Makalah Kelompok 3 Kelas A Perawatan Psikososial
Makalah Kelompok 3 Kelas A Perawatan Psikososial
OLEH
KELOMPOK 3
KELAS A
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….......................................................…. i
DAFTAR ISI………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan……………………………………………………….….. 2
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan……………………………………………………... 15
3.2 Saran……………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
merasakan kesedihan yang mendalam hingga pada akhirnya merasa kecewa,
frustasi, marah, dan merasakan pahitnya hidup.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
kelompok korban, kelompok terancam dan kelompok terungsi.Data dari
971 responden menunjukkan bahwa gangguan stress pasca trauma (post
traumatic stress disorder) hanya sebesar 3,3 persen dari total responden.
Sementara gangguan psikologis yang atau emosi-emosi yang tidak
menyenangkan yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi : kecemasan,
depresi atau tertekan, psikosomatis serta masalah dalam penyesuaian diri.
Tujuan dukungan psikososial adalah mengembalikan individu atau
keluarga atau kelompok pasca kejadian tertentu (bencana alam maupun
bencana sosial) sehingga menjadi kuat secara individu atau kolektif ;
berfungsi optimal, memiliki ketangguhan dalam menghadapi masalah;
serta menjadi berdaya dan produktif dalam menjalani hidupnya.
Penyuluh Sosial apabila akan turun ke lapangan dalam situasi
bencana, hendaknya memahami tahapan psikososial, sehingga kegiatan
yang dilaksanakan dapat sesuai dengan tahapan-tahapan seharusnya.
Selama ini kegiatan dukungan psikososial dilakukan kepada penyintas
masih bersifat rekreasional, seperti kegiatan bermain bersama anak-anak
dan menggambar Untuk itu penyuluh sosial perlu mempelajari tentang
tahapan dukungan psikososial. Layanan Dukungan Psikososial
dilaksanakan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :
1. Rapid Assesment
Kaji cepat dapat dilakukan kepada sasaran/ penyintas mulai dari
kelompok rentan, penyintas yang kehilangan anggota keluarga saat
terjadi bencana, penyintas yang mengalami luka berat, penyintas
yang rumahnya hancur atau rusak berat, orang dewasa, ibu hamil,
penyandang disabilitas. Asesmen dilakukan dengan teknik :
a. Wawancara Terbuka
Wawancara yang berdasarkan pertanyaan yang tidak terbatas
(tidak terikat) jawabannya. Contohnya, wawancara dengan
menggunakan pertanyaan yang menghendaki penjelasan atau
pendapat seseorang.
7
b. Wawancara tertutup dengan menggunakan instrument kaji
cepat
Wawancara yang berdasarkan pertanyaan yang terbatas
jawabannya. Contohnya, wawancara yang menggunakan
lembar daftar pertanyaan (questionaire) dengan jawaban yang
telah dipersiapkan untuk dipilih, seperti setuju, tidak setuju, ya,
tidak, sangat baik, cukup, kurang.
c. Activity Daily Living Mapping
Metode ini digunakan untuk asesmen pada kelompok wanita
dan pria dewasa dengan menuliskan aktivitas penyintas sehari-
hari sebelum bencana, aktivitas saat ini setelah pengungsian,
masalah dan harapan penyintas.
d. Tools berupa body mapping
Body mapping digunakan untuk asesmen pada kelompok anak
dan remaja, dengan menggambar secara utuh bentuk manusia
secara abstrak, kemudian menuliskan apa yang mereka
fikirkan, mereka lihat, mereka dengar, mereka cium, mereka
rasakan pada saat bencana, dan menuliskan harapan mereka
2. Intervensi
Intervensi yang dilakukan berupa Intervensi individu dan
kelompok
1) Teknik katarsis dan ventilation
Memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan yang
dialaminya sehubungan dengan bencana yang terjadi
2) Teknik support
Memberikan semangat bahwa apa yang sedang dihadapinya
sekarang bukanlah akhir dari kehidupannya
3) Teknik debriefing
Memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan/
kesedihan yang dialaminya sehubungan dengan bencana yang
8
terjadi, kalau bisa kesedihan tersebut dialamui secara penuh
dan utuh, tidak tertunda
4) Teknik motivasi dan support
Mengajak penyintas untuk untuk meningkatkan kembali
motivasi hidupnya kearah ke depan bersama keluarganya.
Dalam buku Panduan Program Psikososial Paska Bencana ada
empat teknik yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma yang
dialami anak-anak diantaranya adalah:
1. Teknik Relaksasi Untuk Anak
a) Sensor tubuh
Suatu upaya untuk mendorong mereka menyadari bagian
dari tubuhnya dan memberikan sugesti yang baik bahwa
tubuh mereka itu sehat dan kuat. Hal ini membiasakan
anak-anak untuk dapat mengendalikan tubuhnya, sehingga
mental mereka menjadi kuat.
b) Menghirup bunga
Teknik ini bertujuan menstimulasi anak untuk menghirup
oksigen dan nitrogen monoksida yang dibutuhan oleh
tubuh, dapat menenangkan pikiran dan jiwa. Kegiatannya
berupa mengajak anak- anak untuk menyebutkan nama
bunga yang harum kemudian mengimajinasikan
bentuk, warna, dan harumnya.
c) Penghakau singa
Teknik ini memiliki tujuan untuk mengeluarkan emosi dan
berteriak sekencang-kencangnya atas perasaan mereka yang
terpendam, melalui cerita singa yang mengganggu desa
mereka. Cerita singa ini bisa dibuat sendiri oleh relawan.
d) Mengeluarkan racun
Teknik mengeluarkan racun bisa dilakukan dengan cara
menghirup nafas dan mengeluarkan nafas sambil
membayangkan sebuah udara hitam yang harus mereka
9
keluarkan dari dalam tubuh mereka.
e) Doa dan sholawat
Mengajak anaka-anak untuk berdoa dan bershalawat
bersama sambil memegang dada-dada.
f) Menyanyikan lagu
Ajak anak-anak untuk berbaring dan memejamkan mata
lalu nyanyikan mereka lagu lembut sebagai penghantar
tidur.
g) Membentuk benda
Teknik ini merupakan modifikasi dari progressive muscle
untuk menstimulasi batang otak, agar kembali memiliki
kontrol terhadap otot-otot tubuh. Dilakukan dengan cara
mengajak anak-anak bergerak kemudian berjalan pelan dan
membayangkan menjadi benda sesuai dengan sifat benda
tersebut.
h) Tempat rahasia
Tempat rahasia adalah teknik meminta anak-anak untuk
menggambarkan sebuah tempat lewat selembar kertas dan
pensil, kemudian cobalah mengajak mereka untuk
menceritakan tempat tersebut. Setelah itu beri tahu mereka
bahwa kita akan mengajak mereka melalui sebuah
imajinasi.
i) Gua bertingkat
Sama seperti yang sebelumnya, coba ajak anak-anak untuk
melakukan perjalanan ke sebuah gua bertingkat tiga sambil
meminta mereka untuk melakukan beberapa gerakan
sebelum sampai ke tempat tujuan. Gerakan tersebut bisa
berupa melompat, menghirup nafas, melirik, mengangkat
batu, menginjak, dan lain sebagainya sampai akhirnya
mereka sampai di gua tingkat tiga.
j) Imajinasi dengan awan
10
Ajak anak-anak untuk pergi ke ruangan terbuka sambil
tiduran serta melihat awan di langit. Setelah itu suruhlah
mereka untuk menebak bentuk awan mana yang mirip
dengn kuda, boneka salju atau benda-benda lainnya.
11
anak masih memiliki kekuatan mengontrol badan).
Sekarang tanggal (sebutkan tanggal) saya ada di
(sebutkan nama tempat), saya sedang melakukan
(sebutkan nama kegiatan). Tarik nafas dalam dan
hembuskan perlahan-lahan beberapa kali hingga pola
nafas normal kembali.
3. Teknik Rekreasional
Pada dasarnya kegiatan rekreasional adalah segala
aktivitas yang menyenangkan, dan mampu
mengembangkan aspek fisik, pikiran, sosial dan emosional
anak sehingga meningkatkan resiliensi mereka. Tidak
semua kegiatan rekreasional dapat disebut sebagai
kegiatan dukungan psikososial. Hanya kegiatan yang
memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan psikososial
anak yang dapat disebut sebagai kegiatan dukungan
psikososial.
a) Kegiatan seni
Kegiatan seni dapat menjadi alat komunikasi untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan. Kegiatan ini
bisa berupa menggambar, bermain musik, melukis, dan
bernyanyi.
b) Pertunjukan drama dan boneka
Drama sangat baik untuk melatih kerjasama,
mengekspresikan perasaan, dan belajar dari sebuah
pengalaman. Drama cocok dilakukan untuk anak usia 5-
18 tahun. Sedangkan pertunjukan boneka cocok untuk
anak usia di bawah 9 tahun.
c) Bermain dan permainan
Kegiatan bermain bebas dapat meningkatkan
kemampuan ekspresi diri anak. Permainan berstruktur
12
yaitu permainan yang memiliki tujuan, metode dan
aturan yang dapat mengajarkan nilai-nilai tertentu
seperti berbagi dan kerja sama. Karena bentuknya yang
terstruktur, maka bisa dilakukan persiapan sehingga
dalam pelaksanaannya dapat lebih tertib dan teratur.
d) Menyampaikan, membaca, mendengarkan, dan
menuliskan cerita
Baik mendengar atau menyampaikan cerita dapat
melatih anak untuk belajar berempati, mendengarkan
dan menghargai orang lain. Isi cerita mengajarkan nilai-
nilai moral dan bagaimana menghadapi masalah.
e) Olahraga
4. Tekhnik Ekspresif
a) Tekhnik Menulis
Menulis memiliki kekuatan katartif (pelepasan emosi).
Dengan tulisan, seseorang akan dapat menenangkan
pikirannya, melepaskan ketegangan, menguraikan
kebingungan dan membuka alur baru dalam hidupnya.
Teknik menulis tepat untuk anak usia 10 tahun hingga
remaja akhir (19 tahun) bahkan bisa juga untuk orang
dewasa.
b) Tekhnik Menggambar
1) Menggambar bebas
Mintalah mereka untuk menggambar sesuatu hal
yang ada di pikiran mereka, dengan begitu konselor,
relawan, atau psikolog dapat mengetahui apa yang
anak tersebut sedang pikirkan.
13
2) Menggambar kejadian traumatis
Hal ini untuk mengidentifikasi hal-hal yang
membuat mereka trauma, seperti misalnya mobil
ambulans.
3) Menggambar hari depan
Menggambar masa depan akan menunjukan harapan
dan cita- cita di kemudian hari, sehingga orang
terdekat yang berada dengan anak dapat mengetahui
dan mengarahkan harapan anak
4) Menggambar kata
Menggambar kata adalah meminta anak untuk
menggambarkan kata yang paling mereka sukai ke
dalam wujud gambar.
5) Memberi judul
Setelah semua gambar terbentuk mintalah anak
untuk memberikan judul pada setiap gambar
tersebut.
6) Menggambar perasaan
Kegiatan menggambarkan perasaan bertujuan untuk
mengidentifikasikan, memberi nama dan
menyatakan emosi anak- anak, karena anak-anak
terkadang sulit untuk menyebutkan sebuah ekspresi
perasaan yang dia rasakan.
14
apabila memilih sikap untuk diam dan menarik
diri.
b) Mereka tidak pernah ingin melupakan kejadian
yang menyebabkan trauma. Pengalaman bencana
yang dialami dijadikan sebagai sebuah
pengalaman yang melekat dalam pikiran. Mereka
menerima pengalaman yang menakutkan tersebut
sebagai sebuah referensi bagi kehidupan
kedepannya.
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kerentanan Psikologis
Tidak semua orang akan mengalami gejala dan dampak
psikologis yang sama pada saat menghadapi bencana. Beberapa faktor
dapat meningkatkan ataupun menurunkan risiko:
1. Tingkat keparahan
Semakin parah bencana yang terjadi, maka semakin buruk
kemungkinan dampaknya. Pada kasus kamp-kamp konsentrasi
Nazi, genosida Rwanda, Killing Fields di Kamboja, hampir semua
orang yang mengalami peristiwa traumatis menderita akibatnya
untuk waktu yang sangat panjang.
2. Jenis bencana
Bencana yang terjadi karena manusia akan berdampak lebih parah
daripada bencana karena alam. Perang, Terorisme dan kerusuhan
sosial berdampak lebih merusak secara psikologis daripada Gempa,
Tsunami ataupun Banjir. Bencana karena manusia yang disengaja
(pembakaran toko, pemerkosaan), akan lebih merusak daripada
yang tidak disengaja (kecelakaan kerja, robohnya bangunan). Dua
orang pemiliki toko yang tokonya sama sama terbakar saat
kerusuhan di Solo 14 Mei 2008, menunjukkan reaksi yang berbeda.
Pemilik toko yang tokonya dibakar langsung dalam amuk massa,
menunjukkan gejala ptsd yang lebih kuat daripada pemilik toko
yang tokonya terbakar dalam kerusuhan tersebut namun secara
15
tidak langsung (karena angin yang bertiup kencang, membawa api
dari rumah ke rumah)
3. Jenis kelamin dan usia
Wanita (terutama ibu-ibu yang memiliki anak balita), anak usia
lima sampai sepuluh, dan orang-orang tua lebih rentan daripada
yang lain. Orang dengan daya tahan fisik yang lebih lemah, akan
mengintepretasikan suatu ancaman lebih besar/mengerikan
daripada seseorang dengan daya tahan tubuh yang lebih kuat.
Sebaliknya pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun, meski
secara fisik mereka masih lemah, namun kondisi psikologis mereka
sangat ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa yang ada di
dekat mereka karena kemampuan kognitif mereka dalam mengenali
bahaya masih terbatas. Jika orang dewasa disekitar mereka bersikap
tenang, maka merek juga akan relatif tenang.
4. Kepribadian
Orang-orang dengan kepribadian yang matang, konsep diri yang
positip dan reseliensi yang bagus akan lebih mampu daripada yang
tidak memiliki. Orang-orang yang tumbuh dengan tidak percaya
diri, ketika menghadapi bencana juga akan mempersepsi tentang
kekuatan dirinya maupun masa depannya secara negatif dan
pesimis.
5. Ketersediaan jaringan dan dukungan social
Keberadaan keluarga yang mendukung, teman-teman, dan
masyarakat akan mampu mengurangi kemungkinan efek samping
jangka panjang. Masyarakat yang masih erat, dan saling peduli
akan lebih mampu mengatasi masa-masa sulit daripada masyarakat
perkotaan yang individualis. Kunjungan dan sapaan terhadap
penyintas, akan mempercepat pemulihan mereka. Pada faktor ini,
tradisi kenduri 7 hari, 30 hari atau 100 hari paska kematian pada
masyarakat Muslim di Jawa ataupun kebaktian penghiburan pada
orang Nasrani, memiliki peranan yang besar dalam pemulihan.
16
Penyintas yang kehilangan anggota keluarganya mendapatkan
dukungan sosial dengan kehadiran saudara dan sahabat mereka.
6. Pengalaman sebelumnya
Mereka yang telah berhasil mengatasi dengan trauma di masa lalu,
akan lebih dapat mengatasi bencana berikutnya dengan lebih
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep perawatan psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan social,
kata psiko mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal
yang diyakini, sikap , persepsi, dan pemahaman akan diri. Kata social merujuk
pada orang lian, tatanan social, norma, nilai aturan, system, kekerabatan, agama
atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Psiko sosial
diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana
tingkah laku, pikiran, dan emosi, individu yang akan mempengaruhi dan
dipengaruhi orang lain atau pengalaman social.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya saya akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang dapat di pertanggung
jawabkan.
18
DAFTAR PUSTAKA
19