Anda di halaman 1dari 9

LAPOAN PENDAHULUAN

DIABETES TIPE II

1. Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Suddarth,2002).
Diabetes Mellitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus), dapat terjadi karena kerusakan progresif sekretorik insulin akibat resistensi
insulin. Diabetes Mellitus tipe II juga merupakan salah satu gangguan metabolik
dengan kondisi insulin yang diproduksi oleh tubuh tidak cukup jumlahnya akan tetapi
reseptor insulin di jaringan tidak berespon terhadap insulin tersebut. Diabetes Mellitus
tipe II mengenai 90-95% pasien dengan diabetes mellitus. Insidensi terjadi lebih
umum pada usia 30 tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan. Diabetes
Mellitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi (Smeltzer, 2015)

2. Etiologi
Diabetes Mellitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus), Diabete Mellitus tipe ini merupakan bentuk yang paling umum.
Penyebabnya bervariasi mulai dominan resistensi insulin diseratai defisiensi insulin
relatif sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Penyebabnya resistensi
insulin pada diabetes mellitus sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor yang banyak
berperan antara lain sebagai berikut:
a. Faktor genetik
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara drastis menurun
dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Gaya hidup dan stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji kaya
pengawet, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.
Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin.
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama sama meningkatkan resiko terkena
diabetes mellitus.
e. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel sel ß pankreas mengalami hipertrofi sehingga akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
f. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan berakibat rusaknya sel sel
pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.

3. Manifestasi Klinis
Menurut (Brunner, 2018). Manisfestasi Klinis Diabetes Mellitus yaitu:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus),
dan Polifagia (peningkatan rasa lapar).
b. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat kataboisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
Aliran darah yang buruk pada pasien DM kronis menyebabkan kelelahan
c. Diabetes Mellitus tipe II disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan
berlangsung perlahan (bertahun tahun) dan mengakibatkan komplikasi jangka
panjang apabila diabetes mellitus tidak terdeteksi selama bertahun tahun (contoh,
penyakit mata neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer). Komplikasi dapat
muncul sebelum diagnosis sebenarnya ditegakkan.
d. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, dan napas berbau buah. DKA yang tidak tertangani dapat
menyebabkan perubahan tingkat kesadaran, koma, dan kematian.
4. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Sukarmin, 2013). Pemeriksaan gula darah pada pasien Diabetes Mellitus
antara lain:
a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl
Kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus >140 mg/dl paling sedikit dalam dua
kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia, atau IGT
115-140 mg/dl.
b. Gula Darah 2 Jam Post Prondial <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan didiagnostik
c. Gula Darah Sewaktu <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan diagnostik.
d. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
GD<115 mg/dl setengah jam, 1 jam, 1 setengah jam <200 mg/dl, 2 jam, 140
mg/dl. TTGO dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet dan
beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes tidak dianjurkan pada:
1) Hiperglikemi yang sedang puasa
2) Orang yang mendapat thiazide, pil KB, Steroid
3) Pasien yang dirawat atau sakit akut atau inaktif.
e. Tes Toleransi Glukosa Intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGO merupakam kontra indikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes Toleransi Kortison Glukosa
Digunakan jika TTGO tidak bermakna, korison menyebabkan peningkatan kadar
gula darah abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang
yang berpredisposisi menjadi diabetes mellitus kadar glukosa darah 140 mg/dl
pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
g. Glycosatet Hemoglobin
Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata rata selama lebih dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 Kali Meningkat Setelah Pemberian Glukosa
Untuk mengukur proinsulin (produksi samping yang tak aktif secara biologis) dari
pembentukan insulin dapat membantu mengetahui sekresi insulin.
i. Insulin Serum Puasa 2-20 mu/ml Post Glukosa Sampai 120 mu/ml
Tidak digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam diagnosa
banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes mellitus. .

6. Penatalaksanaan
Menurut (Smeltzer, 2015). tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan
tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Tatalaksana Diabetes Mellitus terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes, yaitu:
a. Edukasi
Penderita Diabetes Mellitus perlu mengetahui seluk beluk penyakit Diabetes
Mellitus. Dengan mengetahui faktor risiko diabetes mellitus, proses terjadinya
diabetes mellitus, gejala diabetes mellitus, komplikasi penyakit diabetes mellitus,
serta pengobatan diabetes mellitus, penderita diharapkan dapat lebih menyadari
pentingnya pengendalian diabetes mellitus, meningkatkan kepatuhan gaya hidup
sehat dan pengobatan diabetes mellitus. Penderita perlu menyadari bahwa mereka
mampu menanggulangi diabetes mellitus dan bukanlah suatu penyakit yang di
luar kendalinya. Terdiagnosis sebagai penderita diabetes mellitus bukan berarti
akhir dari segalanya. Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang
berhasil.
b. Pengaturan makan (Diet)
Pengaturan makan pada penderita Diabetes Mellitus bertujuan untuk
mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat badan
ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes mellitus dapat dihindari, sambil tetap
mempertahankan kenikmatan proses makan itu sendiri. Pada prinsipnya, makanan
perlu dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam sehari. Seperti halnya prinsip
sehat umum, makanan untuk penderita diabetes mellitus sebaiknya rendah lemak
terutama lemak jenuh, kaya akan karbohidrat kompleks yang berserat termasuk
sayur dan buah dalam porsi yang secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang
dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari penderita.
c. Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga membutuhkan
aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga memiliki efek sangat baik
meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh penderita sehingga pengendalian
diabetes mellitus lebih mudah dicapai. Porsi olahraga perlu diseimbangkan dengan
porsi makanan dan obat sehingga tidak mengakibatkan kadar gula darah yang
terlalu rendah. Panduan umum yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan
intensitas ringan-selama 30 menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap.
Jenis olahraga yang dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti berjalan, berenang,
bersepeda, berdansa, berkebun, dan lain-lain. Penderita juga perlu meningkatkan
aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga
ketimbang lift, dan lain sebagainya. Sebelum olahraga, sebaiknya penderita
diperiksa dokter sehingga penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat diatasi
sebelum olahraga dimulai.
d. Obat/Terapi Farmakologi
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah tetap tidak
terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya hidup sehat di
atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada keadaan-keadaan
tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes mellitus, atau pada keadaan kadar
gula darah yang terlampau tinggi.

7. Patofisiologi
Diabetes Mellitus tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan
karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola
pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat
penting dalam munculnya diabetes mellitus tipe II. Faktor genetik ini akan
berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya
aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas.
Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus tipe II umumnya disebabkan karena
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel ß tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes mellitus tipe II. Meskipun demikian, Diabetes Mellitus tipe II yang tidak
terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik
Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun)
dan progresif, maka awitan diabtes mellitus tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi
vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu
konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes mellitus selama bertahun-tahun
adalah terjadinya komplikasi diabetes mellitus jangka panjang (misalnya, kelainan
mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum
diagnosis ditegakkan (Smeltzer, 2015).
DAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perfusi perifer tidak efektif behubungan dengan neuropati perier


ditandai dengan tanda mayor dan minor
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
hiperglekimia ditandai dngan tanda mayor dan minor
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningatan kebutuhan
mtabolisme ditandai dengan tanda mayor dan minor
4. Resiko infeksi ditandai dengan tana mayor dan minor
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, 2018. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12, Jakarta: EGC.
Dewi,R.K. 2014. Diabetes bukan untuk ditakuti. Jakarta :Fmedia.
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma, 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Yogyakarta:
Mediaction.
Riyadi, Sujono, Sukarmin, 2013. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C, 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Volume 2, Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai