PENDAHULUAN
1
spesifik) beserta polanya dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan
absorbsi senyawa pada panjang gelombang tertentu.
Analisis gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan
membandingkan pita absorbsi yang terbentuk pada spektrum infra merah
menggunakan tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa
pembanding (yang sudah diketahui). Dengan demikian diharapkan
identifikasi gugus fungsi dapat dilakukan dengan efektif
Spektroskopi inframerah merupakan salah satu alat yang banyak
dipakai untuk mnegidentifikasi senyawa, baik bahan lami maupun bahan
buatan, bila sinar inframerah melalui cuplikan senyawa organik, maka
sejumlah frekuensi akan di serpa sedangkan frekunsi yang diteruskan
atau ditransmisikan tanpa diserap, antara persen absorbansi atau persen
transmitasi lawan frekuentasi akan menghasilkan spectrum infra merah.
Transisi yang terjadi di dalam serapan infra merah berkaitan dengan
perubahan perubahan vibrasi dalam molekul. Daerah radiasi
spektroskopi infra merah berkisar pada panjang gelombang 0,78 – 1000
nm. Infra merah dibagi menjadi 3 jenis radiasi, yaitu inframerah dekat,
inframerah pertengahan dan infra merah jauh (kusumastuti 2011).
Infrared mempunya gelombang yang lebih panjang daripada UV-VIS.
Di dalam lingkungan masyarakat banyak adanya oplosan produk
migas dengan menggunakan FTIR dapta membedakan berbagai jenis
produk baik gasoline, solar, biosolar dan fame guna menjamin mutu
produk tersebut
.1.2 Tujuan
1. Mempelajari dan mengaplikasikan metode FTIR
2. Mrembedakan struktur FTIR dari produk solar, biosolar, fame dan
produk lainnya dengan menggunakan FTIR
3. Dapat menyimpulkan produk migas tersebut asli atau palsu /
terkontaminasi
2
BAB II
TINJAUAN PSUTAKA
2.1 Spektrofotometri Infra Red
Alat ini merupakan suatu metode analitik yang mengamati interaksi
molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
panjang gelombang 0.75 – 1000 nm atau pada bilangan gelombang
13000 – 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama
olehJames Clark Maxwell, yangmenyatakan bahwa cahaya secara fisi
s merupakan gelombang elektromagnetik, artinyamempunyai vektor lis
trik dan vektor magnetik yang saling tegak lurus dengan arah
rambatan.
Berikut ini merupukan skema dari alat spektrofotometer inframerah
3
2.2 Prinsip Kerja
4
Analisis kualitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan
untuk identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu
senyawa yang dianalisis (Silverstein dan Bassler, 1998).
5
halida-halida asam, anhidrida-anhidida asam, mengabsorpsi pada 1770-1725
cm-1 . Konjugasi menyebabkan puncak absorpsi menjadi lebih rendah
sampai 1700 cm-1 . Puncak yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari –C=C-
dan C=N terletak pada 1690-1600 cm-1 , berguna untuk identifikasi olefin.
Cincin aromatik menunjukkan puncak dalam daerah 1650-1450 cm-1 , yang
dengan derajad substitusi rendah (low degree of substitution) menunjukkan
puncak pada 1600, 1580, 1500, dan 1450 cm-1 .
d) Daerah sidik jari berada pada 1500-1700 cm-1 , dimana sedikit saja
perbedaan dalam struktur dan susunan molekul, akan menyebabkan
distribusi puncak absorpsi berubah. Dalam daerah ini, untuk memastikan
suatu senyawa organik adalah dengan cara membandingkan dengan
perbandingannya. Pita absorpsi disebabkan karena bermacam-macam
interaksi, sehingga tidak mungkin dapat menginterpretasikan dengan tepat.
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, apakah senyawa
organik atau anorganik, akan menyerap berbagai frekensi radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ) 0,5 – 1000 μm). Dalam kimia
organik, fungsi utama dari spektrometri inframerah adalah mengenal
(elusidasi) struktur moelkul, khususnya gugus fungsional seperti OH, C = O,
C = C. daerah yang paling berguna untuk mengenal struktur suatu senyawa
adalah pada daerah 1-25 μm atau 10.000 – 400 cm-1 . Dalam praktek satuan
yang lebih umum dipakai adalah satuan frekuensi (cm-1 ) dan bukan saatuan
panjang gelombang. Serapan setiap tipe ikatan (N - H, C - H , O - H, C - X, C
= O, C - O, C – C, C = C, C = N, dan sebagainya) hanya diperoleh dalam
bagian-bagian kecil tertentu dari daerah vibrasi infra merah. Kisaran serapan
yang kecil dapat digunakan untuk menentukan setiap tipe ikatan. Dalam
rangka memperoleh informasi struktur senyawa organik yang dianalisis, kita
harus terbiasa dengan frekuensi atau panjang gelombang dimana berbagai
gugus fungsional menyerap. Sebagai contoh, setiap serapan dalam kisaran
3000 + 150 cm hampir selalu disebabkan adanya ikatan C=O (gugus
6
karbonil). Dalam gambar berikut tersusun secara sistematik daerah serapan
yang sesuai dengan ikatan yang terdapat dalam senyawa.
b. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan
untuk menentukan konsentrasi analit dalam sampel. Analisis kuantitatif
dengan FTIR digunakan hukum Lambert Beer’s. Hukum Lambert Beer’s
dinyatakan sebagai berikut:
A= ε b c
Dimana A adalah absorbansi, ε adalah absorptivitas, b adalah
ketebalan tempat sampel dan c adalah konsentrasi sampel (Pescok dkk.,
1976; Skoog & West, 1971).
Metode fourier transform infrared (FTIR) yang merupakan metode
bebas reagen, tanpa penggunaan radioaktif dan dapat mengukur kadar
hormon secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis gugus fungsi suatu
sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang terbentuk
pada spektrum infra merah menggunakan spektrum senyawa
pembanding (yang sudah diketahui.
7
Solar adalah salah satu jenis bahan bakar yang dihasilkan dari
proses pengolahan minyak bumi, pada dasarnya minyak mentah
dipisahkan fraksi-fraksinya pada proses destilasi sehingga dihasilkan
fraksi solar dengan titik didih 250°C sampai 300°C. Kualitas solar
dinyatakan dengan bilangan cetane (pada bensin disebut oktan), yaitu
bilangan yang menunjukkan kemampuan solar mengalami pembakaran
di dalam mesin serta kemampuan mengontrol jumlah ketukan
(knocking), semakin tinggi bilangan cetane ada solar maka kualitas
solar akan semakin bagus.(3)
2.4.1 Karakteristik Solar
Sebagai bahan bakar, tentunya solar memiliki karakteristik tertentu
sama halnya dengan jenis bahan bakar lainnya. berikut karakteristik
yang dimiliki fraksi solar:
Tidak berwarna atau terkadang berwarna kekuning-kuningan dan
berbau.
Tidak akan menguap pada temperatur normal.
Memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan bensin dan kerosen.
Memiliki flash point (titik nyala) sekitar 40°C sampai 100°C.
Terbakar spontan pada temperatur 300°C.
Menimbulkan panas yang tinggi sekitar 10.500 kcal/kg.
8
Memiliki sifat anti knocking dan membuat mesin bekerja dengan
lembut.
Solar harus memiliki kekentalan yang memadai agar dapat
disemprotkan oleh ejector di dalam mesin.
Tetap stabil atau tidak mengalami perubahan struktur, bentuk dan
warna dalam proses penyimpanan.
Memiliki kandungan sulfur sekecil mungkin, agar tidak berdampak
buruk bagi mesin kendaraan serta tidak menimbulkan polusi.
9
menghasilkan panas, contohnya saja sebagai bahan bakar furnace
pada proses pemanasan minyak mentah.
d. Industrial Diesel Oil (IDO)
IDo dihasilkan dari proses penyulingan minyak mentah pada
temperatur rendah, biasanya jenis ini memiliki kandungan sulfur
yang tergolong rendah sehingga dapat diterima oleh Medium Speed
Diesel Engine.
e. Biodiesel
Bahan bakar biodiesel merupakan jenis bahan bakar yang cukup
baik sebagai pengganti solar yang berasal dari fraksi minyak bumi,
hal ini disebabkan karena biodiesel merupakan sumber energi yang
dapat diperbaharui karena berasal dari minyak nabati dan hewani
walaupun. Secara kimia, susunan biodiesel terdiri dari campuran
mono-alkyl ester dan rantai panjang asam lemak, Biodiesel
merupakan bahan bakar yang tidak memiliki kandungan berbahaya
bila terlepas ke udara, karena sangat mudah untuk terurai secara
alami. Dalam proses pembakarannya, bahan bakar jenis ini hanya
menghasilkan karbon monoksida serta hidrokarbon yang relatif
rendah sehingga cukup aman bagi lingkungan sekitar, hal ini lah
yang membuat biodiesel memenuhi persyaratan sebagai bahan
bakar.
f. Diesel Permorma Tinggi
Bahan bakar ini merupakan bahan bakar yang memiliki kualitas
lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang
berasal dari petroleum lainnya. Jenis bahan bakar telah mengalami
proses peningkatan kualitas dari segi cetane number serta
pengurangan kandungan sulfur sehingga lebih di anjurkan bagi
mesin diesel sistem injeksi comonrail, untuk lebih jelasnya, sistem
injeksi comonrail adalah sebuah tube bercabang yang terdapat di
dalam mesin dengan katup injektor yang dikendalikan oleh
10
komputer dimana masing-masing tube tersebut terdiri dari nozzle
mekanis dan pulunger yang dikedalikan oleh selenoid serta actuator
piezoelectric. Pada solar jenis ini memiliki jumlah bilangan cetane
53 serta kandungan sulfur dibawah 300 ppm sehingga digolongkan
sebagai diesel modern yang memiliki standar gas buang EURO 2
2.5 FAME
FAME (Fatty Acid Methyl Ester) adalah unsur nabati yang
dibutuhkan untuk memproduksi B20, dengan bahan baku dari
minyak kelapa sawit. "Seluruh instalasi Pertamina sudah siap
blending B20. Namun penyaluran B20 tergantung pada pasokan
FAME, yang hingga saat ini pasokan belum maksimal didapatkan,"
kata Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati
melalui keterangan resminya
dari 112 terminal BBM yang dimiliki perusahaan migas pelat merah
ini, baru 69 terminal BBM yang sudah menerima penyaluran FAME.
Sementara, sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME
berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku,
Papua, dan Sulawesi.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, distribusi biodiesel di RI memang
masih tergolong minim. Melansir data dari Badan Pengelola Dana
Perkebunan Sawit (BPDP), volume penyaluran biodiesel di
sepanjang tahun 2017 hanya sebesar 2,29 juta kiloliter (KL).
Jumlah sebesar itu kurang dari setengah total kebutuhan Pertamina
untuk dicampurkan ke solar subsidi dan non-subsidi, yaitu sekitar
5,8 juta KL per tahun (20% dari total konsumsi solar subsidi dan
non-subsidi sekitar 29 juta KL per tahun)
BAB III
11
METODOLOGI
1. Sell KBr
2. FT-IR
3. Syringe
12
7. Apabila terdapat udara didalamnya, maka harus mengeluarkan udara
tersebut dengan cara mengetuk badan syringe dan juga dapar
dilakukan dengan cara mengeluarkan isi cairan perlahan sampai udara
didalam badan syiringe benar benar hilang.
8. Setelah dibersihkan dengan menggunakan methanol sebanyak 2-3
kali, praktikan mengeluarkan methanol tersebut.
9. Methanol dikeluarkan dengan cara menarik atau menyedot cairan
dengan menggunakan syringe. Dapat juga dengan cara mendorong
cairan hingga keluar pada lubang sebelahnya.
10. Praktikan mengecek kebersihan dari barium dengan cara melihat dari
lubang yang berada ditengah, apabila masih belum bersih, tandanya
masih ada larutan lain didalam barium tersebut. Untuk memastikan
sample tidak terkontaminasi oleh zat lain, praktikan membilas barium
dengan menggunakan sample murni dengan cara sama persis seperti
yang dijelaskan pada saat melakukan pencucian barium dengan
menggunakan methanol. Cukup lakukan sekali.
11. Setelah dirasa bersih, praktikan memasukkan sample murni dengan
cara diinjeksikan dengan menggunakan syringe. Dan memastikan
tidak terkontaminasi oleh zat lain yang ada didalam syringe ataupun
barium.
12. Kemudian, praktikan melakukan scan dengan menggunakan FT-IR
dan menunggu sampai grafiknya keluar.
13. Setelah grafik keluar, praktikan menyimpan hasilnya dan melakukan
print out.
14. Lalu, praktikan membersihkan barium dari sample murni dengan
menggunakan methanol seperti langkah pada nomor 8. Sampai
barium benar benar bersih dari sample murni.
15. Setelah itu, praktikan memasukkan sample kedua yang diindikasi
mengalami kontaminasi oleh zat lain dengan menggunakan syringe
13
sebagai pembilas agar zat tidak mengalami kontaminasi didalam
barium.
16. Praktikan memasukkan sampel kedua dengan menggunakan syringe.
Dan tidak lupa untuk memastikan bahwa tidak ada udara pada
syringe.
17. Setelah itu, praktikan melakukan scan pada FT-IR dan kemudian
menunggu hingga grafik keluar.
18. Setelah itu, praktikan melakukan scan pada FT-IR dan kemudian
menunggu hingga grafik keluar.
19. Setelah grafik keluar, praktikan melakukan print out hasil scan.
20. Praktikan membersihkan kembali barium dan syringe dengan
menggunakan methanol.
21. Praktikan merapikan alat dan bahan yang telah digunakan.
22. Setelah itu, praktikan melakukan analisis terhadap sample kedua yang
diindikasi mengalami kontaminasi. Jenis apakah yang mengontaminasi
sample kedua.
23. Setelah itu, praktikan membuat analisis dari praktikum yang telah
dilakukan.
14
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
Pada identifikasi spectrum FTIR dengan produk nya adalah pertalite murni di
dapat hasil adalah sebagai berikut
4.1.1 Pertalite
15
80-88, puncak dalam grafik ini bersifat linear atau berbanding lurus
dengan konsentrasi sehingga apabila puncak tersebut naik maka
konsentarasi akan mengalami kenaikan. Maka dari itu dapat diidentifikasi
senyawa yang ada pada gelombang tersebut adalah pada 3500-3000cm-
1
yaitu aromatik dan alkuna, 3000-2500cm -1 adalah alkana, dan pada
1500-1000cm-1 adalah eter dan ester.
4.1.2 Premium
16
N-H, pada 3000-2500cm-1 alkana, 2000-1500cm-1 yaitu aromatik, 1500-
1000cm-1 adalah alkana, eter dan ester, dan 1000-452cm -1 adalah alkena
dan aromatik.
4.1.3 SOLAR
17
cm-1 yang pucak nya dimulai dari 70-87 sehingga dapat diidentifikasi
senyawa yang berada pada gelombang dan puncak tersebut adalah
pada 4000-3500cm-1 ada O-H, pada 3000-2500cm-1 alkana, 2000-
1500cm-1 yaitu aromatik, dan 1500-1000cm-1 adalah alkana, eter dan
ester.
4.1.4 FAME
18
tersebut sebelum digunakan akan mengalami restart, sehingga alat
tersebut akan kembali normal, dalam grafik tersebut produk FAME ini
mempunyai panjang gelomvang berkisar pada 4000-750 cm -1 dengan
puncak yang dimulaiberkisar pada angka 70-83, maka dari itu dapat di
identifikasi senyawa yang ada padan grafik tersebut adalah Pada
gelombang 3500cm-1 terdapat ikatan O-H dan N-H, lalu antara 3000-
2500cm-1 adalah alkana, 2000-1500cm-1 adalah aromatik, dan 1000-
750cm-1 yaitu alkena dan aromatic, produk ini menunjukkan perbedaan
yang sangat signifikan pada jumlah konsentrasi senyawa yang ada di
dalam produk tersebut, dimana tinggi kurva premium lebih besar dari
pada tinggi kurva solar.
4.1.5 BIOSOLAR
19
kedalam kuvet, setiap kuvet yang hendak digunakan untuk menganalisis
suatu produk harus lah di cuci sebanyak tiga kali dengan menggunakan
methanol hal ini dapat menghindari adanya kontaminasi dari zat zat yang
tidak di inginkan, artinya jika kuvet tersebut terkena methanol maka kuvet
tersebut akan steril kembali , setiap ingin melakukan analisis terhadap
produk dengan menggunakan FTIR, alat tersebut akan dilakukan
background (blanko) yang artinya alat tersebut sebelum digunakan akan
mengalami restart, sehingga alat tersebut akan kembali normal, maka
dari itu dapat diidentifikasi senyawa yang ada pada grafik produk bioslar
ini adalah pada gelombang 3500-3000cm-1 yaitu aromatik dan alkuna,
antara 3000-2500cm-1 adalah alkana, 2000-1500cm-1 ada aromatik dan
ester, gelombang 1500-1000cm-1 eter dan ester, dan 1000-750cm-1
adalah alkena dan aromatik.
4.1.6 PERTAMAX
20
Produk ini merupakan produk dari kelompok terakhir yang
merupakan produk PERTAMAX yang di analisis menggunakan alat FTIR
dan Produk tersebut dimasukkan kedalam kuvet, setiap kuvet yang
hendak digunakan untuk menganalisis suatu produk harus lah di cuci
sebanyak tiga kali dengan menggunakan methanol hal ini dapat
menghindari adanya kontaminasi dari zat zat yang tidak di inginkan,
artinya jika kuvet tersebut terkena methanol maka kuvet tersebut akan
steril kembali , setiap ingin melakukan analisis terhadap produk dengan
menggunakan FTIR, alat tersebut akan dilakukan background (blanko)
yang artinya alat tersebut sebelum digunakan akan mengalami restart,
sehingga alat tersebut akan kembali normal, maka dari itu dapat
diidentifikasi senyawa yang ada pada grafik produk PERTAMAX,
berdasarkan grafik dari kelompok 5 dapat diketahui bahwwa panjang
gelobang produk ini adalah 4000-750 cm -1 dengan puncak yang berada
antara 80-88, maka dari itu dapat di simpulkan bahwa senyawa yang ada
pada produk tersebut adalah pada 4000-3500cm-1 ada O-H, rentang
pada 3000-2500cm-1 alkana, pada 1500-1000cm-1 yaitu alkana dan eter,
lalu 1000-750cm-1 ada eter dan ester. Senyawa yang terdapat pada
pertamax ini cukup mirip dengan pertalite, berbeda hanya lah pada
21
kandungan asam karboksilat, yaitu pada rentang 3000-3600cm -1
kandungan asam karboksilat pertalite lebih tinggi dari pada pertamax.
4.2 Analisi Produk X
Pada pembahasan selanjutnya mahasiswa akan diberikan tugas untuk
menganalisis produk murni yang telah diberikan dosen pembimbing,
diduga produk tersebut telah terkontaminasi dengan produk lain sehingga
dosen pembimbing menugaskan mahasiswa untuk mencari produk apa
yang mengkontaminasi produk dari setiap kelompok, sberikut ini adalah
grafik myang telah mengalami pencampuran.
Perbandingan nya dengan produk murni adalah, pada gelombang
4000-3500cm-1 ada O-H tepat nya pada gelombang 3640cm -1 denagn
tinggi 83, rentang pada 3000-2500cm -1 alkana terdapat pada ketinggian
79, pada 1500-1000cm-1 yaitu alkana dan eter, lalu 1000-750cm -1 ada
eter dan ester, Jika dibandingkan dengan grafik larutan yang telah
tercampur terdapat kandungan OH yang terletak pada posisi yang sama,
tetapi pada sampel yang tercampur terdapat asam karboksilat yang
ketinggian hanya 69, berbeda dengan produk murni di mana kandungan
alkuna nya cukup tinggi, jadi perbedaan terletak pada kandungan asam
karboksilat.
Jika dibandingkan dengan produk lain garafik produk x hampir sama
dengan grafik produk pertamax dimana mengandung asam karboksilat
yang cukup rendah, sehingga dapat di simpulkan produk x ini merupakan
pertamax.
22
BAB V
Kesimpulan & Saran
5.1 Kesimpulan
1. Dengan dilakukan nya analisis FTIR maka senyawa yang ada didalam
produk migas dapat di ketahui
2. Tinggi puncak dengan tinggi konsentrasi berbanding lurus
3. Setiap produk pasti mempunyai grafik yang berbeda, dan tinggi
puncak yang berbeda pula
5.2 Saran
Pada saat praktikum kendala yang kami dapatkan adalah menunggu
yang sangat lam di karenakan ketersediaan alat praktikum sendiri, dan
siringe yang kami gunakan terjadi kerusakan sehingg harus membeli
keluar siringe tersebut
23
DAFTAR PUSTAKA
[1] Fessenden, 1997, “Kimia Organik”, jilid 1, edisi ketiga Erlangga, Jakarta.
[2] Chatwal, G., 1985, “Spectroscopy Atomic and Molecule”, Himalaya
Publishing House, Bombay.
[3] Svanberg, S., 1992, “Atomic and Moleculer Spectroscopy”, Spinger
Verlag, Heidelberg
[4] Banwell, C.N., 1994, “Fundamentals of Moleculer Spectroscopy”, Mc.
Graw Hill Book Company, New York.
[5] Bernath, P.F., 1995, “Spectra of Atom and Molecules”, Oxford University
Press, New York.
[6] Dogra, S. K., 1990, “Kimia Fisik dan Soal-soal”, Universitas Indonesia
press, Jakarta.
[7] Marcott,C., 1986, “Material Characterization Hand Book vol. 10: Infrared
Spektroskopy”, ASM International, Amerika.
24