PLASENTA PREVIA
Disusun oleh:
Pembimbing:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tinjauan
Pustaka untuk Laporan Kasus yang berjudul “Plasenta Previa” ini tepat pada
waktunya dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Uayana/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan tugas ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan maupun
bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. dr. T. G. A. Suwardewa, Sp. OG(K) selaku kepala Departemen/KSM
Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah Denpasar,
2. Dr. dr. I. G. N. Harry Wijaya Surya, Sp. OG selaku Koordinator Pendidikan
Departemen/KSM Obstetrik dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar,
3. ___________________ selaku pembimbing dan penguji yang senantiasa
memberikan informasi dan masukan dalam penyusunan Tinjauan Pustaka
ini,
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Tinjauan Pustaka ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tinjauan Pustaka untuk Laporan Kasus ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga Tinjauan Pustaka ini dapat bermanfaat di
bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Plasenta previa adalah salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada usia
kehamilan lanjut yaitu, usia kehamilan 20 minggu atau lebih (perdarahan
antepartum). Pada plasenta previa, implantasi plasenta terletak di segmen bawah
rahim sehingga, sebagian atau seluruh ostium uteri internum tertutup. 4,5,10
2.2 Epidemiologi
Prevalinsi terteinggi perdarahan antepartum berada di wilayah Adia (53,4%)
kemudian di Amerika Utara (53,2%) dan Eropa (48,5%). 6 Prevalensi keseluruhan
plasenta previa sekitar 5 per 1000 kehamilan di dunia. Kehamilan dengan plasenta
previa memiliki risiko 4 kali lipat mengalami perdarahan pervaginam pada
kehamilan trimester kedua. Selain itu, beberapa ibu hamil dengan plasenta previa
memerlukan tindakan seksio sesarea dan histerektomi dalam penanganan
perdarahan yang mengancam jiwa. 7 Kejadian plasenta previa terjadi sekitar 0,3%
atau 1 kasus diantara 300-400 persalinan. 5,9 Plasenta previa banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi yaitu, pada ibu hamil dengan usia di atas 30 tahun.
Selain itu, plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Di Indonesia, angka kejadian plasenta previa berkisar antara
1,7%-2,9% sedangkan, di beberapa negara maju, insiden plasenta previa kurang
dari 1%.4
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti. Plasenta
previa dikaitkan dengan fase implantasi blastokista. Teori lain mengatakan bahwa
salah satu penyebab terjadinya plasenta previa adalah vaskularisasi desidua yang
tidak memadai, sebagai akibat dari proses peradangan atau pun atrofi. Beberapa
penyebab lainnya adalah paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim (riwayat operasi
sesar), kuretasem, miomektomi, dan hal-hal lainnya yang menyebabkan proses
peradangan dan atrofi di endometrium. Selain itu, Ibu hamil dengan riwayat
plasenta previa memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami kehamilan dengan
plasenta previa di kehamilan selanjutnya. 4,5,9,10
2
2.4 Faktor risiko
2.4.1 Multiparitas
Pada literatur dikatakan bahwa terdapat hubungan antara jumlah paritas
dengan risiko kejadian plasenta previa. Penelitan Sarojini, dkk. yang
dilakukan pada 106 ibu hamil, sejumlah 80,2% mengalami plasenta previa
dengan riwayat multigravida. 8 Jumlah paritas yang banyak dapat
meningkatkan risiko kehamilan dengan plasenta previa. Insiden plasenta
previa terjadi pada 2,2% wanita yang memiliki paritas ≥ 5 dibandingkan
dengan wanita dengan paritas sedikit. 5,8,9,10
2.4.2 Usia Maternal
Ibu hamil usia tua memiliki risiko tinggi mengalami kehamilan dengan
plasenta previa. Penelitian menunjukkan kejadian plasenta previa meningkat
yaitu, 1 kejadian dari 1660 ibu hamil usia 19 tahun menjadi 1 kejadian dari
100 wanita hamil dengan usia di atas 35 tahun.5,9,10
2.4.3 Kelainan pada Rahim
Kelainan rahim pada tulisan ini maksudnya adalah kelainan berupa
bekas operasi seksio sesaria, riwayat kuretase akibat abortus, miomektomi,
dan hal-hal lain yang menyebabkan adanya proses peradangan dan atrofi di
endometrium. penelitian menunjukkan bahwa bekas operasi seksio sesaria
berperan menaikkan insiden plasenta previa dua sampai tiga kali
dibandingkan dengan kondisi uterus yang masih normal. 4,5,10
2.4.4 Kehamilan Ganda
Pada kehamilan ganda, plasenta akan membesar untuk menyesuaikan
kebutuhan dari janin. Plasenta yang terlalu besar pada kehamilan ganda dapat
menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim ibu
hamil sehingga, ostium uteri internum dapat tertutup sebagian atau pun
menyeluruh.4,5,10
2.4.5 Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa insiden plasenta previa pada wanita
perokok lebih tinggi 2 kali lipat dibandingkan wanita yang tidak merokok.
Karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan terjadinya
hiposekmia. Hipoksemia menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai
3
upaya kompensasi tubuh.4,10 Selain itu, merokok memiliki hubungan dengan
terjadinya vaskulopati desidua yang dapat mengakibatkan kehamilan dengan
plasenta previa. 4,5
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan Fetal Imaging Workshop oleh
National Institutes of Health adalah sebagai berikut:5
2.5.1 Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan plasenta yang menutupi sebagian atau
keseluruhan ostium uteri internum. Sebelumnya, klasifikasi plasenta previa
dibedakan menjadi plasenta previa totalis atau plasenta previa komplit yaitu,
plasenta yang menutupi seluruh bagian ostium uteri internum dan plasenta
previa parsialis yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
2.5.2 Plasenta Letak Rendah
Di masa lalu, plasenta letak rendah biasa disebut dengan plasenta previa
marginalis. Plasenta letak rendah merupakan plasenta yang berimplantasi di
segmen bawah rahim dengan jarak tepi bawahnya berada pada jarak sekitar 2
cm dari ostium uteri internum. Jarak tepi bawah yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta dengan letak normal. 4,5
Pembesaran rahim dan segmen bawah rahim yang meluas ke arah
proksimal dapat menyebabkan plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah
plasenta mengalami migrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan
meluas dalam persalinan kala satu dapat mengubah luas pembukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta. 4 Dengan contoh, plasenta letak rendah pada
dilatasi serviks 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada dilatasi
serviks 4 cm karena serviks telah melebar untuk mengekspos tepi plasenta.
Sebaliknya, plasenta previa totalis sebelum serviks mengalami dilatasi dapat
menjadi plasenta previa parsial pada dilatasi serviks 4 cm karena pembukaan
serviks telah meluas melampaui tepi plasenta. Hal ini berperngaruh pada
derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika dilakukan pemeriksaan
pada masa antenatal maupun intranatal dengan menggunakan ultrasonografi
maupun pemeriksaan digital (vaginal toucher). Palpasi digital (vaginal
4
toucher) dalam upaya untuk memastikan keadaan yang berubah antara tepi
plasenta dan ostium uteri internum (OUI) saat serviks melebar biasanya
menyebabkan perdarahan hebat. 4,5
2.6 Patofisiologi
Plasenta previa terjadi akibat kelainan pada implantasi plasenta. Pada
keadaan normal, plasenta akan berimplantasi pada daerah endometrium bagian atas
terutama pada dinding posterior dari uterus. Akan tetapi, oleh karena beberapa
faktor menyebabkan gangguan implantasi plasenta tidak di dinding posterior atas
uterus namun bisa berimplantasi pada daerah yang akan membentuk segmen bawah
rahim.9
Gambar 2.1 Perbandingan letak plasenta pada kondisi normal dan plasenta previa 5
5
dari maternal. Keadaan tersebut akan menimbulkan terjadinya unavoidable
bleeding.5,10
Berbagai kondisi yang dapat memicu perubahan morfologi plasenta dapat
memicu terjadinya plasenta previa. Kebutuhan oksigen yang meningkat seperti
pada kasus kehamilan ganda, atau perf usi jaringan yang buruk pada kasus
kehamilan usia tua, ibu perokok dan pengguna zat aditif dapat menyebabkan
plasenta melebarkan ukurannya agar dapat memberikan kompensasi oksigen dan
nutrisi terhadap janin. Selain itu riwayat aborsi dan kelahiran sesaria juga dapat
menyebabkan perubahan morfologi plasenta akibat timbulnya scar pada saat proses
aborsi atau pembedahan sesaria. 5
6
Segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi secara kuat
karena sedikitnya elemen otot yang yang dimiliki sehingga menyebabkan
perdarahan pada plasenta previa relatif lebih mudah terjadi. Hal tersebut berbeda
dengan endometrium bagian atas pada dinding posterior uterus yang memili serabut
otot yang cukup untuk menghentikan perdarahan pada saat kala III berlangsung.
Perdarahan umumnya dapat terhenti oleh karena terjadi pembekuan, kecuali apabila
laserasi terjadi pada sinus yang besar yang menyebabkan perdarahan dalam julah
lebih besar dan berlangsung lebih lama. Keparahan perdarahan pada plasenta previa
juga dapat bertambah apabila terjadi adhesive oleh karena lepasnya lapisan desidual
plasenta sehingga menyebabkan penipisan dinding rahim dan memudahkan invasi
pertumbuhan vili dari tropoblast sehingga sehingga akan menyebabkan plasenta
melekat lebih kuat di lapisan endometrium.10
7
2.8 Diagnosis
Apabila ditemukan perdarahan pada antepartum, pertama kali penting untuk
mencurigai penyebab perdarahan tersebut adalah plasenta previa sampai kemudian
hasil pemeriksan dapat mengeksklusi kemungkinan penyebab plasenta previa. 4
Dalam mendiagnosis plasenta previa, dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
2.8.1 Anamnesis
Pasien dengan plasenta previa biasanya datang dengan keluhan
perdarahan pervaginam yang berlangsung pada kehamilan usia lanjut.
Perdarahan dengan karakteristik berwarna merah segar, tidak disertai nyeri
dan terjadi pada akhir trimester II ke atas. Akan tetapi perdarahan dapat terjadi
sebelumnya dan dapat mengakibatkan aborsi akibat lokasi abnormal dari
plasenta. Perdarhan dapat terhenti oleh karena koagulasi dan akan terjadi
kembali pada saat proses pembentukan segmen bawah rahim. Setiap
perdarahan yang berulang, derajat keparahan akan bertambah. Pada plasenta
previa totalis, perdarahan berlangsung lebih awal. Sedangkan pada plasenta
previa parsalis dan plasenta letak rendah terjadi perdarahan pada saat
mendekati atau memulai proses persalinan. 4
2.8.2 Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan leopold biasanya ditemukan bagian terbawah janin
yang belum memasuki pintu atas panggul. Pada kehamilan janin dengan
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul
atau ke samping dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul. Biasanya
pada plasenta previa juga ditemukan kelainan letak janin, seperti letak lintang
atau letak sungsang. 4
2.8.3 Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dengan inspekulo dapat dilakukan untuk menilai vagina
dan serviks. Vaginal toucher harus dihindari pada semua ibu yang mengalami
perdarahan antepartum sampai terdiagnosis bukan sebagai plasenta previa.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
osteum uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau vagina, seperti erosio
porsio uteri, karsinoma, polip, varises vulva dan trauma. Apabila perdarahan
8
berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
Dilakukan pemeriksaan ini jika perdarahan telah berhenti. 4
2.8.4 Pemeriksaan Penunjang
Plasenta previa dapat didiagnosis dengan melihat gejala klinis dan
pemeriksaan obstetri menggunakan USG. Metode pemeriksaan penunjang
telah digunakan untuk mendiagnosis plasenta previa diantaranya USG
transabdominal, USG transvaginal dan MRI. Penggunaan USG transvaginal
lebih direkomendasikan karena mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik
dibandingkan dengan USG transabdominal. Kekurangan dari USG
transabdominal yaitu visualisasi yang kurang baik pada plasenta letak
posterior dan segmen bawah rahim akibat terhalang kepala bayi, obesitas serta
keadaan kandung kemih yang kosong atau terlalu penuh. MRI juga
mempunyai tingkat akurasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan USG
transabdominal. Namun tidak dapat memberikan gambaran lokasi plasenta
sebaik USG transvaginal, selain itu MRI tidak tersedia pada semua pelayanan
kesehatan.2,4,5
9
kehamilan mola. Pada trimester ketiga, perdarahan vagina bisa disebabkan oleh
persalinan, solusio plasenta, vasa previa, atau plasenta previa.12,13
Penyebab perdarahan vagina yang paling mengancam jiwa dalam kehamilan
yang harus disingkirkan adalah solusio plasenta, yang merupakan pemisahan
plasenta sebelum persalinan. Keluhan yang diarasakan pada solusio plasenta
disertai dengan nyeri perut yang parah, perdarahan vagina, dan pemantauan
elektronik janin dapat menunjukkan takisistol dan penelusuran jantung janin yang
tidak meyakinkan; hal ini juga dapat menyebabkan morbiditas yang tinggi pada
janin dan ibu akibat perdarahan. 12,13
Vasa previa juga menjadi salah sartu diagnosis banding dari kasus ini. Pada
vasa previa pembuluh darah janin berada diatas os cervical dan menutupi jalan lahir.
Hal ini jarang terjadi dan terjadi pada 1 dari 2.500 hingga 1 hingga 5.000 kehamilan.
Hal ini dapat menyebabkan perdarahan janin-neonatal dan exsanguination jika
pembuluh janin robek oleh ketuban pecah spontan atau buatan. 13
2.10 Penatalaksanaan
2.10.1 Penatalaksanaan Umum
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan
antepartum adalah mencegah keadaan syok karena perdarahan yang banyak,
untuk itu harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
cairan atau tranfusi darah. Selanjutnya dapat dilakukan penanganan lanjutan
yang disesuaikan dengan keadaan umum, usia kehamilan, jumlah
perdarahan, maupun jenis plasenta previa.11,14,15
a. Memperbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena
(Nacl 0,9% atau Ringer Laktat).
b. Melakukan penilaian jumlah perdarahan.
c. Jika perdarahan banyak dan masih berlangsung, mempersiapkan untuk
seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan.
d. Jika perdarahan sedikit atau sudah berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur pertimbangkan terapi ekspektatif.
2.10.2 Penatalaksanaan Khusus
1. Terapi Konservatif
10
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis
servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan
klinis dilakukan secara ketat dan baik. Dilakukan pada pasien yang
memenuhi kriteria umur kehamilan < 37 minggu, perdarahan sedikit,
belum ada tandatanda persalinan, keadaan umum baik, kadar Hb 8gr%
atau lebih. Penanganan yang dilakukan antara lain:11,14,15
a. Rawat inap, tirah baring mutlak, berikan antibiotik profilaksis.
b. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta,
usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
c. Infus Dextrose 5% dan elektrolit.
d. Spasmolitik. Tokolitik (bila ada kontraksi: MgSO4 4g IV dosis awal
dilanjutkan 4g setiap 6 jam. Nifedipin 3×20 mg/hari. Betamethason
24mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin, plasentotrofik,
roboransia.
e. Pematangan paru pada janin 28-34 minggu.
f. Persiapan transfusi autologus bila Hb ibu < 11g%.
g. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut
jantung janin.
h. Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa
menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling
untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
i. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu
masih lama, pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali
apabila rumah pasien diluar kota dan jarak untuk mencapai rumah
sakit lebih dari 2 jam).
2. Penanganan Aktif
Dilakukan pada pasien yang memenuhi kriteria umur kehamilan
37 minggu, BB janin 2500 gram, perdarahan banyak 500 cc atau lebih,
ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemis
(Hb <8 gr%).11,14,15
11
1. Persalinan Spontan Pervaginam
Penangan terdiri dari pemecahan ketuban, Versi Braxton Hicks,
Cunam Willet.11,14,15
a. Pemecahan Ketuban
Pemecahan ketuban dapat dilakukan pada plasenta letak
rendah, plasenta previa marginalis dan plasenta previa lateralis
yang menutup ostium kurang dari setengah bagian. Kalau pada
plasenta previa lateralis, plasenta terdapat di sebelah belakang
maka lebih baik dilakukan SC karena dengan pemecahan
ketuban kepala kurang menekan plasenta, karena kepala tertahan
promontorium yang dalam hal ini dilapisi lagi oleh jaringan
plasenta. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan
karena setelah pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi
hingga kepala anak menekan pada plasenta. Selain itu juga
pemecahan ketuban dapat menyebabkan plasenta tidak tertahan
lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim
hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding
rahim.11,14,15
b. Versi Braxton Hicks
Maksud dari perasat Braxton Hicks adalah melakukan
tamponade plasenta dengan bokong dan untuk menghentikan
perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu. Versi ini biasanya
dilakukan pada janin yang sudah mati karena kalau dilakukan
pada janin yang masih hidup, janin ini pasti akan lahir mati.
Mengingat bahanya, yaitu robekan pada servik dan pada segmen
bawah rahim.11,14,15
c. Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet,
kemudian diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti.
Tindakan ini kurang efektif untuk menekan plasenta dan
seringkali menyebabkan perdarahan pada kulit kepala. Tindakan
12
ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan
perdarahan yang tidak aktif.11,14,15
2. Seksio Sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tidak
ada harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan
berupa darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu
dan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-keluar. 11,14,15
Tujuan seksio sesarea yakni:11,14,15
a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi
plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks
uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek.
Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi
sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan
serabut otot dengan korpus uteri.
b. Menghindari kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam.
Indikasi seksio sesarea yakni:11,14,15
a. Plasenta previa totalis.
b. Plasenta previa pada primigravida.
c. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang - Fetal
distress.
d. Plasenta previa lateralis jika pembukaan masih kecil dan banyak,
sebgaian besar OUI ditutupi plasenta, plasenta terletak di
sebelah belakang (posterior).
e. Profuse bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir
dengan cepat.
2.11 Komplikasi
2.11.1 Komplikasi pada Janin
13
Plasenta previa dapat menyebabkan komplikasi pada janin berupa
peningkatan risiko untuk bayi, malformasi kongenital, berat badan lahir
rendah (< 2500 gram), ikterus, kelainan letak janin, sindrom gangguan
pernapasan neonatal, janin masuk ke Neonatal Intensive Care Unit (NICU),
rawat inap lebih lama di rumah sakit, Fetal Intrauterine Growth Retardation
(IUGR), anemia pada janin dan Rh isoimmunisation, prematuritas dengan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, keterlambatan perkembangan saraf,
Sudden Infant Death Syndrome (SIDS).14
2.11.2 Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu berupa peningkatan insiden
endometritis, perdarahan, anemia hingga syok. Perdarahan vagina sekunder
akibat plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan postpartum yang
membutuhkan transfusi darah, histerektomi, perawatan intensif ibu,
septisemia, dan kematian ibu. Perdarahan postpartum adalah keh ilangan
darah lebih dari atau sama dengan 1000 ml disertai dengan tanda atau gejala
hipovolemia yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, terlepas
dari jalur persalinan. Kondisi ini mungkin memerlukan transfusi darah,
uterotonik, embolisasi arteri uterina, ligasi arteri iliaka, tamponade balon,
dan histerektomi. 12,14
2.12 Prognosis
Oleh karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas
janin 50-80 %. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. 11 50% wanita yang
mengalami perdarahan akibat plasenta previa akan mengalami persalinan preterm.
Angka kematian mencapai 2-3% yang umumnya diakibatkan oleh karena
perdarahan hebat dan komplikasi berupa DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation). 14 Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan.
Sekitar 90% kasus plasenta previa sembuh melalui persalinan. Wanita dengan
plasenta anterior memiliki faktor prognostik yang lebih buruk dan lebih mungkin
mengalami kehilangan darah masif dan tingkat histerektomi yang lebih tinggi
14
dibandingkan dengan lokasi lain. Hasil ini akibat dari plasenta yang menempel pada
insisi uterus sebelumnya yang menyebabkan PAS (Plasenta Accreta Spectrum) dan
insisi melewati plasenta. Pasien dengan plasenta previa berisiko mengalami
transfusi darah, cedera pada organ terdekat, histerektomi sesar (0,2%), masuk
perawatan intensif, dan kematian. Ada juga peningkatan risiko pada kehamilan
berikutnya. 11
15
BAB III
SIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
12. Martinelli KG, Garcia ÉM, Santos Neto ETD, Gama SGND. Advanced maternal age
and its association with placenta praevia and placental abruption: a meta -
analysis. Cad Saude Publica. 2018 Feb 19;34(2):e00206116.
13. Matsuzaki S, Kimura T. Vasa Previa. N Engl J Med. 2019 Jan 17;380(3):274
14. Jauniaz ERM, Alfirevic Z, Bhide AG, Belfort MA, Burton GJ, Collins SL et al.
Placenta praevia and placenta accreta : diagnosis and management. Green -top
guideline BJOG. 2018.
15. Almnabri AA, Ansari EAA, Abdulmane MM, et al. Management of Placenta Previa
During Pregnancy. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. 2017. Pp 1549-53.
18