2014 Aif
2014 Aif
AMERINA I FAJAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Rantai Pasok
Jagung di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Petanian Bogor.
Amerina I Fajar
NIM H451114031
RINGKASAN
Jagung saat ini merupakan komoditas strategis yang yang dibutuhkan industri
pakan ternak. Permasalahannya tidak semua jagung dalam negeri memenuhi
spesifikasi yang dibutuhkan pabrikan. Pabrik pakan ternak saat ini kesulitan
mendapatkan jagung dalam negeri sehingga pabrik pakan menggunakan jagung
impor sebagai bahan baku pakan, data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan
pada jumlah impor jagung yang signifikan. Dalam pemenuhan kebutuhan jagung
nasional , Jawa Barat memiliki andil besar karena pabrik pakan berlokasi di Jawa
Barat serta Jawa Barat juga merupakan salah satu penghasil jagung terbesar di
Indonesia. Maka, untuk dapat memenuhi kebutuhan pabrik pakan dan
menghentikan impor dibutuhkan optimalisasi rantai pasok pemasaran jagung.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi rantai pasok jagung di Jawa
Barat menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN), menganalisis
kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat, dan menganalisis aktivitas nilai tambah
yang dilakukan oleh para anggota rantai pasok di Jawa Barat, sehingga hasil dari
penelitian dapat dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi optimalisasi
rantai pasok jagung di Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat
belum berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas namun
terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai pasok, yaitu petani
petani tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung yang baik.
Penerapan manajemen dan jaringan dalam rantai pasok belum berjalan dengan
baik,salah satunya dapat dilihat kesepakatan kontraktual antar lembaga pemasaran
tanpa perjanjian tertulis. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan dalam
hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik sedangkan pabrik
memiliki aturan yang harus ditaati. Selain itu, dukungan pemerintah sebelumnya
hanya fokus pada sarana fisik pada subsitem hilir, akibatnya pengawasan pada
pemasaran jagung tidak diperhatikan. Sedangkan, pada sumberdaya rantai pasok
ditemukan fakta bahwa modal masih menjadi kendala bagi pedagang desa serta
koperasi padahal keduanya merupakan anggota yang berhubungan langsung
dengan petani. Proses bisnis rantai pasok terkendala karena pada aliran produk
jagung dari petani hingga PB belum terintegrasi dengan baik, belum ada siklus
yang pasti sehingga waktu pengiriman ataupun kuota yang dikirim tidak bisa
diprediksi dengan baik. Aliran informasi pada rantai pasok jagung memiliki
kelemahan yaitu informasi ketersediaan jagung tidak terprediksi di tingkat PD
dan PPK .Gambaran kondisi rantai pasok ini diharapkan dapat menjadi dasar
rekomendasi perbaikan rantai pasok.
Pengukuran kinerja rantai pasok yang dilakukan dengan pendekatan efisiensi
pemasaran menunjukan bahwa rantai pasok masih belum mencapai kinerja
optimal, dua dari tiga saluran pemasaran memiliki nilai rasio biaya dan
keuntungan rendah walaupun marjin dan farmer’s share bernilai tinggi. Analisis
nilai tambah menunjukan bahwa aktivitas yang dilakukan petani dapat
memberikan nilai tambah lebih besar dibandingkan anggota rantai pasok lainnya,
maka anggota rantai pasok lain harus melakukan aktifitas-aktifitas pemasaran
dengan lebih efisien.
AMERINA I FAJAR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Ratna Winandi
Judul Tesis : Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat
Nama : Amerina I Fajar
NIM : H451114031
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Amerina I Fajar
x
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Penelitian 8
2. TINJAUAN PUSTAKA 9
Gambaran Umum Komoditi 10
Kondisi Jagung Nasional 11
Rantai Pasok 11
Kinerja Rantai Pasok 13
Nilai Tambah 14
Penelitian Terdahulu 15
3. KERANGKA PEMIKIRAN 16
Rantai Pasok 16
Fungsi dan Biaya Pemasaran 18
Saluran Pemasaran 19
Logistik 22
Efisiensi Pemasaran 22
Analisis Marjin Pemasaran Pada Rantai Pasok 23
Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok 24
Analisis Rasio Keuntungan Dan Biaya Pada Rantai Pasok 24
Analisis Nilai Tambah Hayami Pada Rantai Pasok Jagung 24
Kerangka Pemikiran Oprasional 25
4. METODOLOGI PENELITIAN 28
Lokasi Dan Waktu Penelitian 28
Jenis dan Sumber Data 28
Metode Penentuan Responden 28
Metode Pengolahan Data 29
Analisis Jaringan Rantai Pasok Jagung 30
Analisis Kinerja Rantai Pasok 31
Analisis Nilai Tambah 32
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1.PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Tabel 1 juga diketahui bahwa dari tahun 2007 hingga 2012
peningkatan angka produksi jagung rata-rata setiap tahun adalah sebesar 7.5%,
peningkatan laju produksi jagung dalam negeri ini dipengaruhi oleh tingginya
permintaan pakan ternak, hal ini didukung oleh pendapat Haryono (2012) bahwa
proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total kebutuhan jagung
mencapai 83% dan Tangenjaya et al(2002) bahwa komposisi pakan yang berasal
dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54% dan ayam petelur 47,14%.
Kenaikan angka produksi tersebut harusnya dapat memenuhi kebutuhan jagung
dalam negeri sehingga dapat menahan laju impor jagung, namun kenyataannya
data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan pada jumlah impor yang
signifikan.Pada Gambar 1 terlihat grafik impor jagung meningkat signifikan dari
tahun 2009 hingga tahun 2012, pada tahun 2009 impor jagung berjumlah 338.778
ton hingga tahun 2011 mencapai 3.207.657 ton yang meningkat sebesar 846.77%,
sementara dari gambar 2 yaitu gambar kebutuhan total pakan ternak Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa dalam rentang 2010 hingga 2012 impor juga mensuplai
rata-rata 17.6% dari total kebutuhan pakan ternak.
Berdasarkan Gambar 2 terlihat grafik yang memperlihatkan bahwa kebutuhan
pakan ternak dari tahun 2010 hingga tahun 2013 rata-rata meningkat sejumlah 9%
2
per tahun, dimana angka ini berada diatas rata-rata kenaikan produksi jagung.
Apabila angka produksi jagung nasional masih berada dibawah angka kebutuhan
pabrik pakan, maka kebutuhan jagung nasional akan bergantung pada impor luar
negeri sehingga imbasnya dapat mempengaruhi devisa negara. Menurut data yang
didapat dari GPMT (2005) impor jagung terbesar datang dari India dengan total
impor 1,1 juta ton dengan nilai US$ 319 juta, dilanjutkan oleh Argentina dengan
total impor jagung ke Indonesia sebesar 286,3 ribu ton dengan nilai US$ 89 juta,
Pakistan sebesar 146,2 ribu ton dengan nilai US$ 46 juta, Brazil sebanyak 74,4
ribu ton dengan nilai US$ 23 juta, dan Amerika Serikat sebanyak 44,2 ribu ton
dengan nilai US$ 15,8 juta..
1.527.516
1.500.000
701.953
264.665
338.798
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Suplai jagung nasional berasal dari produksi jagung di wilayah Pulau Jawa
dengan persentase hampir 60 % dari total produksi nasional (BPS, 2013), tingkat
presentasi yang besar diakibatkan oleh sarana produksi dan infrastruktur yang
lengkap, juga terdapat industri-industri penyerap jagung di Pulau Jawa.
Penanaman jagung di Pulau Jawa sudah lama diusahakan oleh petani, pada
awalnya jagung di Pulau Jawa merupakan komoditas pengganti kedelai yang
harganya jatuh bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya saat ini jagung menjadi
salah satu komoditas wajib yang ditanam selain padi. Keberlanjutan penanaman
jagung di Pulau Jawa dikarenakan kemudahan didalam perawatan disbanding
komoditas lainnya. Meskipun begitu, petani jagung di Pulau Jawa memiliki
keterbatasan didalam pengetahuan sehingga mereka masih belum mengerti
pentingnya suplai yang terus berlanjut. Hal inilah yang menjadi kaitan penting
antara kebutuhan suplai jagung dalam negeri dan permasalahan yang dihadapi
petani.
Di Pulau Jawa salah satu daerah sentra produsen jagung adalah Jawa Barat
yang menyumbangkan 18 % terhadap produksi jagung nasional (BPS, 2013).Dari
data pada Tabel 2 terlihat bahwa setiap tahun produksijagung di Jawa Barat
mengalami kenaikan yang signifikan, pada tahun 2011 tercatat produksi jagung
Jawa Barat adalah sebesar 945.104 ton pipilan kering, mengalami peningkatan
sebanyak 21.142 ton atau naik sebesar 2,29 persen dibandingkan dengan produksi
jagung pada tahun 2010 sebanyak 923.962 ton pipilan kering. Sejalan dengan
volume produksi yang meningkat, ternyata produktivitas jagung juga mengalami
kenaikan 4,75 persen dari 60,08 kuintal per hektar tahun 2010 menjadi 64,23
kuintal per hektar pada tahun 2011, rupanya kenaikan produktivitas ini disebabkan
karena naiknya jumlah produksi namun luas panen menurun karena pada tahun
2011 tercatat luas panen mencapai 147.152 hektar, menurun 6.626 hektar atau
mengalami penurunan -4,31 persen dibanding tahun 2010 yang mencapai 153.778
hektar. Apabila angka ini terus ditingkatkan bukannya tidak mungkin Jawa Barat
akan mampu menjadi pemasok jagung dalam negeri terbesar. Ditambah lagi
potensi jagung ditanaman di Jawa Barat didukung beberapa hal seperti
4
infrastruktur yang baik dan terjangkau oleh berbagai macam pihak, mudahnya
petani mendapatkan informasi mengenai komoditas jagung, dan akses terhadap
industri penyerap jagung berkapasitas besar yang berada di Jawa Barat.
Rumusan Masalah
Saat ini, permintaan jagung yang tinggi terutama dipicu oleh kebutuhan untuk
menghasilkan pakan ternak. Pada kenyataannya pemanfaatan jagung yang semula
5
untuk bahan makanan langsung, kini telah berubah menjadi komoditas industri.
Hal ini dipicu oleh pemenuhan gizi masyarakat yang berasal dari protein hewani
seperti, unggas dan ternak ruminansia. Kebutuhan penenuhan gizi yang berasal
dari hewan terus mengalami peningkatan dan mendorong berkembangnya usaha
peternakan, meskipun usaha menangkap dari alam bebas masih juga berlangsung.
Ternak peliharaan memerlukan pakan buatan yang komponen utamanya adalah
jagung. Maka untuk menyediakan gizi yang ber-mutu, perlu digiatkan produksi
jagung domestik, sebab ketergantungan pada impor akan semakin rawan dan
harga jagung impor juga akan semakin mahal.
Jagung untuk bahan baku pabrik pakan yaitu jagung gigi kuda (Zea Mays
Indentata) yang umumnya berwarna kuning. Jagung tersebut ditanam pada lahan
sawah atau lahan kering beriklim basah dengan menerapkan teknologi maju. Di
Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa
Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Pulau Jawa memiliki sentra
unggulan produksi jagung, salah satunya adalah Jawa Barat. Jawa Barat
merupakan sentra jagung yang paling dekat dengan lokasi konsumen jagung,
maka dari itu Jawa Barat sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan pabrik-
pabrik pakan tersebut.
Dalam pemenuhan kebutuhan jagung pabrik pakan, Jawa Barat sendiri
seharusnya memiliki andil besar karena Jawa Barat memiliki kedekatan dengan
banyak pabrik pakan yang berada di Provinsi Jawa Barat. Pada Tabel3 terlihat
bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki empat pabrik pakan ternak yang dapat
menampung jagung, belum lagi pabrik pakan yang berbatasan langsung dengan
Jawa Barat seperti pabrik pakan di Provinsi Bantern (10 unit), Provinsi DKI
Jakarta (4Unit), dan Jawa Tengah (3Unit). Namun, potensi Jagung Jawa Barat saat
ini belum bisa memenuhi peluang yang ada.
Berdasarkan jumlah produksi di Jawa Barat pada Tabel 4dapat dilihat
bahwa pada produksi tahun 2010 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan pada
masing-masing kabupaten sentra produksi jagung di Jawa Barat, namun
kenyataannya dibalik peningkatan tersebut terdapat permasalahan didalam
pemasaran jagung sehingga pabrik pakan masih kesulitan mendapatkan jagung di
daerah Jawa Barat.
Permasalahan yang dihadapi jagung di Jawa Barat berkaitan dengan
kegiatan pemasaran yang dilakukan petani, bandar, dan pedagang. Permasalahan
permasalahan tersebut timbul karena petani tidak mendapatkan informasi yang
cukup mengenai kebutuhan pabrik pakan tentang kualitas jagung yang harus
memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu kadar air dibawah 18%, sehingga
dampaknya pedagang besar kesulitan dalam memenuhi jumlah pasokan yang telah
disepakati antara pedagang besar dan pabrik pakan.
Kesulitan memenuhi jumlah pasokan, maka pedagang besar menerapkan
sistem grading jagung kepada pedagang pengumpul desa, dampakanya pedagang
desa berspekulasi mengenai harga sehingga mereka tidak berani membeli jagung
di petani dengan harga yang tinggi. Pembentukan koperasi merupakan alternatif
untuk menyalurkan jagung langsung kepada konsumen sehingga petani
mendapatkan informasi mengenai kualitas yang diinginkan oleh konsumen,
namun koperasi yang dibentuk memiliki kelemahan yaitu keterbatasan modal.
Walaupun harga pembelian kepada petani lebih tinggi dibandingkan pedagang
6
desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi
sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya.
Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran
sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.
antar anggota rantai pasok jagung di Jawa Barat, maka untuk mendapatkan
gambaran kondisi rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat dapat
menggunakan analisis sesuai dengan Vorst (2006) karena kerangka tersebut
dapat menjelaskan secara rinci mengenai struktur rantai, sasaran rantai,
manajemen rantai, sumberdaya rantai, dan proses bisnis rantai. Kondisi rantai
pasok di Jawa Barat dapat dianalisis pada penelitian ini dengan menjawab
pertanyaan bagaimanakah kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat ?
Tujuan Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Jenis jagung yang digunakan untuk bahan pangan pokok adalah jagung
lokal yang ditanam pada ekosistem lahan kering dengan teknologi tradisional
(subsistem), sehingga hasilnya relatif rendah.Jagung lokal termasuk ke dalam tipe
jagung mutiara (Zemaysindurata) yang umumnya berwarna putih.
Jagung untuk bahan baku industri (jagung hibrida dan varietas unggul
komposit) ditanam pada lahan sawah atau lahan kering beriklim basah dengan
menerapkan teknologi maju. Berdasarkan tipenya termasuk ke dalam jagung gigi
kuda (Zeamays indentata) yang umumnya berwarna kuning. Di Indonesia daerah-
daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman
jagung dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat
mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut khususnya
Madura jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 2007).
Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut Standar Nasional Indonesia
9
Rantai Pasok
konsumen dari mulai tahap pemesanan produk dari suplaier, manufaktur, jasa
transportasi dan gudang, retailer, hingga pelanggan. Setiap fungsi atau proses
yang ada didalam rantai pasok didukung oleh proses pemasaran, operasional,
distribusi, keuangan, dan servis untuk pelanggan. Proses –proses tersebut harus
dapat disampaikan dalam kuantitas yang tepat dalam waktu yang tepat, serta
lokasi yang tepat, juga dapat meminimalisasi biaya.Rantai pasok juga berarti
mengurangi inventori serta memperbaiki kinerja produksi (Challener,1999), selain
itu juga rantai pasok harus dapat memberikan nilai tambah kepada pelanggan serta
kepada para pemangku kepentingan (Jayaram et al, 2000; Handfield dan Nichols,
2002). Golicic et al (2002) menyatakan bahwa rantai pasok harus dapat
menjelaskan hubungan yang mendasar diantara para anggota dalam sebuah
organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi yang sangat kompleks.
Dalam rantai pasok juga setiap informasi haruslah jelas untuk dapat mengurangi
bullwhip effect yang dapat mempengaruhi kerjasama antar anggota, selain itu juga
fungsi rantai pasok adalah perencanaan, monitoring, efisiensi stok, efisiensi
waktu dan menghilangkan ketidakpastian, serta meningkatkan kemampuan
utilisasi organisasi (Skjøtt-Larsen, 2000). Challener (1999) menjelaskan bahwa
untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas dalam sebuah kordinasi maka
seluruh sumberdaya dalam rantai pasok harus diintegrasi dengan melibatkan
optimisasi rantai pasok, integrasi rantai pasok, kolaborasi organisasi, serta
rintangan secara kulturan dan teknologi, sehingga organisasi tersebut dapat
responsive terhadap pasar
Austin (1992)dan Brown(1994) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010)
menyatakan bahwa manajemen rantai pasok produk pertanian dapat berbeda
dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena produk pertanian
bersifat mudah rusak, proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung
pada iklim dan musim, hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi,
dan produk pertanian bersifat kamba sehingga sangat sulit ditangani. Bukan itu
saja, menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), struktur hubungan pemain rantai
pasok produk pertanian berbeda dengan manufaktur, pada komoditas pertanian
anggota rantai pasok tidak harus mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur,
syaratnya anggota rantai pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi
pemasaran seperti yang dilakukan rantai berikutnya. Hal tersebut bisa dilihat dari
gambar 3 (Vorst, 2006)terlihat bahwa anggota-anggota rantai pasok bebas untuk
menyalurkan informasi, produk, dan finansial ke anggota rantai pasok lainnya
Menurut Vorst (2006) dalam satu waktu, proses paralel, dan berurutan
dapat terjadi dalam rantai pasok pertanian sehingga proses bisnis didalam jaringan
rantai pasok pertanian akan teridentifikasi lebih dari satu. Sebagai contoh, proses
bisnis dari jagung untuk pakan ternak dialirkan dari petani bisa ke berbagai pihak
seperti pedagang perantara kemudian diproses untuk dialirkan lagi ke konsumen
akhir. Pada proses pengaliran tersebut anggota rantai pasok yang terlibat
melakukan proses bisnis sesuai dengan kebutuhan, misalkan pedagang perantara
melakukan proses yang berbeda terkait jagung yang dikirimkan untuk industri
ternak dan jagung yang akan dikirimkan untuk industri makanan.
Salah satu aspek fundamental dalam rantai pasok adalah pengukuran kinerja.
Untuk menciptakan kinerja yang efisiem maka diperlukan sistem pengukuran
yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok, hal ini sesuai dengan pendapat
Pujawan (2005) bahwa sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk monitoring
12
dan evaluasi dan mengetahui dimana posisi suatu organisasi terhadap tujuan yang
ingin dicapai serta menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan
bersaing. Maka dari itu, untuk mengetahui sejauh mana potensi jagung di Jawa
Barat saat ini diperlukan sebuah pengukuran kinerja rantai pasok jagung.
perhitungan biaya total rantai pasok terdiri dari penjumlahan harga di tingkat
petani, biaya transportasi dan pengemasan, biaya mark-up, serta pemborosan
akibat barang usah dan biaya kehilangan dalam transportasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Beamon (1996) menyatakan bahwa pengukuran kinerja rantai
pasok dapat melalui pendekatan biaya, respon konsumen, activity time, dan
fleksibilitas. Contoh pengukuran kinerja rantai pasok yang menggunakan
pendekatan biaya adalah penelitian Dilana (2013) yang meneliti kakaodengan
analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya pada
setiap saluran pemasaran dalam struktur rantai pasok biji kakao. Hasil
penelitiannya menunjukan marjin pemasaran terendah dan nilai farmer’s share
tertinggi yaitu pada saluran ke-4 (petani-pedagang pengumpul tingkat kabupaten-
pedagang besar) dengan nilai marjin pemasaran sebesar Rp 929/kg dan nilai
farmer’s share sebesar 94.37 persen. Sedangkan nilai rasio keuntungan terhadap
biaya terbesar pada saluran ke-3 (petani-pedagang pengumpul tingkat kecamatan-
pedagang besar) yaitu sebesar 4.68.
Kebanyakan pengukuran kinerja rantai pasok selalu dikaitkan dengan
pengukuran efisiensi rantai pasok organisasi tersebut(Chakravarthy, 1986;
Venkatraman dan Ramanujan, 1986; Eccles, 1991; Kaplan dan Norton, 1992;
Brown dan Leverick, 1994) dan kebanyakan studi rantai pasok pada agro-industri
dipengaruhi banyak teori ekonomi yang berfokus pada kebijakan publik, struktur
organisasi, serta daya saing industry padahal rantai pasok lebih fokus kepada
efisiensi, efektivitas, operasiona, serta kebutuhan konsumen (Pereira dan Csillag,
2004). Sistem pengukuran rantai pasok haruslah sesuai dengan sistem yang
sedang berjalan, bisa jadi satu rantai pasok dan rantai pasok lainnya memiliki
perbedaan sistem pengukuran (Beamon, 1996). Penentuan kinerja rantai pasok
sendiri dapat diambil berdasarkan evaluasi dan perkembangan rantai pasok,
perkembangan prosedur dan model dari rantai pasok, isu-isu terkait yang
mempengaruhi rantai pasok, dan juga teknik umum yang telah
ditentukan(Beamon, 1996)
Nilai Tambah
dari output dikurangi nilai antara dan konsumsi fix capital. Menurut USDA
(2002) konsep nilai tambah pada pertanian adalah saat sebuah barang
mendapatkan perlakukan baik pada saat proses produksi ataupun penyaluran
kepada konsumen sehingga dengan aktiftias tersebut konsumen mengeluarkan
uang lebih banyak untuk barang yang dibelinya.
Pada penelitian Hayami, Kawagoe, dan Marooka (1985) nilai tambah
didalam pemasaran diukur dengan menghitung nilai yang dibuat pada tahap
produksi tertentu oleh faktor–faktor produksi, termasuk nilai tangible yang
ditambahkan melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal,
serta nilai intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual (menggunakan
aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu hubungan kerja sama yang
dibangun). Pada penelitian Hayami (1985) yang berjudul Agricultural Marketing
and Processing in Upland Java perhitungan nilai tambah digunakan untuk
mengetahui kontributsi kegiatan pemasaran kedelai didalam produksi kedelai,
hasilnya menunjukan bahwa kegiatan pemasaran mampu menyumbang 50% dari
pendapatan buruh serta memiliki intensitas hingga 60% dari total pekerjaan yang
terdapat pada produksi kedelai.
Menurut Dilana (2013) peningkatan nilai tambah pada produk primer
komoditas pertanian menjadi salah satu langkah agar dapat meningkatkan
pendapatan petani terutama di wilayah pedasaan. Dalam penciptaan nilai tambah
Cowan (2002) mencontohkan bahwa dari tahun 1910 hingga 1990, kondisi
farmer’s share di Amerika Serikat terhadap produk domestik bruto (PDB) sistem
pangan keseluruhan turun dari 21 persen menjadi lima persen, sementara
sumbangan input pertanian dan subsektor distribusi meningkat dari 13 persen
menjadi 30 persen. Hal ini menunjukkan adanya peran penciptaan nilai tambah
produk pertanian pada strategi pembangunan ekonomi pedesaan di masa depan.
Contoh tersebut merupakan kesempatan bagi produsen untuk menciptakan nilai
tambah dan mengambil keuntungan dari komoditasnya untuk diproses secara
lokal. Dengan begitu diharapkan peningkatan nilai tambah akan memberikan
keuntugnan bagi petani, usaha pedesaan, dan masyaratak pedesaan. Selain itu,
dengan bukti yang diutarakan Cowan maka penciptaan nilai tambah dipercaya
akan mampu meningkatkan peerekonomian karena penciptaan nilai tambah
artinya penyerapan tenaga kerja yang baru dan pada ujungnya diharapkan akan
meningkatkan perekonomian di tempat tersebut.
Menurut Dilana (2013) sebelummemutuskan untuk memasuki pasar baru
harus terlebih dahulu menentukan bisnisyang paling menguntungkan. Hal ini
sangat penting bagi orang-orang miskin yangmemiliki sumber daya yang terbatas
sehingga tidak memilih pasar yang salah.Pendapatan, biaya, dan marjin harus
dibandingkan dalam rantai nilai (keduasaluran pemasaran yang berbeda dan rantai
produk yang berbeda). Selain itu jugapotensi scaling up dan investasi yang
diperlukan harus diselidiki.Setelah memetakan rantai nilai langkah berikutnya
adalah untukmempelajari aspek-aspek tertentu dari rantai nilai secara mendalam.
Ada berbagaipilihan aspek yang dapat dijabarkan lebih lanjut diantaranya adalah
biaya danmarjin. Analisis biaya dan marjin harus dipertimbangkan untuk
mengetahuiapakah rantai nilai merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat
miskin danapakah rantai nilai dapat diakses bagi masyarakat miskin.
15
3. KERANGKA PEMIKIRAN
Rantai Pasok
Baatz (1995) menyatakan bahwa secara konseptual rantai pasok
merupakan keseluruhan proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga
menjadi produk yang habis masa pakainya. Golicicetal(2002) menyatakanbahwa
rantai pasok harus dapat menjelaskan hubungan yang mendasar diantara para
anggota dalam sebuah organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi
yang sangat kompleks. Håkånsson and Snehota (1995) menyatakan bahwa dua
perusahaan tidak saja berususan dengan hal-hal yang menyangkut dua perusahaan
tersebut namun juga terdapat berbagai macam urusan yang menyangkut hal lain,
begitu juga dengan rantai pasok. Rantai pasok pun berhubungan satu dengan
lainnya, maka menurut Vorst(2006) rantai pasok yang tergabung ke dalam
jaringan yang kompleks disebut Food Supply Chain Network. Menurut
Vorst(2006) untuk menganalisis rantai pasok yang kompleks dibutuhkan “bahasa”
yang dapat mendeskripsikan rantai pasok, pihak yang terlibat, proses, produk,
sumberdaya, manajemen, hubungan antar atribut dan hal lain yang yang tidak
terdefinisi. Lambert dan Cooper (1998) mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengembangkan empat elemen yang dapat digunakan untuk menganalisis rantai
pasok, yaitu struktur jaringan, rantai proses bisnis, manajemen rantai dan jaringan,
dan sumberdaya rantai. Untuk dapat lebih jelas mengetahui hubungan antara satu
elemen dan elemen lain dapat dilihat pada gambar 4.
Struktur jaringan rantai pasok menjelaskan batas dari jaringan rantai pasok
dan mendeskripsikan anggota utama dan anggota pendukung didalam jaringan
rantai pasok, selain itu juga jaringan rantai pasok akan menjelaskan peran-peran
dari para anggota rantai pasok, serta menjelaskan mengenai konfigurasi
kelembagaan yang terdapat didalam jaringan. Rantai proses bisnis digunakan
untuk menjelaskan aktivtias bisnis yang didesain memproduksi output baik
berupa produk fisik ataupun servis dan informasi. Aktivtias bisnis yang dijelaskan
pada rantai proses bisnis yaitu pengembangan produk, pemasaran, keuangan, dan
manajemen hubungan pelanggan. Manajemen jaringan dan rantai merupakan
kordinasi dari struktur manajemen jaringan yang memfasilitasi lembaga-lembaga
terkait didalam rantai pasok untuk membuat keputusan dengan menggunakan
sumberdaya rantai sehingga tujuan FSCN dapat tercapai. Menurut Lambert dan
Cooper (1998) ada dua komponen manajerial didalam rantai pasok yang pertama
adalah komponen teknik dan fisik dan yang kedua adalah komponen manajerial
dan perilaku. Sumberdaya rantai diguakan untuk memproduksi suatu produk dan
mengantarkan kepada pelanggan, sumberdaya rantai terdiri dari sumberdaya
manusia, sumberdaya fisik, dan sumberdaya teknologi.
produk yang dihasilkan. Untuk dapat menentukan produk yang akan dihasilkan
dengan tepat maka dibutuhkan informasi, baik dari konsumen maupun informasi
tentang perusahaan pesaing. Informasi pasar yang dikumpulkan berupa data–data
yang harus dinilai atau dianalisis dan diimplementasikan untuk dapat melihat
situasi dan kondisi yang dihadapi dalam pemasaran produk. Baik tidaknya hasil
penganalisaan informasi pasar ditentukan oleh kelengkapan dan ketepatan data
serta metode analisa yang digunakan. Keahlian tenaga penjual diuji dengan
melihat kemampuan dalam menganalisa data dan informasi pasar (Assauri,
1987).
Saluran Pemasaran
Apabila rantai pasok menurut Baatz (1995) merupakan keseluruhan
proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga menjadi produk yang habis
masa pakainya, maka saluran pemasaran merupakan bagian dari rantai pasok
karena menurut Bayuswastha (1982) mendefinisikan saluaran pemasaran
sebagai sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan
antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan
kegunaan bagi pasar tertentu dan Bovee dan Thill (1992) menyatakan bahwa
saluran pemasaran adalah sebuah sistem yang dirancang untuk memindahkan
barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yang terdiri dari orang-orang dan
organisasi yang didukung oleh berbagai fasilitas, peralatan, dan sumber daya
informasi. Sehingga saluran pemasaran fokus pada menggerakan barang dari
produsen hingga ke konsumen seperti pendapat Levens (2010) yang
mendefinisikan saluran pemasaran sebagai jaringan semua pihak yang terlibat
dalam menggerakkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen atau pelanggan
bisnis dan Kotler dan Armstrong (2008) menjelaskan bahwa dalam menyediakan
produk dan jasa bagi konsumen, anggota saluran menambah nilai dengan
menjembatani kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan utama yang
memisahkan barang dan jasa dari mereka yang akan menggunakannya.
Bentuk saluran pemasaran yang paling sederhana adalah pemasaran
langsung atau langsung atau zero-level channel, dimana produsen sekaligus
memasarkan produk atau jasanya langsung kepada konsumen. Sedangkan
pemasaran tidak langsung melibatkan satu atau lebih perantara antara produsen
dan konsumen. Jenis pemasaran tidak langsung terdiri dari 1-level channel, 2-level
channel, dan 3-level channel. Dengan adanya perantara tersebut efisiensi dan
efektivitas saluran pemasaran akan tercapai. Pemasaran langsung maupun tidak
langsung dapat dilakukan dengan cara business to consumer (B2C) atau business
to business customers (B2B).
19
Gambar 5.Pemasaran Produk Non Pertanian (a) dan Produk Pertanian (b)
Sumber : Sudiyono (2004)
Logistik
Menurut Levens (2010) dalam Nurmalina (2010) logistik adalah koordinasi
semua aktivtias yang berkaitan dengan transportasi atau pengiriman produk atau
jasa yang terjadi dalam ruang lingkup sebuah perusahaan atau organisasi tunggal.
Menurut Jonsson (2008), logistik dapat dideskripsikan sebagai ilmu aliran bahan
yang efisien. Logistik menjadi istilah umum untuk seluruh aktifitas yang secara
bekerjasama memastikan bahan dan produk agar berada di lokasi dan waktu yang
tepat sehingga menciptakan utilitas tempat dan waktu.
Logistik terdiri dari outbond logistic, inbound logistic, dan reverse logistic
dimana outbond logistic mengontrol pergerakan produk dari titik produksi ke
konsumen, Inbound logistic mengontrol pergerakan produk dari titik pemasok ke
manufaktur, sedangkanreverse logistic adalah metode untuk mengembalikan
produk atau jasa untuk dikembalikan, diperbaiki,atau didaur ulang. Ketiga
metode tersebut menangani aliran produk, aliran uang, dan aliran informasi
didalam pengaliran sebuah produk atau jasa. Aliran produk mengalir dari pemasok
bahan baku, perusahaan manufaktur, penjual perantara, dan konsumen akhir.
Sedangkan aliran uang mengalir berlawanan arah dari konsumen perantara ke
perusahaan manufaktur dan berakhir di pemasok. Kesemua metode yang yang
berada di dalam sistem logistik ini terintegrasi didalam manajemen rantai pasok.
Efisiensi Pemasaran
Efisiensi dalam industri pangan merupakan ukuran yang sering digunakan
untuk dari kinerja pasar. Kohls dan Uhl (2002). Peningkatan efisiensi merupakan
tujuan petani, perusahaan, dan konsumen karena dengan efisiensi maka kinerja
pemasaran lebih baik sedangkan apabila efisiensi menurun berarti kinerja lebih
buruk. Maka, apabila sistem pemasaran dikatakan efisien berarti kegiatan
pemasaran yang dilakukan telah berhasil mengoptimalkan input tanpa mengurangi
kepuasan konsumen. Menurut Dilana (2012) terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam efisiensi pemasaran terdiri dari dua cara yang meliputi efisiensi
operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional yaitu situasi dimana biaya
pemasaran berkurang tanpa harus mempengaruhi sisi output rasio efisiensi (Kohls
dan Uhl 2002). Dalam kajian efisiensi operasional, analisis yang sering dijadikan
acuan efisiensi operasional adalah analisis margin pemasaran dan farmer’s share
(Asmarantaka 2012). Efisiensi harga merupakan kemampuan sistem pasar untuk
mengalokasikan sumber daya secara efisien dan mengkoordinasikan produksi
21
pangan serta proses pemasaran sesuai dengan keinginan konsumen (Kohls dan
Uhl 2002) pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Asmarantaka (2012) bahwa
efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem pemasaran dalam
mengalokasikan sumberdaya yang efisien, sehingga apa yang diproduksi produsen
harus sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen sehingga dapat disimpulkan
bahwa efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat
puas atau responsif terhadap harga (price signals) yang berlaku dan terjadi
keterpaduan atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar di tingkat petani.
Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator margin
pemasaran dan farmer’s share, serta benefit cost ratio
Keterangan :
Df : Permintaan di tingkat petani (derived demand)
Dr : Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand)
Sf : Penawaran di tingkat petani (primary supply)
Sr : Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply)
Pf : Harga di tingkat petani
Pr : Harga di tingkat konsumen akhir
Qrf : Jumlah produkdi tingkat petani dan konsumen akhir
Margin pemasaran : Pr – Pf
Untuk lebih jelas mengenai marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar
7, dapat dilihat bahwa margin pemasaran total (MT) merupakan selisih antara
harga di tingkat konsumen akhir (Pr) dengan harga di tingkat petani (Pf). Adapun
nilai margin pemasaran (value of marketing margin) adalah selisih harga pada dua
tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan.
Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok
Menurut Asmarantaka (2012) farmer’s share merupakan porsi dari nilai
yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk
persentase.Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa apabila aktifitas nilai tambah
utilitas pada suatu komoditas banyak dilakukan oleh petani maka nilai farmer’s
share yang diperoleh lebih tinggi. Menurut Asmarantaka (2012) efisiensi
pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi pemasaran yang ada, biaya-
biaya dan atribut produk. Meskipun nilai farmer’s share rendah, margin
pemasaran tinggi, dan saluran pemasaran panjang, namun terdapat peningkatan
kepuasan konsumen maka sistem pemasaran tersebut efisienPenanganan terhadap
23
pekerja diperlukan pengukuran didalam nilai tambah, sehingga dapat dilihat nilai
tambah yang dibuat pada tahap produksi tertentu oleh faktor–faktor produksi,
termasuk nilai tangible yang ditambahkan melalui transformasi bahan mentah,
tenaga kerja dan barang modal, serta nilai intangible yang ditambahkan melalui
modal intelektual (menggunakan aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran
(yaitu hubungan kerja sama yang dibangun).Sementara, untuk dapat melihat
sejauh mana aktiftias usaha pada masing-masing anggota rantai pasok
berkontribusi terhadap pendapatan dan pekerja diperlukan pengukuran didalam
nilai tambah, sehingga dapat dilihat nilai tambah yang dibuat pada tahap produksi
tertentu oleh faktor–faktor produksi, termasuk nilai tangible yang ditambahkan
melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal, serta nilai
intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual (menggunakan aset
pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu hubungan kerja sama yang
dibangun
26
1. Sasaran Rantai
2. Struktur Rantai
Nilai Tambah
3. Manajemen Rantai Pendekatan Efisiensi
4. Sumberdaya Rantai Pemasaran
5. Proses Bisni Rantai
1. Marjin Pemasaran
2. Farmer’s Share
3. B/C Rasio
Rekomendasi Perbaikan
Rantai Pasok
4. METODOLOGIPENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer dan sekunder.Data
primer diperoleh dari petani, pedagang, dan semua unit yang terlibat di dalam
rantai pasok.Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sistem rantai pasok
jagung dari produsen hingga ke konsumen. Data sekunder diperoleh dari instritusi
terkait, buku, jurnal, artikel, internet, dan literature lain yang memiliki hubungan
dengan topik penelitian.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunaka untuk mengalaisis
rantai pasok jagung sesuai dengan kerangka Food supply chain network (FSCN )
28
yang dikembangkan oleh Vorst (2005), untuk pengukuran kinerja rantai pasok
digunakan pendekatan efisiensi pemasaran dengan analisis margin
pemasaran,analisis farmer’share,dan rasio keuntungan dan biaya, serta untuk
melihat value added activities di setiap anggota rantai pasok digunakan analisis
kuantitatif menggunakan metode nilai tambah hayami.
Ada empat unsur utama didalam kerangka FSCN, unsur tersebut antara
lain :
Proses bisnis rantai pasok menjelaskan mengenai aktifitas bisnis yang dirancang
untuk menghasilkan output tertentu (yang terdiri dari beberapa tipe fisik produk,
layanan, dan informasi) untuk pelanggan atau pasar tertentu. Selain proses
logistik dalam rantai pasok (seperti operasi dan distribusi) juga menjelaskan
mengenai pengembangan produk baru, pemasaran, keuangan, dan manajemen
hubungan pelanggan. Proses bisnis rantai pasok juga menjelaskan tingkat integrasi
proses bisnis antar anggota rantai pasok.
Analisis marjin dilakukan secara kuantitatif. Analisis ini didasarkan pada data
primer yang dikumpulkan dari setiap tingkat lembaga pemasaran mulai dari
produsen sampai ke konsumen.
Margin pemasaran jagung dapat dihitung melalui pengurangan harga
penjualan dengan harga pembelian jagung pipilan di setiap lembaga pemasaran
yang terlibat. Perhitungan margin pemasaran juga dapat dilakukan melalui
penjumlahan antara biaya pemasaran yang dikeluarkan dari adanya pelaksanaan
fungsi-fungsi pemasaran dengan keuntungan lembaga pemasaran yang diperoleh
karena adanya sistem pemasaran. Adapun margin pemasaran total merupakan
jumlah dari margin pada masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematis,
margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka 2012):
Mi = Pji – Pbi
Mi = Ci + πi
Pji – Pbi = Ci + πi
Melalui persamaan di atas, diperoleh persamaan baru yang merumuskan
keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i seperti berikut ini:
πi = Pji – Pbi – Ci
pemasaran dengan bagian yang diterima produsen. Semakin besar margin maka
penerimaan produsen relatif kecil
R/C= Li
Ci
Keterangan :
Li : keuntungan lembaga pemasaran
Ci : biaya pemasaran
Karakteristik Usahatani
untuk pengairan di lahan maka tidak ada petani yang dapat menanam jagung
hingga tiga kali pertahun.
Tabel 12. Alat dan Waktu Yang Diperlukan Untuk Budidaya Jagung
Aktivitas Budidaya Alat Waktu
Pengolahan Tanah Cangkul 44 jam/ha
Penanaman Manual/Tanga 60 jam/ha
Pemupukan Manual/Tanga 44 jam/ha
Pembumbuman Manual/Tanga 176 jam/ha
Penyiangan Manual / Arit 160 jam/ha
Sumber: Kementan (2011)
setelah mengolah tanah petani lalu memupuk dengan Phonska dan Urea atau
dengan NPK tergantung jenis tanah yang mereka miliki. Alat dan waktu
yang diperlukan untuk proses penanaman jagung dapat dilihat pada Tabel
12.
hari hingga kering memerlukan 4 HOK per hektar degnan panen 4-6 Ton
dan apabila menggunakan dryer maka biaya yang diperlukan sekitar Rp.
200/Kg. Sebenarnya, biaya panen dan pasca panen ini harus ditambah oleh
biaya pengangkutan dari tempat panen hingga ke rumah, karena petani
kebanyakan memakai ojek dan angkot untuk mengangkut hasil panen dari
lahan tempat panen jagung hingga ke rumah.
Output dari panen dan pasca panen ini adalah petani mendapatkan
jagung pipilan kering berkadar air dibawah 18%. Untuk jagung pipilan
kering yang dijemur 2 hari petani akan mendapatkan kadar air berkisar 18%,
apabila petani menjemur 3-4 hari petani akan mendapatkan kadar air
dibawah 18%. Pabrik pakan sendiri menerima kadar air dibawah 18%,
sedangkan pabrik makanan hanya menerima kadar air yang kering jemur
matahari bukan memakai dryer.
Sasaran Pasar
Sasaran pasar jagung di Jawa Barat adalah pabrik ternak antara lain
PT Metro Inti Sejahtera, PT. Sierrad Produce, PT. Gold Coin, PT. Japfa
Comfeed, dan PT. Cargill Indonesia. Pabrik-pabrik ini selain menerima
jagung dari wilayah Jawa Barat tapi juga menerima jagung dari Lampung
dan Sumatera. Selain itu, sebagian kecil jagung digunakan untuk memasok
peternak ayam petelur (PAP) untuk diolah menjadi pakan ternak. Saat ini
terdapat permintaan jagung dari beberapa pabrik makanan, namun
permintaan tersebut sulit untuk dipenuhi terkait kadar air dan kuantitas
jagung. Salah satu pabrik makanan yang mendapat pasokan dari Jawa Barat
antara lain PT. Simba, namun jagung tersebut tidak banyak.
Pabrik pakan ternak (PPT) memiliki syarat minimum untuk suplai
jagung seperti kadar air yang diterima antara 14%-16% dengan kuota
minimum per 1000 ton. Sedangkan peternak ayam petelur membutuhkan
jagung dengan kadar air 14%-18%. Sistem penyortiran ulang di pabrik
pakan tetap diberlakukan sekalipun telah dilakukan penyortiran di gudang
pedagang besar. Pedagang besarseperti PT.Indra Niaga membagi jagung
menjadi tiga grade yaitu kualitas 1, kualitas 2, dan kualitas 3 yang
bergantung kepada tingkat kadar air. Kualitas 1 merupakan kualitas paling
tinggi dengan kadar air dibawah 14% dan telah dikeringkan minimal 2 kali,
kualitas 2 memiliki kualitas kadar 14%-16% dan dikeringkan maksimal
47
hanya dua kali, serta kualitas 3 merupakan kualitas paling rendah yaitu
jagung dengan kadar air diatas 16%. Menurut Qhairunisa (2014) sasaran
pasar juga dapat ditinjau dari upaya segmentasi pasar, kualitas yang
terintegrasi, dan optimalisasi rantai. Jagung yang dihasilkan petani jagung
sedari awal dikhususkan untuk kebutuhan pakan ternak, sehingga jagung
yang berasal dari Kabupaten Jawa Barat haruslah memiliki kualitas tinggi
dengan kadar protein tinggi agar dapat bersaing dengan jagung impor.
Perlakuan pasca panen jagung yang yang dilakukan oleh petani
jagung adalah memipil jagung dari tongkol serta menjemur jagung dengan
bantuan matahari agar jagung tidak berjamu, namun permasalahan yang
ditemukan dalam optimalisasi untuk mencapai sasaran rantai pasok adalah
di tingkat petani jagung memang dikeringkan namun perlakuan pengeringan
tersebut tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung,
sehingga petani lebih mementingkan kuantitas jagung yang memiliki kadar
air tinggi dan berharga rendah dibandingkan mengeringkan jagung sehingga
didapatkan jagung pipilan berkadar air rendah dan harga lebih tinggi, alasan
petani tidak mengeringkan jagung hingga kadar air rendah adalah karena
petani takut dengan dikeringkan besaran jagung yang dijual menjadi
berkurang. Maka diperlukan pengawasan terus menerus didalam mencapai
sasaran rantai pasok.
Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan jagung saat ini adalah meningkatkan
produksi jagung dan kualitas jagung.Namun untuk menambah tingkat
produksi diperlukan pembukaan lahan, saat ini pembukaan lahan baru
terkendala konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian, pemerintah
sendiri memiliki program pembukaan 20.000 ha lahan pertanian baru yang
dimaksudkan untuk menutupi konversi lahan tersebut, diharapkan dengan
pembukaan tersebut dapat meningkatkan produksi jagung saat ini.
Peningkatan kualitas jagung saat ini merupakan sasaran pengembangan
jagung, menurut Dinas Pertanian dan Hortikultura Jawa Barat (2014)
permasalahan dalam peningkatan kualitas jagung dapat dari perbaikan dan
pengawasan pola budidaya dan pasca penen yang dilakukan petani,
sehingga petani mematuhi anjuran yang telah ditetapkan sehingga hasil
panen dapat sesuai dengan yang diharapkan oleh petani, selain itu
diharapkan lembaga pemasaran lainnya dapat membantu dalam
menyampaikan informasi serta ikut mengawasi proses ini.
pakan ternak (PPT) dan peternak ayam petelur (PAP). Struktur hubungan
rantai pasok jagung dapat dilihat pada Gambar 17. Setiap anggota
dikelompokan berdasarkan peran yang sama untuk mempermudah
pembahasan.
Pada rantai pasok jagung di Jawa Barat terdapat tiga saluran
pemasaran. Saluran pertama terdiri dari Petani-Koperasi-Konsumen Akhir,
saluran kedua melibatkan Petani-Pengumpul Desa-Pedagang Besar-
Konsumen Akhir, saluran ketiga melibatkan Petani-Pengumpul Desa-
Pengumpul Kecamatan-Pedagang Besar-Konsumen Akhir. Saat penelitian
ditemukan 20% petani menggunakan tipe saluran pertama untuk menyuplai
jagung, 10% petani menggunakan saluran pemasaran tipe ketiga, dan 70%
petani menggunakan saluran pemasaran tipe pertama. Jadi, petani masih
cenderung menggunakan saluran pemasaran dengan melibatkan PPD dan
PB sebagai agen marketing untuk dialirkan ke konsumen akhir.
Petani
Petani jagung merupakan anggota rantai pasok yang pertama
didalam rantai pasok jagung di Jawa Barat. Petani memiliki peran penting
didalam rantai pasok karena kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dari padi
sangat ditentukan oleh petani jagung. Sebagian petani jagung melakukan
usahatani jagung pada lahan miliki sendiri dan memiliki lokasi berdekatan
dengan tempat tinggal, sebagian lainnya merupakan petani penyakap dengan
sistem 50:50. Saat penanaman jagung, sebagian petani mendapatkan air
49
dari irigasi sungai yang terletak berdekatan dengan lokasi sawah atau kebun
dan sebagian lagi mengandalkan hujan.
Petani melakukan aktifitas budidaya jagung dimulai dari pengolahan
lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, pengairan, pemupukan,
pemanenan, serta pemipilan. Varietas yang digunakan setiap daerah
berbeda-beda, untuk jagung yang ditanam pada dataran rendah petani
menggunakan NK 22 atau NK 33 sedangkan jagung yang digunakan pada
dataran tinggi P 21 atau P27. Benih hibrida digunakan oleh petani karena
terdapat jaminan bahwa benih hibrida dapat menaikan produktifitas jagung
menjadi 6 ton/hektar namun begitu hal tersebut tergantung kepada
perawatan yang digunakan oleh petani.
Pertukaran Jual √ √ √ √ √
Beli - √ √ √ √
Fisik Angkut √ √ √ √ √
Simpan - √ √ √ √
Proses √ - √ - √
Fasilitas Sortasi - - √ - √
Grading - - √ - √
Informasi Harga √ √ √ - √
Pembiayaan - √ - √ √
Resiko √ √ √ √ √
Ket: (√) Melakukan Aktivitas
pedagang besar. PPD yang menjual ke PPK adalah PPD yang memiliki
jarak tempat tinggal jauh dari PB dan memiliki keterikatan modal ke PPK.
Saat mengambil jagung ke petani PPD membayar buruh angkut dua
orang dengan biaya Rp. 50.000- Rp. 100.000 per orang untuk mobil bak dan
empat orang untuk mobil engkol kapasitas 4-5 ton. Biaya sewa mobil bak
beserta bensin dan supir adalah Rp.150.000/ hari sedangkan sewa engkol
Rp.250.000/hari belum termasuk bensin. Apabila harga jagung rendah
bisasanya PPD menyimpan jagung di gudang dan di gudang ini juga PPD
menjemur jagung. Aktifitas yang terjadi di gudang adalah penjemuran,
penjagaan gudang, penimbangan, dan untuk menurunkan/menaikan muatan,
biasanya dikerjakan dua orang hingga empat orang dengan biaya Rp.
100.000 per hari per orang. Resiko yang dihadapi PPD antara lain ketika
harga jagung turun ketika masih disimpan di gudang sedangkan kapasitas
gudang masih terbatas, biasanya PPD merugi hingga Rp. 25/Kg yang
berasal dari pemotongan harga akibat jagung belum benar-benar kering.
Selain itu juga PPD biasanya memerlukan informasi dari rekan-rekan
sesame PPD dan apabila salah satu PPD memiliki keuntungan biasanya
rekan-rekan sesame PPD akan meminta jatah berupa uang roko, uang jalan,
atau uang pulsa, besarnya tergantung dari seberapa banyak PPD tersebut
mengirimkan jagung.
PPD mendapatkan jagung dari petani yang meminjam uang dan
memiliki kedekatan pertemanan dengan PPD.Pada awalnya PPD bisa
menjual jagung kepada siapa saja namun lambat laut karena masalah
kurangnya mdoal maka PPD tidak bisa lepas dari pedagang besar atau PPK
yang meminjami uang kepada mereka. Pada akhirnya pedagang besar
bermitra dengan PPD, para PPD tersebut diberikan pinjaman berupa benih
jagung, pupuk, serta diberikan penyuluhan budidaya jagung agar dapat
mendampingi budidaya petani sehingga hasil produksi petani tinggi dengan
kualitas yang baik, juga diberikan modal kerja yang harus disalurkan kepada
petani, dengan begitu hasil panen dari petani tersebut harus disetorkan lagi
kepada PB yang bermitra dengan PPD.
Cara pembayaran yang dilakukan dari PPD ke petani dibayar dengan
cara membayar tunai kepada petani setelah menerima jagung. Hampir tidak
ada yang melakukan pembayaran setelah jagung yang dibelinya dari petani
laku terjual. Sebelum menjual jagung kepada PPK atau pedagang besar,
biasanya PPD melakukan penjemuran kembali bila kadar air jagung yang
dibelinya masih sangat tinggi.
Koperasi
Koperasi yang diteliti merupakan koperasi yang beradai di wilayah
Banyuresmi Garut, Jawa Barat. Koperasi ini bernama koperasi Mukti Tani
dengan jumlah anggota kurang lebih 200 petani dan buruh tani. Koperasi
Mukti Tani merupakan koperasi yang telah memiliki jaringan luas dengan
PPT dan PAP, bahkan koperasi ini mendapatkan bantuan berupa silo, mesin
pengering, mesin pemipil, serta mesin pembuat tepung dari pemerintah.
Koperasi merupakan penampung jagung terbesar di Garut setelah
PB, jangkauan koperasi Mukti Tani bukan hanya di Garut saja namun
menyebar hingga wilayah Tasik dan Sumedang. Bukan Cuma petani, namun
pedagang pengumpul dari daerah lain juga ada yang menjual jagung kepada
koperasi ini. Koperasi menjual jagung kepada pabrik pakan ternak yaitu
PT.Gold Coin, PT. Metro, PT. Cargill, dan PT. Sierad Produce,selain pabrik
pakan ternak koperasi ini juga menjual jagung kepada peternak ayamg
petelur dari daerah Tasik dan Cianjur, dan mulai tahun 2014 Koperasi akan
menjalan kan program untuk mensuplai pabrik makanan seperti PT.Simba
Koperasi mendapatkan jagung langsung dari petani dan pengumpul
desa, biasanya jagung yang telah dibeli dari petani dan pengumpul desa
disimpan di silo untuk menunggu dikeringkan. Silo memiliki kapasitas 400
ton dan mesin pengering mampu mengeringkan 50-80 ton sekali jalan.
Biaya pengeringan menggunakan mesin pengering adalah Rp.200 per
kilogram, sedangkan biaya penyimpanan di silo Rp.20/kg/bulan. Silo dan
mesin pengering merupakan asset yang sangat penting untuk koperasi ini
karena dengan adanya mesin pengerin dan silo maka koperasi dapat
menghemat biaya serta menjaga kualitas jagung yang dibeli dari petani
ataupun dari PB.
Setelah jagung dibeli dari PPD atau petani kemudian jagung dikirim
ke silo oleh koperasi, didalam silo jagung mendapatkan perlakuan seperti
pengeringan, sortasi, dan grading. Pengeringan dilakukan oleh mesin
pengering berkapasitas besar, sedangkan sortasi dan grading dilakukan
manual oleh pegawai koperasi. Pegawai koperasi berasal dari petani atau
buruh tani yang berada disekitar silo. Pengiriman jagung ke PPT atau
peternak ayam petelur dilakukan oleh koperasi dengan menyewa mobil truk
karena saat ini koperasi belum memiliki mobil truk sendiri. Koperasi sendiri
tidak menerapkan sistem grading kepada jagung yang dibelinya, namun
koperasi menerapkan perbedaan harga antara anggota koperasi dan non-
53
Konsumen Akhir
Konsumen akhir dari jagung di Jawa Barat adalah pabrik pakan
ternak dan peternak ayam petelur. Pabrik pakan ternak (PPT) mendapatkan
jagung dari berbagai suplaier baik di Jawa Barat maupun di luar Jawa Barat.
Jawa Barat sendiri menyumbangkan jagung kuartal pertama setiap tahun
sedangkan di bulan-bulan berikutnya pabrik pakan ternak kesulitan
mendapatkan jagung di Jawa Barat. PPT yang berada di Jawa Barat antara
lain PT Gold Coin, PT Sierrad Produce, PT. Cargill, dan PT. Metro Inti
Sejahtera. PPT memiliki peraturan didalam suplai jagung sehingga tidak
sembarang orang bisa menyuplai jagung, ada persyaratan yaitu kadar air,
aflatoksin, dan kuota yang harus dipenuhi oleh suplaier jagung, apabila
syarat tersebut tidak bisa terpenuhi maka PPT tidak segan-segan untuk
mengembalikan jagung yang dikirimkan kepadanya. PPT sendiri mengalami
dilema karena di satu sisi membutuhkan jagung namun di sisi lain harus
tetap menjaga kualitas pakan ternaknya agar ternak yang memakan pakan
ternak tersebut memiliki tingkat kualitas yang diharapkan. Saat ini masing-
masing pabrik pakan ternak memiliki beberapa suplayer yang telah bekerja
sama bertahun-tahun, PT Metro Inti Sejahtera telah bermitra dengan
Koperasi Mukti Tani dari tahun 2008 dan juga PT Indra Niaga, PT Sierrad
Produce juga telah bermitra dengan suplayer jagung yang berasal dari
Majalengka dan Cirebon dari tahun 2000-an.
Peternak ayam petelur (PAP) merupakan konsumen jagung selain pabrik
pakan ternak. PAP memiliki spesifikasi jagung tidak seketat PPT sehingga
PAP lebih mudah mendapatkan jagung, sleain itu PAP juga tidak
menerapkan sistem kontrak / purcasing order seperti yang diterapkan pabrik
pakan kepada para suplayernya, namun PAP sendiri tidak dapat menerima
jagung dalam jumlah yang besar, disesuaikan dengan jumlah ternaknya.
PAP memiliki harga beli lebih tinggi dibandingkan dengan PPT yaitu Rp.
3400-Rp. 3600 per kilogram pada bulan April 2013. PAP sendiri
mendapatkan suplai dari pedagang besar ataupun koperasi kecil yang
tersebar di wilayah Jawa Barat. Menurut dinas peternakan (2014) PAP
terkonsentrasi di wilayah Cianjur, Sukabumi, Tasik, dan perbatasan Jawa
Barat dan Jawa Tengah dengan skala usaha kecil, menengah, hingga besar.
Pemilihan Mitra
Menurut Qhoirunisa (2014) pemilihan mitra adalah proses memilih
rekan kerja untuk dapat bekerja sama dalam suatu usaha. Kinerja mitra yang
dipilih oleh anggota rantai pasok akan menentukan suatu usaha dan dalam
rangka mencapai tujuan rantai pasok yaitu memenuhi kepuasan konsumen
diperlukan pemilihan mitra sesuai kebutuhan anggota rantai pasok.
Petani jagung di Jawa Barat memiliki memiliki kriteria didalam
menentukan siapa yang dapat menjadi mitra didalam menjual hasil
panennya.Kriteria petani jagung didalam menentukan siapa pembeli jagung
adalah penawar dengan harga tinggi serta langganan yang membeli
jagungnya. Pertimbangan petani jagung menjual jagung kepada langganan
karena langganan tersebut selalu membayar jagung di muka dan petani
jagung sudah percaya kepada langganan tersebut. Langganan tersebut
biasanya memiliki kedekatan lokasi dengan petani jagung. Berkaitan dengan
kriteria pemilihan mitra, Petani yang berada di Garut dan Majelengka akan
menerima bantuan pupuk dan benih dari mitra yang dapat dibayar setelah
panen selesai, hal ini terjadi baik antara petani dengan PPD ataupun petani
dengan Koperasi Mukti Tani (wilayah Garut).
Kriteria pemilihan mitra yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul
tingkat desa dalam memilih petani jagung yang menjadi mitranya adalah
yang sudah menjadi langganan sehingga antara keduanya lebih
mengandalkan kepercayaan yang tumbuh karena adanya rasa saling
membutuhkan dan menguntungkan. Petani jagung yang sudah lama
menjadi mitra dengan pedagang pengumpul tingkat desa ketika akan
menjual hasil panen cukup menghubungi antara empat hari hingga
seminggu sebelum panen, sehingga ketika panen tiba, pedagang pengumpul
tingkat desa akan menjemput langsung ke lokasi kebun milik petani.
Hubungan yang erat antar anggota rantai pasok (petani dengan PPD)
menyebabkan sangat mudah bermitra satu sama lain, namun kesepakatan
biasanya dilakukan karena dasar referensi dari mitra yang telah bertahun-
tahun memiliki hubungan kerja. Kriteria pemilihan mitra yang dilakukan
PPD dan PB pun kurang lebih sama, PPD akan memilih mitra PB yang
memiliki modal besar agar mendapatkan bantuan benih dan pupuk untuk
disalurkan kepada petani lebih mudah serta PB yang memiliki sistem
pembarayan lancar. PB memilih PPD berdasarkan referensi dari PPD
lainnya, apabila PPD tersebut tidak memiliki masalah dan memiliki jaringan
petani yang luas maka PPD akan direktur sebagai mitra PB.
Koperasi Mukti Tani yang memiliki cakupan wilayah di Garut lain
lagi,Koperasi ini memiliki kriteria didalam memilih petani sebagai
mitranya. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
56
Kesepakatan Kontraktual
Kesepakatan kontraktual menjelaskan hal-hal yang telah disepakati
bersama antar pihak yang melakukan kemitraan atau kerjasama baik secara
formal maupun informal.Kesepakatan kontraktual berfungsi untuk memberi
gambaran terkait tanggung jawab dan batasan-batasan yang harus dilakukan
57
oleh pihak yang bermitra dan dapat berfungsi dalam jangka waktu yang
panjang atau sesuai kesepakatan.
Kontrak yang terjadi antara petani jagung dan PPD dan Koperasi
melalui kontrak lisan saja tidak melalui kesepakatan tertulis. Kontrak yang
terjadi antara PPD dan PB pun tidak melalui kesepakatan tertulis, hanya
terjadi karena lisan saja. Sedangkan kesepakatan atau kontrak antara PB
atau Koperasi dengan PPT dilakukan dengan perjanjian mengenai harga
jual, kualitas, kuantitas, dan jangka waktu pengiriman.
Dampak dari kesepakatan kontraktual tanpa perjanjian tertulis
sebenarnya menjadi beban untuk PB serta koperasi yang memasok jagung
ke pabrik pakan ternak. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan
dalam hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik
sedangkan pabrik memiliki aturan yang harus ditaati.
Sistem Transaksi
Sistem transaksi yang terjadi antara petani jagung dengan pembeli
baik itu pedagang pengumpul tingkat desa maupun Koperasi Mukti Tani
seluruhnya dilakukan secara tunai. Pedagang pengumpul tingkat desa dan
PB memiliki sistem pembayaran tidak tunai melainkan sistem tempo, yaitu
PB akan membayar PPD dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Sistem
tempo juga diterapkan oleh PPT kepada PPD. Koperasi Mukti Tani dan PPT
memiliki kesepakatan yang sama dengan kesepakatan antara PPT dan PB,
namun koperasi masih kecil modalnya sehingga tidak dapat mengikuti
sistem pembayaran tempo sehingga PPT membayar koperasi dalam jangka
waktu 14 hari setelah pengiriman (normalnya adalah 45 hari ). PAP
memiliki sistem transaksi cash dengan siapapun yang memasok jagung
kepadanya, maka sebenarnya PB dan koperasi lebih senang mengirimkan
jagung kepada PAP namun PAP tidak mampu menyerap seluruh jagung.
Sistem transaksi tunai sebetulnya lebih disukai karena modal akan terus
berputar, namun sistem transaksi pembayaran yang menggunakan tempo
tertentu dapat menimbulkan hubungan emosional atau ikatan antara pembeli
dan penjual, sebagai contoh pada PPD dan PB. Sistem transaksi pembayaran
dengan tempo tertentu dimanfaatkan oleh PB untuk melihat kesungguhan
PPD menyediakan jagung pada pengirian selanjutnya.
dengan PPD, namun koperasi ini belum memiliki mobil bak hanya saja
koperasi ini memiliki corn sheller, mesin pengering, dan silo yang berasal
dari bantuan pemerintah. Sumberdaya yang dimiliki oleh PB hampir sama
dengan sumberdaya yang dimiliki oleh PPD namun PB memiliki truk dan
pengukur kadar air.
Sumberdaya Teknologi
Saat ini teknologi yang sudah diterapkan pada jagung terbagi atas
teknologi on-farm dan off-farm. Alat pertanian sangat diperlukan, pada
komoditas jagung saat ini yang sedang dikembangkan adalah alat pasca
panen. Berdasarkan siklus panen selama ini di Indonesia, panene raya jatuh
pada musim penghujan sehingga pengering/dryer sangat dibutuhkan karena
agar jagung dapat disimpan lebih lama maka jagung harus dikeringkan
dengan kadar air mencapai 14%-17%. Di Jawa Barat sendiri rata-rata setiap
kabupaten telah memiliki alat pasca panen seperti corn sheller, namun
dalam penggunaannya sendiri petani masih terkendala dalam cara
menggunakannya serta perhitungan biaya yang diperlukan untuk menyewa
atau meminjam alat tersebut. Teknologi pada jagung sangat penting karena
saat ini presentase terbesar dalam pembiayaan jagung adalah untuk
membayar tenaga kerja. Diharapkan dengan penggunaan mesin-mesin
pertanian maka biaya ini bisa ditekan sehingga petani mendapatkan harga
pokok rendah untuk memproduksi jagung.Mesin pertanian yang telah
digunakan oleh petani jagung di Jawa Barat dapat dilihat pada gambar 19.
Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia pada rantai pasok jagung melibatkan pihak-pihak
terkait yang saling berinteraksi sehingga terjadi pengaliran produk,
informasi, dan uang. Sumberdaya rantai pasok terdiri dari petani, PPD, PPK,
PB, pegawai atau buruh, penyuluh lapangan, pegawai dinas kabupaten
bagian tanaman pangan/palawija, pihak pabrik pakan ternak, dan peternak
ayam petelur. Petani adalah sumberdaya rantai yang paling penting. Petani
bertugas memproduksi jagung sehingga tanpa petani tidak ada yang bisa
memproduksi jagung. Petani pada rantai pasok jagung di Jawa Barat
memiliki tingkat keahlian yang baik untuk memproduksi jagung, Dalam
satu hektar kebutuhan pekerja dikebun bervariasi tergantung luas lahan.
Selain petani yang mengurus lahan nya sendiri ada juga petani yang
menyewa lahan ataupun petani penggarap dengan pembagian 50:50 dengan
pemilik lahan. Kegiatan yang dilakukan PPD melibatkan pegawai atau
buruh yang bertugas mengangkut jagung, supir mobil bak atau truk, dan
PPD sendiri. Kegiatan yang dilakukan oleh PPK melibatkan pegawai PPK
untuk mengangkut jagung, supir mobil bak atau truk, penjaga gudang dan
dryer, pegawai administrasi untuk mencatat keluar masuk barang, dan PPK
sendiri. PB melibatkan lebih banyak sumberdaya pada kegiatannya, antara
lain pegawai /buruh angkut untuk mengangkut jagung, penjaga gudang,
pegawai administrasi pencatat keluar masuk barang, supir truk dan mobil
bak, petugas sortir dan grading, dan PPK. Pegawai dinas kabupaten
berinteraksi dengan petani, PPD, PPK, dan PB untuk menginformasikan
kebijakan terkait jagung ataupun berita yang berhubungan dengan jagung.
60
Sumberdaya Permodalan
Permodalan merupakan syarat penting untuk usahatani jagung ataupun
proses jual-beli jagung. Permodalan yang kuat akan mendatangkan
keuntungan dan kepercayaan yang cepat dalam usahatani jagung.
Permodalan yang dimiliki anggota rantai pasok kebanyakan adalah lembaga
non-formal, petani bergantung kepada PPD, PPD bergantung kepada PPK
atau PB, sedangkan PB yang memiliki badan usaha dapat meminjam modal
dari Bank. Petani memerlukan modal untuk pengolahan lahan, pupuk dan
tenaga untuk panen, kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang tidak bisa
ditunda sehingga memerlukan uang dalam waktu yang cepat, modal petani
didapatkan dari PPD. Sedangkan sebagian besar modal yang dimiliki PPD
didapatkan dari PB, permodalan tersebut berupa pupuk, benih, dan obat-
obatan. Pupuk dan benih harganya sama dengan toko pertanian biasa namun
PPD harus mengembalikan pupuk dan benih tersebut dengan jagung yang
didapatkan dari petani yang dibawahinya. PB mendapatkan bantuan
permodalan dari Bank ataupun dari pabrik pakan ternak yang memesan
jagung terlebih dahulu.
61
Pola Distribusi
Pola distribusi pada rantai pasok padi di Kabupaten Bogor
menggambarkan aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi yang
terjadi antar anggota rantai. Hal-hal yang dibahas meliputi kelancaran ketiga
62
a. Aliran Produk
Aliran produk berawal dari petani dimana petani menanam jagung
antara 90-110 hari. Kemudian proses pengeringan jagung yang berlangsung
antara 3-7 hari tergantung banyaknya hasil panen. Jagung selanjutnya dijual
kepada PPD atau PPK untuk dialirkan kepada pembeli yang lebih besar. Di
tangan PPD dan PPK jagung disimpan dan dikeringkan agar tidak tumbuh
jamur, waktu yang dibutuhkan antara 2-7 hari sampai dijual. PPD atau PPK
memiliki kapasitas pembelian 30-300 ton setiap musimnya tergantung
banyaknya modal yang dimiliki. Proses sortasi, grading, dan pengeringan
terahir dilakukan oleh anggota rantai pasok yang berhubungan langsung
dengan PPT. Aliran produk jagung dari petani hingga PB belum
terintegraisi dengan baik, balum ada siklus yang pasti sehingga baik waktu
pengiriman ataupun kuota yang dikirim tidak bisa diprediksi dengan baik,
sedangkan aliran produk dari PB ke PPT dapat diprediksi baik kuota, waktu
pengiriman, dan harga yang diperoleh
b. Aliran Finansial
Aliran finansial berawal dari PB dimana PB mengalirkan uang
kepada PPK dan PPD. PPD kemudian mengalirkan uang tersebut kepada
petani. Petani sendiri meminjam modal kepada PPD tanpa jaminan apa-
apa hanya bermodal kepercayaan dan faktor kedekatan,.Pinjaman sendiri
dikatakan sebagai pinjaman pribadi bukan modal usaha. Biasanya
pinjaman ini berupa benih, pupuk, dan uang. Pengelolaan aliran
finansial rantai pasok jagung di Jawa Barat bisa dikatakan sistem
keuangan yang ada pada pengaliran jagung ini sudah dikelola dengan
baik, kekurangannya hanya pada tidak adanya kesepakatan tertulis di
tingkat petani (produsen) ke selanjutnya yaitu pedagang perantara
63
c. Aliran Informasi
Aliran informasi yang terjadi antara anggota rantai pasok adalah
harga, informasi jenis benih, informasi jenih pupuk, teknik budidaya,
dan penerapan teknologi. Informasi soal harga terjadi antar pelaku yang
terlibat didalam aliran finansial, informasi tersebut mengalir dari pabrik
ke PPD dan ke petani. Informasi mengenai benih berasal dari PB yang
bekerja sama dengan distributor benih untuk digunakan oleh petani,
sehingga informasinya mengalir ke PPD kemudian ke petani.
Kelemahan arus informasi pada rantai pasok jagung yaitu permintaan
dan ketersediaan jagung baik kuantiti maupun harga terkadang tidak
tercatat dengan baiksehingga informasi yang didapatkan anggota rantai
pasok simpang siur yang menyebabkan fluktuasi pada harga. Pemerintah
memiliki peran didalam pengaliran informasi terutama mengenai
budidaya. Aliran informasi terjadi antar lembaga pendukung terkait
seperti aliran informasi dari pemerintah ke petani ataupun sebaliknya.
Petani menginformasikan mengenai kendala proses budidaya kemudian
pemerintah akan mencoba membantu memberikan solusi kepada petani.
Kinerja rantai pasok adalah ukuran dari sebuah proses bisnis didalam
rantai pasok. Pengukuran kinerja merupakan alat untuk melihat tingkat
rantai pasok yang sedang dijalankan, untuk pengukurannya sendiri dapat
menggunakan berbagai alat seperti efisiensi pemasaran.
Biaya Pemasaran
Menghitung efisiensi pemasaran diawali dari biaya pemasaran, biaya
pemasaran didapatkan dari kegiatan pemasaran yang dilakukan masing-
masing lembaga pemasaran. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama
lain disebabkan oleh jenis komoditi, lokasi pemasaran, macam lembaga
pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan.
Komponen biaya pemasaran antara lain biaya angkut, biaya simpan,
biaya proses, biaya sortasi dan grading, biaya informasi harga, dan biaya
penanggungan resiko. Biaya pemasaran tersaji dalam Tabel 13
65
Marjin Pemasaran
Indikator marjin pemasaran dianalisis untuk mengetahui perbedaan
pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran dalam
mengalirkan produk hingga konsumen akhir serta mengetahui perbedaan
harga produk yang diterima konsumen akhir dan harga yang diterima
produsen. Besarnya total marjin pemasaran diperoleh dari jumlah marjin
pemasaran pada setiap anggota rantai pasok. Marjin pemasaran setiap
anggota rantai pasok merupakan selisih dari harga jual produk dan harga
beli produk. Marjin pemasaran mencerminkan biaya-biaya yang dikeluarkan
setiap anggota rantai pasok dan keuntungan yang diperoleh setiap anggota
rantai pasok sebagai balas jasa terhadap kontribusi yang diberikan. Besarnya
marjin pemasaran berbeda antara setiap lembaga pemasaran karena setiap
lembaga pemasaran melakukan kegiatan atau fungsi-fungsi pemasaran yang
berbeda pula. Rekapitulasi marjin pemasaran jagung di Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 14.
Total marjin pemasaran terbesar terdapat pada saluran tiga, yaitu
sebesar Rp.1100/Kg. Saluran tersebut memiliki rantai atau saluran
pemasaran terpanjang dalam mendistribusikan jagung dari petani ke
konsumen. Sedangkan saluran dengan total marjin pemasaran terkecil
terdapat pada saluran satu yaitu sebesar Rp. 650Kg. Saluran satuhanya
melibatkan petani dan koperasi saja sebelum jagung sampai ke konsumen
yaitu PAP dan PPT, sehingga saluran satu memiliki saluran yang lebih
pendek dan marjin pemasaran yang lebih kecil dibandingkan dengan saluran
lainnya.
Biaya pemasaran yang paling tinggi pada saluran pemasaran jagung
ditanggung oleh saluran tiga. Hal ini disebabkan kerena dalam proses
66
Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan indikator efisiensi pemasaran selain
marjin pemasaran. Indikator ini mengukur seberapa besar bagian yang
diterima petani jagung sebagai balas jasa atas kontribusi yang dilakukan
terhadap harga jual akhir jagung pada sebuah saluran pemasaran.
Nilai farmer’s share yang semakin besar mencerminkan rantai pasok
yang semakin efisien. Akan tetapi, farmer’s share yang tinggi tidak mutlak
menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan
dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkanpada produk (value added)
yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Nilai farmer’s share berkebalikan dengan nilai marjin
pemasaran. Semakin besar nilai farmer’s share, nilai marjin pemasaran
semakin kecil.
. Lembaga yang terlibat pada rantai pasok jagung terdiri dari petani,
Pedagang Pengumpul Desa (PPD), Pedagang Pengumpul Kecamatan, dan
Pedagang Besar. Harga jual adalah harga yang didapatkan lembaga
pemasaran dari pembeli dan harga beli adalah harga yang didapatkan
lembaga pemasaran dari penjualan. Tingkat efisiensi suatu sistem
pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Biaya
yang dikeluarkan oleh anggota saluran pemasaran pada pengaliran jagung
69
PAP. Masing-masing anggota Untuk melihat biaya input dan tenaga kerja
masing-masing anggota rantai pasok memiliki input, output, harga tenaga
kerja, harga bahan baku, dan sumbangan input lain yang berbeda satu sama
lain sehingga akan meghasilkan perhitungan nilai tambah yang berbeda.
Nilai tambah berasal dari nilai output yang dihasilkan, pada petani pada
saluran pertama nilai tambah yang berhasil didapatkan adalah sebesar Rp.
1,348.6 dengan rasio 55.76%, pada petani pada saluran kedua nilai tambah
adalah sebesar Rp.1,219.65 dengan rasiosebesar 54,70%, dan yang terakhir
pada petani di saluran tiga nilai tambah yang berhasil didapatkan adalah
sebesar Rp. 955.12 dengan rasio sebesar 48.60%
orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya
Rp. 100.000/orang /hari. Total kebutuhan pegawai adalah 11 orang dengan
total lama bekerja 108 jam dan upah yaitu Rp. 6.018.52/Jam.
Dari hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor
konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses
pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah
adalah 0.0108 yang didapatkan dari tenaga kerja dibagi output yang
dihasilkan. Harga output yang diperoleh PPD adalah Rp. 3200/kg, harga
tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing
konsumen yaitu PB, PAP, atau PPK. Harga bahan baku yaitu harga rata-rata
pembelian PPD kepada petani, yaitu Rp. 2,950.
Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output
perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada PPD dalam proses
pemasaran yaitu Rp.3,136.03/kg. Pada perhitungan nilai tambah PPD
mendapatkan nilai tambah sebesar Rp. 106.03/kg dengan presentase nilai
tambah rasio sebesar 3.38% nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah
yang didaptkan dari aktivtias yang pemasaran yang dilakukan oleh PPD.
Nilai tersebut belum dikurangi imbalan tenaga kerja, dimana nilai imbalan
tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah
rata-rata tenaga kerja per HOK yaitu sebesar Rp. 65/kg dengan presentase
sebesar 61.31%, presentase tersebut merupakan imbalan yang diterima oleh
tenaga kerja dalam proses pemasaran jagung. Tingkat keuntungan yang
dimiliki PPD adalah Rp. 41.03/kg dengan presentase 38.7% yang berarti
persentase tersebut berasal dari nilai tambah merupakan keuntungan petani
karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja.
Nilai tambah yang didapatkan PPK adalah sebesar Rp. 121.03 atau
3.8% dari total output, maka PPK seharusnya dapat memaksimalkan nilai
tambah yang didapatkan dengan cara melakukan efisiensi kegiatan
pemasaran yang dilakukan oleh tenaga kerja, karena imbalan tenaga kerja
nilainya 66.10% lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh.
PPD, dan 13.56% dinikmati oleh PB. Maka pada saluran dua petani
mendapat nilai tambah terbesar dibanding anggota saluran pemasaran
lainnya
Simpulan
Menjawab tujuan penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat saat ini masih belum
berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas
namun terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai
80
Saran
Adapun beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 2. Rincian Input Tenaga Kerja dan Sumbangan Input Lain Pada
Pedagang Pengumpul Desa
Jumlah Lama
Input Tenaga Kerja Harga Pegawai Bekerja Total Biaya
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 2 10 20 200000
Tenaga Pengeringan 50000 3 10 30 150000
Tenaga Kebersihan Gudang 50000 3 10 30 150000
Supir 50000 1 8 8 50000
Pergudangan 50000 2 10 20 100000
Total 650000
Lampiran 3a. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain
Koperasi
Jumlah Lama
Input Tenaga Kerja Harga Pegawai Bekerja Total Biaya
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 4 10 40 400000
Tenaga Penimbangan 50000 2 10 20 100000
Tenaga Sortir dan
Grading 50000 4 10 40 200000
Supir 500000 1 10 10 500000
Pergudangan 50000 2 10 20 100000
Total 130000
Lampiran 3b. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain
Pedagang Pengumpul Kecamatan
Jumlah Lama
Input Tenaga Kerja Harga Pegawai Bekerja Total Biaya
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 4 10 40 400000
Tenaga Penimbangan 50000 6 10 60 300000
Tenaga Sortir dan
Grading 50000 6 10 60 300000
Supir dan kenek 500000 2 10 20 500000
Tenaga Pengeringan 50000 4 10 40 200000
Pergudangan 50000 4 10 40 200000
Total 1900000
Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 31 Juli 1990 dari ayah Drs. Budi
Harta Rahayu Yuda Librata, M,Sc dan ibu Ida Djubaedah S, Pd. Penulis adalah
putra pertama dari dua bersaudara. Adik penulis Annisa Maharani Rahayu.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Purwakarta pada tahun 2007. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk Universitas Padjadjaran (UNPAD) melalui
jalur SNMPTN pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian ,
UNPAD dan menamatkannya pada tahun 2011. Kesempatan untuk melanjutkan
ke program magister pada program studi Magister Sains Agribisnis di Institut
Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2012.