Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan


didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia
oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem
retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya
berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi dalam darah. Adanya
trombositopenia pada PTI ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi
darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal.
Manifestasi klinis PTI sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan,
sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga
asimptomatik. Berdasarkan etiologi, PTI dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik)
dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya
kurang atau sama dengan 6 bulan dan kronik bila lebih dari 6 bulan. Diperkirakan
insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan kira-kira
setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun, dimana jumlah
kasus pada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya.

Namun pada orang dewasa, ITP paling sering terjadi pada wanita muda:
72 persen pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan 70 persen wanita ini
usianya kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak itu biasanya merupakan tipe akut,
yang sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan sendirinya (self limited).
Pada orang dewasa umumnya terjadi tipe kronis. Trombosit, antithrombin III, dan
D dimer memiliki fungsinya masing-masing dalam pembekuan darah. Trombosit
memiliki nama lain keping darah yang berfungsi dalam pemdarah. Antithrombin
adalah inhibitor yang potensial dari kaskade koagulasi. D dimer merupakan hasil
dari pemecahan fibrin. Gangguan salah satu dari ketiganya maupun salah satunya
akan mengakibatkan ketidakseimbangan hemostasis.
BAB II
LAPORAN KASUS

Nama : tn. Taufiq Fadillah


Nomor CM : 1-07-70-84
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 22 November 1994
Alamat : Indrajaya, Pidie
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 10 Januari 2016
Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2016

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan kejang kelonjotan


di seluruh tubuh, kejang dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan kejang
dialami selama 10 menit. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Satu tahun yang
lalu pasien didiagnosa mengalami gangguan/ kelainan darah dan pernah dirawat di
RSUDZA. Pasien juga mengeluhkan muncul ruam berwarna merah kebiruan sejak
1 minggu yang lalu dan memberat sejak 2 hari terakhir. Ruam awalnya muncul di
lengan dan kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Ruam tidak menimbulkan rasa
gatal dan tidak menonjol dari permukaan kulit serta tidak nyeri. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah. Muntah dialami setiap pasien makan, pasien
mengatakan pernah memiliki riwayat muntah berwarna kehitaman. BAB hitam
tidak pernah dialami. Pasien mengeluhkan BAK bercampur darah, tidak disertai
nyeri saat BAK. Riwayat demam dialami pasien dalam 2 hari dan demam
membaik dengan obat penurun panas. Batuk dialami pasien dan tidak berdahak.
Riwayat batuk berdarah tidak ada. Saat ini pasien mengeluhkan sakit kepala dan
susah tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pernah dirawat di RS Sigli 7 bulan lalu dan
dirujuk di RSUDZA dengan diagnosis Idiophatic Trombositopeni Purpura (ITP)
dan mendapatkan transfusi darah. Pasien pernah mengeluhkan gusi berdarah.
Pasien juga pernah mengeluhkan muntah berwarna hitam. DM tidak ada.
Hipertensi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga pasien tidak mengalami keluhan yang


sama dengan pasien.

Riwayat Penggunaan Obat :

Riwayat Kebiasaan Sosial :

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

(Tanggal 18 Januari 2016)

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/i
Pernafasan : 18 x/i
Suhu : 37,4
Tinggi badan : 169 cm
Berat badan : 63 kg
IMT : 22,1 (normoweight)

Kulit

- Warna : Kuning langsat


- Sianosis : tidak ada
- Ikterus : tidak ada
- Oedema : tidak ada
- Pucat : tampak pada telapak tangan dan kaki
- Purpura : pada abdomen dan ekstremitas

Kepala

- Rambut : hitam, sukar dicabut, distribusi merata


- Wajah : Simetris, edema(-), deformitas(-)
Mata

- Konjungtiva pucat (+/+), Sklera ikterik (-/-)


- Mata cekung (-)
- Pupil bulat isokor 3 mm/3 mm
- Refleks cahaya langsung (+/+), Refleks cahaya tidak langsung (+/+)

Telinga : Serumen (-/-)

Hidung : NCH (-), secret (-)

Mulut : Mukosa bibir lembab (-), sianosis(-), Tonsil hiperemis (-),


T1– T1, Faring hiperemis (-) Gusi berdarah (+)

Leher

- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : TVJ R-2 cm H2O
- Pembesaran KGB (-)
- Kaku kuduk (-)

Thorax

Thorax anterior

Inspeksi
- Statis : simetris
- Dinamis : gerakan dinding dada simetris
- Retraksi supraklavikular (-)
- Retraksi intercostal (-/-)
- Retraksi epigastrium (-)
Palpasi : Stem fremitus Kanan = Stem fremitus Kiri

Perkusi: sonor (+/+)

Auskultasi: vesikuler(+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis terlihat


- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I > BJ II , regular, bising (-).
Abdomen

- Inspeksi : Simetris, distensi (-)


- Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), turgor kembali cepat
o Hepar/ Lien/ Ginjal : Tidak teraba
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Peristaltik (+) dalam batas normal

Genitalia : Tidak diperiksa

Anus : Tidak diperiksa


Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-)
Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3” , purpura pada ekstremitas

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis - - - -

Oedema - - - -

Purpura + + + +
Assessment : Bisitopenia e.c dd/
1. ITP
2. Leukemia akut
3. Anemia aplastik

Therapy : 1. O2 2-4 L/i


2. Bed rest
3. NGT
4. Kateter untuk spooling
5. IV Lansoprazole 30mg/12 jam
6. Sucralfat Syr 3xCI
7. Methyl prednisolone 3x4mg

Planning : 1. MDT
2. reticulosit
3. LFT
4. BMP

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)

3.1.1 Definisi

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun


yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah
perifer kurang dari 150.000/n.L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur dari trombosit dalam sistem
retikuloendotel terutama di limpa.6

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun


yang ditandai dengan jumlah trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan.2

3.1.2 Epidemiologi

Perkiraan insiden adalah 100 kasus per 1 juta orang per tahun, dan sekitar
setengah dari kasus-kasus ini terjadi pada anak-anak. Insiden PTI pada anak

antara 4,0-5,3 per 100.000, PTI akut umumnya terjadi pada anak-anak usia
antara 2-6 tahun. 7-28 % anak-anak dengan PTI akut berkembang menjadi kronik
15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) pada anak berkembang
menjadi bentuk PTI kronik pada beberapa kasus menyerupai PTI dewasa yang
khas. Insidensi PTI kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per
tahun.2,6

Insidensi PTI kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi
pertahun (5,8-6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris.
Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) kronikpada umumnya terdapat pada
orang dewasa dengan median rata-rata usia 40-45 tahun. Rasio antara perempuan
dan laki-laki adalah 1:1 pada pasien PTI akut sedangkan pada PTI kronik adalah
2-3:1.6

Pasien PTI refrakter didefinisikan sebagai suatu PTI yang gagal diterapi
dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat
terapi karena angka trombosit di bawah normal atau ada perdarahan. Pasien PTI
refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari jumlah pasien PTI. Kelompok ini
mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi dengan morbiditas yang cukup
bermaknadanmortalitaskira-kira16%.

3.1.3 Patofisiologi

Sindrom PTI disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yakni


berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari
sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun
1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein
Ilb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang dominan dengan mendemostrasikan bahwa
elusi autoantibodi dari trombosit pasien PTI berikatan dengan trombosit normal.

Diperkirakan bahwa PTI diperantarai oleh suatu autoantibodi, mengingat


kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita PTI, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni
pada orang sehat yang menerima transfuse plasma kaya IgG, dari seorang pasien
PTI. Trombosit yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan
pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang
diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi
mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian
kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi
trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum tulang
(intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit
(megakaryocytopoiesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan
adanya masa megakariosit normal.

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan


antibodi PTI untuk berikatan dengan trombosit yang secara genetic kekurangan
kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang
bereaksi dengan glikoprotein Ib/X, Ia/ITa, IV dan V dan determinan trombosit
yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang
berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu
oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang
berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia

Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein Ilb/IIIa


memperlihatkan restriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibody yang
berasal dari displai phage menunjukkan penggunaan gen VH. Pelacakan pada
daerah yang berikatan dengan antigen dari antibodi-antibodi ini menunjukkan
bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas
yang diperantarai antigen dan melalui mutasi somatik. Pasien PTI dewasa sering
menunjukkan peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah
reseptor interleukin 2 dan peningkatan profil sitokin yang menunjukkan aktivasi
prekursor sel T helper dan sel T helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini, sel T akan
merangsang sintesis antibodi setelah terpapar fragmen glikoprotein IIb/IIIa tetapi
bukan karena terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in
vivo dan alasan aktivasi sel T yang bertahan lama tidak dapat dikethui dengan
pasti.

Gambar ini dapat memperjelas bahwa faktor yang memicu produksi


autoantibodi tidak diketahui. Kebanyakan pasien mempunyai antibody terhadap
glikoprotein pada permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara
klinis. Pada awalnya glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan
antibodi yang mengenali glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini (1).
Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
intenalisasi dan degradasi (2). Sel penyaji antigen tidak hanya merusak
glikoprotein Ilb/IIIa, tetapi juga memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein
trombosit yang lain (3). Sel penyaji antigen yang teraktivasi (4) mengekspresikan
peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi (yang ditunjukkan
oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi
proliferasi inisiasi CD-4 positif antiglikoprotein 1b/IX antibody T-cell clone I dan
T cell clone II (5) Reseptor imunoglobulin sel-B yang mengenali platelet antigen
tambahan (B-cell clone 2) dengan demikian juga terdorong untuk berkembang
biak dan mensintesis antibodi anti-glikoprotein Ib / IX (hijau) Selain memperkuat
produksi anti-glikoprotein IIb / IIIA antibodi (oranye) oleh B-1 cell clone (6). 2
Metode yang saat ini digunakan untuk penatalaksanaan PTI diarahkan secara
langsung pada berbagai aspek berbeda dari lingkaran produksi antibody dan
sensitasi, klirens dan produksi trombosit gambar 2.2.

Pada umumnya obat yang dipakai pada awal PTI menghambat terjadinya
klirens anti bodi yang menyelimuti trombosit oleh ekspresi reseptor FcG pada
makrofag jaringan (1). Splenektomi sedikitnya bekerja pada sebagian kecil
mekanisme ini namun mungkin pula mengganggu interaksi sel-T dan sel-B yang
terlibat dalam sintesis antibody pada beberapa pasien. Kortikosteroid dapat pula
meningkatkan produksi trombosit dengan cara menghalangi kemampuan
makrofag dalam sumsum tulang untuk menghancurkan trombosit, sedangkan
trobopoietin berperan merangsang progenitor megakariosit (2). Beberapa
imunosupresan nonspesifik seperti azathioprin dan siklosforin, bekerja pada
tingkat sel T (3). Antibodi monoclonal terhadap CD 154 yang saat ini menjadi
target uji klinik, merupakan kostimulasi molekul yang diperlukan untuk
mengoptimalkan sel T makrofag dan interaksi sel T dan sel B yang terlibat dalam
produksi antibody dan pertukaran klas (4). Immunoglobulin IV mengandung
antiidiotypic antibody yang dapat menghambat produksi antibody. Antibody
monoclonal yang mengenali ekspresi CD 20 pada sel-sel B juga masih dalam
penelitian (5). Plasmafaresis dapat mengeluarkan antibody sementara dari dalam
plasma (6). Transfusi trombosit diperlukan pada kondisi darurat untuk terapi
perdarahan (7).

Genetik

PTI telah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga,
serta telah diketahui adanya kecenderungan menghasilkan autoantibody pada
anggota keluarga yang sama. Adanya peningkatan prevalensi HLA-DRW2 dan
DRB*0410 dihubungkan dengan respon yang menguntungkan dan merugikan
terhadap kortikosteroid, dan HLA-DRB1*1501 dihubungkan dengan respon yang
tidak menguntungkan terhadap splenektomi. Meskipun demikian, banyak
penelitian gagal menunjukkan hubungan yang konsisten antara PTI dan kompleks
HLA kelas I dan II.

3.1.4 Manifestasi Klinik

PTI Akut

PTI akut lebih sering dijumpai pada anak, jarang pada umur dewasa,
awitan penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya
perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan
rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus merupakan 90%
dari kasus pediatrik trombositopenia imunologik. Virus yang paling banyak
diidentifikasi adalah varisella zooster dan Ebstein barr. Manifestasi perdarahan
PTI akut pada anak biasanya ringan, perdarahan intrakranial terjadi kurang dari
1% pasien. Pada PTI dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun umumnya terjadi
bentuk yang kronis.. PTI akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan
teijadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90%
sembuh dalam 3-6 bulan.

Panel A menunjukkan petechiae dan purpura yang luas pada kaki seorang
anak dengan PTI. Panel B menunjukkan perdarahan konjungtiva. Pendarahan luas
mukokutan mungkin menjadi pertanda pendarahan internal. Perubahan khas pada
eritrosit setelah splenektomi (tanda panah pada Panel C) seperti berlubang dan
adanya Howell - Jolly body (tanda panah pada Panel D), yang merupakan sisa-
sisa kromatin inti.

PTI Kronik

Awitan PTI kronik biasanya tidak menentu, riwayat perdarahan sering dari
ringan sampai sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki
perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode perdarahan dapat berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus menerus.
Remisi spontan jarang terjadi dan tampaknya remisi tidak lengkap.

Manifestasi perdarahan PTI berupa ekimosis, petekie, purpura, pada


umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit.
Secara umum hubungan antara jumlah trombosit dan gejala antara lain bila pasien
dengan AT >50.000/µL maka biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000 /µL
terdapat luka memar/hematom, AT 10.000-30.000/µL terdapat perdarahan
spontan, menoragia dan perdarahan memanjang bila ada luka, AT <10.000>

Pasien secara sistemik baik dan biasanya tidak demam. Gejala yang
dikeluhkan berupa perdarahan pada mukosa atau kulit. Jenis-jenis perdarahan
seperti hidung berdarah, mulut perdarahan, menoragia, purpura, dan petechiae.
Perdarahan gusi dan epistaksis sering terjadi, ini dapat berasal dari lesi petekie
pada mukosa nasal, juga dapat ditemukan pada tenggorokan dan mulut. Traktus
genitourinaria merupakan tempat perdarahan yang paling sering, menoragia dapat
merupakan gejala satu-satunya dari PTI dan mungkin tampak pertama kali pada
pubertas. Hematuria juga merupakan gejala yang sering. Perdarahan
gastrointestinal bisanya bermanifestasi melena dan lebih jarang lagi dengan
hematemesis. Perdarahan intracranial dapat terjadi, hal ini dapat mengenai 1%
pasien dengan trombositopenia berat.

Pada pemeriksaan, pasien tampak normal, dan tidak ada temuan abnormal
selain yang berkaitan dengan pendarahan. Pembesaran limpa harus mengarah
pada mempertanyakan diagnosis. Tampak tanda-tanda perdarahan yang sering
muncul seperti purpura, petechiae, dan perdarahan bula di mulut.

3.1.5 Diagnosis

Lamanya perdarahan dapat membantu untuk membedakan PTI akut dan


kronik, serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk
menyingkirkan bentuk sekunder dan diagnosis lain. Penting untuk anamnesis
pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan trombositopenia dan
pemeriksaan fisik hanya didapatkan perdarahan karena trombosit yang rendah
(petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, dan perdarahan selaput lendir yang
lain).

Splenomegali ringan (hanya ruang traube yang terisi), tidak ada


limfadenopati. Selain trombositopenia hitung darah yang lain normal.
Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia
dan kelainan hematologi yang lain. Megatrombosit sering terlihat pada
pemeriksaan darah tepi, trombosit muda ini bisa dideteksi oleh flow sitometri
berdasarkan messenger RNA yang menerangkan bahwa perdarahan pada PTI
tidak sejelas gambaran pada kegagalan sumsum tulang pada hitung trombosit
yang serupa. Salah satu diagnosis penting adalah pungsi sumsum tulang. Pada
sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak
mengandung trombosit.

Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih


dari 40 tahun, pasien dengan gambaran tidak khas (misalnya dengan gambaran
sitopenia) atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meskipun tidak
dianjurkan, banyak ahli pediatri hematologi merekomendasikan dilakukan
pemeriksaan sumsum tulang sebelum mulai terapi kortikosteroid untuk
menyingkirkan kasus leukemia akut. Pengukuran trombosit dihubungkan dengan
antibodi secara uji langsung untuk mengukur trombosit yang berikatan dengan
antibodi yakni dengan Monoclonal-Antigen-Capture Assay, sensitivitasnya 45-
66%, spesifisitasnya 78-92% dan diperkirakan bernilai positif 80-83 %. Uji
negatif tidak menyingkirkan diagnosis deteksi yang tanpa ikatan antibody plasma
tidak digunakan. Uji ini tidak membedakan bentuk primer maupun sekunder PTI.

3.1.6 Diagnosis Banding

Trombositopenia dapat dihasilkan baik oleh sumsum tulang yang


berfungsi abnormal atau kerusakan perifer. Meskipun sebagian besar gangguan
sumsum tulang menghasilkan kelainan di samping adanya trombositopenia,
diagnosa seperti myelodysplasia baru dapat dihilangkan hanya setelah dengan
memeriksakan sumsum tulang. Sebagian besar penyebab trombositopenia akibat
kerusakan perifer dapat dikesampingkan oleh evaluasi awal. Kelainan seperti DIC,
trombotik trombositopenia purpura, sindrom hemolitik-uremic, hypersplenisme,
dan sepsis mudah dihilangkan oleh tidak adanya penyakit sistemik. Pasien harus
ditanya mengenai penggunaan narkoba, terutama sulfonamid, kina, thiazides,
simetidin, emas, dan heparin. Heparin sekarang merupakan penyebab paling
umum obat yang menginduksi trombositopenia pada pasien yang dirawat.
Sistemik lupus erythematosus dan CLL merupakan penyebab yang sering
trombositopenia purpura sekunder, yang secara hematologis identik dengan PTI.

3.2 Komplikasi

BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan kejang yang dialami sejak 2 minggu SMRS,
hilang timbul dan memberat dalam 2 hari ini. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala
ditemukan adanya ICH (Intra Cerebral Hemmorragic) dengan estimasi cairan
sekitar 10 cc. Sehingga munculnya gejala kejang yang diakibatkan oleh ICH
sangat mungkin terjadi.

Pada pemeriksaan fisik pasien tampak lemas, konjungtiva palpebra inferior


tampak pucat, sedangkan pada ektremitas superior dan ekstremitas inferior serta
abdomen terdapat ruam berwarna keunguan (purpura). Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan hemoglobin 9,8 g/dL, hematokrit 32% dan
Trombosit 39.000/mm3. Pasien dengan Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI)
ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer
kurang dari 150.000/n.L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
menyebabkan destruksi prematur dari trombosit dalam sistem retikuloendotel
terutama di limpa.

Pasien mengeluhkan muncul ruam berwarna keunguan (purpura) sejak 1


minggu yang lalu dan memberat sejak 2 hari terakhir. Ruam awalnya muncul di
ektremitas superior dan ekstremitas inferior serta abdomen dan kemudian
menjalar ke seluruh tubuh. Ruam tidak menimbulkan rasa gatal dan tidak
menonjol dari permukaan kulit serta tidak nyeri. Ruam keungan (purpura) pada
pasien dengan ITP terjadi karena ekstravasasi trombosit atau perdarahan subkutan
yang terjadi pada pasien ini. Trombositopenia ini menyebabkan terganggunya
faktor-faktor pembekuan darah, sehingga mengganggu fungsi pembekuan darah
itu sendiri. Pasien juga mengeluhkan adanya perdarahan pada gusi (gusi
berdarah), munculnya perdarahan pada pasien dengan ITP juga disebabkan jumlah
trombosit yang rendah, yaitu 39.000/mm3.

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Muntah dialami setiap pasien
makan, pasien mengatakan pernah memiliki riwayat muntah berwarna kehitaman
(hematemesis). Hematemesis merupakan salah satu gejala dari PSMBA
(Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas) oleh karena berbagai sebab. Warna
hitam berasal dari bercampurnya darah dengan asam lambung (HCL yang bersifat
sangat asa dengan pH sekitar 2. PSMBA ini dapat terjadi karena perdarahan
organ-organ yang ada di saluran cerna bagian atas mulai dari esofagus hingga
ligamentum Treitz di duodenum.

DIAGNOSA SEMENTARA/DIAGNOSA KERJA

Bisitopenia e.c dd/


1. ITP
2. Leukemia akut
3. Anemia aplastik
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pada pasien tersebut diberikan terapi secara non medikamentosa dan
medikamentosa, yaitu non medikamentosa bed rest dan medikamentosa yaitu
three way, 02 2-4 l/i, NGT, kateter untuk spooling, iv Lansoprazole 30mg/12 jam,
Sucralfat Syr 3xCI, Methyl prednisolone 3x4mg.

BAB V
KESIMPULAN

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan


didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia
oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem
retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya
berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi dalam darah.
Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun,
dan kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun,
dimana jumlah kasus pada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya.

Pada orang dewasa ITP paling sering terjadi pada wanita muda: 72 persen
pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan 70 persen wanita ini usianya
kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak itu biasanya merupakan tipe akut, yang
sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan sendirinya (self limited). Pada
orang dewasa umumnya terjadi tipe kronis.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai