Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
1. The State
Institusi pemerintah akan memiliki peran penting dalam melindungi
lingkungan, memelihara harmonisasi sosial, ketertiban dan keamanan, stabilitas
kondisi makro-ekonomi, meningkatkan penerimaan keuangan dan menyediakan
pelayanan publik dan infrasrtuktur yang esensial, memelihara standar keselamatan
dan kesehatan masyarakat dengan biaya yang dapat dijangkau, mengatur aktivitas
ekonomi yang bersifat “natural monopolis” atau yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan umum bagi warga negara.
Institusi pemerintahan juga perlu memperdayakan rakyat. Mereka
dikehendaki memberikan layanan: menyediakan kesempatan yang sama dan
menjamin inklusifitas sosial, ekonomi, dan politik. Pemberdayaan hanya dapat
terjadi dalam suatu lingkungan yang kondusif yang terdiri dari sistem fungsi
legislasi dan proses pemilihan yang tepat, legal dan yudisial.
1. Partisipasi (Participation)
Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya
selainmkegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisir. Paradigma
birokrasi sebagai center for public service harus dikuti dengan deregulasi berbagai
aturan, sehinggga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efesien.
Tidak cukup hanya dengn itu, aparatur pemerintah juga harus mengubah
paradigma dari pengusaha birokrat menjadi pelayan masyarakat, dengan
memberikan pelayananan baik, memiliki perhatian yang humanis terhadap client-
nya, memberikan pelayananan yang efisien, tepat waktu serta dengan biaya
murah, sehingga mereka memiliki legitimasi dari masyarakat. Inilah berbagai
persyaratan utama untuk mewujudkan cita good governance dalam konteks
memperbesar partisipasi masyarakat. Karena tidak mungkin sebuah bangsa akan
maju dengan cepat, tanpa partisipasi penuh dari warganya.
2. Penegakan (Rule Of Law)
Tanpa diimbangi oleh sebuah hukum dan penegakannya yang kuat,
partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis. Ditambah pula
bahwa pelaksanaan kenegaraaan dan pemerinthan juga terus ditata oloeh sebuah
sistem dan aturan hukum yang kuat serta memiliki kepastian.
Sehubungan dengan itu, proses mewujudkan cita Good Governance,
harus diimbangi dengan komitmen dengan komitmen rule of law, dengan
kaarakter-karakter antara lain sebagai berikut:
a. Supremasi hukum (the supremacy of law)
b. Kepastian hukum (legal certainty)
c. Hukum yang responsif
d. Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
e. Independensi peradilan
3. Transparansi (Transparency)
Negara korupsi bisa menghambat efektifitas dan efisiensi proses
birokrasi dalam pembangunan sebagai ciri utama good governance. Saalah satu
yaang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah
manajemen pemerintahan yang tidak transparan. Oleh karena itu Michael
Camdessus pada tahun 1997, dalam satu rekomendasinya pada PBB untuk
membantu pemulihan perekonomian Indonesia menyarankan perlunya tindakan
pemberantasan korupsi dan penyelenggaraaan pemerintahan yang transparan,
khususnya tranparansi dalam transaksi keuangan negara, pengelolaan uang negara
di bank central, serta tranparansi sektor-sektor publik.
Pihak IMF memang sangat serius dalam mempertahankan kebijakan
pemberantasan korupsi untuk membantu proses recovery ekonomi, karena
walaupun sudah menimbulkan penyeberan keseluruh elemen birokrasi
pemerintahan, dari puncak pimpinan sampai pada pegawai yang paling rendah
sekalipun. Setidaknya ada 8 aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus
dilakukan secara transparan, yaitu:
a. Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan
b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4. Resonsif (Responsiveness)
Salah satu asas fundamental menuju cita good governance adalah
responsif, yakni pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-
persoalan masyarakat. Pemerintah harus memehami kebutuhan masyarakatnya,
jangan menunggu mereka menyampaikan keinginan-keinginanya itu, tetapi secara
proaktif mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan mereka, untuk
kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan
umum tersebut.
Sesuai dengan asas responsif, maka setiap unsur pemerintahan harus
memiliki dua etik, yakni etik individual dan etik sosial. Kualifikasi etik individual
menuntut mereka agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional.
Sedangkan etik sosial menuntut mereka agar memiliki sensitifitas terhadap
berbagai kebutuhan publik.
Terkait dengan asas responsif ini, pemerintayh harus terus merumuskan
kebijakan-kebijakan pembangunan sosial terhadap semua kelompok sosial dalam
karakteristik kulturalnya. Dalam upaya mewujudkan asas responsif pemerintah
harus melakukan upaya-upaya strategis dalam memberikan perlakuan yang
humanis pada kelompok-kelompok masyarakat tanpa pandang bulu.
5. Konsensus (Consensus Orientation)
Asas fundamental lain yang juga harus menjadi perhatian pemerintah
juga harus menjadi perhatian pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas
pemerintahnya menuju cita good governance adalah pengambilan putusan melalui
proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama.
Cara pengambilan keputusan tersebut selain dapat memuaskan semua
pihak atau sebagian besar pihak juga dapat menarik komitmen komponen
masyarakat sehingga memiliki legitimasi untuk melahirkan coercive power
(kekuatan memaksa) dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan.
Pelaksanaan prinsip pada praktiknya sangat terkait dengan tingkat partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pemerintahan, kultur demokrasi, serta tata aturan
dalam pengambilan kebijakan yang berlaku dalam \sebuah sistem.
8. Akuntabilitas (Accaountability)
Asas akuntabilitas berarti pertanggung jawaban pejabat public terhadap
masyarakat yang memberinya delegasi ndan kewenangan untuk mengurusi
berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap pejabat public dituntut untuk
mempertanggung jawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas
sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asa akuntabilitas dalam
upaya menuju good governance.