Anda di halaman 1dari 22

Tugas MSDM 2

Dibuat Oleh :
Agung Pangestu
1501025098
Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Univesitas Mulawarman
Tugas I
PENILAIAN KERJA
Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu proses atau
kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dalam sebuah
perusahaan untuk mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan
melakukan pekerjaan dengan cara membandingkan hasil pekerjaannya dengan
seperangkat standar yang telah dibuat dalam suatu periode tertentu yang
digunakan sebagai dasar pertimbangan suatu kegiatan.
Menurut Sastrohadiwiryo (2002), penilaian kinerja adalah suatu kegiatan
yang dilakukan manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja
dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi
pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.
Menurut Mathis dan Jacson (2006), penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan
informasi tersebut kepada karyawan.
Menurut Byras dan Rue (2006), penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi dan mengomunikasikan bagaimana karyawan melakukan pekerjaan
dan menyusun rencana pengembangan kepada para karyawan itu sendiri.

Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja


Menurut Mangkuprawira (2002), tujuan penilaian kinerja adalah sebagai
berikut:
1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan
karyawan, manajer, dan departemen personalia dapat membetulkan
kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi kinerja membantu para
pengambil keputusan untuk menentukan kenaikan upah, pemberian bonus,
dan bentuk kompensasi lainnya. 
3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer, dan demosi biasanya
didasarkan pada kinerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering
merupakan bentuk penghargaan terhadap kinerja masa lalu.
4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Kinerja yang jelek mungkin
menunjukan kebutuhan akan latihan demikian juga prestasi yang baik,
mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5. Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik prestasi
mengarahkan keputusan-keputusan karier yaitu tentang jalur karier tertentu
yang harus diteliti. 
6. Penyimpangan proses staffing. Kinerja yang baik atau jelek mencerminkan
kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidakakuratan informasional. Potensi kerja yang jelek mungkin
menunjukan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan,
rencana-rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen sistem
informasi manajemen personalia.
8. Kesalahan-kesalahan dalam desain pekerjaan. Kinerja yang jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian
prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut. 
9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian kinerja secara akurat akan
menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa
diskriminasi. 
10. Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-
faktor diluar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi
finansial atau masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi kerja,
departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.
Menurut Dessler (2015), terdapat beberapa manfaat dari penilaian kinerja,
yaitu sebagai berikut:
1. Sebagian besar pekerjaan mendasarkan keputusan bayaran, promosi dan
retensi pada penilaian karyawan.
2. Penilaian memainkan peran sentral dalam proses manajemen kinerja
pemberi kerja. Manajemen kinerja berarti secara terus menerus
memastikan bahwa kinerja setiap karyawan sesuai dengan sasaran
keseluruhan perusahaan. 
3. Penilaian memungkinkan manajer dan bawahannya mengembangkan
rencana untuk mengoreksi adanya defisiensi, dan untuk menguatkan
kekuatan bawahan. 
4. Penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau rencana karier
karyawan dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang
ditampilkan.
5. Penilaian memungkinkan penyelia untuk mengindetifikasi adanya
kebutuhan akan pelatihan, dan langkah-langkah perbaikan yang
dibutuhkan.
Kriteria Penilaian Kinerja
menurut Schuler dan Jackson (2006), terdapat tiga kriteria dalam penilaian
kinerja, yaitu:
1. Kriteria berdasarkan sifat, yaitu memusatkan diri pada karakteristik
pribadi seorang karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan
berkomunikasi, dan keterampilan memimpin. Jenis kriteria ini
memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau
tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya. 
2. Kinerja berdasarkan perilaku, yaitu terfokus pada bagaimana pekerjaan
dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan
hubungan antar personal. 
3. Kinerja berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau
dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek kritis
pekerjaan yang penting seperti kualitas.
Jenis-jenis Metode Penilaian Kerja 
a. Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu 

1. Skala peringkat (rating scale). Penilaian prestasi di mana para penilai


diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil
kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah
sampai dengan yang paling tinggi. 

2. Daftar pertanyaan. Metode ini menggunakan formulir isian yang


menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan
tertentu. Penilai hanya perlu memilih pernyataan yang menggambarkan
karakteristik dan hasil kerja karyawan.

3. Metode dengan pilihan terarah. Salah satu sasaran dasar pendekatan


pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan
berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara
pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya memiliki nilai yang
sama.
4. Metode peristiwa kritis. Metode ini merupakan pemilihan yang
mendasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang
sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan
pekerjaan. 

5. Metode catatan prestasi. Metode ini berkaitan erat dengan metode


peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan
oleh professional. 

6. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku. Metode ini merupakan


suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk kurun waktu tertentu di
masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan
perilaku tertentu. 

7. Metode peninjauan lapangan. Penilai turun ke lapangan bersama-sama


dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan
langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan
informasi tersebut.

8. Tes dan observasi prestasi kerja. Berdasarkan pertimbangan dan


keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan
keterampilan, berupa tertulis dan peragaan, syaratnya tes harus valid dan
reliabel.

b. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan 

Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa
mendatang dengan mengevaluasi potensi karyawan atau menetapkan sasaran
kinerja di masa mendatang secara bersama-sama antara pimpinan dengan
karyawan. Metode penilaian kinerja berorientasi masa depan mencakup:

1. Penilaian diri sendiri (self appraisal). Penilaian diri sendiri adalah


penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan
tersebut dapat lebih mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu
diperbaiki pada masa yang akan datang. 

2. Manajemen berdasarkan sasaran (management by objective). Manajemen


berdasarkan sasaran merupakan satu bentuk penilaian di mana karyawan
dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-
sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan
datang. 

3. Implikasi penilaian kinerja individu dengan pendekatan MBO


(management by objective). MBO digunakan untuk menilai kinerja
karyawan berdasarkan keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan melalui konsultasi dengan atasan mereka. Keberhasilan
dari penilaian kinerja tergantung pada pendekatan yang konsisten untuk
mendapatkan perbandingan hasil, ukuran, dan standar yang jelas, selain
penilaian harus bebas dari bias.

4. Penilaian dengan psikolog. Penilaian dengan menggunakan psikolog untuk


melakukan penilaian potensi-potensi yang akan datang, bukan kinerja
masa lalu.

5. Pusat penilaian. Penilaian ini sebagai suatu bentuk penilaian pekerjaan


terstandar yang tertumpu pada beragam tipe evaluasi dan beragam penilai.
Pusat-pusat penilaian sebagai bentuk standar pekerja yang bertumpu pada
tipe-tipe evaluasi dan nilai-nilai ganda.

Permasalahan Penilaian Kinerja 

Menurut Sani dan Masyhuri (2010) dan Mangkuprawira (2002), terdapat


beberapa permasalahan dalam proses penilaian kinerja sehingga penilaian di
anggap kurang obyektif. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan
dalam penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

a. Bias penilai 
Kesalahan yang sering terjadi adalah pada si penilai. Bias penilai tersebut
biasanya tidak ada pekerjaan, akan tetapi biasanya pada karakteristik pribadi,
seperti usia, jenis kelamin, senioritas, suku/agama, kedekatan dengan pimpinan
dan lainnya. Manajemen perlu menghilangkan bias-bias pengawas terhadap
individu bawahan atau menangkal bias tersebut selama proses penilaian.

b. Hallo effect 

Hallo effect adalah opini pribadi atau subyektifitas penilaian terhadap yang
di nilai. Hal ini dapat terjadi karena penilaian performance yang sesaat. Sebagai
contoh, jika seorang penilai menyukai seorang karyawan, maka opini tersebut bisa
jadi mengalami distorsi estimasi terhadap kinerja karyawan itu. Masalah ini sering
meringankan atau memberatkan ketika para penilai harus menilai karakter
kepribadian teman-teman mereka, atau seseorang yang sangat tidak disukainya.

c. Central tendency 

Central tendency adalah kondisi penilaian yang di lakukan tidak secara


komprehensif. Penilaian yang di lakukan hanya melihat rata-rata tingkat
produktifitas pekerja. Hal ini terjadi karena kurang adanya keakraban antara
penilai dan yang dinilai.

d. Leniency (kelunakan) 

Leniency adalah penilaian yang di berikan terlalu lunak/murah, dengan


memberikan nilai yang tinggi kepada yang dinilai. Bias kemurahan hati ini seperti
itu tidak di kehendaki karena hasilnya para pegawai bakal terlihat lebih dari
kenyataan yang sesungguhnya. Pada akhirnya kekurangan keakuratan penilaian
ini mengarah kepada perputaran para pegawai yang pindah ke organisasi lain yang
sanggup menilai kinerja mereka secara akurat dan memberikan mereka pengakuan
yang mendasar.

e. Strictness (keketatan) 
Strictness adalah penilaian kinerja dilakukan secara ketat. Kadang-kadang
penilai akan memberikan penilaian yang rendah terhadap kinerja seseorang,
meskipun sebenarnya beberapa karyawan kinerjanya di atas rata-rata. Bias-bias
keketatan dan kemurahan hati ini dapat di kendalikan atau di hitung dengan 2 cara
: (1) dengan mengalokasikan nilai-nilai kedalam distribusi yang dipaksakan
(forced distribution), dimana bawahan-bawahan di bagi menurut distribusi nomor,
atau (2) dengan mengurangi ambiguitas skala-skala penilaian itu sendiri.
Pengurangan ambiguitas ini dilakukan dengan memperbaiki definisi-definisi dari
dimensi-dimensi dan menyediakan definisi-definisi untuk berbagai poin skala.

f. Recency 

Recency adalah penilaian yang di lakukan pada saat-saat tertentu, atau


sesaat saja. Penilaian ini biasanya dilakukan hanya pada saat-saat yang di anggap
oleh tim penilai saat yang tepat untuk di lakukan penilaian. Sehingga penilaian ini
tidak di lakukan secara teratur atau rutin, melainkan sesempatnya tim penilai
untuk melakukan penilaian. Akibat dari penilaian ini, maka akan sulit untuk
menetapkan karyawan yang potensial atau tidak.

TUGAS II
PROMOSI & DEMOSI

PROMOSI

Menurut pendapat saya Promosi itu berperan sebagai Motivasi


yang mendorong seseorang untuk berpartisipasi aktif dalam organisasi antara lain
kesempatan untuk maju. Sudah sifat dasar manusia untuk menjadi lebih baik,
lebih maju dari posisi saat ini. Kesempatan maju dalam suatu organisasi ini sering
disebut promosi (penaikan jabatan). Suatu promosi berarti perpindahan dari suatu
jabatan ke jabatan lain yang mempunyai status dan tanggung jawab lebih tinggi.
Hal ini berarti kompensasi (penerimaan upah/gaji dan sebagainya) secara umum
pun makin tinggi dibandingkan dengan jabatan lama. Namun, ada pula promosi
yang tidak berakibat pada kenaikan kompensasi. Ini disebut promosi kering.

Promosi seseorang dalam organisasi harus mendasarkan pada


pertimbangan-pertimbangan seobyektif mungkin. Karena obyektivitas promosi
dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan motivasi atau semangat kerja
anggota-anggota lain dalam organisasi bersangkutan. Umumnya terdapat dua
dasar mempromosikan seseorang, yakni kecakapan kerja dan senioritas.

Dari dua hal itu, penentu kebijaksanaan dalam organisasi cenderung


menggunakan “kecakapan kerja” sebagai dasar promosi dari pada senioritas.
Namun, anggota organisasi cenderung mendasarkan pada senioritas karena
semakin lama masa kerja seseorang, kecakapannya menjadi lebih baik. Kecakapan
kerja dianggap mengandung judgement yang subyektif. Ternyata, untuk
mengukur obyektivitas promosi tidak semudah diduga. Contoh, senioritas
seseorang kadang tidak dapat diukur dari lama kerja seseorang karena pada kasus
tertentu, mungkin ia berhenti atau diberhentikan sementara, kemudian aktif
kembali dalam organisasi bersangkutan. Masihkah mereka dimasukkan senior?
Untuk mengatasinya perlu Pedoman Pelaksanaan Promosi.
Keobyektifan promosi seseorang berdasar kecakapan kerja atau senioritas
memang masih dapat mengandung subyektivitas pihak penentu kebijaksanaan.
Karena itu, untuk mengurangi subyektivitas, kadang digunakan kombinasi dari
kedua dasar tersebut. Bila ada pejabat yang mempunyai kecakapan sama, pejabat
yang lebih senior dipromosikan. Atau, bila ada dua pejabat yang mempunyai
senioritas sama, pejabat yang lebih cakap dipromosikan. Hal ini untuk
menghindarkan “like” dan “dislike” dalam penentuan promosi seseorang walau
cara itu juga mengandung permasalahan. Misal, kalau A lebih senior daripada B,
tetapi kecakapannya kalah dibanding B atau sebaliknya, kombinasi dua hal itu
sulit diterapkan. Untuk mengatasi ini, sering ditempuh cara “persyaratan
minimal” untuk aspek senioritas dan aspek kecakapan kerja. Contoh: Untuk
dipromosikan ke jabatan “’X”, minimum kecakapan adalah “p” point. Dengan
demikian bila ada dua orang yang sama-sama mencapai “p” point, karyawan
lebih senior dari kedua karyawan akan dipromosikan.

DEMOSI

Sedangkan Demosi , yaitu pemindahan seseorang ke jabatan lain yang


lebih rendah dalam suatu organisasi. Penurunan lebih mungkin terjadi bila pasar
tenaga kerja menunjukkan keadaan supply tenaga kerja lebih besar daripada
demand tenaga kerja dan atau karena organisasi mengalami krisis dan sebagainya.
Mengingat kemungkinan dapat timbul promosi, kemungkinan timbul demosi pun
perlu dipertimbangkan. sehingga Pedoman Pelaksanaan Promosi memang
semakin diperlukan. Untuk itu perlu dibuat, hubungan horizontal dan vertical dari
masing-masing jabatan, penilaian kecakapan karyawan, ramalan-ramalan
lowongan dan data-data karyawan.

Istilah pemindahan mengandung arti segala perubahan jabatan seseorang


dalam arti umum. Jadi meliputi: promosi, penurunan maupun perubahan jabatan
setingkat, yang tidak mengurangi atau menaikkan baik kekuasaan maupun
tanggung jawabnya. Pemindahan umumnya bertujuan menempatkan karyawan
pada tempat yang tepat agar ia memperoleh suasana baru dan atau kepuasan kerja
dan prestasi yang lebih tinggi.
Pemindahan semacam itu dapat terjadi karena keinginan pegawai sendiri
atau karena kehendak organisasi. Hal kedua ini dapat terjadi, antara lain, karena
keadaan darurat akibat fluktuasi volume pekerjaan, kebutuhan latihan (misal:
rotasi jabatan), atau untuk menghindarkan mereka dari rasa bosan baik karena
macam pekerjaannya atau lingkungan kerjanya.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan, masalah promosi dan


pemindahan dalam proses manajemen sumber daya manusia cukup penting
untuk memelihara semangat serta motivasi kerja anggota. Suatu organisasi,
terutama yang cukup besar, perlu memiliki pola dasar promosi dan pemindahan
yang jelas. Data pegawai yang lengkap merupakan bahan penting untuk
pengambilan keputusan promosi maupun pemindahan anggota organisasi.

TUGAS III

Pendidikan, Pelatihan, Pengembangan dan Pendampingan.


Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini


mungkin terjadi didalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan
orang muda. Mungkin pula terjadi dengan sengaja dan dilembagakan untuk
menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
(John Dewey).

Contoh : seorang manajer haruslah seorang yang mempunyai Pendidikan


tinggi karena harus tau bagaimna harus mengambil sebuah keputusan dalam
perusahaan, sedangkan untuk bagian driver hanya mebutuhkan seseorang yang
mempunya surat izin kendaraan dan mengetahui rute kota.

Solusi :

PELATIHAN

Pelatihan sebagai proses sistematis dimana karyawan mempelajari


pengetahuan (Knowledge), keterampilan (Skill), Kemampuan (Ability) atau
prilaku terhadap tujuan pribadi organisasi. (Carrell dan Kuzmits 1982:282). Dapat
disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu proses kegiatan yang dimaksudkan
untuk memperbaiki sikap, tingkahlaku, keterampilan serta pengtahuan baik itu
dari karyawan atau peserta pelatihan untuk memenuhi standar (standar sikap,
tingkahlaku, keterampila serta pengetahuan yang ditetapkan perusahaan) tententu
guna mencapai tujuan perusahaan.

PENGEMBANGAN

Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis,


konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan
dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini
maupun masa depan.
TUGAS IV

MOTIVASI

Pengertian Motivasi

Menurut Robbins (2011:222), Motivasi adalah keinginan untuk berusaha


sekuat tenaga untuk mencapai tujuan organisasi yang dikondisikan atau ditentukan
oleh kemampuan usaha untuk memenuhi suatu kebutuhan individu. Banyak
penulis kontemporer juga telah menetapkan konsep motivasi.

Mathis dan Jackson (2001:89) mengemukakan motivasi merupakan hasrat


di dalam seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan.
Seseorang melakukan tindakan untuk sesuatu hal mencapai tujuan. Oleh sebab itu
motivasi merupakan penggerak yang mengarahkan pada tujuan dan itu jarang
muncul dengan sia-sia.

Teori Motivasi Kerja

Menurut Maslow yang dikutip Hasibuan (2005:154) indikator motivasi

kerja yaitu :

a)Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan ini


adalah makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan untuk
memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berprilaku dan giat bekerja.

b) Kebutuhan akan rasa aman (Safety and Security Needs)

Kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni rasa aman dari ancaman
kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini
mengarah kepada dua bentuk yakni kebutuhan akan keamanan jiwa terutama
keamanan jiwa di tempat bekerja pada saat mengerjakan pekerjaan dan kebutuhan
akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu bekerja.

c) Kebutuhan sosial, atau afiliasi (Affiliation or Acceptance Needs)


Kebutuhan sosial, teman afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima
dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya
manusia normal tidak mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia
selalu membutuhkan kehidupan berkelompok.

d) Kebutuhan yang mencerminkan harga diri (Esteem or Status Needs)


Kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari
karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya
prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu juga diperhatikan
oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau
posisi seseorang dalam organisasi semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan
status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.

e) Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualization)

Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan


dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.
Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh.
Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu
dengan yang lainnya, pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahan
dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja Karyawan

Terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan menurut

Mangkunegara (2007:100) diantaranya yaitu:

1) Prinsip partisipasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut
berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

2) Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha


pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.

3) Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha


pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah
dimotivasi kerjanya.

4) Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan


untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, akan membuat pegawai bersangkutan menjadi termotivasi untuk
mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5) Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai atau


karyawan sehingga dapat memotivasi para pegawai bekerja sesuai dengan yang
diharapkan oleh pemimpin.

Proses Motivasi

Proses dari suatu motivasi secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut:
Kebutuhan Timbulnya Doro Upaya Kebutuhan Kete-
yang ketegangan mencari n
dipuaska gangan
dirasakan ngan berkurang

Gambar 1. Proses motivasi

Sumber : Sondang P Siagian (2002:102)

Bagan di atas menunjukkan hal-hal sebagai berikut :

1) Dalam kehidupan manusia, selalu timbul kebutuhan dan yang


bersangkutan merasa perlu untuk memuaskannya.

2) Kebutuhan itu hanya dapat dikategorikan sebagai kebutuhan


apabila menimbulkan ketegangan dalam diri yang bersangkutan.

3) Ketegangan itulah yang menimbulkan dorongan agar


yang

bersangkutan melakukan sesuatu.

4) Sesuatu itu adalah upaya mencari jalan keluar agar ketegangan


yang dihadapi tidak berlanjut.

5) Jika upaya mencari jalan keluar yang diambil berhasil, berarti


kebutuhan terpuaskan.

6) Kebutuhan yang berhasil dipuaskan akan menurunkan ketegangan,


akan tetapi tidak menghilangkan sama sekali. Alasannya adalah bahwa
kebutuhan yang sama cepat atau lambat akan timbul kemudian,
mungkin dalam bentuk yang baru dan mungkin pula dengan intensitas
yang berbeda.
Tujuan Motivasi

Menurut Hasibuan (2005:146) tujuan-tujuan motivasi yaitu :

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.

2) Meningkatkan produktifitas kerja karyawan.

3) Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan.

4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5) Mengefektifkan pengadaaan karyawan.

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.

8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-

tugasnya.

10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.


TUGAS V
Daftar Pustaka

 Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Salemba Empat.

 Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia,

Pendekatan Administrasi dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

 Mathis, R.L. & Jackson, J.H. 2006. Human Resource Management:

Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.

 Byars, L.L. dan Rue, L.W. 2006. Human Resource Management. Ney

York. MCGraw Hill.

 Irianto, J. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Insan

Cendekia.

 Mangkuprawira, S. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

 Schuler, R.S., dan Jackson, S.E. 1999. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Erlangga.

 Sani, Achmad dan Masyhuri, M. 2010. Metodologi Riset Manajemen

 Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE-Yogyakarta,

Yogyakarta, 1994, hal. 63-68

 http://www.scribd.com/doc/75

 Rivai, Veithzal. 2009. Islamic Human Capital Manajemen Sumber Daya


Islami. Jakarta : Rajawali Pers

 Robbins, Stephen P, (2011). Perilaku Organisasi, Jilid 1, PT. Indeks Kelompok

Gramedia, Jakarta.

 Robbins, Stephen P, (2011). Perilaku Organisasi, Jilid 2, PT. Indeks Kelompok

Gramedia, Jakarta.

 Hasibuan, Malayu S.P. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi revisi).

Bumi Aksara. Jakarta.

 Mangkunegara, Anwar Prabu A A. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

 Mathis, Robert dan Jackson, John. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia.

Terjemahan Jimmi Sadili dan Bayu. Jakarta : Salemba Empat.

McClelland, D. C. (1961) The Achieving Society. Princeton, N. J.: D.Van

Nostrand Co.

Anda mungkin juga menyukai