Anda di halaman 1dari 13

YULIA NINGSIH

NIM: 120710059

RANGKUMAN MATA KULIAH PRINSIP DASAR EPIDEMIOLOGI

I. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI


Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi dan determinat
penyakit,serta upaya pengendalian penyakit tersebut. Distribusi penyakit dapat
dideskripsikan menurut faktor orang (usia, jeniskelamin, ras), tempat (penyebaran
geografis), dan waktu, sedangkan pengkajian determinan penyakit mencakup penjelasan
pola distribusipenyakit tersebut menurut faktor-faktor penyebab-nya.

Istilah epidemiologi berasal dari kata 'epi' (atas), 'demos' (rakyat;penduduk), dan 'logos'
(ilmu), sehingga epidemiologi dapat diartikan sebagai'ilmu yang mempelajari tentang hal-
hal yang terjadi/menimpa penduduk'. Epidemiologi tidak terbatas hanya mempelajari
tentang epidemi (wabah).

Tujuan epidemiologi adalah untuk:


a. Menggambarkan status kesehatan populasi
b. Menentukan “sebab” masalah kesehatan
c. Menentukan riwayat alamiah suatu penyakit
d. Mengevaluasi suatu tindakan intervensi kesehatan
e. Meramalkan terjadinya masalah kesehatan di populasi
f. Menanggulangi masalah kesehatan yang terjadi dengan tindakan pencegahan atau
pengobatan

Menurut sejarah perkembangan, epidemiologi dibedakan atas:


1. Epidemiologi klasik: terutama mempelajari tentang penyakit menular wabah serta
terjadinya penyakit menurut konsep epidemiologi klasik.
2. Epidemiologi modern: merupakan sekumpulan konsep yang digunakan dalam
studi epidemiologi yang terutama bersifat analitik, selain untuk penyakit menular
wabah dapat diterapkan juga untuk penyakit menular bukan wabah, penyakit
tidak menular, serta masalah-masalah kesehatan lainnya. Menurut bidang
penerapannya, epidemiologi modern dibagi atas:
(a) Epidemiologi lapangan
(b) Epidemiologi komunitas
(c) Epidemiologi klinik
Menurut metode investigasi yang digunakan, epidemiologi dibedakan atas:
1. Epidemiologi deskriptif: mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran suatu
masalah kesehatan tanpa memandang perlu mencari jawaban terhadap faktor-
faktor penyebab timbulnya masalah kesehatan tersebut
2. Epidemiologi analitik: epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban
terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu
masalah kesehatan
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian epidemiologi mencakup:
- Penyakit menular wabah
- Penyakit menular bukan wabah
- Penyakit tidak menular
- Masalah kesehatan lainnya
Secara praktis ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk (tabel 1.1),
sedangkan ruang lingkup epidemiologi klinik yang mempelajari mengenai peristiwa klinik
serta kaitannya dengan riwayat alamiah penyakit diperlihatkan pada diagram 1.1.

Prinsip Epidemiologi, merupakan rangkaian kegiatan tertentu yang dilakukan untuk


mengkaji masalah-masalah kesehatan sehingga diperoleh kesejelasan dari masalah
tersebut.
Kegunaan Studi Epidemiologi adalah untuk menentukan penyebab utama kesakitan,
kecacatan, dan kematian untuk menetapkan prioritas tindakan dan riset serta
mengidentifikasi kelompok penduduk risiko tinggi dari suatu penyakit, sehingga tindakan
dapat segera diprioritaskan. Frekuensi masalah kesehatan menunjukkan kepada besarnya
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok manusia atau masyarakat. Artinya
bila dikaitkan dengan masalah penyakit menunjukkan banyaknya kelompok masyarakat
yang terserang penyakit.

Ukuran-ukuran dalam epidemiologi adalah sebagai berikut:


1. Perhitungan Frekuensi Penyakit, dengan menggunakan:
a. Rate, Rate merupakan besarnya peristiwa yang terjadi terhadap jumlah
keseluruhan penduduk di mana peristiwa itu berlangsung dalam suatu batas
waktu tertentu.
b. Rasio, Rasio merupakan perbandingan dari 2 nilai kuantitatif (Rasio = A/B)
c. Proporsi, Misal : Proporsi kematian karena DHF adalah jumlah yang mati karena
DHF dibagi jumlah seluruh kematian
2. Ukuran Morbiditas
a. Insidensi, Insidensi adalah jumlah kejadian/penyakit (kasus baru) pada kelompok
penduduk tertentu dlm suatu kurun waktu tertentu.
b. Prevalensi, Point prevalence, yaitu jumlah seluruh penderita (lama+baru) yang ada
pada suatu saat tertentu
3. Ukuran Mortalitas
a. Crude Death Rate (CDR)
b. Angka Kematian Kasar ( CDR) adalah jumlah kematian yang dicatat selama satu
tahun per 1000 penduduk di pertengahan tahun yang sama.
c. Infant mortality rate (IMR)
d. Perinatal mortality rate (PMR)
e. Maternal Mortality Rate (MMR)
4. Ukuran Fertilitas
Crude Birth Rate (CBR), yaitu Angka kelahiran kasar adalah jumlah kelahiran yang
dicatat selama satu tahun per 1000 penduduk di pertengahan tahun yang sama

II. KONSEP PENYEBAB PENYAKIT


Segitiga Epidemiologi
Dalam pandangan Epidemiologi Klasik dikenal segitiga epidemiologi
(epidemiologic triangle) yang digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit.
Segitiga ini terdiri atas pejamu (host), agen (agent), dan lingkungan
(environment).
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

Konsep ini bermula dari upaya untuk menjelaskan proses timbulnya penyakit menular
dengan unsur-unsur mikrobiologi yang infeksius sebagai agen, namun selanjutnya dapat
pula digunakan untuk menjelaskan proses timbulnya penyakit tidak menular dengan
memperluas pengertian ‘agen’.
Dalam konsep ini faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Agen penyakit (faktor etiologi)
a) Zat nutrisi: ekses (kolesterol) / defisiensi (protein)
b) Agen kimiawi: zat toksik (CO) / alergen (obat)
c) Agen fisik (radiasi, trauma)
- (d) Agen infeksius: - parasit (skistosomiasis)
- protozoa (amuba)
- bakteri (tuberkulosis)
- jamur (kandidiasis)
- riketsia (tifus)
- virus (poliomielitis)
d) Agen psikis: trauma psikologis
2. Faktor pejamu (faktor intrinsik): mempengaruhi pajanan, kerentanan, respons
terhadap agen.
a) Genetik (buta warna)
b) Usia
c) Jenis kelamin
d) Ras
e) Status fisiologis (kehamilan)
f) Status imunologis (hipersensitivitas)
g) Penyakit lain yang sudah ada sebelumnya
h) Perilaku manusia (diet)
3. Faktor lingkungan (faktor ekstrinsik): mempengaruhi keberadaan agen, pajanan,
atau kerentanan terhadap agen
a) Lingkungan fisik (iklim)
b) Lingkungan biologis:
a. Populasi manusia (kepadatan penduduk)
b. Flora (sumber makanan)
c. Fauna (vektor artropoda)
c) Lingkungan sosial-ekonomi:
a. Pekerjaan (pajanan terhadap zat kimia)
b. Urbanisasi dan perkembangan ekonomi (kehidupan perkotaan, atmosfer,
rowding)
c. Bencana dan musibah (banjir)
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

d) Modus komunikasi: fenomena dalam lingkungan yang mempertemukan pejamu


dengan agen, seperti vektor, media, dan reservoir.
- Vektor adalah organisme hidup yang berperan pada penyakit menular,
seperti nyamuk dan arthropoda lainnya.
- Media (vehicle) adalah benda mati yang berperan pada penyakit menular,
seperti air minum yang mengandung mikroba, kain lap yang kotor, dan
sebagainya.
- Reservoir adalah lokasi yang berperan sebagai sumber penyakit secara
berkelanjutan, seperti menara air (sumber penularan infeksi legionella), tanah
sebagai sumber penyebaran tetanus, dan sebagainya.

Inferensi Kausal
Hubungan kausal dalam epidemiologi memiliki pengertian yang lebih mendasar
daripada yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya gaya gravitasi selalu akan
menyebabkan benda-benda yang dilepaskan jatuh ke tanah, namun hanya sebagian kecil
di antara mereka yang merokok seumur hidupnya akan menderita kanker paru, walaupun
dikatakan bahwa merokok menyebabkan kanker paru.
Hubungan antara dua faktor A dan B dapat diklasifikasikan sebagai:
1. Ada hubungan deterministik: Jika A, pasti B
2. Ada hubungan statistik
a. Ada asosiasi kausal
b. Tidak ada asosiasi kausal
3. Tidak ada hubungan statistik antara A dan B
Inferensi kausal dalam epidemiologi adalah hubungan statistik dengan asosiasi kausal,
yang harus dijelaskan dalam pengertian probabilistik, yaitu bahwa keberadaan faktor A
(pajanan) akan meningkatkan peluang terjadinya faktor B (timbulnya penyakit). Sebuah
pajanan harus memenuhi berbagai persyaratan untuk dapat dinyatakan sebagai faktor
kausal bagi suatu penyakit, di antaranya yang terpenting adalah asosiasi temporal, yaitu
pajanan harus ada mendahului terjadinya penyakit.
Sifat kausal dibedakan lagi atas kausa cukup (sufficient cause) dan kausa perlu (necessary
cause). Kausa cukup tidak selalu harus ada untuk menimbulkan penyakit, namun jika
kausa cukup ada penyakit pasti akan timbul. Kausa perlu harus ada untuk menimbulkan
penyakit, namun jika kausa perlu ada pun penyakit tidak selalu timbul. Agar dapat
dinyatakan sebagai faktor kausal sebuah penyakit, sebuah pajanan harus merupakan
kausa cukup maupun kausa perlu bagi penyakit tersebut.

III. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT


Mengacu pada proses perkembangan penyakit pada individu dari waktu ke waktu,
tanpa adanya pengobatan/treatment. Misalnya infeksi HIV yang tidak diobati
menyebabkan spektrum masalah klinis awal pada saat serokonversi (HIV primer) dan
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

berakhir dengan AIDS dan kematian. Beberapa penyakit memiliki karakteristik alami,
meskipun kerangka waktu dan manifestasi spesifik penyakit dapat bervariasi dari individu
ke individu dan dipengaruhi oleh tindakan pencegahan dan terapeutik.
Perjalanan penyakit dimulai dari tahap peka, tahap pragejala, tahap klinis, dan tahap
ketidakmampuan.
Tahap peka, meliputi orang yang sehat tetapi mempunyai faktor risiko/ predisposisi untuk
terkena penyakit. Faktor risiko dapat berupa :
- Genetik/ etnik
- Kondisi fisik
- Jenis kelamin
- Umur
- Kebiasaan hidup
- Sosial-ekonomi
Tahap pragejala/subklinis, yaitu tahap dimana telah terjadi infeksi tapi belum
menunjukkan gejala dan masih belum terjadi gangguan fungsi organ.
Tahap klinis, dimana telah terjadi gangguan fungsi organ yang terinfeksi/ terkena dan
menimbulkan gejala.
Tahap ketidakmampuan, ketika telah terjadi keterbatasan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Sifat-sifat ketidakmampuan :
- Gangguan fungsi somatis atau psikis
- Bersifat sementara atau menetap
- Terjadinya lama atau singkat

Proses ini dimulai dengan paparan yang sesuai atau akumulasi beberapa faktor
yang cukup untuk menyebabkan sebuah proses penyakit pada pejamu yang rentan. Untuk
penyakit menular, paparannya adalah mikroorganisme. Untuk kanker, paparannya
mungkin saja merupakan faktor yang memulai proses, misalnya serat asbes atau
komponen dalam asap tembakau (pada kanker paru-paru), atau zat yang dapat
mendorong/ meningkatkan proses alamiah penyakit, misalnya esterogen (pada kanker
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

endometrium). Setelah proses penyakit dipicu, terjadi perubahan patologis tanpa disadari
oleh pejamu tersebut. Pada tahap subklinis, mulai dari paparan hingga timbulnya
penyakit biasa juga disebut sebagai masa inkubasi untuk penyakit menular. Dan periode
latensi untuk penyakit kronis. Selama tahap ini, penyakit dinyatakan asimptomatik (tanpa
gejala) atau innapparent. Periode ini bisa sangat singkat dan bisa pula sangat lama.

Berikut adalah masa inkubasi dari beberapa paparan hingga menyebabkan penyakit :

Walaupun penyakit-penyakit tersebut tidak jelas selama masa inkubasi, beberapa


perubahan patologis dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium, radiografi, atau
metode screening lainnya. Dari sejarah alamiah penyakit, intervensi yang dilakukan sejak
tahap awal, akan lebih efektif daripada pemberian pengobatan setelah berkembang
menjadi gejala penyakit (symptom). Timbulnya gejala menandai transisi dari fase subklinik
menjadi fase klinik. Kebanyakan diagnosis dibuat pada fase klinik. Pada beberapa orang,
proses penyakit mungkin tidak pernah berkembang menjadi penyakit klinis yang jelas.
Pada orang lain, proses penyakit dapat berubah dari penyakit ringan menjadi berat
bahkan fatal. Rentang ini disebut sebagai spektrum penyakit. Pada akhirnya, proses
penyakit akan berakhir dengan sembuh, cacat, atau kematian.

Untuk agen infeksius, infektivitas mengacu pada proporsi individu terpapar yang
terinfeksi. Patogenesitas mengacu pada proporsi individu yang terinfeksi yang
berkembang menjadi penyakit klinik yang jelas. Virulensi mengacu pada proporsi dari
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

kasus klinik jelas yang parah atau fatal. Karena spektrum penyakit mencakup penyakit
asimptomatik (tanpa gejala) dan kasus ringan, diagnosis penyakit yang ditegakkan sering
hanya mewakili puncak dari gunung es. Banyak kasus yang mungkin terlalu dini untuk
didiagnosis atau tidak pernah berkembang menjadi kasus klinis. Sayangnya, orang yang
berada pada fase tanpa gejala atau tidak terdiagnosis tetap berpotensi untuk menularkan
penyakit/ infeksi kepada orang lain. Individu yang terinveksi penyakit tapi dalam fase
subklinis disebut carrier. Tantangan bagi petugas kesehatan masyarakat adalah bahwa
individu yang carrier tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi dan dapat menular ke
orang lain, lebih mungkin tanpa disadari menyebarkan infeksi daripada orang dengan
penyakit yang jelas.

IV. UPAYA PENCEGAHAN

1. Pengertian Pencegahan Penyakit


Secara umum pencegahan atau preventif dapat diartikan sebagai tindakan yang
dilakukan sebelum peristiwa yang diharapkan (atau diduga) akan terjadi, sehingga
peristiwa tadi tidak terjadi atau dapat dihindari’ (to come before or precede, or
anticipate, to make imposible by advance provision).
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah, menunda,
mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan dengan menerapkan
sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif. (Kleinbaum, et al., 1982;
Last, 2001).
Pencegahan penyakit ialah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian dengan
menggunakan langkah-langkah yang didasarkan pada data/keterangan bersumber hasil
analisis/pengamatan/penelitian epidemiologi.

2. Tindakan pencegahan
Tindakan pencegahan penyakit dibagi menjadi tiga tingkatan sesuai dengan
perjalanan penyakit, yaitu:
a.Pencegahan primer (primary prevention), yang dilakukan dalam fase ‘pre-
patogenesis’ sebelum proses itu terjadi
b.Pencegahan sekunder (secondary prevention), di mana proses penyakit sudah
mulai memasuki fase ‘patogenesis’ tapi masih dalam tahap ringan dan belum
nyata
c. Pencegahan tersier (tertiary prevention), di mana dalam fase ‘patogenesis’
tersebut proses penyakit sudah nyata dan berlanjut dan mungkin dalam taraf
sudah akan berakhir (sembuh, menahun, kelainan yang menetap atau kematian)
3. Tahap-tahap Pencegahan
a) Tahap primary prevention
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

Tahap ‘pencegahan primer’ diterapkan dalam fase ‘pre-patogenesis’, yaitu pada


keadaan di mana proses penyakit belum terjadi atau belum mulai. Dalam fase ini
meskipun proses penyakit belum mulai tapi ke 3 faktor utama untuk terjadinya
penyakit, yaitu ‘agent’, ‘host’ dan ‘enviroment’ yang membentuk konsep ‘segitiga
epidemiologi’ selalu akan berinteraksi yang satu dengan lainnya dan selalu
merupakan ancaman potensial untuk sewaktu-waktu mencetuskan terjadinya
‘stimulus’ yang akan memicu untuk mulainya terjadi proses penyakit dan masuk
kedalam fase ‘patogenesis’.
Tahap ‘pencegahan primer’ terbagi menjadi dua sub-tahap yaitu ‘Healt Promotion’
(pembinaan kesehatan) dan ‘specific Protection’ (perlindungan khusus).
1) Tahap Healt Promotion
Tujuan utamanya adalah untuk pembinaan atau memajukan (to promote)
kesehatan secara umum dan kesejahteraan hidup individu atau kelompok
masyarakat. Dengan upaya-upaya ini diharapkan daya tahan secara fisik dan
mental dan social ditingkatkan dan kita dijauhkan dari segala ancaman ‘stimulus’
yang dapat memicu terjadinya atau mulainya suatu proses penyakit secara
umum.
Sebagian besar upaya-upaya tersebut mungkin dapat dicapai melalui
‘pendidikan’ atau ‘penyuluhan’ (komunikasi, informasi dan edukasi), sebagian
melalui kegiatan-kegiatan bersama dilapangan, melalui organisasi atau
perkumpulan yang teratur dan terencana (organized & structured) dan sebagian
melalui kegiatan berkategori ‘santai’ dan ‘ bebas’
Leavell dan Clark menyebutkan beberapa bentuk kegiatan yang termasuk
‘Health Promotion’ dan yang sudah banyak dikembangkan dan sudah tercakup
atau terintegrasi dalam berbagai bentuk program pelayanan kesehatan yang
umumnya termasuk kategori ‘primary health care’ maupun ‘basic health
services’ seperti :
a) Pendidikan/penyuluhan kesehatan
b) Kondisi kerja yang baik
c) Makanan bergizi
d) Keturunan dan KB
e) Perkembangan kepribadian
f) Nasehat perkawinan
g) Perumahan sehat
h) Pemeriksaan berkala
i) Rekreasi dan olah raga
j) Dan lain-lain

2) Tahap Specific Protection


YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

Umumnya orang (awan) mengartikannya. Upaya ‘pencegahan’ disini sudah


tertuju, tahap ini biasanya dimaksudkan sebagai arti ‘pencegahan’ sebagaimana
kepada jenis penyakit atau masalah kesehatan tertentu. Biasanya sasarannya
adalah individu atau kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (high risk group)
terhadap suatu penyakit tertentu.
Bentuk kegiatan yang termasuk ‘specific protection’ antara lain:
a) Imunisasi khusus
b) Perlindungan terhadap kecelakaan
c) Hygiene/kebersihan perorangan
d) Pemberian makanan khusus
e) Perlindungan tumbuh kembang anak
f) Perlindungan terhadap karsinogen
g) Sanitasi/kesehatan lingkungan
h) Perlindungan terhadap allergen
i) Perlindungan terhadap penyakit akibat kerja

b. Tahap secondary prevention


Upaya pencegahan pada tahap ini berbentuk ‘Diagnosis Dini dan Pengobatan
Langsung’ (Early Diagnosis & Prompt Treatment). Tahap ini sudah dalam fase
‘patogenesis’ tapi masih pada awal dari proses penyakit yang bersangkutan (dalam
masa inkubasi dan mulai terjadi perubahan anatomis dan fungsi faaliah, tapi belum
menimbulkan keluhan-keluhan, gejala-gejala atau tanda-tanda yang secara klinis
dapat diamati oleh dokter atau penderita sendiri; fase sub-klinis yang masih berada
di bawah ‘clinical horizon’)

Tujuan utama pencegahan pada tahap ini adalah :


1) Mencegah tersebarnya penyakit ke orang lain dalam masyarakat, terutama pada
penyakit menular
2) Untuk bisa mengobati dan menghentikan berkembangnya penyakit menjadi lebih
berat, atau membatasi ‘disability’ dan agar tidak timbul komplikasi, cacat berubah
jadi menahun
3) Membatasi atau mengehentikan perjalanan / proses penyakit dalam fase dini

Dalam epidemiologi dan program-program pemberantasan penyakit menular


dimasyarakat dikenal upaya-upaya seperti berikut ini:
1) upaya penemuan kasus (case finding), baik secara aktif maupun pasif
2) Screening, naik masal maupun selektif, dan kadang terhadap dasar-dasar
ilmukesehatan dalam kebidanan
3) Pemeriksaan khusus dan berkala (periodic selective examination) teruatam tertuju
kepada kelompok tertuju kepada risiko tinggi (selective high risk group)
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

c. Tahap tertiary prevention


Tahap ini sudah masuk dalam fase ‘patogenesis’ yang secara klinis penyakitnya
sudah nyata dan mungkin sudah lanjut (advanced diseases), atau sebaliknya proses
penyakit dari ‘Host’ justru terbalik ke fase penyembuhan (reconvalesence) dan
memasuki tahap pemulihan (rehabilitation)
Yang termasuk tahap pencegahan tersier adalah ‘disability limitation’ (membatasi
ketidakmampuan) dan ‘rehabilitation’ (pemulihan)
1) Tahap disability limitation
Biasanya orang tidak akan mengkategorikan ‘Disability Limitation’ sebagai
tindakan pencegahan lagi karena penyakitnya sudah nyata bahkan mungkin
sudah lanjut. Istilah pencegahan di sini mungkin dapat diartikan sebagai tindakan
agar penyakit tidak berlanjut dan berkembang menjadi lebih parah, dan bila
penyakit tersebut sudah dalam stadium lanjut dan parah, maka tindakan
pencegahan dapat diartikan agar tidak menjadi menahun atau berakibat cacat
yang menetap, dan akhirnya dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk
‘mencegah’ kematian. Tindakan pencegahan tahap ini sebenarnya sudah
termasuk kategori ‘medis-kuratif yang merupakan lahan garapan utama

2) Tahap rahebilytation
Tindakan ‘pencegahan’ tahap akhir ini merupakan tindak lanjut setelah penderita
berhasil melalui masa ‘diability’ atau ketidakmampuannya dan masuk dalam
proses penyembuhan. Pengertian sembuh di sini juga harus diartikan secara fisik,
mental dan social, dan bahkan juga ‘spiritual’
4. Tingkatan Pencegahan Penyakit
Pencegahan penyakit menurut Leavel and Clark ada 5 tingkatan, yaitu:
a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion)
b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit - penyakit tertentu (General and
Spesifik Protection)
c. Menegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat (early
diagnosis and prompt treatment)
d. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)
e. Penyembuhan kesehatan (Rehabilitation)

5. Upaya Pencegahan Primer


a. Upaya Peningkatan Kesehatan
Yaitu upaya pencegahan yang umumnya bertujuan meningkatkan taraf kesehatan
individu/keluarga/masyarakat, misalnya :
1) Penyuluhan kesehatan, perbaikan gizi, penyusunan pola gizi memadai,
pengawasan pertumbuhan anak balita dan usia remaja
2) Perbaikan perumahan yang memenuhi syarat kesehatan
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

3) Kesempatan memperoleh hiburan sehat yang memungkinkan pengembangan


kesehatan mental dan sosial
4) Pendidikan kependudukan, nasihat perkawinan, pendidikan seks dan sebagainya
5) Pengendalian faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

b. Perlindungan Umum dan Khusus


Perlindungan khusus terhadap kesehatan. Golongan masyarakat tertentu serta
keadaan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan. Upaya-upaya yang termasuk perlindungan umum dan khusus
antara lain :
1) Peningkatan hygiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang
tidak menguntungkan
2) Perlindungan tenaga kerja terhadap setiap kemungkinan timbulnya penyakit
akibat kerja
3) Perlindungan terhadap bahan-bahan beracun, korosif, allergen, dan sebagainya
4) Perlindungan terhadap sumber-sumber pencemaran

6. Upaya Pencegahan Sekunder


Pada pencegahan sekunder termasuk upaya yang bersifat diagnosis dini dan pengobatan
segera (eraly diagnosis and prompt treatment) dengan cara;
Mencari kasus sedini mungkin :
a. Melakukan general check up rutin pada tiap individu
b. Melakukan berbagai survey

7. Upaya Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yang lebih parah,
yang bertujuan menurunkan angka kejadian cacat fisik ataupun mental, meliputi upaya :
a. Penyempurnaan cara pengobatan serta perawatan lanjut
b. Rehabilitasi sempurna setelah penyembuhan penyakit (rehabilitasi fisik dan mental)
c. Mengusahakan pengurangan beban sosial penderita, sehingga mencegah
kemungkinan terputusnya kelanjutan pengobatan serta kelanjutan rehabilitasi dan
sebagainya

8. Ruang Lingkup Kegiatan


d. Memeriksa kesehatan ibu hamil.
Pemeriksaan kehamilan sangatlah penting pada ibu hamil karena pada saat ini sering
terjadi anemia, kekurangan gizi dan lain-lain.
e. Mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak balita
Masalah gizi masih cukup rawan di beberapa wilayah Indonesia
YULIA NINGSIH
NIM: 120710059

Ruang lingkup kegiatan :


f. Memantau pertumbuhan anak melalui penimbangan anak secara rutin setiap bulan di
puskesmas atau posyandu
g. Memberikan penyuluhan gizi kepada masyarakat. Pemberian makanan tambahan
(PMT) dilakukan melalui demonstrasi pemilihan bahan makanan yang bergizi dan cara
masaknya
h. Pemberian vitamin A, tablet zat besi untuk ibu hamil, susu, pemberian obat cacing
untuk anak yang kurang gizi

9. Memberikan pelayanan KB pada pasangan usia subur


Tujuan : menurunkan angka kelahiran dan meningkatkan kesehatan ibu sehingga akan
berkembang NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera).
Ruang lingkup kegiatan :
a. Mengadakan penyuluhan KB baik di Puskesmas dan Posyandu/PKK kegiatan
penyuluhan ini adalah memberikan konseling untuk PUS
b. Menyediakan alat-alat kontrasepsi
c. Menjelaskan fungsi dan efek samping alat kontrasepsi

10. Pengobatan Ibu dan Anak


Tujuan: memberi pengobatan dan perawatan di Puskesmas
Ruang lingkup kegiatan:
a. Menegakkan diagnose, memberikan pengobatan untuk penderita yang berobat jalan
atau pelayanan rawat tinggal di Puskesmas
b. Mengirim (merujuk) penderita sesuai dengan jenis pelayanan yang diperlukan
c. Menyelenggarakan puskesmas keliling

Anda mungkin juga menyukai