), sensory (indra), dan locomotive (gerak).
3. Aristoteles
Pada abad ke-4 sebelum masehi, Aristoteles telah menerangkan bahwa
ingatan (recollection) tentang suatu item pengetahuan dipermudah oleh
penghubungan atau komunikasi item atau ide tersebut dengan orang lain
ketika ia mempelajarinya. Ia mempertahankan empat jenis asosiasi atau
koneksi harus membantu atau memperkuat ingatan. Keempat jenis asosiasi
yang dimaksud adalah ; kebersamaan satu ide dengan ide lainnya,
keberangkaian ide dalam satu seri, kesamaan ide, dan perbedaan ide.
4. J.J Rousseau
Menurut J.J Rousseau, secara subjektif setiap manusia komunikan itu
bebas. Ia mempunyai kebebasan untuk memilih dan bertanggung jawab atas
dunianya. Ia sendiri yang bertindak sebagai arsitek dan pembangunan
kehidupannya. Lebih jauh Rousseau beranggapan bahwa dunia anak-anak
lebih membutuhkan hal-hal yang praktis, bukannya pengajaran dan
instruksional. Guru harus sering bertanya dan terus membuat pertanyaan-
pertanyaan instruksional kepada murid-muridnya, daripada hanya menjelaskan
sesuatu yang belum diketahui murid sebelumnya.
2.5 Pengertian Teori Belajar Behaviorisme
Behavior dalam psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori
pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku yang diperoleh dari
pengkondisian lingkungan. Pengkondisian terjadi melalui interaksi dengan
lingkungan. Teori ini dapat dipelajari secara sistematis dan dapat diamati.
Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah
filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang
dilakukan organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus
dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat
digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau pikiran.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Menurut teori belajar tingkah laku, belajar adalah perubahan dalam
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
telah dikatakan sudah mengalami proses belajar jika telah mampu bertingkah laku
dengan cara baru sebagai hasil interaksi antara stimulus yang berupa proses dan
materi pembelajaran dengan respon atau tanggapan yang diberikan oleh pebelajar.
Misalnya; seorang pelajar belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-
kegiatan sosial di masyarakat,seperti; ikut berpartisipasi dalam kegiatan
pemilu, kerja bakti, ronda dll
Teori Behavioristik adalah teori yang hanya mempelajari perilaku nyata
(overt behavior) tanpa meneliti lebih jauh sebabnya. Teori ini pun membedakan
antara teori pemerolehan dan belajarannya.

2.6 Ciri –ciri Teori Belajar Behaviorisme


Adapun ciri-ciri teori belajar behavioristik adalah,
1. Mementingkan penagruh lingkungan
2. Mementingkan bagian bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mmengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan sebab sebab di waktu yang lain
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan
7. Dalam pemecahan masalah, ciri khasnya trial and error

2.7 Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme


1)  Ivan Petrovich Pavlov
Classic conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah
proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara
berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Teori ini menunjukkan bahwa tingkah laku tertentu dapat dibentuk
melalui proses conditioning. Anak dapat takut pada kucing, dan sebaliknya
dapat pula kita buat menjadi sayang kepada kucing. Ia menemukan bahwa ia
dapat menggunakan stimulus netral, seperti sebuah nada atau sinar untuk
membentuk perilaku (respons). Eksperimen-eksperimen yang dilakukan
Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme,
dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral
dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan
tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan
arti yang benar jika ia berbuat sesuatu. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa
dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang di inginkan. Kemudian Pavlov mengadakan
eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap
binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan
segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan
berkenan dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan
dalam proses pembelajaran. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya
buruk. Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena
kedua pelajaran tersebut saling berkaitan.
2) John Watson
Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang
dapat dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan
respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable).
Watson berpendapat bahwa introspeksi merupakan pendekatan yang
tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi dianggap sebagai suatu
ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur. Watson mempertahankan
pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang dilakukan manusia
(perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang objektif.
Watson menolak pikiran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan
pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya perilaku yang observabel atau
yang berpotensi untuk dapat diamati dengan berbagai cara baik pada aktivitas
manusia dan hewan. 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
a. Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku.
Kondisi adalah lingkungan external yang hadir dikehidupan. Perilaku
muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.
b. Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan
maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan
terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan
sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan
belajar dari semua itu.
c. Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi
mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku
manusia.
Pada dasarnya Watson melanjutkan penelitian Pavlov. Dalam
percobaannya, Watson ingin menerapkan classical conditioning pada reaksi
emosional. Hal ini didasari atas keyakinannya bahwa personalitas seseorang
berkembang melalui pengkondisian berbagai refleks.
3) Edward Lee Thorndike
Dalam bukunya Animal Intelligence (1911) ia menyangkal pendapat
bahwa hewan memecahkan masalah dengan nalurinya. Ia justru berpendapat
bahwa hewan juga memiliki kecerdasan. Menurut Thorndike, belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa
yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti  pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa
pikiran,  perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat
kegiatan belajar dapat  berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak
konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Teori ini disebut dengan teori koneksionisme atau juga disebut “S -R
Bond Theory” dan “S-R Psycology of learning” selain itu, teori ini juga
terkenal dengan “Trial and Error Learning”.(Slavin, 2000). Ketika  Thorndike
memasukkan hewan yang sama ke kotak teka-teki secara berulang-ulang,
hewan tersebut akan melakukan respons yang benar semakin cepat. Dalam
waktu singkat, hewan-hewan tersebut hanya membutuhkan waktu beberapa
detik untuk lolos dan mendapatkan hadiah. Thorndike menggunakan kurva
waktu belajar tersebut untuk membuktikan bahwa hewan tersebut bukan
menggunakan nalurinya untuk dapat lolos dan mendapatkan hadiah dari kotak,
namun melalui proses trial and error (mencoba-salah-mencoba lagi sampai
benar). Menurut Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar
manusia, antara lain:
a. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena
penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan,
hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada
kesiapan pada diri seseorang.
b. Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat
kuat bila sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi
lemah jika latihan tidak diteruskan.
c. Law of Effect,  yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh
yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak
mendatangkan kepuasan akan dilupakan.
4) B.F Skinner
Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui
proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan
yang relatif besar. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant
(penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut
dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Azas operant conditioning B.F Skinner mulai muncul dalam tahun
1930-an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang
kemudian dikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada
saat itu telah memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian.
Munculnya teori Operant conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak
puasan Skinner atas teori S-R, umpamanya pada pernyataan “Stimulus terus
menerus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur” (Gredler, 1991 :
115). Dengan kata lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi
pengulangan bila terdapat penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-
respons tersebut merupakan tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau
pembentukan tingkah laku.
Sedangkan secara menyeluruh, istilah  Operant  conditioning diartikan
sebagai suatu situasi belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat
reinforcement langsung (Wasty, 1998 : 126). Kemudian Margaret E. Bell
Gredler dalam kesimpulannya mengartikan operant conditioning sebagai
proses mengubah tingkah laku subjek dengan jaalan memberikan penguatan
(reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki dengan kehadiran
stimulus yang cocok (Gredler, 1991 :125). Skinner memandang bahwa belajar
adalah perubahan dalam perilaku yang dapat diamati dalam kondisi yang
dikontrol secara baik. Ada tiga syarat terjadinya interaksi antara organisasi dan
lingkungannya antara lain: saat respon terjadi, respon itu sendiri, konsekuensi
penguatan respon. (Sudjana, 1991:86).
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa
penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek, yang
relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin
pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul,
kemudian setiap respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement).
Dalam eksperimen Skinner tersebut terdapat istilah Penguatan atau dapat
disebut sebagai reinforcement yaitu, setiap kejadian yang meningkatkan ataupun
mempertahankan kemungkinan  adanya respon terhadap kemungkinan respon
yang diinginkan. Biasanya yangberupa penguat adalah sesuatu yang dapat
menguatkan dorongan dasar (basicdriver, seperti makanan yang dapat memuaskan
rasa lapar atau air yang dapatmenguatkan rasa haus) namun tidak harus selalu
demikian.
Pada manusia, penguatan sering salah sasaran sehingga pembelajaran
menjadi tidak effisien. Masalah lain dengan pengkondisian manusia adalah
penentuan manakah konsekuansi-konsekuensi yang menguatkan dan manakah
yang melemahkan. Karena bergantung pada sejarah individu, penguatan dan
disiplin terkadang dapat menjadi penguatan sedangkan ciuman dan pujian dapat
menjadi hukuman.

2.8 Pengertian Teori Kognitivisme


Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses
belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa
mengamati, melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan
kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif
menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada
aspek-aspek kognisi seseorang.
Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
2.9 Ciri-ciri Aliran Kognitivisme
1. Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
2. Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
3. Mementingkn peranan kognitif
4. Mementingkan kondisi waktu sekarang
5. Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakiliobyek-obyek itu di
representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan
atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yangbersifat mental, misalnya
seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar
negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang dikunjuginya
selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga
tidak hadir di tempat-tempat itu. Padawaktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan-tanggapan, gagasan dantanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata
yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

2.10 Tokoh Tokoh Teori Kognitivisme


1) Jean Piaget
Teorinya disebut “Cognitive Developmental” dalam teorinya, Piaget
memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dan fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
development karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan
pribadi serta perubahan umur yang memengaruhi kemampuan belajar
individu. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan
kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan
intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Dengan kata lain,
daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula
secara kualitatif. Menurut Suhaidi JeanPiaget mengklasifikasikan
perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
- Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 0-2 tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan
persepsi yang masih sederhana.
- Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai
digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telahdapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
- Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap
ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang
jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik
perseptual pasif.
- Tahap concrete – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah
anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola
pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang
dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentukproses,
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang
diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki
seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang
disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori
perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya
penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya.
Equilibrasiini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek
seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui
asimilasi dan akomodasi.

2) Bruner
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif
manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif
seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,terutama bahasa
yang biasanya digunakan. Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah
ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting
bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya.
Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang
sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang
terbaik menurut Bruner inia dalah dengan memahami konsep, arti dan
hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
(discovery learning).

3) Ausebel
Yang memandang bahwa Proses belajar terjadi jika siswa mampu
mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
yang dimana Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
a) Memperhatikan stimulus yang diberikan
b) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakaninformasi yang
sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada
siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan
kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi
umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akandipelajari oleh siswa.
Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu: Menyediakan suatu
kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari danyang akan
dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih
mudah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori disiplin mental adalah salah satu dari teori yang berkembang
sebelum abad ke-20, filusuf terkenal Ariestoteles dan Plato adalah penggagas
utama dalam teori disiplin mental. Teori ini berkembang dengan dasar
spekulatif ataupun filosofis saja, tanpa ada eksperimen. Pembelajaran dalam
disiplin mental adalah dengan mendisiplinkan atau melatih mental manusia
hingga menjadi terbiasa dan kemudian bias
Menurut teori belajar behaviorisme, belajar didefinisikan sebagai
perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon. Dimana perubahan tingkah laku tersebut tergantung pada konsekuensi.
Teori belajar kognitifisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

3.2 Saran
Dalam melakukan sebuah penilaian belajar, seorang pendidik
sebauknya dan seharusnya mempertimbangkan keadaan mental peserta
didiknya disamping tingkah laku yang diamati.
DAFTAR PUSTAKA
http://trioredosaputra-tp-unbara.blogspot.com/2012/12/teori-disiplin-mental.html
Hani Wolingga, Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, Volume 6, Nomor 2 :
Agustus 2018, HAL 76-77

Bell Gredler, E. Margaret. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV.


Rajawali,1991. 
          Desyani, R. Jurnal dengan judul Telaah Unsur-Unsur Behavioristik pada Pendekatan dan
Metode Behavioristik. Hal:10
Jufri, A. Wahab. Belajar dan Pembelajaran Sains/A. Wahab Jufri. –
Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2013.
Rusman. Model-model Pembelajaran Profesionalisme Guru/Rusman.-
                                 Ed. 2,-5.-Jakarta: Rajawali Pres, 2012.
Hadi, Ahmad. 2013. Teori Belajar Behavioristik.
dalam  http://nudisaku.blogspot.com
          _____2013.Teori Belajar Kognitivisme. dalam
 htttp://maskurmuslim.blogspot.com/2013/12/teori-belajar-kognitivisme.html
https://www.bamzsusilo.com/2015/09/makalah-teori-belajar-behaviorisme-
dan.html

Anda mungkin juga menyukai