Anda di halaman 1dari 14

1

Breeding Soundness Evaluation/ Examination


2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu usaha pemanfaatan pejantan unggul sehingga dapat


meningkatkan kualitas ternak adalah dengan cara inseminasi buatan (IB)
(Suharyati dan Hartono 2011). Keuntungan penggunaan IB pada domba adalah
untuk meningkatkan populasi, peternak tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
pemeliharaan pejantan, mendapatkan sumber spermatozoa yang berasal dari
pejantan unggul dan menghindari penularan penyakit terutama penyakit kelamin.
Keberhasilan program inseminasi buatan meliputi beberapa manajemen
diantaranya adalah kesehatan domba betina, kesuksesan penyerentakan birahi,
penanganan semen pada saat koleksi dan setelah koleksi, kualitas semen,
pelaksanaan IB pada kondisi yang tepat, teknisi atau pelaksana IB yang trampil,
penanganan ternak pada saat di IB dan pasca IB serta kualitas pejantan yang
digunakan. Semua hal tersebut di atas saling terkait seperti sebuah rantai dan
apabila salah satu diabaikan akan berpengaruh terhadap rendahnya persentase
kebuntingan kebuntingan (Asmarasari dan Tiesnamurti 2007)
Breeding Soundness Evaluation/ Examination (BSE) adalah penilaian
secara keseluruhan potensi kemampuan pejantan untuk melayani dan mengawini
sejumlah betina dalam suatu waktu tertentu. Penilaian yang dilakukan meliputi;
pemeriksaan fisik hewan, body condition score (BCS), lingkar skrotum, dan
evaluasi semen secara mikroskopis. Domba jantan berkontribusi sebanyak 75%
terhadap perubahan genetik di dalam kawanan. Peternak harus ingat bahwa
beberapa hal dapat berubah; seekor pejantan bisa mendapatkan penyakit seperti;
bluetongue, pneumonia, atau cidera. Semua bentuk tekanan dapat menyebabkan
perubahan dalam kemampuan breeding dan kualitas semen (Parsons et al. 2017).
Pejantan dengan potensi fertilitas yang baik adalah pejantan dengan kondisi
fisik baik dan sehat tanpa adanya kelainan. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik
dalam BSE sangat penting untuk dilakukan. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan
melihat keadaan umum atau sinyalemen pejantan. Keadaan fisik yang
mempengaruhi potensi fertilitas pejantan antara lain seperti mata, pertulangan,
perototan, persendian, teracak atau kuku terutama pada kaki belakang, body
condition score (BCS), kemampuan pejantan untuk beridiri menumpu pada dua
kaki belakang, kemampuan melakukan mounting, preputium, skrotum, dan testis.
Pejantan dengan kelainan seperti kepincangan, body condition score (BCS) yang
buruk, dan kelainan lainnya yang dapat mempengaruhi proses pembiakan dan
perkawinan harus disisihkan tanpa dilakukan evaluasi semen.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui potensi fertilitas ternak (domba)


jantan dengan menggunakan metode BSE (Breeding Soundness Examination) dan
pengolahan semen cair dan semen beku dengan baik dan benar.
3

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik semen domba volume per ejakulat pada domba adalah
antara 0,20 ml sampai dengan 1,20 ml dan semen domba yang fertil secara normal
tidak boleh memiliki spermatozoa abnormal lebih dari 15 %. Peningkatan
produksi spermatozoa berhubungan dengan umur pada periode setelah pubertas
(Garner dan Hafez, 2000). Volume semen tergantung, breed, spesies, dan metode
penampungan. Frekuensi penampungan semen akan memberi efek pada volume
semen perejakulat dan konsentrasi spermatozoa (Parker, 2000). Menurut Herdis
(2005), perbedaan kualitas semen segar tergantung dari umur, ukuran tubuh,
perubahan kesehatan reproduksi, dan frekuensi penampungan.
Evaluasi semen dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan secara
makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan semen secara makroskopis meliputi
volume, warna, bau, konsistensi dan pH. Sedangkan pemeriksaan secara
mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi, motilitas dan persentase hidup
atau mati (Garner dan Hafez, 2000). Penilaian mikroskopis sifatnya subyektif
yang tergantung pada masing-masing evaluator (Sophiahani, 2006). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas semen adalah: genetik yang berpengaruh pada
pertumbuhan alat reproduksi maupun pertumbuhan organ yang berhubungan
dengan reproduksi, termasuk kualitas dan kuantitas spermatozoa misalnya
kelainan pada testis yang biasa disebut dengan monorchyd dan criptochyd, dan
pakan, pembatasan pakan perlu dilakukan terhadap calon pejantan untuk
menghindari penimbunan lemak yang dapat menghambat produksi spermatozoa
sehingga diharapkan akan diperoleh pejantan yang berat badannya ringan tetapi
kualitas spermatozoanya tinggi (Garner dan Hafez, 2000).
Bahan pengencer yang baik harus mampu mempertahankan kualitas semen
sampai saat akan digunakan. Bahan pengencer umumnya dapat disimpan paling
lama hanya satu minggu. Pengencer Tris Tris aminomethane umumnya
digunakan sebagai pengencer pada pembekuan semen dalam bentuk semen beku
dan cair, karena memiliki toksisitas rendah dan sistem penyangga yang baik.
Pengencer Natrium Sitrat merupakan penyangga yang mampu mempertahankan
kesetabilan pH pengencer, sehingga menguntungkan untuk memelihara
kelangsungan hidup spermatozoa. Pengencer natrium sitrat telah banyak
digunakan Asher et al. (2000). Kuning telur umumnya ditambahkan ke dalam
pengencer semen sebagai sumber energi, agen protektif dan dapat memberikan
efek sebagai penyangga terhadap sperma. Bagian yang berperan sebagai agen
protektif adalah lipoprotein berkepekatan rendah (low density lipoprotein), yang
mengandung lipid sebesar 89% dan sisanya adalah protein yang secara bersama-
sama aktif dalam pembekuan semen (Walson & Martin 1975).
4

METODOLOGI
Waktu dan Tempat

Pengamatan ini dilaksanakan pada tanggal 21 September - 26 September


2018 bertempat di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi, Departemen Klinik,
Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pemeriksaan Fisik

Sinyalemen dan keadaan umum


Sinyalemen dan keadaan umum hewan yang perlu diketahui untuk BSE
antara lain nama hewan, jenis hewan, ras hewan, umur, berat badan, suhu tubuh,
frekuensi nadi, dan frekuensi napas.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan organ reproduksi untuk BSE dilakukan dengan
memperhatikan kondisi organ reproduksi eksternal hewan seperti skrotum, penis,
preputium, dan epididimis. Skrotum diamati posisi, bentuk, kesimetrisan testis,
dan diukur lingkar skrotum. Penis dan preputium diamati bentuk, ukuran,
kebersihan, dan kondisi preputium. Pemeriksaan epididimis dilakukan dengan
cara palpasi pada skrotum untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya.
Organ lain yang mempengaruhi kemampuan reproduksi pejantan seperti
mata, perototan, pertulangan, persendian, dan teracak pada kaki belakang juga
diperiksa. Pemeriksaan mata dilakukan dengan mengamati fungsi dan bentuk
mata. Kondisi ekstremitas kaki belakang seperti perototan, pertulangan,
persendian, dan teracak diamati dengan melihat bentuk, konsistensi, kesimetrisan,
konformitas, kondisi, dan pergerakan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat praktikum adalah vagina buatan domba dan sapi,
tabung penampung semen, termos air panas, thermometer, stetoskop, jam tangan
atau stopwatch, meteran, corong, timbangan, spatula, kertas saring, tabung
Erlenmeyer, gelas beker, pipet ukur, mikropipet, heating table, gelas objek, kaca
penutup, syringe, pH meter, bulb, coen, wadah untuk prefreezing dan freezing,
mikroskop, Neubauer counting chamber, pinset, straw semen, container,
refrigerator, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah semen segar domba, gel, larutan
formosaline 3%, eosin nigrosine, bahan pengencer yang terdiri dari tris
hydroxymethyl aminomethane, kuning telur, asam sitrat, fruktosa, antibiotik
(PenStrep), gliserol, akuades, air hangat 37oC, air dengan suhu ruang, tisu, dan
nitrogen cair.

Penghitungan Bahan Pengencer


5

Praktikum kali ini menggunakan masing-masing dua jenis buffer pada


semen beku dan semen cair yaitu tris dan Na-sitrat. Berikut adalah komposisi
yang dibutuhkan untuk masing-masing buffer;

Komponen Jumlah
Tris hydroxymethyl aminomethane 3,27 gram
Asam sitrat 2,17 gram
Fruktosa 1,56 gram
Aquadest 100 mL

Semua bahan kemudian dihomogenkan dan dibagi ke dalam empat


(masing-masing 25 mL) tabung erlenmeyer untuk masing-masing pengenceran
yaitu tris-KT dan Na sitrat-KT semen cair serta tris-KT dan Na sitrat-KT semen
beku. Masing-masing tabung erlenmeyer yang berisi buffer kemudian akan
ditambahkan kuning telur. Sebelum menambahkan kuning telur, masing-masing
buffer dikurangi volumenya sebanyak 5 mL untuk buffer semen cair dan 6,5 mL
untuk buffer semen beku.Setelah itu kuning telur disiapkan dan ditambahkan ke
dalam masing-masing tabung erlenmeyer berisi larutan buffer dengan jumlah
sebagai berikut;

Buffer Jumlah Kuning Telur Jumlah Gliserol


Tris-KT Semen Beku 3,27 gram 1,5 mL
Tris-KT Semen Cair 2,17 gram -
Na sitrat-KT Semen Beku 1,56 gram 1,5 mL
Na sitrat-KT Semen Cair 100 mL -

Prosedur Kerja

Melakukan Physical Examination (PE), pengamatan organ


reproduksi, penyiapan vagina buatan

Koleksi dan penampungan semen


sapi dan domba

Evaluasi semen segar

Pengenceran (Na Sitrat-KT Pengenceran (Na Sitrat-KT-


& Tris-KT) gliserol & Tris-KT-gliserol)
Evaluasi motilitas &
viabilitas
Penyimpanan suhu 4oC
Filling dan Sealing

Evaluasi motilitas &


viabilitas setiap 24 jam

Pembekuan dalam N2 cair

Thawing (27oC & 37oC)


6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik

Breeding Soundness Evaluation (BSE) adalah teknik evaluasi dalam


menentukan keunggulan pejantan melalui pemeriksaan fisik dan organ
reproduksinya. Pengujian BSE meliputi pemeriksaan fisik untuk mengetahui
keabnormalan yang dapat mengganggu keinginan dan kemampuan pejantan untuk
kawin, pemeriksaan organ reproduksi yaitu penis, lingkar skrotum dan testis, serta
motilitas dan morfologi spermatozoa untuk mengetahui kesuburan pejantan
(Leamaster dan Duponte 2007). Metode BSE dapat dijadikan sebagai nilai potensi
pengembangbiakkan pejantan dalam upaya pemanfaatan bibit pejantan unggul
dalam rangka perbaikan mutu genetik pada ternak. Hasil pemeriksaan fisik yang
meliputi suhu tubuh, frekuensi napas, frekuensi jantung, dan lingkar skrotum pada
sapi dan domba dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan fisik domba.


Pemeriksaan sinyalmen dan keadaan umum domba jantan
Parameter Hasil
1. Jenis Domba
2. Ras Garut
3. Warna Rambut Rambut hitam
4. Kelamim Jantan
5. Frekuensi napas 40 kali / menit
6. Suhu tubuh 39. oC
7. Frekuensi detak jantung 96 kali / menit
Pemeriksaan organ reproduksi eksternal
1. Lingkar skrotum 27 cm
2. Konsistensi testis Kenyal
3. Keadaan testis Simetris
4. Arah preputium Ke depan
5. Keadaan preputium Tidak ada lesio

Domba yang diuji pada prkatikum kali ini adalah domba garut jantan.
Suhu yang diukur adalah 39ᵒC. Suhu domba masih dalam kisaran normal karena
menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), suhu rektal domba normal berkisar
pada 35,63-39,13ᵒC. Frekuensi napas domba relatif tinggi yaitu 40 kali dalam satu
menit, dimana kondisi normal domba akan bernapas sebanyak 15-25 kali per
menitnya (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Hal ini dapat disebabkan kondisi
domba yang stress sebelum koleksi semen dilakukan. Frekuensi denyut jantung
saat pemeriksaan adalah 40 denyut per menit yang dapat diinterpretasikan normal
karena frekuensi jantung normal domba dewasa adalah 70-80 kali per menit
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Pengukuran lingkar skrotum merupakan
indikator penting terkait dengan kapasitas produksi spermatozoa. Menurut Barth
dan Waldner (2002), lingkar skrotum sangat erat kaitannya terhadap motilitas dan
morfologi spermatozoa. Lingkar skrotum normal pada domba adalah 30.68-34.4
cm (Rizal et al. 2003)
7

Evaluasi Semen Segar Domba

Uji makroskopis dan mikroskopis dilakukan untuk evaluasi semen segar


domba. Uji makroskopis yang dilakukan meliputi pengamatan volume, warna,
konsistensi, bau, dan pH. Sementara uji mikroskopis yang dilakukan meliputi
pengamatan gerakan massa, gerakan progresif, perhitungan viabilitas, konsentrasi
spermatozoa, dan abnormalitas morfologi. Hasil penilaian karakteristik semen
segar domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik semen segar


Parameter Pengamatan
Makroskopik
Volume (ml) 1 mL
Warna Putih Susu
Konsistensi Kental
pH 6.4
Bau Khas semen
Mikroskopik
Gerakan massa (+/ ++/ +++) +++
Motilitas progresif (0–100%) 80 %
Presentase hidup (viabilitas) 98.7 %
Konsentrasi spermatozoa Densum
(estimasi)
Counting chamber (x106 sel/ml) 2700
Abnormalitas morfologi 0,6 %

Evaluasi yang dilakukan terhadap semen domba adalah evaluasi


makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi volume, warna,
konsistesi, pH, dan bau. Evaluasi mikroskopis yang dilakukan adalah pengamatan
gerak massa,gerak individu, motilitas progressif, viabilitas, penghitungan
konsentrasi menggunakan estimasi jarak antar kepala dan counting chamber, serta
abnormalitas morfologi. Semen domba yang didapat adalah 1 mL dengan warna
putih susu berkonsistensi kental. Pengukuran pH dilakukan degan mendapatkan
hasil 6,4 dan bau khas semen. Menurut Toelihere (1993), volume semen segar
domba sangat bervariasi. Hal tersebut ditentukan oleh umur domba, kualitas
pakan, frenkuensi penampungan, serta ras domba. Pengukuran pH domba masih
mendapatkan hasil di batas normal yaitu 6,4. Menurut Paalloan (2013), nilai pH
domba normal berkisar antara 5,9-7,3. Derajat keasaman semen domba akan
semakin tinggi jika semen memiliki konsentrasi yang tinggi.
Parameter mikroskopis yang teramati yaitu gerakan masa, gerakan
individu , motilitas progresif, persentase hidup (viabilitas), dengan jumlah
konsentrasi spermatozoa dan abnormalitas morfologi. Gerakan massa yang
teramati memiliki nilai +++, menurut Yongquist dan Threfal (2007) gerakan
massa dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa, presentasi spermatozoa yang
moti progresif, dan kecepatan gerak maju spermatozoa. Gerak individu dan semen
domba adalah 4 yang dapat dikategorikan baik. Menurut Feradis (2008), motilitas
progresif yang bernilai 50-80% data dikategorikan sebagai pejantan fertile. Semen domba
yang diamati dapat diinterpetasikan dalam kondisi baik yaitu 80% Faktor yang
mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah usia, maturasi spermatozoa, faktor biofisika,
dan fisiologi spermatozoa (Garner dan Hafez 2000). Presentase hidup atau viabilitas
8

diamati dengan teknik pewarnaan menggunakan pewarna eosin. Presentase hidup yang
didapat adalah 98,7%. Persentase viabilitas berkaitan dengan persentase motilitas
spermatozoa karena viabilitas dan motilitas akan berpengaruh terhadap metabolisme
spermatozoa.Evaluasi spermatozoa hidup tidak menyerap warna pada kepalanya
sedangkan spermatozoa mati mampu menyerap warna pada kepalanya karena
permeabilitas dinding meningkat sehingga senyawa senyawa kimia dapat dengan bebas
melewati plasma dan menembus sel (Butar2009). Konsentrasi spermatozoa didapatkan
dengan memperkirakan jarak antar kepala spermatozoa dan penghitungan pada counting
chamber.
Konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa yang terkandung
dalam satu mL semen, semakin banyak sel spermatozoa maka semakin tinggi
spermatozoa yang dapat melakukan fertilisasi (Nurcholis et al. 2015). Pengamaan
jarak antar kepala menghasilkan estimasi konsentrasi yang kental/densum (>1000
x x106 sel/ml) karena jarak antar kepala spermatozoa sangat rapat (<1 kepala).
Sementara penghitungan dengan counting chamber mendapatkan hasil 2700 x106
sel/ml. Abnormalitas spermatozoa dilakuakan bersamaan dengan penghitungan
viabilitas spermatozoa. Nilai abnormalitas yang didapatkan adalah 0,6% dan dapat
dikategorikan dalam kondisi baik. Abnormalitas sel spermatozoa dilihat
keseluruhan mulai dari kepala hingga ekor. Kelainan pada kepala spermatozoa
diantaranya kepalakecil, kepalabesar, kepala memanjang, atau kepala terpisah
dengan ekor. Kelainan lainnya terjadi pada ekor spermatozoa seperti ekor
melingkar, ekor membentuk sudut, ekor lebih dari satu. Menurut Arifiantini (2012)
yang dapat menyebabkan abnormalitas pada sel spermatozoa adalah umur hewan
tua, manajemen pemeliharaan yang buruk, kualitas pakan buruk, dan hewan yang
tidak terbiasa ditampung semennya.

Evaluasi Semen Beku Domba

Hasil evaluasi semen beku diperoleh dari semen segar yang telah diencerkan
menggunakan pengencer Tris-kuning telur dan Na Sitrat-kuning telur yang
dikemas di dalam mini straw. Evaluasi semen beku dilakukan setelah beberapa
perlakuan yang diberikan diantaranya semen cair sebelum diekuilibrasi, setelah
ekuilibrasi, dan setelah thawing pada suhu 25ºC dan 37ºC . Pemeriksaan motilitas
dan viabilitas setelah perlakuan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 3 Data semen beku setelah perlakuan


Pengencer / Sebelum Setelah Post Thawing (%)
Paramater Ekuilibrasi (%) Ekuilibrasi (%) 37 ºC 27 ºC
30 detik 60 detik
Motilitas
Tris – KT 78.75 53.75 31.25 47.5
Na sitrat - KT 67,5 45 25 41.25
Viabilitas
Tris – KT 98.36 96.36 94.62 97.75
Na sitrat - KT 97,78 97.37 91.65 98.51
9

Berdasarkan hasil pengamatan semen beku yang telah diekuilibrasi, semen


degnan pengencer Tris memiliki motilitas 53,75% dengan viabilitas 96,36%,
sedangkan semen dengan pengencer Na Sitrat memiliki motilitas 45% dengan
viabilitas 97,37. Berdasarkan penelitian Kostaman et al. (2000) waktu ekulibrasi
empat jam terhadap semen menghasilkan semen beku yang lebih baik dibanding
dua jam. Pemberian gliserol pada semen mampu menjaga kualitas sperma pada
saat pembekuan dan thawing semen beku. Gliserol berfungsi sebagai agen
pelindung (Protective Agent). Penambahan gliserol pada pengencer tris dan
kuning telur sitrat sebagai bahan pengencer dapat melindungi sperma terhadap
efek-efek mematikan selama proses pembekuan. Selain itu, gliserol juga dapat
berdifusi ke dalam sel-sel sperma dan dapat dimetabolisir dalam proses-proses
yang menghasilkan energi dan membentuk fruktosa. Gliserol dapat memodifikasi
kristal-kristal es yang terbentuk dalam medium sewaktu pembekuan sehingga
mampu menghambat kerusakan membrane sel secara mekanis pada waktu
penurunan suhu (cooling rate). Pemberian gliserol dengan konsentrasi tiga
hingga tujuh persen sebagai krioprotektan masih dapat melindungi sperma selama
proses pembekuan (Mumu 2009).
Semen beku dengan pengencer Tris yang telah dilakukan thawing selama
30 detik suhu 37OC memiliki motilitas 31,25% dengan viabilitas 94,62%,
sedangkan semen beku dengan pengencer Na Sitrat dengan waktu thawing dan
suhu yang sama memiliki motilitas 25% dengan viabilitas 91,65%. Semen beku
dengan pengencer Tris yang telah dilakukan thawing selama 60 detik dengan suhu
27OC memiliki motilitas 47,5% dengan viabilitas 97,75%, sedangkan semen beku
dengan pengencer Na Sitrat dengan lama thawing yang sama memiliki motilitas
41,25 dengan viabilitas 98,51. Durasi thawing dan suhu dapat mempengaruhi
kualitas dan daya tahan spermatozoa pada semen beku yang telah mengalami
proses thawing. Berdasarkan penelitian Fitrik dan Supartini (2012) yang
membandingkan pengaruh durasi dan suhu thawing terhadap motilitas serta
viabilitas sperma. Motilitas dan viabilitas sperma berada di tingkat tertinggi ketika
suhu thawing yang digunakan sebesar 40 OC Pada rentang durasi thawing 15-30
detik menunjukkan bahwa semakin lama durasi thawing mengakibatkan
peningkatan motilitas serta viabilitas sperma. Hal ini diakibatkan oleh durasi
thawing yang terlalu cepat menyebabkan kristal-kristal es belum mencair secara
sempurna sehingga menghambat pergerakan sel spermatozoa secara aktif.
Hasil pemeriksaan semen beku dengan dua jenis pengencer yang berbeda
menunjukkan bahwa pengencer Tris-KT memiliki kemampuan yang lebih baik
dari penggunaan pengencer Na Sitrat-KT dalam mempertahankan motilitas
sperma selama kriopreservasi. Pengencer tris memiliki komposisi tris
hydroxymethyl aminomethan, asam sitrat, fruktosa, antibiotik, lipoprotein dan
lecithin. Menyediakan zat makanan dan sumber energi yang penting bagi
spermatozoa untuk mempertahankan kehidupannya (Solihati 2008). Lipoprotein
dan lecithin berfungsi untuk mempertahankan serta melindungi integritas
selubung lipoprotein sel spermatozoa, fruktosa berfungsi sebagai sumber energi
(Sorensen 1979).
10

Evaluasi Semen Cair Domba

Tabel 4 Motilitas dan viabilitas spermatozoa pada semen cair domba dengan
pengencer Na sitrat-kuning telur dan Tris-kuning telur
Motilitas Progresif (%) Viabilitas (%)
Jam ke- Na-sitrat Kuning Tris – Kuning Na-sitrat Kuning Tris – Kuning
Telur Telur Telur Telur
0 75 77,5 96,55 97,48
24 55 78,75 89,92 96,47
48 52.5 67,5 87,34 90,24
72 36.25 46.25 85,16 87,66
96 22.5 35 83,65 86,31

Pengamatan Motilitas dan Viabilitas dilakukan selama 5 hari. Hari ke-1


nilai motilitas spermatozoa pada pengencer Tris-KT dan Na Sitrat-KT masing-
masing yakni 77,5% dan 75%% sedangkan nilai viabilitas masing-masing yakni
97,48% dan 96,55%. Motilitas dan viabilitas spermatozoa pada kedua pengencer
terus mengalami penurunan hingga pada hari kelima. Motilitas spermatozoa pada
hari kelima pengencer Tris-KT dan Na Sitrat yakni 35% dan 22,5% sedangkan
viabilitasnya masing-masing 86,31% dan 83,65%. Tingkat penurunan motilitas
dan viabilitas spermatozoa dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

120

100

80

60
Motilitas (%)
40 Viabilitas (%)

20

0
1 2 3 4 5
Hari ke-

Gambar 1 Grafik nilai rataan motilitas dan viabilitas semen cair domba
pengencer Na Sitrat-KT

Penurunan pergerakan progresif (motilitas) dan viabilitas spermatozoa


dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya semakin bertambahnya jumlah
spermatozoa yang rusak dan mati akibat suhu dingin, ketersediaan energi dalam
bahan pengencer makin berkurang, semakin menuanya umur sperma dan
meningkatnya tingkat keasamaan (pH) semen. Menurut Aboagla dan Terada
(2004), selama proses preservasi semen terjadi perubahan suhu sehingga merusak
komposisi lipid membran plasma, dan berdampak pada penurunan motilitas dan
fertilitas spermatozoa. Membran dianggap target utama kerusakan sel pada
11

pendinginan atau pembekuan semen. Selain itu, Rizal (2006) juga menjelaskan
bahwa sebab dari penurunan persentase motilitas yaitu penurunan pH dalam
semen yang berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan energi dalam bentuk
Adenosin Trifosfat (ATP). Seiring lama penyimpanan, ketersediaan suplai energi
semakin berkurang, sehingga terjadi proses respirasi anaerob yang menghasilkan
ATP dan asam laktat. Asam laktat tersebut merubah pH medium pengencer
menjadi lebih asam dan meningkatkan osmolaritas sehingga menurunkan daya
motilitas spermatozoa.

120

100

80

60
Motilitas (%)
40 Viabilitas (%)

20

0
1 2 3 4 5

Hari ke-

Gambar 2 Grafik nilai rataan motilitas dan viabilitas semen cair domba
pengencer Tris-KT

Fungsi dari bahan pengencer meliputi, menyediakan nutrisi untuk


metabolisme spermatozoa, menetralisis sisa metabolisme, meningkatkan
kestabilan membran plasma serta menjaga keseimbangna tekanan osmotik di
dalam semen. Bahan pengencer yang digunakan dapat berupa larutan Tris atau Na
Sitrat yang dikombinasikan dengan kuning telur. Kuning telur biasanya
ditambahkan dalam pengencer karena mengandung fosfolipid yang sangat
dibutuhkan karena kemampuannya melindungi spermatozoa dari coldshock pada
saat pendinginan ataupun pembekuan (Amirat et al. 2004). Menurut Toelihere
(1993), fungsi kuning telur ayam terletak pada kandungan lipoprotein dan lesitin
yang dapat bekerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung
lipoprotein dari sel spermatozoa. Lipoprotein akan melindungi sperma dari luar
sel yaitu dengan jalan meletakkan diri pada membran plasma spermatozoa
sehingga spermatozoa terbungkus oleh lipoprotein. Lipoprotein adalah komponen
utama di dalam kuning telur yang mempunyai daya tarik menarik dengan
membran plasma spermatozoa.
Hasil pengamatan juga menunjukan bahwa kombinasi Tris-KT memiliki
tingkat motilitas dan viabilitas yang lebih tinggi dibandingkan Na Sitrat-KT. Hasil
ini sesuai dengan hasil penelitian Hartono DC (2015) yakni kualitas semen
domba menggunakan pengencer Tris-KT lebih mampu melindungi dan
12

mempertahankan kehidupan spermatozoa selama proses preservasi dibandingkan


dengan pengencer Sitrat-KT. Pengencer Tris hidrroxymethil aminomethan
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain dapat mempertahankan pH,
mempertahankan tekanan osmotik, dan menjaga keseimbangan elektrolit.
Pengencer tris yang ditambahkan kuning telur akan memberikan perlindungan
lebih baik bagi spermatozoa (Ax et al. 2000). Menurut Paulenz et al. (2002),
pengencer dasar tris dapat mempertahankan spermatozoa hidup lebih baik
daripada pengencer sitrat maupun susu skim pada semen cair domba pada suhu 5
o
C dan 20 oC. Sitrat memiliki struktur melingkar, mengikat kalsium atau logam
berat, dan memisahkan butiran lemak kuning telur. Penggunaan Na sitrat-KT
mengakibatkan ion sitrat akan berikatan dengan Ca yang terdapat pada plasma
semen, sehingga akan menghilangkan Ca sebagai pemacu motilitas (Solihati et al.
2008).

DAFTAR PUSTAKA

Aboagla EME, T Terada. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of
cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology.
62:1160–1172.
Amirat L, Tainturier D, Jeanneau L, Thorin C, Gerard O. 2004. Bull semen in
vitro fertility after cryopreservation using egg yolk LDL: a comparison with
Optidyl, a commercial egg yolk extender. Theriogenology. 61 : 895–907.
Arifiantini RI. 2012. Teknik koleksi dan evaluasi semen pada hewan. Yusuf TL,
editor. Bogor(ID): IPBPress
Asher GW et al. 1988. Hybridisation of Pere david deer (Elaphurus davidianus)
and red deer (Cervus elaphus) by artificial insemination. J Zool. 215: 197 –
203.
Asmarasari SA, Tiesnamurti B. 2007. Aplikasi teknologi inseminasi buatan
melalui transcervical (tai) menggunakan semen cair pada domba rambut st.
Croix. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Ax RL, Dally MR, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B,Bellin
ME. 2000. Semen evalution. In: Hafez B, Hafez ESE (Eds). Reproduction
inFarm Animals. 7th Ed. Philadelphia (US): Lippincott William & Wilkins.
365-375.
Barth AD, Waldner CL. 2002. Factors affecting breeding soundness classification
of beef bulls examined at the Western College of Veterinary Medicine. Can
Vet J. 43(4): 274-284
Barth AD, Waldner CL. 2002. Factors affecting breeding soundness classification
of beef bulls examined at the Western College of Veterinary Medicine. Can
Vet J. 43(4): 274-284
Butar E. 2009. Efektivitas frekuensi exercise terhadap peningkatan kualitas semen
sapi simmental [skripsi]. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Pertanian.
Feradis MP. 2010. Reproduksi Ternak. Bandung(ID) :Angkasa
Fitrik, Supartini N. 2012. Pengaruh suhu dan lama thawing terhadap kualitas
spermatozoa kambing Peranakan Etawa. Buana Sains. 12(1): 81-86.
13

Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and seminal plasma dalam: Hafez
ESE. Reproduction in farm animals 5th edition.Philadelphia(US):Lea and
Febiger:189-209
Herdis. 2005. Optimalisasi jenis pengencer dan dosis gliserol pada proses
pembekuan semen domba garut (Ovis aries). Di dalam : Optimalisasi
inseminasi buatan melalui aplikasi teknologi laserpunktur pada Domba
Garut (Ovis aries). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Kostaman T, Sutama IK, Situmorang P, Budiarsana IGM. 2000. Pengaruh jenis
pengencer dan waktu ekulibrasi terhadap kualitas semen beku Kambing
Peranakan Etawah. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai
Pertanian Ternak.
Mumu MI. 2009.Viabilitas semen sapi simmental yang dibekukan menggunakan
krioprotektan gliserol. J Agroland. 16(2): 172-179.
Nurcholis, Yamin M, Arifiantini RI. 2015. Kualitas semen segar dan beku domba
garut setelah pemberian limbah tauge dan suplementasi omega-3 [Thesis].
Bogor(ID):IPB
Nurcholis, Yamin M, Arifiantini RI. 2015. Kualitas semen segar dan beku domba
garut setelah pemberian limbah tauge dan suplementasi omega-3 [Thesis].
Bogor(ID):IPB
Parker, J. E. 2000. Reproductive Physiologi In Poultry. In : E. S. E. Hafez (Ed).
Reproduction in Farm Animals (7th ed). Lippincott Williams & Wilkins,
USA.
Parsons G. 2017. Increasing Your Lamb Crop Series: Testing Rams for Breeding
Soundness. United States Lamb Resource Center.
Paulenz H, Soderquist L, Perez-Pe R, Berg KA. 2002. Effect of different
extenders and storage temperatures on sperm viability of liquid ram semen.
Theriogenology. 57(2):823-836.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003.
Karakteristik penampilan reproduksi pejantan Domba Garut. JITV.8(2):
134-140
Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan Dan
Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. hlm.
37- 57.
Solihati N. 2008. Studi terhadap kualitas dan daya tahan hidup spermatozoa cauda
epididymis domba garut menggunakan berbagai jenis pengencer. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Sophiahani, 2006. Pengaruh frekuensi penampungan terhadap volume semen dan
motilitas spermatozoa ayam kampung. Skripsi. Universitas Diponegoro,
Semarang
Sorensen. 1979. Animal reproduction principle and practices. Mc Graw-Hill
Publication. J Agri Sci. 42-75.
Suharyati S, Hartono M. 2011. Preservasi dan kriopreservasi semen sapi berbagai
bahan pengencer. Jurnal Kedokteran Hewan. 5(2):53-58.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Di dalam: Rizal M.
Pengaruh penambahan laktosa di dalam pengencer tris terhadap kualitas
semen cair domba garut. 2006. J Indon Trop Anim Agric. 31(4):224-231.
14

Walson PF, Martin CA. 1975. The influences of same fractions of egg yolk on
the survival of ram spermatozoa at 5oC. Reprod. Fertil Dev. 69:856 – 857.
Youngquist RS, Threlfall WR. 2007. Current therapy in large animal
theriogenology, Second Ed. Philadelphia(US): Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai