SEKOLAH PERWIRA
Disusun Oleh :
Lettu Laut (K/W) Farida Ariani
Lettu Laut (K) dr. Kenzo Adhi Wiranata
Lettu Laut (K) drg. Aloysius Kiyoshi
Lettu Laut (K) Stefanus Indra Gamawan, S.Farm, Apt.
Lettu Laut (K) Ega Widya Prayogo, S.Farm, Apt.
Lettu Laut (K/W) dr. Nabila Sindami
1
PUSAT PENDIDIKAN KESEHATAN
SEKOLAH PERWIRA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Arsen (As) adalah salah satu logam toksik yang sering diklasifikasikan sebagai
logam, Tetapi lebih bersifat nonlogam. Tidak seperti logam lain yang membentuk
kation, Arsen (As) dialam berbentuk anion, seperti H2AsO4 (Ismunandar, 2004).
Arsen (As) tidak rusak oleh lingkungan, hanya berpindah menuju air atau tanah yang
dibawa oleh debu, hujan, atau awan. Beberapa senyawa Arsen (As) tidak bisa larut di
perairan dan akhirnya akan mengendap di sedimen. Senyawa arsen pada awalnya
digunakan sebagai pestisida dan hibrisida, sebelum senyawa organic ditemukan, dan
sebagai pengawet kayu (Copper Chromated Arsenic (CCA)).
Arsen (As) di alam ditemukan berupa mineral, antara lain arsenopirit, nikolit,
orpiment, enargit, dan lain-lain. Demi keperluan industry mineral, Arsen (As)
dipanaskan terlebih dahulu sehingga As berkondensasi menjadi bentuk padat. Arsen
(As) berasal dari kerak bumi yang bila dilepaskan ke udara sebagai hasil sampingan
dari aktivitas peleburuan bijih baruan, Arsen (As) dalam tanah berupa bijih, yaitu
arsenopirit dan orpiment, yang pada akhirnya bisa mencemari air tanah. Arsen (As)
merupakan unsur kerak bumi yang berjumlah besar, yaitu menempati urutan kedua
puluh dari unsur kerak bumi, sehingga sangat besar kemungkinannya mencemari air
tanah dan air minum. Jutaan manusia bisa terpapar Arsen (As), seperti yang pernah
terjadi di Bangladesh, India, Cina. Semua batuan mengandung Arsen (As) 1-5 ppm.
Kosentrasi yang lebih tinggi ditemukan pada batuan beku dan sedimen.
Senjata kimia atau amunisi kimia (bomb, peluru, granat) dan agen perang
kimia menggunakan sifat racun untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan
musuh selama peperangan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
mengklasifikasikan senjata kimia bersama dengan senjata nuklir dan biologi sebagai
senjata pemusnah masal (Andrulewicz, 2006). Sebanyak sekitar 70 jenis bahan
kimia berupa cairan, gas atau pun benda padat digunakan untuk memproduksi
senjata kimia selama abad 20-21. Agen perang kimia ini dilepaskan di udara berupa
gas atau disemprotkan (berupa padat atau cairan). Agen berupa cairan memiliki
tingkat penguapan yang tinggi dan didesain agar bisa menguap dan menyebar dalam
waktu yang singkat, sedangkan agen berupa bahan padat sering kali dibentuk seperti
plastik sehingga jarang digunakan. Secara umum agen berbasis organoarsen adalah
padatan yang sampai saat ini banyak tersebar baik sebagai cairan atau digunakan
bahan peledak tinggi (Stock, 2010).
Agen kimia berbasis arsenik menunjukkan efek jangka panjang pada manusia
yang bisa meyebabkan kematian jika tidak ditangani. Banyak bahan kimia yang
mengandung senyawa arsen telah ditemukan di masa lalu. SEnjata berbasis arsen
pertama muncul pada tahun 431-404 SM ketika Kaum Spartan menggunakan arsenic
2
sebagai asap beracun di Kota Athena selama peperangan Peloponnesia. Sekitar
1000 SM, masyarakat Cina menemukan bola asap beracun, yang mengandung arsen
oksida (As2O3), senjata ini dianggap sebagai pelopor granat gas kimia masa kini
(Croddy dan Wirtz, 2005). Granat asap CW berbasis arsenik modern pertama muncul
selama Perang Dunia I dan mengandung senyawa organoarsen.
Methyldichloroarsine (MD) dan phenyldichloroarsine (PD) dikembangkan di Eropa
pada tahun 1917 dan 1918. Antara 1913 dan 1918, ahli kimia Jerman Heinrich
Wieland, seorang ahli kimia Amerika Roger Adams dan tim ilmuwan Inggris secara
independen menemukan agen muntah diphenylaminochlorarsine (DM), yang sering
disebut dengan Adamsite (Croddy dan Wirtz, 2005).
Dalam makalah ini, kami membahas tentang agen kimia arsen yang digunakan
dalam pertempuran. Akan dibahas dalam makalah ini tentang penyiapan, produksi,
aplikasi dan penyimpanan serta penggunaan senjata kimia berbasis arsenic selama
masa perang. Serta bagaimana tantangan masa kini dengan menggunakan
tekhnologi yang ada, kita dapat mendeteksi adanya agen perang kimia berbahan
arsen di lingkungan kita.
1. Pendahuluan.
2. Karakteristik arsen.
5. Deteksi arsenic.
6. Penutup.
4. Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendahuluan
Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna
metal (steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen
trichlorida (AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen
putih) berupa kristal putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering
disebut sebagai gas perang, merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada
umumnya arsen tidak berbau, tetapi beberapa senyawanya dapat mengeluarkan
bau bawang putih. Racun arsen pada umumnya mudah larut dalam air,
khususnya dalam air panas .
Cyclosari
n, sarin,
soman,
tabun
Arsen merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa
arsen trioksida misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis
4
3 x 1-2 mg. Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah
menyebabkan timbulnya gejala intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah
digunakan sebagai obat untuk berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing,
amoeba, spirocheta dan tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan
karena ditemukannya obat lain yang lebih aman. Arsen dalam dosis kecil sampai
saat ini juga masih digunakan sebagai obat pada resep
homeopathi .
Bermacam-macam bentuk senyawa kimia dari arsen ini yaitu sebagai
berikut ;
a. Arsen triokasida (As2O3), ialah bentuk garam inorganic dan
bentuk trivial dari asam arsenat (H4AsO4) berwarna putih dan padat seperti
gula.
b. Arsen pentaoksida (As2O5)
c. Arsenat (misalnya : PbHAsO4), ialah bentuk garam dari asam
arsenat, merupakan senyawa arsen yang banyak dijumpai di alam dan bersifat kurang
toksik.
d. Arsen organic, arsen berikatan kovalen dengan rantai karbon
alifatik atau struktur cincin, dimana arsen terikat dalam bentuk trivalent ataupun
pentavalen. Bentuk senyawa arsen ini kurang toksin dibandingkan dengan
bentuk senyawa arsen inorganic trivalent.
Bentuk senyawa arsen yang paling beracun ialah gas arsin (AsH3), yang
terbentuk bila asam bereaksi dengan arsenat yang mengandung logam lain.
Selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga dapat
ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pengecoran logam
maupun pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung arsen dalam
jumlah sedikit atau komponen arsen organik (biasanya ditemukan pada produk
laut seperti ikan laut) biasanya tidak beracun (tidak toksik). Arsen dapat dalam
bentuk inorganik bervalensi tiga dan bervalensi lima. Bentuk inorganik arsen
bervalensi tiga adalah arsenik trioksid, sodium arsenik, dan arsenik triklorida.
Sedangkan bentuk inorganik arsen bervalensi lima adalah arsenik pentosida,
asam arsenik, dan arsenat (Pb arsenat, Ca arsenat). Arsen bervalensi tiga
(trioksid) merupakan bahan kimia yang cukup potensial untuk menimbulkan
terjadinya keracunan akut.
11
Terjadinya toksisitas kronis biasanya melibatkan sejumlah populasi
penduduk yang tinggal dalam suatu kawasan pencemarn lingkungan oleh arsen
dari limbah industri pestisida, pabrik kertas, bubur pulp dan sebagainya.
Epidemiologi penyakit toksisitas arsen kronis terjadi pada sebuah populasi
penduduk di Bangladesh yang mengonsumsi air tanah yang mengandung arsen.
Konsentrasi arsen dalam air tanah pada daerah tersebut dapat
mencapai 10 sampai 1820 mg/l. Gejala akan timbul dalm waktu 2 sampai 8
minggu sejak penderita mulai mengonsumsi air yang terkontaminasi tersebut.
Gejala yang jelas terlihat adalah adanya kelainan pada kulit dan kuku, terciri
dengan adanya hyperkeratosis, hiperpigmentasi, dermatitis dengan
terkelupasnya kulit dan adanya warna putih pada persambungan kulit dan kuku.
Toksisitas As kronik juga dapat meningkatkan penyebab risiko
terjadinya kanker pada kulit, paru-paru, hati (liver-angiosarkoma), kantung
kencing, ginjal, dan kolon. Beberapa kelompok peneliti menyatakan bahwa
keracunan kronis A dapat menyebabkan hepatotoksik hidroarsenicisme (karena
mengonsumsi air minum yang terkontaminasi As), hal tersebut terjadi setelah 1-
15 tahun sejak mengonsumsi air tersebut. Hepatomegali (pembesaran hati)
terjadi pada 76,7% dari 248 pasien yang dirawat karena kasus toksisitas kronis
As ini.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gejala kerusakan hati
ditandai dengan kolestasis, hiperbilirubinemia dan peningkatan aktivitas enzim
alkaline fosfatase yang disertai dengan tingginya konsentrasi arsenik dalam
urine.
Gangguan saraf perifer akan mulai terlihat pada fase lanjut. Saraf kaki
akan lebih parah dari pada saraf tangan, menyebabkan kulumpuhan pada saraf
motorik dan sensorik. Terlihat kecenderungan terjadinya ulcer (borok) dalam
saluran pencernaan, hepatitis kronis, dan sirosis.
Pada pemeriksaan darah tepi terlihat adanya pansitopeni (sel darah
berkurang), terutama neutropeni (sel darah putih menurun). Produksi sel darah
merah berhenti dan adanya gambaran basophilic stippling.Anemia yang ada
hubungannya dengan defisiensi asam folat juga terlihat.
Pada penelitian epidemiologi, nyata hubungan antara toksisitas kronis
dari arsen trivial dan arsen pentavalen dengan ditemukannya kasus kanker
paru,kanker limfa, dan kanker kulit.
A. Kesimpulan
1. Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna
metal (steel-
grey).
2. Toksisitas senyawa arsenik dan sangat bervariasi. Bentuk organik
tampaknya
memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada bentuk arsenik anorganik.
3. Cara pencegahan paparan arsen dengan menggunakan alat proteksi diri
dan
melakukkan surveilance medis.
B. Saran
Untuk menghindari terjadinya keracunan akibat paparan arsen melalui udara,
air, tanah, biota dan kegiatan industry maka yang harus dilakukan adalah
menggunakan alat proteksi diri seperti memakai masker, sarung tangan,
kacamata dll saat berada di lingkungan kerja yang berhubungan dengan
pertambangan. Selain itu melakukkan surveilance medis setiap tahun secara
rutin. Ini ditujukan agar tidak terjadinya keracunan akibat paparan Arsen.
DAFTAR PUSTAKA