Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Pertama-tama saya ucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

Nya sehingga saya dapat menyelesaikan refarat yang berjudul “Benign Hiperplasia

Prostat”. Penyusunan refarat ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF

Radiologi di RS Dr. RM. Djoelham Binjai.

Pada kesempatan ini pula saya mengucapkan terima kasih yang sebesar

besarnya kepada dr. Juliamor Sinulingga Sp.Rad yang selama ini telah meluangkan

waktu untuk membimbing dan membantu dalam menyelesaikan masalah ini.

Saya menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan

refarat ini, oleh karena itu saya mohon petunjuk, kritik dan saran-saran dari

pembaca yang sangat saya harapkan guna memperbaiki karya tulis ini.

Harapan saya semoga refarat ini memberikan manfaat khususnya bagi dokter

muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik untuk memperlancar studinya.


DAFTAR ISI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................1

A. Definisi....................................................................................................1
B. Epidemiologi...........................................................................................1
C. Anatomi Prostat.....................................................................................1
D. Etiopatogenesis......................................................................................3
E. Gejala Klinis............................................................................................6
F. Komplikasi................................................................................................
G. Diagnosis................................................................................................7
H. Penatalaksanaan Benign Hiperplasia Prostat......................................11
I. Diagnosis Banding................................................................................15

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................21
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran dari

kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh hiperplasia stroma yang progresif

dan hiperplasia kelenjar prostat. Jaringan prostat yang terus berkembang ini pada

akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari pembukaan uretra. Akibatnya, klinis

BPH sering dikaitkan dengan lower urinary tract symptoms (LUTS). Bahkan, BPH

merupakan penyebab utama LUTS pada pria tua (Speakman , 2008).1

Dahulu disebut juga sebagai Hipertrofi prostat jinak (Benign Prostate Hypertrophy

= BPH). Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah

hyperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer

dan menjadi simpai bedah. Prefalensi nya meningkat sejalan dengan peningkatan usia

pada pria. Insiden di Negara berkembang meningkat karena adanya peningkatan umur

harapan hidup.2

B. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi histologis BPH dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20% pada

pria berusia 41-50 tahun, 50% pada pria berusia 51-60 tahun, dan >90% pada pria

yang berusia lebih dari 80 tahun. Gejala obstruksi prostat juga terkait dengan usia
meskipun bukti klinisnya lebih jarang terjadi. Pada usia 55 tahun, sekitar 25% pria

dilaporkan mengalami obstruktif gejala voiding. Pada usia 75 tahun, 50% dari pria

mengeluhkan terjadinya penurunan dalam kekuatan dan kaliber pancaran urin (Presti ,

et al., 2008).1

C. ANATOMI PROSTAT

D. ETIOPATOGENESIS
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormone

androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40

tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi

anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadian nya sekitar 50%, usia 80 tahun

80% dan usia 90 tahun 100%. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat

kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :2

a. Teori dihidrotestosteron (DHT) DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di

dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk

kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht

factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

b. Teori hormone. Pada pria dengan usia yang semakin tua, kadar estrogen dalam

serum relatif meningkat dibandingkan kadar testosteron. Pasien dengan BPH

cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi dalam sirkulasi perifer.

Dalam the Olmsted County cohort, tingkat estradiol serum berkorelasi positif

dengan volum prostat. Estrogen di dalam prostat berperan pada proliferasi sel-sel

kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap

rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat


c. Faktor interkasi stroma dan epitel Hal ini banyak di pengaruhi oleh growth factor.

Basic fibroblast growth factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan

ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran

prostat jinak. b-fgf dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau

infeksi.

d. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan

mesenkim sinus urogenital untuk berproliferasi dan membentuk jaringan prostat.

Patofisiologi Pembesaran prostat tergantung pada potensi androgen

dihidrotestosteron (DHT). Dalam kelenjar prostat, 5-alfa-reduktase tipe II merubah

testosteron menjadi DHT, yang bekerja secara lokal, namun tidak secara sistemik.

DHT mengikat reseptor androgen pada inti sel, yang berpotensi menyebabkan BPH

(Deters, 2013). BPH akan meningkatkan resistensi uretra, sehingga sebagai

kompensasinya menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih. Selain itu juga

terjadi peningkatan tekanan detrusor untuk mempertahankan aliran urin. Obstruksi

yang disebabkan oleh perubahan fungsi detrusor, diperberat oleh peningkatan usia

yang menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih dan fungsi sistem saraf,
yang menyebabkan frekuensi yang sering untuk mengeluarkan urin, urgensi, dan

nokturia (Roehborn et al., 2007).1

Perkembangan BPH membutuhkan testis yang berfungsi normal dan adanya 5α-

reduktase yang berfungsi. Individu yang tidak memiliki 5α-reduktase memiliki

prostat yang vestigial dan tidak pernah akan berkembang menjadi BPH atau kanker

prostat. Pria dengan BPH memiliki aktivitas 5α-reduktase yang meningkat dan

reseptor androgen prostat yang mungkin meningkat, membuat prostat telah menua

dan lebih rentan terhadap stimulasi androgen. Mungkin esterogen memiliki proteksi

terhadap BPH. Produksi estradiol meningkat perlahan pada pria usia lanjut ketika

testis mereka menjadi kurang responsip terhadap LH untuk mempertahankan

produksi androgen. Kadar LH yang tinggi secara tidak proporsional menstimulasi

produksi esterogen. Peningkatan esterogen yang bersirkulasi meningkatkan sintesis

globulin pengikat SHBG dan peningkatan SHBG menurunkan konsentrasi

testosterone bebas dalam sirkulasi. Hal ini menurunkan jumlah testosterone ini siap

dikonversi menjadi DHT pada stoma plasma.3

Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala:2

 Penurunan kekuatan dan caliber aliran yang disebabkan retensi uretra adalah

gambaran awal dan menetap di BPH

 Hesitensi terjadi karena destrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

melawan resistensi uretra


 Intermitten terjadi karena destrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra

sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi

terjadi karena jumlah residu yang banyak dalam buli-buli

 Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada

tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek

 Frekuensi terutama terjadi pada malamhari karena hambatan normal dari

korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

 Urgensi dan dysuria jarang terjadi, jika disebabkan oleh ketidakstabilan

detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter

 Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupon dengan berkembangnya

penyakit urin keluar sedikit demi sedikit secara berkala karena setelah vesica

urinaria mencapai compliance mmaksimum, tekanan dalam vesica urinaria akan

cepat naik melebihi tekanan sfingter.

E. GEJALA KLINIS

Gejala pembesaran prostat dibagi menjadi dua:4

 Upper Urinary Tract Symtoms (UUTS)/ bagian atas

1. Nyeri pinggang

2. Benjolan di pinggang

3. Febris, urosepsis

 Lower Urinary Tract Symtoms (LUTS)/ bagian bawah


1. Obstuktif : Hesistensi, Dribbling, Miksi tidak puas, Pancaran miksi

lemah, Intermiten

2. Iritatif : Frekuensi, urgensi, dysuria, nokturia

F. KOMPLIKASI

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena

produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi

menampung urin sehingga tekanan intravesika meningkat, dan timbul

hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal di percepat

jika terjadi infeksi

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan didalam buli-

buli, batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.

Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat

terjadi pielonefritis

Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama-kelaman dapt

menyebabkan hernia atau hemoroid.2

G. DIAGNOSIS

a. Anamnesis pasien sesuai dengan keluhan. Dapat dinilai berdasarkan skor

international gejala prostat menurut WHO.2

Pertanyaan Jawaban dan Skor

Keluhan pada bulan terkahir Tidak sama <1 – 5 kali >5 - <15 kali 15 kali >15 kali Hampir selalu
sekali
Apakah anda merasa buli- 0
buli tidak kososng setelah
buang air kecil
Berapa kali anda hendak 0 1 2 3 4 5
buang air kecil lagi dalam
waktu 2 jam setelah buang
air kecil
Berapakali terjadi air 0 1 2 3 4 5
kencing berhenti sewaktu
buang air kecil
Berapakali anda tidak dapat 0 1 2 3 4 5
menahan keinginan buang
air kecil
Berapa kali arus air seni 0 1 2 3 4 5
lemah sewaktu buang air
kecil
Berapakali anda mengalami 0 1 2 3 4 5
kesulitan saat buang air
kecil
Berapakali anda bangun 0 1x 2x 3x 4x 5x
untuk buang air kecil di
waktu malam
Andai kata hal yang anda Sangat senang Cukup Biasa saja Agak Tidak Sangat tidak
alami sekarang akan tetap senang tidak menyenangka menyenangkan
berlangsung seumur hidup, senang n
bagaimana perasaan anda
Jumlah nilai:
0=baik sekali
1=baik
2=kurang baik
3=kurang
4=buruk
5=buruk sekali

b. Pemeriksaan fisik

Gejala dan tanda pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, missal

pada gagal ginjal, dapat ditemukan uremia, hipertensi, denyut nadi

meningkat, respirasi rate meningkat, foetor uremik, pericarditis, ujung kuku

yang pucat, tanda tanda penurunan mental serta neuropati perifer. Bila sudah

terjadi hidronefrosis dan pionefrosis, ginjal teraba ada nyeri di CVA (costo

vertebrae angularis). Buli-buli yang distensi dapat di deteksi dengan palpasi

dan perkusi. Pada pemeriksaan penis dan uretra penting untuk mencari

etiologi dan menyingkirkan diagnosis banding, seperti stiktur, karsinoma,

stenosis meatus atau fimosis.2


Pada perabaan colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat

(pada BPH konsistensinya kenyal), adakah, asimetri, adakah nodul pada

prostat, apakah batas atas masih dapat teraba. Kalau batas masih dapt

terbuka secara empiris besar jaringan prostat kurang dari 60g.2

c. Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium Urinalisis dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya

proses infeksi atau hematuria dan kreatinin serum diperiksa untuk

menilai faal ginjal. Penanda tumor prostate specific antigen (PSA) bisa

diperiksa apabila dicurigai adanya kanker prostat (Presti et al, 2008)

2) Pemeriksaan Radiologi

Pencitraan Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal

ultrasonography (TAUS) dan trans urethral ultrasonography (TRUS).

Dari TAUS diharapkan mendapatkan informasi mengenai perkiraan

volum (besar) prostat; menghitung sisa (residu) urin paska miksi;


panjang protusi prostat ke buli-buli. Pada pemeriksaan TRUS dicari

kemungkinan adanya keganasan prostat berupa area hipoekoik dan

sebagai penunjuk dalam melakukan biopsi prostat (Purnomo, 2011).

H. PENATALAKSANAAN

1. Observasi (watchfull waiting)

Biasanya dilakukan pada psien dengan keluhan ringan (skor i-pss

dengan nilai kurang baik). Nasehat yang diberikan ialah mengurangi

minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari


obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi,

dan tidak di perbolehkan minum alcohol agar tidak terlalu sering

miksi.

Setiap 3 bulan lakukan control keluhan (system skor), sisa kencing dan

pemeriksaan colok dubur.2

2. Terapi medikamentosa2

a) Penghambat adrenergic a

Obat obat yang dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin,

afluzosin atau yang lebih selektif a la (tamsulosin). Dosis

dimulai 1 mg/hari. Sedangkan dosis tamulosin adalah 0,2 – 0,4

mg/hari. Penggunaan antagonis a-1-adrenergik karena secara

selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak

kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor

yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher

vesika, prostat, sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal

ini menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga

gangguan aliran seni dan gejala berkurang. Biasanya pasien

mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2

minggu setelah mulai memakai obat. Efek samping yang

mungkin timbul adalah pusing-pusing, capek, sumbatan

hidung, dan rasa lemah

b) Inhibitor 5α reduktase
obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1 x

5 mg/hari. Obat golongan ni dapat menghambat pembentukan

DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun

obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan a bloker dan

manfaatnya hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya

masih diperdebatkan karena menunjukkan perbaikan sedikit

dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila

dimakan terus menerus. Salah 1 efek samping obat ini adalah

melemahkan libido, ginekomastia dan dapat menurunkan nilai

PSA

c) Fitoterapi

Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antaralain

eviprostat. Substansinya misalnya pygeum, saw palmetto,

serenoa repeus, dll. Efeknya diharapkan terjadi setelah

pemberian selama 1-2 bulan.

3. Terapi bedah2

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya

gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah yaitu:

1) Retensio urin berulang

2) Hematuria

3) Tanda penurunan fungsi ginjal

4) ISK berulang
5) Tanda tanda obsturksi berat yaitu divertikel, hidroureter,

hidronefrosis

6) Ada batu saluran kemih

Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah

yang dapat dilakukan meliputi Transuretral resection of the prostat

(TRUP), transurethral insision of the prostat (TUIP), prostatektomi

terbuka dan prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-

YAG.

TURP masih merupakan standar enas. Indikasi TURP ialah gejala-

gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 g dan

pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka

pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio karena

bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah stiktur

uretra, ejakulasi retrogard (50-90%) atau Impotensi (4-40%).

Bila volume prostat yang tidak terlalu besar atau ditemukan kontraktur

leher vesika atau prostat fibrotic dapat dilakukan TUIP. Indikasi TUIP

ialah keluahan sedang dan berat, dengan volume prostat normal/kecil.

Komplikasinya bisa ejakulasi retrogard (0-37%).

Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya

penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.


4. Terapi invasif minimal

 Transurethral microwave thermoterapi (TUMT)

Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumahsakit

besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang

disalurkan ke kelenjar prostat melalui suatu transducer yang dilakukan

di uretra pars prostatika

 Dilatasi balon transurethral (TUBD)

 High-intensity focused ultrasound

 Ablasi jarum transuretra (TUNA)

 Stent prostat

I. DIAGNOSIS BANDING

Kelemhan otot detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih

neurologic) misalnya pada lesi medulla spinalis, neuropati diabetes, bedah

radikal yang mengorbankan persyarafan di daerah pelvis, dan penggunaan

obat-obat (penenang, penghambat reseptor ganglion dan parasimpatolitik).

Kekakuan leher buli-buli dapat disebabkan oleh proses fibrosis. Retensi uretra

dapat disebabkan oleh pembesaran prostat (jinak atau ganas), tumor leher di

buli-buli, batu uretra, dan stiktur uretra

BAB II

PEMBAHASAN
BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran

dari kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh hiperplasia stroma

yang progresif dan hiperplasia kelenjar prostat. Jaringan prostat yang terus

berkembang ini pada akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari

pembukaan uretra. Akibatnya, klinis BPH sering dikaitkan dengan lower

urinary tract symptoms (LUTS). Bahkan, BPH merupakan penyebab utama

LUTS pada pria tua.

Pembesaran prostat pada pasien BPH akan menyebabkan obstruksi pada

saluran kemih . Selain itu pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk

kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan.

Perubahan karena pengaruh usia tua dan adanya obstruksi akibat BPH akan

menyebabkan menurunnya kemampuan buli-buli dalam mempertahankan

aliran urin pada proses adaptasi

Gejala pembesaran prostat dibagi menjadi dua:

 Upper Urinary Tract Symtoms (UUTS)/ bagian atas

 Nyeri pinggang

 Benjolan di pinggang

 Febris, urosepsis

 Lower Urinary Tract Symtoms (LUTS)/ bagian bawah

 Obstuktif : Hesistensi, Dribbling, Miksi tidak puas, Pancaran miksi

lemah, Intermiten
 Iritatif : Frekuensi, urgensi, dysuria, nokturia

Apabila buli-buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi

urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin

sehingga tekanan intravesika meningkat, dan timbul hidroureter, hidronefrosis dan

gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal di percepat jika terjadi infeksi

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan didalam buli-buli, batu

ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat

pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis

Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama-kelaman dapt menyebabkan

hernia atau hemoroid.

Terapi yang diberikan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan prostat. Baik

pengobatan secara medikamentosa ataupun tindakan bedah. Sehingga BPH dapat

berulang 8-10 tahun kemudian

Anda mungkin juga menyukai