Anda di halaman 1dari 5

6. Apa saja kegiatan dari surveilans epidemiologi ?

 Langkah-langkah dalam surveilans epidemiologi diantaranya :


1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data Surveilans
Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko. Pengumpulan
data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya.
Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara,
pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam melaksanakan
kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu. Instrumen
dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan dan memuat semua
variabel data yang diperlukan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di setiap Puskesmas setiap kota,
menunjukkan bahwa sumber data yang dilakukan petugas kesehatan dalam
pengumpulan data surveilans terkait identitas penderita berdasarkan orang (nama
penderita, nama kepala keluarga, umur, dan jenis kelamin), waktu (tanggal, bulan, dan
tahun kunjungan pasien yang sakit) dan tempat (alamat penderita berdasarkan
desa/kelurahan), terdapat data kesakitan dan laporan monitoring indikator peresepan
obat diperoleh dari pencatatan hasil kunjungan pasien di poli umum, dari pustu, dari
ruang perawatan serta UGD dan laporan dari masyarakat.
2. Pengolahan Data
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di Puskesmas setiap kota
dapat diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan oleh petugas kesehatan masih
berupa data mentah yang bersumber dari daftar register (kunjungan pasien, lapangan,
pustu, dan laporan masyarakat). Selanjutnya, data tersebut direkapitulas, diolah, dan
diringakas menjadi tabel dan grafik menggunakan program excel pada komputer
sehingga dapaat memudahkan untuk dianalisis.
Prinsipnya kegiatan pengolahan data surveilans akan terlaksana dengan baik jika
didukung oleh sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan yang semakin
hari semakin meningkat. Saat ini, kurangnya petugas kesehatan yang dimiliki
Puskesmas sehingga tidak dapat dilakukan pengolahan data dengan baik. Padahal
sesuai Permenkes No.45 Tahun 2014, sangat jelas dinyatakan hasil pengolahan dapat
berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin,
tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut
disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu
penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data
dalam bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data
untuk memahami keadaan yang disajikan.
3. Analisis dan Interpretasi Data
Menurut Hikmawati (2011) Analisis data surveilans menggunakan pendekatan
desktiptif dengan determinan epidemiologi, yaitu orang, tempat dan waktu. Dalam
melakukan analisis data surveilans dibutuhkan data penunjang diluar informasi
yang telah dikumpulkan misalnya data kependudukan, data geografis, data sosial
budaya agar penarikan keputusan lebih komprehensif.
Penyajian data dengan menggunakan tabulasi dan dikombinasikan dengan
grafik memudahkan kita melakukan analisis. Analisis data dilakukan sejak membuat
tabulasi data dari register harian, sehingga adanya suatu kalainan yang terjadi di
wilayah kerja kita dapat segera diketahui dilakukan tindakan pencegahan.
4. Diseminasi Informasi
Diseminasi Informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun kebawah.
Data/informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi
penyakit disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan
penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-pusat
penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans
epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan kasus.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Puskesmas setiap kota
memperlihatkan bahwa petugas kesehatan Puskesmas di Kota dalam
menyebarluaskan data/informasi kasus sudah mulai memanfaatkan teknologi seperti
layanan internet dan sms. Petugas kesehatan merampungkan semua data dalam bentuk
laporan yang akan dipresentasikan dalam pertemuan rutin atau minilokakarya
(Minlok).
Diseminasi informasi surveilans epidemiologi yang dikemukan oleh peneliti
sebelumnya bahwa hasil analisis lanjut berupa suatu penarikan kesimpulan dari suatu
tabel, grafik, atau peta yang dapat disampaikan pada berbagai pihak yang
membutuhkan melalui media seperti laporan analisis surveilans epidemiologi (paper),
penyajian dlam seminar, penulisan dalam (buletin atau majalah), penyajian pada
pertemuan organisasi, dan pertugas yang melakukan analisis lanjut terlibat dalam
rapat program atau penyususnan perencanaan, pengendalianm monitoring dan
evaluasi program.
Sehingga dalam proses diseminasi tidak hanya ditujukan pada Dinas
Kesehatan Kota maupun Dinas Kesehatan Propinsi saja, tetapi juga pada masyarakat
yang kemudian bersama-sama membuat suatu program perencanaan dalam
menurunkan kasus penyakit menular maupun tidak menular1

(sumber :PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS


SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016 [Internet]. Media.Neliti. 2020 [ditelusuri 01
November 2020]. Tersedia dari https://media.neliti.com/media/publications/183356-
ID-pelaksanaan-surveilans-epidemiologi-di-p.pdf )

23. Apa saja syarat-syarat screening dan kriteria screening ?

Beberapa syarat test disebut baik adalah:

1. Ekonomis
Test yang ekonomis berarti biaya yang diperlukan untuk melakukan suatu test
diagnostik lebih murah dari yang biasa digunakan.

2. Cepat
Test yang cepat berarti waktu yang diperlukan dari sampel diambil sampai didapatkan
hasil lebih cepat dari yang biasa digunakan.

3. Mudah dikerjakan
Mudah dikerjakan mempunyai makna suatu test tidak memerlukan suatu spesialisasi
atau keahlian khusus untuk mengerjakan. Suatu test dinyatakan mudah jika bisa
dikerjakan oleh tenaga medis dengan pelatihan yang relatif singkat.

4. Bebas dari risiko dan ketidaknyamanan


Bebas dari risiko dan ketidaknyamanan mempunyai makna suatu test tidak
memerlukan tindakan invasif dan proses penerapannya sedikit atau minimal
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Salah satu pengertian ketidaknyamanan
adalah timbulnya rasa sakit (nyeri) saat test dikerjakan. Semakin tidak ada rasa nyeri
dan tidak ada tindakan invasif maka semakin baik suatu test skrining.

5. Dapat diterima di masyarakat


Dapat diterima dimasyarakat mempunyai arti test skrining tidak bertentangan dengan
norma dan etika yang berlaku di masyarakat.

6. Valid
Validitas suatu test menunjukkan kemampuan (ketepatan) suatu test untuk
mendapatkan nilai yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam dunia
kesehatan kenyataan yang sebenarnya terbagi menjadi 2, sakit dan tidak sakit.
Sehingga penilaian terhadap validitas meliputi 2 aspek yaitu ketepatan menilai kondisi
sakit disebut sensitifitas dan ketepatan untuk menilai kondisi tidak sakit disebut
spesifisitas. Dengan kata lain sensitifitas adalah kemampuan suatu test untuk
menyatakan positif orang-orang yang sakit, sedangkan spesifisitas adalah kemampuan
suatu test untuk menyatakan negatif orang-orang yang tidak sakit.

7. Reliabel
Reliabilitas suatu test menunjukkan konsistensi (kesamaan) hasil ukur bila dikerjakan
lebih dari sekali terhadap pasien (subjek pengamatan) yang sama pada kondisi yang
sama pula. Sumber ketidaksamaan hasil ukur (bias) dapat terjadi karena observer
berbeda yang disebut dengan bias inter observer dan observer sama tapi waktu
pengamatan berbeda yang disebut bias intra observer.

Tidak semua penyakit cocok untuk didilakukan skrining, ada beberapa karakteristik
penyakit yang sebaiknya dipenuhi supaya bisa dilakukan skrining. Karakteristik
penyakit yang cocok diskrining meliputi:
1. Penyakit serius dan dengan konsekuensi berat
Yang dimaksud dengan penyakit serius dan dengan konsekuensi berat adalah
penyakit yang mendapat perhatian di masyarakat, peningkatan kejadiannya
menimbulkan masalah keresahan masyarakat. Penyakit seperti ini biasanya
memiliki konsekuensi (akibat) menimbulkan kecacatan dan kematian. Beberapa
contoh penyakit dengan karakteristik seperti ini adalah kanker, diabetes melitus,
tekanan darah tinggi dan HIV/Aids
2. Pengobatan lebih efektif pada tahap awal
Pengobatan lebih efektif pada tahap awal berarti probabilitas untuk sembuh, tidak
mengalami kecacatan dan kematian jauh lebih tinggi jika terdeteksi dan diobati
pada tahap awal (preklinis) dibandingkan tahap lanjut. Salah satu contoh penyakit
lebih efektif diobati pada tahap awal adalah kanker payudara dimana bila
terdeteksi dan diobati pada tahap awal akan menurunkan mortalitasnya sehingga
sangat cocok dilakukan skrining. Berbeda halnya dengan kanker pankreas,
walaupun ditemukan dan diobati pada tahap awal tetapi survivor rate dari penyakit
ini tidak berbeda dengan yang ditemukan dan diobati pada tahap lanjut.
3. Penyakit dengan detectable preclinical phase yang lama
Penyakit dengan detectable preclinical phase yang lama berarti memiliki waktu
periode subklinis/preklinis (belum timbul tanda dan gejala) yang panjang, tetapi
sudah terjadi perubahan di dalam tubuh (patologi anatomi) yang memungkinkan
penyakit tersebut terdeteksi. Semakin lama detectable preclinical phase maka
semakin banyak kesempatan untuk menemukan pada stadium yang lebih dini.
Dengan kata lain semakin lama detectable preclinical phase suatu penyakit, maka
semakin baik untuk diskrining.
4. Prevalensi penyakit tinggi pada populasi
Persyaratan ini sangat penting untuk mejamin efektifitas hasil skrining. Semakin
tinggi prevalensi suatu penyakit di populasi maka kemungkinan untuk benar sakit
pada orang-orang dengan hasil tes positif semakin tinggi. Dengan kata lain, jika
skrining dilakukan pada populasi dengan prevalensi suatu penyakit tinggi, maka
jumlah hasil positif palsu akan semakin sedikit. Hal ini akan sangat bagus karena
akan menghasilkan nilai prediktif test positif (NPP) yang lebih tinggi.

(sumber : Gede, I.W.et al., 2016, Modul Penelitian uji Diagnostik Dan Skrinng,
Denpasar:Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.)

Anda mungkin juga menyukai