B. PATOFISIOLOGI
Angina pectoris merupakan manifestasi klinis dari iskemia yang terjadi pada otot
jantung. Iskemia ini disebabkan suplai darah yang tidak adekuat terhadap kebutuhan oksigen
jantung. Faktor yang berkontribusi pada terjadinya iskemia otot jantung adalah heart rate,
status intropis otot jantung, dan tekanan dinding otot jantung. Ketiga hal ini mempengaruhi
aktivitas jantung yang menentukan kebutuhan oksigen jantung. Apabila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibat adanya sumbatan pembuluh arteri coronaria, iskemia dapat terjadi. Iskemia
akan menstimulasi reseptor mekanik dan kimia pada saraf aferen di pembuluh coronaria dan
otot jantung. Hal ini akan menyebabkan nyeri atau rasa tidak nyama pada dada yang dapat
menjalar hingga ke lengan kiri.
C. FAKTOR RISIKO
Penyebab utama dari angina pectoris adalah atherosclerosis yang memiliki faktor risiko
riwayat penyakit koroner pada keluarga, merokok, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan
hipertensi sistemik. Faktor risiko lain dari angina pectoris adalah hipertrofi ventrikel kiri,
obesitas, dan meningkatnya hormone cysteine, lipoprotein (a), plasminogen activator
inhibitor, fibrinogen, serum triglycerides, atau kadar HDL yang rendah. Sindroma metabolic
juga dapat menjadi faktor risiko dari munculnya angina pectoris.
.
D. GEJALA
Angina pectoris stable terjadi ketika jantung harus bekerja lebih keras misalnya saat
berolahraga. Selain itu, ciri khas dari stable angina pectoris adalah nyeri yang sama pada
setiap kejadian dan berlangsung sebentar (sekitar 5 menit). Nyeri berkurang dengan istirahat
maupun obat. Nyeri dapat menjalar hingga ke punggung dan lengan.
Pada sebagian besar pasien, hasil pemeriksaan fisik tampak normal. Namun, dokter perlu
mewaspadai tanda-tanda terjadinya metabolisme lipid yang abnormal seperti xanthelasma,
xanthoma atau tanda adanya atherosclerosis yang diffuse seperti denyut nadi perifer yang
berkurang dan adanya bruit pada pemeriksaan jantung. Pemeriksaan yang dilakukan saat
serangan angina terjadi dapat lebih membantu dibanding pada saat kondisi
normal.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi cek lab, radiografi, exercise
stress testing, stress echocardiography, nuclear imaging, CT scan, CT angiography, dan EKG.
F. TATA LAKSANA
Acute Myocardial Infarction (AMI), atau biasa disebut sebagai serangan jantung,
seringkali disebabkan oleh berkurang atau terhentinya aliran darah pada sebagian otot jantung
yang menyebabkan terjadinya nekrosis dari otto jantung. Etiologi dari AMI adalah
tersumbatnya pembuluh koroner. Namun, penyebab myocardial infarction tidak hanya
terbatas pada atherosclerosis. Ada beberapa etiologi lain, seperti: emboli, trauma pembuluh
koroner, spasme pembuluh, penebalan pembuluh koroner, thrombosis, kelainan kongenital
pada pembuluh koroner, dan lain-lain.
B. PATOFISIOLOGI
Pada AMI yang terjadi akiba atherosclerosis, rupture dari plaque atheroscloris
menyebabkan cascade reaksi inflamasi dari monosit, makrofag, thrombus formation, dan
agregasi platelet. Hal ini menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh koroner yang
dapat mengurangi atau bahkan menghentikan suplai oksigen ke sebagian otot jantung. Suplai
oksigen yang tidak adekuat menyebabkan terjadinya iskemia yang apabila terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan nekrosis otot jantung atau infark.
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya AMI terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti
jenis kelamin pria, usia tua, dan riwayat keluarga dan faktor risiko yang dapat diubah seperti
merokok, dyslipidemia, diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, dan kurang olahraga.
D. GEJALA
Gejala dari AMI adalah adanya nyeri pada area dada seperti ada yang mencengkeram.
Selain itu, pasien dapat merasa kelelahan, kepala terasa ringan, pusing, keringat dingin,
gelisah, rasa nyeri atau tidak nyaman pada lengan, leher, maupun bahu.
Pada pemeriksaan fisik, dokter perlu memperhatikan tanda vital pasien, general
appeareance seperti diaphoresis, serta auskultasi. Denyut nadi dari pasien dapat mengalami
takikardi. Distensi pada vena di leher akibat kegagalan ventrikel kanan. Tekanan darah
biasanya naik. Pada palpasi dada dapat ditemukan pergeseran apical impulse, dyskinesis,
serta gallop pada BJ4 yang terasa serta BJ1 akibat berkurangnya kontraktilitas ventrikel kiri.
Selain itu, pasien dapat mengalami keringat dingin dengan bagian ekstremitas dingin
Pemeriksaan yang harus segera dilakukan pada pasien dengan nyeri dada adalah EKG.
Pada EKG dapat ditemuk ST elevasi maupun ST depresi. Selain itu, pada AMI pemeriksaan
yang harus dilakukan adalah cek lab serum cardiac troponin untuk melihat adanya nekrosis,
CBC, profil lipid, fungsi ginjal, dan juga metabolic panel. Cardiac angiography juga
dilakukan untuk melihat adanya obstruksi pada pembuluh koroner. Echocardiogram
dilakukan untuk menilai gerakan dinding, abnormalitas pada valvula, regurgitasi akibat katup
mitral yang mengalami iskemia atau melihat adanya cardiac tamponade.
F. TATA LAKSANA
Pasien infark myokard diberikan aspirin 160 mg hingga 325 mg. Selain itu, pasien juga
diberikan suplemen oksigen apabila saturasi oksigen kurang dari 91%. Opioid dapat
diberikan untuk mengontrol nyeri dan juga nitroglycerin apabila tekanan darah adekuat. Tata
laksana dari infark myokard STEMI adalah dengan reperfusi dengan PCI (percutaneaous
coronary intervention). Sebelum PCI dilakukan, pasien diberikan agen antiplatelet. Apabila
PCI tidak tersedia dalam 90 menit setelah diagnosis, reperfusi dilakukan dengan agen
thrombolitik intravena.
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, S., 2013. The Pathophysiology and Treatment of Stable Angina Pectoris. US
Pharm, 38(2), pp.43-60.
Ford, T.J., Corcoran, D. and Berry, C., 2018. Stable coronary syndromes: pathophysiology,
diagnostic advances and therapeutic need. Heart, 104(4), pp.284-292.
Parker, J.O., 2004. Angina pectoris: a review of current and emerging therapies. The
American journal of managed care, 10(11 Suppl), pp.S332-8.