Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

METODOLOGI STUDI ISLAM

“HUBUNGAN ISLAM DAN KEBUDAYAAN”

Dosen Pengampu : Rustam, S.Ei., M.Si.

Disusun Oleh :

Reza Fahlevi (11823073)

Yogi Prayoga (11823128)

Muhammad Ramadhanindra (11823056)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PERBANKAN SYARIAH

2019
KATA PENGANTAR

Marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kepada Allah SWT yang telah
memberikan kita kesempatan agar bisa berkumpul kembali seperti saat ini dalam
keadaan sehat wal’afiat.

Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad
SAW yang telah memberikan pedoman hidup kepada kita semua sampai saat ini.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu bapak Rustam., S.Ei.,
M.Si. selaku dosen Metodologi Studi Islam yang telah membimbing kami untuk
menyelesaikan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,


kami berharap bisa di maklumi dan kami perlu mendapatkan kritik dan saran
apabila ada kesalahan kata maupun penulisan. Semoga makalah Metodologi Studi
Islam ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pontianak, 2 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 1

C. Tujuan .................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................... 2

A. Hubungan Islam dan Kebudayaan ......................................... 2

B. Islam dan Kebudayaan Lama.................................................10

BAB III PENUTUPAN ......................................................................12

A. Kesimpulan ............................................................................12

B. Saran ......................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ajaran-ajaran islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia, tentu


mencangkup dalam aspek-aspek kehidupan. Tidak ada satupun bentuk kegiatan
yang dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturan dalam
ajaran islam ini. Kebudayaan merupakan sisi penting dalam kehidupan manusia,
manusia memiliki kecendrungan untuk berbudaya. Manusia diberikan
kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berfikir dan menciptakan suatu
kebudayaan.

Dalam makalah ini akan membahas tentang hubungan antara islam dan
kebudayaan serta islam dan kebudayaan lama. Makalah ini ditujukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Studi Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan budaya?

2. Bagaimana hubungan antara Islam dan kebudayaan?

3. Bagaimana budaya dalam pandangan Islam?

C. Tujuan

1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan budaya.

2. Menjelaskan hubungan antara islam dan kebudayaan.

3. Menjelaskan budaya dalam pandangan Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hubungan Islam dan Kebudayaan

1. Arti hakikat kebudayaan dan islam

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “


budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah
hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan
keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli sejarah
mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi
melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi
tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk
memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek :

 Aspek Kehidupan Spiritual


 Aspek Bahasa dan Kesastraan
 Aspek Kesenian
 Aspek Sejarah
 Aspek Ilmu Pengetahuan

Definisi  yang lainnya dikemukakan oleh Koentjoreningrat, bahwa


kebudayaan adalah keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang
teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.

Endang Saifuddin Anshari, merumuskan bahwa ‘kebudayaan (kultur)


adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengerahan, dan pengarahan terhadap alam
oleh)  manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan,dll) dan

2
raganya, yang menyatakan diri dalam berbagai kehidupan dan penghidupan
manusia, sebagai jawaban atas segala tantangan, tuntutan dan dorongan dari intra
diri manusia dan ekstra diri manusia, menuju ke arah terwujudnya kebahagian dan
kesejahteraan (spiritual dan material) manusia, baik individu maupun masyarakat,
ataupun individu dan masyarakat.

Adapun pengertian Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah


agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah SWT  kepada masyarakat
manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya
membawa ajaran-ajaran dalam semua aspek kehidupan. Berdasarkan keterangan
tersebut, Islam menurut istilah mengacu kepada agama yang bersumber pada
wahyu yang datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia/Nabi
Muhammad saw.  Posisi Nabi dalam agama Islam diakui sebagai orang yang
ditugasi Allah untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut kepada umat manusia.
Dalam proses penyebaran agama Islam, nabi terlibat dalam memberi keterangan,
penjelasan, uraian, dan tata cara ibadahnya. Keterlibatan nabi ini pun berada
dalam bimbingan wahyu Allah swt.

Memahami penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa Islam merupakan


suatu agama yang bersumber dari Allah SWT yang ajaran-ajarannya diwahyukan
kepada  Nabi Muhammad SAW , sedangkan Budaya merupakan keseluruhan dari
kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang di hasilkan dari cipta, rasa dan karsa
manusia.

2. Hubungan Islam dengan Kebudayaan

Sebagian ahli kebudayaan memandang Kecendrungan berbudaya


merupakan dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani
yang berupa ilmu, tata hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain dari pada
proses realisasi diri dari roh ilahi. Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan
Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan” menyatakan bahwa tidak ada
hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa agama
merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas

3
panggilan ilahi. Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari
Tuhan, sedang kebudayaan merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak
bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli Antropologi, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama merupakan salah
satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan bahwa
manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang
digunakan untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama.
Pemahaman manusia sangat terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari
ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing agama. Mereka hanya dapat
menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada.

Para ahli kebudayaan mempunyai pendapat yang berbeda di dalam memandang


hubungan antara agama dan kebudayaan.

 Pendapat pertama menganggap bahwa agama merupakan sumber


kebudayaan atau dengan kata lain kebudayaan merupakan bentuk nyata
dari agama itu sendiri. Pendapat tersebut diwakili oleh Hegel. Contohnya:
Masalah busana muslim “Jilbab”, di zaman dahulu busana muslim
atau jilbab adalah pakaian yang menutup aurat, pakaian longgar dan
panjang. Sedangkan zaman sekarang jilbab menjadi sebuah model atau
gaya yang mana tidak lagi melihat pada tuntunan Islam.
 Pendapat kedua yang diwakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa
kebudayaan tidak ada hubungan nya sama sekali dengan agama.
 Pendapat ketiga menganggap bahwa kebudayaan merupakan bagian dari
agama itu sendiri. Contohnya: ketika malam takbiran berlangsung umat
Islam membawa obor dan berkeliling kampung seraya mengumandangkan
takbir.

Adat istiadat dan tradisi ada kalanya  yang dapat mewujudkan kebaikan
bagi umat manusia pada salah satu sisi kehidupan manusia,  yang tidak ada nash
agamanya, kecuali pengarahan terhadap tujuan yang umum. Ketika itulah peran
akal melakukan ijtihat untuk mencari kehendak ilahi, dalam segala hal yang

4
berkaitan dengan kehidupan manusia. Mungkin bisa dikatakan bahwa adat istiadat
atau kebudayaan ataupun tradisi yang kebaikannya nampak (mengandung
kebaikan) adalah kehendak Ilahi. ia dapat dianggap sebagai hukum agama yang
disandingkan dengan tatanan agama secara menyeluruh, meliputi berbagai bidang
kehidupan. Pada saat itulah kenyataan hidup berperan dalam memahami agama
berdasarkan tradisi yang baik. Ia dianggap sebagai bagian agama  ketika tidak ada
nash yang berkaitan dengannya, dan ketika tidak bertentangan dengan nash yang
ada.

Islam dan kebudayaan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang
lain. Ajaran islam memberikan aturan-aturan yang sesuai dengan kehendak Allah
SWT, sedangkan kebudayaan adalah realitas keberagamaan umat Islam tersebut.
Sehingga dapat dikatakan bahwa wujud nyata dari pengamalan ajaran agama
islam itu mampu dilihat dari kebudayaan dan kehidupan nyata para pemeluk
agama Islam tersebut.

Kebudayaan dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat


pada tataran agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di
masyarakat. Pengamalan agama yang terdapat di masyarakat tersebut adalah hasil
penalaran para penganut agama dari sumber agama yaitu wahyu. Salah satu
contohnya yaitu ketika kita membaca kitab fiqih, kitab fiqih tersebut merupakan
pelaksanaan dari nash Al-quran maupun hadist yang melibatkan penalaran dan
kemampuan manusia. Pelaksanaan fiqih dalam kehidupan sehari-hari itu berkaitan
dengan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tempat agama tersebut
berkembang. Dengan pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan
dapat mangamalkan ajaran agama tersebut.

Misalnya dalam kebudayaan berpakaian, bergaul, bermasyarakat dan


sebagainya. Unsur agama ikut berinteraksi dalam kebudayaan tersebut. Pakaian
model jilbab, kebaya dapat dijumpai dalam pengamalan agama. Sebaliknya tanpa
adanya unsur budaya, maka agama akan sulit dilihat sosoknya secara jelas.

5
3. Kebudayaan Dalam Pandangan Islam

Islam datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju


kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan
tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini
jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa
madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan
membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan
yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.

Ada tiga jenis kebudayaan dalam pandangan Islam:

a. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam.

Dalam kaidah fiqh disebutkan  “al adatu muhkamatun“ artinya “adat


kebiasaan dapat dijadikan sebagai hukum” bahwa adat istiadat dan kebiasaan
suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai
pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah
tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat.

Salah satu contoh kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam


seperti  kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh,
umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-
100 gr emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena islam tidak
menentukan besar kecilnya mahar. Menentukan bentuk bangunan Masjid,
dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun Jawa yang berbentuk Joglo.

Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam


Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan
standar hukum. Sebagai contoh adalah menikah antar agama adalah dibolehkan
dalam Islam karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat,
maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar,
karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak

6
diperkenankan menikah dengan seorang kafir. Dijelaskan dalam al-qur’an Surah
Al-Mumtahana Ayat 10.

b. Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam.


kemudian di  rekonstruksi sehingga menjadi Islami.

Contohnya, kebudayaan masyarakat yang melaksanakan upacara tujuh hari


orang meninggal ataupun empat puluh hari orang meninggal. Upacara semacam
itu tidak ada tuntunannya dalam Islam, tetapi Islam mencoba merekonstruksi
upacara-upacara tersebut agar menjadi lebih Islami, yaitu dengan pembacaan kitab
suci Alquran pada saat pelaksanaan upacara-upacara tersebut. Islam datang untuk
merekonstruksi budaya tersebut menjadi bentuk “ibadah” yang telah ditetapkan
aturan-aturannya.

“Dari Abu Hurairah r.a. katanya: Abu Bakar Siddik ditugaskan oleh
Rasulullah SAW sebelum haji wada untuk memimpin satu kaum pada hari Nahar
melakukan haji, kemudian memberitahukan kepada orang banyak, suatu
pemberitahuan: Ketahuilah! Sesudah tahun ini orang-orang Musyrik tidak boleh
lagi haji dan tidak boleh thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang. Sebelum
Islam, orang-orang musyrik Arab telah melakukan juga pekerjaan haji menurut
cara mereka sendiri. Antara lain ialah thawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang
bulat sambil bertepuk tangan”. (Hadits Shahih Bukhari no. 843). Sebelum Islam
datang tawaf dilakukan oleh orang-orang kafir secara telanjang, namun setelah
kedatangan Islam hal tersebut di rekonstruksi  menjadi lebih islami.

c. Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.

Seperti, budaya “ngaben“ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu


upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan
gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk
penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya.
Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga
dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah
upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “tiwah” ini dilakukan pemakaman

7
jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba
masanya, jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung
sampai seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan
dan minuman dalam jumlah yang besar, karena disaksikan oleh para penduduk
dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan
orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut
digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi
yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai
budaya “Tumpeng Rosulan“, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada
Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul
yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa Lautan selatan (Samudra
Hindia).

Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan


dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam
melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak
mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat
kemanusiaan.

4. Prinsip-Prinsip pengembangan kebudayaan dalam Islam.

Islam tidak  menerima begitu saja segala wujud kebudayaan yang ada.
Karena jika demikian Islam seolah-olah dipahami tidak memiliki nilai-nilai dasar
bagi pengembangan kebudayaan.  Ada sejumlah prinsip dasar yang terkandung di
dalam Alquran dan hadits, sehingga umat Islam dapat mengembangkan
kebudayaan secara maksimal. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

a. Penghargaan terhadap akal fikiran

Islam menempatkan akal fikiran dalam posisi yang tinggi, sebagaimana


firman-Nya dalam Surat Ali Imran:190, 191 yang artinya: “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat

8
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”(Q.S.3:190,191).

b. Anjuran Menuntut Ilmu

Anjuran atau dorongan Islam agar umat Islam menguasai ilmu


pengetahuan ini antara lain dijelaskan dalam surah al-Mujadalah: 11 artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah
dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjaka”(Q.S.58:11).

c. Larangan untuk taklid

Kecaman Allah terhadap orang yang taklid antara lain dijelaskan Alquran
sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra: 36 artinya: “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya”(Q.S.17: 36).

d. Anjuran islam untuk berinisiatif dan inovatif

Penghargaan Islam akan nilai suatu kreasi dijelaskan lewat keterangan


hadis nabi: “Barangsiapa memulai satu cara (keduniaan) yang baik, dia akan
mendapat ganjaran orang-orang yang mengerjakan cara yang baik itu sampai hari
kiamat”

9
e. Penekanan Pentingnya Kehidupan Dunia

Dorongan agar manusia berhasil di dalam kehidupan dunia dijelaskan oleh


Alquran surat Al-Qashas: 77 yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”(Q.S.28: 77).

Hadist: “Bekerjalan untuk keduniaanmu, seolah-olah engkau akan hidup selama-


lamanya dan bekerjalah  untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati besok
hari”

Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan


kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini,
Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama
adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu
pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-
karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan
mengangkat harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
beramal dan berkarya, untuk selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah
untuk mengolah alam dunia ini menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan sebagai pendorong
manusia untuk “ berbudaya “.

B. Islam dan Kebudayaan Lama

Islam masuk ke Indonesia penyebarannya berawal dari pelabuhan-


pelabuhan, lalu masuk ke pesisir dan pedesaan. Para ulama dan para pedagang di
sekitar sana sangat berperan penting dalam penyebaran islam ini.

10
Dalam Kebudayaan Islam Lama masih identik dengan kepercayaan
Animisme dan dinamisme dimana manusia percaya pada hal mistis, dan
cenderung lebih kental pada adat dari pada ajaran Islamnya sendiri.

Di Jawa, Islam hanya diperaktekkan oleh sekelompok kecil kaum


muslimin yang aktif dalam membawa pesan-pesan Islam dan melaksanakan
kegiatan keislaman di masyarakat. sedangkan sebagian besar penduduk lainnya
hanya menerima Islam secara global saja, karena mereka masih menganut dan
berpegang teguh pada kepercayaan nenek moyang mereka.

Begitu juga halnya di Minangkabau, kebanyakan dari para penduduk


masih menyembah berhala, percaya kepada takhayul dan praktek-prakek yang
tidak islami lainya, padahal mereka telah memeluk Islam. mereka juga jarang
menjalankan kewajiban-kewajiban agama seperti sholat dan puasa.

Namun demikian, pada awal abad ke-18, berbagai lembaga-lembaga


keislaman mulai muncul dan mapan, seperti meunasah di Aceh, surau di
Minangkabau dan Semenanjung Malaya, pesantren di Jawa, dan lembaga-lembaga
lainnya. Lembaga-lembaga inilah yang tumbuh menjadi organisasi yang bersifat
universal yang menerima guru dan murid tanpa memandang latar belakang
daerah, suku dan sebagainya, sehingga mampu membangun jaringan
kepemimpinan intelektual keagamaan dalam berbagai tingkatan.

Dengan terjadinya persentuhan antara lembaga-lembaga keislaman dengan


dunia luar, terdoronglah intensifikasi atau peningkatan proses islamisasi terhadap
kalangan masyarakat secara keseluruhan, sekaligus sebagai pembaruan terhadap
pandangan dan praktek keislaman bagi mereka yang telah menjadi muslim. Hal
inilah yang mendorong munculnya slogan “kembali kepada syariah” yang
menyeret dunia Melayu ke arah ortodoksi, yakni kembali berpegang teguh
terhadap konsep resmi syariah, yang ditandai dengan diterjemahkannya teks-teks
sufi ortodoks ke dalam bahasa Melayu.

11
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Islam adalah ajaran-ajaran Allah yang diturunkan kepada manusia agar


hidup mereka terarah dan bermanfaat serta sesuai dengan tuntunan ilahi. Islam ini
sudah lengkap, sempurna, tidak ada cacat sedikitpun karena langsung diturunkan
dari Allah SWT, dzat yang sempurna dan tiada bandingnya. Sedangkan
kebudayaan adalah hasil cipta, karya, rasa, karsa dan akal buah budi manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidupnya, dimana kebudayaan itu sendiri akan
mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan jaman.

B. Saran

Jika dalam penulisan ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan seperti
penulisan huruf, ejaan, dan sebagainya, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat positif atau membangun. Karena pengetahuan penulis juga masih kurang
dan juga masih dalam pembelajaran.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hubungan islam dan kebudayaan

https://ubaisite.wordpress.com/2016/01/15/hubungan-islam-dan-
kebudayaan/

Anda mungkin juga menyukai