M POST PARTUM
DENGAN MASALAH BENDUNGAN ASI DI KLINIK
LMT SIREGAR
TAHUN 2020
Oleh :
Dosen Pembimbing :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai
6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan
mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat
perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas.
Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal
dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia,
2012).
Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa
yang kritis bagi ibu yang sehabis melahirkan. Diperkirakan bahwa 60% kematian
ibu terjadi setelah persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam selang waktu 24
jam pertama (Prawirardjo, 2006). Tingginya kematian ibu nifas merupakan
masalah yang komlpeks yang sulit diatasi. AKI merupakan sebagai pengukuran
untuk menilai keadaan pelayanan obstretri disuatu negara. Bila AKI masih tinggi
berarti pelayanan obstretri masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan.
Dari laporan WHO di Indonesia merupakan salah satu angka kematian ibu
tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya. Sementara menurut Depkes tahun 2009,
mengalami penurunan menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup. Dari data
tersebut didapatkan penurunan angka 2 kematian ibu di Indonesia antara penyebab
kematian ibu post partum di Indonesia dikarenakan oleh infeksi dan pendarahan
pervaginam. Semua itu dapat terjadi, jika ibu post partum tidak mengetahui tanda
bahaya selama masa nifas. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan
tentang masalah informasi yang diperoleh ibu nifas kurang.
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai,
hingga alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Waktu yang di butuhkan
adalah 6-8 minggu. Selama proses ini system tubuh ibu akan mengalami berbagai
proses ini system tubuh ibu akan mengalami berbagai proses penyesuaian untuk
menjadi normal kembali. Beberapa gangguan dapat muncul, tergantung dari jenis
persalinan dan faktor perorangan lainnya. Gangguan yang sering muncul pada
masa nifas adalah proses laktasi yang umumnya dialami oleh ibu baru (ibu yang
baru mempunyai anak untuk pertama kalinya) dengan berbagai faktor penyebab
kadang terdapat gangguan seperti bendungan ASI.
Selama 24 hingga 48 jam pertama sesudah terlihatnya sekresi letal,
payudara sering mengalami distensi, menjadi keras dan benjol-benjol. Keadaan
ini, yahng lazim dikenal sebagai pembendungan air susu atau “caked breast”,
sering menyebabkan nyeri yang cukup hebat dan bisa sertai dengan kenaikan suhu
yang sepintas. Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah vena normal yang
berlebihan dan penggembungan linfatik dalam payudara, yang merupakan
precursor regular untuk terjadinya laktasi.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk memberikan asuhan
keperawatan pada ibu nifas dengan masalah bendungan ASI di Klinik Pratama
Klarisa.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada Ny.Y post partum dengan
masalah bendungan ASI
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pada Ny.Y post partum dengan masalah
bendungan ASI
b. Mengidentifikasi diangnosa keperawatan pada Ny.Y dengan post partum
dengan masalah bendungan ASI
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Ny.Y post partum dengan masalah
bendungan ASI
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.Y post partum dengan
masalah bendungan ASI
e. Melaksanakan evaluasi pada Ny.Y post partum dengan masalah
bendungan ASI
f.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial
3. Remote puerperium
D. Perubahan Psikologi
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini
terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
b) Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke- 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan
fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
c) Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil
tanggung jawab terhadap bayi. Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-
kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan
terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini disebut
dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum.
d) Postpartum blues :
Melahirkan merupakan salah satu hal penting dari peristiwa-peristiwa
paling bahagia dalam kehidupan wanita. Akan tetapi mengapa sebagian wanita
merasa sedih ? sebanyak 80 % wanita mengalami gangguan suasana hati setelah
melahirkan, merasa kecewa, sendirian, takut, merasa bersalah atau tidak mencintai
bayinya.
Post partum blues / maternity blues / baby blues / sindroma ibu baru
dimengerti sebagai sindrom ringan pada minggu pertama setelah persalinan
dengan gejala : reaksi depresi/sedih/disforia, sering menangis, mudah
tersinggung, cemas, labil, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur, gangguan
nafsu makan, kelelahan, cepat marah, dan mood mudah berubah. Puncaknya pada
hari ke 3-5 dan berlangsung dari beberapa hari sampai 2 minggu. Postpartum
blues tidak mengganggu kemampuan ibu merawat bayi.
Faktor-faktor penyebab post partum blues :
a. Faktor hormonal, penurunan estrogen secara tajam setelah melahirkan
memiliki efek supresi aktivitas enzim non-adrenalin maupun serotin yang
berperan dalam suasana hati dan depresi.
b. Ketidaknyamanan fisik yang dialami sehingga mudah emosi, misalnya
:rasa sakit akibat luka jahit atau bengkak payudara.
c. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
d. Faktor usia dan jumlah anak
e. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
f. Latar belakang psikososial, misalnya tingkat pendidikan, kehamilan tidak
diinginkan, status perkawinan, riwayat gangguan jiwa.
g. Kurangnya dukungan lingkungan, misalnya dari suami, orang tua,
keluarga.
h. Stress yang dialami oleh wanita itu sendiri, misalnya belum bisa menyusui
bayinya, rasa bosan terhadap rutinitas baru.
i. Kelelahan pasca bersalin
j. Ketidaksiapan perubahan peran
k. Rasa memiliki bayi terlalu dalam, takut berlebihan kehilangan bayinya
l. Masalah kecemburuan anak terdahulu.
F. Komplikasi
a). Hemoragi
Perdarahan Pasca-Persalinan Primer
Perdarahan per vagina yang melibihi 500 ml setelah bersalin didefenisikan
sebagai perdarahan pasca persalinan, akan tetapi terdapat beberapa masalah
mengenai defenisi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya,
kadang-kadang hanya setengah dari yang biasanya. Darah tersebut
bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar
pada spons, handuk, dan kain di dalam ember, serta lantai.
2. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan
kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar Hb normal akan
dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah di mana sebaliknya
akan berakibat fatal pada ibu yang mengalami anemia. Akan tetapi,
pada kenyataannya seorang ibu yang sehat dan tidak anemia pun dapat
mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
3. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa
jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Beberapa etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta
(80%), laserasi jalan lahir (20%), serta gangguan faal pembekuan darah pasca-
solusio plasenta. Berikut adalah faktor resiko dari komplikasi ini:
1. Partus lama.
2. Overdistensi uterus (hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia).
3. Perdarahan antepartum.
4. Pasca-induksi oksitosin atau MgSO4.
5. Korioamnionitis,
6. Mioma uteri.
7. Anesthesia.
C. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesterone
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat di
pengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh
hifofisis. Hormone ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi
dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang
menyebabkan kontraksi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi alveolus dan
duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Reflex ini timbul ketika bayi menyusui.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian
apa bila kelenjar-kelenjar tidak di kosongkan dengan sempurna, terjadi
pembendungan air susu.
D. Manifestasi Klinis
E. Komplikasi
a. Payudara bengkak (Engorgement)
Payudara terasa lebih penuh/ tegang dan nyeri sekitar hari ketiga atau
keempat sesudah melahirkan akibat statis di vena dan pembuluh limfe, tanda
bahwa ASI mulai banyak disekresi. Sering terjadi pada payudara yang
elastisitasnya kurang. Bila tidak dikeluarkan, ASI menumpuk pada payudara
sehingga aerola mamae menjadi lebih menonjol, putting lebih datar dan sukar
diisap bayi. Kulit payudara Nampak lebih merah mengkilat, ibu demam, dan
payudara terasa nyeri sekali.
b. Saluran ASI tersumbat (Obstruktive Duct)
Terjadi sumbatan pada satu atau lebih saluran air susu yang dapat
disebabkan tekanan jari waktu menyusui . pemakaian BH terlalu ketat, maupun
komplikasi payudara bengakak yang berlanjut sehingga ASI dalam saluran air
susu tidak segera dikeluarkan dan menjadi sumbatan
c. Radang payudara (Mastitis)
Timbul reaksi sistemik seperti demam, terjadi 1-3 minghu setelah
persalinan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu. Biasanya diawali
dengan putingsusu lecet/ luka. Gejala yang biasa diamati kulit merah, payudara
lebih keras, serta nyeri dan berbenjol-benjol
d. Abses payudara
Terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnya peradangan. Sakit
ibu tampak lebih parah, payudara lebih merah mengkilat, benjolan tidak sekeras
mastitis, tapi lebih penuh atau bengkak berisi cairan.
F. Pencegahan
1. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30
menit) setelah dilahirkan
2. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
3. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi
kebutuhan bayi
4. Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
5. Menyusui yang sering
6. Memakai BH yang memadai yang dapat menyongkong payudara
7. Hindari tekanan local pada payudara (Wiknjosastro, 2006).
G. Penatalaksanaan
1. Jika ibu menyusui:
a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar
kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada
area yang mengeras.
b. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui
bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan
menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa
mengeringkannya dengan efektif.
c. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai
menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit
tersebut.
d. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada
payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat
beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami
penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
g. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
2. Jika ibu tidak menyusui :
a. Gunakan bra yang menopang
b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
c. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
3. Perawatan Payudara pada Masa Nifas Menurut Depkes, RI (1993) adalah :
Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan pengurutan 3
macam cara :
a. Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian urut
keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan menyangga
payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.
b. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan saling
dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut payudara dari
pangkal ke arah puting, demikian pula payudara kanan.
c. Telapak tangan menopang payudara pada cara ke – 2 kemudian jari tangan
kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan mengurut dari
pangkal ke arah puting.
4. Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo (2005) adalah:
a. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
b. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
c. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan kompres
dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri
d. Gunakan BH yang menopang
e. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan
panas.
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan payudara
untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi
simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui
pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan
stilbestrol 1 mg atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara
waktu mengurangi pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan
dengan pijatan.
Pola aktifitas
Klien dapat melakuakan aktifitas seperti biasanya, terbatas apa aktifitas
ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, cepat lesu. Pada
klien nifas di dapatkan keterbatasan aktifitas karena mengalami kelemahan
dan nyeri.
Pola eleminasi
Pada penderita post partum sering terjadi adanya perasaan sering/sudah
kencing selama nifas yang ditimbulkan karenya terjadinya oedema dari
trigono yang menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
Pola tidur dan istirahat
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
Pola hubungan peran
Peran klien dalam keuarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
Pola penanggulangan stess
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas atas bendungan ASInya
dan cara menetek yang benar.
Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien nifas merasakan nyeri pada perineum akibat. Luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri. Pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurang pengetahuan tentang cara merawat bayi.
Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilannya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis, klien terjadi perubahan konsep
diri antara lain body image dan ideal diri
Pola produksi seksual
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual/fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
Pola tata nilai dan keperawatan
Biasanya saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan
terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedrest totl setelah partus
sehiangga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya.
e. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya closma gravidarum dan apakah ada benjolan.
Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya pembesaran kelenjar gondok karena
dalam proses menelan yang salah.
Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena prises
persalinan yang mengalami perdarahan, sclera kuning.
Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihannya
adakah cairan yang keluar dari telinga.
Hidung
Ada polip atau tidak dan apabila pada saat ppost partum mengalami
pernafasan cuping hidung.
Dada
Terdapat adanya pembedaran pada payudara, adanya hipopigmentasi aerola
mamae dan papilla mamae.
Abdomen
Pada klien nifas, abdomen kendor kadang-kadang striac masih terasa nyeri,
fundus uteri 3 jari bawah pusat.
Genetalia
Pengeluaran darah campur lender, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekonium yautu feses yang di bentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
Ekstremitas
Pemeriksaan oedema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, kerenapenyakit jantung/ginjal.
Muskuluskeletal
Pada klien post partum biasanya tejadi keterbatasan gerak dan aktifitas
karena adanya luka episiotomy.
Tanda-tanda Vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh menurun.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi biasa,
sekunder akibat: Nyeri pada payudara.
Tujuan :
a. Individu akan mengatakan keseimbangan optimal antara istirahat dan
aktifitas
Intervensi :
b. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan istirahat pasien
c. kaji faktor-faktor penyebab gangguan pola tidur
d. berikan lingkungan yang nyaman
e. beri kesempatan ibu mengungkapkan perasaannya
f. Ajarkan untuk mandi air hangat sebelum tidur.
Rasional :
a. untuk mengetahui tingkat kebutuhannya sehingga terpenuhi pola
istirahatnya.
b. mengetahui penyebab sehingga dapat tidur dengan baik.
c. untuk memberi kenyamanan dan ketenangan pasien
d. Untuk terapi psikis dan mengurangi beban pkiran dan membantu
mengatasimasalahnya
e. Relaksaki dapat membuat tidur lebih nyenyak.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Keperawatan Maternitas
A. Identitas
a. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. M Nama : Tn. H
Riwayat Ginekologi
Jika tidak, alasannya : Karena klien partus di klinik dan satu hari langsung
pulang karena klien partus dengan normal.
KEADAAN UMUM
Kesadaran : Composmentis
BB : 55 Kg TB : 147 cm
S : 36oc RR : 20 x/menit
KEPALA LEHER
Kepala : Simetris Kiri Dan Kanan
Mulut : Bersih
DADA
Jantung : Normal
Areola : Hitam
ABDOMEN
Perineum : Utuh
E : Tidak
E : Tidak
D : Tidak
A : Tidak
Hemoroid
EKSTREMITAS
Varies : Tidak
ELIMINASI
Pola tidur saat ini : Kurang, tampak ada kantung mata, pasien terlihat lesu dan
mata pucat.
Sifat : - Intensitas : -
KEADAAN MENTAL
KEMAMPUAN MENYUSUI
KOMPLIKASI PERSALINAN :
Kelahiran : Tunggal
Kelainan : tidak PB : 54 Cm
NILAI APGAR
PERENCANAAN PULANG
Diberikan penkes pemenuhan nutrisi ibu untuk pelancar ASI ibu saat menyusui,
serta pijat oksitoksin untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI
1. ANALISA DATA
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. INTERVENSI
Tgl/jam No Tujuan dan kriteria Rencana tindakan Rasional
dx hasil
23/11/202 1. Tujuan : setelah 1. Lakukan pendekatan 1. Dengan pendekatan
0 dilakukakan asuhan terapeutik pada klien, terapeutik akan menjalin
Jam : keperawatan selama 2 x suami dan keluarga kerja sama yang baik
09.00 Wib 24 jam diharapkan nyeri 2. Jelaskan pada ibu dan antara ibu dan petugas
berkurang keluarga tentang kondisi kesehatan
Kriteria hasil : ibu saat ini 2. Dengan menjelaskan
Keadaan umum baik 3. Jelaskan penyebab nyeri kondisi ibu dapat
TTV : TD: 110/70 dan cara mengatasinya mempermudah asuhan
mmHg 4. Anjurkan dan ajari ibu yang diberikan dan ibu
N : 80 x / I untuk kompres air hangat lebih kooperatif
Temp : 36,5 ° c pada payudara sebelum terhadap tindakan yang
RR: 20 x/ I menyusui akan dilakukan
Nyeri berkurang 5. Anjurkan dan ajari ibu 3. Agar ibu mengetahui
4. IMPLEMENTASI
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa nifas atau puerpurium merupakan suatu yang normal dan setiap saat
dapat berubah menjadi abnormal. Dengan pencegahan yang semaksimal mungkin
saat kehamilan,persalinan dan nifas, keadaan yang abnormal dapat ditekan
seminimal mungkin. Untuk itu sangat diperlukan sekali penyebaran informasi dan
kesadaran bagi ibu hamil dan keluarga untuk melakukan ANC (antenatal care)
secara rutin, dan melakukan persalinan pada tenaga kesehatan, baik dokter
ataupun bidan.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat lebih meningkatkan keterampilan dan
pengetahuannya mengenai sepsis puerperium yang terjadi di masyarakat
dengan cara sering melakukan latihan pelaksanaan bendungan ASI.
2. Bagi perawat atau bidan
Hendaknya diharapkan sering mengikuti pelatihan penanganan dan deteksi
dini infeksi nifas.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Kepada pihak akademik, agar terus mempertahankan dan meningkatkan
mutu pembelajaran khususnya untuk pembelajaran mengenai infeki nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Kapita Selekta Kedokteran. Editor Mansjoer Arif (et al.) Ed. III, cet. 2.
Jakarta : Media Aesculapius. 1999.
Saifudin B, 2002. Buku acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal
dan Neonatal, Jakarta : YBPS
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta.
Winkjosastro, H .dkk. 2005. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Cetakan 7. Jakarta: yay
asan bina pustaka sarwono priwirohardjo
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC