Anda di halaman 1dari 4

UANG SAKU HABIB

“Mi, minta uang …” kata Habib merajuk ibunya


“Lha, tadi kan sudah toh pas berangkat sekolah…” tukas ibunya sambil cemberut.
“Ya, sudah habis. Tadi khan buat sangu sekolah, sekarang aku pengen beli ers krim..” Habib
bergeming, apalagi suara sirine dari sepeda penjual  es krim di depan rumah seolah-olah
menghipnotis melalui telinganya.
“Tuku-o, tuku-o, tuku-o….”  itu adalah suara sirine penjual es krim yang diplesetkan yang
artinya, “Beli-lah, beli-lah.
“Ayo tah, Mi… keburu pergi loh orangnya..” Habib semakin memelas dan matanya sudah mulai
basah.
“Ih… anak ini, masih kecil sudah suka njanjan…” gerutu ibunya.
“Pokoknya nek, nggak dikasih aku nggak ngaji,! Habib mulai mengancam.
“Ih, anak ini….!”  Ibunya sebal.
“Assalamualaikum…..” terdengar suara wanita dari balik pintu.
“Tuh, Bib bukakan pintunya dulu, Umi mau matikan kompornya…!”
“Tapi aku minta uangnya loh kalo habis bukakan pintu….” Habib masih berdiri di tempatnya.
“Assalamualaikum….” Sekali lagi suara dari luar pintu terdengar.
“Walaikum salam….” Ibunya menjawab sambil mengeraskan suaranya.
“Bib, bukakan pintu sana… ini gosong nanti…!”
“Pokoknya aku dikasih uangnya loh…”
“Ya…ya.. sana… suru masuk…!”

Habib segera bergegas membuka pintu.

“Umminya ada Mas?”  tanya seorang wanita setengah baya


“Ada di dapur, masuk dulu ….!” kata Habib mempersilahkan tamunya,
“Mi… Bu Karno….!” Seru habib sambil berlari ke dapur.

Segera ibunya bergegas ke ruang tamu, “Oh, Bu Karno, monggo pinarak Bu…” begitu ibunya
Habib mempersilahkan tamunya untuk duduk.
Sejenak kemudian mereka berbincang-bincang tentang acara pengajian yang akan di gelar ibu-
ibu RT di komplek perumahan.

“Mi, uang…!” begitu Habib mendekat ibunya.

Ibunya melotot jengkel, karena tidak ingin berdebat dengan anaknya yang masih kelas dua SD
itu di depan tamu, maka dia memberikan uang dua ribu dari saku bajunya.
 

“Kiri-kiri.. ya, mundur dikit… pelan..pelan.. yak.. masuk..!” begitu teriak seorang anak kecil
member aba-aba ke pada seorang pengemudi mobil yang hendak keluar dari parkiran. Begitu
mobilnya sudah siap meneruskan perjalanan sang sopir mengulurkan sebuah lembaran dua
ribuan kepada anak tadi. Kemudian bocah tadi kembali ke duduk di bangku kayu di ujung
tempat parkir.
“Ayo Bib, kamu turun, kita parkir di sini saja..!”

Sang bocah menghampiri ibunya Habib, “Jangan di kunci setir ya bu, ini karcisnya..” kata bocah
tadi.

“Lho Faisol..” seru Habib kepada anak yang ada di depannya.


“Eh Habib, mau belanja Bib?” Tanya Faisol
“Iya, ini ikut Ummi, beli susu..!”
“Faisol temen Habib?” Tanya ibunya
“Iya, Bu..!”
“Emang kamu jaga di sini?” Tanya Habib.
“Iya, tiap pulang sekolah bantu Bapak jaga di sini, tadi Bapak masih, sholat..”
“Ooo….”
“Yuk, Bib, kita belanja dulu… Faisol, kami belanja dulu ya..”
“Ya, Bu…”

 Setelah hamper satu jam, Habib dan Ibunya berkeliling pasar untuk belanja, mereke kembali ke
tempat parker motor.  Meski sudah sore, udara masih terasa panas sekali. Mereka menuju
motor matic merah yang joknya ditutup kardus bekas minuman air mineral.  Begitu melihat
Habib dan Ibunya, Faisol yang sedang makan nasi bungkus segera berlari menuju motor yang di
parkir, dengan cekatan dia mengambil kardus penutup jok.

“Sudah selesai Bib?”


“He-eh, kamu baru makan ya.. tuh ada nasinya di pipimu, hehhe..” kata Habib sambil menunjuk
pipi Faisol.
“Iya… tadi belum sempat makan.. nunggu Bapak… !” kata Faisol sambil mengusap pipinya.
“Ini, uang parkirnya…” kata Ibunya Habib menyerahkan selembar uang sepuluh ribuaan.
“Nggak ada uang kecil Bu? Cuman seribu kok..” kata Faisol
“Kembaliannya untuk Faisol  saja ya…!”

 Sejenak Faisol melongo, sementara Habib sudah naik dibelakang di atas jok dibelakang ibunya..
 “Iya..iya.. terimakasih Bu,…”
“Kami pulang dulu ya Sol, Assalamualaikum…!” kata Ibunya Habib sambil menyalakan mesin
dan menjalankan motornya meninggalkan tempat parkir.
“Walaikum salam…. Hati-hati ya Bu…!”  seru Faisol.

 Sesampainya di rumah.

 “Faisol temen sekelasmu Bib?”


“Iya, Mi, anaknya pandai… dan baik..!”
“Gimana, kalo Habib jadi Faisol?”
Sejenak Habib kebingungan mendapatkan pertanyaan ibunya.
“Aku disuruh jadi tukang parkir? Gitu tah Mi?”

 Ibunya mengangguk.

 “Emmmm…  mmmmm…mm…”
“Habib, coba lihat Faisol, untuk makan siang saja, dia masih saja harus jaga parkir dulu, gantian
sama Bapaknya. Kira-kira kuat nggak, kamu seperti itu?”

Habib cuma menggeleng.

 “Faisol di sekolah suka jajan nggak? Berapa sangunya?”

 Habib memandangi wajah ibunya.

 “Faisol suka jajan? Uang sakunya banyak?” ibunya mengulangi

 Habib cuman menggeleng.

 “Kira-kira, kalo pas jaga parkir, Faisol minta uang jajan buat beli es krim atau makanan lain
dikasih nggak sama Bapaknya?”

 Habib Cuma melongo.

 “Nah, mulai sekarang Habib harus belajar untuk tidak banyak jajan. Lebih baik uangnya
ditabung.. begitu?”

 Habib Cuma mengangguk.

 
Prosedur Kompleks dari cerpen

Di zaman sekarang ini, umumnya setiap siswa/siswi diberi uang saku oleh orang tuanya.
Besarnya uang saku setiap siswa berbeda-beda tergantung dari kemampuan ekonomi orang
tua. Adapun pemberiannya, ada yang menggunakan sistem setiap hari maupun bulanan.
Akan tetapi banyak siswa yang belum bisa mengelola uang saku. Seperti halnya dengan
Habib. Maka, agar keuangan Habib aman, tidak ada salahnya menggunakan cara-cara
mengatur uang saku sebagai berikut:
1.Menghargai uang. Camkan pada diri bahwa orang tua bukanlah ATMberjalan.
Perlu perjuangan dan waktu untuk mendapatkan uang.
2.Buatlah rencana anggaran kebutuhan kalian setiap bulan.
3.Buat prioritas. Belanjakan uang saku menurut prioritasnya.
4.Bedakan antara barang yang benar-benar dibutuhkan untuk
dibeliterlebih dahulu, dan mana barang-barang yang sebetulnya hanya diinginkan.
5.Camkan pada diri sendiri bahwa uang saku tidak selalu harus dihabiskan.Biasakan
untuk menyisakan uang saku guna ditabung.
6.Tak harus pelit. Hemat tidak sama dengan pelit. Jika ada kawan yang
tengahkesulitan, jangan segan membantu

Anda mungkin juga menyukai