Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERAWATAN PADA PSIKOSOSIAL


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bencana yang diampuh
oleh Ns. Zulkifli B. Pomalango., M.Kep

OLEH
KELOMPOK 3
KELAS A

Sitti Utari Suratinoyo (841416004)


Cindrawati (841416034)
Nur Fitrah M. Z. Maksud (841416039)
Ulfa Imran Puti (841416061)
Hasni Montawali (841416067)
Sri Rahmawaty Lalu (841416096)
Asna Didipu (841416122)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Rasa terima kasih juga kami
ucapkan kepada Dosen kepeawatan bencana yang selalu memberikan dukungan
serta bimbingannya sehingga makalah ini dapat disusun dengan baik. Terima
kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….......................................................…. i

DAFTAR ISI………………………………………………………... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………..… 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………. 2

1.3 Tujuan……………………………………………………….….. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Perawatan Psikososial …………………………………. 3

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kerentanan Psikologis………………… 12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………... 15

3.2 Saran……………………………………………………………. 15

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Konsep psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan social. Kata psiko
megacu pada jiwa, pikiran, emosi, atau perasaan, perilaku, hal-hal yang
diyakini, sikap, persepsi dan pemahaman akan diri. Kata social merajuk pada
orang lain, tekanan social, normal, nilai aturan, system ekonomi, system
kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam
masyarakat. Psikososial diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam
interaksi antara manusia, dimana tingkah laku, pikiran dan emosi individu
akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain atau pengalaman social.
Tujuan dukungan psikososial adalah mengembalikan individu atau keluarga
atau kelompok pasca kejadian tertentu (bencana alam maupun bencana social)
sehingga menjadi kuat secara individu atau kolektif berfungsi optimal,
memiliki ketangguhan dalam menghadapi masalah serta menjadi berdaya dan
produktif dalam menjalani hidupnya.
Akibat dari bencana tersebut akan berpengaruh terhadapkehidupan
masyarakat paska bencana, sebagai akibat perubahan yang terjadi dalam hidup
mereka yang terjadi secara drastic dan tiba-tiba, dan pada akhirnya
menimbulkan kelainan atau gangguan pada mental atau gangguan kejiwaan
sebagai buntut bencana. Pada fase awal bencana akan membuat korban
menjadi khawatir dan bahkan mungkin menjadi panik. Kepanikan ini berupa
seseorang akan merasa sangat down, shock, karena kehilangan harta benda dan
sanak saudara. Demikian pula, mereka akan merasakan berbagai macam emosi
seperti ketakutan, kehilangan orang dan benda yang dicintainnya, serta
membandingkan keadaan tersebut dengan kondisin sebelum bencana, mereka
kembali mengingat harta benda yang telah hilang atau rusak sekaligus

4
merasakan kesedihan yang mendalam hingga pada akhirnya merasa kecewa,
frustasi, marah, dan merasakan pahitnya hidup.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa konsep perawatan psikososial ?
2. Apa faktor yang mempengaruhi kerentanan psikologis ?
3.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep perawatan psikososial.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kerentanan psikologis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Perawatan Psikososial


Pusat Penyuluhan Sosial pada tahun 2018 diberi mandat untuk
melaksanakan kegiatan terkait dengan kesiapsiagaan, baik kesiapsiagaan
terkait dengan penanganan bencana maupun kesiapsiagaan terkait dengan
isu sosial yang sedang merebak dan menjadi kegelisahan negara. Pada
penanganan bencana, Pusat Penyuluhan Sosial turun  ke lokasi bencana
dan rawan bencana bersama-sama dengan Taruna Siaga Bencana, menjadi
sahabat tagana dan ikut membantu melakukan kegiatan terkait penanganan
korban bencana. Pada pasca bencana, Penyuluh Sosial turun mendukung
Tagana dalam memberikan Dukungan Psikososial, sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana  pasal 26 point D; setiap orang berhak serta dalam perencanaan,
pengoperasian dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan
kesehatan termasuk Dukungan Psikososial. Layanan psikososial ditujukan
kepada korban bencana yang mengalami trauma dan depresi.
Konsep psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan sosial. Kata
psiko mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal
yang diyakini, sikap, persepsi dan pemahaman akan diri. Kata sosial
merujuk pada orang lain, tatanan sosial, norma, nilai aturan,system
ekonomi, system kekerabatan, agama atau religi serta keyakinan yang
berlaku dalam suatu masyarakat.Psiko sosial diartikan sebagai hubungan
yang dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana tingkah laku, pikiran
dan emosi individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang lain
atau pengalaman sosial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayat
pada kelompok masyarakat yang terkena erupsi gunung Merapi pada tahun
2010, menunjukkan adanya permasalahan psikososial yang dihadapi oleh

6
kelompok korban, kelompok terancam dan kelompok terungsi.Data dari
971 responden menunjukkan bahwa gangguan stress pasca trauma (post
traumatic stress disorder) hanya sebesar 3,3 persen dari total responden.
Sementara gangguan psikologis yang atau emosi-emosi yang tidak
menyenangkan yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi : kecemasan,
depresi atau tertekan, psikosomatis serta masalah dalam penyesuaian diri.
Tujuan dukungan psikososial adalah mengembalikan individu atau
keluarga  atau kelompok pasca kejadian tertentu (bencana alam maupun
bencana sosial) sehingga menjadi kuat secara individu atau kolektif ;
berfungsi optimal, memiliki ketangguhan dalam menghadapi masalah;
serta menjadi berdaya dan produktif dalam menjalani hidupnya.
Penyuluh Sosial apabila akan turun ke lapangan dalam situasi
bencana, hendaknya memahami tahapan psikososial, sehingga kegiatan
yang dilaksanakan dapat sesuai dengan tahapan-tahapan seharusnya.
Selama ini kegiatan dukungan psikososial dilakukan kepada penyintas
masih bersifat rekreasional, seperti kegiatan bermain bersama anak-anak
dan menggambar Untuk itu penyuluh sosial perlu mempelajari tentang
tahapan dukungan psikososial. Layanan Dukungan Psikososial
dilaksanakan dalam beberapa tahapan, sebagai berikut :
1. Rapid Assesment
Kaji cepat dapat dilakukan kepada sasaran/ penyintas mulai dari
kelompok rentan, penyintas yang kehilangan anggota keluarga saat
terjadi bencana, penyintas yang mengalami luka berat, penyintas
yang rumahnya hancur atau rusak berat, orang dewasa, ibu hamil,
penyandang disabilitas. Asesmen dilakukan dengan teknik :
a. Wawancara Terbuka
Wawancara yang berdasarkan pertanyaan yang tidak terbatas
(tidak terikat) jawabannya. Contohnya, wawancara dengan
menggunakan pertanyaan yang menghendaki penjelasan atau
pendapat seseorang.

7
b. Wawancara tertutup dengan menggunakan instrument kaji
cepat
Wawancara yang berdasarkan pertanyaan yang terbatas
jawabannya. Contohnya, wawancara yang menggunakan
lembar daftar pertanyaan (questionaire) dengan jawaban yang
telah dipersiapkan untuk dipilih, seperti setuju, tidak setuju, ya,
tidak, sangat baik, cukup, kurang.
c. Activity Daily Living Mapping
Metode ini digunakan untuk asesmen pada kelompok wanita
dan pria dewasa dengan menuliskan aktivitas penyintas sehari-
hari sebelum bencana, aktivitas saat ini setelah pengungsian,
masalah dan harapan penyintas.
d. Tools berupa body mapping
Body mapping digunakan untuk asesmen pada kelompok anak
dan remaja, dengan menggambar secara utuh bentuk manusia
secara abstrak, kemudian menuliskan apa yang mereka
fikirkan, mereka lihat, mereka dengar, mereka cium, mereka
rasakan pada saat bencana, dan menuliskan harapan mereka
2. Intervensi
Intervensi yang dilakukan berupa Intervensi individu dan
kelompok
1) Teknik katarsis dan ventilation
Memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan yang
dialaminya   sehubungan dengan bencana yang terjadi
2) Teknik support
Memberikan semangat bahwa apa yang sedang dihadapinya
sekarang bukanlah   akhir dari kehidupannya
3) Teknik debriefing
Memfasilitasi penyintas untuk mengungkapkan perasaan/
kesedihan yang dialaminya sehubungan dengan bencana yang

8
terjadi, kalau bisa kesedihan tersebut dialamui secara penuh
dan utuh, tidak tertunda
4) Teknik motivasi dan support
Mengajak penyintas untuk untuk meningkatkan kembali
motivasi hidupnya kearah ke depan bersama keluarganya.
Dalam buku Panduan Program Psikososial Paska Bencana ada
empat teknik yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma yang
dialami anak-anak diantaranya adalah:
1. Teknik Relaksasi Untuk Anak
a) Sensor tubuh
Suatu upaya untuk mendorong mereka menyadari bagian
dari tubuhnya dan memberikan sugesti yang baik bahwa
tubuh mereka itu sehat dan kuat. Hal ini membiasakan
anak-anak untuk dapat mengendalikan tubuhnya, sehingga
mental mereka menjadi kuat.
b) Menghirup bunga
Teknik ini bertujuan menstimulasi anak untuk menghirup
oksigen dan nitrogen monoksida yang dibutuhan oleh
tubuh, dapat menenangkan pikiran dan jiwa. Kegiatannya
berupa mengajak anak- anak untuk menyebutkan nama
bunga yang harum kemudian mengimajinasikan
bentuk, warna, dan harumnya.
c) Penghakau singa
Teknik ini memiliki tujuan untuk mengeluarkan emosi dan
berteriak sekencang-kencangnya atas perasaan mereka yang
terpendam, melalui cerita singa yang mengganggu desa
mereka. Cerita singa ini bisa dibuat sendiri oleh relawan.
d) Mengeluarkan racun
Teknik mengeluarkan racun bisa dilakukan dengan cara
menghirup nafas dan mengeluarkan nafas sambil
membayangkan sebuah udara hitam yang harus mereka

9
keluarkan dari dalam tubuh mereka.
e) Doa dan sholawat
Mengajak anaka-anak untuk berdoa dan bershalawat
bersama sambil memegang dada-dada.
f) Menyanyikan lagu
Ajak anak-anak untuk berbaring dan memejamkan mata
lalu nyanyikan mereka lagu lembut sebagai penghantar
tidur.
g) Membentuk benda
Teknik ini merupakan modifikasi dari progressive muscle
untuk menstimulasi batang otak, agar kembali memiliki
kontrol terhadap otot-otot tubuh. Dilakukan dengan cara
mengajak anak-anak bergerak kemudian berjalan pelan dan
membayangkan menjadi benda sesuai dengan sifat benda
tersebut.
h) Tempat rahasia
Tempat rahasia adalah teknik meminta anak-anak untuk
menggambarkan sebuah tempat lewat selembar kertas dan
pensil, kemudian cobalah mengajak mereka untuk
menceritakan tempat tersebut. Setelah itu beri tahu mereka
bahwa kita akan mengajak mereka melalui sebuah
imajinasi.
i) Gua bertingkat
Sama seperti yang sebelumnya, coba ajak anak-anak untuk
melakukan perjalanan ke sebuah gua bertingkat tiga sambil
meminta mereka untuk melakukan beberapa gerakan
sebelum sampai ke tempat tujuan. Gerakan tersebut bisa
berupa melompat, menghirup nafas, melirik, mengangkat
batu, menginjak, dan lain sebagainya sampai akhirnya
mereka sampai di gua tingkat tiga.
j) Imajinasi dengan awan

10
Ajak anak-anak untuk pergi ke ruangan terbuka sambil
tiduran serta melihat awan di langit. Setelah itu suruhlah
mereka untuk menebak bentuk awan mana yang mirip
dengn kuda, boneka salju atau benda-benda lainnya.

2. Teknik Mengekspresikan Emosi untuk Anak


a) Melepas balon imajiner
Tanyakan pada anak-anak mengenai emosi negatif
yang mereka miliki, lalu mintalah anak-anak untuk
membayangkan sebuah balon kemudian meniupnya dan
memasukan emosi negatif tersebut ke dalam balon.
Balonpun dengan ikhlas diterbangkan ke langit bersama
dengan emosi negatif yang selama ini terpendam
b) Menyimpan Emosi
Teknik menyimpan emosi ini memerlukan sebuah
kardus atau kaleng bekas, pensil, dan kertas. Mintalah
pada anak-anak untuk menuliskan emosi negatif yang
mereka rasakan kemudian buang bersama emosi negatif
itu ke dalam kardus atau kaleng yang sudah disediakan.
c) Mengatasi flashback
Jika anak-anak mengalami flashback (misalnya tangan
berkeringat, tiba-tiba sakit kepala, mulut terasa kering,
tempo nafas lebih cepat, panik) saat mendengar sesuatu
yang mengingatkan mereka akan kejadian yang
traumatik, itu tandanya sedang mengalami gejala stres
selepas trauma (GSST). Anak kehilangan orientasi
waktu, yang perlu dilakukan adalah : gunakan
kesadaran akan perbedaan waktu. Lakukan dan katakan:
Nama saya (sebutkan nama), saat ini saya sedang
mengalami gejala trauma. Injakkan kaki anda secara
bergantian ke tanah (ini akan memberikan perasaan

11
anak masih memiliki kekuatan mengontrol badan).
Sekarang tanggal (sebutkan tanggal) saya ada di
(sebutkan nama tempat), saya sedang melakukan
(sebutkan nama kegiatan). Tarik nafas dalam dan
hembuskan perlahan-lahan beberapa kali hingga pola
nafas normal kembali.

3. Teknik Rekreasional
Pada dasarnya kegiatan rekreasional adalah segala
aktivitas yang menyenangkan, dan mampu
mengembangkan aspek fisik, pikiran, sosial dan emosional
anak sehingga meningkatkan resiliensi mereka. Tidak
semua kegiatan rekreasional dapat disebut sebagai
kegiatan dukungan psikososial. Hanya kegiatan yang
memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan psikososial
anak yang dapat disebut sebagai kegiatan dukungan
psikososial.
a) Kegiatan seni
Kegiatan seni dapat menjadi alat komunikasi untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan. Kegiatan ini
bisa berupa menggambar, bermain musik, melukis, dan
bernyanyi.
b) Pertunjukan drama dan boneka
Drama sangat baik untuk melatih kerjasama,
mengekspresikan perasaan, dan belajar dari sebuah
pengalaman. Drama cocok dilakukan untuk anak usia 5-
18 tahun. Sedangkan pertunjukan boneka cocok untuk
anak usia di bawah 9 tahun.
c) Bermain dan permainan
Kegiatan bermain bebas dapat meningkatkan
kemampuan ekspresi diri anak. Permainan berstruktur

12
yaitu permainan yang memiliki tujuan, metode dan
aturan yang dapat mengajarkan nilai-nilai tertentu
seperti berbagi dan kerja sama. Karena bentuknya yang
terstruktur, maka bisa dilakukan persiapan sehingga
dalam pelaksanaannya dapat lebih tertib dan teratur.
d) Menyampaikan, membaca, mendengarkan, dan
menuliskan cerita
Baik mendengar atau menyampaikan cerita dapat
melatih anak untuk belajar berempati, mendengarkan
dan menghargai orang lain. Isi cerita mengajarkan nilai-
nilai moral dan bagaimana menghadapi masalah.

e) Olahraga

Olahraga memberikan kesegaran dan menyalurkan


energi anak dengan cara yang positif. Olahraga melatih
kemampuan bergerak dan meningkatkan kekuatan otot.

4. Tekhnik Ekspresif

a) Tekhnik Menulis
Menulis memiliki kekuatan katartif (pelepasan emosi).
Dengan tulisan, seseorang akan dapat menenangkan
pikirannya, melepaskan ketegangan, menguraikan
kebingungan dan membuka alur baru dalam hidupnya.
Teknik menulis tepat untuk anak usia 10 tahun hingga
remaja akhir (19 tahun) bahkan bisa juga untuk orang
dewasa.
b) Tekhnik Menggambar
1) Menggambar bebas
Mintalah mereka untuk menggambar sesuatu hal
yang ada di pikiran mereka, dengan begitu konselor,
relawan, atau psikolog dapat mengetahui apa yang
anak tersebut sedang pikirkan.

13
2) Menggambar kejadian traumatis
Hal ini untuk mengidentifikasi hal-hal yang
membuat mereka trauma, seperti misalnya mobil
ambulans.
3) Menggambar hari depan
Menggambar masa depan akan menunjukan harapan
dan cita- cita di kemudian hari, sehingga orang
terdekat yang berada dengan anak dapat mengetahui
dan mengarahkan harapan anak
4) Menggambar kata
Menggambar kata adalah meminta anak untuk
menggambarkan kata yang paling mereka sukai ke
dalam wujud gambar.
5) Memberi judul
Setelah semua gambar terbentuk mintalah anak
untuk memberikan judul pada setiap gambar
tersebut.
6) Menggambar perasaan
Kegiatan menggambarkan perasaan bertujuan untuk
mengidentifikasikan, memberi nama dan
menyatakan emosi anak- anak, karena anak-anak
terkadang sulit untuk menyebutkan sebuah ekspresi
perasaan yang dia rasakan.

Proses penyembuhan trauma pasca bencana didasarkan pada


dua kondisi yaitu:

a) Korban trauma memiliki teman dekat untuk dapat


saling berbagi dan saling memberikan semangat.
Melalui kondisi ini korban trauma dengan
sendirinya akan menciptakan kondisi yang aman
dan nyaman dengan lingkungan sekitar. Berbeda

14
apabila memilih sikap untuk diam dan menarik
diri.
b) Mereka tidak pernah ingin melupakan kejadian
yang menyebabkan trauma. Pengalaman bencana
yang dialami dijadikan sebagai sebuah
pengalaman yang melekat dalam pikiran. Mereka
menerima pengalaman yang menakutkan tersebut
sebagai sebuah referensi bagi kehidupan
kedepannya.
2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kerentanan Psikologis
Tidak semua orang akan mengalami gejala dan dampak
psikologis yang sama pada saat menghadapi bencana. Beberapa faktor
dapat meningkatkan ataupun menurunkan risiko:
1. Tingkat keparahan
Semakin parah bencana yang terjadi, maka semakin buruk
kemungkinan dampaknya. Pada kasus kamp-kamp konsentrasi
Nazi, genosida Rwanda, Killing Fields di Kamboja, hampir semua
orang yang mengalami peristiwa traumatis menderita akibatnya
untuk waktu yang sangat panjang.
2. Jenis bencana
Bencana yang terjadi karena manusia akan berdampak lebih parah
daripada bencana karena alam. Perang, Terorisme dan kerusuhan
sosial berdampak lebih merusak secara psikologis daripada Gempa,
Tsunami ataupun Banjir. Bencana karena manusia yang disengaja
(pembakaran toko, pemerkosaan), akan lebih merusak daripada
yang tidak disengaja (kecelakaan kerja, robohnya bangunan). Dua
orang pemiliki toko yang tokonya sama sama terbakar saat
kerusuhan di Solo 14 Mei 2008, menunjukkan reaksi yang berbeda.
Pemilik toko yang tokonya dibakar langsung dalam amuk massa,
menunjukkan gejala ptsd yang lebih kuat daripada pemilik toko
yang tokonya terbakar dalam kerusuhan tersebut namun secara

15
tidak langsung (karena angin yang bertiup kencang, membawa api
dari rumah ke rumah)
3. Jenis kelamin dan usia
Wanita (terutama ibu-ibu yang memiliki anak balita), anak usia
lima sampai sepuluh, dan orang-orang tua lebih rentan daripada
yang lain. Orang dengan daya tahan fisik yang lebih lemah, akan
mengintepretasikan suatu ancaman lebih besar/mengerikan
daripada seseorang dengan daya tahan tubuh yang lebih kuat.
Sebaliknya pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun, meski
secara fisik mereka masih lemah, namun kondisi psikologis mereka
sangat ditentukan oleh orang tua atau orang dewasa yang ada di
dekat mereka karena kemampuan kognitif mereka dalam mengenali
bahaya masih terbatas. Jika orang dewasa disekitar mereka bersikap
tenang, maka merek juga akan relatif tenang.
4. Kepribadian
Orang-orang dengan kepribadian yang matang, konsep diri yang
positip dan reseliensi yang bagus akan lebih mampu daripada yang
tidak memiliki. Orang-orang yang tumbuh dengan tidak percaya
diri, ketika menghadapi bencana juga akan mempersepsi tentang
kekuatan dirinya maupun masa depannya secara negatif dan
pesimis.
5. Ketersediaan jaringan dan dukungan social
Keberadaan keluarga yang mendukung, teman-teman, dan
masyarakat akan mampu mengurangi kemungkinan efek samping
jangka panjang. Masyarakat yang masih erat, dan saling peduli
akan lebih mampu mengatasi masa-masa sulit daripada masyarakat
perkotaan yang individualis. Kunjungan dan sapaan terhadap
penyintas, akan mempercepat pemulihan mereka. Pada faktor ini,
tradisi kenduri 7 hari, 30 hari atau 100 hari paska kematian pada
masyarakat Muslim di Jawa ataupun kebaktian penghiburan pada
orang Nasrani, memiliki peranan yang besar dalam pemulihan.

16
Penyintas yang kehilangan anggota keluarganya mendapatkan
dukungan sosial dengan kehadiran saudara dan sahabat mereka.
6. Pengalaman sebelumnya
Mereka yang telah berhasil mengatasi dengan trauma di masa lalu,
akan lebih dapat mengatasi bencana berikutnya dengan lebih

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konsep perawatan psikososial terdiri dari dua hal, yaitu psiko dan social,
kata psiko mengacu pada jiwa, pikiran, emosi atau perasaan, perilaku, hal-hal
yang diyakini, sikap , persepsi, dan pemahaman akan diri. Kata social merujuk
pada orang lian, tatanan social, norma, nilai aturan, system, kekerabatan, agama
atau religi serta keyakinan yang berlaku dalam suatu masyarakat. Psiko sosial
diartikan sebagai hubungan yang dinamis dalam interaksi antara manusia, dimana
tingkah laku, pikiran, dan emosi, individu yang akan mempengaruhi dan
dipengaruhi orang lain atau pengalaman social.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya saya akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah
di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang dapat di pertanggung
jawabkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Purborini, Nurul. Dkk. 2016. Gambaran Kondisi Psikososial Masyarakat


Lereng Merapi Pasca 6 Tahun Erupsi Gunung Merapi. Universtias
muhammadiyah magelang : jurnal keperawatan muhammadiyah

Nawangsih, Endah. 2016. Play Therapy Untuk Anak-Anak Korban Bencana


Alam Yang Mengalami Trauma (Post Traumatic Stress
Disorder/PTSD). Universitas Islam Bandung : Bandung

Nurcahyani, fitri. Dkk. 2016. Pengaruh Terapi Suportif Kelompok Terhadap


Kecemasan Pada Klien Pasca Bencana Banjir Bandung Diperumahan
Relokasi Desa Suci Kecamatan Panti Kabupaten Jember (The Effect Of
Supportive Group Therapy Toward The Client’s Anxiety After Flash
Flood Disaster Of Relocation Housing In Suci Village, Panti
Subdistrict, Jember Regency). Universitas Jember : Jember

19

Anda mungkin juga menyukai