Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS RANTAI PASOK JAGUNG

DI PROVINSI JAWA BARAT

AMERINA I FAJAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Rantai Pasok
Jagung di Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Petanian Bogor.

Bogor, November 2014

Amerina I Fajar
NIM H451114031
RINGKASAN

AMERINA I FAJAR. Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat. Dibimbing


oleh RITA NURMALINA dan ANDRIYONO KILAT ADHI.

Jagung saat ini merupakan komoditas strategis yang yang dibutuhkan industri
pakan ternak. Permasalahannya tidak semua jagung dalam negeri memenuhi
spesifikasi yang dibutuhkan pabrikan. Pabrik pakan ternak saat ini kesulitan
mendapatkan jagung dalam negeri sehingga pabrik pakan menggunakan jagung
impor sebagai bahan baku pakan, data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan
pada jumlah impor jagung yang signifikan. Dalam pemenuhan kebutuhan jagung
nasional , Jawa Barat memiliki andil besar karena pabrik pakan berlokasi di Jawa
Barat serta Jawa Barat juga merupakan salah satu penghasil jagung terbesar di
Indonesia. Maka, untuk dapat memenuhi kebutuhan pabrik pakan dan
menghentikan impor dibutuhkan optimalisasi rantai pasok pemasaran jagung.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi rantai pasok jagung di Jawa
Barat menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN), menganalisis
kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat, dan menganalisis aktivitas nilai tambah
yang dilakukan oleh para anggota rantai pasok di Jawa Barat, sehingga hasil dari
penelitian dapat dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi optimalisasi
rantai pasok jagung di Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat
belum berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas namun
terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai pasok, yaitu petani
petani tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung yang baik.
Penerapan manajemen dan jaringan dalam rantai pasok belum berjalan dengan
baik,salah satunya dapat dilihat kesepakatan kontraktual antar lembaga pemasaran
tanpa perjanjian tertulis. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan dalam
hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik sedangkan pabrik
memiliki aturan yang harus ditaati. Selain itu, dukungan pemerintah sebelumnya
hanya fokus pada sarana fisik pada subsitem hilir, akibatnya pengawasan pada
pemasaran jagung tidak diperhatikan. Sedangkan, pada sumberdaya rantai pasok
ditemukan fakta bahwa modal masih menjadi kendala bagi pedagang desa serta
koperasi padahal keduanya merupakan anggota yang berhubungan langsung
dengan petani. Proses bisnis rantai pasok terkendala karena pada aliran produk
jagung dari petani hingga PB belum terintegrasi dengan baik, belum ada siklus
yang pasti sehingga waktu pengiriman ataupun kuota yang dikirim tidak bisa
diprediksi dengan baik. Aliran informasi pada rantai pasok jagung memiliki
kelemahan yaitu informasi ketersediaan jagung tidak terprediksi di tingkat PD
dan PPK .Gambaran kondisi rantai pasok ini diharapkan dapat menjadi dasar
rekomendasi perbaikan rantai pasok.
Pengukuran kinerja rantai pasok yang dilakukan dengan pendekatan efisiensi
pemasaran menunjukan bahwa rantai pasok masih belum mencapai kinerja
optimal, dua dari tiga saluran pemasaran memiliki nilai rasio biaya dan
keuntungan rendah walaupun marjin dan farmer’s share bernilai tinggi. Analisis
nilai tambah menunjukan bahwa aktivitas yang dilakukan petani dapat
memberikan nilai tambah lebih besar dibandingkan anggota rantai pasok lainnya,
maka anggota rantai pasok lain harus melakukan aktifitas-aktifitas pemasaran
dengan lebih efisien.

Kata Kunci : Jagung, Nilai Tambah , Pemasaran, Rantai Pasok


SUMMARY

AMERINA I FAJAR. Corn Supply Chain Analysis in West Java Province.


Supervised by RITA NURMALINA and ANDRIYONO KILAT ADHI.

Nowadays, corn is a strategic commodity needed by animal feed


industries. As staple commodities for animal feed, corn has to meet industries
requirement in order fulfill industries demand. The production of corn is
increasing by 9% in 2010-2012 periods, however the data shows in last five years
there are increase in the significant number of import. West Java is one of largest
corn produce in Indonesia, furthermore animal feed industries are located in West
Java Province. However, feed mills industries are currently difficulty getting corn
in the area. The problem has to be solved in order to fulfillment corn feed mill and
stop raising of corn import value, so that optimizing supply chain marketing is the
answer. The purpose of this study is to analyze the condition of the corn supply
chain in West Java using Food Supply Chain Network (FSCN), analyzing the
performance of maize supply chain in West Java, and analyze the value-added
activities performed by members of the supply chain in West Java, so that it will
able to provide recommendations for corn supply chain optimization in West Java.
The result shows that the condition of the corn supply chain marketing in
West Java has not been going well . The development goal has problem because
the farmers are not supported by the knowledge of products quality that feed mills
required. Chain and network management has not been going well since system of
transaction doesn’t involve a written agreement, so the members can’t predict the
amount of corn should be sold to feed mills. Government support tended to
physical facilities without consider marketing sight, so the government had lack
on marketing oversight. As well as chain and network management, supply chain
resources need improvement hence the fact shows that capital is still an obstacle
for village collectors and cooperatives, so they can’t develop many resources
because these capital strains, village collectors and cooperative are the channels
that give support to farmer directly though. Business process has some strains in
product and information flowing. Production flowing has not integrated yet in
farmer, village collector, and bazaar collector so delivery time and quota of corn is
unpredictable. Information flow has weakness because the corn stock is
unpredictable at farmer, village collector, and inter-city collector level. The
information given has pictured out corn supply chain in West Java and hopefully
could help for supply chain improvements.
In this research , qualitative analysis also supported by supply chain
performance measurement through marketing efficiency approach, the result show
that supply chain has not yet reach optimum performance it is indicated by more
marketing channels have lower value in benefit and cost ratio, the marketing
margin and farmer’s share have a good value though. In contrary with qualitative
results, value added analysis shows that the most valuable activity achieved by
farmers, so that other members should make their activities more efficient to gain
more value added.
Keywords: Corn, Marketing, Supply Chain, Value-Added.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS RANTAI PASOK JAGUNG
DI PROVINSI JAWA BARAT

AMERINA I FAJAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Ratna Winandi
Judul Tesis : Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat
Nama : Amerina I Fajar
NIM : H451114031

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Rita Nurmalina,MS Dr.Ir.Andriyono Kilat Adhi


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Magister Sains Agribisnis

Prof.Dr.Ir.Rita Nurmalina, MS Dr.Ir.Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 13 Oktober 2014 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala


atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Mei 2014 ini ialah
Analisis Rantai Pasok Jagung di Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Andriyono Kilat Adhi selaku Anggota
Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir
Suharno, M. Adev selaku Penguji Luar Komisi dan Prof Dr Ir Ratna Winandi,
M.Si selaku Penguji dari Program Studi pada Ujian Tesis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta
seluruh keluarga dan sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sodik selaku Ketua Koperasi Tani
Mukti, Bapak H Nandar selaku Direktur dari PT Indra Niaga, Bapa Agus beserta
staf Dinas Pertanian Majalengka, dan Bapak Dudung beserta staf Dinas Pertanian
Garut, Ibu Poppy beserta staf Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Jawa Barat, Bapak Uung dari PT. Sierad Produce, Bapak Maman dan Kang Cepi
dari Kecamatan Cibiuk Garut yang telah membantu selama pengumpulan data.
Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala doa dan dukungan kepada
rekan-rekan Program Studi Magister Sains Agribisnis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

Amerina I Fajar
x

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv


DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi

1. PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 8
Manfaat Penelitian 8
Ruang Lingkup Dan Keterbatasan Penelitian 8

2. TINJAUAN PUSTAKA 9
Gambaran Umum Komoditi 10
Kondisi Jagung Nasional 11
Rantai Pasok 11
Kinerja Rantai Pasok 13
Nilai Tambah 14
Penelitian Terdahulu 15

3. KERANGKA PEMIKIRAN 16
Rantai Pasok 16
Fungsi dan Biaya Pemasaran 18
Saluran Pemasaran 19
Logistik 22
Efisiensi Pemasaran 22
Analisis Marjin Pemasaran Pada Rantai Pasok 23
Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok 24
Analisis Rasio Keuntungan Dan Biaya Pada Rantai Pasok 24
Analisis Nilai Tambah Hayami Pada Rantai Pasok Jagung 24
Kerangka Pemikiran Oprasional 25

4. METODOLOGI PENELITIAN 28
Lokasi Dan Waktu Penelitian 28
Jenis dan Sumber Data 28
Metode Penentuan Responden 28
Metode Pengolahan Data 29
Analisis Jaringan Rantai Pasok Jagung 30
Analisis Kinerja Rantai Pasok 31
Analisis Nilai Tambah 32

5. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 34


Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat 34
xi

Karakteristik Petani Jawa Barat 38


Karakteristik Usaha Tani 39
Budidaya Jagung Dan Pasca Panen Jagung Di Jawa Barat 40
Sarana Produki Pertanian 40

6. RANTAI PASOK JAGUNG DI JAWA BARAT 44


Sasaran Rantai Pasok 44
Struktur Hubungan Rantai Pasok 45
Manajemen Rantai dan Jaringan 51
Sumberdaya Rantai Pasok 55
Proses Bisnis Rantai 56

7.KINERJA RANTAI PASOK 60


Analisis Marjin Pemasaran 60
Analisis Farmer’s Share 62
Rasio Keuntungan dan Biaya 63

8.NILAI TAMBAH RANTAI PASOK 65


Nilai Tambah Petani 65
Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Tingkat Desa 67
Nilai Tambah Koperasi 68
Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Kecamatan 70
Nilai Tambah Pedagang Besar 72
Analisis Distribusi Nilai Tambah Anggot Rantai Pasok 73

9.SIMPULAN DAN SARAN 74


Simpulan 74
Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 76
LAMPIRAN 79
xii

DAFTAR TABEL

1. Produksi, Luas Panen, Dan Produktivitas Jagung Di Indonesia 2007-2012 1


2. Produksi, Produktivitas, Dan Luas Panen Jagung Di Jawa Barat 4
3. Jumlah Industrik Pabrik Pakan Menurut Provinsi (2010) 6
4. Produksi, Luas Panen, Dan Produktivitas Kabupaten- Kabupaten Di Jawa Barat 7
5. Persyaratan Kuantitatif Jagung Sesuai Standar Nasional Indonesia 10
6. Tabel Analisis Nilai Tambah Hayami 33
7. Jumlah Tenaga Kerja Jawa Barat Tahun (2011) 29
8. Jumlah Tenaga Kerja Di Garut 36
9. Jumlah Tenaga Kerja Di Majalengka 38
10. Karakteristik Petani Jawa Barat 38
11. Karakteirsitk Usahatani Petani Jawa Barat 40
12. Alat Dan Waktu Yang Diperlukan Untuk Budidaya Jagung 42
13. Biaya Pemasaran 60
14. MarjinPemasaran Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat 61
15. Farmer Share Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat 62
16. Analisis Biaya dan Keuntungan 63
17. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Petani 65
18. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Desa 68
19. Perhitungan Nilai Tambah Koperasi 69
20. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Pengumpul Kecamatan 71
21. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Besar Kabupaten 72
22. Analisis Distribusi Nilai Tambah 74

DAFTAR GAMBAR

1. Grafik Kenaikan Impor Jagung Indonesia ( 2007-2012) 2


2. Jagung Tanaman Pangan (Zeamays Indentata) 9
3. Skema Rantai Pasok 12
4. Kerangka Analisis Rantai Pasok Berdasarkan FSCN 17
5. Pemasaran Produk Non Pertanian (A) Dan Produk Pertanian (B) 20
6. Saluran Pemasaran Industri 22
7. Kurva MarjinPemasaran 24
8. Kerangka Pemikiran Analisis Rantai Pasok Jagung di Provinsi Jawa Barat 28
9. Kerangka Rantai Pasok Van der Vorst 30
10. Peta Wilayah Jawa Barat 34
11. Peta Wilayah Garut 36
12. Peta Wilayah Kabupaten Majalengka 37
13. Jagung di Lahan Kering 42
14. Benih Jagung Hibrida P21 42
15. Urea, Phonska/NPK, dan TSP 42
16. Persiapan Panen Jagung 43
17. Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat 46
xiii

18. Jagung Pipilan Kering Dan Proses Pengeringan Jagung Manual 53


19. Silo, Dryer, Dan Corn Sheller 56
20. Aliran Produk Rantai Pasok 58
21. Aliran Finansial Rantai Pasok 59
22. Aliran Informasi Rantai Pasok

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rincian Input Tenaga Kerja Petani di Provinsi Jawa Barat 79


2. Rincian Input Tenaga Kerja dan Sumbangan Input Lain
Pada Pedagang Pengumpul Desa 79
3. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain
Pedagang Pengumpul Kecamatan 80
4. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain
Pedagang Besar Tingkat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat 81
1

1.PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia, jagung saat ini merupakan komoditas strategis yang


dibutuhkan untuk banyak industry.Selain untuk pakan ternak, jagung banyak
dibutuhkan untuk industri makanan, baik untuk olahan jagung maupun untuk
bahan pelengkap makanan. Selain itu, jagung juga mempunyai peranan penting
terhadap perekonomian nasional dan telah menempatkan jagung sebagai
kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tanaman pangan serealia, oleh
karena itulah dapat dipahami kebutuhan akan jagung sangatlah tinggi (Dirjen
Tanaman Pangan, 2012). Angka produksi jagung sendiri setiap tahunnya memiliki
kecenderungan naik diiringi angka produktivtias yang juga terus meningkat. Pada
Tabel 1 dapat dilihat tingkat produksi jagung dari tahun 2007 yang hanya
13.287.527 ton meningkat setiap tahun hingga tahun 2012 yaitu 18.838.529 ton,
sedangkan produktivtias sendiri telah naik pada tahun 2007 dengan nilai 3.66
ton/ha menjadi 4.84 ton/ha pada tahun 2012.

Tabel 1. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Jagung di Indonesia 2007-2012


Tahun Produksi Pertumbuhan Luas Panen Produktivitas Pertumbuhan
( Ton) Produksi (%) ( hektar) ( Ton/Ha) Produktivtias(%)
2007 13.287.527 - 3.630.324 3,66 -
2008 16.317.252 22,8 4.001.724 4,07 11,20
2009 17.629.748 8,04 4.160.659 4,23 3,93
2010 18.327.636 3,96 4.131.676 4,43 4,73
2011 17.643.250 -3,73 3.864.692 4,56 2,93
2012 18.838.529 6,77 3.890.974 4,84 6,14
Rata-Rata 17.007.323.67 7,57 3946675 4,30 5,79
Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Berdasarkan Tabel 1 juga diketahui bahwa dari tahun 2007 hingga 2012
peningkatan angka produksi jagung rata-rata setiap tahun adalah sebesar 7.5%,
peningkatan laju produksi jagung dalam negeri ini dipengaruhi oleh tingginya
permintaan pakan ternak, hal ini didukung oleh pendapat Haryono (2012) bahwa
proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total kebutuhan jagung
mencapai 83% dan Tangenjaya et al(2002) bahwa komposisi pakan yang berasal
dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54% dan ayam petelur 47,14%.
Kenaikan angka produksi tersebut harusnya dapat memenuhi kebutuhan jagung
dalam negeri sehingga dapat menahan laju impor jagung, namun kenyataannya
data lima tahun terakhir menunjukan kenaikan pada jumlah impor yang
signifikan.Pada Gambar 1 terlihat grafik impor jagung meningkat signifikan dari
tahun 2009 hingga tahun 2012, pada tahun 2009 impor jagung berjumlah 338.778
ton hingga tahun 2011 mencapai 3.207.657 ton yang meningkat sebesar 846.77%,
sementara dari gambar 2 yaitu gambar kebutuhan total pakan ternak Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa dalam rentang 2010 hingga 2012 impor juga mensuplai
rata-rata 17.6% dari total kebutuhan pakan ternak.
Berdasarkan Gambar 2 terlihat grafik yang memperlihatkan bahwa kebutuhan
pakan ternak dari tahun 2010 hingga tahun 2013 rata-rata meningkat sejumlah 9%
2

per tahun, dimana angka ini berada diatas rata-rata kenaikan produksi jagung.
Apabila angka produksi jagung nasional masih berada dibawah angka kebutuhan
pabrik pakan, maka kebutuhan jagung nasional akan bergantung pada impor luar
negeri sehingga imbasnya dapat mempengaruhi devisa negara. Menurut data yang
didapat dari GPMT (2005) impor jagung terbesar datang dari India dengan total
impor 1,1 juta ton dengan nilai US$ 319 juta, dilanjutkan oleh Argentina dengan
total impor jagung ke Indonesia sebesar 286,3 ribu ton dengan nilai US$ 89 juta,
Pakistan sebesar 146,2 ribu ton dengan nilai US$ 46 juta, Brazil sebanyak 74,4
ribu ton dengan nilai US$ 23 juta, dan Amerika Serikat sebanyak 44,2 ribu ton
dengan nilai US$ 15,8 juta..

Jumlah Impor ( Juta Ton)


3.207.657

1.527.516
1.500.000

701.953
264.665
338.798
2007 2008 2009 2010 2011 2012

Gambar 1. Grafik Kenaikan Impor Jagung Indonesia (2007-2012)


Sumber : BPS 2013

Ketersediaan jagung memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis


lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak saat ini dipengaruhi
oleh harga jagung dimana jagung yang dipakai untuk pakan ternak harus diimpor
padahal jagung memakan biaya hampir 70% dari ongkos produksi pakan ternak,
sehingga dengan kondisi seperti itu akan memberatkan peternak-peternak kecil
maka dampaknya akan dirasakan yaitu harga daging ayam dan telur meningkat.
Permasalahannya tidak semua jagung dalam negeri memenuhi spesifikasi yang
dibutuhkan pabrikan, terutama kandungan alfatoksin yang tinggi pada jagung
dalam negeri ini(Subhana, 2005). Selain itu juga kadar air jagung dalam negeri
tidak memenuhi syarat produksi untuk bahan baku pakan ternak dimana jagung
dalam negeri airnya tinggi dan sistem penyimpananannya kurang baik sehingga
jagung dalam negeri memiliki jamur dan tidak bisa disimpan dalam jangka waktu
yang dibutuhkan oleh pabrik (Subijato, 2004).
3

Gambar 2 Kebutuhan Jagung Untuk Pakan Ternak Indonesia 2010-2013


Sumber : Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (2013)

Suplai jagung nasional berasal dari produksi jagung di wilayah Pulau Jawa
dengan persentase hampir 60 % dari total produksi nasional (BPS, 2013), tingkat
presentasi yang besar diakibatkan oleh sarana produksi dan infrastruktur yang
lengkap, juga terdapat industri-industri penyerap jagung di Pulau Jawa.
Penanaman jagung di Pulau Jawa sudah lama diusahakan oleh petani, pada
awalnya jagung di Pulau Jawa merupakan komoditas pengganti kedelai yang
harganya jatuh bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya saat ini jagung menjadi
salah satu komoditas wajib yang ditanam selain padi. Keberlanjutan penanaman
jagung di Pulau Jawa dikarenakan kemudahan didalam perawatan disbanding
komoditas lainnya. Meskipun begitu, petani jagung di Pulau Jawa memiliki
keterbatasan didalam pengetahuan sehingga mereka masih belum mengerti
pentingnya suplai yang terus berlanjut. Hal inilah yang menjadi kaitan penting
antara kebutuhan suplai jagung dalam negeri dan permasalahan yang dihadapi
petani.
Di Pulau Jawa salah satu daerah sentra produsen jagung adalah Jawa Barat
yang menyumbangkan 18 % terhadap produksi jagung nasional (BPS, 2013).Dari
data pada Tabel 2 terlihat bahwa setiap tahun produksijagung di Jawa Barat
mengalami kenaikan yang signifikan, pada tahun 2011 tercatat produksi jagung
Jawa Barat adalah sebesar 945.104 ton pipilan kering, mengalami peningkatan
sebanyak 21.142 ton atau naik sebesar 2,29 persen dibandingkan dengan produksi
jagung pada tahun 2010 sebanyak 923.962 ton pipilan kering. Sejalan dengan
volume produksi yang meningkat, ternyata produktivitas jagung juga mengalami
kenaikan 4,75 persen dari 60,08 kuintal per hektar tahun 2010 menjadi 64,23
kuintal per hektar pada tahun 2011, rupanya kenaikan produktivitas ini disebabkan
karena naiknya jumlah produksi namun luas panen menurun karena pada tahun
2011 tercatat luas panen mencapai 147.152 hektar, menurun 6.626 hektar atau
mengalami penurunan -4,31 persen dibanding tahun 2010 yang mencapai 153.778
hektar. Apabila angka ini terus ditingkatkan bukannya tidak mungkin Jawa Barat
akan mampu menjadi pemasok jagung dalam negeri terbesar. Ditambah lagi
potensi jagung ditanaman di Jawa Barat didukung beberapa hal seperti
4

infrastruktur yang baik dan terjangkau oleh berbagai macam pihak, mudahnya
petani mendapatkan informasi mengenai komoditas jagung, dan akses terhadap
industri penyerap jagung berkapasitas besar yang berada di Jawa Barat.

Tabel 2. Produksi, Produktivitas, dan Luas Panen Jagung di Jawa Barat

Tahun Produksi Luas Panen Produktivitas


(Ton) (Ha) (Ton/Ha)
2008 639821 118976 5.38
2009 787599 136707 5.76
2010 923962 153778 6.01
2011 945104 147152 6.42
2012 1028653 148601 6.92
Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat (2013)

Produksi jagung di Jawa Barat terpusat di Bandung Barat, Sumedang,


Garut, Majalengka, dan Tasik (Diperta Jabar, 2013), dari survey awal didapatkan
informasi bahwa pengusahaan jagung di Jawa Barat memiliki beberapa
permasalahan, diantaranya yaitu hasil produksi jagung tidak dapat diterima oleh
pabrik penyerap jagung dengan alas an pabrik pakanternak memiliki standar mutu
kadar air dan tingkat aflatoksin yang rendah dan pabrik pakan ternak juga
menerapkan standar kuantitas besar yang berkelanjutan sementara produksi
jagung di Jawa Barat hanya satu tahun dua kali. Permasalahan tersebut
menyebabkan pengusaha jagung kesulitan memasarkan jagungnya padahal pabrik
pakan ternak juga kesulitan mendapatkan jagung, padahal menurut Simamora
(2006) keberhasilan dalam memperebutkan pasar yang sama sangat tergantung
dari besarnya nilai kepuasan yang diberikan kepada konsumen. Saat ini,konsep
pemasaran berorientasi pada persaingan, dimana pengusaha berpikir untuk
memperoleh persaingan yang lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya
dalam melayani konsumen yang tidak hanya menekankan untuk melayani
konsumen sebaik-baiknya, namun harus pula berusaha untuk tampil meyakinkan
dan memuaskan di mata konsumen dibandingkan dengan pesaing (Gitisudarmo,
2000)
Apabila ingin memasarkan jagung kepada pabrik pakan ternak, maka
produsen jagung di Jawa Barat harus dapat bersaing dengan jagung impor. Maka
produsen jagung di Jawa Barat haruslah dapat memenuhi syarat yang ditentukan
oleh pabrik pakan selaku konsumen jagung. Menurut Morgan et al (2004) daya
saing dipengaruhi efektivitas dan efisiensi kinerja rantai pasok, maka dapat
disimpulkan bahwa rantai pasok memegang peranan yang penting didalam
memenangkan persaingan untuk memasarkan jagung.
Untuk memenangkan persaingan jagung maka diperlukan optimalisasi
rantai pasok dan nilai tambah pada lembaga-lembaga pemasaran jagung. Oleh
karena itu penelitian mengenai analisis rantai pasok perlu dilakukan.

Rumusan Masalah

Saat ini, permintaan jagung yang tinggi terutama dipicu oleh kebutuhan untuk
menghasilkan pakan ternak. Pada kenyataannya pemanfaatan jagung yang semula
5

untuk bahan makanan langsung, kini telah berubah menjadi komoditas industri.
Hal ini dipicu oleh pemenuhan gizi masyarakat yang berasal dari protein hewani
seperti, unggas dan ternak ruminansia. Kebutuhan penenuhan gizi yang berasal
dari hewan terus mengalami peningkatan dan mendorong berkembangnya usaha
peternakan, meskipun usaha menangkap dari alam bebas masih juga berlangsung.
Ternak peliharaan memerlukan pakan buatan yang komponen utamanya adalah
jagung. Maka untuk menyediakan gizi yang ber-mutu, perlu digiatkan produksi
jagung domestik, sebab ketergantungan pada impor akan semakin rawan dan
harga jagung impor juga akan semakin mahal.
Jagung untuk bahan baku pabrik pakan yaitu jagung gigi kuda (Zea Mays
Indentata) yang umumnya berwarna kuning. Jagung tersebut ditanam pada lahan
sawah atau lahan kering beriklim basah dengan menerapkan teknologi maju. Di
Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa
Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Pulau Jawa memiliki sentra
unggulan produksi jagung, salah satunya adalah Jawa Barat. Jawa Barat
merupakan sentra jagung yang paling dekat dengan lokasi konsumen jagung,
maka dari itu Jawa Barat sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan pabrik-
pabrik pakan tersebut.
Dalam pemenuhan kebutuhan jagung pabrik pakan, Jawa Barat sendiri
seharusnya memiliki andil besar karena Jawa Barat memiliki kedekatan dengan
banyak pabrik pakan yang berada di Provinsi Jawa Barat. Pada Tabel3 terlihat
bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki empat pabrik pakan ternak yang dapat
menampung jagung, belum lagi pabrik pakan yang berbatasan langsung dengan
Jawa Barat seperti pabrik pakan di Provinsi Bantern (10 unit), Provinsi DKI
Jakarta (4Unit), dan Jawa Tengah (3Unit). Namun, potensi Jagung Jawa Barat saat
ini belum bisa memenuhi peluang yang ada.
Berdasarkan jumlah produksi di Jawa Barat pada Tabel 4dapat dilihat
bahwa pada produksi tahun 2010 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan pada
masing-masing kabupaten sentra produksi jagung di Jawa Barat, namun
kenyataannya dibalik peningkatan tersebut terdapat permasalahan didalam
pemasaran jagung sehingga pabrik pakan masih kesulitan mendapatkan jagung di
daerah Jawa Barat.
Permasalahan yang dihadapi jagung di Jawa Barat berkaitan dengan
kegiatan pemasaran yang dilakukan petani, bandar, dan pedagang. Permasalahan
permasalahan tersebut timbul karena petani tidak mendapatkan informasi yang
cukup mengenai kebutuhan pabrik pakan tentang kualitas jagung yang harus
memenuhi syarat yang telah ditentukan yaitu kadar air dibawah 18%, sehingga
dampaknya pedagang besar kesulitan dalam memenuhi jumlah pasokan yang telah
disepakati antara pedagang besar dan pabrik pakan.
Kesulitan memenuhi jumlah pasokan, maka pedagang besar menerapkan
sistem grading jagung kepada pedagang pengumpul desa, dampakanya pedagang
desa berspekulasi mengenai harga sehingga mereka tidak berani membeli jagung
di petani dengan harga yang tinggi. Pembentukan koperasi merupakan alternatif
untuk menyalurkan jagung langsung kepada konsumen sehingga petani
mendapatkan informasi mengenai kualitas yang diinginkan oleh konsumen,
namun koperasi yang dibentuk memiliki kelemahan yaitu keterbatasan modal.
Walaupun harga pembelian kepada petani lebih tinggi dibandingkan pedagang
6

desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi
sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya.
Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran
sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.

Tabel 3. Jumlah Industrik Pabrik Pakan Menurut Provinsi (2010)


Jumlah Kapasitas
Provinsi Pabrik Produksi Share Produksi
( Unit) ( Juta Ton) (%) ( Juta Ton)
Jawa Timur 15 2.71 35.2 3.64
Banten 10 2 25.9 2.71
Jawa Barat 4 0.94 12.2 1.11
Sumatera Utara 8 0.93 12.1 1.33
Jawa Tengah 3 0.48 6.2 1.12
DKI Jakarta 4 0.27 3.4 0.6
Lampung 4 0.25 3.3 0.66
Sulawesi Selatan 2 0.13 1.6 0.14
Total 50 7.7 100 11.3
Sumber: Kementrian Perdagangan dan Perindustrian (2012)

Kesulitan memenuhi jumlah pasokan, maka pedagang besar menerapkan


sistem grading jagung kepada pedagang pengumpul desa, dampakanya pedagang
desa berspekulasi mengenai harga sehingga mereka tidak berani membeli jagung
di petani dengan harga yang tinggi. Pembentukan koperasi merupakan alternatif
untuk menyalurkan jagung langsung kepada konsumen sehingga petani
mendapatkan informasi mengenai kualitas yang diinginkan oleh konsumen,
namun koperasi yang dibentuk memiliki kelemahan yaitu keterbatasan modal.
Walaupun harga pembelian kepada petani lebih tinggi dibandingkan pedagang
desa, tapi tidak semua petani dapat menjual jagung kepada koperasi dan koperasi
sendiri menerapkan aturan yang ketat untuk petani bila ingin menjadi anggotanya.
Padahal, dengan adanya koperasi dapat memperpendek saluran pemasaran
sehingga marjin pemasaran antara petani dan konsumen bisa lebih rendah.
Uraian diatas mengindikasikan bahwa rantai pasok jagung di Jawa Barat
belum berjalan dengan baik, hal ini tercermin dari spekulasi harga yang dilakukan
oleh pedagang pengumpul desa. Perlu adanya perbaikan didalam rantai pasok
sehingga didalam pelaksanaannya rantai pasok pemasaran lebih optimal dalam
menyampaikan produk dari produsen ke konsumen begitu juga dengan konsumen
lebih mudah mendapatkan produk dari produsen. Maka diperlukan penelitian
rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat
Berkaitan dengan suplai jagung Jawa Barat ke industri pakan ternak,
tentunya rantai pasok jagung di Jawa Barat merupakan hal yang sangat penting
dan apabila ingin memenuhi kebutuhan pasokan untuk pabrik pakan tentunya
dibutuhkan sebuah gambaran kondisi rantai pasok untuk dapat mengoptimalisasi
integrasi rantai pasokan secara kontinyu. Gambaran mengenai kondisi rantai
pasok diperlukan untuk melihat sejauh mana sistem pemasaran yang berjalan
7

antar anggota rantai pasok jagung di Jawa Barat, maka untuk mendapatkan
gambaran kondisi rantai pasok dalam pemasaran jagung di Jawa Barat dapat
menggunakan analisis sesuai dengan Vorst (2006) karena kerangka tersebut
dapat menjelaskan secara rinci mengenai struktur rantai, sasaran rantai,
manajemen rantai, sumberdaya rantai, dan proses bisnis rantai. Kondisi rantai
pasok di Jawa Barat dapat dianalisis pada penelitian ini dengan menjawab
pertanyaan bagaimanakah kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat ?

Tabel 4. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Kabupaten- Kabupaten di Jawa


Barat
Tahun
2010 2011
Kabupaten Hasil
Luas Hasil
Produksi Luas Panen Per Produksi
Panen Per Hektar
Hektar
(Ha) (Ton/Ha) (Ton) (Ha) (Ton/Ha) (Ton)
Garut 55.717 7,087 394.843 60.568 7,335 444.285
Majalengka 18.577 6,054 112.462 16.062 6,642 106.484
Sumedang 13.888 4,946 68.687 13.118 5,542 72.706
Tasikmalaya 10.092 6,06 61.155 9095 6,325 57.529
Bandung 8.611 6,02 51.682 7061 5,841 42.244
Sumber : Dinasi Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat (2012)

Penilaian kinerja rantai pasok sangatlah penting untuk dilakukan, karena


pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi
kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok sehingga akan terlihat
sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan
didalam pengelolaan rantai pasok tersebut, Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja rantai pasok diperlukan
integrasi didalam rantai pasok dengan cara perencanaan bersama (Frohlich &
Westbrook 2001), mengurangi biaya pemesanan dengan melakukan outsourcing
bahan baku setengah jadi (Scanell et al, 2000), mengurangi waktu siklus dan
tingkat persediaan (Stanket al, 1999), serta mengurangi ketidakpastian bisnis
(Childerhouse et al, 2003) dengan penggunaan teknologi informasi untuk berbagi
informasi antar anggota rantai pasok. Maka, pada penelitian akan dijawab
mengenai pertanyaan bagaimanakah kinerja rantai pasok di Jawa Barat?
Peran yang dilakukan masing-masing anggota adalah sumber dari
keunggulan –keunggulan kompetitif suatu rantai pasokan (Porter, 1985), dalam
memasarkan jagung anggota rantai pasok membentuk sistem pemasaran yang
didalamnya terdapat aliran pemasaran dimana pada setiap tingkatannya akan
terbentuk nilai tambah tersendiri. Pada sistem pemasaran jagung terdapat
kegiatan-kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok, kegiatan yang
dilakukan tersebut memiliki nilai. Nilai yang didapatkan anggota rantai pasok
pada proses pemasara tersebut merupakan nilai tambah Maka penting untuk
dikaji, bagaimana nilai tambah yang dilakukan masing-masing anggota rantai
pasok jagung di Provinsi Jawa Barat ?
8

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,


maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis :
1. Menganalisis kondisirantai pasok jagung di Jawa Barat menggunakan
kerangka Food Supply Chain Network (FSCN)
2. Menganalisis kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat
3. Menganalisis aktivitas-aktivitas nilai tambah yang dilakukan oleh para
anggota rantai pasok di Jawa Barat
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi rekomendasi kebijakan yang


mendukung pengembangan agribisnis jagung untuk meningkatkan kesejahteraan
petani jagung di Jawa Barat. Selain itu penelitian diharapkan menjadi rujukan bagi
peneliti yang akan melakukan penelitian terkati rantai pasok dan nilai tambah
komoditas jagung.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan utama penelitian ini adalah dalam melihat performa rantai


pasok dan saluran pemasaran tidak sampai pada produk hilir jagung, tetapi
dibatasi hanya sampai pada produk jagung pipilan karena disebabkan sulit
mengakses data sampai kepada industri selanjutnya. Oleh sebab itu dalam
melakukan pengukuran seperti farmer share’s yang seharusnya membandingkan
harga yang diterima petani jagung dengan harga yang diterima oleh konsumen
akhir, hanya dapat dibatasi dari harga yang diterima petani jagung dengan harga
yang diterima oleh bandar sebagai konsumen antara.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Komoditi

Jenis jagung yang digunakan untuk bahan pangan pokok adalah jagung
lokal yang ditanam pada ekosistem lahan kering dengan teknologi tradisional
(subsistem), sehingga hasilnya relatif rendah.Jagung lokal termasuk ke dalam tipe
jagung mutiara (Zemaysindurata) yang umumnya berwarna putih.
Jagung untuk bahan baku industri (jagung hibrida dan varietas unggul
komposit) ditanam pada lahan sawah atau lahan kering beriklim basah dengan
menerapkan teknologi maju. Berdasarkan tipenya termasuk ke dalam jagung gigi
kuda (Zeamays indentata) yang umumnya berwarna kuning. Di Indonesia daerah-
daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur,
Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman
jagung dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat
mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut khususnya
Madura jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 2007).
Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut Standar Nasional Indonesia
9

(SNI) dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan


persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi
1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit.
2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam).
3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida
Sedangkan persyaratan lainnya bisa dilihat pada Tabel5 yaitu tabel persyaratan
kuantitatif jagung.

Gambar 3. Jagung Tanaman Pangan (Zeamays indentata)

Tabel 5. Persyaratan Kuantitatif Jagung Sesuai Standar Nasional Indonesia


No Komponen Persyaratan Mutu (%Maks)
Utama I II III IV
1 Kadar Air 14 14 15 17
2 Butir Rusak 2 4 6 8
3 Butir Pecah 1 4 3 5
4 Butir Warna 1 3 7 10
Lain
5 Kotoran 1 1 2 2
Sumber : Deptan, 1995
10

Kondisi Jagung Nasional


Sebelum tahun 1980, penggunaan jagung di Indonesia hanya untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi langsung. Demikian juga pada tahun 1980, 94%
digunakan untuk memenuhi konsumsi langsung, hanya 6% untuk industri pakan,
dan belum ada untuk industri pangan. Pada tahun 1990 walaupun penggunaan
jagung masih didominasi untuk konsumsi langsung, tetapi penggunaan untuk
industri pangan sudah di atas untuk industri pakan.
Orientasi pengembangan jagung ke depan sebaiknya lebih diarahkan kepada
pemenuhan kebutuhan industri pakan dan pangan, mengingat produk kedua
industri ini merupakan barang normal (elastis terhadap peningkatan pendapatan),
sebaliknya merupakan barang inferior dalam bentuk jagung konsumsi langsung
seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat sesuai dengan hasil penelusuran
di lapangan, pabrik pakan ternak tidak mau menggunakan produk lokal karena
masalah kualitas dan kuantitas dari petani langsung.Sedangkan untuk subsitusi
jagung sendiri tidak dimungkinkan.Berbagai upaya untuk menggantikan jagung
dengan bahan pakan lain di Indonesia belum berhasil. Kedelai segar, selain mahal
juga tidak dapat digunakan langsung sebagai komponen pakan, kecuali dalam
bentuk bungkil kedelai yang merupakan hasil sampingan pabrik minyak kedelai
dan seluruhnya masih diimpor. Ubikayu, meskipun berlimpah, masih memerlukan
pengolahan antara, sebelum digunakan sebagai bahan campuran pakan
pabrikan.Gaplek (ubikayu kering) mempunyai kandungan protein rendah,
sehingga masih memerlukan tambahan sumber protein agar dapat memenuhi
kebutuhan ternak. Sorgum adalah satu-satunya bahan pakan yang mempunyai
kandungan gizi hampir sama dengan jagung, namun ketersediaannya di Indonesia
sangat terbatas (Tangendjajaet al, 2003).
Kebijakan impor jagung dipilih sebagai cara untuk mengatasi kekurangan dan
kontinuitas pasokan jagung gigi kuda (Zea mays indentata) yang digunakan
sebagai bahan baku industri. Kasus yang sedang terjadi adalah pemerintah tidak
ingin memberatkan industri pakan sebagai pendukung pertumbuhan industri
peternakan menanggung biaya produksi yang tinggi sebab hal tersebut akan
berakibat pada tingginya harga produk peternakan. Di satu sisi, pemerintah harus
tetap memperhatikan petani jagung dalam negeri agar memperoleh pendapatan
yang layak dari usaha tani jagung. Impor jagung yang terus meningkat akan
berakibat pada rendahnya insentif yang diterima petani jagung, sehingga akan
menyebabkan bahaya latent, yaitu laju peningkatan produksi di dalam negeri yang
terus menurun. Peningkatan impor jagung juga berdampak negatif pada
terkurasnya devisa negara dan neraca perdagangan ekspor-impor jagung Indonesia
yang semakin defisit. Seiring dengan peningkatan jumlah produksi jagung
nasional pemerintah pelan-pelan menutup keran impor untuk bahan baku industri
karena pemerintah ingin jagung Indonesia lah yang dipakai untuk kebutuhan
produksi pabrik pakan ternak dan industri -industri lainnya.

Rantai Pasok

Baatz (1995) menyatakan bahwa secara konseptual rantai pasok


merupakan keseluruhan proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga
menjadi produk yang habis masa pakainya.Menurut Simchi-Levi et al (2008) dan
Chopra dan Meindl(2001) rantai pasokan adalah setiap tahapan yang melibatkan
11

konsumen dari mulai tahap pemesanan produk dari suplaier, manufaktur, jasa
transportasi dan gudang, retailer, hingga pelanggan. Setiap fungsi atau proses
yang ada didalam rantai pasok didukung oleh proses pemasaran, operasional,
distribusi, keuangan, dan servis untuk pelanggan. Proses –proses tersebut harus
dapat disampaikan dalam kuantitas yang tepat dalam waktu yang tepat, serta
lokasi yang tepat, juga dapat meminimalisasi biaya.Rantai pasok juga berarti
mengurangi inventori serta memperbaiki kinerja produksi (Challener,1999), selain
itu juga rantai pasok harus dapat memberikan nilai tambah kepada pelanggan serta
kepada para pemangku kepentingan (Jayaram et al, 2000; Handfield dan Nichols,
2002). Golicic et al (2002) menyatakan bahwa rantai pasok harus dapat
menjelaskan hubungan yang mendasar diantara para anggota dalam sebuah
organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi yang sangat kompleks.
Dalam rantai pasok juga setiap informasi haruslah jelas untuk dapat mengurangi
bullwhip effect yang dapat mempengaruhi kerjasama antar anggota, selain itu juga
fungsi rantai pasok adalah perencanaan, monitoring, efisiensi stok, efisiensi
waktu dan menghilangkan ketidakpastian, serta meningkatkan kemampuan
utilisasi organisasi (Skjøtt-Larsen, 2000). Challener (1999) menjelaskan bahwa
untuk dapat mencapai efisiensi dan efektivitas dalam sebuah kordinasi maka
seluruh sumberdaya dalam rantai pasok harus diintegrasi dengan melibatkan
optimisasi rantai pasok, integrasi rantai pasok, kolaborasi organisasi, serta
rintangan secara kulturan dan teknologi, sehingga organisasi tersebut dapat
responsive terhadap pasar
Austin (1992)dan Brown(1994) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010)
menyatakan bahwa manajemen rantai pasok produk pertanian dapat berbeda
dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena produk pertanian
bersifat mudah rusak, proses penanaman, pertumbuhan dan pemanenan tergantung
pada iklim dan musim, hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi,
dan produk pertanian bersifat kamba sehingga sangat sulit ditangani. Bukan itu
saja, menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), struktur hubungan pemain rantai
pasok produk pertanian berbeda dengan manufaktur, pada komoditas pertanian
anggota rantai pasok tidak harus mengikuti rantai pasokan seperti manufaktur,
syaratnya anggota rantai pasok pertanian dapat melakukan fungsi-fungsi
pemasaran seperti yang dilakukan rantai berikutnya. Hal tersebut bisa dilihat dari
gambar 3 (Vorst, 2006)terlihat bahwa anggota-anggota rantai pasok bebas untuk
menyalurkan informasi, produk, dan finansial ke anggota rantai pasok lainnya
Menurut Vorst (2006) dalam satu waktu, proses paralel, dan berurutan
dapat terjadi dalam rantai pasok pertanian sehingga proses bisnis didalam jaringan
rantai pasok pertanian akan teridentifikasi lebih dari satu. Sebagai contoh, proses
bisnis dari jagung untuk pakan ternak dialirkan dari petani bisa ke berbagai pihak
seperti pedagang perantara kemudian diproses untuk dialirkan lagi ke konsumen
akhir. Pada proses pengaliran tersebut anggota rantai pasok yang terlibat
melakukan proses bisnis sesuai dengan kebutuhan, misalkan pedagang perantara
melakukan proses yang berbeda terkait jagung yang dikirimkan untuk industri
ternak dan jagung yang akan dikirimkan untuk industri makanan.
Salah satu aspek fundamental dalam rantai pasok adalah pengukuran kinerja.
Untuk menciptakan kinerja yang efisiem maka diperlukan sistem pengukuran
yang mampu mengevaluasi kinerja rantai pasok, hal ini sesuai dengan pendapat
Pujawan (2005) bahwa sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk monitoring
12

dan evaluasi dan mengetahui dimana posisi suatu organisasi terhadap tujuan yang
ingin dicapai serta menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan
bersaing. Maka dari itu, untuk mengetahui sejauh mana potensi jagung di Jawa
Barat saat ini diperlukan sebuah pengukuran kinerja rantai pasok jagung.

Gambar 3. Skema Rantai Pasok


Sumber: Van der Vorst (2006)

Kinerja Rantai Pasok

Menurut Qhoirunisa (2014) keragaan struktur rantai pasok dapat dianalisis


secara kualitatif, termasuk dalam menganalisis kinerja atau performance yang
dihasilkan. Analisis kinerja rantai pasok secara kualitatif perlu didukung adanya
ukuran kinerja yang kuantitatif agar menghasilkan hasil kinerja yang lebih terukur
dan objektif. Sebagai proses yang saling terintegrasi antar anggota yang tergabung
di dalamnya, pengukuran kinerja rantai pasok perlu menggunakan pendekatan
tertentu.Kinerja rantai pasok didefinisikan oleh Christien et al (2006) sebagai titik
temu antara konsumen dan pemangku kepenting dimana syarat keduanya telah
terpenuhi dengan relevansi atribut indikator kinerja dari waktu ke waktu.
Pentingnya kinerja rantai pasok dapat ditemukan didalam hasil penelitian Vinícius
Gustavo Trombinb and Rafael Bordonal Kalakic (2013) di Brazil tentang orange
juice menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah konsumen dikarenakan
distribusi orange juice yang tidak responsive didalam rantai pasok. Orange juice
yang tidak dapat memenuhi keinginan konsumen pada waktu, tempat, dan harga
akan kehilangan keuntungan lebih besar dibandingkan orange juice yang memiliki
rantai pasok dengan kinerja yang efisien.
Keberhasilan rantai pasok dapat dilihat dari tingkat kinerja yang
dimilikinya, menurut Pettersson (2008) kinerja rantai pasok dapat diukur melalui
13

perhitungan biaya total rantai pasok terdiri dari penjumlahan harga di tingkat
petani, biaya transportasi dan pengemasan, biaya mark-up, serta pemborosan
akibat barang usah dan biaya kehilangan dalam transportasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Beamon (1996) menyatakan bahwa pengukuran kinerja rantai
pasok dapat melalui pendekatan biaya, respon konsumen, activity time, dan
fleksibilitas. Contoh pengukuran kinerja rantai pasok yang menggunakan
pendekatan biaya adalah penelitian Dilana (2013) yang meneliti kakaodengan
analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya pada
setiap saluran pemasaran dalam struktur rantai pasok biji kakao. Hasil
penelitiannya menunjukan marjin pemasaran terendah dan nilai farmer’s share
tertinggi yaitu pada saluran ke-4 (petani-pedagang pengumpul tingkat kabupaten-
pedagang besar) dengan nilai marjin pemasaran sebesar Rp 929/kg dan nilai
farmer’s share sebesar 94.37 persen. Sedangkan nilai rasio keuntungan terhadap
biaya terbesar pada saluran ke-3 (petani-pedagang pengumpul tingkat kecamatan-
pedagang besar) yaitu sebesar 4.68.
Kebanyakan pengukuran kinerja rantai pasok selalu dikaitkan dengan
pengukuran efisiensi rantai pasok organisasi tersebut(Chakravarthy, 1986;
Venkatraman dan Ramanujan, 1986; Eccles, 1991; Kaplan dan Norton, 1992;
Brown dan Leverick, 1994) dan kebanyakan studi rantai pasok pada agro-industri
dipengaruhi banyak teori ekonomi yang berfokus pada kebijakan publik, struktur
organisasi, serta daya saing industry padahal rantai pasok lebih fokus kepada
efisiensi, efektivitas, operasiona, serta kebutuhan konsumen (Pereira dan Csillag,
2004). Sistem pengukuran rantai pasok haruslah sesuai dengan sistem yang
sedang berjalan, bisa jadi satu rantai pasok dan rantai pasok lainnya memiliki
perbedaan sistem pengukuran (Beamon, 1996). Penentuan kinerja rantai pasok
sendiri dapat diambil berdasarkan evaluasi dan perkembangan rantai pasok,
perkembangan prosedur dan model dari rantai pasok, isu-isu terkait yang
mempengaruhi rantai pasok, dan juga teknik umum yang telah
ditentukan(Beamon, 1996)

Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan nilai tangible yang ditambahkan dan jasa


intangible yang dipasok (Hines 2004). Nilai tambah berhubungan dengan prinsip
rantai pasok karena dengan penambahan nilai pada suatu produk pertanian maka
komoditas tersebut akan lebih mudah diterima oleh pasar yang luas(Coltrain,
Barton and Boland, 2000). Amanour dan Boadu (2004) konsep nilai tambah
didalam bisnis merupakan bagian dari rantai pasok karena aktiftias yang
dilakukan didalam penambahan nilai produk sampai saat ini dilakukan juga oleh
rantai pasok pada perusahaan downstream.Wood (1978) mengilustrasikan
penambahan nilai pada produk pertanian dengan mencontohkan seseorang yang
membeli bahan baku mentah kemudian orang tersebut memproduksi suatu barang
dan menjual barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi Lal (1999)
memberikan ilustrasi mengenai perhitungan nilai tambah di level industry,
menurutnya ada dua jenis nilai tambah yaitu gross value added dan net value
added. Gross value added adalah nilai dari output dikurangi nilai dari konsumsi
antara yang dihasilkan barang dan jasa, sementara net value added adalah nilai
14

dari output dikurangi nilai antara dan konsumsi fix capital. Menurut USDA
(2002) konsep nilai tambah pada pertanian adalah saat sebuah barang
mendapatkan perlakukan baik pada saat proses produksi ataupun penyaluran
kepada konsumen sehingga dengan aktiftias tersebut konsumen mengeluarkan
uang lebih banyak untuk barang yang dibelinya.
Pada penelitian Hayami, Kawagoe, dan Marooka (1985) nilai tambah
didalam pemasaran diukur dengan menghitung nilai yang dibuat pada tahap
produksi tertentu oleh faktor–faktor produksi, termasuk nilai tangible yang
ditambahkan melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal,
serta nilai intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual (menggunakan
aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu hubungan kerja sama yang
dibangun). Pada penelitian Hayami (1985) yang berjudul Agricultural Marketing
and Processing in Upland Java perhitungan nilai tambah digunakan untuk
mengetahui kontributsi kegiatan pemasaran kedelai didalam produksi kedelai,
hasilnya menunjukan bahwa kegiatan pemasaran mampu menyumbang 50% dari
pendapatan buruh serta memiliki intensitas hingga 60% dari total pekerjaan yang
terdapat pada produksi kedelai.
Menurut Dilana (2013) peningkatan nilai tambah pada produk primer
komoditas pertanian menjadi salah satu langkah agar dapat meningkatkan
pendapatan petani terutama di wilayah pedasaan. Dalam penciptaan nilai tambah
Cowan (2002) mencontohkan bahwa dari tahun 1910 hingga 1990, kondisi
farmer’s share di Amerika Serikat terhadap produk domestik bruto (PDB) sistem
pangan keseluruhan turun dari 21 persen menjadi lima persen, sementara
sumbangan input pertanian dan subsektor distribusi meningkat dari 13 persen
menjadi 30 persen. Hal ini menunjukkan adanya peran penciptaan nilai tambah
produk pertanian pada strategi pembangunan ekonomi pedesaan di masa depan.
Contoh tersebut merupakan kesempatan bagi produsen untuk menciptakan nilai
tambah dan mengambil keuntungan dari komoditasnya untuk diproses secara
lokal. Dengan begitu diharapkan peningkatan nilai tambah akan memberikan
keuntugnan bagi petani, usaha pedesaan, dan masyaratak pedesaan. Selain itu,
dengan bukti yang diutarakan Cowan maka penciptaan nilai tambah dipercaya
akan mampu meningkatkan peerekonomian karena penciptaan nilai tambah
artinya penyerapan tenaga kerja yang baru dan pada ujungnya diharapkan akan
meningkatkan perekonomian di tempat tersebut.
Menurut Dilana (2013) sebelummemutuskan untuk memasuki pasar baru
harus terlebih dahulu menentukan bisnisyang paling menguntungkan. Hal ini
sangat penting bagi orang-orang miskin yangmemiliki sumber daya yang terbatas
sehingga tidak memilih pasar yang salah.Pendapatan, biaya, dan marjin harus
dibandingkan dalam rantai nilai (keduasaluran pemasaran yang berbeda dan rantai
produk yang berbeda). Selain itu jugapotensi scaling up dan investasi yang
diperlukan harus diselidiki.Setelah memetakan rantai nilai langkah berikutnya
adalah untukmempelajari aspek-aspek tertentu dari rantai nilai secara mendalam.
Ada berbagaipilihan aspek yang dapat dijabarkan lebih lanjut diantaranya adalah
biaya danmarjin. Analisis biaya dan marjin harus dipertimbangkan untuk
mengetahuiapakah rantai nilai merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat
miskin danapakah rantai nilai dapat diakses bagi masyarakat miskin.
15

3. KERANGKA PEMIKIRAN

Rantai Pasok
Baatz (1995) menyatakan bahwa secara konseptual rantai pasok
merupakan keseluruhan proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga
menjadi produk yang habis masa pakainya. Golicicetal(2002) menyatakanbahwa
rantai pasok harus dapat menjelaskan hubungan yang mendasar diantara para
anggota dalam sebuah organisasi dari mulai transaksi simple hingga transaksi
yang sangat kompleks. Håkånsson and Snehota (1995) menyatakan bahwa dua
perusahaan tidak saja berususan dengan hal-hal yang menyangkut dua perusahaan
tersebut namun juga terdapat berbagai macam urusan yang menyangkut hal lain,
begitu juga dengan rantai pasok. Rantai pasok pun berhubungan satu dengan
lainnya, maka menurut Vorst(2006) rantai pasok yang tergabung ke dalam
jaringan yang kompleks disebut Food Supply Chain Network. Menurut
Vorst(2006) untuk menganalisis rantai pasok yang kompleks dibutuhkan “bahasa”
yang dapat mendeskripsikan rantai pasok, pihak yang terlibat, proses, produk,
sumberdaya, manajemen, hubungan antar atribut dan hal lain yang yang tidak
terdefinisi. Lambert dan Cooper (1998) mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengembangkan empat elemen yang dapat digunakan untuk menganalisis rantai
pasok, yaitu struktur jaringan, rantai proses bisnis, manajemen rantai dan jaringan,
dan sumberdaya rantai. Untuk dapat lebih jelas mengetahui hubungan antara satu
elemen dan elemen lain dapat dilihat pada gambar 4.
Struktur jaringan rantai pasok menjelaskan batas dari jaringan rantai pasok
dan mendeskripsikan anggota utama dan anggota pendukung didalam jaringan
rantai pasok, selain itu juga jaringan rantai pasok akan menjelaskan peran-peran
dari para anggota rantai pasok, serta menjelaskan mengenai konfigurasi
kelembagaan yang terdapat didalam jaringan. Rantai proses bisnis digunakan
untuk menjelaskan aktivtias bisnis yang didesain memproduksi output baik
berupa produk fisik ataupun servis dan informasi. Aktivtias bisnis yang dijelaskan
pada rantai proses bisnis yaitu pengembangan produk, pemasaran, keuangan, dan
manajemen hubungan pelanggan. Manajemen jaringan dan rantai merupakan
kordinasi dari struktur manajemen jaringan yang memfasilitasi lembaga-lembaga
terkait didalam rantai pasok untuk membuat keputusan dengan menggunakan
sumberdaya rantai sehingga tujuan FSCN dapat tercapai. Menurut Lambert dan
Cooper (1998) ada dua komponen manajerial didalam rantai pasok yang pertama
adalah komponen teknik dan fisik dan yang kedua adalah komponen manajerial
dan perilaku. Sumberdaya rantai diguakan untuk memproduksi suatu produk dan
mengantarkan kepada pelanggan, sumberdaya rantai terdiri dari sumberdaya
manusia, sumberdaya fisik, dan sumberdaya teknologi.

Fungsi dan Biaya Pemasaran


Menurut Kotler (2003) ada tiga fungsi pokok pemasaran yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah kegiatan
yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan
yang terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan, fungsi fisik merupakan
semua kegiatan yang berlangsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan
kepuasan tempat, bentuk dan waktu. Kegiatan yang termasuk ke dalam fungsi
16

fisik adalah kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan, dan fungsi


fasilitas merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan
pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Untuk menjalankan
fungsi-fungsi pemasaran akan diperlukan beberapa jasa pendukung lainnya, antara
lain jasa pengolahan pasca panen (seperti pembersihan, penyimpanan,
pemeliharaan) dan jasa transportasi.

 Anggota-anggota dalam Hubungan proses bisnis rantai,


FSCN Struktur Rantai Pola distribusi, Anggota rantai
 Peran setiap anggota pendukung, Perencanaan &
Pasok penelitian kolaboratif, Jaminan
FSCN yang terlibat
identitas merek, Aspek risiko,
danTrust building

Sasaran Manajemen Rantai Proses Bisnis Kinerja


dan Jaringan
Rantai Rantai Pasok Rantai
Pasok Pasok

 Pemilihan mitra  Sumber daya fisik


 Kesepakatan kontraktual Sumber Daya  Sumber daya teknologi
 Sistem transaksi Rantai Pasok  Sumber daya manusia
 Dukungan pemerintah  Sumber daya modal
 Kolaborasi rantai pasok

Gambar 4. Kerangka Analisis Rantai Pasok Berdasarkan FSCN


Sumber : Vorst (2006)

Dalam proses pemasaran produk pertanian dari produsen hingga konsumen


akhir, terjadi peningkatan nilai tambah baik berupa nilai guna, tempat maupun
waktu. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan fungsi produksi sebelum produk
pertanian sampai ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pertanian sebagaimana telah dijelaskan terdahulu antara lain
mencakup fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitasi
Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Dalam
melakukan fungsi penjualan, produsen harus memperhatikan kualitas, kuantitas,
bentuk dan waktu yang diinginkan konsumen atau partisipan pasar dari rantai
pemasaran berikutnya. Selain itu fungsi pertukaran juga menjadi titik penentuan
harga pasar. Sesuai dengan karakteristik konsentrasi distributif pada sistem
tataniaga produk pertanian, fungsi pembelian umumnya diawali dengan aktivitas
mencari produk, mengumpulkan dan menegosiasikan harga.
Fungsi penyimpanan adalah turunan dari fungsi fasilitas, dimana menurut
Subagya (1988) penyimpanan juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dan
usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang
17

persediaan di dalam ruang penyimpanan. Fungsi penyimpanan erat kaitannya


didalam penyelenggaraan rantai pasok, dimana agar produk pertanian tertentu
selalu tersedia dalam volume transaksi dan waktu yang diinginkan harus
dilakukan pengelolaan stok produksi tahunan maka fungsi penyimpanan
memainkan peran didalam kasus ini.
Fungsi transportasi ada karena biaya transportasi telah memainkan peran yang
luar biasa dalam pemasaran produk pertanian. Biaya transportasi terendah dari
lokasi produksi akan menentukan keunggulan komparatif suatu produk pertanian.
Untuk jenis komoditi tertentu, truk mungkin menjadi alat transportasi dengan
tarif termurah, namun untuk komoditi lain bisa jadi kereta apilah yang termurah.
Dengan demikian bila dalam tata niaga mungkin saja terjadi disparitas harga
produk pertanian yang sama, sebagai akibat perbedaan jarak antara sentra
produksi dan lokasi penjualan (pasar). Disparitas harga tersebut besarnya adalah
harga pasar dikurangi biaya transport. Dari uraian di atas diperoleh informasi
bahwa biaya transportasi tidak hanya dipengaruhi oleh perbedaan lokasi produksi,
tetapi juga lokasi agroindustri di mana produk pertanian diolah lebih lanjut.
Selain itu fungsi transportasi berhubungan timbal balik dengan fungsi pengolahan
dalam hal ukuran dan kualitas produk yang ditransaksikan.
Fungsi sortasi dan grading pada umumnya terjadi karena harga produk
semakin mahal seiring dengan semakin tingginya kualitas dan ukuran produk,
maka produsen dan penjual berusaha untuk tidak memasarkan produk dengan
ukuran terkecil dan kualitas terendah agar dapat menutup biaya pemasaran. Hal
ini merupakan alasan pentingnya ditentukan ukuran dan tingkatan kualitas produk
pertanian (grade) sebelum dipasarkan. Standarisasi dan grading merupakan
fungsi penunjang keberhasilan atau kelancaraan terjadinya transaksi. Standarisasi
merupakan kegiataan yang meliputi penetapan standar untuk produk, pengolahan
produk dalam rangka penetapan standar-standar yang sesuai dan bila perlu
dilakukan tindakan pengorganisasian sesuai dengan standar yang ditetapkan
(Assauri, 1987). Apabila produk mempunyai kualitas, ukuran dan jenis yang
seragam serta nilai ciri-ciri sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka
konsumen dapat membeli produk tersebut dengan kepercayaan bahwa produk itu
sesuai dengan kebutuhannya (Assauri, 1987)
Fungsi pembiayaan mencakup fungsi pengelolaan sumber daya dan
pengalokasian dana, termasuk pengaturan syarat-syarat penbayaran atau kredit
yang dibutuhkan dalam rangka usaha untuk memungkinkan barang atau produk
mencapai konsumen akhir. Kegiatan fungsi-fungsi pemasaran yang memerlukan
dana atau pembiayaan adalah pembelian atau penjualan, biaya penggudangan,
biaya angkut pengepakan, sortasi dan kegiatan promosi (Assauri, 1987)
Fungsi penanggungan resiko dalam pemasaran barang dan jasa terjadi karena
selalu terdapat sejumlah resiko yang tidak dapat dihindarkan. Resiko yang
terdapat dalam pemasaran mencakup penurunan mutu, kehilangan, kerusakan,
perpanjangan kredit dan perubahan penawaran atau permintaan yang semuanya
berdampak terhadap harga. Resiko ini disebabkan pergerakan atau pemindahan
barang melalui saluran pemasaran yang sering memakan waktu (Assauri, 1987).
Fungsi informasi dibutuhkan dalam menetapkan keputusan yang akan diambil
untuk pemasaran suatu produk. Informasi pasar mengenai produk apa dan produk
yang bagaimana yang diinginkan oleh kelompok konsumen yang ingin dilayani
serta berapa besar jumlahnya akan sangat menentukan keberhasilan pemasaran
18

produk yang dihasilkan. Untuk dapat menentukan produk yang akan dihasilkan
dengan tepat maka dibutuhkan informasi, baik dari konsumen maupun informasi
tentang perusahaan pesaing. Informasi pasar yang dikumpulkan berupa data–data
yang harus dinilai atau dianalisis dan diimplementasikan untuk dapat melihat
situasi dan kondisi yang dihadapi dalam pemasaran produk. Baik tidaknya hasil
penganalisaan informasi pasar ditentukan oleh kelengkapan dan ketepatan data
serta metode analisa yang digunakan. Keahlian tenaga penjual diuji dengan
melihat kemampuan dalam menganalisa data dan informasi pasar (Assauri,
1987).

Saluran Pemasaran
Apabila rantai pasok menurut Baatz (1995) merupakan keseluruhan
proses dari bahan mentah mulai diproduksi hingga menjadi produk yang habis
masa pakainya, maka saluran pemasaran merupakan bagian dari rantai pasok
karena menurut Bayuswastha (1982) mendefinisikan saluaran pemasaran
sebagai sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan
antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan
kegunaan bagi pasar tertentu dan Bovee dan Thill (1992) menyatakan bahwa
saluran pemasaran adalah sebuah sistem yang dirancang untuk memindahkan
barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yang terdiri dari orang-orang dan
organisasi yang didukung oleh berbagai fasilitas, peralatan, dan sumber daya
informasi. Sehingga saluran pemasaran fokus pada menggerakan barang dari
produsen hingga ke konsumen seperti pendapat Levens (2010) yang
mendefinisikan saluran pemasaran sebagai jaringan semua pihak yang terlibat
dalam menggerakkan produk atau jasa dari produsen ke konsumen atau pelanggan
bisnis dan Kotler dan Armstrong (2008) menjelaskan bahwa dalam menyediakan
produk dan jasa bagi konsumen, anggota saluran menambah nilai dengan
menjembatani kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan utama yang
memisahkan barang dan jasa dari mereka yang akan menggunakannya.
Bentuk saluran pemasaran yang paling sederhana adalah pemasaran
langsung atau langsung atau zero-level channel, dimana produsen sekaligus
memasarkan produk atau jasanya langsung kepada konsumen. Sedangkan
pemasaran tidak langsung melibatkan satu atau lebih perantara antara produsen
dan konsumen. Jenis pemasaran tidak langsung terdiri dari 1-level channel, 2-level
channel, dan 3-level channel. Dengan adanya perantara tersebut efisiensi dan
efektivitas saluran pemasaran akan tercapai. Pemasaran langsung maupun tidak
langsung dapat dilakukan dengan cara business to consumer (B2C) atau business
to business customers (B2B).
19

Gambar 5.Pemasaran Produk Non Pertanian (a) dan Produk Pertanian (b)
Sumber : Sudiyono (2004)

Berdasarkan Gambar 5(a) diketahui bahwa pada pemasaran produk non


pertanian lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat
direncanakan secara cermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan
barang. Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang
dalam jumlah besar, sehingga produsen dapat mendistribusikannya. Sifat
distributif diindikasikan dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari
produsen sampai ke konsumen. Dari gambar 5(b) terlihat bahwa produk pertanian
dihasilkan secara terpisah dan umumnya berupa bahan mentah yang masih
memerlukan pengolahan lebih lanjut serta dalam jumlah yang relatif sedikit
sehingga untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan lembaga pemasaran dalam
melakukan fungsi-fungsi pemasaran diperlukan volume perdagangan yang cukup
besar.

Gambar 6.Saluran Pemasaran


Sumber: Kottler (2003)

Menurut Kotler dan Armstrong (2008), saluran pemasaran terdiri dari


saluran pemasaran langsung (direct marketing channel) dan saluran pemasaran
tidak langsung (indirect marketing channel). Saluran pemasaran langsung tidak
mempunyai tingkat perantara, sehingga perusahaan menjual langsung kepada
konsumen. Sedangkan saluran pemasaran tidak langsung terdiri dari satu atau
20

beberapa perantara seperti pedagang grosir dan pedagang pengecer.Untuk lebih


detail mengenai saluran pemasaran barang industri menurut Kottler dapat dilihat
pada gambar 6
Sifat produk dan jasa, karakteristik konsumen, persaingan, dan lingkungan
bisnis akan mempengaruhi bentuk saluran pemasaran. Dalam mendistribusikan
produknya tentunya saluran pemasaran memiliki strategi, pada distribusi jagung
tidak ada strategi khusus dari produsen, karena sebagai produsen petani masih
bersifat konvensional sehingga pengorganisasian jual beli antar kelembagaan
masih sendiri sendiri, menurut Nurmalina (2010) strategi tersebut disebut saluran
pemasaran konvensional karena pada pengorganisasian secara konvensional,
setiap anggota bekerja secara sendiri-sendiri (independent), membeli dan menjual
produk dan jasa. Saluran ini dirgulasikan sendiri tergantung kekuatan dalam masar

Logistik
Menurut Levens (2010) dalam Nurmalina (2010) logistik adalah koordinasi
semua aktivtias yang berkaitan dengan transportasi atau pengiriman produk atau
jasa yang terjadi dalam ruang lingkup sebuah perusahaan atau organisasi tunggal.
Menurut Jonsson (2008), logistik dapat dideskripsikan sebagai ilmu aliran bahan
yang efisien. Logistik menjadi istilah umum untuk seluruh aktifitas yang secara
bekerjasama memastikan bahan dan produk agar berada di lokasi dan waktu yang
tepat sehingga menciptakan utilitas tempat dan waktu.
Logistik terdiri dari outbond logistic, inbound logistic, dan reverse logistic
dimana outbond logistic mengontrol pergerakan produk dari titik produksi ke
konsumen, Inbound logistic mengontrol pergerakan produk dari titik pemasok ke
manufaktur, sedangkanreverse logistic adalah metode untuk mengembalikan
produk atau jasa untuk dikembalikan, diperbaiki,atau didaur ulang. Ketiga
metode tersebut menangani aliran produk, aliran uang, dan aliran informasi
didalam pengaliran sebuah produk atau jasa. Aliran produk mengalir dari pemasok
bahan baku, perusahaan manufaktur, penjual perantara, dan konsumen akhir.
Sedangkan aliran uang mengalir berlawanan arah dari konsumen perantara ke
perusahaan manufaktur dan berakhir di pemasok. Kesemua metode yang yang
berada di dalam sistem logistik ini terintegrasi didalam manajemen rantai pasok.

Efisiensi Pemasaran
Efisiensi dalam industri pangan merupakan ukuran yang sering digunakan
untuk dari kinerja pasar. Kohls dan Uhl (2002). Peningkatan efisiensi merupakan
tujuan petani, perusahaan, dan konsumen karena dengan efisiensi maka kinerja
pemasaran lebih baik sedangkan apabila efisiensi menurun berarti kinerja lebih
buruk. Maka, apabila sistem pemasaran dikatakan efisien berarti kegiatan
pemasaran yang dilakukan telah berhasil mengoptimalkan input tanpa mengurangi
kepuasan konsumen. Menurut Dilana (2012) terdapat dua pendekatan yang dapat
digunakan dalam efisiensi pemasaran terdiri dari dua cara yang meliputi efisiensi
operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional yaitu situasi dimana biaya
pemasaran berkurang tanpa harus mempengaruhi sisi output rasio efisiensi (Kohls
dan Uhl 2002). Dalam kajian efisiensi operasional, analisis yang sering dijadikan
acuan efisiensi operasional adalah analisis margin pemasaran dan farmer’s share
(Asmarantaka 2012). Efisiensi harga merupakan kemampuan sistem pasar untuk
mengalokasikan sumber daya secara efisien dan mengkoordinasikan produksi
21

pangan serta proses pemasaran sesuai dengan keinginan konsumen (Kohls dan
Uhl 2002) pernyataan ini diperkuat oleh pernyataan Asmarantaka (2012) bahwa
efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem pemasaran dalam
mengalokasikan sumberdaya yang efisien, sehingga apa yang diproduksi produsen
harus sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen sehingga dapat disimpulkan
bahwa efisiensi harga dapat tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat
puas atau responsif terhadap harga (price signals) yang berlaku dan terjadi
keterpaduan atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar di tingkat petani.
Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator margin
pemasaran dan farmer’s share, serta benefit cost ratio

Analisis Marjin Pemasaran Pada Rantai Pasok


Marjin pemasaran merupakan perbedaan atau selisih harga yang dibayarkan
konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen.Marjin pemasaran
dapat dikatakan sebagai nilai jasa mulai dari produsen hingga ke
konsumen.Menurut Kohl dan Uhls (2002) Marjin merupakan bagian dari harga
konsumen yang tersebur pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat.Sedangkan
Dahl dan Hammond menggambarkan marjin sebagai perbedaan harga di tingkat
lembaga pemasaran dengan harga di tingkat produsen.Nilai marjin pemsaran
merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk terjual.
Menurut Asmarantaka (2012), konsep margin pemasaran merupakan
perbedaan harga di tingkat petani produsen dengan harga di tingkat konsumen
akhir atau di tingkat retail. Pengertian margin ini adalah pendekatan keseluruhan
dari sistem pemasaran produk pertanian, mulai dari tingkat petani sebagai
produsen primer sampai produk tersebut tiba di tangan konsumen akhir, dansering
dikatakan Margin Pemasaran Total (MT). Pengertian margin juga sering
dipergunakan untuk margin di tingkat lembaga pemasaran (Mi) yang merupakan
selisih harga jual di tingkat lembaga ke-i dengan harga belinya. Dengan demikian
MT = jumlah dari Mi (i = 1,2,...,n adalah perusahaan atau lembaga-lembaga yang
terlibat).Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
ketersediaan fisik pemasaran seperti pengangkutan, penyimpanan, pengelolaan,
risiko kerusakan, dan lain lain (Limbong dan Sitorus, 1987).
Untuk lebih jelas mengenai marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar
7, dapat dilihat bahwa margin pemasaran total (MT) merupakan selisih antara
harga di tingkat konsumen akhir (Pr) dengan harga di tingkat petani (Pf). Adapun
nilai margin pemasaran (value of marketing margin) adalah selisih harga pada dua
tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan.

Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok


Menurut Asmarantaka (2012) farmer’s share merupakan porsi dari nilai
yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk
persentase.Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa apabila aktifitas nilai tambah
utilitas pada suatu komoditas banyak dilakukan oleh petani maka nilai farmer’s
share yang diperoleh lebih tinggi. Menurut Asmarantaka (2012) efisiensi
pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi pemasaran yang ada, biaya-
biaya dan atribut produk. Meskipun nilai farmer’s share rendah, margin
pemasaran tinggi, dan saluran pemasaran panjang, namun terdapat peningkatan
kepuasan konsumen maka sistem pemasaran tersebut efisienPenanganan terhadap
22

fungsi-fungsi pemasaran yang kurang efisien dapat menyebabkan biaya


pemasaran menjadi lebih tinggi, karena tujuan lembaga pemasaran adalah mencari
keuntungan, maka biaya pemasaran itu dilimpahkan pada produsen atau
konsumen dengan menekan harga di tingkat produsen dan meningkatkan harga di
tingkat konsumen.Kondisi ini mengakibatkan perbedaan harga (marjin) antara
konsumen dan produsen. Menurut Kohls dan Uhl (2002) analisis tentang
producer’s share bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh
produsen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam setiap saluran
pemasaran.

Keterangan :
Df : Permintaan di tingkat petani (derived demand)
Dr : Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand)
Sf : Penawaran di tingkat petani (primary supply)
Sr : Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply)
Pf : Harga di tingkat petani
Pr : Harga di tingkat konsumen akhir
Qrf : Jumlah produkdi tingkat petani dan konsumen akhir
Margin pemasaran : Pr – Pf

Gambar 7. Kurva MarjinPemasaran


Sumber : Hammond dan Dahl (1977)

Untuk lebih jelas mengenai marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar
7, dapat dilihat bahwa margin pemasaran total (MT) merupakan selisih antara
harga di tingkat konsumen akhir (Pr) dengan harga di tingkat petani (Pf). Adapun
nilai margin pemasaran (value of marketing margin) adalah selisih harga pada dua
tingkat lembaga pemasaran dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan.
Analisis Farmer’s Share Pada Rantai Pasok
Menurut Asmarantaka (2012) farmer’s share merupakan porsi dari nilai
yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani dalam bentuk
persentase.Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa apabila aktifitas nilai tambah
utilitas pada suatu komoditas banyak dilakukan oleh petani maka nilai farmer’s
share yang diperoleh lebih tinggi. Menurut Asmarantaka (2012) efisiensi
pemasaran harus memperhitungkan fungsi-fungsi pemasaran yang ada, biaya-
biaya dan atribut produk. Meskipun nilai farmer’s share rendah, margin
pemasaran tinggi, dan saluran pemasaran panjang, namun terdapat peningkatan
kepuasan konsumen maka sistem pemasaran tersebut efisienPenanganan terhadap
23

fungsi-fungsi pemasaran yang kurang efisien dapat menyebabkan biaya


pemasaran menjadi lebih tinggi, karena tujuan lembaga pemasaran adalah mencari
keuntungan, maka biaya pemasaran itu dilimpahkan pada produsen atau
konsumen dengan menekan harga di tingkat produsen dan meningkatkan harga di
tingkat konsumen.Kondisi ini mengakibatkan perbedaan harga (marjin) antara
konsumen dan produsen. Menurut Kohls dan Uhl (2002) analisis tentang
producer’s share bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh
produsen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam setiap saluran
pemasaran.
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Pada Rantai Pasok
Menurut Broad way dan Wildasin, rasio manfaat dan biaya mengukur
perubahan ekonomi disaat terjadi perubahan didalam sumberdaya. Analisis rasio
manfaat dan biaya juga secara umum digunakan untuk melihat perubahan net
benefit dari aspek soial. Menurut Mehmood, et al (2011) dalam penelitian tentang
analisis manfaat dan biaya padi di Punjab, Pakistan bahwa analisis manfaat dan
biaya adalahmemaksimalkan perbedaan dari keuntungan dan biaya, perbedaanya
disebut net benefit yang mengindikasikan efisiensi. Semakin tinggi net benefit
tersebut maka semakin tinggi manfaat yang didapat oleh produsen.
Rasio manfaat dan biaya merupakan alat penting untuk menemukan
keenomisan suatu usahatani. rasio tersebut menghitung nilai yang diproduksi
setelah mengurangi biaya dari input. Hasilnya mengindikasikan nilai
pengembalian dibandingkan dengan input yang telah digunakan (Mehmood et al,
2011)

Analisis Nilai Tambah Hayami Pada Rantai Pasok Jagung


Menurut Hayami et. al. (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah
selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan
nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari
nilai tambah tersebut adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja,
modal, sumberdaya manusia, dan manajemen. Nilai tambah dapat dicapai dengan
merestrukrisasi produktivitas dari harga namun yang perlu diperhatikan adalah
sistem insentif yang diterapkan oleh produsen sehingga pada implementasi dari
nilai tambah tersebut sehingga dapat dirasakan keuntungan yang signifikan.
Menurut Coltrain, Barton, dan Borlan (2000) untuk memberikan perubahan pada
nilai tambah dapat dengan cara merubah dimensi seperti waktu, lokasi,
produk,atau servis, proses dan metode, dan informasi juga insentif yang diberikan.
Menurut Fairbaim (2004) pada sebuah laporan Standing Senate Committee baik
atau tidaknya nilai tambah yang diberikan pada suatu produk dapat terlihat dari
pertambahan jumlah pekerja dan perbaikan pada komunitas pada sebuah desa,
perbaikan pada nilai resiko ekonomi yang berhubungan dengan aktiftias
perdagangan komoditas tersebut, stabilitas keuangan para petani, inovasi dan riset,
ketergantungan terhadap harga dunia, peningkatan kualitas dan jangakauan
produk di pasar, membantu memberikan solusi dalam partnership untuk sebuah
rantai nilai, serta menambah kesempatan untuk petani memasarkan produknya
sehingga produknya dapat dikenal luas.
Menurut Setiawan (2009) analisis nilai tambah menggunakan metode
Hayami juga dimungkinkan untuk melihat struktur biaya yang dikeluarkan oleh
24

masing-masing anggota rantai pasok dalam menjalankan aktivtias dalam kegiatan


penyaluran jagung di dalam sebuah rantai pasokan.

Kerangka Pemikiran Oprasional

Produksi jagung nasional setiap tahun kiat meningkat, namun


peningkaktan tersebut tidak dibarengi dengan produksi jagung yang kontinyu
dengan kualitas yang memenuhi syarat. Dampak dari ketidakaadaan jagung
tersebut, industri-industri berbahan baku jagung terpaksa mengimpor jagung dari
luar. Di Jawa Barat sendiri, jagung memiliki produktivtias jauh melebihi jagung
nasional yaitu 6,8 ton/ha namun kenyataannya pabrik berbahan baku jagung
seperti produsen pakan ternak masih kesulitan mendapatkan jagung untuk bahan
baku industrinya. Maka, seyogyanya Jawa Barat harus mampu memenuhi
kebutuhan bahan baku jagung untuk industri tersebut agar tidak ada impor.
Jawa Barat sendiri adalah salah satu produsen terbesar jagung di Indonesia,
hal ini dikarenakan Jawa Barat memiliki akses lebih baik daripada provinsi
lainnya untuk masalah pengaliran fisik, informasi, dan dana.Walaupun telah
memiliki tingkat produksi yang tinggi, komoditas jagung di Jawa Barat masih
kalah dengan jagung impor karena jagung di Jawa Barat kesulitan didalam
memasok jagung ke industri pakan ternak karena kualitas yang tidak seragam di
tingkat petani serta stok jagung yang tidak stabil sepanjang tahun. Pedagang besar
menerima jagung dari petani tidak seragam dan hanya dalam waktu beberapa
bulan saja (tidak sepanjang tahun) sehingga menyulitkan suplai kepada pabrik-
pabrik pakan ternak. Pemerintah sendiri telah mendatangkan bantuan kepada
petani di wilayah sentra penghasil jagung seperti Garut dan Majalengka berupa
silo, mesin pengering, saprodi, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan
tersebut seharusnya dapat meningkatkan kualitas jagung yang diterima oleh
pedagang besar dan seharusnya stok jagung sepanjang tahun tetap terjaga. Maka,
diperlukan perbaikan didalam pemasaran agar jagung Jawa Barat dapat diterima
oleh pabrik pakan ternak, perbaikan didalam pemasaran memperbaiki rantai pasok
pemasaran. Maka didalam penelitian ini akan dianalisis kondisi rantai pasok
jagung di Jawa Barat, kinerja rantai pasok jagung di Jawa Barat, serta analisis
nilai tambah pada masing-masing aktivitas yang dilakukan anggota rantai pasok.
Analisis rantai pasok jagung dapat dikaji menggunakan kerangka Food
Supply Chain Network yang terdiri dari sasaran rantai pasok, struktur hubungan
rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumber daya rantai pasok, proses bisnis
rantai pasok, dan kinerja rantai pasok. Kinerja rantai pasok merupakan ukuran
dari keberhasilan rantai pasok, maka untuk dapat melihat dari tingkat kinerja
yang dimilikinya, kinerja rantai pasok dapat diukur melalui perhitungan efisiensi
pemasaran karena dalam industri pangan efisiensi merupakan ukuran yang sering
digunakan untuk dari kinerja pasar.Peningkatan efisiensi juga merupakan tujuan
petani, perusahaan, dan konsumen karena dengan efisiensi maka kinerja
pemasaran lebih baik sedangkan apabila efisiensi menurun berarti kinerja lebih
buruk. Maka, apabila sistem pemasaran dikatakan efisien berarti kegiatan
pemasaran yang dilakukan telah berhasil mengoptimalkan input tanpa mengurangi
kepuasan konsumen. Untuk dapat melihat sejauh mana aktiftias usaha pada
masing-masing anggota rantai pasok berkontribusi terhadap pendapatan dan
25

pekerja diperlukan pengukuran didalam nilai tambah, sehingga dapat dilihat nilai
tambah yang dibuat pada tahap produksi tertentu oleh faktor–faktor produksi,
termasuk nilai tangible yang ditambahkan melalui transformasi bahan mentah,
tenaga kerja dan barang modal, serta nilai intangible yang ditambahkan melalui
modal intelektual (menggunakan aset pengetahuan) dan hubungan pertukaran
(yaitu hubungan kerja sama yang dibangun).Sementara, untuk dapat melihat
sejauh mana aktiftias usaha pada masing-masing anggota rantai pasok
berkontribusi terhadap pendapatan dan pekerja diperlukan pengukuran didalam
nilai tambah, sehingga dapat dilihat nilai tambah yang dibuat pada tahap produksi
tertentu oleh faktor–faktor produksi, termasuk nilai tangible yang ditambahkan
melalui transformasi bahan mentah, tenaga kerja dan barang modal, serta nilai
intangible yang ditambahkan melalui modal intelektual (menggunakan aset
pengetahuan) dan hubungan pertukaran (yaitu hubungan kerja sama yang
dibangun
26

- Jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak


- Kesulitan didalam pemenuhan kebutuhan jagung untuk pakan
ternak.

Perbaikan pemasaran jagung Jawa Barat melalui perbaikan


rantai pasok pemasaran jagung.

Analisis rantai pasok


jagung di Jawa Barat

Kinerja rantai pasok

Kerangka kondisi rantai pasok :

1. Sasaran Rantai
2. Struktur Rantai
Nilai Tambah
3. Manajemen Rantai Pendekatan Efisiensi
4. Sumberdaya Rantai Pemasaran
5. Proses Bisni Rantai
1. Marjin Pemasaran
2. Farmer’s Share
3. B/C Rasio

Rekomendasi Perbaikan
Rantai Pasok

Gambar 8. Kerangka Pemikiran Analisis Rantai Pasok Jagung di Provinsi Jawa


Barat
27

4. METODOLOGIPENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa barat karena merupakan salah


satu sentra produksi jagung di Indonesia (BPS, 2013). Pengumpulan data
dilakukan pada bulan November 2013 hingga Januari 2014. Ada dua kabupaten
yang dipilih untuk lokasi penelitian, alasannya adalah kelembagaan/organisasi dan
petani yang dianggap mewakili petani jagung di wilayah Jawa Barat tersedia
dengan baik di kedua kabupaten tersebut.Menurut data Dinas Pertanian Jawa
Barat kabupaten yang memilki produksi tinggi untuk jagung yang dimaksud
adalah Kabupaten Garut dan Kabupaten Majalengka.Kedua Kabupaten tersebut
memiliki angka produksi tertinggi untuk wilayah Jawa Barat sehingga
memungkinkan pengumpulan data karena dianggap memiliki rantai pasok dengan
prospek pasar yang cukup jelas.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data primer dan sekunder.Data
primer diperoleh dari petani, pedagang, dan semua unit yang terlibat di dalam
rantai pasok.Hal ini bertujuan untuk memperoleh gambaran sistem rantai pasok
jagung dari produsen hingga ke konsumen. Data sekunder diperoleh dari instritusi
terkait, buku, jurnal, artikel, internet, dan literature lain yang memiliki hubungan
dengan topik penelitian.

Metode Penentuan Responden

Jumlah responden berjumlah 60 petani Jagung dari dua kabupaten terpilih


sebagai sentra jagung di Jawa Barat. Responden petani berjumlah 30 orang di
Kabupaten Garut, petani tersebut berasal dari Kecamatan Banyuresmi,
Limbangan, Cibiuk, dan Cisurupan. Sementara di Kabupaten Majalengka sebaran
petani jagung adalah 20 petani berasal dari Kecamatan Maja dan 10 dari
kecamatan Jatiwangi. Pengumpulan informasi rantai pasok di tingkat petani
menggunakan teknik Purposive Sampling, ini dimaksudkan agar peneliti lebih
mudah mendapatkan data yang berhubungan dengan tujuan penelitian, di tingkat
selanjutnya yaitu pengumpul desa dan pedagang besar peneliti menggukana teknik
Purposive Sampling dengan alasan yang sama. Adapun rincian dari lembaga
pemasaran yang diteliti pada penelitian ini adalah sebagai berikut lima pengumpul
desa dari Kecamatan Banyuresmi, lima pengumpul desa dari Kecamatan Cibiuk,
lima pengumpul desa dari kecamatan Jatiwangi, dua pengumpul kecamatan, satu
orang ketua koperasis, dan seorang pedagang besar.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunaka untuk mengalaisis
rantai pasok jagung sesuai dengan kerangka Food supply chain network (FSCN )
28

yang dikembangkan oleh Vorst (2005), untuk pengukuran kinerja rantai pasok
digunakan pendekatan efisiensi pemasaran dengan analisis margin
pemasaran,analisis farmer’share,dan rasio keuntungan dan biaya, serta untuk
melihat value added activities di setiap anggota rantai pasok digunakan analisis
kuantitatif menggunakan metode nilai tambah hayami.

Analisis Rantai Pasok Jagung

Analisis rantai pasok akan dilakuakn dengan kerangka Vorst (2006)


dengan metode deskriptif kualitatif dengan memperhatikan pendapat pakar dan
nara sumber. Kerangka yang dipakai untuk mendeskripsikan rantai pasok
menggunakan kerangka Food Supply Chain Network yang diadaptasi oleh Vorst
(2006)

 Anggota-anggota dalam Hubungan proses bisnis rantai,


FSCN Struktur Rantai Pola distribusi, Anggota rantai
 Peran setiap anggota pendukung, Perencanaan &
Pasok penelitian kolaboratif, Jaminan
FSCN yang terlibat
identitas merek, Aspek risiko,
danTrust building

Sasaran Manajemen Rantai Proses Bisnis Kinerja


dan Jaringan
Rantai Rantai Pasok Rantai
Pasok Pasok

 Pemilihan mitra  Sumber daya fisik


 Kesepakatan kontraktual Sumber Daya  Sumber daya
 Sistem transaksi Rantai Pasok teknologi
 Dukungan pemerintah  Sumber daya manusia
 Kolaborasi rantai pasok  Sumber daya modal

Gambar 9. Kerangka Rantai Pasok Van der Vorst


Sumber : Vorst et al (2006)

Ada empat unsur utama didalam kerangka FSCN, unsur tersebut antara
lain :

1. Struktur Rantai Pasok


Struktur rantai pasok menjelaskan mengenai batas jaringan rantai pasok dan
mendeskripsikan anggota utama rantai pasok beserta peran setiap anggota rantai
pasok. Selain itu struktur rantai pasok juga menjelaskan semua konfigurasi dan
pengaturan kelembagaan atau unsur-unsur di dalam rantai pasok yang membentuk
jaringan dan mendorong terjadinya berbagai proses bisnis.

2. Proses Bisnis Rantai Pasok


29

Proses bisnis rantai pasok menjelaskan mengenai aktifitas bisnis yang dirancang
untuk menghasilkan output tertentu (yang terdiri dari beberapa tipe fisik produk,
layanan, dan informasi) untuk pelanggan atau pasar tertentu. Selain proses
logistik dalam rantai pasok (seperti operasi dan distribusi) juga menjelaskan
mengenai pengembangan produk baru, pemasaran, keuangan, dan manajemen
hubungan pelanggan. Proses bisnis rantai pasok juga menjelaskan tingkat integrasi
proses bisnis antar anggota rantai pasok.

3. Manajemen Jaringan dan Rantai


Manajemen jaringan dan rantai menjelaskan koordinasi dan struktur manajemen
dalam jaringan yang memfasilitasi proses pengambilan keputusan dan proses
eksekusi atau pelaksanaan aktifitas oleh para anggota dalam rantai pasok, dengan
pemanfaatan sumberdaya rantai pasok untuk mewujudkan tujuan kinerja rantai
pasok. Penerapan manajemen rantai pasok dapat menjabarkan pihak mana yang
bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama dalam rantai pasok. Selain itu,
terdapat beberapa hal yang perlu dianalisis lebih lanjut seperti pemilihan mitra,
kesepakatan kontraktual dan sistem transaksi, dukungan pemerintah, dan
kolaborasi rantai pasok.

4. Sumber Daya Rantai Pasok


Sumber daya rantai pasok menjelaskan sumberdaya yang digunakan untuk
menghasilkan produk dan mengalirkannya hingga ke tangan konsumen (disebut
juga pengubahan sumber daya). Sumber daya rantai pasok meliputi sumber daya
fisik, teknologi, manusia, dan permodalan.
Diperlukan penjelasan atas kondisi rantai pasok sebelum mendeskripsikan
keempat unsur dalam kerangka analisis FSCN tersebut, penjelasan mengenai
deskripsi dari keempat unsur tersebut diawali dari menjelaskan mengenai sasaran
rantai pasok yang secara langsung berkaitan dengan setiap unsur dalam kerangka.
Sasaran rantai pasok dapat dijelaskan berdasarkan sasaran pasar dan sasaran
pengembangan. Sasaran pasar mendeskripsikan siapa pelanggan dan apa yang
diinginkan serta dibutuhkan dari produk yang dipasarkan. Sasaran pasar
menjelaskan mengenai diferensiasi jaringan didalam rantai pasok, keterpaduan
kualitas pasar, dan proses optimalisasi rantai pasok yang dilakukan anggota rantai
pasok. Adapun bentuk sasaran pengembangan dapat berupa penciptaan
koordinasi, pengembangan penggunaan teknologi informasi, dan hal lain yang
dapat menghasilkan peningkatan kinerja rantai pasok.

Analisis Kinerja Rantai Pasok


Kinerja rantai pasok menggunakan analisis efisiensi pemasaran. Analisis
efisiensi pemasaran dalam penelitian ini merupakan pendekatan yang digunakan
untuk mengukur dan menilai efisiensi rantai pasok yang menggambarkan kinerja
dari rantai pasok secara keseluruhan. Kohls dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa
pendekatan yang dapat digunakan dalam efisiensi pemasaran terdiri dari dua cara
yang meliputi efisiensi operasional dan efisiensi harga. Analisis efisiensi
pemasaran pada penelitian ini dilakukan dengan hanya menggunakan pendekatan
efisiensi operasional.
a.Analisis Marjin Pemasaran
30

Analisis marjin dilakukan secara kuantitatif. Analisis ini didasarkan pada data
primer yang dikumpulkan dari setiap tingkat lembaga pemasaran mulai dari
produsen sampai ke konsumen.
Margin pemasaran jagung dapat dihitung melalui pengurangan harga
penjualan dengan harga pembelian jagung pipilan di setiap lembaga pemasaran
yang terlibat. Perhitungan margin pemasaran juga dapat dilakukan melalui
penjumlahan antara biaya pemasaran yang dikeluarkan dari adanya pelaksanaan
fungsi-fungsi pemasaran dengan keuntungan lembaga pemasaran yang diperoleh
karena adanya sistem pemasaran. Adapun margin pemasaran total merupakan
jumlah dari margin pada masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematis,
margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka 2012):
Mi = Pji – Pbi
Mi = Ci + πi
Pji – Pbi = Ci + πi
Melalui persamaan di atas, diperoleh persamaan baru yang merumuskan
keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i seperti berikut ini:

πi = Pji – Pbi – Ci

Sedangkan margin pemasaran total adalah:


MT = Σ Mi
Keterangan :
Mi = Margin pemasaran di tingkat lembaga ke- i
Pji = Harga penjualan untuk lembaga pemasaran ke-i
Pbi = Harga pembelian untuk lembaga pemasaran ke-i
Ci = Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-i
πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i
MT = Margin total
i = 1, 2, 3, …, n

b.Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan salah satu indikator efisiensi pemasaran yang


dihitung untuk mengetahui seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari
harga yang dibayar konsumen akhir. Nilai farmer’s share memiliki hubunganyang
negatif dengan nilai margin pemasaran, semakin tinggi nilai margin pemasaran
maka nilai farmer’s share semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Farmer’s
share secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Asmarantaka 2012):
Fs = x 100 %
Keterangan :
Fs = Farmer’s share
Pf = Harga di tingkat petani
Pr = Harga yang dibayar konsumen akhir

Semakin mahal konsumen membayar harga yang ditawarkan oleh lembaga


pemasaran (pedagang), maka bagian yang diterima oleh produsen akan semakin
sedikit, karena produsen menjual komoditas pertanian dengan harga yang relative
rendah. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan negatif antara margin
31

pemasaran dengan bagian yang diterima produsen. Semakin besar margin maka
penerimaan produsen relatif kecil

c. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya

Analisis rasio keuntungan dan biaya dihitung secara kuantitatif. Untuk


mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga
pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C= Li
Ci
Keterangan :
Li : keuntungan lembaga pemasaran
Ci : biaya pemasaran

Analisis Nilai Tambah


Pembahasan pada aspek nilai tambah pemasaran bertujuan untuk mengetahui
besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasokan atas
tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya. Pada penelitian ini
analisis nilai tambah yang digunakan adalah nilai tambah pemasaran yang
dilakukan masing-masing anggota rantai pasok.

Tabel 6. Tabel Analisis Nilai Tambah Hayami


No Variabel Nilai
1 Output A
2 Bahan Baku B
3 Tenaga Kerja C
4 Faktor Konversi D=A/B
5 Koefisien Tenaga Kerja E=C/B
6 Harga Output F
7 Upah Rata-Rata G
Pendapatan Dan Keuntungan

1 Harga Bahan Baku H


2 Sumbangan Input Lain I
3 Nilai Output J=D*F
4 Nilai Tambah K=J-I-H
5 Rasio Nilai Tambah L=(K/J)*100%
6 Imbalan Tenaga Kerja M=E * G
7 Bagian Tenaga Kerja N=(M/K)*100%
8 Keuntungan O=K-M
9 Tingkat Keuntungan P=(O/K)*100%
Sumber : Hayami (1987)

Nilai tambah tersebut merupakan ukuran yang dipergunakan untuk melihat


aktivtias pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok, dari analisis nilai
tambah bisa dilihat sejauh mana aktivitas yang dilakukan oleh anggota rantai
pasok tersebut berpengaruh pada rantai pasok jagung Besarnya nilai tambah
32

tersebut dinyatakan secara matematik menggunakan metode Hayami.Data


mengenai analisa nilai tambah yang diperoleh dari wawancara dengan anggota
rantai pasok. Adapun prosedur pengolahan dengan metode Hayami dapat dilihat
pada tabel 6.
33

5. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat

Gambar 10. Peta Wilayah Jawa Barat


Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 50 50’ – 70
50’ lintang selatan dan 1040 48’-1080 48’ bujur timur, dengan batas
wilayah
1. Utara : Laut Jawa dan Provinsi DKI Jakarta;
2. Timur : Provinsi Jawa Tengah;
3. Selatan: Samudra Indonesia;
4. Barat : Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah penduduk
terbanyak di Indonesia. Luas wilayah Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah
daratan seluas 3,701,061.32 hektar dan garis pantai sepanjang 755,829 Km.
Secara administratif sejak tahun 2008, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Barat berjumlah 26 kabupaten/kota terdiri atas 17 kabupaten dan 9 kota
dengan 625 kecamatandan 5,877 desa/kelurahan.
Menurut data BPS Jawa Barat, daratan Jawa Barat dapat dibedakan atas
wilayah pegunungan curam (9.5 persen dari total luas wilayah Jawa Barat)
34

terletak di bagian Selatan dengan ketinggian lebih dari 1,500 m di atas


permukaan laut (dpl); wilayah lereng bukit yang landai (36.48 persen)
terletak di bagian tengah dengan ketinggian 10-1,500 m dpl. Tutupan lahan
terluas di Jawa Barat berupa kebun campuran (22.89 persen dari luas
wilayah Jawa Barat), sawah (20.27 persen), dan perkebunan (17.41 persen).
Dari data tersebut maka dapat disimpulkan Jawa Barat memenuhi syarat
untuk tumbuh, karena umumnya tanaman jagung (Zea mays L) memiliki
daya adaptasi yang baik di derah tropis seperti di Indonesia.
Jumlah penduduk provinsi Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai
46,497,175 jiwa. Proporsi pekerja sendiri menurut lapanganpekerjaan
merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian
dalam menyerap tenaga kerja. Hal lain dapat pula mencerminkan struktur
perekonomian suatu wilayah. Sebagian besar penduduk Jawa Barat yang
bekerja pada tahun 2010, memiliki lapangan pekerjaan utama di sektor
Pertanian. Persentase penduduk yang bekerja pada sektor pertanian
disajikan pada Tabel 7.
Terlihat dalam tabel 7 jumlah tenaga kerja menurut sektor bahwa
sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 23,40% dari total penduduk
di Jawa Barat dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertanian
masih menjadi andalan bagi penduduk Jawa Barat. Sektor pertanian masih
merupakan sector penting sebagai penggerak roda perekomian. Jagung
merupakan salah satu potensi besar yang dapat memberikan kontribusi
didalam perekonomian masyarakat Jawa Barat apabila dapat dikembangkan
dengan baik.

Tabel 7. Jumlah Tenaga Kerja Jawa Barat


Sektor Laki-Laki Presentase Perempuan Presentase Jumlah
Pekerjaan ( Orang) (%) ( Orang) (%) ( Orang)
Pertanian 2.732.047 23,78 1.232.196 22.59 3.964.266
Industri 2.079.571 18,10 1.309.716 24.01 3.389.305
Perdagangan 2.534.128 22,06 1.672.761 30.67 4,206.911
Jasa 1.617.808 14,08 1,039,364 19.05 2.657.186
Lainnya 2.524.053 21,97 200.800 3.68 2.724.874
Jumlah 11.487.607 100 5.454.837 100 16.942.544
Sumber : BPS (2012)

Gambaran Umum Kabupaten Garut


Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Tenggara pada
koordinat 6º56'49 - 7 º45'00 Lintang Selatan dan 107º25'8 - 108º7'30 Bujur
Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar
306.519 Ha (3.065,19 km²) dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Utara: Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang
2. Timur: Kabupaten Tasikmalaya
3. Selatan: Samudera Hindia
4. Barat: Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur

Kabupaten Garut yang secara geografis berdekatan dengan Kota


Bandung sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, merupakan daerah
35

penyangga dan hinterland bagi pengembangan wilayah Bandung Raya. Oleh


karena itu, Kabupaten Garut mempunyai kedudukan strategis dalam
memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung, sekaligus
berperan di dalam pengendalian keseimbangan lingkungan.
Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan
sebagai daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate). Bulan basah
di Kabupaten Garut terdiri dari 9 bulan dan bulan kering 3 bulan. Kabupaten
Garut sangat baik bila dijadikan sentra pertanian karena iklim yang
mempengaruhi pertumbuhan tanman jagung (Zea mays L) antara lain adalah
curah hujan > 1200 mm (S1), suhu 20 – > 26 oC dan penyinaran (Warisno,
2007).
Kabupaten Garut merupakan wilayah yang sangat kaya sumberdaya
alam. Wilayah seluas 3.065 km2 tersebut dihuni oleh 2.737.526 jiwa
penduduk (BPS, 2012), atau dengan kepadatan penduduk 893 jiwa per km2.
Secara administrasi saat ini Kabupaten Garut terbagi menjadi 42 kecamatan,
21 kelurahan dan 403 desa. Sebagian besar pendapatan masyarakat Garut
didapatkan dari pertanian (39%) dan perdagangan Pariwisata (23%). Dari
data jumlah tenaga kerja tersebut bisa disimpulkan bahwa pennduduk Garut
mengandalkan pendapatan dari bertani, sejauh ini Kabupaten Garut
merupakan penghasil nomor satu untuk komoditas jagung. Dinamika rantai
pasok jagung di Jawa Barat akan terekam jelas di Kabupaten Garut,
sehingga Kabupaten Garut dapat mewakili Jawa Barat untuk daerah
penelitian.
36

Gambar 10. Peta Wilayah Garut

Tabel 8. Jumlah Tenaga Kerja di Garut

Jenis Bidang Pekerjaan Laki-Laki Presentase Perempuan Presentase Jumlah Presentase


(Orang) (%) (Orang) (%) (Orang) (%)
Pertanian 249210.17 37,07 140921 44.87 387438 39,23
Pertambangan 559039.03 0,83 483 0.14 6320 0.64
Industri 61022.8146 9,06 32882 10,49 93427 9.46
Listrik, Gas, Air 26941.64 0,40 31657 0,08 3061 0.31
Konstruksi 57789.8178 8,58 534 0,17 61725 6.25
Perdagangan dan 138614.7378 20,58 83353 26,54 219545 22.23
Pariwisata
Perhubungan 55769.1948 8,28 1099 0,35 60047 6.08
Keuangan 35697.673 0,53 1256 0,40 4839 0.49
Jasa 8756.033 13,45 50030 15,93 139647 14.14
Lainnya 8149.8461 1.21 3267 1.04 11456 1.16
Jumlah 673541 100,00 345438 100,00 987607 100,00
Sumber BPS, 2013
37

Gambaran Umum Kabupaten Majalengka


Kabupaten Majalengka secara geografis terletak di bagian Timur
Propinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 1080 03’ – 1080 19’ Bujur
Timur, Sebelah Timur 1080 12’ – 1080 25’ Bujur Timur, Sebelah Utara
antara 60 36’ – 60 58’ Lintang Selatan dan Sebelah Selatan 60 43’ – 70 03’
Lintang Selatan. Kabupaten Majalengka secara administratif berbatasan
dengan wilayah :
1. Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya
3. Sebelah Timur :Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan
4. Sebelah Barat : Kabupaten Sumedang

Luas wilayah Kabupaten Majalengka adalah 1.204,24 Km2, atau hanya


sekitar 2,71 % dari luas Wilayah Provinsi Jawa Barat (yaitu kurang lebih
44.357,00 Km2) yang terdiri dari 26 kecamatan. Luas wilayah tersebut
dibagi tiga daerah yaitu wilayah pegunungan 40,03%, wilayah perbukitan
31,27% dan wilayah dataran rendah 28,70 persen. Di Majalengka sendiri
wilayahnya sebagian besar merupakan persawahan, penanaman jagung (Zea
mays L) umunya dilakukan dilahan kering (tegalan) danlahan basa (sawah).
Penanaman jagung di lahan sawah umumnya dilakukan pada musim kemrau
setelah panen tanaman padi. Tanaman jagung mempunyai daya adaptasi
yang baik terhadap berbagai jenis tanah (Warisno, 2007).
Dengan luas wilayah tersebut Kabupaten Majalengka dihuni oleh
1.165.795 jiwa terdiri atas 582.229 jiwa laki-laki dan 583.566 jiwa
perempuan. Sumber pendapatan masyarakat Majalengka 38% dari sektor
pertanian, baik sebagai petani penggarap ataupun pemiliki lahan. Sektor
berikutnya adalah sektor perdagangan, banyak warga Majalengka yang
berdagang di Cirebon. Sektor pertanian di Majalengka masih menjadi ujung
tombak kegiatan perekonomian selain perkebunan Majalengka terkenal
sebagai penghasil padi dan jagung. Sekarang ini Majalengka menjadi
kabupaten dengan produksi kedua tertinggi untuk komoditas Jagung setelah
Kabupaten Garut.
38

Gambar 12 Peta Wilayah Kabupaten Majalengka

Berdasarkan hasil penelitian pada seluruh responden di wilayah


penelitian memperlihatkan petani jagung di Provinsi Jawa Barat berusia
antara 15 s.d 64 tahun, hal ini mengindikasikan bahwa petani jagung adalah
usia produktif. Usia minimal yang ditemukan adalah 26 tahun, hal ini
39

mengindikasikan bahwa usia dibawah 26 tahun jarang ditemukan petani


atau buruh tani karena usia tersebut mereka beralih profesi tidak menjadi
petani, maka tidak heran apabila tenaga kerja pertanian semakin sulit.
Tingkat pendidikan sendiri masih rendah tidak tamat SD hingga SD
mencapai 80% dari total responden sementara petani yang tamat SMA
menjadi PNS dan Guru.

Tabel 9. Jumlah Tenaga Kerja di Majalengka


Mata Pencaharian Jumlah Tenaga Kerja Presentase
(Orang) (%)
Pertanian 211750 38.66
Pertambangan / 4401 0.80
Penggalian
Industri 80096 14.62
Listrik Air dan Gas 899 0.16
Bangunan 29610 5.406
Perdagangan 127898 23.35
Angkutan / Komunikasi 24315 4.43
Jasa 65920 12.03
Lainnya 2790 0.50
Total 547679 100%
Sumber : BPS (2011)
Karakteristik Petani Jawa Barat

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemahaman terhadap


inovasi teknologi, hal ini mengindikasikan bahwa di wilayah penelitian
teknologi masih sulit dipahami dan diterapkan, padahal di wilayah
penelitian petani masih di usia produktif yang mampu merespon dengan
cepat teknologi dan inovasi.
Pengalaman bertani di wilayah jawa barat sendiri bisa dibilang tinggi
karena pengalaman usaha tani berpengaruh juga terhadap respon inovasi dan
teknologi, ini terbukti dengan adopsi penggunaan benih hibrida yang
mencapai 85% (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2010). Faktor umur,
pendidikan, dan pengalaman berusaha tani mempunyai peranan penting bagi
petani dalam mengembangkan usaha taninya baik dari segi produksi
maupun produktivitas. Sebab dalam usia produktif, tingkat pendidikan dan
pengalaman yang memadai, petani akan lebih rasional dalam mengambil
keputusan untuk memilih jenis komoditas dan skala usahanya. Status
usahatani jagung sebagai mata pencaharian sampingan atau utama akan
mempengaruhi sikap petani dalam menentukan komoditas usahatani amna
yag akan menjadi prioritas untuk dapat memberikan perhtaian alokasi
sumberdaya yang besa dan yang kecil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas kepemilikan lahan jagung
petani di wilayah penelitian masih relatif kecil di mana luas yang paling
besar yaitu 1,4 hektar dengan sebaran lahan 0,3 hektar-0,4 hektar.
Umumnya lahan dimiliki sendiri namun terdapat beberapa petani
menyewakan lahan untuk digarap, namun petani penggarap pun selalu
memiliki lahan sendiri selain menyewa lahan kepada orang lain.
40

Tabel 10. Karakteristik Petani Pada Penelitian


Karakteristik Petani
Karakteristik Petani Jumlah
Jumlah Persentase
Presentase
(Orang) (%)
A. Jenis Kelamin
a.Pria 48 80
b.Wanita 12 20
B. Usia
a.<15 Tahun 0 0
b.15-64 Tahun 54 90
c.>65 Tahun 6 10
C. Lama Pendidikan
a.0-6 tahun 48 80
b.7-9 tahun 9 15
c.>9 3 5
D. Pengalaman Bertani
a.< 10 tahun 12 2
b.11 s.d 20 tahun 34 55.7
c.21 s.d 30 tahun 8 1.3
d.> 30 tahun 6 1

Karakteristik Usahatani

Semakin tinggi tingkat ekonomi petani maka semakin luas lahan


untuk menanam. Dari hasil penelitian menunjukan petani menanam jagung
di lahan darat sebanyak 50% dan di lahan sawah 50%. Lahan darat biasanya
merupakan lahan tadah hujan dan biasanya merupakan lahan dataran tinggi,
petani di daerah ini menanam jagung ditumpang sari dengan cabe rawit atau
tomat. Petani yang memiliki lahan sawah dibagi dua kedalam sawah tadah
hujan dan sawah irigasi, di lahan ini petani hanya bisa menanam jagung di
kuartal terahir karena kuartal awal dan tengah lahan ditanam padi. Dalam
satu tahun 70% petani menanam jagung hanya satu kali dan sisanya dua
kali. Waktu panen petani yaitu pada awal tahun 30%(Februari-April), 50%
di akhir tahun (Oktober-November), dan 20% dua kali di awal tahun dan
pertengahan tahun (Juli-Agustus). Karakteristik petani Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 11.
Pada Tabel 11 terdapat keterangan bahwa sebanyak 40% petani
memiliki luas tanah hingga 3000 m2, perlu diperhatikan bahwa tidak
seluruhnya tanah bisa dipakai untuk menanam jagung. 50% petani yang
menanam jagung memiliki lahan darat, sedangkan 30% lahan yang dimiliki
petani adalah lahan sawah tadah hujan, dan hanya 20% petani yang
memiliki lahan dengan pengairan dengan irigasi.
Frekuensi tanam petani pertahun bervariasi dari satu kali hingga tiga
kali. Petani Jawa Barat 70% nya menanam jagung hanya satu kali pertahun
dan 30% nya menanam jagung dua kali pertahun. Frekuensi tanam
tergantung ketersediaan air, karena kebanyakan petani mengandalkan hujan
41

untuk pengairan di lahan maka tidak ada petani yang dapat menanam jagung
hingga tiga kali pertahun.

Tabel 11. Karakteristik Usahatani Petani Jawa Barat


Karakteristik Usaha tani Jumlah Petani Persentase
( Orang) (%)
A. Luas Lahan (Meter Persegi)
a.1200-3200 22 36.4
b.3201-5200 24 40
c.5201-7200 10 16.6
d.7201-9200 2 3.4
e.9200-11200 1 1.7
f.>11200 1 1.7
B. Jenis Lahan
a.Lahan Darat 30 50
b.Sawah Irigasi 12 20
c.Sawah Tadah Hujan 18 30
C. Frekuensi Tanam Pertahun
a.1 kali 42 70
b.2 kali 18 30
D. Waktu Panen
a.Awal Tahun 30 50
b.Awal dan Tengah Tahun 30 50
E. Harga Jual Jagung
a.Rp.2600/Kg-Rp.2800/Kg 19 31.7
b.Rp.2801/Kg-Rp.3200/Kg 39 65
c.>Rp. 3200/Kg 2 3.3

Waktu panen yang dilakukan petani bervariasi antara awal tahun,


pertengahan tahun, dan akhir tahun. Petani di Jawa Barat memanen jagung
50% di awal tahun, 50% di awal tahun dan pertengahan tahun. Tidak ada
petani yang memanen jagung di 4 bulan terakhir akhir tahun, ini
dikarenakan ada pergiliran tanaman dengan padi yang ditanam antara
pertengahan hingga akhir tahun.
Harga jual jagung di tingkat petani pada tahun 2013 berkisar dari
Rp. 2600/ Kg s.dRp.3300/ Kg. Biasanya petani yang panen di awal musim
panen raya akan mengalami harga rendah sementara petani yang panen di
akhir musim panen raya akan mendapatkan harga jagung yang tinggi.
Selain karena waktu panen, harga yang diterima oleh petani dipengaruhi
oleh jarak kebun dan tempat tinggal petani ke kota, semakin jauh tempat
tinggal petani dari kota maka harga yang diterima petani akan semakin
rendah. Selain faktor jarak, faktor hutang juga mempengaruhi harga yang
diterima oleh petani, beberapa petani yang memiliki hutang dengan nominal
yang besar kepada pedagang perantara menerima harga yang rendah,
42

biasanya harga tersebut diterima oleh petani setelah hutangnya dikurangi


oleh pedagang perantara, hitungannya sendiri biasanya tidak begitu jelas.

Budidaya Jagung di Wilayah Jawa Barat

Jagung di Jawa Barat dibudidayakan oleh petani pada awalnya


adalah untuk menggantikan kedelai dimana pada saat itu harga kedelai
jatuh sehingga pemerintah memberikan alternatif tanaman yang memiliki
harga lebih tinggi dari jagung. Jagung di Jawa Barat sendiri adalah jagung
tanaman pangan atau palawija bukan hortikultura, varietas yang dipakai
adalah jagung gigi kuda.

Sarana Produksi Pertanian


Di wilayah Jawa Barat sarana produksi jagung terbilang masih
tradisional, dari mulai pengolahan tanah hingga panen petani belum
menggunakan alat pertanian yang modern. Sarana yang dimiliki petani
hanya berkisar dari pacul, arit, penyemprot, dan tangan saja. Sementara
untuk pasca panen sebagian petani sudah menggunakan mesin pemipil
untuk memipil jagung.

Gambar 13. Jagung di Lahan Kering

Untuk benih, petani lebih memilih jagung dengan benih hibrida.


Menurut Dinas Tanaman Pangan Jawa Barat, sudah sekitar 80 % petani di
Jawa Barat saat ini menggunakan benih hibrida. Benih hibrida sendiri
43

didapat petani dari bandar, took pertanian, maupun bantuan pemerintah.


Ada perbedaan penggunaan benih antara dataran tinggi dan dataran rendah.

Gambar 14 Benih Jagung Hibrida P21


Pupuk yang digunakan oleh petani berkisar antara urea, NPK, TSP,
dan Phonska. Penggunaan pupuk oleh petani berkisar antara 2 hingga 3
kali. Harga pembelian relative setiap daerah antara Rp.1800-Rp.2200/Kg
untuk urea, TSP Rp. 2600/kg-Rp.2800/kg, Phonska Rp.2500/Kg dan NPK
Rp.2500/Kg Ketersediaan pupuk tersebut dibantu oleh bandar yang
menyalurkan dengan cara kredit kepada petani atau toko pertanian dengan
jaminan kelompok tani yang menaungi para petani tersebut. Pupuk-pupuk
tersebut merupakan pupuk yang masih disubsidi oleh pemerintah.
Media tanam petani di Jawa Barat ada dua yaitu lahan darat dan
lahan sawah. Lahan darat di Jawa Barat sendiri adalah lahan tadah hujan,
sementara untuk lahan sawah menggunakan sawah tadah hujan atau sawah
irigasi. Lahan darat kebanyakan digunakan untuk menanam jagung
sebanyak 2 kali per tahun, sedangkan untuk lahan sawah digunakan
menanam jagung hanya satu kali setahun.
Hama jagung di Jawa Barat sendiri relative sedikit, di dataran tinggi
seperti Garut hampir tidak ada hama untuk jagung, sementara di Majalengka
dan daerah lahan sawah lainnya hama yang paling banyak adalah belalang.
Hama yang menyerang tanaman jagung biasanya berasal dari tanaman lain
sisa rotating cropping atau multiple cropping seperti padi atau cabe merah.
44

Gambar 15 . Urea, Phonska/NPK, dan TSP

Tabel 12. Alat dan Waktu Yang Diperlukan Untuk Budidaya Jagung
Aktivitas Budidaya Alat Waktu
Pengolahan Tanah Cangkul 44 jam/ha
Penanaman Manual/Tanga 60 jam/ha
Pemupukan Manual/Tanga 44 jam/ha
Pembumbuman Manual/Tanga 176 jam/ha
Penyiangan Manual / Arit 160 jam/ha
Sumber: Kementan (2011)

Proses budidaya pada jagung di Jawa Barat masih menggunakan


tenaga manusia, proses budidaya terdiri dari pengolahan tanah, penanaman,
pembumuman, pemeliharaan, dan pemupukan. Pengolahan tanah untuk
menanam jagung diawali dengang membersihkan rumput liar sebelum
digemburkan. Penggemburan dilakukan dengan menggunakan cangkul.
Pengolahan tanah menghabiskan 25 HOK Pria dan 5 HOK wanita per
hektar dengan upah variatif berkisar antara Rp. 30.000-Rp.45.000 untuk pria
dan Rp. 20.000-Rp. 40.000 untuk wanita per HOK. Di beberapa daerah di
Jawa Barat biasanya pengolahan tanah diborongkan dengan biaya Rp.
1000.0000-Rp.1500.000 per hektar. Setelah pengolahan tanam, maka tanah
pun siap untuk ditanami benih, proses penanaman benih ini memakan
tenaga 12 HOK Pria dan 12 HOK wanita per hektar dengan, biasanya 7 hari
45

setelah mengolah tanah petani lalu memupuk dengan Phonska dan Urea atau
dengan NPK tergantung jenis tanah yang mereka miliki. Alat dan waktu
yang diperlukan untuk proses penanaman jagung dapat dilihat pada Tabel
12.

Gambar 16 Persiapan Panen Jagung

Tahap selanjutnya adalah pembumbunan, dimana pembumbunan ini


dilakuakn bersamaan dengan pemupukan yang kedua dan penyiangan.
Pembumbuman dan pemupukan dilakukan oleh 12 HOK Pria dan 12 HOK
wanita per hektar. Pemupukan, Pembumbunan, dan Penyiangan dilakukan
3-4 Hari dengan 24 HOK pria dan wanita (tergantung tenaga kerja yang ada
di setiap kampong) per hari.. Di sebagian wilayah dataran rendah jagung
biasanya dipupuk tiga kali sekaligus dilakukan pembumbunan dan
penyiangan. Jarak antara waktu pupuk pertama, kedua, dan ketiga biasanya
3 minggu yaitu pada minggu petama, keempat dan minggu ketujuh dari
waktu pengolahan tanah.

Panen dan Pasca Panen


Masa panen jagung di Jawa Barat adalah 3 bulan setelah tanam
karena petani jagung menggunakan bibit yang panennya lebih dari 100 hari.
Cara panen jagung petani di Jawa Barat masih sederhana yaitu
menggunakan tangan. Untuk panen sendiri memerlukan 30-40 HOK pria
dan wanita tergantung kondisi lahan yang digarap. Tenaga pria biasanya
digunakan untuk mengangkut jagung dari kebun kerumah. Sedangkan
tenaga wanita biasanya digunakan untuk mengambil jagung dari batang
jagung untuk dibersihkan dari bungkusnya.
Setelah panen, jagung di Jawa Barat memerlukan perlakuan pasca
panen. Walaupun masih sederhana, namun ini adalah syarat mutlak agar
jagung bisa dijual ke bandar. Jagung yang dijual ke bandar haruslah
berbentuk pipilan, maka dari itu petani memerlukan besaran biaya yang
dikeluarkan untuk proses perlakuan pasca panen ini. Proses setelah panen
antara lain memipil dan menjemur yang biayanya berkisar antara Rp.50/kg
dan dilakukan selama 3 hari apabila memipil manual dan 2 jam apabila
dengan mesin pipil, sementara untuk jemur tradisional memerlukan waktu 4
46

hari hingga kering memerlukan 4 HOK per hektar degnan panen 4-6 Ton
dan apabila menggunakan dryer maka biaya yang diperlukan sekitar Rp.
200/Kg. Sebenarnya, biaya panen dan pasca panen ini harus ditambah oleh
biaya pengangkutan dari tempat panen hingga ke rumah, karena petani
kebanyakan memakai ojek dan angkot untuk mengangkut hasil panen dari
lahan tempat panen jagung hingga ke rumah.
Output dari panen dan pasca panen ini adalah petani mendapatkan
jagung pipilan kering berkadar air dibawah 18%. Untuk jagung pipilan
kering yang dijemur 2 hari petani akan mendapatkan kadar air berkisar 18%,
apabila petani menjemur 3-4 hari petani akan mendapatkan kadar air
dibawah 18%. Pabrik pakan sendiri menerima kadar air dibawah 18%,
sedangkan pabrik makanan hanya menerima kadar air yang kering jemur
matahari bukan memakai dryer.

5. RANTAI PASOK JAGUNG DI JAWA BARAT


Sasaran Rantai Pasok

Sasaran rantai pasok merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh


seluruh anggota dalam suatu rantai pasok (Setiawan, 2009). Sasaran pasar
didalam rantai pasok akan menjelaskan tujuan rantai pasok jagung di Jawa
Barat. Ada dua sisi sasaran pasar, yaitu sasaran pasar dan sasaran
pengembangan. Kondisi rantai pasok didalam sasaran rantai pasok menjadi
salah satu unsur penentu mengenai baik atau tidaknya kelangsungan rantai
pasok.

Sasaran Pasar
Sasaran pasar jagung di Jawa Barat adalah pabrik ternak antara lain
PT Metro Inti Sejahtera, PT. Sierrad Produce, PT. Gold Coin, PT. Japfa
Comfeed, dan PT. Cargill Indonesia. Pabrik-pabrik ini selain menerima
jagung dari wilayah Jawa Barat tapi juga menerima jagung dari Lampung
dan Sumatera. Selain itu, sebagian kecil jagung digunakan untuk memasok
peternak ayam petelur (PAP) untuk diolah menjadi pakan ternak. Saat ini
terdapat permintaan jagung dari beberapa pabrik makanan, namun
permintaan tersebut sulit untuk dipenuhi terkait kadar air dan kuantitas
jagung. Salah satu pabrik makanan yang mendapat pasokan dari Jawa Barat
antara lain PT. Simba, namun jagung tersebut tidak banyak.
Pabrik pakan ternak (PPT) memiliki syarat minimum untuk suplai
jagung seperti kadar air yang diterima antara 14%-16% dengan kuota
minimum per 1000 ton. Sedangkan peternak ayam petelur membutuhkan
jagung dengan kadar air 14%-18%. Sistem penyortiran ulang di pabrik
pakan tetap diberlakukan sekalipun telah dilakukan penyortiran di gudang
pedagang besar. Pedagang besarseperti PT.Indra Niaga membagi jagung
menjadi tiga grade yaitu kualitas 1, kualitas 2, dan kualitas 3 yang
bergantung kepada tingkat kadar air. Kualitas 1 merupakan kualitas paling
tinggi dengan kadar air dibawah 14% dan telah dikeringkan minimal 2 kali,
kualitas 2 memiliki kualitas kadar 14%-16% dan dikeringkan maksimal
47

hanya dua kali, serta kualitas 3 merupakan kualitas paling rendah yaitu
jagung dengan kadar air diatas 16%. Menurut Qhairunisa (2014) sasaran
pasar juga dapat ditinjau dari upaya segmentasi pasar, kualitas yang
terintegrasi, dan optimalisasi rantai. Jagung yang dihasilkan petani jagung
sedari awal dikhususkan untuk kebutuhan pakan ternak, sehingga jagung
yang berasal dari Kabupaten Jawa Barat haruslah memiliki kualitas tinggi
dengan kadar protein tinggi agar dapat bersaing dengan jagung impor.
Perlakuan pasca panen jagung yang yang dilakukan oleh petani
jagung adalah memipil jagung dari tongkol serta menjemur jagung dengan
bantuan matahari agar jagung tidak berjamu, namun permasalahan yang
ditemukan dalam optimalisasi untuk mencapai sasaran rantai pasok adalah
di tingkat petani jagung memang dikeringkan namun perlakuan pengeringan
tersebut tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung,
sehingga petani lebih mementingkan kuantitas jagung yang memiliki kadar
air tinggi dan berharga rendah dibandingkan mengeringkan jagung sehingga
didapatkan jagung pipilan berkadar air rendah dan harga lebih tinggi, alasan
petani tidak mengeringkan jagung hingga kadar air rendah adalah karena
petani takut dengan dikeringkan besaran jagung yang dijual menjadi
berkurang. Maka diperlukan pengawasan terus menerus didalam mencapai
sasaran rantai pasok.

Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan jagung saat ini adalah meningkatkan
produksi jagung dan kualitas jagung.Namun untuk menambah tingkat
produksi diperlukan pembukaan lahan, saat ini pembukaan lahan baru
terkendala konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian, pemerintah
sendiri memiliki program pembukaan 20.000 ha lahan pertanian baru yang
dimaksudkan untuk menutupi konversi lahan tersebut, diharapkan dengan
pembukaan tersebut dapat meningkatkan produksi jagung saat ini.
Peningkatan kualitas jagung saat ini merupakan sasaran pengembangan
jagung, menurut Dinas Pertanian dan Hortikultura Jawa Barat (2014)
permasalahan dalam peningkatan kualitas jagung dapat dari perbaikan dan
pengawasan pola budidaya dan pasca penen yang dilakukan petani,
sehingga petani mematuhi anjuran yang telah ditetapkan sehingga hasil
panen dapat sesuai dengan yang diharapkan oleh petani, selain itu
diharapkan lembaga pemasaran lainnya dapat membantu dalam
menyampaikan informasi serta ikut mengawasi proses ini.

Struktur Hubungan Anggota Rantai Pasok

Struktur hubungan rantai pasok jagung di Jawa Barat dianalisis


berdasarka anggota yang membentuk rantai pasok dan peran dari setiap
anggota. Anggota rantai pasok dalam hal ini adalah lembaga atau para
pelaku yang terlibat dalam aliran produk, aliran finansial, dan aliran
informasi mulai dari petani padi hingga konsumen akhir. Struktur hubungan
rantai pasok terdiri dari lima anggota rantai pasok yaitu petani jagung,
pedagang pengumpul tingkat desa (PPD), pedagang pengumpul tingkat
kecamatan (PPK), koperasi,pedagang besar (PB) dan konsumen yaitu pabrik
48

pakan ternak (PPT) dan peternak ayam petelur (PAP). Struktur hubungan
rantai pasok jagung dapat dilihat pada Gambar 17. Setiap anggota
dikelompokan berdasarkan peran yang sama untuk mempermudah
pembahasan.
Pada rantai pasok jagung di Jawa Barat terdapat tiga saluran
pemasaran. Saluran pertama terdiri dari Petani-Koperasi-Konsumen Akhir,
saluran kedua melibatkan Petani-Pengumpul Desa-Pedagang Besar-
Konsumen Akhir, saluran ketiga melibatkan Petani-Pengumpul Desa-
Pengumpul Kecamatan-Pedagang Besar-Konsumen Akhir. Saat penelitian
ditemukan 20% petani menggunakan tipe saluran pertama untuk menyuplai
jagung, 10% petani menggunakan saluran pemasaran tipe ketiga, dan 70%
petani menggunakan saluran pemasaran tipe pertama. Jadi, petani masih
cenderung menggunakan saluran pemasaran dengan melibatkan PPD dan
PB sebagai agen marketing untuk dialirkan ke konsumen akhir.

Gambar 17. Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat


Sumber : Data Primer

Struktur rantai pasok melibatkan anggota rantai pasok, setiap


anggota rantai pasok mealukan fungsi-fungi pemasaran yang dapat dilihat
pada Tabel 13. Anggota rantai pasok yang dimaksud adalah para pelaku
yang tergabung dan memiliki peran didalam rantai pasok jagung.

Petani
Petani jagung merupakan anggota rantai pasok yang pertama
didalam rantai pasok jagung di Jawa Barat. Petani memiliki peran penting
didalam rantai pasok karena kualitas, kuantitas, dan kontinuitas dari padi
sangat ditentukan oleh petani jagung. Sebagian petani jagung melakukan
usahatani jagung pada lahan miliki sendiri dan memiliki lokasi berdekatan
dengan tempat tinggal, sebagian lainnya merupakan petani penyakap dengan
sistem 50:50. Saat penanaman jagung, sebagian petani mendapatkan air
49

dari irigasi sungai yang terletak berdekatan dengan lokasi sawah atau kebun
dan sebagian lagi mengandalkan hujan.
Petani melakukan aktifitas budidaya jagung dimulai dari pengolahan
lahan, penanaman, penyulaman, penyiangan, pengairan, pemupukan,
pemanenan, serta pemipilan. Varietas yang digunakan setiap daerah
berbeda-beda, untuk jagung yang ditanam pada dataran rendah petani
menggunakan NK 22 atau NK 33 sedangkan jagung yang digunakan pada
dataran tinggi P 21 atau P27. Benih hibrida digunakan oleh petani karena
terdapat jaminan bahwa benih hibrida dapat menaikan produktifitas jagung
menjadi 6 ton/hektar namun begitu hal tersebut tergantung kepada
perawatan yang digunakan oleh petani.

Tabel 13. Fungsi Pemasaran Anggota Rantai Pasok

Fungsi Aktivitas Petani PPD Koperasi PPK PB

Pertukaran Jual √ √ √ √ √
Beli - √ √ √ √
Fisik Angkut √ √ √ √ √
Simpan - √ √ √ √
Proses √ - √ - √
Fasilitas Sortasi - - √ - √
Grading - - √ - √
Informasi Harga √ √ √ - √
Pembiayaan - √ - √ √
Resiko √ √ √ √ √
Ket: (√) Melakukan Aktivitas

Petani melakukan siklus tanaman tergantung hujan atau yang terjadi


di wilayahnya, petani yang bermukin di wilayah Garut menanam jagung
maksimal dua kali sedangkan petani di wilayah Majalengkan menanam
jagung maksimal satu kali. Saat ini petani di wilayah Jawa Barat masih
tergantung kepada hujan didalam menentukan siklus penanaman, ini
dikarenakan belum ada sistem pengairan yang baik di kebanyakan wilayah
sehingga petani masih kesulitas mendapatkan air.
Setelah panen, petani mengeringkan jagung sebelum dipipil. Proses
pengeringan ini memakan waktu sekitar tiga hari, kemudian setelah jagung
dianggap kering maka petani memipil jagung dengan proses manual yaitu
dengan menggunakan tangan dibantu karet ban bekas untuk mempercepat
proses pelepasan biji dari tongkol jagung, satu ton jagung membutuhkan
empat orang dalam waktu empat hari. Namun begitu, beberapa petani yang
berada di wilayah Garut dan Majalengka sekarang ini telah menggunakan
mesin pemipil untuk memipil jagung, mesin pemipil jagung dapat memipil
jagung 4-6 ton per jam dengan biaya solar 2-3 liter per jam.
Petani jagung menjual jagung kepada pengumpul desa, hal ini telah
terjadi bertahun-tahun, namun di wilayah Garut petani menjual jagung
kepada koperasi Mukti Tani yang berada di Desa Banyuresmi. Harga
50

jagung tidak dibedakan atas varietas yang ditanam, namun terdapat


perbedaan harga jagung apabila menjual kepada koperasi Mukti Tani.
Harga jagung sendiri berfluktuasi setiap hari, petani di wilayah Garut rata-
rata menjual jagung di kisaran Rp. 2600-Rp2800, sedangkan petani yang
menjual jagung ke koperasi Mukti Tani mendapatkan harga sebesar Rp.
2900-Rp. 3000 per kilogram.
Petani memiliki hubungan yang kuat dengan pengumpul desa selama
bertahun-tahun. Petani mendapatkan banyak bantuan dari pengumpul desa
sehingga timbul rasa saling percaya yang kuat. Petani mendapatkan bantuan
berupa benih dan pupuk dari pengumpul desa, sehingga ketika nanti panen
pilihan pertama menjual jagung jatuh pada pengumpul desa tersebut, hal
tersebut tidak wajib apabila pengumpul desa tidak memiliki modal untuk
membeli hasil panen petani tersebut. Permasalahan jual beli tersebut adalah,
pengumpul desa memberikan harga spekulatif kadang rendah dan kadang
tinggi terlebih bila petani memiliki hutang yang besar kepada pengumpul
desa, hal ini berdampak buruk untuk petani karena petani akan kekurangan
modal untuk bertani sehingga ketika panen hasilnya tidak baik dan petani
akan terburu-buru menjual hasil panen karena ingin membayar hutang
tersebut padahal apabila petani mengeringkan jagung maka harganya dapat
dibeli lebih tinggi.

Pedagang Pengumpul Desa (PPD)


Pedagang Pengumpul Desa (PPD) adalah pedagang yang berdomisili
di desa petani sampel atau disekitarnya dan membeli jagung hanya dari
petani. Pada penelitian ini didapatkan PPD sejumlah 15 orang. Dimana
dari 15 orang tersebut 1 orang menyalurkan langsung ke peternak ayam, 3
orang menyalurkan ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan, dan 11
orang menyalurkan langsung ke pedagang besar. PPD membeli jagung dari
petani yang sudah dipipil dan dijemur. Pembelian dapat dilakukan di rumah
petani atau di rumah pedagang. Tetapi kebanyakan PPD melakukan
pembelian dengan cara mendatangi petani di rumah petani. Dalam hal ini
petani tidak mengeluarkan biaya pengangkutan karena ditanggung oleh
PPD. Volume pembelian jagung oleh PPD berkisar antara 4-5 ton dalam
satu kali transaksi. Pada saat PPD membeli jagung kepada petani, petani
telah mengemas jagung dalam karung berkapasitas 60 – 70 kg jagung kering
pipilan. Oleh karena itu ketika akan membeli, mereka mengambil sampel
jagung yang akan dibelinya dengan cara membuka karung jagung atau
menusuk karung tersebut dengan alat tertentu sehingga sampel jagung
dalam karung dapat terlihat dan ditentukan harga jagung sesuai kualitas dan
kadar airnya. Setelah itu PPD pedagang di tingkat selanjutnya yaitu
pedagang pengumpul kecamatan (PPK) atau pedagang besar (PB). Variasi
yang terjadi diantara pemilihan saluran pemasaran oleh PPD adalah karena
faktor jarak, sesuai pendapat Burharman dalam Widiastuti (2011) yang
menyatakan bahwa, panjang-pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh
suatu hasil pertanian tergantung beberapa faktor seperti, jarak antara
produsen dan konsumen, cepat tidaknya produk rusak, ukuran skala
produksi, dan posisi keuangan pengusaha menjualnya ke PPK atau
51

pedagang besar. PPD yang menjual ke PPK adalah PPD yang memiliki
jarak tempat tinggal jauh dari PB dan memiliki keterikatan modal ke PPK.
Saat mengambil jagung ke petani PPD membayar buruh angkut dua
orang dengan biaya Rp. 50.000- Rp. 100.000 per orang untuk mobil bak dan
empat orang untuk mobil engkol kapasitas 4-5 ton. Biaya sewa mobil bak
beserta bensin dan supir adalah Rp.150.000/ hari sedangkan sewa engkol
Rp.250.000/hari belum termasuk bensin. Apabila harga jagung rendah
bisasanya PPD menyimpan jagung di gudang dan di gudang ini juga PPD
menjemur jagung. Aktifitas yang terjadi di gudang adalah penjemuran,
penjagaan gudang, penimbangan, dan untuk menurunkan/menaikan muatan,
biasanya dikerjakan dua orang hingga empat orang dengan biaya Rp.
100.000 per hari per orang. Resiko yang dihadapi PPD antara lain ketika
harga jagung turun ketika masih disimpan di gudang sedangkan kapasitas
gudang masih terbatas, biasanya PPD merugi hingga Rp. 25/Kg yang
berasal dari pemotongan harga akibat jagung belum benar-benar kering.
Selain itu juga PPD biasanya memerlukan informasi dari rekan-rekan
sesame PPD dan apabila salah satu PPD memiliki keuntungan biasanya
rekan-rekan sesame PPD akan meminta jatah berupa uang roko, uang jalan,
atau uang pulsa, besarnya tergantung dari seberapa banyak PPD tersebut
mengirimkan jagung.
PPD mendapatkan jagung dari petani yang meminjam uang dan
memiliki kedekatan pertemanan dengan PPD.Pada awalnya PPD bisa
menjual jagung kepada siapa saja namun lambat laut karena masalah
kurangnya mdoal maka PPD tidak bisa lepas dari pedagang besar atau PPK
yang meminjami uang kepada mereka. Pada akhirnya pedagang besar
bermitra dengan PPD, para PPD tersebut diberikan pinjaman berupa benih
jagung, pupuk, serta diberikan penyuluhan budidaya jagung agar dapat
mendampingi budidaya petani sehingga hasil produksi petani tinggi dengan
kualitas yang baik, juga diberikan modal kerja yang harus disalurkan kepada
petani, dengan begitu hasil panen dari petani tersebut harus disetorkan lagi
kepada PB yang bermitra dengan PPD.
Cara pembayaran yang dilakukan dari PPD ke petani dibayar dengan
cara membayar tunai kepada petani setelah menerima jagung. Hampir tidak
ada yang melakukan pembayaran setelah jagung yang dibelinya dari petani
laku terjual. Sebelum menjual jagung kepada PPK atau pedagang besar,
biasanya PPD melakukan penjemuran kembali bila kadar air jagung yang
dibelinya masih sangat tinggi.

Pedagang Pengumpul Kecamatan (PPK)


PPK mendapatkan jagung dari pengumpul pedagang desa dan PPK juga
merangkap bandar untuk komoditas lain seperti hortikultura. PPK hanya
memiliki akses pembeli jagung yaitu pedagang besar. Kurangnya akses
pembeli jagung dipengaruhi oleh jarak dari Kecamatan Cikajang ke tempat
Pedagang Besar. Akses terdekat ke pedagang besar adalah di Kecamatan
Wanaraja sejauh 44 KM atau 2,5 jam perjalanan menggunakan kendaraan
umum ditambah menurut Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten
Garut, Kecamatan Cikajang bukan sentra unggulan tanaman jagung tapi
sentra unggulan hortikultura. PPK membeli jagung dari PPD di gudang
52

dalam jumlah yang banyak, PPK kemudian menyimpan jagung di gudang


untuk dijemur sambil menunggu waktu pengiriman. Jagung yang disimpan
di gudang PPK disortasi menurut kekeringan sebelum dikirimkan ke gudang
PB. Namun begitu, PPK tidak menerapkan sistem grading karena PPK
memiliki keterbatasan informasi mengenai sistem grading.
PPK membeli jagung dari pengumpul dari harga Rp. 2800-2900 per
kilogram dan menjual kepada PB berkisar antara Rp. 3000-Rp. 32000. PPK
hanya mampu mengirim kurang lebih 100 ton setiap musim, hal ini
dikarenakan di kecamatan tersebut jagung bukan merupakan tanaman
unggulan sehingga hanya petani yang memiliki akses terhadap PPD yang
berafiliasi dengan PPK saja yang menanam jagung.

Koperasi
Koperasi yang diteliti merupakan koperasi yang beradai di wilayah
Banyuresmi Garut, Jawa Barat. Koperasi ini bernama koperasi Mukti Tani
dengan jumlah anggota kurang lebih 200 petani dan buruh tani. Koperasi
Mukti Tani merupakan koperasi yang telah memiliki jaringan luas dengan
PPT dan PAP, bahkan koperasi ini mendapatkan bantuan berupa silo, mesin
pengering, mesin pemipil, serta mesin pembuat tepung dari pemerintah.
Koperasi merupakan penampung jagung terbesar di Garut setelah
PB, jangkauan koperasi Mukti Tani bukan hanya di Garut saja namun
menyebar hingga wilayah Tasik dan Sumedang. Bukan Cuma petani, namun
pedagang pengumpul dari daerah lain juga ada yang menjual jagung kepada
koperasi ini. Koperasi menjual jagung kepada pabrik pakan ternak yaitu
PT.Gold Coin, PT. Metro, PT. Cargill, dan PT. Sierad Produce,selain pabrik
pakan ternak koperasi ini juga menjual jagung kepada peternak ayamg
petelur dari daerah Tasik dan Cianjur, dan mulai tahun 2014 Koperasi akan
menjalan kan program untuk mensuplai pabrik makanan seperti PT.Simba
Koperasi mendapatkan jagung langsung dari petani dan pengumpul
desa, biasanya jagung yang telah dibeli dari petani dan pengumpul desa
disimpan di silo untuk menunggu dikeringkan. Silo memiliki kapasitas 400
ton dan mesin pengering mampu mengeringkan 50-80 ton sekali jalan.
Biaya pengeringan menggunakan mesin pengering adalah Rp.200 per
kilogram, sedangkan biaya penyimpanan di silo Rp.20/kg/bulan. Silo dan
mesin pengering merupakan asset yang sangat penting untuk koperasi ini
karena dengan adanya mesin pengerin dan silo maka koperasi dapat
menghemat biaya serta menjaga kualitas jagung yang dibeli dari petani
ataupun dari PB.
Setelah jagung dibeli dari PPD atau petani kemudian jagung dikirim
ke silo oleh koperasi, didalam silo jagung mendapatkan perlakuan seperti
pengeringan, sortasi, dan grading. Pengeringan dilakukan oleh mesin
pengering berkapasitas besar, sedangkan sortasi dan grading dilakukan
manual oleh pegawai koperasi. Pegawai koperasi berasal dari petani atau
buruh tani yang berada disekitar silo. Pengiriman jagung ke PPT atau
peternak ayam petelur dilakukan oleh koperasi dengan menyewa mobil truk
karena saat ini koperasi belum memiliki mobil truk sendiri. Koperasi sendiri
tidak menerapkan sistem grading kepada jagung yang dibelinya, namun
koperasi menerapkan perbedaan harga antara anggota koperasi dan non-
53

anggota koperasi, anggota koperasi akan menerima harga lebih tinggi


dibandingkan harga non-anggota koperasi. Koperasi sendiri memiliki
kesulitan dalam hal pemasaran jagung, karena menurut pengurus koperasi
PPT dan peternak ayam petelur menerapkan syarat dan standar mutu tinggi
didalam syarat jual-beli jagung, sedangkan koperasi tidak menerapkan
syarat apapun kepada petani. Selain dengan petani, koperasi membeli
jagung dari pengumpul desa, namun hanya pengumpul desa yang telah
dipercaya oleh pengurus koperasi saja. Pengumpul desa yang bekerjasama
dengan koperasi ini adalah pengumpul desa yang pernah menjadi anggota
koperasi atau memiliki keterikatan hutang dengan pengurus koperasi.
Pengaliran jagung dari petani ke koperasi memakan waktu kurang
lebih satu hari, sedangkan untuk mengalirkan jagung dari koperasi ke PPT
memerlukan waktu kurang lebih 10 hari. Kontrak yang dimiliki PPT denan
koperasi adalah kontrak purchasing order dengan sistem kuota, kontrak
kuota biasanya setiap 1000 ton dengan batas waktu maksimal 45 hari.
Dalam jangka waktu tersebut koperasi harus menyuplai jagung ke pabrik
pakan tersebut.
Koperasi sendiri tidak melakukan aktivitas bisnis sepanjang tahun,
hanya di bulan-bulan tertentu dimana petani memanen jagungnya. Ini
dikarenakan petani sendiri memanen jagung hanya awal tahun dan tengah
tahun sehingga di pertengahan hingga akhir tahun tidak ada jagung di
wilayah Jawa Barat.

Pedagang Besar Tingkat Kabupaten (PB)


Pedagang besar adalah pedagang jagung dalam jumlah besar, di wilayah
Jawa Barat salah satu pedagang besar yang berperan dalam perdagangan
jagung adalah PT Indra Niaga yang berlokasi di wilayah Garut. PT Indra
Niaga adalah pedagang besar yang telah bertahun-tahun berkontribusi
terhadap suplai jagung di Jawa Barat, pada saat penelitian PT. Indra Niaga
sumberdaya berupa mobil truk berjumlah lima buah, satu gudang dengan
kapasitas penuh 500 Ton, dan pegawai berjumlah 10-20 orang tergantung
kebutuhan. Sebagai pedagang besar PT Indra Niaga memegang peran besar
karena berperan sebagai pemilik sumber daya dan muara untuk jagung yang
ada pada PPD dan PPK.
Pada pengaliran jagung, PT Indra Niaga menjual jagungnya 70% kepada
pabrik pakan ternak dan 30% kepada PAP. Pabrik pakan tersebut berada di
wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Selain kepada PPT, PB juga
menjual jagung pada PAP yang terletak di perbatasan Jawa Barat-Jawa
Tengah (Brebes, Tegal, Kuningan, dan Purwokerto).Kuota pengiriman per
hari pedagang besar bervariasi dari 50-150 Ton.
PT Indra Niaga membeli jagung dari PPD dan PPK yang telah
bermitra, sistemnya hampir sama dengan contract farming dimana PT Indra
Niaga menyuplai kebutuhan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan
benih. Nilai pupuk dan benih tersebut akan dibayar setelah PPD atau PPK
menjual jagung kepada PT Indra Niaga di akhir musim panen. PT Indra
Niaga menerapkan sistem sortasi dan grading didalam pembelian jagung
kepada PPD atau PPK yang bermitra. Jagung yang dibeli oleh PT Indra
Niaga dilabeli dengan grade I, grade II, dan grade III masing-masing grade
54

dibedakan berdasarkan tingkat kadar air. Sistem ini sebenarnya diterapkan


oleh PT Indra Niaga agar para mitra yaitu PPD dan PPK dapat
membiasakan diri dan mengetahui informasi mengenai kualitas yang
dibutuhkan oleh konsumen, sehingga diharapkan kedepannya PPD dan PPK
bersama petani dapat meningkatkan kualitas jagung yang dibutuhkan oleh
PPT.

Konsumen Akhir
Konsumen akhir dari jagung di Jawa Barat adalah pabrik pakan
ternak dan peternak ayam petelur. Pabrik pakan ternak (PPT) mendapatkan
jagung dari berbagai suplaier baik di Jawa Barat maupun di luar Jawa Barat.
Jawa Barat sendiri menyumbangkan jagung kuartal pertama setiap tahun
sedangkan di bulan-bulan berikutnya pabrik pakan ternak kesulitan
mendapatkan jagung di Jawa Barat. PPT yang berada di Jawa Barat antara
lain PT Gold Coin, PT Sierrad Produce, PT. Cargill, dan PT. Metro Inti
Sejahtera. PPT memiliki peraturan didalam suplai jagung sehingga tidak
sembarang orang bisa menyuplai jagung, ada persyaratan yaitu kadar air,
aflatoksin, dan kuota yang harus dipenuhi oleh suplaier jagung, apabila
syarat tersebut tidak bisa terpenuhi maka PPT tidak segan-segan untuk
mengembalikan jagung yang dikirimkan kepadanya. PPT sendiri mengalami
dilema karena di satu sisi membutuhkan jagung namun di sisi lain harus
tetap menjaga kualitas pakan ternaknya agar ternak yang memakan pakan
ternak tersebut memiliki tingkat kualitas yang diharapkan. Saat ini masing-
masing pabrik pakan ternak memiliki beberapa suplayer yang telah bekerja
sama bertahun-tahun, PT Metro Inti Sejahtera telah bermitra dengan
Koperasi Mukti Tani dari tahun 2008 dan juga PT Indra Niaga, PT Sierrad
Produce juga telah bermitra dengan suplayer jagung yang berasal dari
Majalengka dan Cirebon dari tahun 2000-an.
Peternak ayam petelur (PAP) merupakan konsumen jagung selain pabrik
pakan ternak. PAP memiliki spesifikasi jagung tidak seketat PPT sehingga
PAP lebih mudah mendapatkan jagung, sleain itu PAP juga tidak
menerapkan sistem kontrak / purcasing order seperti yang diterapkan pabrik
pakan kepada para suplayernya, namun PAP sendiri tidak dapat menerima
jagung dalam jumlah yang besar, disesuaikan dengan jumlah ternaknya.
PAP memiliki harga beli lebih tinggi dibandingkan dengan PPT yaitu Rp.
3400-Rp. 3600 per kilogram pada bulan April 2013. PAP sendiri
mendapatkan suplai dari pedagang besar ataupun koperasi kecil yang
tersebar di wilayah Jawa Barat. Menurut dinas peternakan (2014) PAP
terkonsentrasi di wilayah Cianjur, Sukabumi, Tasik, dan perbatasan Jawa
Barat dan Jawa Tengah dengan skala usaha kecil, menengah, hingga besar.

Manajemen Rantai dan Jaringan

Manajemen rantai dan jaringan menjelaskan tipe-tipe kordinasi dan


struktur manajemen antara jaringan rantai pasok dan anggota rantai pasok,
selain itu juga manajemen rantai menjelaskan proses keputusan yang
diambil oleh anggota rantai pasok dipengaruhi. Manajemen rantai dan
55

jaringan menjelaskan mengenai pemilihan mitra, sistem kontraktual pada


anggota-anggota rantai pasok, dukungan pemerintah, dan juga kolaborasi
antara anggota yang mempengaruhi sumberdaya rantai pasok.
mempengaruhi proses keputusan yang diambil oleh anggota rantai pasok.
Pembahasan manajemen rantai dan jaringan dibagi menjadi komponen-
komponen manajemen dan perilaku dari anggota rantai pasok (Lamber dan
Cooper, 2000).

Pemilihan Mitra
Menurut Qhoirunisa (2014) pemilihan mitra adalah proses memilih
rekan kerja untuk dapat bekerja sama dalam suatu usaha. Kinerja mitra yang
dipilih oleh anggota rantai pasok akan menentukan suatu usaha dan dalam
rangka mencapai tujuan rantai pasok yaitu memenuhi kepuasan konsumen
diperlukan pemilihan mitra sesuai kebutuhan anggota rantai pasok.
Petani jagung di Jawa Barat memiliki memiliki kriteria didalam
menentukan siapa yang dapat menjadi mitra didalam menjual hasil
panennya.Kriteria petani jagung didalam menentukan siapa pembeli jagung
adalah penawar dengan harga tinggi serta langganan yang membeli
jagungnya. Pertimbangan petani jagung menjual jagung kepada langganan
karena langganan tersebut selalu membayar jagung di muka dan petani
jagung sudah percaya kepada langganan tersebut. Langganan tersebut
biasanya memiliki kedekatan lokasi dengan petani jagung. Berkaitan dengan
kriteria pemilihan mitra, Petani yang berada di Garut dan Majelengka akan
menerima bantuan pupuk dan benih dari mitra yang dapat dibayar setelah
panen selesai, hal ini terjadi baik antara petani dengan PPD ataupun petani
dengan Koperasi Mukti Tani (wilayah Garut).
Kriteria pemilihan mitra yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul
tingkat desa dalam memilih petani jagung yang menjadi mitranya adalah
yang sudah menjadi langganan sehingga antara keduanya lebih
mengandalkan kepercayaan yang tumbuh karena adanya rasa saling
membutuhkan dan menguntungkan. Petani jagung yang sudah lama
menjadi mitra dengan pedagang pengumpul tingkat desa ketika akan
menjual hasil panen cukup menghubungi antara empat hari hingga
seminggu sebelum panen, sehingga ketika panen tiba, pedagang pengumpul
tingkat desa akan menjemput langsung ke lokasi kebun milik petani.
Hubungan yang erat antar anggota rantai pasok (petani dengan PPD)
menyebabkan sangat mudah bermitra satu sama lain, namun kesepakatan
biasanya dilakukan karena dasar referensi dari mitra yang telah bertahun-
tahun memiliki hubungan kerja. Kriteria pemilihan mitra yang dilakukan
PPD dan PB pun kurang lebih sama, PPD akan memilih mitra PB yang
memiliki modal besar agar mendapatkan bantuan benih dan pupuk untuk
disalurkan kepada petani lebih mudah serta PB yang memiliki sistem
pembarayan lancar. PB memilih PPD berdasarkan referensi dari PPD
lainnya, apabila PPD tersebut tidak memiliki masalah dan memiliki jaringan
petani yang luas maka PPD akan direktur sebagai mitra PB.
Koperasi Mukti Tani yang memiliki cakupan wilayah di Garut lain
lagi,Koperasi ini memiliki kriteria didalam memilih petani sebagai
mitranya. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
56

1. Petani jagung yang tergabung kealam gapoktan yang dibina oleh


pengurus koperasi.
2. Petani jagung yang aktif dalam kegiatan gapoktan dan mau terus belajar
untuk menerapkan budidaya jagung hibrida dan menerapkan teknologi baru
yang terus berkembang.

Gambar 18.Jagung Pipilan Kering Siap Kirim

Kriteria pemilihan mitra yang akan menjadi calon pembeli jagung


yang berasal dari koperasi antara lain penawar dengan harga tinggi, lokasi
yang tergolong dekat, sistem pembayaran tanpa ditunggak, serta memiliki
hubungan baik dan respek terhadap keberadaan koperasi.
Kriteria dalam memilih mitra pemasok yang ditentukan oleh
perusahaan pakan ternak antara lain, suplayer harus mampu memasok secara
berkelanjutan melalui perjanjian yang disepakati hitam diatas putih, jagung
yang dipasok haruslah yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
apabila tidak sesuai maka perusahaan berhak mengembalikan jagung
tersebut, harus memiliki referensi dari pihak-pihak terkait agar perusahaan
yakin akan kinerja dari mitra tersebut. PAP memiliki kriteria mitra antara
lain, dapat memasok sesuai persyaratan yang ditetapkan, dapat
mengantarkan jagung tepat waktu, memberikan sampel jagung sebelum
mengirimkan jagung.

Kesepakatan Kontraktual
Kesepakatan kontraktual menjelaskan hal-hal yang telah disepakati
bersama antar pihak yang melakukan kemitraan atau kerjasama baik secara
formal maupun informal.Kesepakatan kontraktual berfungsi untuk memberi
gambaran terkait tanggung jawab dan batasan-batasan yang harus dilakukan
57

oleh pihak yang bermitra dan dapat berfungsi dalam jangka waktu yang
panjang atau sesuai kesepakatan.
Kontrak yang terjadi antara petani jagung dan PPD dan Koperasi
melalui kontrak lisan saja tidak melalui kesepakatan tertulis. Kontrak yang
terjadi antara PPD dan PB pun tidak melalui kesepakatan tertulis, hanya
terjadi karena lisan saja. Sedangkan kesepakatan atau kontrak antara PB
atau Koperasi dengan PPT dilakukan dengan perjanjian mengenai harga
jual, kualitas, kuantitas, dan jangka waktu pengiriman.
Dampak dari kesepakatan kontraktual tanpa perjanjian tertulis
sebenarnya menjadi beban untuk PB serta koperasi yang memasok jagung
ke pabrik pakan ternak. Kesepakatan tidak tertulis menimbulkan kesulitan
dalam hal memprediksi jumlah jagung yang harus dijual kepada pabrik
sedangkan pabrik memiliki aturan yang harus ditaati.

Sistem Transaksi
Sistem transaksi yang terjadi antara petani jagung dengan pembeli
baik itu pedagang pengumpul tingkat desa maupun Koperasi Mukti Tani
seluruhnya dilakukan secara tunai. Pedagang pengumpul tingkat desa dan
PB memiliki sistem pembayaran tidak tunai melainkan sistem tempo, yaitu
PB akan membayar PPD dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Sistem
tempo juga diterapkan oleh PPT kepada PPD. Koperasi Mukti Tani dan PPT
memiliki kesepakatan yang sama dengan kesepakatan antara PPT dan PB,
namun koperasi masih kecil modalnya sehingga tidak dapat mengikuti
sistem pembayaran tempo sehingga PPT membayar koperasi dalam jangka
waktu 14 hari setelah pengiriman (normalnya adalah 45 hari ). PAP
memiliki sistem transaksi cash dengan siapapun yang memasok jagung
kepadanya, maka sebenarnya PB dan koperasi lebih senang mengirimkan
jagung kepada PAP namun PAP tidak mampu menyerap seluruh jagung.
Sistem transaksi tunai sebetulnya lebih disukai karena modal akan terus
berputar, namun sistem transaksi pembayaran yang menggunakan tempo
tertentu dapat menimbulkan hubungan emosional atau ikatan antara pembeli
dan penjual, sebagai contoh pada PPD dan PB. Sistem transaksi pembayaran
dengan tempo tertentu dimanfaatkan oleh PB untuk melihat kesungguhan
PPD menyediakan jagung pada pengirian selanjutnya.

Dukungan Kebijakan Pemerintah


Dukungan kebijakan oleh pemerintah saat ini telah banyak dilakukan
untuk memperbaiki manajemen rantai pasok, dukungan tersebut antara lain
program swasembada jagung, pembukaan lahan untuk tanaman jagung,
adanya benih jagung murah, subsidi pupuk di masing-masing daerah, serta
pengadaan peralatan pertanian di masing-masing daerah. Selain pemerintah
pusat, masing-masing dinas pertanian kabupaten di Jawa Barat memiliki
program unggulan untuk jagung, sebagai contoh Dinas Petanian Majalengka
saat ini berencana merintis program untuk mekanisasi pertanian khusus
jagung, karena yang dirasakan peralatan bantuan pemerintah pusat
terkadang tidak memenuhi spesifikasi di lapangan. Sementara sentra jagung
kabupaten Garut akan mulai mewacanakan dukungan di bidang pemasaran
dengan mendirikan BUMD.
58

Kedepannya agaknya pemerintah harus mendukung bukan hanya


perbaikan sarana fisik saja namun kebijakan untuk pelatihan serta
pengawasan pada masing-masing lembaga pemasaran agar masing-masing
lembaga pemasaran mendapatkan manfaat yang sama besarnya dari
kebijakan tersebut.

Sumber Daya Rantai Pasok

Sumber daya dalam rantai pasok dibutuhkan untuk mendukung,


mengembangkan, dan mengefisienkan seluruh aktifitas yang berlangsung
dalam rantai pasok jagung di Jawa Barat. Sumberdaya dimiliki oleh anggota
rantai pasok dan berperan didalam perkembangan seluruh kegiatan yang
dilakukan oleh anggota rantai pasok. Pada penelitian ini dibahas mengenai
sumberdaya fisik, sumberdaya teknologi, dan sumberdaya manusia, dan
sumberdaya modal.

Sumber Daya Fisik


Sumber daya fisik yang dimiliki petani padi adalah lahan sawah
atau lahan kering dengan luas yang beragam, antara 0.1 sampai dengan 3
hektar. Selain itu petani padi juga memiliki peralatan yang digunakan dalam
budidaya jagung, peralatan yang dimiliki adalah cangkul, parang,
handsprayer, garu, karung, terpal, arit,traktor tangan. Beberapa petani juga
memiliki corn sheller untuk proses pemipilan. Sumberdaya fisik yang
sangat berpengaruh adalah jalan, dan hingga saat ini banyak diantara petani
yang memiliki lahan yang sulit diakses oleh kendaraan bermotor, hal ini
menyebabkan ongkos angkut yang ditanggung oleh petani menjadi besar.
Selain itu, saluran air di sentra-sentra jagung masih ada yang belum tertata,
seperti contoh di daerah Garut yang lahannya kebanyakan lahan darat para
petani masih mengandalkan air hujan untuk mengairi jagung, tak pelak lagi
jagung hanya tersedia pada musim penghujan saja. Air sendiri telah diatur
oleh P3A(Persatuan Petani Pengguna Air) dengan biaya Rp.100.000/
kelompok tani dan 3kg per orang di akhir panen selama satu bulan untuk
sawahnya
Sumber daya fisik yang dimiliki oleh pedagang pengumpul tingkat
desa meliputi lahan, prasarana pendukung, dan kendaraan. Terdapat
beberapa pedagang pengumpul tingkat desa yang juga melakukan kegiatan
budidaya jagung. Sumber daya fisik peralatan budidaya sebagai prasarana
pendukung yang dimiliki oleh pedagang pengumpul tingkat desa sama
seperti peralatan yang dimiliki oleh petani jagung. Pedagang pengumpul
tingkat desa lebih banyak memerlukan sumber daya fisik untuk melakukan
aktifitas pemasaran jagung seperti timbangan, karung dengan kapasitas 60
kilogram, dan tali rafia. Pedagang pengumpul tingkat desa menggunakan
kendaraan berupa mobil colt bak tertutup dan bak terbuka (pick up) untuk
melancarkan proses pembelian dan penjualan. Sumberdaya fisik yang
dimiliki oleh PPK kurang lebih sama dengan PPD perbedaannya hanya PPK
memiliki gudang yang lebih besar dari PPD serta pegawai yang lebih
banyak karena PPK memiliki kegiatan sortasi dan grading sayuran.
Koperasi Mukti Tani di Garut memiliki sumberdaya fisik yang hamper sama
59

dengan PPD, namun koperasi ini belum memiliki mobil bak hanya saja
koperasi ini memiliki corn sheller, mesin pengering, dan silo yang berasal
dari bantuan pemerintah. Sumberdaya yang dimiliki oleh PB hampir sama
dengan sumberdaya yang dimiliki oleh PPD namun PB memiliki truk dan
pengukur kadar air.

Sumberdaya Teknologi
Saat ini teknologi yang sudah diterapkan pada jagung terbagi atas
teknologi on-farm dan off-farm. Alat pertanian sangat diperlukan, pada
komoditas jagung saat ini yang sedang dikembangkan adalah alat pasca
panen. Berdasarkan siklus panen selama ini di Indonesia, panene raya jatuh
pada musim penghujan sehingga pengering/dryer sangat dibutuhkan karena
agar jagung dapat disimpan lebih lama maka jagung harus dikeringkan
dengan kadar air mencapai 14%-17%. Di Jawa Barat sendiri rata-rata setiap
kabupaten telah memiliki alat pasca panen seperti corn sheller, namun
dalam penggunaannya sendiri petani masih terkendala dalam cara
menggunakannya serta perhitungan biaya yang diperlukan untuk menyewa
atau meminjam alat tersebut. Teknologi pada jagung sangat penting karena
saat ini presentase terbesar dalam pembiayaan jagung adalah untuk
membayar tenaga kerja. Diharapkan dengan penggunaan mesin-mesin
pertanian maka biaya ini bisa ditekan sehingga petani mendapatkan harga
pokok rendah untuk memproduksi jagung.Mesin pertanian yang telah
digunakan oleh petani jagung di Jawa Barat dapat dilihat pada gambar 19.

Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia pada rantai pasok jagung melibatkan pihak-pihak
terkait yang saling berinteraksi sehingga terjadi pengaliran produk,
informasi, dan uang. Sumberdaya rantai pasok terdiri dari petani, PPD, PPK,
PB, pegawai atau buruh, penyuluh lapangan, pegawai dinas kabupaten
bagian tanaman pangan/palawija, pihak pabrik pakan ternak, dan peternak
ayam petelur. Petani adalah sumberdaya rantai yang paling penting. Petani
bertugas memproduksi jagung sehingga tanpa petani tidak ada yang bisa
memproduksi jagung. Petani pada rantai pasok jagung di Jawa Barat
memiliki tingkat keahlian yang baik untuk memproduksi jagung, Dalam
satu hektar kebutuhan pekerja dikebun bervariasi tergantung luas lahan.
Selain petani yang mengurus lahan nya sendiri ada juga petani yang
menyewa lahan ataupun petani penggarap dengan pembagian 50:50 dengan
pemilik lahan. Kegiatan yang dilakukan PPD melibatkan pegawai atau
buruh yang bertugas mengangkut jagung, supir mobil bak atau truk, dan
PPD sendiri. Kegiatan yang dilakukan oleh PPK melibatkan pegawai PPK
untuk mengangkut jagung, supir mobil bak atau truk, penjaga gudang dan
dryer, pegawai administrasi untuk mencatat keluar masuk barang, dan PPK
sendiri. PB melibatkan lebih banyak sumberdaya pada kegiatannya, antara
lain pegawai /buruh angkut untuk mengangkut jagung, penjaga gudang,
pegawai administrasi pencatat keluar masuk barang, supir truk dan mobil
bak, petugas sortir dan grading, dan PPK. Pegawai dinas kabupaten
berinteraksi dengan petani, PPD, PPK, dan PB untuk menginformasikan
kebijakan terkait jagung ataupun berita yang berhubungan dengan jagung.
60

Masing-masing pihak yang terlibat merupakan sumberdaya manusia yang


menunjang kegiatan rantai pasok.

Gambar 19. Silo, Dryer, dan Corn Sheller

Sumberdaya Permodalan
Permodalan merupakan syarat penting untuk usahatani jagung ataupun
proses jual-beli jagung. Permodalan yang kuat akan mendatangkan
keuntungan dan kepercayaan yang cepat dalam usahatani jagung.
Permodalan yang dimiliki anggota rantai pasok kebanyakan adalah lembaga
non-formal, petani bergantung kepada PPD, PPD bergantung kepada PPK
atau PB, sedangkan PB yang memiliki badan usaha dapat meminjam modal
dari Bank. Petani memerlukan modal untuk pengolahan lahan, pupuk dan
tenaga untuk panen, kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang tidak bisa
ditunda sehingga memerlukan uang dalam waktu yang cepat, modal petani
didapatkan dari PPD. Sedangkan sebagian besar modal yang dimiliki PPD
didapatkan dari PB, permodalan tersebut berupa pupuk, benih, dan obat-
obatan. Pupuk dan benih harganya sama dengan toko pertanian biasa namun
PPD harus mengembalikan pupuk dan benih tersebut dengan jagung yang
didapatkan dari petani yang dibawahinya. PB mendapatkan bantuan
permodalan dari Bank ataupun dari pabrik pakan ternak yang memesan
jagung terlebih dahulu.
61

Proses Bisnis Rantai

Hubungan Proses Bisnis Rantai


Untuk menganalisis rantai pasok ada dua pandangan dalam
menentuk proses bisnis yaitu pandangan cycle view dan push or pull view
(Chopra dan Meindl, 2004). Ada empat siklus proses di dalam cycle view
diantaranya siklus pemesanan bahan baku dari anggota rantai pasok paling
awal (procurement), siklus pengolahan bahan baku menjadi produk jadi
(manufacturing), siklus pengisian produk kembali yang dibeli dari anggota
rantai pasok sebelumnya karena adanya tambahan produk yang diminta
lebih dari pesanan seharusnya oleh kunsumen atau dapat dikatakan sebagai
tindakan antisipasi produsen atas permintaan yang tidak terduga (
replenishment), dan siklus pemesanan oleh konsumen (customer order).
Pada rantai pasok jagung di Jawa Barat tidak semua siklus terjadi. Hanya
satu proses bisnis rantai pasok yang ada pada rantai pasok jagung di Jawa
Barat yaitu siklus procurement dimana pengumpul yang berberan sebagai
distributor membeli bahan baku berupa jagung pipilan dari petani jagung
yang berperan seagai supplier. Petani jagung hanya berperan sebagai
pengolah langsung yang mengolah jagung dari jagung tongkol menjadi
jagung pipilan, sedangkan pengumpul berperan melakukan pengolahan
sederhana seperti pengeringan agar kadar air jagung menjadi rendah sekitar
14%-18%. Perbedaan antara anggota rantai pasok pada siklus tersebut
adalah terletak pada jumlah pesanan. Jumlah pesanan akan semakin banyak
pada anggota rantai pasok dengan tingkatan yang lebih tinggi. Pedagang
besar membeli jagung dalam jumlah sangat banyak utnuk kemudian
disalurkan kepada PPT dan PAP.
Pada proses push or pull view, titik awal penyaluran produk adalah
disaat proses pemesanan oleh konsumen akhir yaitu customer order
arrives(Chopra dan Meindl, 2004). Dalam pandangan pull view disaat
proses tersebut dilakukan yaitu saat terjadi pemesaan konsumen akhir maka
rantai akan merespon pesanan konsumen, hal tersebut adalah proses pull
view. Sedangkan proses yang dilakukan sebelum pemesanan konsumen
akhir adalah proses push. Pada rantai pasok jagung, konsumen akhir
melakukan pemesanan produk kepada PB atau PPK saat siklus
procurement sehingga PPK atau PB melakukan proses push.
Bargaining position hendaknya melalui proses penentuan harga jual
produk (Riwanti, 2011). Kekuatan tawar-menawar yang dimiliki petani
jagung sebanding dengan pedagang pengumpul. Hal tersebut terlihat dari
penentuan harga jual produk yang ditentukan dan disepakati bersama oleh
kedua belah pihak. Tidak ada satu pihak yang memaksakan harga yang
diinginkan. Hal ini berbeda dengan kekuatan tawar-menawar antara
pedagang pengumpul dan pedagang besar, pedagang besar memiliki posisi
tawar lebih tinggi disbanding pedagang pengumpul desa atau kecamatan.

Pola Distribusi
Pola distribusi pada rantai pasok padi di Kabupaten Bogor
menggambarkan aliran produk, aliran finansial, dan aliran informasi yang
terjadi antar anggota rantai. Hal-hal yang dibahas meliputi kelancaran ketiga
62

aliran apakah berjalan dengan lancar atau tidak, bagaimana pelaksanaannya,


dan apa kendala yang dihadapi dalam setiap aliran ini.

a. Aliran Produk
Aliran produk berawal dari petani dimana petani menanam jagung
antara 90-110 hari. Kemudian proses pengeringan jagung yang berlangsung
antara 3-7 hari tergantung banyaknya hasil panen. Jagung selanjutnya dijual
kepada PPD atau PPK untuk dialirkan kepada pembeli yang lebih besar. Di
tangan PPD dan PPK jagung disimpan dan dikeringkan agar tidak tumbuh
jamur, waktu yang dibutuhkan antara 2-7 hari sampai dijual. PPD atau PPK
memiliki kapasitas pembelian 30-300 ton setiap musimnya tergantung
banyaknya modal yang dimiliki. Proses sortasi, grading, dan pengeringan
terahir dilakukan oleh anggota rantai pasok yang berhubungan langsung
dengan PPT. Aliran produk jagung dari petani hingga PB belum
terintegraisi dengan baik, balum ada siklus yang pasti sehingga baik waktu
pengiriman ataupun kuota yang dikirim tidak bisa diprediksi dengan baik,
sedangkan aliran produk dari PB ke PPT dapat diprediksi baik kuota, waktu
pengiriman, dan harga yang diperoleh

Gambar 20. Aliran Produk Rantai Pasok

b. Aliran Finansial
Aliran finansial berawal dari PB dimana PB mengalirkan uang
kepada PPK dan PPD. PPD kemudian mengalirkan uang tersebut kepada
petani. Petani sendiri meminjam modal kepada PPD tanpa jaminan apa-
apa hanya bermodal kepercayaan dan faktor kedekatan,.Pinjaman sendiri
dikatakan sebagai pinjaman pribadi bukan modal usaha. Biasanya
pinjaman ini berupa benih, pupuk, dan uang. Pengelolaan aliran
finansial rantai pasok jagung di Jawa Barat bisa dikatakan sistem
keuangan yang ada pada pengaliran jagung ini sudah dikelola dengan
baik, kekurangannya hanya pada tidak adanya kesepakatan tertulis di
tingkat petani (produsen) ke selanjutnya yaitu pedagang perantara
63

Gambar 21. Aliran Finansial Rantai Pasok

c. Aliran Informasi
Aliran informasi yang terjadi antara anggota rantai pasok adalah
harga, informasi jenis benih, informasi jenih pupuk, teknik budidaya,
dan penerapan teknologi. Informasi soal harga terjadi antar pelaku yang
terlibat didalam aliran finansial, informasi tersebut mengalir dari pabrik
ke PPD dan ke petani. Informasi mengenai benih berasal dari PB yang
bekerja sama dengan distributor benih untuk digunakan oleh petani,
sehingga informasinya mengalir ke PPD kemudian ke petani.
Kelemahan arus informasi pada rantai pasok jagung yaitu permintaan
dan ketersediaan jagung baik kuantiti maupun harga terkadang tidak
tercatat dengan baiksehingga informasi yang didapatkan anggota rantai
pasok simpang siur yang menyebabkan fluktuasi pada harga. Pemerintah
memiliki peran didalam pengaliran informasi terutama mengenai
budidaya. Aliran informasi terjadi antar lembaga pendukung terkait
seperti aliran informasi dari pemerintah ke petani ataupun sebaliknya.
Petani menginformasikan mengenai kendala proses budidaya kemudian
pemerintah akan mencoba membantu memberikan solusi kepada petani.

Gambar 22. Aliran Informasi Rantai Pasok


64

Resiko dan trust building


Penyaluran jagung didalam rantai pasok dibangun bertahun-tahun
sehingga tercipta distribusi sekarang ini. Setiap anggota rantai pasok
memiliki resiko masing-masing dalam proses bisnis rantai pasok ini. Petani,
memiliki resiko yaitu gagal panen, akibat dari kegagalan panen ini petani
tidak bisa membayar hutang-hutangnya, sehingga petani memiliki
keterikatan hutang yang tidak bisa lepas pada lembaga pemasaran lainnya
yang menampung jagung tersebut. Pedadagang pengumpul di desa pada
umumnya memiliki resiko yang cenderung lebih sedikit, resiko yang
dimiliki PPD adalah apabila petani gagal panen maka petani tidak bisa
membayar hutangnya pada musim ini sehingga petani akan membayar
hutang pada musim panen tahun depan, kerugian PPD adalah modal PPD
mandek sehingga PPD membutuhkan uang yang lebih banyak untuk tahun
depan, karena hal ini pula banyak PPD yang akhirnya berhutang kepada PB.
Dalam penelitian ditemukan sistem hutang piutang antara PPD dan petani
yang sudah sangat lama terjalin sehingga timbul kepercayaan satu sama lain.
PB sudah belasan tahun berdagang jagung, pedagang besar memegang
resiko penuh atas jagung yang disimpan digudang dan disalurkan, selain itu
PB juga memegang kendali dalam menentukan siapa pembeli yang berhak
membeli jagungnya. Resiko pedagang besar antara lain, pedagang rentan
terhadap penyusutan jagung ketika jagung disimpan di gudang, selain itu
jagung yang disimpan digudang juga rentan busuk, saat pengaliran ke
pembeli tidak jarang pedagang besar mengalami penolakan yang
menyebabkan kerugian tidak sedikit. Pedagang besar didalam menyalurkan
jagung kepada industri sudah berupa badan usaha yang memiliki dasar
hukum (perusahaan) karena apabila tidak berupa perusahaan, pihak PPT
tidak mau berdagang

7. KINERJA RANTAI PASOK

Kinerja rantai pasok adalah ukuran dari sebuah proses bisnis didalam
rantai pasok. Pengukuran kinerja merupakan alat untuk melihat tingkat
rantai pasok yang sedang dijalankan, untuk pengukurannya sendiri dapat
menggunakan berbagai alat seperti efisiensi pemasaran.

Biaya Pemasaran
Menghitung efisiensi pemasaran diawali dari biaya pemasaran, biaya
pemasaran didapatkan dari kegiatan pemasaran yang dilakukan masing-
masing lembaga pemasaran. Besarnya biaya pemasaran berbeda satu sama
lain disebabkan oleh jenis komoditi, lokasi pemasaran, macam lembaga
pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan.
Komponen biaya pemasaran antara lain biaya angkut, biaya simpan,
biaya proses, biaya sortasi dan grading, biaya informasi harga, dan biaya
penanggungan resiko. Biaya pemasaran tersaji dalam Tabel 13
65

Tabel 13. Biaya Pemasaran


No Biaya Pemasaran Jumlah Biaya Setiap Lembaga
PPD Koperasi PPK PB
Rp/Kg
1 Angkut
Tenaga Angkut 10-20 10 25 20
Tenaga Timbang 10-15 10 20 15
Transportasi 70 50 70 50
2 Simpan
Biaya
Gudang/Silo 10 100 10 10
3 Proses
Pengeringan 15 100 10 10
Biaya Penyusutan 15 15 15 15
4 Sortasi dan Grading 0-15 - - 15
6 Informasi Harga 10-100 - 100 100
7 Pembiayaan - - - 15
8 Resiko 15 15 50 50
Total 150-275 300 300 300
Sumber : Data Primer (Diolah)

Marjin Pemasaran
Indikator marjin pemasaran dianalisis untuk mengetahui perbedaan
pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran dalam
mengalirkan produk hingga konsumen akhir serta mengetahui perbedaan
harga produk yang diterima konsumen akhir dan harga yang diterima
produsen. Besarnya total marjin pemasaran diperoleh dari jumlah marjin
pemasaran pada setiap anggota rantai pasok. Marjin pemasaran setiap
anggota rantai pasok merupakan selisih dari harga jual produk dan harga
beli produk. Marjin pemasaran mencerminkan biaya-biaya yang dikeluarkan
setiap anggota rantai pasok dan keuntungan yang diperoleh setiap anggota
rantai pasok sebagai balas jasa terhadap kontribusi yang diberikan. Besarnya
marjin pemasaran berbeda antara setiap lembaga pemasaran karena setiap
lembaga pemasaran melakukan kegiatan atau fungsi-fungsi pemasaran yang
berbeda pula. Rekapitulasi marjin pemasaran jagung di Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 14.
Total marjin pemasaran terbesar terdapat pada saluran tiga, yaitu
sebesar Rp.1100/Kg. Saluran tersebut memiliki rantai atau saluran
pemasaran terpanjang dalam mendistribusikan jagung dari petani ke
konsumen. Sedangkan saluran dengan total marjin pemasaran terkecil
terdapat pada saluran satu yaitu sebesar Rp. 650Kg. Saluran satuhanya
melibatkan petani dan koperasi saja sebelum jagung sampai ke konsumen
yaitu PAP dan PPT, sehingga saluran satu memiliki saluran yang lebih
pendek dan marjin pemasaran yang lebih kecil dibandingkan dengan saluran
lainnya.
Biaya pemasaran yang paling tinggi pada saluran pemasaran jagung
ditanggung oleh saluran tiga. Hal ini disebabkan kerena dalam proses
66

distribusinya melibatkan banyak lembaga pemasaran, sehingga saluran yang


dihasilkan cukup panjang. Biaya pemasaran terkecil saluran pertama, yaitu
sebesar Rp.300/Kg. Rendahnya biaya pemasaran disebabkan karena jarak
distribusi yang dekat dan tidak melalui banyak lembaga pemasaran (saluran
pemasarannya pendek).

Tabel 14.MarjinPemasaran Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat


Saluran
Pelaku 1 2 3
Petani
Harga Jual 2950 2800 2600
PPD
Harga Beli 2800 2600
Harga Jual 3200 2800
Biaya (Rp/Kg) 150 150
Keuntungan 250 50
Marjin 400 200
Koperasi
Harga Beli 2950
Harga Jual 3600
Biaya (Rp/Kg) 300
Keuntungan 350
Marjin 650
PPK
Harga Beli 2800
Harga Jual 3200
Biaya (Rp/Kg) 300
Keuntungan 100
Marjin 400
PB
Harga Beli 3200 3200
Harga Jual 3700 3700
Biaya ( Rp/Kg) 320 320
Marjin 500 500
Total Biaya Pemasaran 300 3200 470
Total Keuntungan 350 430 330
Total Marjin 650 900 1100
Sumber : Data Primer (Diolah)

Keuntungan pemasaran terbesar terdapat pada saluran pemasaran


ketiga, yaitu sebesar Rp530/Kg. Besarnya keuntungan tersebut disebabkan
pada saluran ketiga PPK membeli jagung langsung kepada petani dan
menjualnya dengan harga tinggi kepada PAP. PAP membeli jagung dengan
harga tinggi namun kuantitas terbatas
67

Farmer’s Share
Farmer’s share merupakan indikator efisiensi pemasaran selain
marjin pemasaran. Indikator ini mengukur seberapa besar bagian yang
diterima petani jagung sebagai balas jasa atas kontribusi yang dilakukan
terhadap harga jual akhir jagung pada sebuah saluran pemasaran.
Nilai farmer’s share yang semakin besar mencerminkan rantai pasok
yang semakin efisien. Akan tetapi, farmer’s share yang tinggi tidak mutlak
menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan
dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkanpada produk (value added)
yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Nilai farmer’s share berkebalikan dengan nilai marjin
pemasaran. Semakin besar nilai farmer’s share, nilai marjin pemasaran
semakin kecil.

Tabel 15.Farmer’s Share Saluran Pemasaran Jagung di Jawa Barat


Harga Jual Petani Harga Jual Farmer
Share
Jenis Saluran (Rp/Kg) (Rp/Kg) (%)
Saluran 1 3200 3800 84.2
Saluran 2 2800 3700 75.7
Saluran 3 2600 3800 68.4
Sumber : Data Primer (Diolah)

Pada penelitian ini, dihutung berdasarkan harga jual akhir jagung


dan pembagiannya seperti pembagian saluran dalam analisis marjin
pemasaran.Farmer’s share yang diterima petani jagung pada saluran
pemasaran jagung di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 15.
Saluran pemasaran I mempunyai nilai efisiensi tertinggi diantara 3
saluran yang lainkarena saluran satu memiliki farmer’s share tertinggi. Pada
saluran satu petani hanya melalui satu pedagang perantara yaitu PPD untuk
menyalurkan produk jagungnya ke PAP dan PPT sehingga
biayapemasarannya akan lebih rendah dari saluran lainnya. Selain itu pada
saluran satu sistem yang dilakukan oleh petani dan PPD adalah sistem
komisi secara terbuka, sehingga bagian yang diterima petani jauh lebih
tinggi dibanding bagian yang diterima PPD. Farmer’s share paling rendah
adalah saluran tiga karena saluran tersebut merupakan saluran yang paling
banyak melibatkan lembaga perantara Pada saluran ini farmer’share yang
didapatkan lebih kecil dari saluran lainnya karena petani tidak memiliki
akses kepada penjual di daerah lain, jarak antara daerah petani sulit
dijangkau, selain itu petani memiliki keterikatan hutang dan memilki
hubungan kepercayaan dengan PPD sehingga petani menjual jagung tanpa
mempertimbangkan harga yang diberikan.

Rasio Keuntungan dan Biaya


Rasio keuntungan dan biaya merupakan alat untuk menganalisis
keuntungan yang didapatkan dari biaya yang dikeluarkan pada suatu
kegiatan usaha. Analisis keuntungan dan biaya juga dapat melihat
68

perbandingan besaran biaya dan keuntungan yang didapatkan pada pasing-


masing lembaga pemasaran

Tabel 16. Analisis Biaya dan Keuntungan


Saluran
Pelaku 1 2 3
Petani
Harga Jual 2950 2800 2600
PPD
Harga Beli 2800 2600
Harga Jual 3200 2800
Biaya (Rp/Kg) 150 150
Keuntungan 250 50
B/C Ratio 1.67 1.67
Koperasi
Harga Beli 2950
Harga Jual 3600
Biaya (Rp/Kg) 300
Keuntungan 350
B/C Ratio 1.17
PPK
Harga Beli 2800
Harga Jual 3200
Biaya (Rp/Kg) 300
Keuntungan 100
B/C Ratio 0.33
PB
Harga Beli 3200 3200
Harga Jual 3700 3700
Biaya (
320 320
Rp/Kg)
B/C Ratio 0.57 0.57
Total Biaya 300 3200 470
Total Keuntungan 350 430 330
Rasio B/C 1.17 0.91 0.7
Sumber : Data Primer (Diolah)

. Lembaga yang terlibat pada rantai pasok jagung terdiri dari petani,
Pedagang Pengumpul Desa (PPD), Pedagang Pengumpul Kecamatan, dan
Pedagang Besar. Harga jual adalah harga yang didapatkan lembaga
pemasaran dari pembeli dan harga beli adalah harga yang didapatkan
lembaga pemasaran dari penjualan. Tingkat efisiensi suatu sistem
pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Biaya
yang dikeluarkan oleh anggota saluran pemasaran pada pengaliran jagung
69

adalah biaya yang ditanggung masing-masing saluran perantara yang


menghubungkan petani (produsen) dengan konsumen bisnis seperti PPT dan
PAP. Sebaran biaya dan keuntungan akan mempengarhui tingkat rasio
diantara saluran pemasaran.
Saluran nomor satu memiliki total biaya pemasarana Rp. 300/Kg
dengan total keuntungan Rp. 350/Kg. Lembaga pemasaran yang
menanggung biaya pemasaran adalah koperasi sebesar Rp. 350/Kg dengan
keuntungan Rp. 350/Kg. Saluran pemasaran nomor dua memiliki total
biaya Rp. 470/kg dengan total keuntungan Rp. 430/Kg. Biaya pemasaran
ditanggung oleh PPD dan PB, dimana PPD mengeluarkan biaya pemasaran
sebesar Rp. 150/Kg dan keuntungan Rp. 250/Kg dengan B/C rasio 1.67. PB
mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 320/Kg dengan keuntungan Rp.
180/Kg, B/C rasio yang didapatkan PB adalah 0.56. Saluran pemasaran
empat tidak efisien karena ada R/C rasio yang didapatkan lembaga
pemasaran bernilai kurang dari satu. Saluran pemasaran nomor tiga
memiliki total biaya Rp. 770/kg dengan total keuntungan Rp. 330/Kg. Biaya
pemasaran ditanggung oleh PPD, PPK, dan PPB, dimana PPD
mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp. 150/Kg dan keuntungan Rp.
50/Kg dengan B/C rasio 0.33, PPK mengeluarkan biaya sebesar Rp.
300/Kg dengan keuntungan keuntungan Rp100/Kg dengan nilai R/C rasio
0.33, PB mengeluarkan biaya Rp. 320/Kg dan keuntungan Rp. 180 dan R/C
rasio sebesar 0.56.
Secara keseluruhan saluran pemasaran jagung di Jawa Barat
memiliki nilai B/C yang tidak merata. Nilai R/C yang tidak merata pada
setiap saluran pemasaran menandakan adanya perbedaan biaya pemasaran
yang ditanggung masing-masing anggota rantai pasok serta keuntungan
yang berbeda pada setiap ujung saluran pemasaran. Ternyata, dari tiga jenis
saluran pemasaran ada dua saluran pemasaran yang memiiliki nilai
perbandingan keuntungan dan biaya dibawah satu, hal ini menandakan
bahwa ada ketidakefisienan didalam pengeluaran biaya untuk melakukan
aktivitas didalam rantai pasok

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

Menurut Sudiyono (2002) nilai tambah dapat diukur melalui proses


pengolahan nilai atau melalui proses peningkatan harga. Nilai tambah
merupakan selisih korbanan dalam perlakuan selama proses pengaliran
berlangsung (Setiawan, 2009) sehingga tujuan dari pengukuran nilai tambah
adalah melihat bagian sejauh mana balas jasa yang diterima oleh input dari
output yang telah diproses tersebut. Pada penelitian kali akan diukur nilai
tambah yang dilakukan oleh Petani, Pedagang Pengumpul Desa, Pedagang
Pengumpul Kecamatan, dan Pedagang Besar. Semua data yang
dikumpulkan merupakan data primer, harga yang digunakan adalah harga
yang berlaku pada saat panen raya jagung tahun 2013.
Nilai tambah yang diukur merupakan nilai tambah pada proses
pemasaran jagung saat sebelum dipipil hingga dipasarkan untuk PPT dan
70

PAP. Masing-masing anggota Untuk melihat biaya input dan tenaga kerja
masing-masing anggota rantai pasok memiliki input, output, harga tenaga
kerja, harga bahan baku, dan sumbangan input lain yang berbeda satu sama
lain sehingga akan meghasilkan perhitungan nilai tambah yang berbeda.

Nilai Tambah Pada Petani Jagung


Petani terdapat pada ketiga saluran pemasaran, namun masing-
masing petani pada saluran pemasaran tersebut memiliki perbedaan input
yang digunakan. Petani pada saluran pertaman adalah petani yang
menyalurkan jagung kepada PPD, kemudian PPD menjual jagungnya
kepada PAP. Petani pada saluran kedua adalah petani yang menyalurkan
jagungnya kepada PPD, kemudian PPD menyalurkan jagungnya kepada PB.
Petani pada saluran kegtiga adalah adalah petani yang menjual jagungnya
kepada PPK. Jagung yang dijual adalah jagung yang telah dipipil, dengan
proses kehilangan yang terjadi saat proses pemipilan adalah 25%. Pada
penghitungan nilai tambah kali ini, asumsi lahan yang dipanen adalah satu
hektar, jumlah panen jagung 8600 ton jagung yang belum dipipil, harga
pokok produksi per kilogram jagung yang belum dipipil adalah Rp.
1000/kg. petani pada saluran pertama menjual jagung pipilan kering dengan
harga Rp.3200/kg, Petani pada saluran kedua menjual jagung pipilan kering
dengan harga Rp.2950/kg, dan petani pada saluran ketiga menjual jagung
pipilan kering dengan harga Rp. 2600/kg. Harga- harga tersebut adalah
harga yang berlaku pada musim tanam Januari-April tahun 2013.
Petani pada saluran pertama memiliki input yang berbeda dari kedua
petain lainnya, karena petani pada saluran pertama memiliki mesin
pemipilan modern. Input lain yang digunakan petani pada saluran pertam
berupa bahan baku yang didapatkan dari satu hektar jagung yaitu 8,6 ton
atau 8600 kg yang menghasilkan input sebesar 6,5 ton atau 6500 kg. Untuk
memproses bahan baku tersebut maka dibutuhkan mesin pemipil
berkapasitas satu hingga dua ton per jam, kegiatan pemipilan hanya
memerlukan kurang lebih delapan jam. Input bahan baku lain antara lain
biaya sewa, solar bahan bakar, karung, dan tali untuk mengemas jagung
pipilan, total pengeluaran untuk input bahan baku lain adalah sebesar Rp.
70/Kg. Input biaya tenaga kerja untuk satu hari yaitu Rp. 50.000 dan
bekerja 4 jam per hari, untuk memipil jagung sebanyak 8,6 ton diperlukan
waktu dua hari atau 8 jam per periode.
Petani pada saluran kedua dan ketiga memiliki cara yang berbeda dari
Petani A, mereka menggunakan cara konvensional untuk memipil yaitu
dengan memakai ban sepeda atau karet bekas. Input tenaga kerja yang
dipergunakan oleh petani ini sebanyak lima orang yang bekerja sebanyak
enam jam per hari dengan upah Rp. 40.000/hari, per periode dibutuhkan
waktu kurang lebih delapan hari, sehingga upah rata-rata yang didapatkan
per jam pekerja adalah sebesar Rp. 6,666,67.
Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output
perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada petani dalam proses
pemasaran yaitu petani pada saluran pertama mendapatkan output Rp.2,
418.6, petani pada saluran kedua mendapatkan output sebesar Rp. 2,229.65,
dan petani pada saluran ketiga mendapatkan output sebesar Rp.1,965.12.
71

Nilai tambah berasal dari nilai output yang dihasilkan, pada petani pada
saluran pertama nilai tambah yang berhasil didapatkan adalah sebesar Rp.
1,348.6 dengan rasio 55.76%, pada petani pada saluran kedua nilai tambah
adalah sebesar Rp.1,219.65 dengan rasiosebesar 54,70%, dan yang terakhir
pada petani di saluran tiga nilai tambah yang berhasil didapatkan adalah
sebesar Rp. 955.12 dengan rasio sebesar 48.60%

Tabel 17. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Petani


Saluran
No Variabel 1 2 3
1 Output Kg 6500 6500 6500
2 Bahan Baku Kg 8600 8600 8600
3 Input Tenaga Kerja Jam/Periode 8 240 240
4 Faktor Konversi 0.76 0.76 0.76
5 Koefisien Tenaga Kerja 0.001 0.037 0.037
6 Harga Output Rp/Kg 3,200 2,950 2,600.00
7 Upah Rata-Rata Rp/jam 25,000 6,666.67 6,666.67
Pendapatan dan Keuntungan
1 Harga Jagung Rp./Kg 1,000.00 1,000.00 1,000.00
2 Biaya Processing Rp./Kg 70 10 10
3 Nilai Output Rp/Kg 2,418.60 2,229.65 1,965.12
4 A. Nilai Tambah Rp./Kg 1,348.60 1,219.65 955.12
B. Rasio Nilai Tambah % 55.76 54.7 48.6
A. Imbalan Tenaga Rp./Kg 30.77 246.15 246.15
5 Kerja
B. Bagian Tenaga Kerja % 2.28 20.18 25.77
6 A. Keuntungan Rp./Kg 1,317.84 973.5 708.96
B. Tingkat Keuntungan % 97.72 79.82 74.23
Sumber : Data Primer (Diolah)

Nilai tambah yang dimiliki masing-masing petani merupakan nilai


tambah hasil transformasi input menjadi output tanpa memperhitungkan
besaran presentase tenaga kerja Imbalan tenaga kerja merupakan perkalian
dari koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja per HOK.
Perhitungan presentase imbalan tenaga kerja terhadap petani pada ketiga
saluran pemasaran menghasilkan nilai sebagai berikut, pada petani saluran
pertama besaran tenaga kerja per kilogram adalah sebesar Rp.30.77/Kg
dengan presentase 2.28%, pada petani saluran kedua besaran tenaga kerja
yang didapatkan adalah Rp. 246.15 dengan presentase yaitu 20.18%,
sedangkan pada petani saluran ketiga memberikan imbalan untuk tenaga
kerja sebesar Rp.246.15/Kg dengan presentase 25.77%
Maka, dari hasil penghitungan input dan output pada petani jagung
di Jawa Baratdapat disimpulkan bahwa apabila petani menggunakan mesin
dapat mengurangi imbalan tenaga kerja yang dibayarkan, maka petani dapat
memperoleh keuntungan lebih tinggi dibandingkan menggunakan tenaga
kerja manual karena tenaga kerja yang digunakan pun lebih sedikit. Apabila
72

dikaitkan dengan rantai pasok jagung di Jawa Barat, sulitnya ketersediaan


tenaga kerja merupakan salah satu hal yang menjadi permasalahan dalam
rantai pasok, maka penggunaan mesin pipil oleh petani akan dapat
membantu ketersediaan produk jagung, karena mesin pipil bisa bekerja lebih
cepat dibandingkan tenaga kerja manual.

Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Pengumpul Desa


Pemasaran jagung di Jawa Barat melibatkan pedagang pengumpul
Desa (PPD), PPD membeli jagung dari petani, kemudian menjualnya
kepada PPK,PB, atau PAP. Pada proses pemasaran PPD hanya melakukan
fungsi pemasaran antara lain melakukan jual-beli, melakukan penyimpanan
jagung, mencari informasi terkait harga, melakukan pembiayaan kepada
petani, dan sebagai lembaga yang ikut menang resiko. PPD tidak melakukan
fungsi pengolahan seperti pemipilan ataupun pengeringan (pengolahan)
didalam pemasaran.

Tabel 18. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Pengumpul Desa


Satuan PPD
No Variabel
1 Output Kg 10000
2 Bahan Baku Kg 10204
3 Tenaga Kerja Jam/Periode 108
4 Faktor Konversi 0.98
5 Koefisien Tenaga Kerja 0.0108
6 Harga Output Rp/Kg 3,200.00
7 Upah Rata-Rata Rp/Jam 6,018.52
Pendapatan dan Keuntungan
1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 2,950.00
2 Sumbangan Input Lain Rp/Kg 80
3 Nilai Output Rp/Kg 3,136.03
4 A. Nilai Tambah Rp./Kg 106.03
B. Rasio Nilai Tambah % 3.38%
5 A. Imbalan Tenaga Kerja Rp/Kg 65
B. Bagian Tenaga Kerja % 61.31%
6 A. Keuntungan Rp/Kg 41.03
B. Tingkat Keuntungan % 38.7
Sumber : Data Primer (Diolah)

Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses


pemasaran PPD, didapatkan angka penyaluran jagung setiap periode
pengiriman. Setiap memasarkan 10 ton jagung membutuhkan tenaga
angkut sejumlah dua orang dengan lama bekerja 10 jam perhari selama dua
hari dengan biaya Rp. 100.000/orang/hari, tenaga pengeringan sebanyak tiga
pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama tiga hari dengan biaya
Rp. 50.000/orang/hari, tenaga kebersihan gudang sebanyak tiga orang denan
lama bekerja 10 jam per hari selama tiga hari dengan biaya Rp.
50.000/orang/hari, supir bekerja delapan jam selama sehari dengan biaya
Rp. 50.000/orang/hari, dan pegawai administrasi gudang sebanyak dua
73

orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari dengan biaya
Rp. 100.000/orang /hari. Total kebutuhan pegawai adalah 11 orang dengan
total lama bekerja 108 jam dan upah yaitu Rp. 6.018.52/Jam.
Dari hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor
konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses
pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah
adalah 0.0108 yang didapatkan dari tenaga kerja dibagi output yang
dihasilkan. Harga output yang diperoleh PPD adalah Rp. 3200/kg, harga
tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing
konsumen yaitu PB, PAP, atau PPK. Harga bahan baku yaitu harga rata-rata
pembelian PPD kepada petani, yaitu Rp. 2,950.
Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output
perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada PPD dalam proses
pemasaran yaitu Rp.3,136.03/kg. Pada perhitungan nilai tambah PPD
mendapatkan nilai tambah sebesar Rp. 106.03/kg dengan presentase nilai
tambah rasio sebesar 3.38% nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah
yang didaptkan dari aktivtias yang pemasaran yang dilakukan oleh PPD.
Nilai tersebut belum dikurangi imbalan tenaga kerja, dimana nilai imbalan
tenaga kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah
rata-rata tenaga kerja per HOK yaitu sebesar Rp. 65/kg dengan presentase
sebesar 61.31%, presentase tersebut merupakan imbalan yang diterima oleh
tenaga kerja dalam proses pemasaran jagung. Tingkat keuntungan yang
dimiliki PPD adalah Rp. 41.03/kg dengan presentase 38.7% yang berarti
persentase tersebut berasal dari nilai tambah merupakan keuntungan petani
karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja.

Nilai Tambah Jagung Pada Koperasi di Jawa Barat


Koperasi adalah lembaga pemasaran yang memiliki jangkauan luas
terhadap konsumen bisnis.Sebelumnya, koperasi ini merupakan koperasi
yang dibina oleh dinas industri dan perdagangan (Deperindag) Jawa Barat,
maka dengan pembinaan tersebut anggota koperasi dapat menggunakan
peralatan modern untuk mengeringkan jagung. Peralatan yang dimiliki oleh
koperasi antara lain Dryer berkapasitas 40 Ton dan silo modern berkapasitas
200 Ton.
Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses
pemasaran oleh koperasi, didapatkan angka penyaluran jagung setiap
periode pengiriman. Setiap memasarkan 20 ton jagung membutuhkan
tenaga angkut sejumlah empat orang dengan lama bekerja 10 jam perhari
selama empat hari dengan biaya Rp. 100.000/orang/hari, tenaga timbang
sebanyak dua pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari
dengan biaya Rp. 50.000/orang/hari, tenaga sortir dan grading
membutuhkan tenaga sebanyak empat orang denan lama bekerja 10 jam per
hari selama sehari hari dengan biaya Rp. 50.000/orang/hari, supir dibayar
kurang lebih Rp. 500.000/kali pengiriman untuk jarak jauh, pegawai
administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per
hari selama dua hari dengan biaya Rp. 100.000/orang /hari. Total
kebutuhan pegawai adalah 13 orang dengan total lama bekerja 130jam dan
upah yaitu Rp. 10.000/Jam.
74

Sumbangan input lain pada koperasi yaitu ongkos pengeringan di


silo, ongkos transportasi, dan biaya penyusutan yang terjadi saat proses
pengeringan. Biaya silo mencapai Rp.200/kg, biaya ini ditetapkan oleh
kesepakatan pengurus silo, ongkos transportasi berupa truk biayanya adalah
Rp. 25/kg dan biaya penyusutan kurang lebih Rp. 15/kg. Untuk rincian
biaya koperasi dapat melihat lampiran 3 (a).

Tabel 19. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Koperasi di Jawa Barat

No Variabel Satuan Koperasi


1 Output Kg 20000
2 Bahan Baku Kg 20408
3 Tenaga Kerja Jam/Periode 130
4 Faktor Konversi 0.98
5 Koefisien Tenaga Kerja 0.0065
6 Harga Output Rp/Kg 3,600.00
7 Upah Rata-Rata Rp/Jam 10,000.00
Pendapatan dan Keuntungan
1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 2,950.00
2 Sumbangan Input Lain Rp/Kg 240
3 Nilai Output Rp/Kg 3,528.03
4 A. Nilai Tambah Rp/Kg 338.03
B. Rasio Nilai Tambah % 9.58%
5 A. Imbalan Tenaga Kerja Rp/Kg 65
B. Bagian Tenaga Kerja % 19.23%
6 A. Keuntungan Rp/Kg 273.03
B. Tingkat Keuntungan % 80.77
Sumber : Data Primer (Diolah)

Pada hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor


konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses
pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah yaitu
pada koperasi adalah 0.0065, harga output yang diperoleh oleh koperasi
adalah Rp. 3600, harga tersebut merupakan harga rata-rata penjualan kepada
PPT dan PAP. Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga
output perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada koperasi
didapatkan nilai sebesar Rp.3,528.03/kg, pada perhitungan nilai tambah
koperasi mendapatkan nilai tambah sebesar Rp. 338.03/kg dan dengan
presentase nilai tambah rasio sebesar 9.58% Imbalan tenaga kerja yang
diberikan koperasi adalah sebesar Rp. 65/kg dengan presentase sebesar 19,
23%, maka keuntungan yang didapatkan oleh koperasi adalah sebesar Rp.
273.03/kg.
Koperasi memperoleh nilai tambah sebesar Rp. 338.3 atau 9.58%
dari nilai output, koperasi masih dapat meningkatkan nilai tambah yang
diperoleh dengan mengefisiensikan biaya dari kegiatan pemasaran yang
dilakukan, koperasi sendiri saat ini telah dapat memaksimalkan penggunaan
75

tenaga kerja sehingga dapat memperoleh keuntungan 80.77% dari nilai


tambah.

Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan


PPK adalah lembaga yang medapatkan input jagung dari PPD dan
menjual jagung kepada PB. PPK merupakan lembaga pemasaran di daerah
yang bukan merupakan penghasil utama jagung seperti daerah Garut Selatan
dan memiliki spesialisasi bukan jagung melainkan hortikultura, namun PPK
tetap menyerap jagung yang dihasilkan petani sekitar karena tidak ada lagi
yang bersedia menampung jagung yang dihasilkan petani didaerah tersebut.
Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses
pemasaran PPK, didapatkan angka penyaluran jagung setiap periode
pengiriman. Setiap memasarkan 20 ton jagung membutuhkan tenaga
angkut yaitu sejumlah delapan orang dengan lama bekerja 10 jam perhari
selama empat hari dengan biaya Rp. 100.000/orang/hari. Jumlah tersebut
lebih banyak karena diperlukan pegawai lebih banyak untuk mengangkut
jagung pipilan dari rumah petani yang jauh ke gudang PPK, tenaga timbang
sebanyak dua pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama dua hari
dengan biaya Rp. 50.000/orang/hari, tenaga pengeringan sebanyak empat
orang denga lama bekerja 10 jam per hari masing-masing bekerja bergiliran
selama dua hari dengan biaya Rp. 50.000/orang/hari, supir dibayar kurang
lebih Rp. 100.000/ hari selama proses pengiriman, pegawai administrasi
gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per hari selama
dua hari dengan biaya Rp. 100.000/orang /hari. Total kebutuhan pegawai
adalah 17 orang dengan total lama bekerja 200jam dan upah yaitu Rp. 8.
000/Jam.
Sumbangan input lain berupa penanggungan resiko, ongkos
transportasi, biaya informasi pasar, dan biaya penyusutan. Biaya untuk
penanggungan resiko adalah Rp. 50/kg, ongkos transportasi yang
ditanggung terdiri dari empat engkol dengan kapasitas lima ton dengan
biaya Rp. 50/kg, biaya informasi pasar (biaya komunikasi, pengumpulan
informasi, dan biaya tidak terduga) yang ditanggung berkisar Rp. 100/kg,
dan biaya penyusutan Rp. 15/Kg sehingga total biaya yang ditanggung
menjadi Rp. 215/kg.
Pada hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor
konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses
pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah yaitu
0.01. Harga output yang harga Rp. 3200/kg harga tersebut merupakan
harga penjualan kepada PB. PPD adalah Rp. 3200/kg, harga tersebut adalah
harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing konsumen yaitu PB
Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output
perkilogram dengan faktor konversi. Nilai output dalam proses pemasaran
Rp. 3,136.03 dan pada perhitungan nilai tambah mendapatkan nilai tambah
sebesar Rp.121.03 dengan rasio nilai tambah sebesar 3.86%, nilai tambah
tersebut merupakan nilai tambah yang didaptkan dari aktivtias yang
pemasaran yang dilakukan oleh PPK. Imbalan tenaga kerja yang diberikan
adalah sebesar Rp. 80/kg dengan presentase sebesar Rp 66.10%, maka
keuntungan yang didapatkan oleh PPK yaitu Rp. 41.03.
76

Tabel 20. Perhitungan Nilai Tambah di Tingkat Pedagang Pengumpul


Kecamatan
No Variabel Satuan Nilai Tambah
PPK
1 Output Kg 20000
2 Bahan Baku Kg 20408
3 Tenaga Kerja Jam/Periode 200
4 Faktor Konversi 0.98
5 Koefisien Tenaga Kerja 0.01
6 Harga Output Rp/Kg 3,200.00
7 Upah Rata-Rata Rp/Jam 8,000.00
Pendapatan dan Keuntungan
1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 2,800.00
2 Sumbangan Input Lain Rp/Kg 215
3 Nilai Output Rp/Kg 3,136.03
4 A. Nilai Tambah Rp/Kg 121.03
B. Rasio Nilai Tambah % 3.86%
A. Imbalan Tenaga
5 Kerja Rp/Kg 80
B. Bagian Tenaga Kerja % 66.10%
6 A. Keuntungan Rp/Kg 41.03
B. Tingkat Keuntungan % 33.9
Sumber : Data Primer (Diolah)

Nilai tambah yang didapatkan PPK adalah sebesar Rp. 121.03 atau
3.8% dari total output, maka PPK seharusnya dapat memaksimalkan nilai
tambah yang didapatkan dengan cara melakukan efisiensi kegiatan
pemasaran yang dilakukan oleh tenaga kerja, karena imbalan tenaga kerja
nilainya 66.10% lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh.

Nilai Tambah Jagung Pada Pedagang Besar (PB ) Tingkat Kabupaten


Pedagang Besar Tingkat Kabupaten (PB) mendapatkan jagung dari
dari PPD dan PPK B. Pedagang besar berperan didalam distribusi jagung
kepada konsumen-konsumen bisnis seperti Peternak Ayam Petelur (PAP)
dan Produsen Pakan Ternak (PPT).PB memiliki aktivtias-aktivtias
pemasaran yang memiliki nilai tambah, aktivtias ini banyak macamnya.
Didalam perhitungan nilai tambah yang dilakukan PB dapat dilihat pada
Tabel 21.
Pada perhitungan nilai tambah Hayami yang dilakukan pada proses
pemasaran PPD, dibutuhkan 26 orang pegawai untuk memasarkan 20 ton
jagung. PB membutuhkan tenaga angkut sejumlah empat orang dengan
lama bekerja 10 jam perhari selama dua hari dengan biaya Rp.
100.000/orang/hari, tenaga penimbangan yang dimiliki PB sebanyak 6
orang dengan upah Rp. 50.000/hari/orang, tenaga sortir dan grading
77

diperlukan sebanyak 6 orang dengan upah Rp. 50.000/orang/hari, supir dan


kenek untuk transportasi jarak jauh berjumlah 2 orang, tenaga pengeringan
sebanyak empat pegawai dengan lama bekerja 10 jam per hari selama tiga
hari dengan biaya Rp. 50.000/orang/hari, tenaga kebersihan gudang
sebanyak tiga orang denan lama bekerja 10 jam per hari dan pegawai
administrasi gudang sebanyak dua orang dengan lama bekerja 10 jam per
hari selama dua hari dengan biaya Rp. 50.000/orang /hari. Total kebutuhan
pegawai adalah 26 orang dengan total lama bekerja 260jam dan upah yaitu
Rp. 7,307.69 /Jam.

Tabel 21. Perhitungan Nilai Tambah Pedagang Besar Tingkat Kabupaten di


Jawa Barat
Nilai
Satuan
Tambah
No Variabel PB
1 Output Kg 20000
2 Bahan Baku Kg 20408
3 Tenaga Kerja Jam/Periode 260
4 Faktor Konversi 0.98
5 Koefisien Tenaga Kerja 0.013
6 Harga Output Rp/Jam 3,600.00
7 Upah Rata-Rata Rp/Jam 7,307.69
Pendapatan dan Keuntungan
1 Harga Bahan Baku Rp/Kg 3,200.00
2 Sumbangan Input Lain Rp/Kg 120.00
3 Nilai Output Rp/Kg 3,528.03
4 A. Nilai Tambah Rp/Kg 208.03
B. Rasio Nilai Tambah % 5.90%
5 A. Imbalan Tenaga Kerja Rp/Kg 95
B. Bagian Tenaga Kerja % 45.67%
6 A. Keuntungan Rp/Kg 113.03
B. Tingkat Keuntungan % 54.33
Sumber : Data Primer (Diolah)

Sumbangan input lain terdiri dari biaya yang dikeluarkan untuk


memasarkan jagung. Salah satu biaya yang ditanggung oleh PB adalah biaya
informasi pasar yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya pengumpulan
informasi dan harga, dan biaya sosialisasi yaitu Rp. 2.000.000, biaya ini
ditanggung oleh PB dari pertama kali pengiriman jagung (pengiriman
pertama kali) hingga pengiriman terakhir (akhir masa panen) sehingga
nilainya akan sangat kecil apabila dibagi dengan total jumlah truk yang
dikirimkan dari awal pengiriman jagung kepada konsumen. Biaya lain yang
ditanggung oleh PB adalah biaya penanggungan resiko yaitu biaya yang
dikeluarkan oleh PB karena kerusakan barang, gagal panen petani, ataupun
biaya tidak terduga lainnya sebesar Rp. 50/kg, PB juga menanggung pajak
78

dan administrasi perusahaan jumlahnya sebesar Rp. 30/kg, ongkos


transportasi per kali angkut kurang lebih Rp. 25/kg, biaya penyusutan
kurang lebih Rp. 15/kg.
Dari hasil perhitungan nilai tambah hayami didapatkan faktor
konversi 0.98 yang berasal dari output dan bahan baku selama proses
pemasaran. Faktor koefisien tenaga kerja dari perhitungan nilai tambah
adalah 0.013 yang didapatkan dari tenaga kerja dibagi output yang
dihasilkan. Harga output yang diperoleh PPK adalah Rp. 3600/kg, harga
tersebut adalah harga rata-rata yang diberikan dari masing-masing
konsumen yaitu PPT dan PAP. Harga bahan baku yaitu harga rata-rata
pembelian PPK kepada PPD atau PPK adalah Rp.3200/kg
Nilai output diperoleh dari hasil perkalian rata-rata harga output per
kilogram dengan faktor konversi. Nilai output pada PB dalam proses
pemasaran yaitu Rp.3,528.03/kg. Pada perhitungan nilai tambah PB
mendapatkan nilai tambah sebesar Rp. 208.03/kg dengan presentase nilai
tambah rasio sebesar 5.90% nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah
yang didapatkan dari aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh PB. Nilai
tersebut belum dikurangi imbalan tenaga kerja, dimana nilai imbalan tenaga
kerja didapatkan dari perkalian koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata
tenaga kerja per HOK yaitu sebesar Rp. 95/kg dengan presentase sebesar
45.67%, presentase tersebut merupakan imbalan yang diterima oleh tenaga
kerja dalam proses pemasaran jagung. Tingkat keuntungan yang dimiliki PB
adalah Rp. 113.03/kg dengan presentase 54.33% yang berarti persentase
tersebut berasal dari nilai tambah merupakan keuntungan pedagang besar
karena sudah memperhitungkan imbalan tenaga kerja.
Berdasarkan perhitungan nilai tambah maka dapat disimpulkan
bahwa nilai tambah yang diperoleh PB adalah 5.9% dari total output. Nilai
tersebut masih dapat ditingkatkan apabila aktivitas pemasaran yang
dilakukan oleh PB berjalan dengan efisien, maka yang dapat PB lakukan
untuk memaksimalkan nilai tambah adalah memaksimalkan penggunaan
tenaga kerja agar dapat memperoleh nilai tambah lebih besar lagi.

Distribusi Nilai Tambah Anggota Rantai Pasok


Distribusi nilai tambah pada rantai pasok dianalisis untuk melihat
perbandingan nilai tambah yang didapatkan masing-masing anggota
disepanjang saluran pemasaran yang ada pada rantai pasok. Perhitungan
dalam membandingkan distribusi nilai tambah menggunakan ketiga saluran
pemasaran yang terdapat pada rantai pasok jagung di Jawa Barat.
Rekapitulasi distribusi nilai tambah dapat dilihat pada tabel 22
Saluran pemasaran satu melibatkan petani dan koperasi sebagai
anggota rantai pasoknya. Total nilai tambah yang diperoleh saluran
pemasaran satu adalah Rp. 1686.63 perkilogram, 79.96% nilai tambah
dinikmati oleh petani dan hanya 20.04% nilai tambah yang dinikmati oleh
koperasi, maka pada saluran pemasaran petani yang menikmati nilai tambah
paling besar diantara anggota saluran pemasaran lainnya.
Saluran pemasaran dua melibatkan petani, PPD, dan PB. Total nilai tambah
yang diperoleh saluran pemasaran dua adalah Rp. 1533.71 per kilogram,
dengan presentase nilai tambah 79.52% dinikmati petani, 6.91% dinikmati
79

PPD, dan 13.56% dinikmati oleh PB. Maka pada saluran dua petani
mendapat nilai tambah terbesar dibanding anggota saluran pemasaran
lainnya

Tabel 22. Analisis Distribusi Nilai Tambah


Presentase
Biaya Nilai Nilai
Anggota Input Harga output Tambah Tambah
(Rp/Kg) (%)
Saluran 1
Petani 1,000.00 2,418.60 1,348.60 79.96
Koperasi 2,950.00 3,528.03 338.03 20.04
Total 1,686.63 100
Saluran 2
Petani 1,000.00 2,229.65 1,219.65 79.52
PPD 2,950.00 3,136.03 106.03 6.91
PB 3,200.00 3,528.03 208.03 13.56
Total 1,533.71 100
Saluran 3
Petani 1,000.00 1,965.12 955.12 68.7
PPD 2,950.00 3,136.03 106.03 7.63
PPK 2,800.00 3,136.03 121.03 8.71
PB 3,200.00 3,528.03 208.03 14.96
Total 1390.21 100
Sumber : Data Primer (Diolah)
Saluran pemasaran tiga melibatkan petani, PPD, PPK, dan PB. Total
nilai tambah yang diperoleh saluran pemasaran dua adalah Rp. 1390.1 per
kilogram, dengan presentase nilai tambah 68.70% dinikmati petani, 7.61%
dinikmati oleh PPD, 8.76% dinikmati oleh PPK ,14.56% dinikmati oleh PB.
Maka pada saluran tiga petani mendapat nilai tambah terbesar dibanding
anggota saluran pemasaran lainnya
Petani mendapatkan nilai tambah terbesar pada ketiga saluran
pemasaran, ini dikarenakan petani mengeluarkan biaya untuk input rendah
sedangkan harga output tinggi. Tabel 22 juga memperlihatkan bahwa
saluran pertama memiliki nilai tambah terbesar karena saluran pertama
melibatkan anggota rantai pasok lebih sedikit dengan anggota saluran yang
memiliki nilai tambah lebih besar dbandingkan dengan anggota pada saluran
pemasaran lainnya.

9. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Menjawab tujuan penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kondisi rantai pasok jagung di Jawa Barat saat ini masih belum
berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas
namun terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai
80

pasok, yaitu petani petani tidak ditunjang dengan pengetahuan


mengenai kualitas jagung yang baik. Penerapan manajemen dan
jaringan dalam rantai pasok belum berjalan dengan baik,salah
satunya dapat dilihat kesepakatan kontraktual antar lembaga
pemasaran tanpa perjanjian tertulis. Kesepakatan tidak tertulis
menimbulkan kesulitan dalam hal memprediksi jumlah jagung yang
harus dijual kepada pabrik sedangkan pabrik memiliki aturan yang
harus ditaati. Selain itu, dukungan pemerintah sebelumnya hanya
fokus pada sarana fisik pada subsitem hilir, akibatnya pengawasan
pada pemasaran jagung tidak diperhatikan. Sedangkan, pada
sumberdaya rantai pasok ditemukan fakta bahwa modal masih
menjadi kendala bagi pedagang desa serta koperasi padahal
keduanya merupakan anggota yang berhubungan langsung dengan
petani. Proses bisnis rantai pasok terkendala karena pada aliran
produk jagung dari petani hingga PB belum terintegrasi dengan
baik, belum ada siklus yang pasti sehingga waktu pengiriman
ataupun kuota yang dikirim tidak bisa diprediksi dengan baik. Aliran
informasi pada rantai pasok jagung memiliki kelemahan yaitu
informasi ketersediaan jagung tidak terprediksi di tingkat PD dan
PPK sehinggia informasi yang didapatkan oleh PB simpang siur,
akibatnya terjadi fluktuasi harga di tingkat PD, PPK, dan petani.
2. Pengukuran kinerja rantai masih belum mencapai kinerja optimal,
dua dari tiga saluran pemasaran memiliki nilai rasio biaya dan
keuntungan rendah walaupun marjin dan farmer’s share bernilai
tinggi.
3. Analisis nilai tambah menunjukan bahwa aktivitas yang dilakukan
petani dapat memberikan nilai tambah lebih besar dibandingkan
anggota rantai pasok lainnya, maka anggota rantai pasok lain harus
melakukan aktifitas-aktifitas pemasaran dengan lebih efisien.

Saran
Adapun beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sasaran pengembangan rantai pasok dapat tercapai apabila pengawasan


ketat dalam penerapan pola budidaya dan penanganan hasil panen harus
dilakukan oleh semua pihak terutama PPD dan koperasi karena kedua
lembaga pemasaran tersebut adalah lembaga yang berhubungan
langsung dengan petani. agar kualitas jagung yang dihasilkan
meningkat.
2. Peningkatan manajemen rantai dan jaringan diperlukan dengan cara
masing-masing anggota rantai pasok menentukan kriteria mitra
berdasarkan kemampuan bukan berdasarkan kekeluargaan, hal ini juga
akan menyebabkan perbaikan didalam kesepakatan yang dilakukan
kedua belah pihak. Selain itu juga diperlukan pengawasan yang fokus
pada subsistem pemasaran oleh pemerintah sehingga kebijakan
81

pemerintah dapat membantu anggota-anggota rantai pasok dalam hal


pemasaran.
3. Sumberdaya rantai pasok berlum berjalan baik karena sumberdaya
permodalan terbatas pada koperasi dan PPD, maka diperlukan penguatan
permodalan pada koperasi dan PPD agar keduanya dapat
mengembangkan sumberdaya rantai lain sehingga dapat bersinergi
dengan petani dan menghasilkan jagung yang lebih baik.
4. Pada proses bisnis rantai, para anggota rantai pasok melakukan
kesepakatan waktu pengiriman, kuantias, dan kualitas agar aliran
produk, finansial, dan informasi lebih tertata dengan baik.
82

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2013. Kajian Pengembangan Jagung Pada Lahan Sawah Sebagai


Tanaman MT III Di
Sulawesi Tenggara. Seminar Nasional Serealia 2013. Jakarta (ID)
Agricultural Development International. 2008. Making Value Chains Work
Better for the Poor: A Toolbook for Practitioners of Value Chain
Analysis. UK Department for International Development (DFID)
Project. Phnom Penh (Cambodia): Agricultural Development
International.
Ahmad S dan Ullah A. 2013. Driving Forces Of Collaboration In Supply Chain: A
Review. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business
November 2013; 5(7): 39-69.
Baatz, E.B. 1995. Best Practices: The Chain Gang. CIO, Vol.8 No.19, pp.46-
52.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data produksi Jagung, Padi, dan Kedelai
Indonesia 2008-2013. Jakarta (ID): BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2013. Data Produksi Jagung 2008-
2013. Jawa Barat (ID): BPS Provinsi
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2012. Data Tenaga Kerja Menurut
Sektor 2008-2013. Jawa Barat (ID): BPS Provinsi
Dilana, A I 2013.Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di
KabupatenMadiun, Jawa Timur. (Tesis). Bogor (ID) : IPB
Anatan L dan Ellitan L. 2007. Supply Chain Management–Teori dan
Aplikasi. Bandung (ID): Alfabeta.
Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor
(ID): Departemen Agribisnis FEM-IPB.
Assauri, S. 2007. Manajemen Pemasaran, Jakarta(ID) : Rajawali Press
Astuti,R.2009. Pengembangan Rantai Pasokan Manggis di Kabupaten
Bogor (Thesis) Bogor (ID) : IPB
Bayuwastha. 1982. Pengantar Bisnis Moderen. Yogyakarta (ID) :Liberti.
Beamon BM. 1999. Measuring supply chain performance. International
Journal of Operations and Production Management 1999; 19(3):
275-292.
Boadur A. 2004. A Conversation About Value Added Agriculture. Kansas
(US): Kansas University
Bovee, C.L dan Thill J. 1995. Business Communication Today, Fourth
Edition,. United States of America (US) : Mc Graw Hill. Inc.
BPS. 2013. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta(ID)
Brown M E dan Laverick S. 1994. Measuring Corporate Performance. Long
Range
Planning. v. 27, no 4, p. 89-98
Chakravarthy B. S. 1986. Measuring Strategic Performance. Strategic
Management Journal. v.
7, p. 437-45
Childerhouse, P. 2002. Enabling Seamless Market-Orientated Supply
Chains. [ Thesis]. Wales
(UK): Cardiff University
83

Chopra S dan Meindl P.2004.Supply Chain Management:


Strategy,Planning, and
Operation.Third Edition.New Jersey(USA): Pearson Education, Inc.
Christien, et al .2006. Quantifying the Agri-Food Supply Chain.
Netherlands (NL): Spinger
International Publisher Science.
Collins dan Dunne 2002, Forming And Managing Supply Chain In
Agribusiness : Learning
From Others. Canberra (AUS) : Department of Agriculture, Forestry
and Fisheries
Coltrain D, Barton D dan, Boland M . 2000. Value-Added: Opportunities
andStrategies.
Kansas (US) : Kansas State University
Cowan T. 2002. Value-Added Agricultural Enterprises in Rural
DevelopmentStrategies. Order Code RL31598. Congressional
Research Service. United State : TheLibrary of Congress.
Dahl DC dan Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The
Agricultural Industries. New
York (US): McGraw-Hill Book Company.
[Deptan ]Departemen Pertanian. . 2013. Statistik Pertanian 2012.
Jakarta(ID): Departemen
Peranian.
Dirjen Tanaman Pangan. 2012. Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi
Dirjen Tanaman Pangan
Tahun 2012. Jakarta (ID)
[Disperta] Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat.2012. Data Statistik 2010-
2011.Jawa Barat(ID).
Emhar A, JMM Aji, T Agustina. 2014. Analisis rantai pasokan (supply
chain) daging sapi di kabupaten Jember. Berkala Ilmiah Pertanian
1(3): 53-61
Fairbairn. 2004. Value-Added Agriculture In Canada. Report Of The
Standing Senate Committee. Canada (CA) on Agriculture and
Forestry
Gitisudarmo dan Sudita.2000. Perilaku Keorganisasian, Edisi Pertama.
Jogjakarta: Erlangga.
Gumbira-Sa’id E dan Intan AH. 2004. Manajemen Agribisnis. Bogor (ID) :
IPB.
Haryono. 2012.Maize for Food, Feed and Fuel in Indonesia: Challenges and
Opportunity. Paper
presented in International Maize Conference. Gorontalo (ID)
Hayami Y, Kawagoe T, Marooka Y, dan Siregar M.1987. Agricultural
Marketing and
Processing in Upland Java, A Prospective From Sunda
Village.Bogor (ID): The CGPRT.
Hines, J R Jr. 2004 Might Fundamental Tax Reform Increase Criminal
Activity?
Economica, 71: 483-92.
84

Johnsson, P.2008.Logistic and Supply Chain Management.London(UK):


The McGraw-
HillvCompanies.
Jackson, et al. 1992. 1992.A.Business : Contemporary Concepts and
Practices.New York (US):
Prentice- Hall
JayaramJ, Vickery S, dan Droge C. (2000). The Effects Of Information
System
Infrastructure And Process Improvements On Supply-Chain Time
Performance. International Journal ofPhysicalDistribution &
Logistics Management, 30: 314-330.
Kaplan ,R S E dan Norton, D. P. 1992. The Balanced Scorecard-Measures
that Drive
Performance. Harvard Business Review. p. 71-79.
Kariyasa, I. K. 2003. Keterkaitan Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayam
Ras di
Indonesia.(Tesis). Bogor(ID): IPB
Kohls, RL dan Uhl, JN. 2002.Marketing of Agricultural Products. New
York (USA):Macmillan
Publishing Company.
Kottler, P dan Keller, L. 2003. Manajemen Pemasaran (13th Edition) .
Jakarta (ID): Erlangga
Kotler, P dan Armstrong, G. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid 3 .
Jakarta (ID) : Erlangga.
Lambert, D.M dan Cooper M C J D. 1998. Supply Chain Management
Implementation Issues and Research Opportunities. The
International Journal of Logistics Management, 11, (1), 1-17.
Lazzarini SG, Chaddad, FR dan Cook ML.2001.Integrating Supply Chain
and Network
Analysis: The Study of Netchains. Journal on Chain and Network
Science.1(1):7-22.
Levens M.2010.Marketing, Defined, Explained, Applied, International
Edition, New
Jersey (USA): Pearson Education, Inc
Limbong WM dan Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian,
BahanKuliah Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor
(ID): InstitutPertanian Bogor.
Marimin dan Maghfiroh. (2010), Aplikasi Teknik Pengambilan
Keputusandalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor: Unit Penerbit dan
Percetakan IPB Press.
Martodireso S dan Suryanto. 2002. Agribisnis Kemitraan Usaha bersama:
Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani. Yogyakarta: Kanisius
Mehmood, et al. 2011. Benefit Cost Ratio Analysis Of Organic And
Inorganic Rice Crop
Production; Evidence From District Sheikhupura In Punjab Pakistan.
Pakistan Journal of Science (Vol. 63 No. 3 September, 2011)
Naslun D dan Stephen W. 2010. What is Management in Supply Chain
Management? A Critical
85

Review of Definitions, Frameworks and Terminology. Journal of


Management Policy and Practice vol. 11(4).
Neves M, Trombinb V G, dan Kalaki R B. 2013. Competitiveness of the
Orange Juice Chain
in Brazil. International Food and Agribusiness Management
ReviewVolume 16,(4). Sau-Paulo (Brazil).
[PPHP Deptan] Pengelolaan dan Penanganan Hasil Pertanian Departemen
Pertanian. 1995. Mutu
Standarisasi Jagung. Jakarta (ID)
Pereira S dan Csillag J M. 2004. Performance Measurement Systems:
Considerations Of An
Agrifood Supply Chain In Brazil. Second World Conference on
POM and 15th Annual POM Conference. Cancun (Mexico)
Pujawan, I N. (2005). Supply Chain Management. Guna Widya.
Qhoirunisa A. 2014. Rantai Pasok Padi di Kabupaten Bogor Jawa Barat.
(Thesis). Bogor : IPB
Simchi-Levi D, Kaminsky P. dan Simchi-Levi E. 2008. Designing And
Managing The Supply
Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. New York (USA) :
Mc Graw Hill3rd ed, New York.
Setyowati. 2004. Analisis Pemasaran Jambu Mete di Kabupaten Wonogiri.
Jurnal Sosek Panen
dan Agrobisnis. Vol 1 No 1 September 2004. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Surakarta (id)
Skjoett-Larsen, T. (2000). EuropeanLogistics Beyond 2000. International
Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 30(5),
377-387.
Soekartawi, 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID) : Raja
Grafindo
Stank, T., Keller, S. dan Daugherty, P. (2001). Supply Chain Collaboration
And Logistical Service Performance. Journal of Business Logistics,
22, (1), 29-48.
Subagya, M S. 1988. Manajemen Logistik. Jakarta (ID): Haji Masagung
Subhana, A. 2005. Strategi
Pengembangan Agribisnis Jagung UntukMemenuhi
Kebutuhan Industri Pakan Ternak. (Tesis). Bogor (ID) : IPB
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertania. Malang (ID): Universitas
Muhamadiyah Malang
Tangenjaya B, Yusmichad Y, dan Ilham. 2002. Analisa Ekonomi
Permintaanjagung untuk pakan. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung
Departemen PertanianBogor.Bogor (ID )
Van der Vorst JGAJ. Buelens and P.V. Beek, 2005. Innovations In Logistics
And ICT In Food Supply Chain Networks. Netherland (NL) :
Wageningen University
Van der Vorst JGAJ.2006.Performance Measurement in Agri-Food Supply
Chain
Networks.Netherlands: Logistics and Operations Research Group,
Netherland (NL): Wageningen University.
86

Van der Vorst JGAJ. 2012.Transparency In Complex Dynamic Food Supply


Chains. Advanced
Engineering Informatics 26 : 55–65. Netherland (NL): Wageningen
University.
Venkatraman, N dan Ramanujam, V. 1986. Measurement of Business
Performance in Strategy
Research: a Comparison of Approaches. Academy of Management
Review, v. 11, no 4, p.
801-814.
Venturini, Luciano, dan King. 2002.Vertical Coordination and theDesign
Process for Supply Chains To Ensure Food Quality, In
EconomicStudies on Food, Agriculture, and the Environment. New
York (US) : Plenum Publishers
Warisno. 2007. Jagung Hibrida (Hal 43-56).. Yogyakarta (ID) : Kanisius
Wood, E. G. , 1978. Added Value -The Key To Prosperity. United Kingdom
(UK) : The Anchor Press Ltd.
87

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rincian Input Tenaga Kerja Proses Pemipilan Pada Petani


Jagung di Provinsi Jawa Barat

Jumlah Jumlah Jam Jumlah Hari Total Total


Pekerja Pekerja Bekerja Jam Biaya
Input Tenaga Kerja (Orang) (Jam) (Hari) (Rp) (Rp)
Biaya Pengeringan 5 6 4 120 800000
Biaya Pemipilan 5 6 4 120 800000
Jumlah 1600000
Upah Rata-Rata Per
Jam 6666.7

Lampiran 2. Rincian Input Tenaga Kerja dan Sumbangan Input Lain Pada
Pedagang Pengumpul Desa

Jumlah Lama
Input Tenaga Kerja Harga Pegawai Bekerja Total Biaya
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 2 10 20 200000
Tenaga Pengeringan 50000 3 10 30 150000
Tenaga Kebersihan Gudang 50000 3 10 30 150000
Supir 50000 1 8 8 50000
Pergudangan 50000 2 10 20 100000
Total 650000

Sumbangan Input Lain Satuan Biaya Jumlah


(Rp/Periode) (Rp/Kg)
Biaya Informasi Pasar
dan Penanggungan Resiko - 200000 – 900000 10- 45
1
Ongkos Transportasi Truk 200000 20
Penyusutan 50Kg 150000 15
Total 1050000 - 1250000 45– 80
88

Lampiran 3a. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain
Koperasi

Jumlah Lama
Input Tenaga Kerja Harga Pegawai Bekerja Total Biaya
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 4 10 40 400000
Tenaga Penimbangan 50000 2 10 20 100000
Tenaga Sortir dan
Grading 50000 4 10 40 200000
Supir 500000 1 10 10 500000
Pergudangan 50000 2 10 20 100000
Total 130000

Sumbangan Input Lain Satuan Biaya Jumlah


(Rp/Periode) (Rp/Kg)

Processing di Silo (Rp/Periode) 4000000 200


Ongkos Transportasi 1 Truk 500000 25
Penyusutan 100Kg 300000 15
Total 4800000 240

Lampiran 3b. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain
Pedagang Pengumpul Kecamatan

Input Tenaga Kerja Harga Jumlah Lama Total Biaya


Pegawai Bekerja
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 8 10 80 800000
Tenaga Penimbangan 50000 2 10 20 100000
Tenaga Pengeringan 50000 4 10 40 200000
Supir 100000 1 40 40 400000
Pergudangan 50000 2 10 20 100000
Total Biaya 1600000
89

Lampiran 3b (Lanjutan). Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan


Lain Pedagang Pengumpul Kecamatan

Sumbangan Input Lain Satuan Biaya Jumlah


(Rp/Periode) (Rp/Kg)
Penanggungan Resiko Rp/Kg 1000000 50
Ongkos Transportasi 4 Engkol 1000000 50
Informasi Pasar Rp/Kg 1000000 100
Penyusutan 100Kg 300000 15
Total 3300000 215

Lampiran 4. Rincian Input Tenaga Kerja dan Input Sumbangan Lain


Pedagang Besar Tingkat Kabupaten di Provinsi Jawa Barat

Jumlah Lama
Input Tenaga Kerja Harga Pegawai Bekerja Total Biaya
(Rp) (Orang) (Jam/Periode) (Jam) (Rp)
Tenaga Angkut 100000 4 10 40 400000
Tenaga Penimbangan 50000 6 10 60 300000
Tenaga Sortir dan
Grading 50000 6 10 60 300000
Supir dan kenek 500000 2 10 20 500000
Tenaga Pengeringan 50000 4 10 40 200000
Pergudangan 50000 4 10 40 200000
Total 1900000

Sumbangan Input Lain Satuan Biaya Jumlah


(Rp/Periode) (Rp/Kg)
Informasi Pasar - 2000000 -
Penanggungan Resiko 1000000 50
Pajak dan Administrasi Perusahaan 600000 30
Ongkos Transportasi 1 Truk 500000 25
Penyusutan 100Kg 300000 15
Total 4400000 120
90
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwakarta pada tanggal 31 Juli 1990 dari ayah Drs. Budi
Harta Rahayu Yuda Librata, M,Sc dan ibu Ida Djubaedah S, Pd. Penulis adalah
putra pertama dari dua bersaudara. Adik penulis Annisa Maharani Rahayu.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kota Purwakarta pada tahun 2007. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk Universitas Padjadjaran (UNPAD) melalui
jalur SNMPTN pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian ,
UNPAD dan menamatkannya pada tahun 2011. Kesempatan untuk melanjutkan
ke program magister pada program studi Magister Sains Agribisnis di Institut
Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai