PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata
glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan
menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit di mana tekanan di dalam
bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola
mata, sehingga merusak jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata
(COS, 2008).
Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik hilangnya
serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi mata
dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta
degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran
cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas dan Yulianti, 2014).
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran
keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut
terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup)
(Riordan-Eva dan Witcher, 2008).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di seluruh dunia, dengan morbiditas
yang tidak proporsional di antara wanita dan orang Asia (Stamper et al., 2009).Berbeda dengan
katarak, kebutaan yang diakibatkan glaukoma bersifat permanen atau tidak dapat diperbaiki
(irreversible) (Kemenkes, 2015). Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh World Health
Organization (WHO) diperkirakan ± 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di
tahun 2020 (Artini, 2011).
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan menciutnya lapangan pandang (Ilyas dan Yulianti, 2014). Kerusakan saraf pada
glaukoma umumnya terjadi karena peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal
memiliki kisaran tekanan antara 10-20 mmHg sedangkan penderita glaukoma memiliki tekanan
mata yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50-60 mmHg pada keadaan akut.
Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata akan
semakin berat kerusakan saraf yang terjadi (Kemenkes RI, 2015).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Glaukoma
2.1.1 Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glakukoma. Glaukoma adalah suatu
keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau tidak normal. Sehingga
mengakibatkan kerusakan pada saraf optic dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau
seluruh lapang pandang atau buta (Ilyas, 2001). Glaukoma adalah suatu neuropati optic
multifactorial dengan karakteristik hilangnya serat araf optic (Olver & Cassidy, 2015).
Pada glaucoma akan terdapat kelemahan fungsi dengan terjadinya cacat lapangan pandang
dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik yang dapat
berakhir dengan kebutaan. Glaukoma dapat disebabkan karena bertambahnya produksi
cairan mata oleh badan siliar atau karena berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah
sudut bilik mata atau di celah pupil (Ilyas & Yulianti, 2014). Kerusakan saraf pada glaucoma
umumnya terjadi karena peningkatan tekanan dalam bola mata. Bola mata normal memeliki
kisaran tekanan mata 10-20 mmHg sedangkan penderita glaucoma memiliki tekanan mata
yang lebih dari normal bahkan terkadang dapat mencapai 50-60 mmHg pada keadaan akut.
Tekanan mata yang tinggi akan menyebabkan kerusakan saraf, semakin tinggi tekanan mata
akan semakin berat kerusakan saraf yang terjadi.
2.1.2 Klasifikasi
2.1.2.1 Glaukoma Primer
A. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
Perkembangana kejadian dan kelainan pada glaukoma primer terjadi secara
lambat. Disebut sudut terbuka karena akuos humor mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabecular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degenerative jaringan
trabecular, saluran schlemm dan saluran yang berdekatan. Perubahan saraf optic
juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan
peningkatan tekanan intraocular dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata timbul (Ilyas, 2003).
B. Glaukoma primer sudut tertutup
Disebut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga
iris terdorong ke depan, menempel trabecular dan menghambat akuos humor
mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningktan
tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras
karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan
meningkatnya TIO dapat berupa nyeri mata yang berat dan penglihatan yang
kabur (Ilyas, 2003).
2.1.2.2 Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder dapat terjadi dari peradangan mata, perubahan pembuluh
darah dan trauma. Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada
penyebab:
a. Perubahan lensa
b. Kelainan uvea
c. Trauma
d. Bedah (Ilyas, 2003).
2.1.2.3 Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital merupakan glaucoma yang ditemukan sejak dilahirkan dan
biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan di dalam mata tidak berfungsi
dengan baik sehingga menyebabkan pembesaran bola mata yang disebut sebagai
buftalmos (Ilyas, 2003). Gejala dlaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihat
pada bulan pertama atau sebelum 1 tahun. Kelainan pada glaukona kongenital
terdapat pada kedua mata. Rasa silau dan sakit akan terlihat pada bayi yang
menderita glaucoma kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap seakan-akan ingin
menghindari sinar sehingga bayi tersebut akan selalu menyembunyikan kepala dan
matanya (Ilyas, 2003).
2.1.2.4 Glaukoma Absolut
Merupakan stadium akhir glaucoma dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaucoma absolut
kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Pengobatan glaucoma absolut dapat
dengan memberikan sinar beta pada bahan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata tidak berfungsi (Radjiman et al. 1993).
2.1.3 Patogenesis
Bilik mata depan merupakan ruangan didalam mata yang dibatasi kornea, iris,
pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (akuos humor). Akuos humor mengatur
oksigen dan makanan seperti: gula dan nutrient/zat gizi penting lainnya untuk kornea
dan lensa. Akuos humor mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola
mata agar menjadi bulat. Akuos humor dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang terletak
di belakang iris. Melalui celah iris dan lensa, akuos humor keluar melalui pupil dan ke
bilik mata depan, setelah itu melalui jarring ttrabekulum Akuos humor masuk ke
dalam saluran yang disebut kanal Schlem menuju ke pembuluh darah. Normalnya
antara produksi akuos humor dan aliran keluarnya adalah seimbang, jika aliran
keduanya terhambat atau produksinya berlebihan maka tekanan bola mata akan
meninggi (Ilyas, 2001).
Kanski JJ (1994) menyebutkan bahwa terdapat beberapa mekanisme terjadinya
peningkatan tekanan intaokuler :
a. Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata, sedangkat
pengeluaran pada jalinan trabekuler normal.
b. Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata belakang ke
mata depan.
c. Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
“Mata kiri saya seperti berkabut dan buram dan saya merasa sakit kepala”
Bpk. ST berusia 42 tahun (BB 75 kg, TB 170 cm) dengan riwayat “open angle glaucoma”
berobat ke optamologist dengan keluhan pandangan berkabut dan buram pada mata kiri. Dia
mengalami sensitivitas yang tinggi terhadap cahaya dan mengalami sakit kepala. Dia juga
mengeluh mengalami periode distorsi pada mata kiri sejak 3 bulan yang lalu, sering kondisi ini
berhubungan dengan buramnya pandangan di daerah sentral visual. MA pernah mengalami
kecelakaan mobil dan mengalami patah tulang belakang sekitar 9 tahun yang lalu.
Asma semenjak masa kecil yang bisa terkontrol pada masa pubertas.
Depresi akibat open angle glaucoma yang kronik dan perburukan pandangan sesudah menempuh
pendidikan sarjana.
Riwayat keluarga :
Ayah, ibu dan kakak perempuannya mempunyai gangguan glaukoma. Ayahnya menderita
hipertensi.
Riwayat sosial :
Tidak ada riwayat merokok. Pernah mempunyai kebiasaan minum minuman keras 4 gelas per
hari selama tiga tahun pada saat kuliah.
Pemeriksaan lab/radiologi:
Tidak ada gangguan jantung, paru, dan problem kardiovaskuler, serta tidak mempunyai
gangguan stroke atau anemia.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan mata :
Aktivitas visual : OD – hand motion pada jarak 3 cm dengan koreksi spektakles
OS – 20/30.
Tekanan intraokuler : OD = 14 mm Hg , OS = 23 mm Hg
Disks : C/D ratio = 1.0 OS C/D ratio = 0.99 dengan sedikit lingkaran (normal C/D ratio = <
0.33). n
Pemeriksaan laboratorik :
Na 138 mEq/L
K 3.3 mEq/L
Cl 99 mEq/L
CO2 25 mEq/L
BUN 10 mg/dL
SCr 0.9 mg/dL
Gula darah puasa 126 mg/dL
Diagnosis :
Miopia tinggi dengan kronik juvenil open angle glaukoma yang progresif
Tidak ada tanda edema makuler
Tidak ada katarak
Depresi akibat open angle glaukoma yang kronik.
Seminggu setelah menggunakan obat yang diberikan oleh dokter, MA mengeluh sesak napas.
Keluhan tersebut sedikit berkurang setelah pengobatan dihentikan dan diberikan aminofilin. Dua
hua hari setelah penghentian obat MA merasa gejala glaukoma yang dirasakan masih berat maka
pengobatan dilanjutkan. Setelah pengobatan dilanjutkan selama tiga hari pasien, mengalami
sesak napas yang lebih berat sehingga keluarga memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.
Pasien belum pernah mengalami keluhan sesak napas sebelumnya walaupun menggunakan
pengobatan yang sama.
Berdasarkan hasil pemeriksaan spirometri dan anamnesis dokter menunjukkan pasien mengalami
asma akut berat akibat penggunaan obat, yang diperberat oleh kondisi pasien yang mengalami
depresi.
Tugas:
1. Lakukanlah studi literatur untuk mengetahui apakah kejadian serupa pernah dilaporkan.
2. Lakukan analisis kasualitas menggunakan algoritma Naranjo.
3. Berikan rekomendasi kepada klinisi untuk mengatasi ADR pada pasien.
4. Buatlah laporan ESO menggunakan Form Kuning.
PENYELESAIAN
- Efek samping sesak napas pada pasien tersebut kemungkinan terjadi sebagai efek dari
penggunaan obat timolol. Timolol merupakan golongan beta blocker yang bekerja
dengan cara menghambat produksi humor aquaeus. Efek samping yang dapat muncul
pada penggunaan timolol adalah hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya
asma, dan gagal jantung kongestif.
- Maka dari itu untuk mengatasi efek samping dari timolol maka dapat dilakukan
penggantian timolol dengan analog prostaglandin. Analog prostaglandin dapat
menurunkan tekanan intraokuler dengan meningkatkan aliran keluar (outflow) akuos
humor melalui jalur uveoskeral, dimana hal tersebut terjadi melalui dua mekanisme yaitu
relaksasi otot siliaris dan dilatasi atau pelebaran ruang antar otot siliaris. Kelebihan utama
dari analog prostalglandin adalah efek samping sistemik analog prostalglandin lebih
rendah jika dibandingkan dengan beta blocker. Selain itu, analog prostalglandin lebih
efektif dalam menurunkan tekanan intraokuler dengan dosis pemberian satu kali per hari.
Analog prostaglandin dapat menurunkan tekanan intraokuler baik pada saat tidur (malam
hari) maupun saat siang hari, analog prostalglandin dapat menurunkan tekanan
intraokuler sekitar 31-33% dari baseline (Tobing LM, 2014). Analog prostaglandin yang
dapat digunakan yaitu Bimatoprost, Latanoprost, Travoprost.
- Obat nifedipine yang di minum pasien bisa disebut obat tanpa indikasi, karena dilihat dari
tekanan darah pasien tidak menunjukan adanya hipertensi jadi pemakaian obat bisa
dihentikan.
- Tifranil merupakan obat antidepresan, obat SSRI beresiko tinggi untuk glaukoma
terutama pada dosis yang lebih tinggi dan dengan penggunaan jangka panjang.
- FML 0,1% dengan dandungan fluorometholone, yang bisa menyebabkan kebutaan pada
pemakaian jangka panjang dan penggunaan tidak tepat untuk glaukoma, disarankan untuk
penghentian penggunaan obat.
- Trental digunakan untuk peredaran darah memiliki efek samping kronkospasme dan tidak
diperlukan untuk terapi pengobatan, jadi pemakaian bisa dihentikan.
BAB 3
KESIMPULAN
1.
DAFTAR PUSTAKA
Blanco AA, Costa VP, dan Wilson RP. 2002. Handbook of Glaucoma. London: Martin Dunitz.
Ilyas S. 2000. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Ilyas, S. 2001. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi) Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, S. 2003.Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Ilyas S & Yulianti SR. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Radjiman et al. 1993. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Surabaya: Airlangga University Press.
Ramatjandra & Ilyas S. 1991. Klasifikasi dan Diagnostik Banding Penyakit-Penyakit Mata.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Vaughan DG, Asbury T, dan Riordan EP. 2000. Glaucoma in General Opthalmology, general
Opthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika.
LAMPIRAN