Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Good Govenance


Good Governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku
yang didasarkan pada nilai-nilai yant bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
mempengaruhi masalah public untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan
dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian ranah Good Governance tidak
terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada ranah
masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi non-pemerintahan seperti
lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sector swasta. Singkatnya, tuntutan
terhadap Good Governance tidak selayaknya ditujukan hanya kepada
penyelenggara negara atau pemerintahan, yang secara rajin dan bersemangat
menuntut penyelenggaraan Good Governance pada negara.
Terselenggaranya kepemerintahan yang baik dan berwibawa menjadi
cita-cita dan harapan setiap bangsa. Konsep “governance” melibatkan tidak
sekedar pemerintahan dan negara, tetapi jug peran berbagai faktor di luar
pemerintahan dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas.
Lembaga Administrasi Negara mengartikan governance adalah proses
penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods
and services. Lebih lanjut menegaskan dilihat dari segi functional aspect,
governance dapat ditinjau dari apakah pemerintahan telah berfungsi secara efektif
dan efesien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.
United Nations Development Programme (UNDP) mengemukkan
kepemerintahan diartikan sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan
administrasi untuk mengatur urusan-urusan bangsa. Kepemerintahan adalah suatu
institusi, mekanisme, proses, dan hubungan yang kompleks melalui warga negara
dan kelompok-kelompok yang mengartikulasikan kepentinganya, melaksanakan
hak dan kewajibannya serta menengahi atau memfasilitasi perbedaan-perbedaan
di antara mereka.
Penegertian governance yang dikemukakan oleh UNDP ini, menurut
Lembaga Administrasi Negara mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economic,
politic, and administrative. Economic governance mencakup proses pembuatan
keputusan yang mempengaruhi langsung atau tidak langsung aktivitas ekonomi
negara tau berhubungan dengan ekonomi lainnya. Karena itu, economic
governance memiliki pengaruh atau implikasi terhadap equity, powerty, quality of
life.
Political governance menunjuk pada proses pembuatan keputusan dan
implementasi kebijakan suatu negara yang legimate dan autoritatif . Karenanya
negara seharusnya terdiri dari tiga cabang pemerintahan yang terpisah yaitu
legislative, executive, dan yudicial yang mewakili kepentingan politik pluralis dan
membolehkan setiap warga negara memilih secara bebas wakil-wakil mereka.
Administrtive govermance adalah sistem implementasi kebijakan yang
melaksanakan sektor publiksecara efisien, tidak memihak, akuntabel, dan terbuka.
Dalam negara modern, ketiga elemen diatas melaksankan sistem
kepemerintahan (the governance system) mencakup struktur kewenangan
pembuatan keputusan institusi dan organisasi formal.

B. Unsur-Unsur Good Governance


Unsur-unsur yang dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan
menurut UNDP terdiri dari tumacam yaitu the state, the privet sector, dan civil
society organization.

1. The State
Institusi pemerintah akan memiliki peran penting dalam melindungi
lingkungan, memelihara harmonisasi sosial, ketertiban dan keamanan, stabilitas
kondisi makro-ekonomi, meningkatkan penerimaan keuangan dan menyediakan
pelayanan publik dan infrasrtuktur yang esensial, memelihara standar keselamatan
dan kesehatan masyarakat dengan biaya yang dapat dijangkau, mengatur aktivitas
ekonomi yang bersifat “natural monopolis” atau yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan umum bagi warga negara.
Institusi pemerintahan juga perlu memperdayakan rakyat. Mereka
dikehendaki memberikan layanan: menyediakan kesempatan yang sama dan
menjamin inklusifitas sosial, ekonomi, dan politik. Pemberdayaan hanya dapat
terjadi dalam suatu lingkungan yang kondusif yang terdiri dari sistem fungsi
legislasi dan proses pemilihan yang tepat, legal dan yudisial.

2. The Private Sector


Pasar dan sektor swasta jelas memainkan peran penting dalam
pembangunan dengan menggunakan pasar. Pendekatan pasar untuk pembangunan
ekonomi berkaitan dengan menciptakan kondisi di mana produksi barang dan jasa
berjalan dengan baik dengan dukungan dari lingkungan yang mapan untuk
melakukan aktivitas sektor swasta dan dalam suatu bingkai kerja ‘incentives and
rewards” secara ekonomi bagi individu dan organisasi yamng memiliki kenerj
baik.

3. Civil Society Organization


Terwujudnya pembangunan manusia yang berkelanjutan bukan hanya
tergantung pada negara yang mampu memerintah dengan baik dan sektor swasta
yang mampu memerintah dengan baik dan sektor swasta yang mampu
menyediakan pekerjaan dan penghasilan, tetapi juga tergantung pada organisasi
masyarakat sipil yang memfasilitasi interaksi sosial dan politik dan yang
memobilisasi berbagai kelompok di dalam masyarakat untuk terlibat dalam
aktivitas sosiaal, ekonomi dan politik. Organisasi masyarakat sipil tidak hanya
melakukan “check and balances” terhadap kewenangan kekuasaan pemerintahan
dan sektor swasta, tetapi mereka dapat juga memberikan konstribusi dan
memperkuat kedua unsur utama yang lain. Organisasi masyarakat sipil dapat
membantu memonitor lingkungan, penipisan sumber daya, polusi dan kekejaman
sosial, memberikan konstribusi pada pembangunan ekonomi dengan membantu
mendistribusikan manfaat pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dalam
masyarakat, dan menawarkan kesempatan bagi individu untuk memperbaiki
standar hidup mereka.
Organisasi masyarakat sipil dapat, menyalurkan pertisipasi masyarakat
dalam aktivitas sosial dan ekonomi dan mengorganisasi mereka ke dalam suatu
kelompok yang lebih potensial memengaruhi kebijakan politik. Mereka memiliki
peranan dalam mengurangi dampak potensial dari ketidakstabilan ekonomi,
menciptakan mekanisme alokasi manfaat sosial, dan memberikan suara kelompok
miskin dalam pembuatan keputusan politik dan pemerintah. Mereka dapat juga
membantu sebagai sarana untuk melindungi dan memperkuat kultur, keyakinan
agama dan nilai-nilai. Masih banyak lagi yang dapat diperankan oleh organisasi
masyarakat sipil dalam penyelengaraaan pemerintahan, pembangunan, pelayanan
publik.

C. Prinsip-Prinsip Good governance


Dari berbagai hasil kajiannya, Lembaga Administrasi Negara telah
menyimpulkan 9 aspek fundamental dalam perwujudan goog governance, yaitu:

1. Partisipasi (Participation)
Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya
selainmkegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisir. Paradigma
birokrasi sebagai center for public service harus dikuti dengan deregulasi berbagai
aturan, sehinggga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efesien.
Tidak cukup hanya dengn itu, aparatur pemerintah juga harus mengubah
paradigma dari pengusaha birokrat menjadi pelayan masyarakat, dengan
memberikan pelayananan baik, memiliki perhatian yang humanis terhadap client-
nya, memberikan pelayananan yang efisien, tepat waktu serta dengan biaya
murah, sehingga mereka memiliki legitimasi dari masyarakat. Inilah berbagai
persyaratan utama untuk mewujudkan cita good governance dalam konteks
memperbesar partisipasi masyarakat. Karena tidak mungkin sebuah bangsa akan
maju dengan cepat, tanpa partisipasi penuh dari warganya.
2. Penegakan (Rule Of Law)
Tanpa diimbangi oleh sebuah hukum dan penegakannya yang kuat,
partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis. Ditambah pula
bahwa pelaksanaan kenegaraaan dan pemerinthan juga terus ditata oloeh sebuah
sistem dan aturan hukum yang kuat serta memiliki kepastian.
Sehubungan dengan itu, proses mewujudkan cita Good Governance,
harus diimbangi dengan komitmen dengan komitmen rule of law, dengan
kaarakter-karakter antara lain sebagai berikut:
a. Supremasi hukum (the supremacy of law)
b. Kepastian hukum (legal certainty)
c. Hukum yang responsif
d. Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
e. Independensi peradilan

3. Transparansi (Transparency)
Negara korupsi bisa menghambat efektifitas dan efisiensi proses
birokrasi dalam pembangunan sebagai ciri utama good governance. Saalah satu
yaang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah
manajemen pemerintahan yang tidak transparan. Oleh karena itu Michael
Camdessus pada tahun 1997, dalam satu rekomendasinya pada PBB untuk
membantu pemulihan perekonomian Indonesia menyarankan perlunya tindakan
pemberantasan korupsi dan penyelenggaraaan pemerintahan yang transparan,
khususnya tranparansi dalam transaksi keuangan negara, pengelolaan uang negara
di bank central, serta tranparansi sektor-sektor publik.
Pihak IMF memang sangat serius dalam mempertahankan kebijakan
pemberantasan korupsi untuk membantu proses recovery ekonomi, karena
walaupun sudah menimbulkan penyeberan keseluruh elemen birokrasi
pemerintahan, dari puncak pimpinan sampai pada pegawai yang paling rendah
sekalipun. Setidaknya ada 8 aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus
dilakukan secara transparan, yaitu:
a. Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan
b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian penghargaan
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g. Keamanan dan ketertiban
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat

4. Resonsif (Responsiveness)
Salah satu asas fundamental menuju cita good governance adalah
responsif, yakni pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-
persoalan masyarakat. Pemerintah harus memehami kebutuhan masyarakatnya,
jangan menunggu mereka menyampaikan keinginan-keinginanya itu, tetapi secara
proaktif mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan mereka, untuk
kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan
umum tersebut.
Sesuai dengan asas responsif, maka setiap unsur pemerintahan harus
memiliki dua etik, yakni etik individual dan etik sosial. Kualifikasi etik individual
menuntut mereka agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional.
Sedangkan etik sosial menuntut mereka agar memiliki sensitifitas terhadap
berbagai kebutuhan publik.
Terkait dengan asas responsif ini, pemerintayh harus terus merumuskan
kebijakan-kebijakan pembangunan sosial terhadap semua kelompok sosial dalam
karakteristik kulturalnya. Dalam upaya mewujudkan asas responsif pemerintah
harus melakukan upaya-upaya strategis dalam memberikan perlakuan yang
humanis pada kelompok-kelompok masyarakat tanpa pandang bulu.
5. Konsensus (Consensus Orientation)
Asas fundamental lain yang juga harus menjadi perhatian pemerintah
juga harus menjadi perhatian pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas
pemerintahnya menuju cita good governance adalah pengambilan putusan melalui
proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama.
Cara pengambilan keputusan tersebut selain dapat memuaskan semua
pihak atau sebagian besar pihak juga dapat menarik komitmen komponen
masyarakat sehingga memiliki legitimasi untuk melahirkan coercive power
(kekuatan memaksa) dalam upaya mewujudkan efektifitas pelaksanaan keputusan.
Pelaksanaan prinsip pada praktiknya sangat terkait dengan tingkat partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pemerintahan, kultur demokrasi, serta tata aturan
dalam pengambilan kebijakan yang berlaku dalam \sebuah sistem.

6. Kesetaraan Dan Keadilan ( Equity)


Terkait dengan asas konsensus, tranparansi dan responsif, good
governance yang harus didukung dengan asas equity, yakni kesaman dalam
perlakuan dan pelayanan. Asas ini dikembangkan berdasarkan pada sebuah
kenyataan bahwa bangsa Indonesia ini tergolong bangsa yang plural, baik dilihat
dari segi etnik, agama dan budaya. Pluralisme itu tentu saja pada satu sisi dapat
memicu masalah apabila dimanfaatkan dalam konteks kepentingan sempit seperti
primordialisme, egoisme, dan sebagainya. Karena prinsip equity harus
diperhatikan agar tidak memunculkan ekses yang tidak diinginkan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Sebagai sebuah bangsa beradab, dan terus berupaya menuju cita good
governance, proses pengelolaan pemerintahan itu harus memberikan peluang,
kesempatan, pelayanan dan treament yang sama dalam koridor kejujuran dan
keadilan. Tidak ada seorang atau sekelompok orang pun yang teraniaya dan
tidak memperoleh apa yang menjadi haknya. Pola pengelolaan pemerintahan
seperti ini akan memperoleh legitimsi yang kuat dari publik dan akan
memperoloeh dukungan serta partisipasi yang baik aari rakyat.
7. Efektivitas (Effectiveness) Dan Efesiensi (Efficiency)
Kritera efektivitas biasanya diukur denga parameter produk yang dapat
menjakau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan
bagian sosial. Sedangkan efisiensi biasanya diukur dengan rasionalitas biaya
pembangunan untuk mmenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya
yang terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan itu termasuk
dalam kategori pemerintahan yang efisien. Cintra itulah yang menjadi tuntutan
dalam upya mewujudkan cita good governance.
Agar pemerintahan efektif dan efiensi, maka para pejabat perancang dan
pelaksana tugas-tugas pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-
perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat, secara rasional
dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi
masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu
menjadi bagian dari kebutuhan mereka.
Kemudian untuk memperoleh partisipasi yang besar, para aparatur serta
pejabat pemerintahan juga harus bersikap terbuka, dan memberikan kesempatan
dan pelayanan kepada mereka dengan baik dan mudah. Selain itu, pemerintahan
juga harus mampu menekan ancaman-ancaman eksternal yang dapat mengganggu
stabilitas politik dan keamanan, karena tanpa rasa aman yang tinggi, partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan sangat sulit diharapkan secara optimal.
Gerakan-gerakan politik untuk menekan para pengambil kebijakan dengan
mengerahkan massa yang sangat rentan dengan perilaku kekerasan, selain akan
memperlambat proses pembangunan, juga akan menyerap dana dan biaya yang
tidak perlu, setidaknya untuk biaya pengamanan aset-aset negara dan penumbuhan
rasa aman pada masyarakat.
Dengan demikian, peningkatan efektifitas pemerintahan harus dilakukan
secara komprehensif, tidak sekedar rekayasa internal untuk meningkatkan kinerja
pemerintahannya sendiri, tapi juga harus diimbangi dengan pembinaan dan
pertumbuhan sikap-sikap demokratis masyarakat yang beradab dan pertumbuhan
sikap-sikap demokratis masyarakat yang beradab dan anti kekerasan.
Oleh sebab itu, pemahaman demokrasi salah satu yang harus diwujudkan
adalaah pelibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakn publik, harus ditata
sedemikian rupa, agar proses tersebut tidak melanggar etika demokrasi yang
beradab, dan tidak menimbulkan keresahan dalam maasyarakat, sehingga
legitimasi pemerintahan yang dibangun dengan sistem demokrasi tidak
menimbulkan dampak-dampak yang mengurangi efektifitas dan efisiensi
pemerintahannya sendiri.

8. Akuntabilitas (Accaountability)
Asas akuntabilitas berarti pertanggung jawaban pejabat public terhadap
masyarakat yang memberinya delegasi ndan kewenangan untuk mengurusi
berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap pejabat public dituntut untuk
mempertanggung jawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas
sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asa akuntabilitas dalam
upaya menuju good governance.

Anda mungkin juga menyukai