Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

DASAR TEORI

Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) ialah suatu istilah yang sudah
tidak asing lagi bagi kita. Dengan semakin kompleksnya kehidupan kita dan
lingkungannya, maka PPGD sudah menjadi satu kebutuhan yang sangat penting.
PPGD adalah Sebagai tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas
dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. PPDG merupakan pertolongan
pertama, penanganan darurat pada seseorang atau lebih korban yang mengalami sakit
atau cedera sebelum mendapatkan perawatan medis orang yang terlatih
(dokter/paramedis). Pertolongan pertama dapat menyelamatkan jiwa manusia atau
meningkatkan fungsi tanda-tanda vital seperti denyut jantung, suhu tubuh dan jalan
pernafasan. Dalam tujuan khususnya atau prinsip utamanya, PPDG dapat mencegah
si korban menjadi lebih buruk keadaannya dan meringankannya dari rasa sakit dan
penderitaan. Dalam keadaan kritis, waktu beberapa menit saja dapat membuat
perbedaan besar antara sembuh dan kematian.

Perlengkapan PPDG sangat tergantung pada kebutuhan penanganan korban


dan tingkat pengetahuan dan keterampilan dari si penolong. “Mengetahui apa yang
harus dikerjakan saat melakukan prosedur PPDG” adalah sangat penting. Sebagai
contoh, memindahkan dengan ceroboh seorang yang cedera leher dapat menyebab si
korban akan mengalami cedara syaraf tulang belakang yang sangat serius dan
menyababkan kelumpuhan. Yang terpenting dalam PPDG adalah penolong tidak
boleh panic saat akan memberikan pertolongan pertama pada pasien atau korban.

Yang pertama-tama harus dilakukan adalah melakukan pengamatan terhadap


kondisi awal si korban. Pengkajian kkorban gawat secara medis dibagi menjadi dua
langkah yaitu:

 Pemeriksaan primer, yang meliputi A-B-C-(D-H) , yang berasal dari:

 Airway – apakah jalan udara (pernapasan) terbuka atau terhalang. (oleh debu,
air, atau darah kering).
 Breating – Apakah korban bernapas. Lihat, dengar dan rasakan hembusan
nafas si korban.
 Circulation – Apakah ada denyut nadi. Apakah ada pendarahan luar. Periksa
perubahan warna kulit si korban dan suhu tubuh sebagai indikasi adanya
masalah peredaran darah.
 Disability
 Hemorrhagie
 Pemeriksaan sekunder meliputi:

3
a. Wawancara yang terdiri dari : “SAMPLE PAIN” yaitu:
S = Symtom / gejala (keluhan utama)
A = Alergi
M = Medicine (obat-obatan)
P = Pain (penyakit terdahulu)
L = Last Eat (makanan terakhir)
E = Excidance (peristiwa yang terjadi sebelum kedaruratan)
P= Periode nyeri (berapa lama)
A = Area (dimana)
I = Intensitas
N = Nuritas (apa yang menghentikannya)
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas,
suhu tubuh, berat badan)
c. Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan Tag
(peralatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang menarik perhatian
disaat terjadi keadaan darurat). Tag sebaiknya tidak dilepas dari orang yangt
mengalami cidera atau sakit

Tujuan :

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera


sebagai upaya atau usaha untuk menyelamatkan hidup (hudak dan gallo,1997).
Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat keadaan dan kesadaran
penderita kemudian di lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (Basic life
support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. (AHA, 2003).

Tujuan tahap II (Advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi
yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (Prolonged life support) adalah
pengelolahan intensif pasca resusitasi, Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat
tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolong pada tahap I dalam memberikan
bantuan hidup dasar. Karena apabila telat sedikit saja akan membahayakan nyawa
pasien atau korban.

Tujuan utama resusitasi kardiopulmonar yaitu melindungi otak secara manual dari
kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam
daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat sangat
diperlukan dengan segera karena sel – sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke
otak terhenti selama 8 – 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3- 5
menit (tjokronegoro, 1998). Kerusakan berupa kecacatan atau bahkan kematian. Hal
ini sangat merugikan bagi pasien.

4
Fase Resusitasi jantung paru

Pembagian fase ini dimaksudkan agar memudahkan dalam latihan dan mengingat
tahap yang harus dilakukan. Perlu diperhatikan juga kesiapan penolong, apakah
mampu atau tidak dan lingkungan sekitar, perlu tidaknya menjauhkan pasien atau
penderita dalam lingkungan yang berbahaya. a. Fase I : Basic Life Support (BLS),
yaitu prosedur pertolongan darurat dalam mengatasi obstruksi jalan nafas, henti
jantung dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Dalam fase ini terdiri dari
langkah yang di A (airway), B (breathing), C (circulation).

- A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka

- B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat

- C (Circulation) : Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru

b. Fase II : Advance Life Support (ALS), yaitu BLS ditambah dengan D (drug) dan E
(EKG).

- D ( drugs ) : Pemberian obat-obatan termasuk cairan.

- E ( EKG ) :Diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk mengetahui


fibrilasi ventrikel.

c. Fase III : Prolonged Life Support (PLS), yaitu penambahan dari BLS dan ALS, G
(gauge), H (head), I (Intensive care).

- G ( Gauge ) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus


menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya

- H (Head) : Pindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem saraf dari


kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung beberapa saat, sehingga
dapat dicegah terjadinya neurologic yang permanen.
 
- I (Intensive Care) : Perawatan intensif di ICU, yaitu : trakheostomi, pernafasan
dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan dan
tunjangan sirkulasi mengedalikan jika terjadinya kejang.
 
Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur
awal pada pasien/korban, yaitu:

5
 
- Memastikan keamanan lingkungan tidak membahayakan. Aman bagi
penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.
 
- Memastikan kesadaran pasien/korban. Dalam memastikan pasien/korban dapat
dilakukan dengan menyentuh atau menggoyangkan bahu atau menepuk pipi
pasien/korban dengan lembut dan mantap,sambil memanggil namanya atau Pak!!!/
Bu!!!!/ Mas!!!/Mbak!!!, dll.
 
- Meminta pertolongan Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon
segera
minta pertolongan dengan cara : berteriak ”tolong !!!!” beritahukan posisi dimana,
 pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/sistem emergency yang ada (
belemergency di rumah sakit).

- Memperbaiki posisi pasien/korban. Tindakan BHD yang efektif bila


pasien/korban dalam posisi telentang, berada pada permukaaan yang rata/keras dan k
ering. Bila di
temukan pasien/korban miring atau telungkup pasien/korban harus ditelentangkan dul
u dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mencegah
cedera/komplikasi.
 
- Mengatur posisi penolong. Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu
pasien/korban agar pada saat memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi
penolong tidak perlu banyak pergerakan.

1. A : (AIRWAY) Jalan Nafas

1. Pemeriksaan Jalan Nafas


Untuk memastikan jalan nafas bebas dari sumbatan karena benda asing. Bila
sumbatan ada dapat dibersihkan dengan teknik cross finger ( ibu jari diletakkan
berlawan dengan jari telunjuk pada mulut korban).
Cara melakukan tehnik cross finger
a. Silangkan ibu jari dan telunjuk penolong
b. Letakkan ibu jari pada gigi seri bawah korban/pasien dan jari telunjuk pada gigi
seri atas
c. Lakukan gerakan seperti menggunting untuk membuka mulut pasien/korban.

6
d. Periksa mulut setelah terbuka apakah ada cairan, benda asing yang menyumbat
jalan nafas
.
2. Membuka Jalan Nafas
Pada pasien/korban tidak sadar tonus otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup faring dan laring sehingga menyebabkan sumbatan jalan
nafas. Keadaan ini dapat dibebaskan dengan tengadah kepala topang dahi (Head tild
Chin lift) dan manuver pendorongan mandibula (Jaw thrush manuver).  
 Cara melakukan tehnik Head tilt chin lift.
a. Letakkan tangan pada dahi pasien/korban
b. Tekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangan penolong
c.  Letakkan ujung jari tangan lainnya dibawah bagian ujung tulang rahang
pasien/korban
d. Tengadahkan kepala dan tahan/tekan dahi pasien/korban secara bersamaan sampai
kepala pasien/korban pada posisi ekstensi.

Cara melakukan tehnik jaw thrust manuver


a. Letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi pasien/korban
b. Kedua tangan memegang sisi kepala pasien/korban
c. Penolong memegang kedua sisi rahang
d. Kedua tangan penolong menggerakan rahang ke posisi depan secara perlahan
e. Pertahankan posisi mulut pasien/korban tetap terbuka

2. B : ( BREATHING) Bantuan Nafas


Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan
memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2
tahap :

1. Memastikan pasien/korban tidak bernafas


Dengan cara :
- Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut
simetris atau tidak
- Listen (mendengar bunyi nafas) : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan
apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada
hambatan sebagian). 
- Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa, apakah ada hawa napas dari korban 

7
Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi
pernapasan pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali
permenit). 
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan
napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah
pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan
2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu
jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah).
Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu
dll). Pindahkan benda tersebut agar tidak menghalangi jalan nafas.
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang 
disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger (seperti di atas),
lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah
dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).
c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan
(edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and
chin lift atau jaw thrust saja.

Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka
dapat dilakukan :
a.Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan
daerah diantara tulang scapula di punggung
b.Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik
tangan ke arah belakang atas.
c.Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obeis dengan cara memposisikan
diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.
Listen :
- Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan
Look Listen and Feel.
- Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail tentang
nafas bantuan dibawah)
- Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan
dibawah)
Setelah diberikan nafas buatan maka lakukan permeriksaan nadi karotis yang terletak
di leher (periksa dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu

8
gerakkan jari ke samping, sampai terhambat oleh otot leher (Sternocleidomastoideus),
rasakanlah denyut nadi karotis selama 10 detik.
Pengecekan Nadi Karotis
- Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung (figure D dan E , figure F
pada bayi), diikuti dengan nafas buatan (figure A, B dan C),ulang sampai 6 kali siklus
pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung.
  Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba
lakukan Look Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin
nomer 17.

- Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika


a.Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b.Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c.Bantuan sudah datang
d.Teraba denyut nadi karotis

-  Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada


pasien :
a.Denyut nadi >100 kali per menit
b.Telapak tangan basah dingin dan pucat
c.Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung
kuku pasien dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu
yg dibutuhkan agar warna ujung kuku merah lagi)
- Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat
kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke
jantung
- Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock
menghilang
-     Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara
menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat
mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)
-    Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look
Listen and Feel, karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.

Nafas Bantuan
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan
frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal frekuensi napas : 6 kali per

9
menit, maka harus diberi nafas bantuan di sela setiap nafas spontan dia sehingga total
nafas permenitnya menjadi normal (12 kali).

1. Memberikan bantuan nafas


Bantuan nafas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung, mulut ke
stoma    (lubang yang dibuat pada tenggorokan). Bantuan nafas diberikan sebanyak 2
kali, waktu tiap kali hembusan 1,5 – 2 detik dan volume 700 ml – 1000 ml (10 ml/kg
atau sampai terlihat dada pasien/korban mengembang. Konsentrasi oksigen yang
diberikan 16 – 17 %. Perhatikan respon pasien.

Prosedurnya :
1. Posisikan diri di samping pasien
2. Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakan lah kain atau
kasa steril sebagai pembatas antara mulut anda dan pasien untuk mencegah penularan
penyakit – penyakit yang tidak di inginkan.
3. Sambil tetap melakukan chin lift, gunakan tangan yang tadi digunakan untuk head
tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yg diberikan tidak terbuang lewat
hidung).
4. Mata memperhatikan dada pasien
5. Tutupilah seluruh mulut korban dengan mulut penolong
Cara memberikan bantuan pernafasan : 
I. Mulut ke mulut
Merupakan cara yang  cepat dan efektif. Pada saat pemberian pertolongan, penolong
harus menarik nafas dalam-dalam dan mulut penolong menutup seluruhnya pada
mulut pasien/korban dan hidung pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu
jari penolong. Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk ke
lambung
II. Mulut ke hidung
Bantuan dari mulut korban tidak memungkinkan apabila pasien/korban mengalami
trismus atau luka berat. Penolong sebaiknya menutup mulut  pasien/korban pada saat
memberikan bantuan nafas. Hal ini dilakukan agar udara tidak keluar kembali
memalui mulut.  
III. Mulut ke stoma
Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau mengalami
laringotomi.

10
3. C : (CIRCULATION)  bantuan sirkulasi
Prosedur pijat jantung :
1. Posisikan diri di samping pasien. Lutut sejajar dengan pundak korban
2. Posisikan tangan tepat ditengah-tengah dada korban
3. Posisikan tangan tegak lurus korban
4.Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip
joint)
5.Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm
6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal
7. Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan dan diselingi 2 kali
pemberian nafas buatan, untuk memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara
menghitung sebagai berikut:
Satu Dua Tiga Empat Lima SATU
Satu Dua Tiga Empat Lima DUA
Satu Dua Tiga Empat Lima TIGA
Satu Dua Tiga Empat Lima EMPAT
Satu Dua Tiga Empat Lima LIMA
Satu Dua Tiga Empat Lima ENAM

8. Prinsip pijat jantung adalah :


a. Push deep
b. Push hard
c. Push fast
d. Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
Catatan: pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh di interupsi.

4. D : (DEFIBRILATION)  terapi listrik 


Terapi dengan memberikan energi listrik dilakukan pada pasien/korban yang
penyebab henti jantung adalah gangguan irama jantung. Penyebab utama adalah
ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi. Pada penggunaan orang awam tersedia
AED.
Penilai ulang :
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi kembali:
i. Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan ratio
30 : 2 
ii. Jika ada nafas dan denyut  jantung teraba letakkan korban pada posisi  sisi mantap

11
iii. Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas sebanyak
12 kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat. 

  Perlindungan Diri Penolong


Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus
senantiasa memastikan keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang
disebabkan karena lingkungan, maupun karena bahaya yang disebabkan karena
pemberian pertolongan.
  Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong :
1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong
dan pasien
2. Minimasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan
napas bantuan sedapat mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk
melindungi penolong dari penyakit yang mungkin dapat ditularkan oleh korban
3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan pertama
adalah tindakan yang sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan kondisi tidak fit,
justru akan membahayakan penolong sendiri
Catatan : pada saat memberikan bantuan, minimal harus dilakukan oleh 2 orang
penolong. Karena apabila penolong tidak kuat saat memberikan pertolongan, bisa
digantikan oleh orang yang satunya.

  Airway Management (Pemeliharaan jalan napas) dengan Alat


Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas tanpa alat tidak berhasil dengan
sempurna dan fasilitas tersedia.
Peralatan dapat berupa :

a. Pemasangan Pipa (tube)


• Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring (mayo), pipa
nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban.
• Penggunaan pipa orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas
tetap terbuka dan menahan pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat
menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak sadar
• Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka, menghindari
aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan
b. Pengisapan benda cair (suctioning)
• Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukan dengan
alat bantu pengisap (pengisap manual atau dengan mesin)

12
• Pada penderita trauma basis cranii maka digunakan suction yang keras untuk
mencegah suction masuk ke dasar tengkorak
c. Membersihkan benda asing padat dalam jalan nafas
• Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di daerah hipofaring maka
tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat Bantu berupa :
laringoskop, alat pengisap dan alat penjepit.
d. Membuka jalan nafas
• Dapat dilakukan krikotirotomi atau trakeostomi
• Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak
mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas
medis yang terlatih, dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi.
e. Proteksi servikal
• Dalam mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal terutama
pada multiple trauma atau tersangka cedera tulang leher.
• Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak bergerak. Posisi
kepala harus “in line” (segaris dengan sumbu vertikal tubuh)

  Spesifik Penolong yang dapat Memberikan RJP


1. Penolong yang tidak terlatih (Untrained lay rescuer)
  untuk orang awam yang tidak berpengalaman hanya kompresi dada yang dilakukan.
2. Penolong yang terlatih (Trained lay rescuer)
Harus memberikan kompresi dada untuk pasien SCA ( sudden cardiac arrest ) dan
dapat memberikan ventilasi dengan maka perbandingan 30 : 2.
3. Penyedia pelayan kesehatan (Healthcare Provider)
Resusitasi yang diberikan tergantung kasus yang dihadapi. Jika ada pasien yang
lemas ataupun yang mempunyai obstruksi jalan pernapasan dan mengalami
penurunan kesadaran, CPR juga dapat diberikan dengan kompresi dada sebanyak 30
kali dan diteruskan dengan ventilasi. Jika menemukan pasien yang tidak  responsif
atau tidak bernafas, asumsi SCA (Sudden Cardiac Arrest) selalu dilakukan.

  RJP pada situasi khusus


1. Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian yang dapat dicegah. Keberhasilan
menolong korban tenggelam tergantung dari lama dan beratnya derajat hipoksia.
Penolong harus melakukan RJP terutama memberikan bantuan nafas, secepat
mungkin setelah korban dikeluarkan dari air. Setelah melakukan RJP selama 5 siklus
barulah seorang penolong mengaktifkan sistem emergensi. Manuver yang dilakukan

13
untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas tidak direkomendasikan karena bisa
menyebabkan trauma, muntah dan aspirasi serta memperlambat RJP.
2. Hipotermi
Pada pasien tidak sadar oleh karena hipotermi, penolong harus menilai pernafasan
untuk mengetahui ada tidaknya henti nafas dan menilai denyut nadi unuk menilai ada
tidaknya henti jantung atau adanya bradikardi selama 30-45 detik karena frekuensi
jantung dan pernafasan sangat lambat tergantung derajat hipotermi.
Jika korban tidak bernafas, segera beri pernafasan buatan. Jika nadi tidak ada segera
lakukan kompresi dada. Jangan menunggu suhu tubuh menjadi hangat. Untuk
mencegah hilangnya panas tubuh korban, lepaskan pakaian basah, beri selimut hangat
jika mungkin beri oksigen hangat.

  Posisi sisi mantap (Recovery Position)


Posisi ini digunakan untuk korban yang tidak sadar yang telah bernafas normal dan
sirkulasi aman. Posisi ini dibuat untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka dan
mengurangi risiko sumbatan jalan nafas dan aspirasi. Caranya korban diletakkan
miring pada salah satu sisi tubuh dengan tangan yang dibawah berada di depan badan.

14
a b

d c

e f

Keterangan gambar : (a) Lakukan Look, Listen, and Feel. (b) periksa arteri carotisnya
(c) lakukan pijat jantung (d) posisikan kepala seperti menengadah agar jalan nafas
terbuka (e) tutup hidung korban dan buka mulut korban (f) lakukan pemberian nafas
buatan

15
Langkah- Langkah Pelaksanaan RJP (berdasarkan umur korban)
Tindakan RJP dibedakan atas 3 kelompok umur yaitu : dewasa,
anak-anak dan bayi.
A. Orang Dewasa ( > 8 tahun )

Jika penolong hanya 1, maka fase pertama RJP dikakukan sebanyak 4


siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 15 kali tekan jantung dan
2 kali nafas buatan. Setelah fase pertama selesai, korban diperiksa
jantung dan nafasnya. Jika jantung dan nafas masih berhenti,
pertolongan dilanjutkan dengan fase kedua yang terdiri dari 8 siklus (4
siklus per menit). Jika pada fase kedua ini jantung dan nafas korban
masih berhenti, maka dilanjutan ke fase ketiga yang terdiri dari 8 siklus,
demikian seterusnya.

B. Anak (1-8 tahun)

RJP pada anak usia 1(satu) tahun keatas akan disesuaikan dengan postur
tubuhnya. Ketika melakukan kompresi dada gunakan satu tangan.(lihat gambar RJP
pada anak).

16
Untuk anak-anak (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP
dilakukan sebanyak 14 – 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5 kali
pijat jantung dan sekali nafas buatan. Yang perlu diperhatikan disini adalah
penekanan jantung tidak boleh terlalu dalam, hanya 3 – 4 cm saja, dan tiupan pada
saat pemberian nafas buatan juga tidak boleh terlalu kencang.

C. Bayi (<1 tahun)


Pada bayi dengan dua jari tangan. (lihat ganbar RJP pada bayi) . Pastikan
mendapatkan persetujuan tindakan dari orangtuanya. Bayi di Respon dengan
menepuk atau memijat kakinya. Lakukan DRsABC

Untuk bayi (baik itu penolongnya sendirian atau 2 orang), RJP dilakukan
sebanyak 20 siklus per menit yang tiap siklusnya terdiri dari 5 kali tekan jantung dan
1 kali nafas buatan. Untuk bayi yang baru lahir, RJP dilakuakan sebanyak 40 siklus
yang tiap siklusnya terdiri dari 3 kali tekan jantung dan 1 kali nafas buatan. Yang
perlu diperhatikan pada RPJ pada bayi adalah penekanan jantung dilakukan dengan

17
2 jari saja (jari tengah dan jari manis) dengan kedalaman 1,5 – 2,5 cm dan volume
nafas yang diberikan hanya sebanyak penggembungan pipi penolong saja
Penghentian tindakan RJP

Ada beberapa alasan bagi penolong untuk menghentikan RJP, antara lain :
1. Penolong sudah melakukan Bantuan Hidup Dasar dan Lanjut secara optimal,
antara lain: RJP, defibrilasi pada penderita VF/VT tanpa nadi, pemberian
vassopressin atau epinefrin intravena, membuka jalan napas, ventilasi dan
oksigenasi menggunakan bantuan napas tingkat lanjut serta sudah melakukan
semua pengobatan irama sesuai dengan pedoman yang ada.
2. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan beracun
atau mengalami overdosis obat yang akan menghambat susunan sistem saraf
pusat
3. Kejadian henti jantung tidak disaksikan oleh penolong.

Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10
menit atau lebih.

18
BAB 2
PERTANYAAN

1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokeran gigi memerlukan pengetahuan


tentang RJP?
2. Apa yang anda lakukan pada saat anda menjumpai seseorang mengalami pingsan
setelah kecelakaan lalulintas? Jelaskan
3. Apa yang anda lakukan pada saat anda menjumpai seseorang mengalami
peristiwa tertelannya gigi tiruan jembatan? Jelaskan
4. Apa gunanya metode back blow di bidang kedokteran gigi?
5. Apa gunanya metode Heimlich Manuever di bidang kedokteran gigi?
6. Apa gunanya metode Chest thrust di bidang kedokteran gigi?

Jawab :
1. BLS/RJP merupakan tindakan pertolongan yang harus dilakukan pada pasien
yang mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Seorang dokter gigi harus
mempunyai keterampilan dan kemampuan dalam melakukan BLS. Kep.
Menkes No. 39 tahun 2007, menjelaskan bahwa salah satu ruang lingkup kerja
dokter gigi adalah memberikan pelayanan darurat yang terdiri dari BLS.
Kemampuan menanggulangi kegawat daruratan dengan BLS ini sangat
diperlukan baik di area pre hospital maupun intra hospital. selain itu, sebagai
orang yang paham tentang medis daripada masyarakat awam lainnya, ketika
menemui korban yang dalam kondisi gawat darurat tiba-tiba dijalan, kita
dapat langsung memberi pertolongan pertama.

2. Yang dilakukan pada saat menjumpai seseorang yang mengalami pingsan


setelah kecelakaan lalu lintas adalah berusaha memberi PPGD dengan
melakukan pengkajian korban sebagai langkah awal, meliputi pernapasan
korban dan peredaran darahnya. jika pasien tidak sadar, yang pertama
diperiksa ialah pernapasannya (dapat dilihat dari terangkatnya dada ataupun
dari pupil mata), kemudian diperiksa juga denyut nadinya melalui arteri
karotis yang ada di leher. Apabila pasien tidak menunjukan tanda-tanda
tersebut, segera diberikan nafas buatan dan meminta orang lain menghubungi
Layanan Kedaruratan Medis.

3. Melakukan tindakan PPGD dengan metode Back Blow Manuever ataupun


Hamliech Manuever jika giginya sudah mencapai abdomen.

19
4. Metode Back Blow di bidang kedokteran gigi berguna untuk menyelamatkan
pasien pada kasus tersedak benda padat (contohnya gigi tiruan).

5. Heimlich maneuver dilakukan jika suara nafas tidak terdengar karena ada
hambatan total pada jalan nafas dengan cara memposisikan diri di belakang
pasien, kemudian melingkarkan tangan pada sterno pasien lalu menekan
sterno pasien dengan menarik tangan ke belakang.

6. Metode chest trust dilakukan jika suara nafas pada ibu hamil, bayi atau obeis
karena adanya hambatan total pada jalan nafas dengan cara mendorong tangan
kearah dalam atas.

20
BAB 3

PEMBAHASAN

Pembebasan Jalan Nafas


Pembebasan jalan nafas ini dilakukan untuk mengeluarkan benda asing yang
terdapat dalam mulut korban. Benda asing ini, dapat berbentuk padat (misalnya batu
atau gigi tiruan), cair (misalnya darah), maupun lendir yang menghalangi jalannya
pernafasan. Dalam teknik ini diajarkan bagaimana cara membuka dan
mempertahankan jalan napas untuk membantu ventilasi dan memperbaiki oksigenasi
tubuh.
Langkah-langkah yang dilakukan pada pembebasan jalan nafas ini, antara lain
: korban dibaringkan dalam posisi terlentang, lakukan teknik angkat kepala –angkat
dagu (head Tilt-Chin Lift) pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera
leher, dengan cara menggunakan dua jari untuk mengangkat tulang dagu (bagian
dagu yang keras) ke atas; dan gunakan tangan yang lain untuk menarik kepala ke
belakang dan menutup hidung pasien (agar udara yang diberikan tidak terbuang lewat
hidung). Periksa mulut korban dengan jari, tarikkan lidahnya dan periksa jika terdapat
benda asing. Jika dilakukan pada korban tidak sadar dan jalan nafas tertutup,
miringkan kepala korban ke samping, agar sumbatan dapat lebih mudah
dikeluarkan.Pada penderita yang dicurigai menderita trauma servikal, teknik head tilt
chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik yang digunakan pada keadaan tersebut adalah
menarik rahang tanpa melakukan ekstensi kepala (Jaw Thrust). Gerakan Jaw Thrust
ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakan
bagian leher pasien.
Jenis – jenis suara tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas:
1) Snoring
Suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan nafas
bagian atas oleh benda padat. Lakukan pengecekan langsung dengan cara cross-
finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk

21
tangan yang digunakan untuk chin lift, ibu jari mendorong rahang atas ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah. Lihatlah apakah ada benda yang
menyangkut di tenggorokan korban (misalnya: gigi palsu). Pindahkan benda
tersebut.
2) Gargling
Suara seperti berkumur. Kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan disebabkan
oleh cairan (misalnya: darah). Lakukan cross-finger seperti di atas, lalu
lakukanlah finger-sweep, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain
untuk menyapu rongga mulut dari cairan – cairan yang mengganggu jalannya
pernafasan.
3) Crowing
Suara seperti nada tinggi, bisaanya disebabkan karena pembengkakan (edema)
pada trakea. Untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and
chin lift atau jaw thrust saja. Jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan
lokal pada jalan nafas, maka dapat dilakukan:
a. Black Blow
b. Heimlich Maneuver
c. Chest Thrust

3.2 Periksa Pernafasan


Manusia melakukan proses bernafas (menghirup O2 dan menghembuskan CO2),
dimana manusia melakukan proses pernafasan dalam dan pernafasan dangkal.
Pernapasan yang dalam, mempunyai volume udara yang besar, ketika menarik nafas
atau inspirasi dan ketika mengeluarkan nafas atau ekspirasi. Sedangkan, pada
pernapasan dangkal, volume udara akan mengecil.
Pemeriksaan pernafasan dilakukan dengan tujuan antara lain: mengetahui status
sistem pernapasan (inspeksi toraks), menunjukkan informasi signifikan tentang
gerakan toraks selama pernapasan (palpasi toraks), dan mengkaji aliran udara melalui
pohon bronkial dalam mengevaluasi adanya cairan atau tidak saat bernafas.

22
Dalam pemeriksaan pernafasan dilakukan metode Look, Listen and Feel yaitu
Lihat - Dengar – Rasakan selama 5 – 10 detik. Lihat naik turun (kembang-kempis)
dada bagian bawah dan perut. Dengarkan dan rasakan keluarnya udara dari hidung
dan mulut dengan melekatkan pipi Anda ke wajah korban. Jika korban tidak
bernapas, segera lakukan pernapasan bantuan dari mulut ke mulut.
Dari hasil percobaan, didapati pergerakan dada orang coba 19 kali per menit.
Sehingga dapat disimpulkan frekuensi nafas orang coba tersebut normal.

3.3 Pemeriksaan Nadi Karotis


Pemeriksaan nadi karotis bertujuan untuk meyakinkan bahwa jantung korban
berfungsi dengan baik. Denyut nadi adalah jumlah kontraksi jantung permenit.
Pemeriksaan denyut nadi meliputi irama dan kekuatan kontraksinya.
Pengukuran denyut nadi paling tepat adalah di nadi karotis karena lebih dekat
dengan aorta sehingga lebih kecil disortasinya. Denyut nadi dapat meningkat saat
olahraga, sakit, trauma dan emosi. Denyut nadi pada dewasa muda normal adalah 60
– 90 kali per menit menit. Bila denyut nadi korban kurang atau melebihi angka
tersebut maka dapat disimpulkan frekuensi denyut nadi korban tidak normal.
Pada percobaan yang dilakukan, denyut nadi orang coba adalah 75 kali per
menit, sehingga denyut nadi orang coba ini dapat dikatakan normal.

3.4 Pemberian Nafas Bantuan dari Mulut ke Mulut


Pemberian nafas bantuan dari mulut ke mulut adalah cara yang tepat dan
efektif untuk memperthankan oksigenasi yaitu memberikan udara ke paru-paru
korban / pasien. Sebelum melakukan pemberian nafas bantuan, Penolong harus
menjepit lubang hidung korban hingga tertutup dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
mencegah udara keluar kembali dari hidung, kemudian penolong menarik napas
penuh, menempatkan bibir di sekeliling mulut si korban agar tidak ada celah atau
kebocoran saat menghembuskan nafas. 

23
Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 –
1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu
cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi
lambung. Tanda pernapasan adekuat, kurang adekuat dan tidak bernapas :
1) Tanda pernapasan adekuat :
a. Dada dan perut naik turun sirama dengan pernapasan
b. Penderita tampak nyaman
c. Frekuensi cukup ( 12-20 kali/menit )
2) Tanda pernapasan kurang adekuat :
a. Gerakan dada kurang baik
b. Ada suara napas tambahan
c. Kerja oto bantu napasd. Sianosis ( kulit kebiruan )
d. Frekuensi napas kurang/ berlebih. Perubahan status mental
3) Tanda tidak bernapas :
a. Tidak ada gerakan dada / perut
b. Tidak terdengar aliran udara melalui mulut / hidung
c. Tidak terasa hembusan napas dari mulut / hidung

3.5 Pemberian Pijat Jantung


Pemberian pijat jantung adalah usaha untuk "memaksa" jantung memompakan
darah ke seluruh tubuh. Pijat jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang
tidak teraba. Pijat jantung bisaanya dipasangkan dengan nafas buatan. Pijat jantung
dilakukan dengan memposisikan diri di samping pasien, posisikan tangan tepat di
tengah-tengah dada dengan tangan tegak lurus korban, kemudian dengan menekan
dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul kira-kira
sedalam 4-5 cm. Setelah menekan, kemudian ditarik sedikit tangan ke atas agar posisi
dada kembali normal. Pijat jantung dilakukan dengan jumlah rasio 30 kali kompresi
dada: 2 kali tiupan nafas (satu penolong) atau 5 : 1 untuk (dua penolong).

24
Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem, maka
tindakan ini harus segera dihentikan atau hanya di arah ke sistem yang belum pulih
saja. Bisaanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan, maka hanya
dilakukan tindakan Resusitasi Paru saja.

3.6. Back Blow Maneuver


Back Blow Maneuver adalah pemberian pertolongan pertama pada pasien
yang tersedak dengan menepuk atau memukul punggung antara scapula pada
punggung korban atau pasien. Setelah dilakukannya Back Blow Maneuver, maka
pernafasan korban atau pasien akan semakin lancar dan semakin lega. Back Blow
Maneuver ini dilakukan di saat timbul hambatan total (seperti lendir, dan atau
benda padat, serta benda asing lainnya) pada jalan nafas. Hal ini yang
menyebabkan nafas tidak bisa terdengar di saat penolong melakukan tindakan
Listen pada metode PPGD.
Back Blow Maneuver sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah dapat
diketahui bahwa korban atau pasien mengalami hambatan nafas. Dengan
demikian jika ada sesuatu benda asing yang ada di saluran pernafasan bisa
dikeluarkan.

3.7 Heimlich Maneuver


Heimlich Maneuver adalah cara atau tindakan untuk membuka jalan nafas
yang terhabat dengan menghentakkan tangan ke arah abdomen (perut). Korban
atau pasien merasa pernafasannya lebih lancar karena udara dalam saluran
pernafasan keluar. Selain itu, korban atau pasien juga merasa shock atau kaget
sewaktu diberikan tekanan pada bagian abdomennya.
Jika pasien tidak sengaja tertelan sesuatu benda asing hingga ke abdoment
maka yang dilakukan adalah Heimlich Maneuver karena teknik ini memberikan

25
tekanan pada abdomen bagian atas sehingga benda asing tersebut bisa keluar, dan
pernafasan kembali lancar. Cara yang tidak boleh dilupakan pada Heimlich
Maneuver ini adalah penolong harus melingkarkan kedua tangannya untuk
mengelilingi orang coba dan meletakkan tangan tersebut tepat di atas abdomen.
Kemudian, penolong perlu melakukan pula untuk mengenggam kedua tangan
dengan erat untuk melakukan hentakan.

3.8 Chest Thrust Maneuver


Chest Thrust Maneuver adalah tindakan untuk membuka jalan nafas korban
atau pasien dimana pada jalur nafasnya terdapat hambatan. Percobaan Chest
Thrust Maneuver ini dilakukan dengan memberikan tekanan pada bagian dada.
Untuk pertama kalinya, pasien merasakan jalan pernafasannya sesak, dan
kesulitan untuk bernafas. Namun, kemudian, korban atau pasien merasakan
lancar nafas dari dalam dada keluar.
Chest Thrust Maneuver dilakukan jika pasien mengalami gagal nafas. Pada
bagian terdapat paru-paru sehingga tekanan yang diberikan di atas paru-paru
akan mengakibatkan keluarnya udara dari dalam paru-paru, juga untuk
memberikan kejutan pada paru-paru agar menjalankan respirasi kembali. Jika ada
benda asing yang sampai pada bagian bronkus atau bronkiolus dapat dikeluarkan
dengan cara ini. Chest Thrust Maneuver ini biasanya dilakukan pada ibu hamil,
bayi, atau obesitas.

26
BAB 4

KESIMPULAN

Mahasiswa kedokteran gigi penting sekali memiliki pengetahuan tentang


PPGD dan BLS karena suatu saat ketika menghadapi pasien yang tiba-tiba tidak
sadarkan diri ataupun dalam kondisi gawat darurat dan membutuhkan pertolongan
pertama, kita dapat langsung memberikan pertolongan pertama untuk menyelamatkan
jiwa pasien sebelum akhirnya diberikan perawatan yang sesuai dengan keadaan
korban. Karena ruang lingkup kerja dokter gigi juga meliputi pemberian pelayanan
darurat yang terdiri dari BLS dan PPDG. Kemampuan menanggulangi kegawat
daruratan dengan BLS dan PPDG ini sangat diperlukan baik di area pre hospital
maupun intra hospital.

27
BAB 5

DAFTAR PUSTAKA

 Hegner, Barbara. 2011. Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Jakarta: EGC
 Dobson, Michael B; alih bahasa, Adji Dharma. 1994. Penuntun Praktis
Anestesi (at the district hospital ). Jakarta: EGC.
 Latief S.A. 2007. Petunjuk  Praktis  Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta :
enerbit FKUI.
 National Safety Council. 2007. Pertolongan Pertama dan RJP pada Anak Ed.
4. Jakarta : EGC
 Overview of basic life support in infants and children. Diakses dari
http://www.uptodate.com/patients/content/topic.do?topicKey=~ZZjtriYsdaYe/
 Bantuan Hidup Dasar. Diakses
dari http://www.scribd.com/doc/4535323/bantuan-hidup-dasar.
 http://www.scribd.com/doc/45828899/Airway-Management-Kgd
 http://akatsuki-ners.blogspot.com/2010/12/pertolongan-pertama-pada-gawat-
darurat.html
 http://nofitasari310.wordpress.com/2013/09/03/pertolongan-pertama-gawat-
darurat-ppgd/ diakses pada tanggal 4 desember 2014
 Sloane, Ethel.1995.Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula.Jakarta:EGC
 Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta :EGC
 PT Rhuekamp Indonesia “Pertolongan Pertama “
 Panduan Kecil Pertolongan Gawat Darurat (PPGD), Yayasan IDEP
 http://nyonyatrinurcahya.student.umm.ac.id/2011/09/29/resusitasi-jantung-
paru-paru/

 http://www.pmisumut.or.id/e/1.%20Dasar-RJP.pdf ‘Pelatihan Pertolongan
Pertama”

28

Anda mungkin juga menyukai