Breeding Soundness Evaluation Pada Domba
Breeding Soundness Evaluation Pada Domba
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik semen domba volume per ejakulat pada domba adalah
antara 0,20 ml sampai dengan 1,20 ml dan semen domba yang fertil secara normal
tidak boleh memiliki spermatozoa abnormal lebih dari 15 %. Peningkatan
produksi spermatozoa berhubungan dengan umur pada periode setelah pubertas
(Garner dan Hafez, 2000). Volume semen tergantung, breed, spesies, dan metode
penampungan. Frekuensi penampungan semen akan memberi efek pada volume
semen perejakulat dan konsentrasi spermatozoa (Parker, 2000). Menurut Herdis
(2005), perbedaan kualitas semen segar tergantung dari umur, ukuran tubuh,
perubahan kesehatan reproduksi, dan frekuensi penampungan.
Evaluasi semen dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan secara
makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan semen secara makroskopis meliputi
volume, warna, bau, konsistensi dan pH. Sedangkan pemeriksaan secara
mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi, motilitas dan persentase hidup
atau mati (Garner dan Hafez, 2000). Penilaian mikroskopis sifatnya subyektif
yang tergantung pada masing-masing evaluator (Sophiahani, 2006). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas semen adalah: genetik yang berpengaruh pada
pertumbuhan alat reproduksi maupun pertumbuhan organ yang berhubungan
dengan reproduksi, termasuk kualitas dan kuantitas spermatozoa misalnya
kelainan pada testis yang biasa disebut dengan monorchyd dan criptochyd, dan
pakan, pembatasan pakan perlu dilakukan terhadap calon pejantan untuk
menghindari penimbunan lemak yang dapat menghambat produksi spermatozoa
sehingga diharapkan akan diperoleh pejantan yang berat badannya ringan tetapi
kualitas spermatozoanya tinggi (Garner dan Hafez, 2000).
Bahan pengencer yang baik harus mampu mempertahankan kualitas semen
sampai saat akan digunakan. Bahan pengencer umumnya dapat disimpan paling
lama hanya satu minggu. Pengencer Tris Tris aminomethane umumnya
digunakan sebagai pengencer pada pembekuan semen dalam bentuk semen beku
dan cair, karena memiliki toksisitas rendah dan sistem penyangga yang baik.
Pengencer Natrium Sitrat merupakan penyangga yang mampu mempertahankan
kesetabilan pH pengencer, sehingga menguntungkan untuk memelihara
kelangsungan hidup spermatozoa. Pengencer natrium sitrat telah banyak
digunakan Asher et al. (2000). Kuning telur umumnya ditambahkan ke dalam
pengencer semen sebagai sumber energi, agen protektif dan dapat memberikan
efek sebagai penyangga terhadap sperma. Bagian yang berperan sebagai agen
protektif adalah lipoprotein berkepekatan rendah (low density lipoprotein), yang
mengandung lipid sebesar 89% dan sisanya adalah protein yang secara bersama-
sama aktif dalam pembekuan semen (Walson & Martin 1975).
4
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan organ reproduksi untuk BSE dilakukan dengan
memperhatikan kondisi organ reproduksi eksternal hewan seperti skrotum, penis,
preputium, dan epididimis. Skrotum diamati posisi, bentuk, kesimetrisan testis,
dan diukur lingkar skrotum. Penis dan preputium diamati bentuk, ukuran,
kebersihan, dan kondisi preputium. Pemeriksaan epididimis dilakukan dengan
cara palpasi pada skrotum untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya.
Organ lain yang mempengaruhi kemampuan reproduksi pejantan seperti
mata, perototan, pertulangan, persendian, dan teracak pada kaki belakang juga
diperiksa. Pemeriksaan mata dilakukan dengan mengamati fungsi dan bentuk
mata. Kondisi ekstremitas kaki belakang seperti perototan, pertulangan,
persendian, dan teracak diamati dengan melihat bentuk, konsistensi, kesimetrisan,
konformitas, kondisi, dan pergerakan.
Alat yang digunakan saat praktikum adalah vagina buatan domba dan sapi,
tabung penampung semen, termos air panas, thermometer, stetoskop, jam tangan
atau stopwatch, meteran, corong, timbangan, spatula, kertas saring, tabung
Erlenmeyer, gelas beker, pipet ukur, mikropipet, heating table, gelas objek, kaca
penutup, syringe, pH meter, bulb, coen, wadah untuk prefreezing dan freezing,
mikroskop, Neubauer counting chamber, pinset, straw semen, container,
refrigerator, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah semen segar domba, gel, larutan
formosaline 3%, eosin nigrosine, bahan pengencer yang terdiri dari tris
hydroxymethyl aminomethane, kuning telur, asam sitrat, fruktosa, antibiotik
(PenStrep), gliserol, akuades, air hangat 37oC, air dengan suhu ruang, tisu, dan
nitrogen cair.
Komponen Jumlah
Tris hydroxymethyl aminomethane 3,27 gram
Asam sitrat 2,17 gram
Fruktosa 1,56 gram
Aquadest 100 mL
Prosedur Kerja
Pemeriksaan Fisik
Domba yang diuji pada prkatikum kali ini adalah domba garut jantan.
Suhu yang diukur adalah 39ᵒC. Suhu domba masih dalam kisaran normal karena
menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), suhu rektal domba normal berkisar
pada 35,63-39,13ᵒC. Frekuensi napas domba relatif tinggi yaitu 40 kali dalam satu
menit, dimana kondisi normal domba akan bernapas sebanyak 15-25 kali per
menitnya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Hal ini dapat disebabkan kondisi
domba yang stress sebelum koleksi semen dilakukan. Frekuensi denyut jantung
saat pemeriksaan adalah 40 denyut per menit yang dapat diinterpretasikan normal
karena frekuensi jantung normal domba dewasa adalah 70-80 kali per menit
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Pengukuran lingkar skrotum merupakan
indikator penting terkait dengan kapasitas produksi spermatozoa. Menurut Barth
dan Waldner (2002), lingkar skrotum sangat erat kaitannya terhadap motilitas dan
morfologi spermatozoa. Lingkar skrotum normal pada domba adalah 30.68-34.4
cm (Rizal et al. 2003)
7
diamati dengan teknik pewarnaan menggunakan pewarna eosin. Presentase hidup yang
didapat adalah 98,7%. Persentase viabilitas berkaitan dengan persentase motilitas
spermatozoa karena viabilitas dan motilitas akan berpengaruh terhadap metabolisme
spermatozoa.Evaluasi spermatozoa hidup tidak menyerap warna pada kepalanya
sedangkan spermatozoa mati mampu menyerap warna pada kepalanya karena
permeabilitas dinding meningkat sehingga senyawa senyawa kimia dapat dengan bebas
melewati plasma dan menembus sel (Butar2009). Konsentrasi spermatozoa didapatkan
dengan memperkirakan jarak antar kepala spermatozoa dan penghitungan pada counting
chamber.
Konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa yang terkandung
dalam satu mL semen, semakin banyak sel spermatozoa maka semakin tinggi
spermatozoa yang dapat melakukan fertilisasi (Nurcholis et al. 2015). Pengamaan
jarak antar kepala menghasilkan estimasi konsentrasi yang kental/densum (>1000
x x106 sel/ml) karena jarak antar kepala spermatozoa sangat rapat (<1 kepala).
Sementara penghitungan dengan counting chamber mendapatkan hasil 2700 x106
sel/ml. Abnormalitas spermatozoa dilakuakan bersamaan dengan penghitungan
viabilitas spermatozoa. Nilai abnormalitas yang didapatkan adalah 0,6% dan dapat
dikategorikan dalam kondisi baik. Abnormalitas sel spermatozoa dilihat
keseluruhan mulai dari kepala hingga ekor. Kelainan pada kepala spermatozoa
diantaranya kepalakecil, kepalabesar, kepala memanjang, atau kepala terpisah
dengan ekor. Kelainan lainnya terjadi pada ekor spermatozoa seperti ekor
melingkar, ekor membentuk sudut, ekor lebih dari satu. Menurut Arifiantini (2012)
yang dapat menyebabkan abnormalitas pada sel spermatozoa adalah umur hewan
tua, manajemen pemeliharaan yang buruk, kualitas pakan buruk, dan hewan yang
tidak terbiasa ditampung semennya.
Hasil evaluasi semen beku diperoleh dari semen segar yang telah diencerkan
menggunakan pengencer Tris-kuning telur dan Na Sitrat-kuning telur yang
dikemas di dalam mini straw. Evaluasi semen beku dilakukan setelah beberapa
perlakuan yang diberikan diantaranya semen cair sebelum diekuilibrasi, setelah
ekuilibrasi, dan setelah thawing pada suhu 25ºC dan 37ºC . Pemeriksaan motilitas
dan viabilitas setelah perlakuan disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 4 Motilitas dan viabilitas spermatozoa pada semen cair domba dengan
pengencer Na sitrat-kuning telur dan Tris-kuning telur
Motilitas Progresif (%) Viabilitas (%)
Jam ke- Na-sitrat Kuning Tris – Kuning Na-sitrat Kuning Tris – Kuning
Telur Telur Telur Telur
0 75 77,5 96,55 97,48
24 55 78,75 89,92 96,47
48 52.5 67,5 87,34 90,24
72 36.25 46.25 85,16 87,66
96 22.5 35 83,65 86,31
120
100
80
60
Motilitas (%)
40 Viabilitas (%)
20
0
1 2 3 4 5
Hari ke-
Gambar 1 Grafik nilai rataan motilitas dan viabilitas semen cair domba
pengencer Na Sitrat-KT
pendinginan atau pembekuan semen. Selain itu, Rizal (2006) juga menjelaskan
bahwa sebab dari penurunan persentase motilitas yaitu penurunan pH dalam
semen yang berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan energi dalam bentuk
Adenosin Trifosfat (ATP). Seiring lama penyimpanan, ketersediaan suplai energi
semakin berkurang, sehingga terjadi proses respirasi anaerob yang menghasilkan
ATP dan asam laktat. Asam laktat tersebut merubah pH medium pengencer
menjadi lebih asam dan meningkatkan osmolaritas sehingga menurunkan daya
motilitas spermatozoa.
120
100
80
60
Motilitas (%)
40 Viabilitas (%)
20
0
1 2 3 4 5
Hari ke-
Gambar 2 Grafik nilai rataan motilitas dan viabilitas semen cair domba
pengencer Tris-KT
DAFTAR PUSTAKA
Aboagla EME, T Terada. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of
cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology.
62:1160–1172.
Amirat L, Tainturier D, Jeanneau L, Thorin C, Gerard O. 2004. Bull semen in
vitro fertility after cryopreservation using egg yolk LDL: a comparison with
Optidyl, a commercial egg yolk extender. Theriogenology. 61 : 895–907.
Arifiantini RI. 2012. Teknik koleksi dan evaluasi semen pada hewan. Yusuf TL,
editor. Bogor(ID): IPBPress
Asher GW et al. 1988. Hybridisation of Pere david deer (Elaphurus davidianus)
and red deer (Cervus elaphus) by artificial insemination. J Zool. 215: 197 –
203.
Asmarasari SA, Tiesnamurti B. 2007. Aplikasi teknologi inseminasi buatan
melalui transcervical (tai) menggunakan semen cair pada domba rambut st.
Croix. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Ax RL, Dally MR, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B,Bellin
ME. 2000. Semen evalution. In: Hafez B, Hafez ESE (Eds). Reproduction
inFarm Animals. 7th Ed. Philadelphia (US): Lippincott William & Wilkins.
365-375.
Barth AD, Waldner CL. 2002. Factors affecting breeding soundness classification
of beef bulls examined at the Western College of Veterinary Medicine. Can
Vet J. 43(4): 274-284
Barth AD, Waldner CL. 2002. Factors affecting breeding soundness classification
of beef bulls examined at the Western College of Veterinary Medicine. Can
Vet J. 43(4): 274-284
Butar E. 2009. Efektivitas frekuensi exercise terhadap peningkatan kualitas semen
sapi simmental [skripsi]. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Pertanian.
Feradis MP. 2010. Reproduksi Ternak. Bandung(ID) :Angkasa
Fitrik, Supartini N. 2012. Pengaruh suhu dan lama thawing terhadap kualitas
spermatozoa kambing Peranakan Etawa. Buana Sains. 12(1): 81-86.
13
Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and seminal plasma dalam: Hafez
ESE. Reproduction in farm animals 5th edition.Philadelphia(US):Lea and
Febiger:189-209
Herdis. 2005. Optimalisasi jenis pengencer dan dosis gliserol pada proses
pembekuan semen domba garut (Ovis aries). Di dalam : Optimalisasi
inseminasi buatan melalui aplikasi teknologi laserpunktur pada Domba
Garut (Ovis aries). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Kostaman T, Sutama IK, Situmorang P, Budiarsana IGM. 2000. Pengaruh jenis
pengencer dan waktu ekulibrasi terhadap kualitas semen beku Kambing
Peranakan Etawah. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai
Pertanian Ternak.
Mumu MI. 2009.Viabilitas semen sapi simmental yang dibekukan menggunakan
krioprotektan gliserol. J Agroland. 16(2): 172-179.
Nurcholis, Yamin M, Arifiantini RI. 2015. Kualitas semen segar dan beku domba
garut setelah pemberian limbah tauge dan suplementasi omega-3 [Thesis].
Bogor(ID):IPB
Nurcholis, Yamin M, Arifiantini RI. 2015. Kualitas semen segar dan beku domba
garut setelah pemberian limbah tauge dan suplementasi omega-3 [Thesis].
Bogor(ID):IPB
Parker, J. E. 2000. Reproductive Physiologi In Poultry. In : E. S. E. Hafez (Ed).
Reproduction in Farm Animals (7th ed). Lippincott Williams & Wilkins,
USA.
Parsons G. 2017. Increasing Your Lamb Crop Series: Testing Rams for Breeding
Soundness. United States Lamb Resource Center.
Paulenz H, Soderquist L, Perez-Pe R, Berg KA. 2002. Effect of different
extenders and storage temperatures on sperm viability of liquid ram semen.
Theriogenology. 57(2):823-836.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003.
Karakteristik penampilan reproduksi pejantan Domba Garut. JITV.8(2):
134-140
Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan Dan
Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. hlm.
37- 57.
Solihati N. 2008. Studi terhadap kualitas dan daya tahan hidup spermatozoa cauda
epididymis domba garut menggunakan berbagai jenis pengencer. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Sophiahani, 2006. Pengaruh frekuensi penampungan terhadap volume semen dan
motilitas spermatozoa ayam kampung. Skripsi. Universitas Diponegoro,
Semarang
Sorensen. 1979. Animal reproduction principle and practices. Mc Graw-Hill
Publication. J Agri Sci. 42-75.
Suharyati S, Hartono M. 2011. Preservasi dan kriopreservasi semen sapi berbagai
bahan pengencer. Jurnal Kedokteran Hewan. 5(2):53-58.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Di dalam: Rizal M.
Pengaruh penambahan laktosa di dalam pengencer tris terhadap kualitas
semen cair domba garut. 2006. J Indon Trop Anim Agric. 31(4):224-231.
14
Walson PF, Martin CA. 1975. The influences of same fractions of egg yolk on
the survival of ram spermatozoa at 5oC. Reprod. Fertil Dev. 69:856 – 857.
Youngquist RS, Threlfall WR. 2007. Current therapy in large animal
theriogenology, Second Ed. Philadelphia(US): Saunders Elsevier.