Anda di halaman 1dari 17

URGENSI BELAJAR DAN MENGAMALKAN TASAWUF DI ERA

LAINNYA
MAKALAH
(Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf)
Dosen Pengampu: Asep Sarifulloh, S.Ag., M.SI

Disusun Oleh:
Kelompok 7
 Hari Hardian (17.0084.1)
 Miftah Ramdan (17.0086.1)
 Ai Kahfi Aulia (17.0046.1)
 Nadiatul Fauziah (17.0061.1)
 Sarah Muliawati (17.0068.1)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM CIPASUNG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada
kami, terutama nikmat kesehatan sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah “Hadits Tentang
Hasad” ini sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.Shalawat serta salam semoga tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini membahas tentang urgensi belajar dan mengamalkan tasawuf di era lainnya. Isi
makalah ini terbagi atas tiga bab. Bab I Pendahuluan, berisi uraian tentang latar belakang
masalah, permasalahan, tujuan penelitian. Bab II berisi pembahasan berbagai istilah dalam
tasawuf dan problematika masyarakat milenial dan tasawuf sebagai solusinya. Bab III penutup
menyajikan simpulan dan saran dari penulisan makalah.

Tasikmalaya, 06 Desember 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Masalah........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Berbagai Istilah dalam Tasawuf...............................................................................2
B. Problematika Masyarakat Milenial .........................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................................13
B. Saran......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tasawuf adalah bagian dari perkembangan ajaran islam dari para sufi. Dalam rukun
islam dan rukun iman mengenai tasawuf memang tidak terdapat secara eksplisit. Ajaran
tasawuf sendiri dianggap berasal dari berbagai pengaruh ajaran agama atau filsafat lain yang
akhirnya diadopsi dan disesuaikan dengan konsep islam. Untuk itu terdapat pro kontra
mengenai hal tersebut. Tentu saja hal ini tidak boleh bertentangan dengan Fungsi Iman
Kepada Kitab Allah, Fungsi Iman Kepada Allah SWT, dan Fungsi Al-quran Bagi Umat
Manusia.
Dari pengertian tasawuf secara etimologi dan terminologi dapat diambil kesimpulan
bahwa Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan,
memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini dilakukan untuk melakukan
pendekatan atau taqarub kepada Allah dan dengannya segala hidup dan fokus yang dilakukan
hanya untuk Allah semata.
Untuk itu, tasawuf tentu berkaitan dengan pembinaan akhlak, pembangunan rohani, sikap
sederhana dalam hidup, dan menjauhi hal-hal dunia yang dapat melenakan. Tentu hal ini bisa
membantu manusia dalam mencapai tujuannya dalam hidup. Untuk itu, praktik tasawuf ini
dapat dilakukan oleh siapapun yang ingin membangun akhlak yang baik, sikap terpuji,
kesucian jiwa, dan kembalinya pada Illahi dalam kondisi yang suci.
Secara umum, tentu ajaran tasawuf jika dikembangkan tidak boleh bertentangan dan juga
bersebrangan dengan ajaran yang berasal dari Wahyu Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
Sebagai bentuk kecintaan manusia kepada Rasulullah tentunya juga harus tetap
melaksanakan ibadah sebagaimana Rasul ajarkan
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja istilah dalam tasawuf?
2. Bagaimana problematika masyarakat modern dan tasawuf sebagai solusinya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui berbagai istilah dalam tasawuf
2. Untuk mengetahui problematika masyarakat modern dan tasawuf sebagai solusinya?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Berbagai Istilah dalam Tasawuf
1. Al-Maqamat
a. Pengertian Maqamat
Al-Maqamat secara bahasa atau etimologi dari bahasa Arab ”maqam” yang berarti
“tempat orang berdiri atau pangkal mulia atau kedudukan spiritual”, dan dalam
terminologi sufistik al-maqamat berarti tempat atau martabat seseorang hamba di
hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-Nya. kemudian al-maqamat
digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang Sufi untuk
berada dekat dengan Allah SWT. Dalam Bahasa Inggris al-maqamat dikenal dengan
istilah ”stages” yang berarti ”tangga”.
Menurut Al Qusyairi (w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang
hamba dalam rangka wushul (sampai) kepadaNya dengan berbagai upaya, diwujudkan
dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas.
Menurut Abu Nashr Al Sarraj (w. 378 H) al-maqamat adalah kedudukan atau
tingkatan seorang hamba dihadapan Allah yang diperoleh melalui serangkaian
pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati
(mujahadah), latihan-latihan spiritual (riyadhah) dan mengarahkan segenap jiwa raga
semata-mata kepada Allah.
b. Tingkatan Al-Maqamat
Sedikitnya ada tujuh al-maqamat yang harus ditempuh oleh seorang Sufi agar
dapat berdekatan dengan Allah. dikalangan para Sufi tidak sama pendapatnya tentang
jumlah al-maqamat dalam tasawuf, yaitu:
1. Taubat
Kebanyakan sufi menjadikan tobat sebagai perhentian awal di jalan menuju Allah.
Pada tingkatan terendah, tobat menyangkut dosa yang dilakukan jasad atau anggota-
anggota badan. Pada tingkat menengah,disamping menyangkut dosa yang dilakukan
jasad , tobat menyangkut pula pangkal dosa-dosa , seperti dengki, sombong dan riya.
Pada tingkatan yang lebih tinggi ,tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan
dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Adapun pada tingkat terakhir , tobat berarti
penyesala atas kelengahan pikiran dalam memgingat Allah SWT. Tobat pada tingkat
ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu selain yang dapat memalingkan dari jalan
Allah SWT.
Dalam pembahasan tasawuf,tobat dimaksudkan sebagai maqam pertama yang
harus dilalui dan dijalani oleh seorang salik. Diakatakan Allah SWT tidak mendekati
sebelum bertobat. Karena dengan tobat, jiwa seorang salik bersih dari dosa. Tuhan
dapat didekati dengan jiwa yang suci
2. Wara’
Kata wara’ secara etimologi berarti menghindari atau menjauhkan
diri.Dalam perspektif tasawuf wara’ bermakna menahan diri hal-hal yang sia-sia, yang
haram dan hal-hal yang meragukan (syubhat).

2
Adapun makna wara’ secara rinci adalah meninggalkan segala hal yang tidak
bermanfaat berupa ucapan, penglihatan, pendengaran, perbuatan, ide atau aktivitas lain
yang dilakukan seorang muslim. Seorang salik hendaknya tidak hidup secara
sembarangan, ia harus menjaga tingkah lakunya, berhati-hati jika berbicara dan
memilih makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
3. Zuhud
Kata zuhud banyak dijelaskan maknanya dalam berbagai literatur ilmu tasawuf.
Karena zuhud merupakan salah satu persyaratan yang dimiliki oleh seorang sufi
untuk mencapai langkah tertinggi dalam spiritualnya. Diantara makna kata zuhud
adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh imam al-Gazali mengurangi
keinginan kepada dunia dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran, adapula
yang mendefenisikannya dengan makna berpalingnya hati dari kesenangan dunia
dan tidak menginginkannya, kedudukan mulia yang merupakan dasar bagi keadaan
yang diridhai‖, serta martabat tinggi yang merupakan langkah pertama bagi salik
yang berkonsentrasi, ridha, dan tawakal kepada Allah SWT‖. Menurut Haidar Bagir
konsep zuhud diidentikkan dengan asketisme yang dapat melahirkan konsep lain
yaitu faqr. Menurut Abu Bakr Muhammad al- Warraq (w. 290/903 M ) kata
zuhud mengandung tiga hal yang mesti ditinggalkan yaitu huruf z berarti zinah
(perhiasan atau kehormatan), huruf h berarti hawa (keinginan), dan d menunjuk
kepada dunia (materi). Dalam perspektif tasawuf, zuhud diartikan dengan
kebencian hati terhadap hal ihwal keduniaan padahal terdapat kesempatan untuk
meraihnya hanya karena semata-mata taat dan mengharapkan ridha Allah SWT.
Menurut Syaikh Syihabuddin ada tiga jenis kezuhudan yaitu: pertama, Kezuhudan
orang-orang awam dalam peringkat pertama. Kedua, kezuhudan orang-orang khusus
(kezuhudan dalam kezuhudan).Hal ini berarti berubahnya kegembiraan yang
merupakan hasil daripada zuhud hanyalah kegembiraan akhirat, sehingga nafsunya
benar-benar hanya dipenuhi dengan akhirat.Ketiga, Kezuhudan orang-orang
khusus dikalangan kaum khusus.Dalam peringkat ketiga ini adalah kezuhudan
bersama Allah.Hal ini hanyalah dikhususkan bagi para Nabi dan manusia
suci.Mereka telah merasa fana‘ sehingga kehendaknya adalah kehendak Allah.
Sedangkan menurut al-Sarraj ada tiga kelompok zuhud :
a. Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang- orang yang kosong
tangannya dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.
b. Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd). Kelompok
ini dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan
jiwa dari apa-apa yang ada di dunia ini, baik itu berupa pujian dan penghormatan
dari manusia.
c. Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini
adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat mereka
jauh dari Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka, semuanya
semata-mata karena Allah.
4. Faqr

3
Faqr bermakna senantiasa merasa butuh kepada Allah.Sikap faqr sangat erat
hubungannya dengan sikap zuhud. Jika zuhud bermakna meninggalkan atau
menjauhi keinginan terhadap hal-hal yang bersifat materi (keduniaan) yang sangat
diinginkan maka faqr berarti mengosongkan hati dari ikatan dan keinginan terhadap
apa saja selain Allah, kebutuhannya yang hakiki hanya kepada Allah semata. Orang
yang faqr bukan berarti tidak memiliki apa-apa, namun orang faqir adalah orang yang
kaya akan dengan Allah semata, orang yang hanya memperkaya rohaninya dengan
Allah. Orang yang bersikap faqr berarti telah membebaskan rohaninya dari
ketergantungan kepada makhluk untuk memenuhi hajat hidupnya. Ali Uthman al-
Hujwiri dalam Kasyf al-Mahjub, mengutip seorang sufi yang mengatakan Faqir
bukan orang yang tak punya rezeki/penghasilan, melainkan yang pembawaan
dirinya hampa dari nafsu rendah. Dia juga mengutip perkataan Syekh Ruwaym bahwa
Ciri faqir ialah hatinya terlindung dari kepentingan diri, dan jiwanya terjaga dari
kecemaran serta tetap melaksanakan kewajiban agama.
5. Sabar
Sabar secara etimologi berarti tabah hati.Dalam Mu‘jam Maqayis al-Lughah
disebutkan bahwa kata sabar memiliki tiga arti yaitu menahan, sesuatu yang paling
tinggi dan jenis bebatuan. Sabar menurut terminologi adalah menahan jiwa dari
segala apa tidak disukai baik itu berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan
ridha Allah. Dalam perspektif tasawuf sabar berarti menjaga menjaga adab pada
musibah yang menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Allah dan
menjauhi segala laranganNya serta tabah menghadapi segala peristiwa.Sabar
merupakan kunci sukses orang beriman.Sabar itu seperdua dari iman karena iman
terdiri dari dua bagian. Setengahnya adalah sabar dan setengahnya lagi syukur baik
itu ketika bahagia maupun dalam keadaan susah. Makna sabar menurut ahli sufi pada
dasarnya sama yaitu sikap menahan diri terhadap apa yang menimpanya. Menurut al-
Sarraj sabar terbagi atas tiga macam yaitu: orang yang berjuang untuk sabar, orang
yang sabar dan orang yang sangat sabar.
6. Tawakkal
Tawakkal bermakna berserah diri. Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah
untuk memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin
dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah. Pada dasarnya makna atau
konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda dengan konsep agama. Tawakkal
menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada takdir dan
kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa
semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak
seorang salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan
7. Ridha
Pada dasarnya beberapa ulama mengemukakan konsep ridha secara berbeda.
Seperti halnya ulama Irak dan Khurasan yang berbeda mengenai konsep ini, apakah ia
termasuk bagian dari maqam atau hal. Maqam ridha adalah ajaran untuk
menanggapi dan mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan menjadi
kegembiraan dan kenikmatan. Dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah disebutkan

4
beberapa pendapat ulama mengenai makna ridha. .Ridha menurut al-Sarraj merupakan
sesuatu yang agung dan istimewa, maksudnya bahwa siapa yang mendapat
kehormatan dengan ridha berarti ia telah disambut dengan sambutan paling
sempurna dan dihormati dengan penghormatan tertinggi. Dalam kitabnya al-Luma‘
al-sarraj lebih lanjut mengemukakan bahwa maqam ridha adalah maqam terakhir
dari seluruh rangkaian maqamat.Imam al-Gazali mengatakan bahwa hakikat
ridha adalah tatkala hati senantiasa dalam keadaan sibuk mengingatnya.Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa seluruh aktivitas kehidupan manusia
hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari keridhaan Allah.
2. Ahwal
Ahwal adalah bentuk jamak dari hal yang biasanya diartikan sebagai keadaan
mental (mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya.
Ibn Arabi menyebut hal sebagai setiap sifat yang dimiliki seorang salik pada suatu
waktu dan tidak pada waktu yang lain, seperti kemabukan dan fana‘. Eksistensinya
bergantung pada sebuah kondisi.Ia akan sirna manakala kondisi tersebut tidak lagi ada.
Hal tidak dapat dilihat dilihat tetapi dapat dipahami dan dirasakan oleh orang yang
mengalaminya dan karenanya sulit dilukiskan dengan ungkapan kata.
Telah disebutkan diatas bahwa penjelasan mengenai perbedaan maqamat dan
hal membingungkan karena definisi dari masing-masing tokoh tasawuf berbeda tetapi
umumnya yang dipakai sebagai berikut: Maqamat adalah perjalanan spiritual yang
diperjuangkan oleh para sufi untuk memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya
merupakan perjuangan spiritual yang panjang dan melelahkan untuk melawan hawa
nafsu termasuk ego manusia yang dipandang sebagai berhala besar dan merupakan
kendala untuk menuju Tuhan. Didalam kenyataannyapara Salik memang untuk berpindah
dari satu maqam ke maqam lain memerlukan waktu berbilang tahun, sedangkan
ahwal‖ sering diperoleh secara spontan sebagai hadiah dari Tuhan. Lebih lanjut kaum
sufi mengatakan bahwa hal adalah anugerah dan maqam adalah perolehan (kasb). Tidak
ada maqam yang tidak dimasuki hal dan tidak ada hal yang terpisah dari maqam.
Beberapa ulama mengatakan bahwa hal adalah sesuatu yang tidak diam dan
tidak mengikat (dinamis). Al-Gazali dalam memberi pandangan yang menyatakan bahwa
apabila seseorang telah mantap dan tetap dalam suatu maqam, ia akan memperoleh
suatu perasaan tertentu dan itulah hal. Mengenai hal ini ia juga memberi contoh tentang
warna kuning yang dapat dibagi menjadi dua bagian, ada warna kuning yang tetap
seperti warna kuning pada emas dan warna kuning yang dapat berubah seperti pada
sakit kuning. Seperti itulah kondisi atau hal seseorang.Kondisi atau sifat yang tetap
dinamakan maqam sedangkan yang sifatnya berubah dinamakan hal.Menurut
Syihabuddin Suhrawardi seseorang tidak mungkin naik ke maqam yang lebih
tinggi sebelum memperbaiki maqam sebelumnya.Namun, sebelum beranjak naik, dari
maqam yang lebih tinggi turunlah hal yang dengan itu maqamnya menjadi
kenyataan140.Oleh karena itu, kenaikan seorang salik dari satu maqam ke maqam
berikutnya disebabkan oleh kekuasaan Allah dan anugerahNya, bukan disebabkan
oleh usahanya sendiri.pernyataan diatas memberikan pemahaman bahwa maqam
bersifat lebih permanent keberadaannya pada diri sang salik daripada hal. Selain

5
itu, maqamat lebih merupakan hasil upaya aktif para salik, sedangkan ahwal merupakan
anugerah atau uluran Allah yang sifatnya pasif.
Sebagaimana halnya dengan maqam, hal juga terdiri dari beberapa macam.
Namun, konsep pembagian atau formulasi serta jumlah hal berbeda-beda dikalangan ahli
sufi. Diantara macammacam hal yaitu;
a. Muraqabah
Secara etimologi muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan.
Adapun secara terminologi muraqabah adalah salah satu sikap mental yang
mengandung pengertian adanya kesadaran diri bahwa ia selalu berhadapan dengan
Allah dan merasa diri diawasi oleh penciptanya. Pengertian tersebut sejalan
dengan pendangan al-Qusyairi bahwa muraqabah adalah keadaan mawas diri kepada
Allah dan mawas diri juga berarti adanya kesadaran sang hamba bahwa Allah
senantiasa melihat dirinya.
b. Khauf.
Menurut al-Qusyairi, takut kepada Allah berarti takut terhadap hukumnya.Al-
khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang sempurna
pengabdiannya atau rasa takut dan khawatir jangan sampai Allah merasa tidak senang
kepadanya.Ibn Qayyim memandang khauf sebagai perasaan bersalah dalam setiap
tarikan nafas. Perasaan bersalah dan adanya ketakutan dalam hati inilah yang
menyebabkan orang lari menuju Allah.
c. Raja’
Raja’ bermakna harapan. Al-Gazali memandang raja’ sebagai senangnya hati
karena menunggu sang kekasih datang kepadanya. Sedangkan menurut al-Qusyairi
raja‘ adalah keterpautan hati kepada sesuatu yang diinginkannya terjadi di masa
akan datang. Sementara itu, Abu Bakar al-Warraq menerangkan bahwa raja‘
adalah kesenangan dari Allah bagi hati orang-orang yang takut, jika tidak karena itu
akan binasalah diri mereka dan hilanglah akal mereka. Dari beberapa pendapat yang
dikemukakan ahli sufi diatas dapat dipahami bahwa raja‘ adalah sikap optimis dalam
memperoleh karunia dan nikmat Allah SWT yang disediakan bagi hambaNya yang
saleh dan dalam dirinya timbul rasa optimis yang besar untuk melakukan berbagai
amal terpuji dan menjauhi perbuatan yang buruk dan keji.
d. Syauq
Syauq bermakna lepasnya jiwa dan bergeloranya cinta. Para ahli sufi menyatakan
bahwa syauq merupakan bagian dari mahabbah. Sehingga pengertian syauq dalam
tasawuf adalah suasana kejiwaan yang menyertai mahabbah. Rasa rindu ini
memancar dari kalbu karena gelora cinta yang murni.Untuk menimbulkan rasa
rindu kepada Allah maka seorang salik terlebih dahulu harus memiliki
pengetahuan dan pengenalan terhadap Allah. Jika pengetahuan dan pengenalan
terhadap Allah telah mendalam, maka hal tersebut akan menimbulkan rasa
senang dan gairah. Rasa senang akan menimbulkan cinta dan akan tumbuh rasa rindu,
rasa rindu untuk selalu bertemu dan bersama Allah.
e. Mahabbah

6
Cinta (mahabbah) adalah pijakan atau dasar bagi kemuliaan hal.Seperti
halnya taubat yang menjadi dasar bagi kemuliaan maqam.Al-Junaid menyebut
mahabbah sebagai suatu kecenderungan hati.Artinya, hati seseorang cenderung
kepada Allah dan kepada segala sesuatu yang datang dariNya tanpa usaha. Adapun
dasar paham mahabbah antara lain dalam firman Allah:
ِ ‫بِ َق و ٍم حُيِ ُّب ه م و حُيِ بُّ ونَ ه أ‬
ٍ‫َذ لَّ ة‬ ‫آم نُ وا َم ْن َي ْر تَ َّد ِم ْن ُك ْم َع ْن ِد ينِ ِه‬ ِ َّ
ُ َ ُْ ْ ُ‫ف يَ أْ يِت اللَّ ه‬َ ‫فَ َس ْو‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَ ا أَ يُّ َه ا ال ذ‬
ِ ٰ ِ ‫يل اللَّ ِه َو اَل‬
ِ ِ‫يِف َس ب‬ ِ ‫َع َّز ٍة ع لَ ى الْ َك افِ ِر ين جُي‬ِ ‫ع لَ ى الْ م ْؤ ِم نِ ني أ‬
‫ك‬َ ‫ َذ ل‬Jۚ ‫ون لَ ْو َم ةَ اَل ئ ٍم‬َ ُ‫خَيَ اف‬ ‫ون‬
َ ‫اه ُد‬ َ َ َ َ ُ َ
ِ ِ ِِ ِ
ٌ‫ َو اللَّ هُ َو اس ٌع َع ل يم‬Jۚ ُ‫ض ُل اللَّ ه يُ ْؤ ت يه َم ْن يَ َش اء‬ ْ َ‫ف‬
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”( QS.al-Maidah : 54)
f. Tuma’ninah
Secara bahasa tuma‘ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-
was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena
ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Menurut al-Sarraj
tuma‘ninah sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan
bersih ingatannya. Seseorang yang telah mendapatkan hal ini sudah dapat
berkomunikasi langsung dengan Allah SWT.
g. Musyahadah
Dalam perspektif tasawuf musyahadah berarti melihat Tuhan dengan mata hati,
tanpa keraguan sedikitpun, bagaikan melihat dengan mata kepala. Hal ini berarti
dalam dunia tasawuf seorang sufi dalam keadaan tertentu akan dapat melihat Tuhan
dengan mata hatinya. Musyahadah dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari
tasawuf, yakni menemukan puncak pengalaman rohani kedekatan hamba dengan
Allah. Dalam pandangan al- Makki, musyahadah juga berarti bertambahnya
keyakinan yang kemudian bersinar terang karena mampu menyingkap yang hadir (di
dalam hati). Seorang sufi yang telah berada dalam hal musyahadah merasa
seolah-olah tidak ada lagi tabir yang mengantarainya dengan Tuhannya sehingga
tersingkaplah segala rahasia yang ada pada Allah.
h. Yaqin
Al-yaqin berarti perpaduan antara pengetahuan yang luas serta mendalam dan
rasa cinta serta rindu yang mendalam pula sehingga tertanamlah dalam jiwanya
perjumpaan secara langsung dengan Tuhannya. Dalam pandangan al-Junaid yaqin
adalah tetapnya ilmu di dalam hati, ia tidak berbalik, tidak berpindah dan tidak
berubah. Menurut al-Sarraj yaqin adalah fondasi dan sekaligus bagian akhir dari
seluruh ahwal. Dapat juga dikatakan bahwa yaqin merupakan esensi seluruh ahwal.

7
B. Problematika Masyarakat Milenial
Allah memberikan isyarat lewat firmannya dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum : ayat 41:

٤١﴿ ‫ض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم َيْر ِجعُو َن‬ ِ ِ ِ ‫﴾ظَهر الْ َفساد يِف الْبِّر والْبح ِر مِب ا َكسبت أَي ِدي الن‬
َ ‫َّاس ليُذي َق ُهم َب ْع‬ ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ

Artinya:”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan


tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Kehadiran Ilmu pengetahuan dan Teknologi telah menimbulkan beberapa krisis dan
problematika yang melanda masyarakat Modern diantaranya adalah:
1. Desintegrasi Ilmu Pengetahuan.
Kehidupan modern antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi dibidang ilmu
pengertahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma (cara pandang)nya
sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Jika seseorang menghadapi masalah
lalu ia pergi kepada kaum teolog, ilmuwan, politisi, sosiologi, ahli biologi, etnologi dan
ekonomi misalnya, ia akan memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling
bertolak belakang. Hal ini pada akhirnya dapat membingungkan manusia. Dengan
menyempitnya pintu masuk bagi persepsi dan konsepsi spiritual, maka manusia modern
semakin berada pada garis tepi, sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang
mengacu pada spesialisasi, sehingga jikalau semuanya berjalan sendiri-sendiri tanpa ada
tali pengikat dan petunjuk jalan yang mengusai semuanya, yang terjadi adalah kian
jauhnya manusia dari pengetahuan (kearifan) akan kesatuan alam.
2. Kepribadian Yang Terpecah (Split Personalty).
Kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang kering dari
nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak, sehingga manusianya menjadi pribadi yang
terpecah. Kehidupan manusia modern diatur menurut rumus ilmu yang eksak dan kering.
Akibatnya kini tengah menggelinding proses hilangnya kakayaan rohaniyah, karena
dibiarkannya perluasan ilmu-ilmu positif (ilmu yang mengandalkan fakta empirik,
obyektif, rasional dan terbatas) dan ilmu-ilmu sosial. Jika proses keilmuan yang
berkembang itu tidak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi
manusia akan terus berjalan. Dengan berlangsungnya proses tersebut, semua kekuatan

8
yang akan mempertinggi derajat manusia itu akan hilang, sehingga bukan hanya
kehidupan yang mengalami kemerosotan tetapi juga kecerdasan moral kita.
3. Penyalahgunaan Iptek
Dengan terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka
iptek telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatif sebagaimana disebutkan
diatas, misalnya; kemampuan untuk membuat senjata yang diarahkan untuk tujuan
penjajahan suatu bangsa atau bangsa lain, subversi dan lain sebagainya.
Kemampuan dibidang  rekayasa genetika diarahkan untuk jual beli manusia.
Kecangihan dibidang tehnologi komunikasi dan lainnya telah digunakan untuk
menggalang kekuatan yang menghancurkan moral umat dan sebagainya.
4. Pendangkalan iman
Hal ini dikarenakan pola pikir para ilmuan yang hanya mengakui fakta yang
bersifat empiris. Dan tidak tersentuh oleh informasi yang yang datang dari wahyu,
bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu menjadi bahan tertawaan dan dianggap
sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
5. Pola hubungan materialistik
Pola hubungan masyarakat yang ditentukan oleh seberapa jauh antara yang satu
dengan lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Penghormatan
yang diberikan seseorang atas orang lain yang banyak diukur dengan sejauh mana orang
tersebut memberikan manfa’at secara material. Semangat persaudaraan dan rasa saling
tolong menolong yang didasarkan atas panggilan iman yang sudah tidak nampak lagi,
karena memang imanya sudah dangkal. Sehingga Pola hubungannya dengan
menempatkan pertimbangan material diatas pertimbangan akal sehat, hati nurani,
kamanusiaan dan imannya.
6. Menghalalkan segala cara
Hal ini disebabkan oleh dangkalnya iman dan pola hidup matrealistik, sehingga
manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam
mencapai tujuan. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi kerusakan akhlaq dalam segala
bidang, baik ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
7. Stress dan Frustasi

9
Kehidupan yang penuh kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan
seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya untuk mengejar target. Mereka terus bekerja
tanpa mengenal batas dan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah disyukuri dan selalu
merasa kuarang. Apalagi jika usaha dan proyeksinya gagal, maka akan dengan mudah ia
kehilangan pegangan. Hal ini disebabkan tidak lagi memiliki pegangan iman yang kokoh.
Mereka hanya berpegang kepada hal-hal yang bersifat material yang sama sekali tidak
dapat membimbing hidupnya. Akibatnya jika menghadapi masalah yang tidak dapat
dipecahkan sendiri akan mudah frustasi bahkan stress, jika hal ini terjadi terus-menerus
tidak mustahil akan menjadi gila atau hilang ingatan.
8. Kehilangan harga diri dan masa depannya
Karena terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan
untuk menuruti hawa nafsu dan segala daya yang ditempuhnya. Sehingga ketika sudah
tua renta, fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung, dan berbagai
kegiatan tidak bisa dilakukan, fasilitas dan kemewahan hidup tidak memerlukan lagi.
Maka yang dirasa adalah kehilangan harga diri dan masa depannya, kemana ia harus
berjalan, ia tidak tahu.
9. Kebiasaan hidup boros dan konsumtif
Hidup pada era dimana dunia maya adalah segala-galanya. Terkadang membuat
kita menjadi generasi yang penuh dengan gengsi. Social media contohnya, harus kita akui
bahwa saat ini semua orang malah terlalu sibuk dalam menunjukkan eksistensi dirinya
dalam dunia maya. Bukannya sibuk untuk berusaha memperbaiki kualitas diri. Sehingga
tidak dapat dipungkiri, apabila kita seringkali mengabaikan keterbatasan hanya demi
menuruti sebuah gengsi. Tidak heran pula dengan segala fasilitas dan teknologi yang
sangat memanjakan kita saat ini. Kebiasaan hidup boros dan konsumtif malah menjadi
hal yang lumrah bagi kehidupan kita. Bahkan mungkin menabung pun adalah hal yang
sedikit sulit untuk kita lakukan.
Riset yang dilakukan George Washington Global Financial Literacy Excellence
Center terhadap 5500 milenial menunjukkan bahwa hanya 24% yang mengerti prinsip
dasar keuangan. Oleh karena itu, cobalah kita renungkan sekali lagi. Apa hal penting
yang sebenarnya ingin kita capai? Apa hal penting yang seharusnya kita lakukan? Waktu

10
tidak akan pernah menunggu kita untuk siap, hanya penyesalan yang akan setia
menunggu bagi mereka yang tidak mempersiapkan.
Mulai saat ini, cobalah belajar mengubah mindset kita ke arah yang lebih
produktif. Belajarlah untuk mengatur keuangan, karena ketidakpastian finansial akan
selalu membayangi kita setiap harinya. Intinya, jangan pernah menyia-nyiakan masa
muda hanya untuk mengejar hal yang sebetulnya tidak kita perlukan. Namun pahamilah
hal yang sebetulnya layak untuk diperjuangkan, dan pastinya hal yang dapat menolongmu
menuju masa depan yang lebih cerah.
10. Persaingan kerja yang semakin ketat
Sebagai generasi millennials, kita harus mengembangkan sikap kreatif dan
inovatif, tentunya disertai juga dengan karakter yang baik. Selain karakter, hal yang tak
kalah penting untuk dipersiapkan yaitu network, strategi dan mampu mengetahui serta
membaca trend dengan menggali berbagai informasi yang ada. Percayalah, bahwa akan
selalu ada peluang untuk mereka yang mau berusaha.
11. Melek teknologi, namun kurang cerdas sebagai pengguna
Teknologi adalah istilah yang paling kerap kita dengar di era digital. Setiap orang
memiliki dunianya masing masing dalam era ini. Namun, kebanyakan dari kita mungkin
hanya puas menjadi penikmat teknologi dengan segala kemudahan serta kenyamanan
yang disediakannya. Sementara di luar sana, banyak orang-orang seumuran kita yang
mungkin sedang sibuk mengembangkan sebuah teknologi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, meskipun hanya sebagai pengguna. Tidak ada salahnya apabila
kita memaksimalkan penggunaan teknologi yang sudah ada tersebut, dengan lebih cerdas
dalam bidang apapun itu. Sosial media salah satunya, kita dapat menularkan energi
positif untuk orang lain. Di era digital seperti saat ini, membagikan banyak hal yang
bermanfaat untuk orang lain sangat mudah dilakukan.
Namun tentu kita juga harus bijak, karena melek teknologi harus dibarengi juga
dengan hati nurani yang benar, karena apabila kita tidak tahu jati diri kita, serta tidak bisa
mem-filter informasi mana yang akan kita bagikan atau mungkin kita perlukan, kita
bagaikan air di atas daun talas. Inilah sumber kenapa Indonesia saat ini berada dalam

11
kondisi Darurat Hoax. Maka dari itu, sebagai generasi yang cerdas, bijaklah dalam
meninggalkan setiap jejak digital kita.
12. Kurang tertarik dengan dunia sosial politik ataupun perkembangan ekonomi bangsa
Dari beberapa survei, Yogrt salah satunya menyatakan bahwa hanya 9 persen dari
millennial akar rumput di Indonesia yang tertarik dengan politik. Millennials sering
dipandang sebagai individu kreatif, tidak sedikit diantaranya yang mengabdikan diri
sebagai seniman, pegiat media sosial, bahkan aktivis. Namun nyatanya masih sedikit
yang berpandangan terbuka terhadap kondisi politik saat ini, begitu juga pada
perkembangan ekonomi bangsa sendiri.
Sebagai generasi muda penerus bangsa, kita adalah pemegang tongkat estafet
kepemimpinan di masa mendatang. Oleh karenanya, menjadi lebih peduli dan kritis
terhadap kondisi politik serta ekonomi bangsa. Bukan hanya sekedar mengkritik, namun
menciptakan gagasan baru untuk mendorong perubahan, merupakan cara terbijak yang
dapat kita lakukan sebagai inisiator penggerak perubahan di masa mendatang.
Timbulnya Tasawuf Modern Dalam Kehidupan Modern
Diantara ajaran tasawuf yang dikembangkan dalam kehidupan modern adalah:
1. Memandang zuhud sebagai prinsip tasawuf yang selaras dengan kewajiban zakat.
Bila ajaran zuhud pada zaman dulu melazimkan sufi untuk meninggalkan
kehidupan duniawi yang menjerat nafsu, maka pada zaman kini orang kaya dapat
berprilaku zuhud dengan jalan atau cara mengeluarkan zakat dan infaq. Ia masih boleh
terikat secara fisik dengan dunia tetapi kehidupan rohaniah selalu terpelihara dari jeratan
dan jebakannya. Hartanya akan selalu ia bagi-bagikan kepada kaum fakir yang
membutuhkan. Do’anya setiap waktu adalah “Ya Allah, jadikanlah aku orang kaya yang
selalu berderma. Letihkanlah aku untuk membagi-bagikan titipanmu”.
2. Memahami amal saleh secara luas, tanpa membatasi pada amal-amal yang bersifat
agamis.
Misalnya, bekerja secara professional, membuka lapangan pekerjaan bagi
pengangguran, dan mewujudkan sistem perbankan yang berkeadilan sosial.
3. Bekerja keras sebagai salah satucara dalam menerjemahkan kehendak Allah atau
menjemput takdir-Nya.

12
Bekerja dipandang sebagi upaya untuk mengasah potensi diri atau fitrah yang
telah allah anugerahkan kepada setiap insan.
4. Berusaha menintegrasikan nilai-nilai tasawuf ke dalam dunia modern, seperti ke dalam
dunia bisnis, ekonomi, politik, hingga ke dalam teknologi komunikasi.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Banyak sekali istilah-istilah dalam ilmu tasawuf diantaranya adalah maqamat dan ahwal.
Al-Maqamat secara bahasa atau etimologi dari bahasa Arab ”maqam” yang berarti
“tempat orang berdiri atau pangkal mulia atau kedudukan spiritual”, dan dalam terminologi
sufistik al-maqamat berarti tempat atau martabat seseorang hamba di hadapan Allah pada
saat dia berdiri menghadap kepada-Nya. kemudian al-maqamat digunakan untuk arti
sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang Sufi untuk berada dekat dengan
Allah SWT. Dalam Bahasa Inggris al-maqamat dikenal dengan istilah ”stages” yang berarti
”tangga”.
Menurut Al Qusyairi (w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba
dalam rangka wushul (sampai) kepadaNya dengan berbagai upaya, diwujudkan dengan
suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas.
Sedikitnya ada tujuh al-maqamat yang harus ditempuh oleh seorang Sufi agar dapat
berdekatan dengan Allah,yaitu :taubat, wara’, zuhud, faqr, shabar, tawakkal, dan ridha.
Ahwal adalah bentuk jamak dari hal yang biasanya diartikan sebagai keadaan mental
(mental states) yang dialami oleh para sufi di sela-sela perjalanan spiritualnya. Ibn Arabi
menyebut hal sebagai setiap sifat yang dimiliki seorang salik pada suatu waktu dan tidak
pada waktu yang lain, seperti kemabukan dan fana‘. Eksistensinya bergantung pada
sebuah kondisi.Ia akan sirna manakala kondisi tersebut tidak lagi ada. Hal tidak dapat
dilihat dilihat tetapi dapat dipahami dan dirasakan oleh orang yang mengalaminya dan
karenanya sulit dilukiskan dengan ungkapan kata.
Dalam penentuan hal juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan kaum sufi. Adapun
akhwal yang paling banyak disepakati adalah: muroqobah, khauf, raja’, syauq,
thuma’minah, mahabbah, musyahadah dan yaqin.
Beberapa krisis dan problematika yang melanda masyarakat Modern diantaranya
adalah:pendangkalan iman, hubungan materialistik,menghalalkan segala cara,stress dan
frustasi,kehilangan harga diri dan masa depannya,kebiasaan hidup boros dan

13
konsumtif,persaingan kerja yang semakin ketat,melek teknologi, namun kurang cerdas
sebagai pengguna,dan sebagainya.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, kami mengakui bahwa masih banyak kesalahan yang
terjadi di dalamnya, baik disengaja maupun tidak disengaja karena keterbatasan ilmu kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Besar harapan kami untuk kritik dan saran demi pembenahan makalah ini, agar lebih
banyak memberi manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya

DAFTAR PUSTAKA
Anwar,Rosihon.2010.Akhlak Tasawuf.Bandung:Pustaka Setia
Anshari,Afif.2016.Dimensi-Dimensi Tasawuf.Lampung:TeaMs Barakah
https://dalamislam.com/akhlaq/pengertian-tasawuf (diakses pada tanggal 06 Deseber
2018 pukul 17.00)
http://www.academia.edu/13003306/Ilmu_Akhlak_Tasawuf_PROBLEMATIKA_MASYARAKAT_M
ODERN_DAN_PERLUNYA_AKHLAK_TASAWUF (diakses pada tanggal 06 Deseber 2018 pukul
10.00)

14

Anda mungkin juga menyukai