Anda di halaman 1dari 12

PUSAT PENDIDIKAN KESEHATAN

SEKOLAH PERWIRA

PENGGUNAAN BAHAN KIMIA ARSENIK DALAM


PEPERANGAN MODERN

SINDIKAT IV

Lettu Laut (K/W) Farida Ariani


Lettu Laut (K) dr. Kenzo Adhi Wiranata
Lettu Laut (K) drg. Aloysius Kiyoshi
Lettu Laut (K) Stefanus Indra Gamawan, S.Farm, Apt.
Lettu Laut (K) Ega Widya Prayogo, S.Farm, Apt.
Lettu Laut (K/W) dr. Nabila Sindami
Surabaya, April 2021

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3

BAB II ISI ........................................................................................................... 5


2.1 Arsenik .............................................................................................. 5
2.2 Mekanisme Kerja Arsen .................................................................... 5
2.3 Penggunaan Arsenik Dalam Peperangan ........................................ 6
2.4 Penanganan Toksisitas Arsenik ....................................................... 6

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11

2
PUSAT PENDIDIKAN KESEHATAN
SEKOLAH PERWIRA

BAB I
PENDAHULUAN

Arsen (As) adalah salah satu logam toksik yang sering diklasifikasikan
sebagai logam, Tetapi lebih bersifat nonlogam. Tidak seperti logam lain yang
membentuk kation, Arsen (As) dialam berbentuk anion, seperti H2AsO4
(Ismunandar, 2004). Arsen (As) tidak rusak oleh lingkungan, hanya berpindah
menuju air atau tanah yang dibawa oleh debu, hujan, atau awan. Beberapa senyawa
Arsen (As) tidak bisa larut di perairan dan akhirnya akan mengendap di sedimen.
Senyawa arsen pada awalnya digunakan sebagai pestisida dan hibrisida, sebelum
senyawa organic ditemukan, dan
sebagai pengawet kayu (Copper Chromated Arsenic (CCA)).

Arsen (As) di alam ditemukan berupa mineral, antara lain arsenopirit, nikolit,
orpiment, enargit, dan lain-lain. Demi keperluan industry mineral, Arsen (As)
dipanaskan terlebih dahulu sehingga As berkondensasi menjadi bentuk padat. Arsen
(As) berasal dari kerak bumi yang bila dilepaskan ke udara sebagai hasil sampingan
dari aktivitas peleburuan bijih baruan, Arsen (As) dalam tanah berupa bijih, yaitu
arsenopirit dan orpiment, yang pada akhirnya bisa mencemari air tanah. Arsen (As)
merupakan unsur kerak bumi yang berjumlah besar, yaitu menempati urutan kedua
puluh dari unsur kerak bumi, sehingga sangat besar kemungkinannya mencemari air
tanah dan air minum. Jutaan manusia bisa terpapar Arsen (As), seperti yang pernah
terjadi di Bangladesh, India, Cina. Semua batuan mengandung Arsen (As) 1-5 ppm.
Kosentrasi yang lebih tinggi ditemukan pada batuan beku dan sedimen.

Senjata kimia atau amunisi kimia (bomb, peluru, granat) dan agen perang
kimia menggunakan sifat racun untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan
musuh selama peperangan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
mengklasifikasikan senjata kimia bersama dengan senjata nuklir dan biologi sebagai
senjata pemusnah masal (Andrulewicz, 2006). Sebanyak sekitar 70 jenis bahan
kimia berupa cairan, gas atau pun benda padat digunakan untuk memproduksi
senjata kimia selama abad 20-21. Agen perang kimia ini dilepaskan di udara berupa
gas atau disemprotkan (berupa padat atau cairan). Agen berupa cairan memiliki
tingkat penguapan yang tinggi dan didesain agar bisa menguap dan menyebar
dalam waktu yang singkat, sedangkan agen berupa bahan padat sering kali dibentuk
seperti plastik sehingga jarang digunakan. Secara umum agen berbasis organoarsen
adalah padatan yang sampai saat ini banyak tersebar baik sebagai cairan atau
3
digunakan bahan peledak tinggi (Stock, 2010).

Agen kimia berbasis arsenik menunjukkan efek jangka panjang pada manusia
yang bisa meyebabkan kematian jika tidak ditangani. Banyak bahan kimia yang
mengandung senyawa arsen telah ditemukan di masa lalu. SEnjata berbasis arsen
pertama muncul pada tahun 431-404 SM ketika Kaum Spartan menggunakan
arsenic sebagai asap beracun di Kota Athena selama peperangan Peloponnesia.
Sekitar 1000 SM, masyarakat Cina menemukan bola asap beracun, yang
mengandung arsen oksida (As2O3), senjata ini dianggap sebagai pelopor granat gas
kimia masa kini (Croddy dan Wirtz, 2005). Granat asap CW berbasis arsenik modern
pertama muncul selama Perang Dunia I dan mengandung senyawa organoarsen.
Methyldichloroarsine (MD) dan phenyldichloroarsine (PD) dikembangkan di Eropa
pada tahun 1917 dan 1918. Antara 1913 dan 1918, ahli kimia Jerman Heinrich
Wieland, seorang ahli kimia Amerika Roger Adams dan tim ilmuwan Inggris secara
independen menemukan agen muntah diphenylaminochlorarsine (DM), yang sering
disebut dengan Adamsite (Croddy dan Wirtz, 2005).

Dalam makalah ini, kami membahas tentang agen kimia arsen yang digunakan
dalam pertempuran. Akan dibahas dalam makalah ini tentang penyiapan, produksi,
aplikasi dan penyimpanan serta penggunaan senjata kimia berbasis arsenic selama
masa perang. Serta bagaimana tantangan masa kini dengan menggunakan
tekhnologi yang ada, kita dapat mendeteksi adanya agen perang kimia berbahan
arsen di lingkungan kita.

4
BAB II
ISI

2.1 Arsenik

Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal
(steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida
(AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih) berupa kristal
putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering disebut sebagai gas
perang, merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada umumnya arsen tidak
berbau, tetapi beberapa senyawanya dapat mengeluarkan bau bawang putih. Racun
arsen pada umumnya mudah larut dalam air, khususnya dalam air panas . Arsen
merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa arsen trioksida
misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x 1-2 mg. Dalam
jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah menyebabkan timbulnya
gejala intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat untuk
berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan
tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat lain
yang lebih aman. Arsen dalam dosis kecil sampai saat ini juga masih digunakan
sebagai obat pada resep homeopathi.

2.2 Mekanisme Kerja Arsenik

Mekanisme masuknya Arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral dari
makanan/minuman, Kontak Kulit, dan melalui saluran pernafasan atau terhirup. Arsen
yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan usus halus kemudian masuk ke
peredaran darah (Wijanto, 2005). Arsen adalah racun yang bekerja dalam sel secara
umum. Hal tersebut terjadi apabila arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-SH),
terutama yang berada dalam enzim. Salah satu system enzim tersebut ialah
kompleks piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi piruvat
menjadi Co-A dan CO2 sebelum masuk dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid).
Dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor. Reaksi tersebut
melibatkan transasetilasi yang mengikat koenzim A (CoA-SH) untuk membentuk asetil
CoA dan dihidrolipoil-enzim, yang mengandung dua gugus sulfhidril. Kelompok
sulfhidril sangat berperan mengikat arsen trivial yang membentuk kelat. Kelat dari
dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari kelompok akibatnya bila arsen
terikat dengan system enzim, akan terjadi akumulasi asam piruvat dalam darah.

Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua dari
5
glikolisis dengan jalan berkompetisi dengan fosfat dalam reaksi gliseraldehid
dehidrogenase. Dengan adanya pengikatan arsenat reaksi gliseraldehid-3-fosfat,
akibatnya tidak terjadi proses enzimatik hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan tidak
memproduksi ATP. Selama Arsen bergabung dengan gugus –SH, maupun gugus –
SH yang terdapat dalam enzim, maka akan banyak ikatan As dalam hati yang terikat
sebagai enzim metabolic. Karena adanya protein yang juga mengandung gugus –SH
terikat dengan As, maka hal inilah yang menyebakan As juga ditemukan dalam
rambut, kuku dan tulang. Karena eratnya As bergabung dengan gugus –SH, maka
arsen masih dapat terdeteksi dalam rambut dan tulang beberapa tahun kemudian.

2.3 Penggunaan Arsenik Dalam Peperangan

Selama Perang Dunia I, senjata kimia banyak digunakan, keefektifannya dalam


pertempuran, dan juga untuk menimbulkan kepanikan di antara musuh. Menurut
CHEMU HELCOM (1994), penggunaan senjata kimia menyebabkan kematian sekitar
100.000 orang dan sekitar 1.2 juta orang cacat. Korban Inggris saja diperkirakan
185.000 terluka dan 8.700 tewas (Stockholm International Peace Research Institute,
1971). Sekitar 66 juta peluru artileri berisi senjata kimia selama Perang Dunia I.
Setidaknya 40 senyawa berbeda dijadikan senjata digunakan di medan perang
(Manley, 1998; Hart, 2008). Senyawa organoarsen tergolong bahan kimia yang
sangat toksik dengan afinitas tinggi penghambat enzim. Oleh karena itu, spektrum
senyawa arsenik yang besar (misalnya ethyldichloroarsine, metildichloroarsine,
ethyldibromoarsine, Clark I, Adamsite, Clark II, dan Lewisite — pada akhir PD I) diuji
selama PD I, terutama oleh ahli Jerman. Beberapa agen arsen juga dicampur dengan
senyawa kimia yang lain (misalnya, Clark I — gas mustard) untuk membuat taktik
yang lebih beracun campuran (Stock, 2009). dalam pertempuran arsen menembus
filter karbon aktif dari masker gas yang memaksa para korban untuk melepaskan
masker untuk bersin, batuk, atau muntah, menyebabkannya rentan terhadap efek
toksik dari agen lain (Noblis, 2007a, 2007b) Jerman menggunakan Clark I dalam
pertempuran selama perang parit di bagian barat. Produksi agen kimia termasuk
senjata berbasis arsenik adalah Jerman, Kanada, Rusia, Amerika Serikat, Jepang,
dan Inggris Raya Meskipun informasi berikut tidak terhubung langsung ke
penggunaan senjata berbasis arsenik yang disengaja, hal ini sangat penting untuk
disebutkan. Selama Perang Dunia II, Sekutu mengangkut sejumlah besar bahan
kimia melalui laut dan mengudara ke titik-titik strategis di Eropa dan Pasifik Selama
perang dunia ke dua mengggunakan Gas Mustard selama Perang Tiongkok-Jepang
oleh Jepang ( pada 1941, sebagai bagian dari Perang Dunia II) Sedangkan amerika
Pada April 1941, Amerika Serikat mulai membangun pabrik amunisi kimia baru di
Maryland (1917) adalah satu-satunya pusat kimia besar memproduksi CW di
Amerika. Pada 24 Juli 1941, pembangunan Redstone Arsenal dimulai di Huntsville,
Alabama. Selama Perang Dunia II, Redstone Arsenal memproduksi lebih dari 27 juta
buah amunisi kimia. Antara 1942 dan 1943, pangkalan militer lainnya didirikan: pusat
6
senjata angkatan laut amerika dibangun di utara kota California dan di New Jersey,
pusat senjata angkatan laut ini terus mendukung upaya perang selama Korea, perang
Vietnam dan Perang Teluk.

2.4 Tata Laksana Penanganan Toksisitas Arsenik

Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan air, tanah,


maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada
manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
WHO menetapkan ambang aman tertinggi arsen dalam air tanah sebesar 50 ppb. Air
tanah biasa digunakan sebagai sumber air minum bagi kelangsungan hidup manusia.
Salah satu akibat yang merugikan dari arsen adalah apabila dalam air minum
mengandung unsur arsen melebihi nilai ambang batas, yaitu bila kadarnya melebihi
10 ppb dalam air minum. Gejala keracunan kronis yang ditimbulkannya pada tubuh
manusia berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel, kelainan kulit atau melanoma
serta kanker usus.

Arsen inorganik telah dikenal sebagai racun manusia sejak lama, yang dapat
mengakibatkan kematian. Dosis rendah akan mengakibatkan kerusakan jaringan. Bila
melalui mulut, pada umumnya efek yang timbul adalah iritasi saluran makanan, nyeri,
mual, muntah dan diare. Selain itu mengakibatkan penurunan pembentukan sel darah
merah dan putih, gangguan fungsi jantung, kerusakan pembuluh darah, luka di hati
dan ginjal (Wijanto, 2005). Berikut ini adalah implikasi klinik akibat tercemar oleh
arsen:

1. Mata, Efek Arsenic terhadap mata adalah gangguan penglihatan dan


kontraksi mata pada bagian perifer sehingga mengganggu daya pandang
(visual fields) mata.

2. Kulit, Adanya kulit yang berwarna gelap (hiperpigmentasi), penebalan


kulit (hiperkeratosis), timbul seperti bubul (clavus), infeksi kulit (dermatitis)
dan mempunyai efek pencetus kanker (carcinogenic).
3. Darah, Efeknya menyebabkan kegagalan fungsi sumsum tulang dan
terjadinya pancytopenia (yaitu menurunnya jumlah sel darah perifer).

4. Liver, Paparan arsen yang cukup lama (paparan kronis) pada liver akan
menyebabkan efek yang signifikan, berupa meningkatnya aktifitas enzim
pada liver (enzim SGOT, SGPT, gamma GT), ichterus (penyakit kuning),
liver cirrhosis (jaringan hati berubah menjadi jaringan ikat dan ascites
(tertimbunnya cairan dalam ruang perut).

7
5. Ginjal Arsen akan menyebabkan kerusakan ginjal berupa renal damage
(terjadi ichemia dan kerusakan jaringan).

6. Saluran pernapasan, Paparan arsen pada saluran pernafasan akan


menyebabkan timbulnya laryngitis (infeksi laryng), bronchitis (infeksi
bronchus) dan dapat pula menyebabkan kanker paru.

7. Pembuluh darah, Logam berat Arsen dapat menganggu fungsi pembuluh


darah, sehingga dapat mengakibatkan penyakit arteriosclerosis (rusaknya
pembuluh darah), portal hypertention (hipertensi oleh karena faktor
pembuluh darah potal), oedema paru dan penyakit pembuluh darah
perifer (varises, penyakit burger).

8. Sistem Reproduksi, Efek arsen terhadap fungsi reproduksi biasanya fatal


dan dapat pula berupa cacat bayi waktu dilahirkan, lazim disebut efek
malformasi.

9. Sistem Immunologi, Efek pada sistem immunologi, terjadi penurunan


daya tahan tubuh/ penurunan kekebalan, akibatnya peka terhadap bahan
karsinogen (pencetus kanker) dan infeksi virus.

10. Sistem Sel, Efek terhadap sel mengakibatkan rusaknya mitokondria


dalam inti sel sehingga menyebabkan turunnya energi sel dan sel dapat
mati.

11. Gastrointestinal (Saluran Pencernaan), Arsen akan menyebabkan


perasaan mual dan muntah, serta nyeri perut, mual (nausea) dan muntah
(vomiting).

2.4.1 Cara Mengatasi Keracunan Arsenik

Pertolongan pertama (standart treatment) bila kulit kita terpapar arsenik:


cuci permukaan kulit dengan air mengalir secara kontinu kurang lebih 10 menit,
atau sampai tidak ada kandungan bahan kimia di atas kulit. Bila perlu, gunakan
sabun. Baju yang terkontaminasi harus dilepaskan. Kemudian segera ke dokter
untuk mendapat pertolongan medis. Sementara bila racun masuk ke
pencernaan, masukkan air dalam jumlah yang cukup besar ke dalam mulut
untuk mencuci. Tetapi, air jangan tertelan. Kalau bahan kimianya sudah
tertelan, minum kurang lebih 250 ml air dan jangan memaksakan muntah.
Segera cari pertolongan medis.

Cara mengatasi keracunan arsenik berbeda antara keracunan akut dan


kronik. Untuk keracunan akut yang belum berlangsung 4 jam, korban diberi
8
ipekak untuk merangsangnya muntah. Dapat juga dilakukan bilas lambung
apabila ia tidak dapat minum. Pemberian katartik atau karboaktif dapat
bermanfaat. Sedangkan untuk keracunan yang sudah berlangsung lebih lama
(termasuk juga keracunan kronik), sebaiknya diberi antidotumnya, yaitu
suntikan intramuskuler dimerkaprol 3-5 mg/kgBB 4-6 kali sehari selama 2 hari.
Pengobatan dilanjutkan 2-3 kali sehari selama 8 hari.

Metode kimia dan sintetik saat ini digunakan untuk mengobati


keracunan arsenik. Dimercaprol dan asam dimercaptosuccinic adalah agen
chelating yang mengambil arsenik dari protein darah dan digunakan untuk
mengobati keracunan arsenik akut. Dimercaprol jauh lebih beracun dari pada
succimer.
2.4.2 Antidotum pada pasien keracunan arsen

1. Dimercaprol

Dimercaprol (INN) atau British anti-Lewisite, merupakan senyawa


yang dikembangkan oleh ahli biokimia Inggris di Oxford University
selama Perang Dunia II. Ini dikembangkan diam-diam sebagai
penangkal untuk lewisite, yang berbasis arsenik sekarang-usang senjata
kimia agent. Sekarang, digunakan medis dalam pengobatan arsenik,
merkuri, emas, timah, dan keracunan logam beracun lainnya. Selain itu,
di masa lalu telah digunakan untuk pengobatan penyakit Wilson,
kelainan genetik di mana tubuh cenderung mempertahankan tembaga.
Arsenik dan beberapa logam berat lainnya bereaksi dengan residu thiol
yang berdekatan pada enzim metabolik, menciptakan sebuah kompleks
kelat yang menghambat aktivitas enzim yang terkena. Dimercaprol
bersaing dengan kelompok thiol untuk mengikat ion logam, yang
kemudian diekskresikan dalam urin. Dimercaprol sendiri beracun,
dengan kisaran terapeutik yang sempit dan kecenderungan untuk
mengkonsentrasikan arsenik dalam beberapa organ. Kelemahan lainnya
termasuk kebutuhan untuk mengelola dengan injeksi intramuskular
menyakitkan. Efek samping yang serius termasuk nefrotoksisitas dan
hipertensi. Dimercaprol telah ditemukan untuk membentuk kelat stabil in
vivo dengan banyak logam beracun lainnya termasuk anorganik
merkuri, bismut, kadmium, kromium, kobalt, emas, dan nikel. Namun,
bukan pengobatan pilihan untuk toksisitas logam ini.

Dimercaprol telah digunakan sebagai tambahan dalam


pengobatan ensefalopati akut keracunan timbal. Obat ini berpotensi
beracun, dan penggunaannya bisa disertai dengan beberapa efek
samping. Meskipun pengobatan dengan dimercaprol akan
meningkatkan ekskresi kadmium, seiring bertambahnya konsentrasi
9
kadmium ginjal, sehingga penggunaannya dalam kasus keracunan
kadmium harus dihindari. Memang, bagaimanapun menghilangkan
merkuri anorganik dari ginjal; tapi tidak berguna dalam pengobatan
alkylmercury atau fenil toksisitas merkuri. Dimercaprol juga
meningkatkan toksisitas selenium dan telurium, sehingga tidak dapat
digunakan untuk menghilangkan unsur-unsur dari tubuh.

2. Asam Dimercaptosuccinic (DMSA)

Asam Dimercaptosuccinic (DMSA), adalah senyawa organosulfur


dengan rumus HO2CCH (SH) CH (SH) CO2H. Ini tidak berwarna padat
berisi dua asam karboksilat dan dua kelompok tiol, yang terakhir yang
bertanggung jawab untuk bau agak tidak menyenangkan. Hal ini terjadi
dalam dua diastereomer, meso dan bentuk dl kiral. Meso isomer ini
digunakan sebagai agen chelating. Asam ini paling sering digunakan
sebagai pengobatan untuk keracunan logam berat, dan zat larut dan
tidak beracun air. Asam Dimercaptosuccinic (Chemet) diindikasikan
untuk pengobatan keracunan timbal pada anak-anak dengan tingkat
darah diukur di atas 45 mg / dL. Penggunaan DMSA tidak disetujui
untuk profilaksis/ pencegahan keracunan timbal dalam mengantisipasi
paparan dalam memimpin terkontaminasi lingkungan yang diketahui.
Eliminasi paruh adalah 2.5-3.5 h. DMSA dapat melintasi penghalang
darah-otak tikus, tetapi tidak manusia, membatasi penggunaannya
untuk mengekstrak logam berat dari bagian tubuh selain sistem saraf
pusat.

Aplikasi lain untuk DMSA adalah untuk provokasi jaringan logam


berat dalam mengantisipasi tes urine. Hal ini kadang-kadang disebut
"tantangan" atau tes "memprovokasi" logam berat. DMSA digunakan
untuk membantu memobilisasi logam berat yang disimpan dalam
jaringan tubuh (dan karena itu tidak biasanya hadir dalam sirkulasi) dan
meningkatkan ekskresi logam berat dalam urin. Kegiatan relatif
serangkaian ester monoalkil novel meso-2,3-dimercaptosuccinic acid
(MiADMSA) telah diperiksa sebagai agen untuk mobilisasi kadmium,
timah dan arsenik karena kemampuan monoesters ini untuk
menyeberang membran sel. Mono esters ditemukan lebih efektif dari
pada senyawa induk DMSA. Kompleks (monoesters dari DMSA)
tampaknya menembus sel (tidak mungkin dalam kasus DMSA), yang
membantu dalam menargetkan situs intraseluler dalam tubuh dan
membantu dalam penghapusan ion logam beracun dalam sitosol dan
organel dalam sel.

10
BAB III
PENUTUP

Setiap perang menciptakan kemungkinan untuk mengembangkan metode


pertempuran baru. Penggunaan senjata kimia relatif murah dan cepat, dan
memungkinkan pengurangan dari total biaya perang. Tujuan utama senyawa arsenik
sebagau agen peperangan adalah untuk membingungkan tentara musuh dan karena
itu mengeksposnya ke serangan senjata konvensional. Arsenik sudah lama
digunakan sebagai senyawa yang digunakan dalam perperangan modern atau
chemical warfare sejak perang dunia I hingga perang Teluk di Timur Tengah.

Untuk menghindari terjadinya keracunan akibat paparan arsen melalui udara,


air, tanah, biota dan kegiatan industry maka yang harus dilakukan adalah
menggunakan alat proteksi diri seperti memakai masker, sarung tangan, kacamata
dll saat berada di lingkungan kerja yang berhubungan dengan pertambangan. Selain
itu melakukkan surveilance medis setiap tahun secara rutin. Ini ditujukan agar tidak
terjadinya keracunan akibat paparan Arsen.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-Press


Darmono . 2006 . Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya Dengan
Toksikologi Seyawa Logam . Jakarta . UI-Press

2. Adnan Agnesa. 2010. Makalah Toksikologi Industri ARSEN. http://kesmas-


unsoed.blogspot.com/2010/10/makalah-toksikologi-industri-arsen.html.30 Maret
2012

3. Fhazira. 2010. Logam Berat Arsen, diakses pada tanggal 10 April 2021 di
http://chitralestari.blogspot.com/2010/09/logam-berat-arsen.html.

4. Darmono . 2009 . Farmasi Forensik dan Toksikologi . Jakarta : UI-Press,


diakses pada tanggal10 April 2021 di http://service-with-
heart.blogspot.com/2012/10/makalah-arsen.html.

5. http://tralalaikrima.blogspot.com/2012/04/makalah-toksikologi-arsen- as.html

6. http://en.wikipedia.org/wiki/Dimercaptosuccinic_acid

7. http://en.wikipedia.org/wiki/Dimercaprol

12

Anda mungkin juga menyukai