Anda di halaman 1dari 22

Asuhan Keperawatan pada Ny. M.

S Dengan Post Partum


komplikasi perdarahan di Rs Prof.Dr.R.D Kandou Manado

Nama : meilinda putri utami wori


NIM : 711440118062
Kelas : IIb

Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado


Tahun 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan


psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya

Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah


konsekuensi. Perdarahan  berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. HPP bila tidak mendapat penanganan
yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses
penyembuhan kembali.

Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi
yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya),
sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar
perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia
uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya
mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Berdasarkan latar belakang di atas maka
kami akan membahas secara khusus mengenai post partum dengan komplikasi
perdarahan.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,


gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada komplikasi
perdarahan ibu post partum.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.
3. Memenuhi salah satu tugas perkuliahan keperawatan maternitas.
BAB II

TEORI

A. Defenisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi
dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang
terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari
normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90
mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 10 g/dL (Bobak, 2004) .
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan plasenta lahir (Mochtar, R. 1998).

B. Etiologi
Menurut Brunner dan Suddart (1996) penyebab umum perdarahan postpartum
adalah:

1. Atonia uteri
2. Retensi plasenta
3. Sisa plasenta dan selaput ketuban
a. Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri

5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia.
Tanda yang sering dijumpai :
a. Perdarahan yang banyak
b. Solusio plasenta
c. Kematian janin yang lama dalam kandungan
d. Pre eklampsia dan eklampsia
e. Infeksi, hepatitis dan syok septik
6. Hematoma
7. Inversi uterus
8. Subinvolusi uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;


Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:

1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu


2. Grande multipara (lebih dari empat anak)
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun)
4. Bekas operasi Caesar
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya
6. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
a. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
b. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
c. Uterus yang kelelahan, persalinan lama
d. Uterus yang lembek akibat narkosa
e. Inversi uteri primer dan sekunder

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang
banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah,
letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan
mual (Soetomo, 2001).

Gejala klinis berdasarkan penyebab :

a. Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera
setelah anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang timbul :
syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain).
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul : pucat,
lemah, dan menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul : tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul : uterus
berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat
(jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang
kadang-kadang timbul : syok neurogenik dan pucat.

D. Klasifikasi
Menurut Bobak (2004) perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

1. Early Postpartum : terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir


2. Late Postpartum : terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.

Berdasarkan penyebabnya :

1. Atonia uteri (50-60%)


2. Retensio plasenta (16-17%)
3. Sisa plasenta (23-24%)
4. Laserasi jalan lahir (4-5%)
5. Kelainan darah (0,5-0,8%)

E. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan
sirkulasi kesana, atonia uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus
menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik (Sarwono, P. 1997).
1. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari
rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia
uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran
rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat
terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim
ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena
atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

2. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta


Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam
setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

- Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih


dalam.
- Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desi dua
endometrium sampai ke miometrium.
- Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
- Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atonia uteri
atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena
kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

3. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi


Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi,
dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan
pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4
hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/
pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk
rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra,
atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pascapartum. Lokia yang tetap
bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu
dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak daripada yang
diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika
ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau
perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

4. Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri


Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam
menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan
berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil
dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversio uteri:

a. Inversio uteri ringan: fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun
belum keluar dari ruang rongga rahim.
b. Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
c. Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.

5. Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma


Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia,
dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus
menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.

6. Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan
servik atau vagina.

a. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik
yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan
jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.
b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus
diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
speculum.
c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi
digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

F. Komplikasi

Menurut Bobak (2004) perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat


mengakibatkan :

1. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah
ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat.

Penatalaksanaan syok hemoragie:

a. Pengkajian
b. Mengidentifikasi penyebab dari syok hemorogie
c. Melakukan tindakan mandiri
d. Melakukan tindakan kolaborasi.
Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan
menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian
korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan
menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut
menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga
akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.

3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis
kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang


2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel
darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat
tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-
10.000/mm3, saat hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
(Klien, 1997).
H. Penatalaksanaan

1. Pencegahan
a. Obati anemia dalam masa kehamilan
b. Pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya, agar
dianjurkan untuk menjalani persalinan di RS
c. Jangan memijat dan mendorong uterus sebelum plasenta lepas
2. Penanganan
a. Tentukan CGS atau skala kesadaran
b. Bila syok dan koma maka kolaborasikan terapi intravena berupa darah
c. Kontrol perdarahan dengan pemberian O2 3 liter/menit
3. Penatalaksanaan secara umum saat terjadinya perdarahan
a. Hentikan perdarahan
b. Cegah terjadinya syock
c. Ganti darah yang hilang
4. Penatalaksanaan khusus:
a. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak): berikan uterotonika, urut/ massage
pada rahim, pasang gurita.
b. Tahap II (perdarahan lebih banyak): lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus),
prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta,
tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
c. Bila semua tindakan di atas tidak menolong: ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.
(Prawirohardjo, 1997)

I.Terapi

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi
dengan kuat, uterus harus diurut :

1. Pijat dengan lembut daerah uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah
untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan
pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri
yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan
dapat terjadi karena penyebab lain selain atonia uteri.
2. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila
perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.
3. Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama
berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus
yang relaksasi yang berindikasi atoni uteria atau fragmen plasenta yang tertahan.
Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan
perdarahan akibat adanya laserasi.
4. Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko
mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah
12 jam.
5. Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18,
untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan
golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang
persalinan.
6. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti
efektif bila diberikan infus intravena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus
secara efektif.
7. Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat
merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi
perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
8. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley
untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
9. Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila
terdapat tanda kegawatan pernafasan.

1. Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia Uteri

Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (retensia plasenta), ibu


harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah
terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan
urutan sebagai berikut:

a) Pasang infus.
b) Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau
ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
c) Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
d) Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
e) Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
f) Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;
g) Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau
kompresi aorta.

Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:

a) Pemberian uterotonika intravena.


b) Kosongkan kandung kemih.
c) Menekan uterus-perasat Crede.
d) Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta. Tentu saja, urutan di
atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan.
Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi,
dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan
sebagai pertolongan pertama.

2. Terapi Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir


Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras,
bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu
penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah
luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.

Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada
liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus
dan pemberian uterotonika intravena (Soetomo, 2001).

J. Pathway
Proses persalinan – kl pembukaan 0-lengkap kll lengkap sampai bayi lahir > kel pemb
darah
KIII > 30 menit plasenta belum lahir
>Sisah plasenta > kontraksi uterus terganggu

- perlukaan jalan lahir – perdarahan post partum – syok hipovolemik

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM DENGAN

KOMPLIKASI PERDARAHAN

A. Pengkajian

 Identitas pasien :
1. Nama pasien : Ny. M.s
2. Umur : 32th
3. Status : kawin
4. Agama : kristen
5. Warga negara : indonesia
6. Pendidikan : SMA
7. Pekerjaan : IRT
8. Dx medis : post partum dengan komplikasi perdarahan

 Identitas penanggung jawab :


9. Nama : Tn. S
10. Hubungan dengan pasien : suami
11. Almat : jln piere tendean ,gogagoman
12. Pekerjaan : swasta
 Keluhan utama : perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat
dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang
 Riwayat kehamilan dan persalinan : riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan
jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/ kasep, chorioamnionitis, induksi
persalinan, manipulasi kala II dan III
 Riwayat kesehatan : kelainan darah dan hipertensi
Pengkajian fisik :
Tanda vital :

a. Tekanan darah : normal/turun (kurang dari 90-100 mmHg)


b. Nadi : normal/meningkat (100-120 x/menit)
c. Pernafasan : normal/ meningkat (28-34x/menit)
d. Suhu : normal/ meningkat
Pengkajian khusus :

a. Kesadaran : normal/ turun


b. Fundus uteri/abdomen : lembek/ keras, subinvolusi
c. Kulit : dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
d. Pervaginam : keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis)
e. Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/ berkurang.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam


2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
3. Cemas/ ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.

C. Rencana tindakan keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam


Tujuan: Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Rencana tindakan:

a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang
Rasional : dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain

b. Monitor tanda vital


Rasional : perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat

c. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit


Rasional : perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal

d. Evaluasi kandung kencing


Rasional : kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus

e. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas
sympisis
Rasional : massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan
placenta, satu tangan diatas sympisis mencegah terjadinya inversio uteri

f. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum


Rasional : trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks/ perineum
atau terdapat hematom. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah,
kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi.

g. Berikan infus atau cairan intravena


Rasional : Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular 

h. Berikan uterotonika (bila perdarahan karena atonia uteri)


Rasional : uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan

i. Berikan antibiotik
Rasional : antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan 

j. Berikan transfusi whole blood (bila perlu)


Rasional : Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam


Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit


Rasional : perubahan perfusih jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
Rasional : dengan vaso kontriksi dan hubungan ke organ vital, sirkulasi di jaringan
perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin

c. Kaji ada/ tidak adanya produksi ASI


Rasional : perfusih yang jelek menghambat produksi prolaktin di mana diperlukan
dalam produksi ASI
d. Tindakan kolaborasi :
a) Monitor kadar gas darah dan PH (perubahan kadar gas darah dan PH merupakan
tanda hipoksia jaringan)
b) Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi
sirkulasi jaringan)

3. Cemas/ ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian


Tujuan : klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.

Rencana tindakan : 

a. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan pasca persalinan


Rasional : persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya

b. Kaji respon fisiologis klien (takikardia, takipnea, gemetar)


Rasional : perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis

c. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung


Rasional : memberikan dukungan emosi

d. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan


Rasional : informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui

e. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya


Rasional : ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

f. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien


Rasional : cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang
tepat.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan


Tujuan : tidak terjadi infeksi (lochea tidak berbau dan tanda vital dalam batas normal)

Rencana tindakan :
a. Catat perubahan tanda vital
Rasional : perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya infeksi

b. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan
nyeri panggul
Rasional : tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang
tidak terdeteksi

c. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea


Rasional : infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lochea yang
berkepanjangan

d. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas,


mastitis dan saluran kencing
Rasional : infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

e. Berikan perawatan perineal dan pertahankan agar pembalut


jangan sampai terlalu basah
Rasional : pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan
dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan
resiko infeksi.

f. Tindakan kolaborasi :
a) Berikan zat besi (Anemi memperberat keadaan)
b) Beri antibiotika (Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan
infeksi).

5. Resiko shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan: tidak terjadi shock (tidak terjadi penurunan kesadaran
dan tanda-tanda dalam batas normal)

Rencana tindakan :

a. Anjurkan pasien untuk banyak minum


Rasional : peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular
sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi
jaringan.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
Rasional : perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi
secara dini

c. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi


Rasional : Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara
baik

d. Observasi intake cairan dan output


Rasional : Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang
berlebihan

e. Tindakan Kolaborasi:
a) Pemberian cairan infus/ transfusi 

Rasional : Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat


meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock

b) Pemberian koagulantia dan uterotonika

Rasional : Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika


merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan. 

D. Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana


yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

E. Evaluasi

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil : 

1. Tanda vital dalam batas normal


a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37◦C
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
3. Gas darah dalam batas normal
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan
pengobatan yang dilakukan
5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan
psikologis dan emosinya
6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
7. Klien tidak merasa nyeri
8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya

BAB IV

PENUTUP

A. kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perdarahan
postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah
perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta
lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Post partum/ puerperium adalah masa
dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan.
Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate post partum dalam 24 jam
pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan Late post partum period
(minggu kedua sampai minggu ke enam). Potensial bahaya yang sering terjadi adalah
pada immediate dan early post partum period sedangkan perubahan secara bertahap
kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu
adalah perdarahan pasca persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).

B. Saran
Diharapkan askep ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan keperawatan maternitas dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai