Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN BPK

Dosen Pembimbing: Delpi Susanti, S.IP., M.IP.

KELAS H

KELOMPOK 7

DISUSUN OLEH:

LEDI SEPTI WANDIRA (187310614)

VANNY FIRMANSYAH (187310686)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, Allah Swt., senantiasa melimpahkan rahmat dan


karunia-nya kepada penulis. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
waktu. Makalah ini berjudul “Apa hubungan presiden dengan BPK?”.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapap pihak, Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Delpi Susanti, S.IP., M.IP. yang
sekaligus Dosen Mata Kuliah Pemerintahan Nasional yang senantiasa
memberikan arahan dalam proses penulisan makalah tersebut. Dan anggota
kelompok yang telah berpartisipasi menyelesaikan makalah ini.
Penulis telah berusaha maksimal dalam menyelesaikan makalah ini.
Namun, apabila masih terdapat kekurangan dan kelemahan baik dari segi
penyusunan maupun dari segi isi, penulis minta maaf.

Pekanbaru, 03 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan Makalah................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Apa saja Wewenang, Hak dan Kewajiban pada Presiden?
2.2 Apa hubungan Presiden dengan Lembaga Lainnya?
2.3 Apa hubungan presiden dengan BPK?
2.4 Bagaimana awal mula adanya BPK?
2.5 Apa yang dimaksud dengan BPK?
2.6 Apa fungsi dan tugas BPK?
BAB III PENUTUP................................................................................................8
3.1 Simpulan...........................................................................................................8
3.2 Saran.................................................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................................12
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia secara bersama sama disebut sebagai
lembaga kepresidenan Indonesia, memiliki sejarah yang hampir sama tuanya
dengan sejarah indonesia. Sebab pada saat proklamasi 17 agustua 1945, bangsa
Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian 18 agustus
1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur
pemerintahan (UUD 1945) dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh
bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan bersejarah dimulai.
Dapat dikatakan lembaga Negara adalah lembaga kepresidenan. Lembaga Negara
adalah lembaga pemerintahan dimana lembaga tersebut dibuat oleh Negara dari
Negara dan untuk Negara yang bertujuan untuk membangun Negara itu sendiri.
Sedangkan, badan pemeriksa keuangan (BPK) adalah lembaga tinggi negara
dalam system ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. BPK bersifat bebas dan
mandiri. BPK memiliki tugas yang begitu besar seperti memeriksa seluruh
keuangan negara yang berasal dari berbagai lembaga. Banyak masyarakat
Indonesia yang tidak mengetahui apa tugas, fungsi dari BPK itu sendiri. Sehingga
dalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih rinci mengenai BPK dan apa
hubungannya presiden dan BPK. Agar masyarakat Indonesia khususnya
mahasiswa mengetahui apa BPK yang sebenarnya.
1.2. Rumusan Masalah

2.1 Apa saja Wewenang, Hak dan Kewajiban pada Presiden?


2.2 Apa hubungan Presiden dengan Lembaga Lainnya?
2.3 Apa hubungan presiden dengan BPK?
2.4 Bagaimana awal mula adanya BPK?
2.5 Apa yang dimaksud dengan BPK?
2.6 Apa fungsi dan tugas BPK?

1.3. Tujuan Penulisan

A. Memahami Wewenang, Hak dan Kewajiban Presiden atau Wakil Presiden.


B. Memahami Kekuasan Presiden dalam Pemerintahan Negara Republik
Indonesia
C. Memahami Hubungan Lembaga Presiden dengan Lembaga Lainnya.
D. Memahami definisi BPK

E. Mengetahui fungsi dan tugas dari BPK

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah agar para pembaca

makalah ini mengetahui hubungan presiden dengan BPK, fungsi dan tugas dari

BPK. Sehingga masyarakat Indonesia paham mengenai BPK.


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hak, Wewenang dan Kewajiban Presiden dan Wakil Presiden

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat [Pasal 6A (1)]. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama
lima tahun, dan sesudahnya dapat dipillih kembali dalam jabatan yang sama,
hanya untuk satu kali masa jabatan .Presiden dan Wakil Presiden memiliki
wewenang, kewajiban dan hak, antara lain tentang :

1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Berhak mengajukan


RUU kepada DPR Menetapkan peraturan pemerintah Memegang teguh
UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus –
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa
2. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU (Pasal 10);
3. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara
lain dengan persetujuan DPR
4. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR.
5. Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12);
6. Mengangkat duta dan konsul Dalam mengangkat duta, presiden
memperhatikan pertimbangan DPR Menerima penempatan duta negara
lain dengna memperhatikan pertimbangan DPR
7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA
Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan UU.
8. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang berugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden.
9. Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri
10. Pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta
pengesahan RUU
11. Peresmian anggota BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD
12. Penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan disetujui
DPR
13. Pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan DPR
14. Pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan DPR
15. Pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan
orang anggota hakim konstitusi.

2.2 Apa hubungan Presiden dengan Lembaga Lainnya?


A. Hubungan antara MPR – Presiden

MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mengangkat presiden. Dalam


menjalankan tugas pokok dalam bidang eksekutif (pasal 4(1)) presiden tidak
hanya menyelenggarakan pemerintahan negara yang garis-garis besarnya telah
ditentukan oleh MPR saja, akan tetapi termasuk juga membuat rencana
penyelenggaraan pemerintahan negara. Demikian juga presiden dalam bidang
legislatif dijalankan bersama-sama dengan DPR (pasal 5)

B. Hubungan DPR – Presiden

Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAP/RAB maka


didalam pelaksanaan DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah.
Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah suatu konsekwensi yang wajar, yang
mengandung arti bahwa presiden bertanggung jawab kepada DPR. Bentuk
kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh
mengingkari partner legislatifnya. Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa DPR
memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Selanjutnya untuk
menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif, maka pada Pasal
20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui bersama tidak
disahkan oleh Presiden, dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut disetujui,
secara otomatis sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

C. Hubungan antara Presiden - Menteri-menteri

Mereka adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar


terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang menyangkut
departemennya. Dalam praktek pemerintahan, Presiden melimpahkan sebagian
wewenang kepada menteri-menteri yang berbentuk presidium.

D. Hubungan antara Presiden dan MK

Selanjutnya, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu
wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR
sebagai lembaga negara, maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara
lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka
konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat (1)
dan (2) UUD NRI tahun 1945 adalah untuk mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Di
samping itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

2.3 Bagaimana Hubungan Lembaga Presiden dengan BPK?


Hubungannya ialah presiden sebagai yang meresmikan BPK atas
pertimbangan DPR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa
Keuangan Negara (BPK). Kedua badan ini merupakan partner, dimana hasil
pemeriksaan tentang keuangan negara itu oleh BPK diberitahukan kepada DPR,
dalam rangka tugasnya menetapkan Anggaran Belanja Negara dan tentunya untuk
mengawasi tindakan pemerintah mengenai penggunaan keuangan negara itu.
Apakah di sini pemerintah menyimpang atau tidak dalampenggunaan keuangan
negara tersebut, mencakup pula Anggaran Belanja Negara/APBN yang ditetapkan
tiap tahun. Di dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan bagaimana
hubungan DPR dan BPK dalam penentuan dan penggunaan keuangan negara di
lihat dari Undang-Undang Dasar 1945.

2.4 Sejarah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil
pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut dikeluarkan Surat Penetapan
Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan
Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara
dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai
9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah
R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan
suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua
instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih
menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan
tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu
ICW dan IAR.
Dalam penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat

kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke

Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap

mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun
1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK

Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus

1949.

Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS)

berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk

Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu

alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal

31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa

Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor

menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah

Netherland Indies Civil Administration (NICA).

Dengan kembalinya bentuk negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia

pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang

berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa

Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas

kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan

RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari

Algemene Rekenkamer di Bogor.

Pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan

berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas

Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan

berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.


Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas

Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI

(UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan

berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih

tetap menggunakan ICW dan IAR.

Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama


Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No.
1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat
kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober
1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang
antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi
pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan
pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan
masing-masing sebagai Menteri coordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI
dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara.
Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru
direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah
mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan
Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR
No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan
negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang
independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI
dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen, BPK RI
hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5). Kemudian dalam Perubahan Ketiga
UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga
pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-
Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
1.      UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
2.      UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
3.      UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan  dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.

2.5 Apa yang dimaksud dengan BPK?


1. Lembaga yang mandiri dan bebas
2. Bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab negara
Wewenang BPK, yaitu;
1. Menentukan objek pemeriksaan perencanaan dan pelaksanaan
pemeriksaan, baik dalam menentukan waktu dan metode pemeriksaan
yang digunakaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan.
2. Meminta keterangan dan/ atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap
orang atau lembaga yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan.
3. Melakukan pemeriksaan tempat dan daftar yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan.
4. Menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada
BPK.
5. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara.
6. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
negara.
7. Menggunakan tenaga ahli dan/ atau tenaga pemeriksa di luar BPK atas
nama BPK.
8. Membina jabatan fungsional pemeriksa.
9. Memberi pertimbangan atas standar akuntasi pemerintahan.
10. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
pemerintah pusat/pemerintah daerah.

2.6 Tugas, Fungsi, Jenis-Jenis Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

1.      Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum,
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara (Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 tahun 2006).
Yang dimaksud “keuangan negara” meliputi semua unsur keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang keuangan negara yakni semua hak
dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Yang dimaksud “lembaga atau
badan lain” antara lain badan hukum milik negara, yayasan yang mendapat
fasilitas negara, komisi-komisi yang dibentuk dengan undang-undang, dan badan
swasta yang menerima dan/atau mengelola uang negara.
2.      Fungsi Badan Pemeriksa Keuangan
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keuangan
negara, fungsi BPK dapat dikategorikan ke dalam empat fungsi yakni fungsi
pemeriksaan, fungsi rekomendasi, fungsi quasi yudisial dan fungsi legislasi.
1)      Fungsi pemeriksaan, tercemin dalam tugas BPK melakukan pemeriksaan
terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dengan semua
aspeknya.
2)      Fungsi rekomendasi, tercermin dari konsekuensi bahwa hasil pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara selalu diikuti dengan
rekomendasi yaitu saran berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan
kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau
perbaikan. (Pasal 1 butir 12, Pasal 16 ayat (2)  dan Pasal 20 ayat (1) UU No. 15
Tahun 2004).
3)      Fungsi quasi yudisial, tercermin dari tugas BPK mengenakan ganti kerugian
negara/daerah terhadap bendahara dan pengelola perusahaan negara/daerah
menurut tata cara yang ditetapkan, yakni tata cara berupa proses penuntutan yang
menyerupai layaknya proses peradilan (Pasal 62 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004
dan Pasal 22 UU No. 15 Tahun 2004).
4)      Fungsi legislasi, tercermin dari kewenangan BPK untuk menetapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara dalam bentuk peraturan BPK, yang mempunyai
kekuatan yang mengikat pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
dan wewenang BPK (Pasal 6 ayat (6) UU No. 15 tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan).
3.      Jenis-jenis Pemeriksaan BPK
Pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara terdiri
atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu.
1)      Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan. Laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
2)      Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan aspek
efektivitas. Laporan hasil pemeriksaan kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi.
3)      Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal
lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigative, dan pemeriksaan atas system
pengendalian intern pemerintah. Pemeriksaan investigative adalah pemeriksaan
dengan tujuan untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah
dan/atau unsur pidana. Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat
kesimpulan.

4.      Laporan Hasil Pemeriksaan


Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah, laporan
hasil pemeriksaan kinerja pemerintah daerah, dan laporan hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu di daerah disampaikan kepada DPRD dan
gubernur/bupati/walikotaa bersangkutan sesuai dengan kewenangannya.
BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan

Hubungannya ialah presiden sebagai yang meresmikan BPK atas pertimbangan


DPR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan Negara
(BPK). Kedua badan ini merupakan partner, dimana hasil pemeriksaan tentang
keuangan negara itu oleh BPK diberitahukan kepada DPR, dalam rangka tugasnya
menetapkan Anggaran Belanja Negara dan tentunya untuk mengawasi tindakan
pemerintah mengenai penggunaan keuangan negara itu. Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) lembaga tinggi negara dalam system ketatanegaraan Indonesia
yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan taggungjawab keuangan
negara. Menurut uud 1945, bpk merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Layanan Umum,
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara.

3.2. Saran
BPK adalah lembaga tertinggi di Indonesia yang memiliki tanggung jawab
mengenai keuangan negara. Jadi sangatlah penting apabila para pejabat yang ada
di lingkungan BPK bekerja dengan baik tidak melakukan penyimpangan. Karena
menyangkut hajat orang banyak. Mahasiswa saat ini adalah penerus dimasa yang
akan datang, mahasiswa adalah agent of change sehingga tugas mahasiswalah
supaya membuat Indonesia sejahtera tanpa korupsi.

Anda mungkin juga menyukai