Anda di halaman 1dari 214

LAPORAN KINERJA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


TAHUN 2010-2014

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


Oktober 2014
LAPORAN KINERJA
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2010-2014

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


Oktober 2014
KATA PENGANTAR
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Pembangunan Berbagai hasil pembangunan kelautan dan


kelautan dan perikanan yang telah dicapai sebagaimana yang
perikanan yang telah digariskan dalam Renstra KKP periode tahun
dilaksanakan selama 2010-2014 telah berhasil diwujudkan. Upaya
ini telah membawa pembangunan perlu terus ditingkatkan dan
hasil yang cukup perbaikan kualitas pelayanan harus dilaksanakan
menggembirakan. lebih konsisten dan secara terus menerus oleh
Perubahan tatanan semua jajaran aparatur pada semua tingkatan,
global serta nasional sehingga pelayanan selalu dapat diberikan
yang berkembang secara cepat, tepat dan mudah dilaksanakan
dinamis menuntut serta tidak diskriminatif. Sangat disadari bahwa
percepatan keberhasilan pelaksanaan pembangunan kelautan
pembangunan kelautan dan perikanan nasional dan perikanan masih memerlukan perbaikan
secara nyata untuk mampu menyesuaikan dan dan kerja keras oleh seluruh jajaran KKP. Untuk
memenuhi tantangan lingkungan strategis yang itu sangat diperlukan dukungan lintas sektor dan
bergerak cepat tersebut. lembaga terkait lainnya, serta para stakeholders
Munculnya paradigma untuk menjadikan kelautan dan perikanan dalam rangka mewujudkan
pembangunan berbasis sumber daya kelautan tujuan dan sasaran pembangunan kelautan
dan perikanan sebagai motor penggerak dan perikanan, terutama dalam meningkatkan
pembangunan nasional, tercermin dalam perekonomian nasional.
keputusan politik nasional, sebagaimana Laporan kinerja kementerian kelautan dan
terimplementasi dalam Undang-Undang No. perikanan tahun 2010-2014 ini mudah-mudahan
17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan telah dapat memenuhi harapan rakyat Indonesia
Jangka Panjang Nasional yang salah satu misinya serta penyusunan rencana 2015-2019 dapat
menyatakan: Mewujudkan Indonesia menjadi menyumbangkan gagasan dan pemikiran
negara kepulauan yang mandiri, maju kuat, dan tentang arah dan strategi pembangunan Kelautan
berbasiskan kepentingan nasional. Peranan dan Perikanan ke depan secara lebih luas dan
Kementerian kelautan dan Perikanan yang telah menyeluruh. Tugas membangun sektor kelautan
memasuki usia 15 tahun sejak dibentuknya dan perikanan ke depan, bukanlah merupakan
menjelang akhir tahun 1999, menjadi semakin tugas pemerintah semata. Dibutuhkan sebuah
penting sebagai salah satu komponen untuk partisipasi aktif masyarakat luas dan kerja keras
mewujudkan pengelolaan sumber daya kelautan tanpa pamrih dari kita selaku aparatur negara
dan perikanan yang dapat memberikan nilai dalam menentukan arah, visi dan strategi
tambah terhadap produk kelautan dan perikanan pembangunan bangsa ini di masa mendatang.
sehingga memiliki daya saing yang tinggi, dengan
tetap memperhatikan kelestarian sumber daya Jakarta, Oktober 2014
kelautan dan perikanan, yang pada gilirannya Menteri Kelautan dan Perikanan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
kelautan dan perikanan.

Sharif C. Sutardjo

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


5
tahun 2010-2014
6 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
DAFTAR ISI

6 KATA PENGANTAR

6 DAFTAR ISI

6 EXECUTIVE SUMMARY

BAB I
6
PENDAHULUAN

BAB II
6 ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2010-2014

BAB III
6
HASIL PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB IV
6
ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB V
6 RANCANGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN TAHUN 2015-2019

BAB VI
6
PENUTUP

6 LAMPIRAN

6 TIM PENYUSUN

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


7
tahun 2010-2014
Executive Summary

Kekuatan ekonomi perikanan dicerminkan dari PDB Perikanan yang memiliki peran strategis dalam
memberikan sumbangan terhadap PDB nasional. Dalam periode 2010-2013, capaian pertumbuhan
PDB Perikanan selalu berada di atas PDB Pertanian dan PDB Nasional dan merupakan rata-rata tertinggi
dalam empat tahun terakhir dalam kelompok pertanian secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian
secara umum, maupun pada PDB Nasional.

Pada periode 2010-2013 terjadi peningkatan produksi perikanan sebesar 18,10% per tahun, yakni dari
11,66 juta ton pada tahun 2010 menjadi 19,18 juta ton pada tahun 2013, dimana perikanan budidaya
menyumbang 69,53% dan perikanan tangkap sebesar 30,57%. Produksi olahan pada tahun 2012 sebe-
sar 4,8 juta ton, mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 5,16 juta ton. Selain perikanan telah
dilaksanakan pula Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat untuk meningkatkan produksi garam konsumsi.
Pada tahun 2012 telah tercapai swasembada garam konsumsi, sehingga tidak lagi diperlukan impor ga-
ram konsumsi. Produksi garam rakyat pada tahun 2012 mencapai hampir 3 juta ton, yang sekitar 2,2 juta
ton adalah hasil produksi garam rakyat.

Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan di atas angka 100, selama lima tahun terakhir mengalami fluktuatif
dengan rata-rata realisasinya 105,33 per tahun, pada tahun 2013 berhasil mencapai angka 105,37. Nilai
NTN/NTPi secara rata-rata dan bulanan masih di atas 100, artinya nelayan masih dapat menyimpan hasil
pendapatan yang diperoleh dari kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan setelah digunakan
untuk memenuhi kebutuhan operasional dan hidup sehari-harinya.

Selama kurun waktu 2010-2013 ekspor hasil perikanan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,9%
per tahun. Nilai ekspor produk perikanan pada tahun 2013 mencapai USD 4,18 milliar, yaitu meningkat
8,05% dibandingkan dengan nilai ekspor produk perikanan pada tahun 2012, yakni USD 3,85 milliar.
Pada periode 2010-2013 volume ekspor meningkat rata-rata 4,37% per tahun dengan kenaikan nilai
rata-rata sebesar 437% per tahun. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa produk hasil perikanan yang
diekspor memiliki nilai tambah tinggi. Dalam rangka mengamankan pangsa pasar produk hasil perikan-
an dalam negeri, KKP berhasil menjaga volume dan nilai ekspor hasil perikanan. Dalam rentang tahun
2010-2013, impor ikan dapat dikendalikan dan pada tahun 2013 nilai impor ikan hanya sebesar 11,2%
dari nilai ekspor. Kondisi demikian mengakibatkan surplus perdagangan produk hasil perikanan sebesar
USD 3,71 miliar pada tahun 2013. Impor hasil perikanan tersebut diperuntukan dalam rangka pemenu-
han bahan baku industri pengolahan yang akan diekspor, tepung ikan, dan jenis ikan yang tidak dapat
diproduksi di dalam negeri.

Dengan telah dilakukannya peningkatan sistem karantina ikan dan jaminan mutu produk perikanan, pada
tahun 2013 jumlah penolakan ekspor di negara mitra dipertahankan tetap <10. Keberhasilan pening-
katan produksi perikanan Indonesia, dibarengi pula dengan peningkatan tingkat konsumsi masyarakat.
Rata-rata peningkatan konsumsi ikan per kapita per tahun pada rentang tahun 2010-2013 sebesar 5,33%.
Sementara untuk tahun 2014, KKP mentargetkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 37,8 kg/
kapita/tahun.

Sampai tahun 2013, telah ditetapkan kawasan konservasi perairan berjumlah 131 kawasan dengan
luasan mencapai 15.764.210,85 ha. Dalam rangka implementasi Undang-Undang 27/2007 jo Undang-
Undang 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, telah dilakukan pengemban-
gan dan pengelolaan pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau kecil terluar melalui penguatan sarana
dan prasarana dasar di sebanyak 193 pulau. Ditargetkan sampai tahun 2014 dapat dilaksanakan sampai
220 pulau. Peningkatan kinerja pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan telah
dilakukan melalui pengembangan sistem pengawasan dalam rangka pemberantasan IUU Fishing (Illegal,

8 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Unreported, and Unregulated Fishing). Pada tahun 2013, wilayah perairan bebas IUU Fishing dan keg-
iatan yang merusak SDKP mencapai 47,27%.

Dalam hal penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 KKP melaksanakan
PNPM Mandiri Kelautan dan Perikanan. Jumlah total kelompok penerima PNPM-Mandiri KP sebanyak
33.185 kelompok dengan total dana yang dikucurkan sebanyak Rp1,9 triliun. Kegiatan yang dilakukan
melalui bantuan langsung pada kelompok masyarakat ini telah dapat meningkatkan produksi perikanan
dan produk olahan dari kelompok masyarakat penerima, meningkatkan pendapatan anggota kelompok,
dan jumlah tabungan kelompok. Bahkan beberapa kelompok telah mandiri dapat mengakses kredit
seperti KUR, KKP-E, bahkan kredit komersial.

Dalam rangka meningkatkan kehidupan nelayan, KKP telah mengkoordinasikan 12 Kementerian Negara/
Lembaga untuk bersama-sama melaksanakan Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN). PKN
dilaksanakan sejak tahun 2011 di 100 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan dilanjutkan pelaksanaannya di
400 PPI pada tahun 2012, 200 PPI pada tahun 2013 dan 116 PPI pada tahun 2014. Pelaksanaan Program
PKN selama periode 2011-2013 diantaranya adalah pemberian sertifikasi hak atas tanah nelayan (SEHAT)
sebanyak 18.000 bidang, rumah sangat murah sebanyak 6.000 unit, listrik murah sebanyak 10.995 unit,
BOS dan beasiswa anak nelayan sebanyak 1.600 orang, layanan kesehatan sebanyak 2.100 puskesmas,
PUMP, kapal penangkapan ikan dan sarana alat tangkap serta, pelatihan dan penyuluhan bidang kelau-
tan dan perikanan. K/L terkait lainnya juga telah mendukung melalui penyediaan layanan kesehatan,
sekolah, penguatan koperasi, pendampingan usaha, dll. Selain anggaran pusat, Pemerintah Daerah juga
mendukung melalui APBD utamanya dalam rangka pembinaan nelayan di lokasi Program PKN.

Untuk mendukung ketahanan pangan nasional, KKP memberi dukungan pembangunan Kapal Inka Mina
dengan ukuran 30 GT ke atas. Sampai dengan tahun 2014, pemerintah menargetkan bantuan sebanyak
1000 kapal kepada kelompok nelayan di berbagai wilayah Indonesia. Dari evaluasi yang telah dilakukan
sebanyak 507 atau 98% kapal Inka Mina dari total 519 realisasi pembangunan selama 2010-2012 telah
sukses beroperasi dan berhasil meningkatkan hasil tangkapan serta pendapatan nelayan di sejumlah
daerah. Dari jumlah kapal 519 unit yang telah terbangun, sebanyak 507 unit kapal sudah beropera-
sional dengan baik. Hingga tahun 2013, kapal-kapal tersebut telah berkontribusi terhadap peningkatan
produksi hasil tangkapan serta peningkatan pendapatan masyarakat rata-rata Rp46 juta per trip dengan
kisaran 10 orang ABK per kapal. Sejak tahun 2010-2013 jumlah kapal yang sudah terbangun mencapai
735 kapal. Direncanakan tahun 2014 akan dibangun 226 unit kapal.

Upaya pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru sektor kelautan dan perikanan, salah satunya
dikembangkan melalui implementasi Minapolitan dan Industrialisasi Kelautan dan Perikanan. Minapolitan
berbasis pengembangan wilayah sementara industrialisasi kelautan dan perikanan untuk percepatan
peningkatan daya saing dan nilai tambah. Sampai dengan tahun 2013, sudah ditetapkan 179 lokasi
Minapolitan. Keberhasilan pelaksanaan Minapolitan dan Industrialisasi diantaranya dapat dilihat dari
peningkatan volume produksi, nilai poduksi, pendapatan nelayan dan penyerapan tenaga kerja.

Sementara itu keberhasilan pengembangan sentra produksi perikanan melalui industrialisasi kelautan
dan perikanan, dapat kita lihat di 5 pelabuhan perikanan, yakni Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
Nizam Zachman, PPS Bungus, PPS Bitung, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pelabuhanratu dan PPN
Ambon. Langkah-langkah perbaikan penanganan di 5 pelabuhan perikanan yang menjadi percontohan
industrialisasi dilakukan melalui (1) peningkatan infrastruktur dan fasilitas pelabuhan, (2) pembenahan
manajeman pelabuhan, dan (3) dukungan regulasi. Langkah-langkah perbaikan di 5 pelabuhan peri-
kanan tersebut telah mampu mendorong peningkatan jumlah produksi, nilai produksi, peningkatan mutu
dan penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari data-data produksi yang dicapai oleh 5 pelabu-
han lokasi industrialisasi dari tahun 2011-2014. Penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu target
industrialisai selain peningkatan produksi dan nilai produksi serta mutu produk TTC.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


9
tahun 2010-2014
Keberhasilan industrialisasi udang terlihat dari produksi udang dari tahun 2010-2013 mengalami kenai-
kan rata-rata per tahun sebesar 21,08%. Terobosan yang dilakukan, khusus untuk peningkatan produksi
udang adalah (i) pengembangan tambak percontohan (demfarm); (ii) rehabilitasi saluran tersier; (ii)
bantuan sarana budidaya udang; (iv) melakukan berbagai kerja sama dengan Kementerian/Lembaga
lainnya; (v) pengembangan pola budidaya dengan mitra dan pendampingan teknologi baik oleh mitra
maupun KKP.

Selain itu percepatan revitalisasi tambak udang guna mengembalikan kejayaan udang nasional, diupay-
akan melalui koordinasi dan sinergitas pembangunan perikanan budidaya dengan Pemda, meningkat-
kan koordinasi, kerjasama dan sinergitas lintas sektor, penetapan zonasi/kawasan budidaya, pendamp-
ingan dan fasilitasi akses permodalan, akses pasar, pendampingan teknologi dan manajemen bisnis,
peningkatan kualitas SDM, sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB), Cara Budidaya Ikan yang
Baik (CBIB) dan teknologi anjuran lainnya.

Dampak pelaksanaan kegiatan industrialisi rumput laut pada sektor hulu adalah pencapaian produksi
rumput laut di Kabupaten lokasi industrialisasi yang naik secara signifikan yaitu dari total produksi sebe-
sar 647.036 ton sebelum direvitalisasi menjadi 2.156.787 setelah direvitalisasi atau naik 233,33%. Secara
nasional, dampak industrialisasi rumput laut berupa kenaikan produksi rumput laut dari 6.514.854 ton
pada tahun 2012 menjadi 9.298.474 ton pada tahun 2013.

Pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan dilaksanakan melalui 3 program utama,
yaitu 1) pendidikan, 2) pelatihan dan 3) penyuluhan. Pendidikan dilaksanakan melalui 9 Sekolah Usaha
Perikanan Menengah, 3 Akademi Perikanan dan 1 Sekolah Tinggi Perikanan yang seluruh pembiayaan-
nya ditanggung negara. Sementara itu, pelatihan dilakukan di 6 lembaga pelatihan yang dikelola oleh
KKP. Pendidikan dan pelatihan kelautan dan perikanan juga dilakukan di lembaga pendidikan dan
pelatihan lainnya melalui pembinaan kualitas dan pembinaan teknis. Salah satu contoh adalah pengem-
bangan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP). Sementara itu penyuluhan kelautan
dan perikanan melalui sistem penyuluhan nasional yang melibatkan 3.275 penyuluh pegawai negeri
sipil, swadaya 7.495 orang dan tenaga kontrak 1.473 orang.dengan kelompok sasaran mencapai 50.000
kelompok.

Dalam rangka menyiapkan SDM berkualitas, selama tahun 2010-2014 KKP telah mampu menyediakan
sebanyak 126.197 SDM KP yang kompeten, melalui serangkaian kegiatan (1) Program Unggulan Pendi-
dikan Wirausaha Mina Pemula (PRO-MULA), (2) School for Marine Protected Area Management (SMPAM),
(3) Revitalisasi Pendidikan Tinggi Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) menjadi Politeknik KP, (4) Interna-
tional Job Fair in Marine and Fisheries, (5) Pembangunan Kampus Teaching Factory, (6) pengembangan
Sarana dan Prasarana Pendidikan di 9 lokasi sekolah SUPM, (7) Pendidikan Kesetaraan (Community
Collage), (8) Inovasi Pendidikan melalui Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik (Busmetik), (9) Gelar
Pelatihan Nasional, (10) Penetapan Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP), dan (11)
Bantuan Pendidikan Bagi Anak Pelaku Utama.

Dalam rangka mendukung pembangunan KP, KKP telah menghasilkan beberapa teknologi inovatif
antara lain: pemanfaatan resirculation aquaculture system untuk budidaya udang vaname; penerapan
teknologi kantong rumput laut dan pancing gurita; Seleksi udang windu tahan penyakit menggunakan
mikrosatelit sebagai marker assisted selection (MAS); peningkatan efesiensi dan kualitas bahan baku
pakan untuk budidaya ikan air tawar melalui penggunaan mikroba; pengembangan teknologi budidaya
ikan nila best melalui vaksin streptovac dan probiotik pato–aero I, pengembangan teknologi pendederan
ikan gurame hibrid dengan aplikasi vaksin mycoforty; penerapan teknologi pembuatan pakan untuk
warna ikan koi; penerapan teknologi pembuatan dan pengayaan pakan ikan rainbow; perbaikan kualitas
induk lokal unggul ikan hias koi hasil selektif dan rekayasa set kromosom, peningkatan keragaan warna
ikan hias rainbow melalui hibridisasi; peningkatan mutu genetik udang galah - seleksi populasi F4 udang

10 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
galah tumbuh cepat; perakitan strain unggul ikan mas tahan KHV–pembentukan ikan mas transgenik
tahan KHV; prototipe alat penghitung larva/udang vaname; rekayasa shelter untuk pendederan lobster
air laut; pemanfaatan elektronik logbook untuk menunjang industrialisasi perikanan tangkap; aplikasi
rumpon elektronik untuk penangkapan selektif ikan pelagis; serta pengembangan fasilitas pemantauan
peringatan dini pencemaran.

Dalam kegiatan One map movement, KKP telah (1) mengintegrasikan Jaringan Informasi Geospasial Na-
sional (JIGN), dan (2) pendataan secara spasial sumber daya kelautan untuk padang lamun, pulau-pulau
kecil, serta pengaturan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk mengoptimalkan pembangunan sektor kelautan dan perikanan, telah dirintis kebijakan pemban-
gunan kelautan dan perikanan dengan pendekatan blue economy. Gagasan kebijakan blue economy ini
telah diangkat di forum-forum internasional dan Indonesia telah dinilai menjadi negara yang aktif men-
gangkat gagasan blue economy di forum-forum internasional. Hal ini perlu diperkuat melalui kebijakan
pembangunan kelautan dan perikanan yang berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dengan pemerataan yang diimbangi dengan pelestarian lingkungan.

Komitmen KKP terhadap kesetaraan gender secara umum menunjukkan kemajuan yang positif. Tahun
2013 KKP menerima penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), KKP sebagai salah satu kementerian yang telah melak-
sanakan Pengarusutamaan Gender dengan baik.

Sejak tahun 2013, KKP menjadi satu-satunya Kementerian yang menangani sektor yang memperoleh
nilai “A” untuk penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dari Kementerian PAN
dan RB. Berdasarkan Laporan Hasil Evaluasi AKIP yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB, KKP
dapat meningkatkan prestasinya dengan memperoleh kembali peringkat nilai “A” untuk AKIP KKP tahun
2014. Laporan Keuangan KKP yang telah disusun dan diaudit BPK-RI, memperoleh Opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan KKP Tahun 2011, Tahun 2012, dan Tahun 2013. Untuk me-
ningkatkan transparansi, obyektifitas, akuntabel dan bebas KKN maka penerimaan CPNS KKP pada tahun
2013 menggunakan Sistem Computer Assisted Test (CAT) dan telah menerima penghargaan dari Badan
Kepegawaian Nasional.

KKP telah dapat menyelesaian berbagai produk hukum di bidang kelautan dan perikanan. Prestasi yang
menonjol adalah disahkannya Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Un-
dang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tahun 2013 dan
disahkannya Rancangan Undang-Undang tentang Kelautan pada tahun 2014.

Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, KKP telah
berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan hasil (1) Menerima Predikat Kepatuhan
Standar Pelayanan Publik dari Ombudsman Republik Indonesia pada 18 Juli 2014 dengan 4 (empat)
unit layanan di lingkungan KKP yang telah dinilai, (2) Menerima Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik
Terbaik dari Kementerian PAN dan RB pada 30 April 2014 pada Unit Pelaksana Teknis Balai Karantina Ikan
Semarang, (3) Menerima penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization pada Badan
Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP dengan kriteria pelay-
anan yang luar biasa bidang kepabeanan pada tahun 2013, dan (4) mendapatkan Nilai Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) melalui pelayanan perizinan untuk sertifikasi CPIB dengan nilai 81,77 dengan mutu
pelayanan A (sangat memuaskan), dan untuk Surat Keterangan Aktivasi Transmiter (SKAT) dengan nilai
81,69 dengan mutu pelayanan A (sangat memuaskan). Penilaian integritas KKP di tahun 2013 oleh KPK
mendapat nilai 7,12 meningkat dibanding tahun 2012 yang mendapat 6,68. Penilaian inisiatif anti korup-
si oleh KPK terus meningkat pada tahun 2010 nilainya 6,75, tahun 2011 nilai 6,63, tahun 2012 nilai 7,46
dan tahun 2013 nilai 7,6. Sebagai komitmen untuk mencegah dan memberantas praktek korupsi telah

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


11
tahun 2010-2014
dlaksanakan tindakan-tindakan antara lain (1) Pembentukan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) di lingkup KKP,
(2) Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), dan (3) Unit Layanan Pengadaan (ULP).

Menteri Kelautan dan Perikanan yang ditetapkan sebagai Ketua Tim Kerja Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi
telah melakukan Ground Breaking sampai tahun 2013 di KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai
investasi sekitar Rp28.113,5 miliar. Dalam perkembangan pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi terdapat
66 proyek yang telah dilakukan validasi, 54 proyek dalam proses validasi serta 88 proyek usulan baru
dengan total nilai investasi secara keseluruhan sebesar Rp108,69 triliun. Hasil validasi komitmen kegiatan
investasi SDM-IPTEK berupa dukungan penyediaan lapangan kerja dan kebutuhan tenaga kerja ber-
dasarkan jenis program di KE Sulawesi adalah sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri dari program akademi
komunitas, institut, politeknik dan sekolahtinggi, SMK, Universitas, serta program IPTEK. Sedangkan
dukungan konektivitas berupa infrastruktur bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, dan energi dengan
jumlah proyek sebanyak 141 proyek diindikasikasikan dengan nilai investasi sebesar Rp111, 92 triliun.
Pelaksanaan kegiatan ekonomi di KE Sulawesi sampai dengan tahun 2025 optimis dapat dilaksanakan.
Tahun 2013-2014 direncanakan akan dilaksanakan Ground Breaking untuk 22 kegiatan ekonomi dengan
nilai investasi sebesar Rp23,5 triliun.

Keberhasilan pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dicapai sampai tahun 2014 diharapkan
dapat menjadi fondasi yang kuat bagi pelaksanaan pembangunan periode berikutnya. Beberapa hal
yang telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat kelautan dan perikanan diharapkan
dapat dilanjutkan, seperti kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang ke depan perlu diperkuat
dengan penerapan konsep blue economy.

Dalam rangka menuju Indonesia sebagai negara maritim, ke depan perlu dikembangkan berbagai indi-
kator pembangunan yang terkait dengan kelautan, serta penyelesaian berbagai produk turunan dari un-
dang-undang yang telah diselesaikan. Sangat disadari masih terdapat permasalahan yang dihadapi dan
memerlukan upaya pemecahan yang berkesinambungan dan memerlukan sinergi antar sektor terkait,
terlebih dalam menghadapi Masyakat Ekonomi ASEAN 2015. Dengan kelembagaan dan dukungan SDM
yang telah dimiliki KKP sampai saat ini dan capaian kinerja organisasi yang telah dicapai, tentunya akan
mampu menghadapi tantangan pembangunan ke depan melalui peningkatan kualitas pelayanan publik
dan perumusan kebijakan yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

12 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
13
tahun 2010-2014
14 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I. 
Pendahuluan
Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 diarahkan untuk lebih memantapkan penataan
kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada
upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk
pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya saing
perekonomian.

Tujuan pembangunan Penguatan daya saing perekonomian tersebut, diantaranya


kelautan dan perikanan ditempuh melalui peningkatan pembangunan kelautan dan
2010-2014 mewujudkan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara
pengelolaan sumber daya terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan
kelautan dan perikanan dan teknologi. Pembangunan kelautan meliputi industri kelautan
yang bernilai tambah, seperti perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari,
berdaya saing tinggi, energi dan sumber daya mineral yang dikembangkan secara sinergi,
lestari untuk kesejahteraan optimal, dan berkelanjutan.
masyarakat.
Kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Tahun 2010-2014
disusun mengikuti arah dan kebijakan yang digariskan dalam RPJMN
2010-2014 dengan Visi Indonesia tahun 2014 yaitu Indonesia
yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan. Berbagai tantangan
pembangunan kelautan dan perikanan untuk mewujudkan
pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang memberikan
nilai tambah dan berdaya saing serta lestari menjadi landasan
penetapan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) Tahun 2010-2014.

Pelaksanaan Renstra KKP Tahun 2010-2014 diwujudkan melalui


program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan
yang dilaksanakan oleh KKP. Secara umum tingkat pencapaian
Pencapaian hasil hasil, dan kesesuaian arahan pencapaian visi, misi, dan sasaran
pembangunan kelautan dan perikanan telah sesuai dengan yang
pembangunan KP telah
telah ditetapkan di dalam Renstra KKP 2010-2014. Peranan sektor
sesuai dengan visi, misi,
kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional
serta sasaran Renstra ditandai dengan meningkatnya persentase pertumbuhan Produk
KKP 2010-2014. Domestik Bruto (PDB) perikanan, walaupun target pertumbuhan
PDB perikanan belum bisa dicapai namun PDB perikanan secara
signifikan mampu memberikan kontribusi kepada PDB Nasional.
Meningkatnya kapasitas sentra-sentra produksi kelautan dan
perikanan yang memiliki komoditas unggulan dapat tercapai
dengan meningkatnya produksi perikanan tangkap, perikanan
budidaya, dan garam rakyat. Dari sisi pendapatan para pelaku
usaha kelautan dan perikanan dicapai dengan meningkatnya
Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan walaupun secara target
belum memenuhi harapan sebagaimana tertuang di Renstra
KKP. Ketersediaan hasil kelautan dan perikanan dicapai dengan
meningkatnya konsumsi ikan per kapita. Meningkatnya branding

16 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
produk perikanan dan market share di pasar luar negeri ditandai
dengan makin meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan.
Meningkatnya mutu dan keamanan produk perikanan sesuai
standar ditandai dengan menurunnya jumlah kasus penolakan
ekspor hasil perikanan per negara mitra. Pengelolaan konservasi
kawasan secara berkelanjutan dicapai melalui bertambahnya luas
Kawasan Korservasi Perairan yang dikelola secara berkelanjutan.
Meningkatnya nilai ekonomi pulau-pulau kecil ditandai dengan
jumlah pulau-pulau kecil, termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
dikelola. Meningkatnya luas wilayah perairan Indonesia yang diawasi
dicapai melalui persentase wilayah perairan bebas illegal fishing dan
KKP satu-satunya
kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.
kementerian teknis yang
mendapatkan AKIP
Diusia kementerian kelautan dan perikanan yang baru mencapai
dengan nilai A
usia 15 tahun, sudah menghasilkan beberapa prestasi, pada tahun
2013 dan 2014 merupakan satu-satunya kementerian teknis yang
mendapatkan AKIP dengan nilai A. Keberhasilan ini merupakan salah
satu bukti strategis dan keseriusan dalam rangka pembangunan
sektor kelautan dan perikanan.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


17
tahun 2010-2014
18 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
BAB II
Arah Kebijakan Pembangunan
Kelautan Dan Perikanan
2010-2014

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


19
tahun 2010-2014
BAB II. 
Arah Kebijakan
Pembangunan Kelautan
dan Perikanan
2010-2014
Dalam melaksanakan tugas pembangunan yang tertuang pada
RPJMN 2010-2014 khususnya di bidang kelautan dan perikanan,
KKP berdasarkan Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan
Perikanan tahun 2010-2014 bertekad menjadi ujung tombak untuk
mewujudkan kesejahteraan para nelayan, pembudidaya ikan,
pengolah dan pemasar hasil perikanan serta masyarakat kelautan
dan perikanan lainnya.

Mempertimbangkan perubahan lingkungan strategis dalam


pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan
kelautan dan perikanan sejak tahun 2010 sampai tahun 2012,
KKP memandang perlu melakukan upaya terobosan yang bukan
merupakan upaya terpisah dari kebijakan lain atau kebijakan
sebelumnya, tetapi merupakan upaya terintegrasi yang saling
memperkuat dalam rangka percepatan pembangunan kelautan
KKP ujung tombak
dan perikanan, terutama untuk meningkatkan nilai tambah
mewujudkan
dan daya saing produk kelautan dan perikanan. Untuk itu, KKP
kesejahteraan nelayan,
mengembangkan industrialisasi kelautan dan perikanan yang
pembudidaya ikan,
dimulai sejak tahun 2012, dengan tujuan untuk meningkatkan
pengolah dan pemasar
kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan
hasil perikanan serta
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui
masyarakat kelautan dan
industrialisasi, para pelaku usaha perikanan mulai dari nelayan,
perikanan lainnya.
pembudidaya ikan, serta pengolah dan pemasar hasil perikanan
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan
daya saing, sekaligus membangun sistem produksi yang modern
dan terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Dengan demikian,
industrialisasi perikanan diharapkan mampu mengokohkan struktur
usaha perikanan nasional, yang membawa multiplier effect sebagai
prime mover perekonomian nasional.

Disamping itu, KKP sejak tahun 2012 telah melaksanakan beberapa


kebijakan baru yakni Program Peningkatan Kehidupan Nelayan
yang merupakan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) dan pengembangan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) di 3 Koridor Ekonomi yang terkait dengan sektor
kelautan dan perikanan.

Visi pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2010-2014 adalah


”Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang Berdaya Saing
dan Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Masyarakat”. Melalui

20 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
visi tersebut, diharapkan terwujudnya pengelolaan sumber daya
kelautan dan perikanan yang memberikan nilai tambah terhadap
produk kelautan dan perikanan sehingga memiliki daya saing
yang tinggi, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber
daya kelautan dan perikanan, yang pada gilirannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah (1)
meningkatnya Produksi dan Produktivitas Usaha Kelautan dan
Perikanan, (2) berkembangnya Diversifikasi dan Pangsa Pasar Produk
Hasil Kelautan dan Perikanan, dan (3) terwujudnya Pengelolaan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara Berkelanjutan.

Sementara itu sasaran strategis pembangunan kelautan dan


perikanan berdasarkan tujuan yang dicapai adalah (1) meningkatnya
peranan sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan
ekonomi nasional, (2) meningkatnya kapasitas sentra-sentra produksi
kelautan dan perikanan yang memiliki komoditas unggulan, (3)
meningkatnya pendapatan, (4) meningkatnya ketersediaan hasil
kelautan dan perikanan, (5) meningkatnya branding produk
perikanan dan market share di pasar luar negeri, (6) meningkatnya
mutu dan keamanan produk perikanan sesuai standar, (7)
terwujudnya pengelolaan konservasi kawasan secara berkelanjutan,
(8) meningkatnya nilai ekonomi pulau-pulau kecil, serta (9)
meningkatnya luas wilayah perairan Indonesia yang diawasi oleh
aparatur pengawas KKP.

Kerangka pencapaian tujuan RPJMN 2010-2014 merupakan


Renstra KKP Tahun penjabaran dari visi, misi, dan agenda pembangunan nasional,
2010-2014 penjabaran serta 11 (sebelas) prioritas pembangunan nasional, yakni (1)
RPJMN 2010-2014 reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3) kesehatan;
(4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6)
infrastruktur; (7) iklim investasi dan usaha; (8) energi; (9) lingkungan
hidup dan pengelolaan bencana; (10) daerah tertinggal, terdepan,
terluar, dan pasca konflik; serta (11) kebudayaan, kreativitas, dan
inovasi teknologi. RPJMN 2010-2014 kemudian dijabarkan dalam
Rencana Strategis KKP Tahun 2010-2014 (Renstra KKP) dengan 5
prioritas pembangunan nasional.

Arah kebijakan dan strategi KKP diimplementasikan dalam


keterkaitannya dengan 5 prioritas pembangunan nasional sebagai
berikut:

Prioritas ke-1 : Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan,


antara lain melalui peningkatan kinerja kementerian dalam
pelayanan publik, pengelolaan keuangan negara menuju opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), penataan organisasi, dan
peningkatan akuntabilitas kinerja aparatur dan instansi pemerintah.

Prioritas ke-4 : Penanggulangan Kemiskinan, yang dalam

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


21
tahun 2010-2014
implementasinya KKP memberikan kontribusi dalam menurunkan
tingkat kemiskinan nasional, pemberdayaan masyarakat dan
perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan
rendah, khususnya nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan
pemasar hasil kelautan dan perikanan, serta petambak garam
melalui perluasan jangkauan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan, Program
Peningkatan Kehidupan Nelayan (klaster 4), pengembangan
lembaga pembiayaan kelautan dan perikanan, peningkatan
kapasitas skala usaha dan kewirausahaan menjadi usaha yang
bankable.

Prioritas ke-5 : Ketahanan Pangan, untuk meningkatkan ketahanan


Arah kebijakan dan
pangan nasional dan melanjutkan revitalisasi perikanan dalam
strategi KKP terkait
mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan produksi,
dengan 5 prioritas
peningkatan daya saing dan nilai tambah produk perikanan
pembangunan nasional
dilaksanakan melalui pengembangan industrialisasi kelautan dan
perikanan, pengembangan kawasan minapolitan, peningkatan
konsumsi ikan per kapita.

Prioritas ke-9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana,


melalui pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan pemanfaatan
lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang keberlanjutan,
disertai penguasaan dan pengelolaan risiko bencana melalui
pengembangan kapasitas SDM dan riset tentang perubahan iklim
dan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan laut.

Prioritas ke-10 : Pembangunan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar,


dan Pasca Konflik, yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi di daerah tertinggal dan terdepan/terluar, serta
keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pasca-konflik yang
diimplementasikan melalui pengelolaan/pemberdayaan pulau-pulau
terluar dan pengembangan ekonomi alternatif berbasis sumber
Strategi pembangunan daya kelautan dan perikanan.
KP melalui pendekatan
pro-poor, pro-job, pro- Disamping itu, dalam rangka mendukung pelaksanaan strategi
growth, pembangunan nasional dilakukan melalui pendekatan : (1) pro-
pro-environment poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat
pelaku usaha kelautan dan perikanan, (2) pro-job dilakukan melalui
optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang belum
tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan
tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja
diiringi dengan dukungan pengembangan akses terhadap modal
dan kepastian berusaha, (3) pro-growth dilakukan untuk mewujudkan
pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan sebagai pilar ketahanan
ekonomi nasional melalui transformasi pelaku ekonomi kelautan
dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha
modern, melalui berbagai dukungan pengembangan infrastruktur,
industrialisasi dan modernisasi, dan (4) pro-environment dilakukan

22 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan,
pesisir, dan pulau-pulau kecil, serta mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim.

Dalam rangka mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan


(sustainable growth) berdasarkan ekuitas, KKP
mengimplementasikan prinsip-prinsip blue economy dalam
pembangunan kelautan dan perikanan untuk mengelola dan
melestarikan sumber daya kelautan dan perikanan secara
berkelanjutan melalui penggunaan sumber daya kelautan
dan perikanan secara efisien dan tidak merusak lingkungan,
mensinergikan pengelolaan ekosistem laut dengan ketahanan
pangan, strategi pembangunan ekonomi dan sosial serta transisi
ekonomi, pasar, industri dan masyarakat menuju pola yang lebih
berkelanjutan.

Menjabarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional


yang terkait dengan pembangunan kelautan dan perikanan, maka
arah kebijakan KKP adalah : (1) peningkatan produktivitas, efisiensi,
dan nilai tambah produk, (2) pengembangan dan pengawasan
sistem jaminan mutu dan traceability (penelusuran) produk hasil
perikanan dan jaminan ketersediaan bahan baku industri, (3)
konservasi dan rehabilitasi sumber daya kelautan dan perikanan
serta pengelolaan pulau-pulau kecil dan upaya adaptasi dan
Strategi mitigasi bencana dan perubahan iklim untuk wilayah pesisir dan
pengembangan pulau-pulau kecil, (4) pengawasan pemanfaatan sumber daya
kawasan melalui kelautan dan perikanan, (5) pengembangan sumber daya manusia
minapolitan dan dan iptek kelautan dan perikanan, (6) peningkatan kesejahteraan
pengembangan nelayan dan masyarakat perikanan dengan fokus pada Program
ekonomi regional Peningkatan Kehidupan Nelayan, serta (7) percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi sektor kelautan dan perikanan, terutama di
Koridor Ekonomi Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua.

Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan arah kebijakan nasional


dan KKP sebagaimana tersebut di atas adalah melalui :

Pengembangan Kawasan

a. Minapolitan

Minapolitan merupakan upaya percepatan pengembangan


pembangunan kelautan dan perikanan di sentra-
sentra produksi perikanan yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Pengembangan minapolitan bertujuan
untuk (1) meningkatkan produksi perikanan, produktivitas
usaha, dan meningkatkan kualitas produk kelautan
dan perikanan, (2) meningkatkan pendapatan nelayan,
pembudidaya dan pengolah ikan yang adil dan merata,
serta (3) mengembangkan kawasan minapolitan sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra
produksi perikanan sebagai penggerak ekonomi rakyat.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


23
tahun 2010-2014
Adapun sasaran pengembangan minapolitan adalah (1)
ekonomi rumah tangga masyarakat kelautan dan perikanan
skala kecil makin kuat, (2) usaha kelautan dan perikanan
kelas menengah ke atas makin bertambah dan berdaya
saing tinggi, serta (3) sektor kelautan dan perikanan
menjadi penggerak ekonomi nasional.

b. Pengembangan Ekonomi Regional

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 tentang


Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025, terdapat 6
(enam) Koridor Ekonomi (KE) yang dikembangkan, yakni
KE Sumatera, KE Jawa, KE Kalimantan, KE Sulawesi, KE Bali-
Nusa Tenggara, dan KE Papua-Kepulauan Maluku.

Pelaksanaan MP3EI dikoordinasikan oleh Komite


Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (KP3EI), yang diketuai oleh Presiden R.I., dengan
Ketua Harian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
KP3EI dibantu oleh Tim Kerja, yang terdiri dari Tim Kerja
Regulasi, Tim Kerja Konektivitas, Tim Kerja SDM dan Iptek,
serta 6 (enam) Tim Kerja Koridor Ekonomi.

Strategi Penguatan Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang


Perekonomian selaku Ketua Harian Komite Percepatan
Kelembagaan, SDM
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI)
dan Iptek melalui No. 35/M.EKON/08/2011 tentang Tim Kerja pada KP3EI,
peningkatan kapasitas Menteri Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai Ketua
KUKP, SDM, dan Tim Kerja Koridor Ekonomi Sulawesi, dimana Koridor
penguasaan Iptek Ekonomi Sulawesi mengembangkan 5 kegiatan ekonomi
utama, yakni pangan, kakao, perikanan, migas, dan nikel.

Kegiatan kelautan dan perikanan tahun 2012-2014 mengisi


pengembangan KE Sulawesi, KE Bali-Nusa Tenggara, dan
KE Papua-Kepulauan Maluku. Beberapa kegiatan yang
dikembangkan antara lain pengembangan prasarana
pelabuhan perikanan, industri rumput laut, industri
pengolahan ikan, budidaya ikan dan rumput laut, dll.

Penguatan Kelembagaan, SDM dan Iptek

Keberadaan kelompok masyarakat di bidang budidaya,


penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan kelompok
pengawasan memberikan keuntungan bagi anggota kelompoknya.
Melalui kelompok terjadi interaksi antar anggota untuk saling
tukar pengalaman dan menumbuhkan kesadaran bersama untuk
menguatkan posisi tawar, serta kemudahan dalam pembinaan,
penyampaian informasi, dan diseminasi teknologi. Kelompok-
kelompok yang sudah terbentuk, seperti Pokdakan (kelompok
pembudidaya ikan), KUB (Kelompok Usaha Bersama) penangkapan
ikan, KUGAR (Kelompok Usaha Garam Rakyat), Pokmaswas
(Kelompok Masyarakat Pengawas), dan Pokmas (Kelompok

24 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Masyarakat) pengelola terumbu karang, terus diupayakan
keberadaannya dan ditingkatkan kapasitasnya, sedangkan
kelompok-kelompok baru terus ditumbuhkan.

Selain penguatan kelembagaan kelompok masyarakat, diperlukan


pula penguatan kelembagaan birokrasi pelaksana pembangunan
kelautan dan perikanan, baik di pusat maupun di daerah. Kondisi ini
diharapkan dapat mewujudkan kelembagaan birokrasi yang efektif
dan efisien dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama
peningkatan kualitas pelayanan publik.

Penguatan SDM KP diterjemahkan sebagai upaya peningkatan


kapasitas SDM KP yang dilakukan melalui kegiatan pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan/pendampingan. Sasaran upaya ini
adalah masyarakat pelaku kegiatan (pelaku utama dan pelaku
usaha) di bidang kelautan dan perikanan serta aparatur yang
memfasilitasi pembangunan sektor kelautan dan perikanan.
Kapasitas yang diberikan merupakan penerjemahan ilmu
pengetahuan dan teknologi terekomendasi ke dalam tataran
praktis yang berimplikasi pada peningkatan kualitas dan kuantitas
kegiatan usaha dan produksi di sektor kelautan dan perikanan.
Pendekatan pelaksanaannya dilakukan melalui 2 metode, yaitu
pendekatan jangka pendek dan pendekatan jangka panjang.
Pendekatan jangka pendek diarahkan melalui kegiatan pelatihan
KP, untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan teknis para
pelaku utama dan penyuluhan KP, sebagai upaya pendampingan
yang dilakukan oleh para penyuluh perikanan agar para pelaku
dapat melakukan kegiatan usahanya secara baik dan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan produksi dan kesejahteraannya,
serta kegiatan pendidikan yang bersifat non formal yaitu community
collage dan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan (Paket
Kejarikan). Sedangkan pendekatan jangka panjang dilakukan melalui
pendidikan formal yang menghasilkan lulusan terdidik kompeten
yang mengisi kebutuhan SDM pelaku kegiatan usaha di bidang
kelautan dan perikanan.

Selanjutnya, penguatan dan penguasaan Iptek pada kegiatan usaha


masyarakat (penangkapan dan pembudidayaan ikan, pengolahan
produk perikanan serta pemasarannya), pengelolaan sumber
daya perikanan, dan pemanfaatan sumber daya baru ekonomi
kelautan (farmasetika laut, energi laut, air laut dalam, garam dan
produk turunannya), serta pengelolaan mitigasi terhadap bencana
laut untuk meminimalkan dampak bencana terhadap masyarakat
pesisir beserta aktivitasnya menjadi suatu kebutuhan dalam rangka
mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang maju dan
mandiri serta sejahtera.

Peran penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan


dalam penguatan dan penguasaan iptek di masyarakat adalah
dengan menyediakan data dan informasi, produk-produk biologi

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


25
tahun 2010-2014
unggul (calon induk dan benih unggul, vaksin, probiotik, dsb), paket
teknologi, rekomendasi, dan penerapan pengembangan kawasan
yang diimplementasikan dalam bentuk teknologi tepat guna yang
inovatif dan adaptif, serta model penerapan iptek di masyarakat.
Dalam konteks skala dan pelaku ekonomi yang lebih luas penerapan
iptek yang inovatif dan adaptif ditujukan untuk mendorong aktivitas
ekonomi berbasis dan berorientasi laut dan perikanan, berdasarkan
optimalisasi modal sosial masyarakat terutama kearifan lokal,
efisiensi pemanfaatan sumberdaya untuk meminimalisasi limbah
serta pengembangan sektor riil yang inovatif untuk kesejahteraan,
pertumbuhan ekonomi dan kelestarian ekosistem.

Pemberdayaan dan Kewirausahaan

Pemberdayaan masyarakat merupakan perwujudan komitmen KKP


dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan. Kegiatan
pemberdayaan masyarakat di lingkungan KKP dilaksanakan melalui :

a. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)


Mandiri Kelautan dan Perikanan

PNPM Mandiri KP dilaksanakan melalui tiga komponen


yaitu Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP),
Strategi Pemberdayaan Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan
dan Kewirausahaan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).
melalui PNPM
Mandiri KP, PKN dan Melalui pelaksanaan PNPM Mandiri KP diharapkan
penumbuhan jiwa diperoleh keluaran berupa tersalurkannya Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM) kepada KUKP, dan
entrepreneurship.
terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan
kelembagaan KUKP melalui sosialisasi, pelatihan, dan
pendampingan, sedangkan hasil yang dicapai adalah
meningkatnya produksi, pendapatan, dan penumbuhan
wirausaha kelautan dan perikanan serta meningkatnya
kualitas lingkungan di dalam kelompok mandiri.

b. Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN)

Sejak tahun 2012, Pemerintah telah menetapkan kebijakan


baru yakni penerapan Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI).
Salah satu program terkait dengan KKP yang mengisi
MP3KI adalah Program Peningkatan Kehidupan Nelayan
(PKN) yang merupakan bagian dari program-program
pro rakyat/klaster 4. Untuk mengoordinasikan Program
PKN, berdasarkan Keputusan Presiden No. 10 Tahun
2011, tanggal 15 April 2011, tentang Tim Koordinasi
Peningkatan dan Perluasan Program Pro-rakyat, Menteri
Kelautan dan Perikanan telah ditunjuk sebagai Ketua
Kelompok Kerja Program PKN yang mengoordinasikan 12
K/L terkait, yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Koperasi dan UKM, Kementerian Pendidikan dan

26 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Kebudayaan, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Pertanahan
Nasional, Badan Pusat Statistik, Bappenas, Kementerian
ESDM, dll.

Dalam kaitan ini, Presiden R.I. telah mengarahkan secara


spesifik untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui
pembuatan rumah sangat murah, pemberian pekerjaan
alternatif dan tambahan bagi keluarga nelayan, skema
UMK dan KUR, pembangunan SPBU solar, pembangunan
cold storage, angkutan umum murah, fasilitas sekolah dan
puskesmas, dan fasilitas ‘bank rakyat’.

Sementara itu dalam rangka pengembangan kewirausahaan


dan peningkatan skala usaha (entrepreneurship), pelaksanaanya
dilakukan melalui upaya membangun kepercayaan (trust building)
bagi para pelaku, yakni nelayan, pembudidaya ikan, pengolah dan
pemasar ikan. Jiwa entrepreneurship para pelaku tersebut dibangun
agar para pelaku dapat memanfaatkan fasilitas guna memperlancar
pengelolaan usaha, baik yang diperoleh melalui kredit maupun
Industrialisasi KP: melalui program-program pembinaan yang dilakukan oleh
integrasi sistem pemerintah.
produksi, meningkatkan
volume dan kualitas Pengembangan kewirausahaan dilakukan dalam rangka penciptaan
produksi, produktivitas, lapangan usaha di sektor kelautan dan perikanan bagi sarjana
daya saing, dan terdidik yang masih menganggur. KKP melakukan pembekalan dan
nilai tambah secara motivasi dilanjutkan dengan pelatihan/magang mengenai budidaya
berkelanjutan perikanan, penangkapan, pengolahan dan pemasaran serta
pembuatan proposal.

Industrialisasi Kelautan dan Perikanan


Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah integrasi sistem
produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan skala dan kualitas
produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumberdaya
kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Tujuannya adalah
terwujudnya percepatan pendapatan pembudidaya, nelayan,
pengolah, pemasar, dan petambak garam. Sasaran yang dicapai
adalah meningkatnya skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya
saing, dan nilai tambah.

Langkah operasional pengembangan industrialisasi kelautan dan


perikanan dijabarkan lebih lanjut dalam peta jalan (roadmap)
industrialisasi kelautan dan perikanan tahun 2013-2014 untuk setiap
komoditas dan lokasi prioritas.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


27
tahun 2010-2014
28 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
BAB III
Hasil Pembangunan
Kelautan dan Perikanan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


29
tahun 2010-2014
BAB III. 
Hasil Pembangunan
Kelautan dan Perikanan
2010-2014

A.  Capaian Indikator Kinerja Utama KKP

1)  Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan


Pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan terdiri atas tiga
indikator yakni pertumbuhan PDB perikanan, produksi kelautan dan
perikanan serta nilai tukar nelayan.
Tabel 1.  Capaian PDB, Produksi dan NTN Tahun 2010-2014

No. Indikator Kinerja Utama 2010 2011 2012 2013* 2014**


1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 6,2 7,0 6,5 6,90 7,00
Perikanan (%/thn)
2. Produksi kelautan dan Perikanan (juta ton) 11,66 13,64 15,50 19,17 19,50
• Perikanan tangkap 5,38 5,71 5,83 5,86 6,05
• Perikanan budidaya 6,28 7,93 9,67 13,31 13,45
Garam rakyat - - 2,02 1,04 2,50
3. Nilai Tukar Nelayan/Pembudidaya Ikan 105,56 106,24 105,37 105,48 104/102

*) Angka sementara
**) Angka target 1) Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan

Pertumbuhan PDB Perikanan pada tahun 2013 sebesar 6,9%,


lebih tinggi dari pertumbuhan PDB Nasional yang besarnya
5,8% dan pertumbuhan PDB Pertanian dalam arti luas yang
besarnya hanya 3,5%. Apabila dilihat dari economic size-
nya, PDB Perikanan tahun 2013 mencapai Rp291,79 triliun.
Angka ini belum termasuk PDB dari industri pengolahan
dan kegiatan perikanan lainnya di sektor hilir. Sementara
itu PDB Perikanan tahun 2014 triwulan II mencapai Rp82,3
triliun atau naik 16,25% dibandingkan dengan PDB
Perikanan tahun 2013 triwulan II yang besarnya Rp70,76
triliun.

30 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
PDB
Perikanan
2013

6,9%

Gambar 1.  Grafik Pertumbuhan PDB Perikanan Tahun 2010-2013

2) Produksi Kelautan dan Perikanan

a. Produksi perikanan

Pada periode 2010-2013 terjadi peningkatan produksi


perikanan sebesar 18,10% per tahun, yakni dari 11,66 juta
ton pada tahun 2010 menjadi 19,17 juta ton pada tahun
2013, yang didominasi oleh perikanan budidaya, dimana
perikanan budidaya menyumbang 69,53% dan perikanan
tangkap sebesar 30,57%.

Satuan : Ton

Tahun
Rincian
2010 2011 2012 2013*) 2014**)
Total 11.662.342 13.643.234 15.504.747 19.177.008 19.499.206
Perikanan Tangkap 5.384.418 5.714.271 5.829.194 5.863.170 6.050.000
·   Perikanan Laut 5.039.446 5.345.729 5.435.633 5.458.490 5.644.160
·   Perairan Umum 344.972 368.542 393.561 404.680 405.840
Perikanan Budidaya 6.277.924 7.928.963 9.675.553 13.313.838 13.449.206
·   Budidaya Laut 3.514.702 4.605.827 5.769.737 8.379.055 8.118.650
·   Budidaya Payau 1.416.038 1.602.748 1.756.799 2.346.752 2.618.200
·   Budidaya Tawar 1.347.184 1.720.388 2.149.016 2.588.031 2.712.356

*) Angka sementara
**) Angka Target

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


31
tahun 2010-2014
Produksi
perikanan
2010-2013


18,10%

Gambar 2.  Grafik Produksi Perikanan Tahun 2010-2013

Perikanan Tangkap

Produksi
perikanan Produksi perikanan tangkap tahun 2013 sebesar 5.863.170 ton
tangkap tahun terdiri dari produksi perikanan tangkap di laut sebesar 5.458.490
2013 sebesar 5,8 ton (93,10%) dan perairan umum daratan sebesar 404.680 ton
juta ton dengan (6,90%) dengan laju kenaikan rata-rata sejak tahun 2010-2013
laju kenaikan mencapai 2,90% per tahun. Peningkatan volume produksi diiringi
rata-rata 2010- oleh peningkatan nilai produksi sampai dengan tahun 2013
2013 sebesar mencapai Rp85,12 triliun dengan kenaikan rata-rata dari tahun
2,90% per tahun 2010-2013 sebesar 12,68%. Jika dibandingkan pertumbuhan
volume produksi terhadap nilai sejak tahun 2010-2013, maka
pertumbuhan nilai lebih tinggi dari pada pertumbuhan volume.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara umum komoditas
perikanan tangkap mengalami peningkatan kualitas yang
selanjutnya menyebabkan kenaikan harga.

*) Angka target

Gambar 3.  Produksi Total Perikanan Tangkap Tahun 2010-2014

32 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 4.  Grafik Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2010-2013 menurut
Perairan

Meningkatnya volume produksi perikanan tangkap, pada


dasarnya didorong oleh semakin tertib dan berkualitasnya
pendataan statistik perikanan tangkap, disamping kegiatan
dalam rangka pemulihan sumber daya ikan dan lingkungannya
melalui pemacuan stok dan penyediaan rumah ikan serta
Volume produksi
program lain yang mendukung peningkatan upaya penangkapan
perikanan tangkap
seperti pengembangan sarana (penyediaan kapal Inka Mina)
meningkat didorong
dan prasarana (pembangunan/pengembangan pelabuhan
oleh makin tertib
perikanan). Sejalan dengan hal ini upaya-upaya tersebut
dan berkualitasnya
didukung pula oleh regulasi yang mewajibkan kapal-kapal
pendataan statistik,
perikanan mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan
pemacuan stok dan
perikanan, implementasi log book dan penerapan sertifikasi hasil
penyediaan rumah
tangkapan ikan.
ikan dan sarana
(Program Kapal Inka Peningkatan volume produksi perikanan ini juga tidak terlepas
Mina) dan prasarana dari dukungan pengawasan terhadap upaya pencegahan praktek
(pembangunan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) dan
pelabuhan perikanan) kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan,
melalui serangkaian kegiatan diantaranya operasi kapal
pengawas yang semakin meningkat dilanjuti dengan penegakan
hukumnya. Saat ini upaya pengelolaan penangkapan ikan di laut
lebih diarahkan pada pengendalian dan penataan faktor produksi
untuk menghasilkan pemanfaatan yang berkesinambungan.
Meskipun demikian, peningkatan produksi perikanan tangkap
masih dapat dilakukan di perairan umum daratan melalui
pengembangan Culture Based Fisheries (perikanan tangkap
berbasis budidaya). Pertumbuhan penangkapan ikan di laut
disamping dibatasi karena faktor tingkat pemanfaatan yang
sudah mendekati Maximum Sustainable Yield (MSY), juga
dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim serta peraturan
perundangan yang berlaku di Regional Fisheries Management
Organization (RFMO).

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


33
tahun 2010-2014
Perikanan Budidaya
Produksi perikanan budidaya Tahun 2010-2013 memperlihatkan
Produksi perikanan kecenderungan positif yaitu mengalami peningkatan dengan
budidaya tahun 2013 kenaikan rata-rata pertahun mencapai 29,9%. Realisasi
sebesar 13,31 juta ton pencapaian produksi terbesar yaitu pada jenis budidaya air
dengan laju kenaikan payau dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 48,08%,
rata-rata 2010-2013 disusul oleh budidaya air tawar dengan rata-rata kenaikan per
sebesar 28,64% tahun sebesar 45,11% dan budidaya laut dengan rata-rata
kenaikan per tahun sebesar 23,38%.

Tabel 2.  Produksi Perikanan Budidaya Berdasarkan Jenis Budidaya (ton)

Kenaikan rata-rata
Jenis Budidaya 2010 2011 2012 2013* 2014
2010 - 2013
Total Produksi 6.277.924 7.928.963 9.675.553 13.313.838 6.158.770 28,64
Air Tawar 2.347.184 1.720.388 2.149.017 2.588.031 1.035.235 24,35
Air Payau 1.416.038 1.602.748 1.756.799 2.346.752 1.462.903 18,79
Laut 3.514.702 4.605.827 5.769.737 8.379.055 3.660.632 33,85
*) Angka sementara
**) Semester I
Peningkatan produksi perikanan budidaya 2010–2013 yang
mencapai kenaikan rata-rata per tahun sebesar 28,64% atau
total produksi naik sebesar 247,64% merupakan salah satu
keberhasilan pembangunan perikanan budidaya yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah dan rakyat khususnya stakeholder
perikanan budidaya. Disamping itu, hal ini membuktikan bahwa
berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan
oleh pemerintah selama kurun waktu tersebut telah berhasil
memberikan daya ungkit pengembangan usaha perikanan
Tahun 2011 Indonesia budidaya di Indonesia.
menempatkan diri Pencapaian produksi perikanan budidaya di Indonesia pada
sebagai produsen tahun 2011 yang sebesar 7,9 juta ton (dengan rumput laut) telah
perikanan budidaya menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan budidaya
ke-2 terbesar di dunia ke-2 terbesar di dunia dibawah Tiongkok dan memberikan
dibawah Tiongkok dan kontribusi terhadap total produksi perikanan dunia sebesar
berkontribusi terhadap 10,69% (Fishstat FAO, 2014). Dengan pencapaian produksi
total produksi perikanan sebesar 13,3 juta ton pada Tahun 2013 maka dapat diperkirakan
dunia sebesar 10,69% bahwa kontribusi Indonesia terhadap produksi perikanan
budidaya dunia akan semakin besar.

34 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Tabel 3.  Capaian Volume Produksi Perikanan Budidaya per Jenis Komoditas Tahun 2010-2013 (ton)

2010 2011 2012 2013* 2014** Kenaikan


rata-rata
No Komoditas
Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian 2010-2013
(%)

1 Udang 400.300 380.972 460.000 372.577 529.000 415.703 608.000 639.589 713.000 236.153 32,20

- Windu 109.140 125.519 115.720 126.157 128.700 117.888 158.000 178.583 188.000 54.279 30,04

- Vanamae 291.160 206.578 344.280 246.420 400.300 251.763 450.000 386.314 450.000 160.726 32,85

- Udang lainnya -  48.875 -  - -  46.052 -  74.692 75.000 21.148 -

2 Rumput Laut 2.672.800 3.915.017 3.504.200 5.170.201 5.100.000 6.514.854 6.500.000 9.298.474 8.777.600 4.384.396 33,86

3 Nila 491.800 464.191 639.300 567.078 850.000 695.063 1.200.000 909.016 1.100.000 376.262 36,16

4 Patin 225.000 147.888 383.000 229.267 651.000 347.000 750.000 410.684 500.000 174.597 46,07

5 Lele 270.600 242.811 366.000 337.577 495.000 441.217 700.000 543.461 639.206 264.232 37,49

6 Mas 267.100 282.695 280.400 332.206 300.000 374.366 500.000 412.736 400.000 179.904 29,78

7 Gurame 40.300 56.889 42.300 64.252 44.400 84.681 125.000 94.605 120.000 49.165 31,07

8 Kakap 5.000 5.738 5.500 5.236 6.500 6.198 7.000 6.735 8.400 2.752 30,96

9 Kerapu 7.000 10.398 9.000 10.580 11.000 11.950 11.000 18.864 20.000 6.954 36,18

10 Bandeng 349.600 421.757 419.000 467.449 503.400 518.939 700.000 626.878 750.000 293.017 33,63

11 Lainnya 646.700 349.567 738.800 372.540 925.400 265.561 531.122 352.795 421.000 191.338 31,18

JUMLAH 5.376.200 6.277.923 6.847.500 7.928.963 9.415.700 9.675.533 11.632.122 13.313.838 13.449.206 6.158.770 35,61

Udang
Produksi udang nasional pada Tahun 2010-2013 mengalami
kenaikan rata-rata sebesar 21,08% per tahun, hal ini juga yang
juga diikuti dengan peningkatan nilai produksi dengan kenaikan
rata-rata sebesar 62,90% per tahun. Rata-rata kenaikan nilai
produksi per tahun yang lebih besar dibandingkan dengan
rata-rata peningkatan volume produksi menunjukkan bahwa
permintaan terhadap komoditas udang masih lebih tinggi
dibandingkan dengan penawaran. Hal ini menunjukan bahwa
udang merupakan komoditas yang memiliki nilai tambah yang
cukup besar dan masih merupakan produk yang dinilai prestisius.
Nilai produksi udang tertinggi terjadi pada tahun 2013, hal ini
diduga akibat terjadinya kekurangan pasokan udang ke pasar
dunia akibat mewabah penyakit udang di beberapa negara
penghasil utama udang.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


35
tahun 2010-2014
Gambar 5.  Volume dan Nilai Produksi Udang Tahun 2010 s.d Semester I
Tahun 2014 (Data 2014 merupakan angka sementara)

Jika dikaitkan total produksi udang Indonesia terhadap total


produksi udang dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012
Indonesia menempati urutan ke-4 (empat) terbesar sebagai
penghasil produk udang dengan memberikan kontribusi sekitar
8,51 % terhadap total produksi udang dunia yang sebesar
4.885.503 ton. Posisi Indonesia tersebut masih jauh dibawah
Tiongkok yang memberikan kontribusi sebesar 42,57%, disusul
Thailand sebesar 12,76% dan Vietnam sebesar 10,24 % (Fishstat
FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya 2013).

Pada tahun 2013 capaian produksi udang mampu melampaui


Produksi Udang
target tahunan sebesar 101,88%, yang diikuti oleh capaian
2010-2013
nilai produksi sebesar 187,39% dari target pada tahun yang


sama. Tercapainya target volume pada tahun 2013 antara lain
disebabkan kembalinya minat masyarakat dalam berbudidaya
udang yang antara lain disebabkan: (i) adanya kebijakan strategis
pemerintah dalam meningkatkan kinerja pembudidayaan
udang, diantaranya adalah industrialisasi udang dan revitalisasi

21,08% tambak di beberapa daerah; (ii) tingginya harga udang akibat


melemahnya nilai rupiah terhadap dollar AS; (iii) mewabahnya
penyakit EMS (Early Mortality Syndrome) pada beberapa
produsen utama udang seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan
Mexico yang menyebabkan kurangnya pasokan udang ke pasar
dunia. Kondisi ini tentunya menjadi peluang emas bagi Indonesia
untuk merebut pasar udang dunia, ini mengingat Indonesia
hingga saat ini menjadi satu-satunya produsen yang terbebas
dari wabah EMS sebagai dampak atas penerapan sistem
kesehatan ikan dan lingkungan yang baik selama ini.

Langkah nyata yang dilakukan dalam upaya peningkatan


kinerja produksi udang adalah (i) pengembangan percontohan
usaha budidaya (demfarm) sebagai upaya memperkenalkan
model pengelolaan budidaya yang baik dan memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi, sehingga dapat mengembalikan minat
masyarakat untuk kembali berbudidaya udang; (ii) rehabilitasi
saluran dan infrastruktur tambak untuk memenuhi standar
kelayakan teknis teknologi budidaya yang direncanakan; (iii)

36 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
bantuan sarana budidaya udang yang merupakan stimulus
bagi pembudidaya untuk menaikan tingkat teknologi budidaya
udang yang digunakan; (iv) melakukan berbagai kerja sama lintas
sektoral dan stakeholders lain untuk mempermudah akses baik
infrastruktur, sarana dan prasarana budidaya, serta akses pasar
dan permodalan; (v) pengembangan pola budidaya berbasis
manajemen kawasan/klaster; (vi) penguatan kelembagaan
dan pengembangan kemitraan usaha; (vii) peningkatan input
teknologi budidaya yang aplikatif, efektif dan efisien berbasis
wawasan lingkungan; (viii) pendampingan teknologi secara
intensif terhadap pelaku usaha budidaya udang.

Capaian produksi udang selama kurun waktu tahun 2010 –2012


masih dibawah target tahunan dengan rata-rata pencapaian
sebesar 89,6%. Tidak tercapainya target produksi udang
pada kurun waktu Tahun 2010 –2012 disebabkan oleh masih
mewabahnya serangan penyakit yaitu WSSV, TSV, IMNV dan
IHHNV disamping terjadinya degradasi lahan (penurunan
daya dukung lahan) pada beberapa kawasan yang sering
menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Hal ini menyebabkan
banyak tambak yang menjadi idle (tidak operasional) karena
adanya kekhawatiran pembudidaya untuk kembali berbudidaya
udang.

Kerapu
Kecenderungan peningkatan produksi ikan kerapu dari Tahun
2010-2013 menunjukkan kinerja yang cukup baik ditandai
dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun sebesar 24,19%.
Begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu
yang sama menunjukan peningkatan yang positif dengan rata-
rata kenaikan per tahun sebesar 23,41%. Dengan melihat capaian
pada Semester I Tahun 2014 sebesar 52,68% dari target, maka
produksi kerapu diprediksikan akan tercapai pada akhir Tahun
2014.

Gambar 6.  Volume dan Nilai Produksi Kerapu Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


37
tahun 2010-2014
Pencapaian volume dan nilai produksi yang cukup baik ini
dikarenakan (i) tersedianya benih ikan kerapu yang bermutu
dengan jumlah yang memadai dari berbagai panti pembenihan
baik dari unit pelaksana teknis pemerintah (pusat dan daerah)
Produksi Kerapu dan juga dari unit pembenihan skala rumah tangga; dan (ii)
2010-2013 adanya jaminan kemudahan pemasaran dengan harga yang
cukup tinggi.

 Pada tahun 2012, perbandingan total produksi ikan kerapu


nasional terhadap total produksi ikan kerapu dunia bahwa
Indonesia menempati urutan ke-2 terbesar sebagai penghasil
produk ikan kerapu dengan memberikan kontribusi sekitar
24,19% 31,90% terhadap total produksi ikan kerapu dunia (37.466
ton). Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Tiongkok yang
memberikan kontribusi sebesar 59,87%. (sumber Fishstat FAO
Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013)

Dalam upaya pengembangan kerapu kedepan, perlu ada upaya-


upaya maksimal terutama: (i) mendorong pengembangan jenis
ikan kerapu selain kerapu bebek khususnya pengembangan ikan
kerapu macan, (ii) penyediaan induk dan benih berkualitas, serta
(iii) melakukan ekpansi pasar tujuan ekspor selain Tiongkok dan
Hongkong.

Kakap
Capaian produksi ikan kakap dari Tahun 2010–2013 menunjukkan
rata-rata peningkatan per tahun sebesar 6,1%. Begitu juga
dengan angka nilai produksi selama kurun waktu yang sama
menunjukan trend yang positif dengan rata-rata kenaikan per
tahun sebesar 13,73%. Dilihat dari perbandingan antara capaian
dengan target tahunan menunjukkan kinerja yang fluktuatif.
Hal ini antara lain lebih disebabkan fenomena bahwa saat ini
aktivitas usaha budidaya ikan kakap masih belum memasyarakat
dan secara umum didominasi oleh beberapa perusahaan
sehubungan nilai investasi yang besar.

Gambar 7.  Volume dan Nilai Produksi Kakap Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

38 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Perbandingan produksi ikan kakap nasional terhadap total
produksi ikan kakap dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun
2012 Indonesia menempati urutan ke-4 (empat) terbesar
Produksi Kakap sebagai penghasil ikan kakap dengan memberikan kontribusi
2010-2013 sekitar 8,22% terhadap total produksi ikan kakap dunia (75.406
ton). Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Taiwan yang


memberikan kontribusi sebesar (34,68%), disusul Malaysia
sebesar (26,64%), dan Thailand (22,74%) (Fishstat FAO, Maret
2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).

Prospek pasar ikan kakap baik ekspor maupun dalam negeri yang

6,1% semakin menjanjikan, diharapkan mendorong tumbuhnya usaha


budidaya ikan kakap di beberapa daerah. Disisi lain, kebijakan
dalam mendorong transformasi teknologi untuk pengembangan
komoditas budidaya laut potensial seperti ikan kakap terus
dilakukan yaitu melalui pengembangan marikultur.

Bandeng
Rata-rata kenaikan produksi bandeng dari Tahun 2010–2013
sebesar 14,22%. Begitu juga dengan angka nilai produksi
selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang positif
dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 27,19%. Pencapaian
ini antara lain disebabkan harga pasar yang cukup baik serta
adanya berbagai teknologi diversifikasi olahan bandeng yang
menyebabkan minat masyarakat akan produk bandeng tetap
tinggi.

Pada tahun 2012 Indonesia mampu menjadi produsen bandeng


terbesar dunia dengan kontribusi sebesar 52,99% disusul
Philipina dengan kontribusi sebesar 39,49% (Fishstat FAO,
Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Produksi bandeng di dunia tahun 2012 sebesar 979.267 ton.

Gambar 8.  Produksi dan Nilai Produksi Bandeng Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

Tidak tercapainnya target volume dan nilai produksi bandeng


pada tahun 2013 dikarenakan secara umum pelaku usaha masih
menghadapi beberapa tantangan dan permasalahan khususnya
terkait penyediaan benih bandeng. Permasalahan-permasalahan
tersebut antara lain adalah: 1) kurang tersedianya benih bandeng

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


39
tahun 2010-2014
yang bermutu yang antara lain disebabkan sebagian besar benih
bandeng diekspor ke negara lain seperti Philipina dan Malaysia;
2) hatchery benih bandeng sebagian besar ada di Provinsi Bali,
hal ini diduga dapat menyebabkan terhambatnya pemenuhan
kebutuhan benih bandeng di provinsi lain; dan 3) kebutuhan
induk bandeng masih dipenuhi dari alam, belum ada broodstock
Produksi Bandeng
center untuk komoditas bandeng, hal ini mempengaruhi kinerja
2010-2013
produksi benih bandeng.


Beberapa langkah dalam mendorong produksi bandeng
adalah melalui industrialisasi bandeng yang melaksanakan
langkah-langkah sebagai berikut: a) membentuk percontohan
(demfarm) budidaya bandeng guna mendiseminasikan teknologi
anjuran budidaya bandeng di beberapa daerah potensial yang
14,22% diyakini mampu meningkatkan produktivitas budidaya bandeng
dibandingkan dengan metoda tradisional; b) pengembangan
unit-unit pendederan/penggelondongan bandeng di sentra
produksi bandeng dengan tujuan pemenuhan kebutuhan
benih bandeng berkualitas di sentral-sentral produksi; c)
pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan efisien
berbasis wawasan lingkungan; d) berkerja sama dengan asosiasi
masyarakat pelaku usaha budidaya bandeng dalam mendorong
implementasi kebijakan industrialisasi bandeng. Langkah-
langkah ini perlu dilanjutkan untuk menjamin tercapainya target
produksi bandeng Tahun 2014.

Patin
Produksi ikan patin dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami
kenaikan rata-rata 41,58%, begitu juga dengan angka nilai
produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend yang
positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 81,77%.
Namun demikian produksi pada kurun waktu Tahun 2010-2012
tidak dapat mencapai target tahunan yang telah ditetapkan
dalam renstra (rata-rata 77,1% dari target).

Gambar 9.  Volume dan Nilai Produksi Patin, 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

40 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Perbandingan total produksi ikan patin nasional terhadap total
produksi ikan patin dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun
2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai
penghasil produk patin dengan memberikan kontribusi sekitar
(21,04% terhadap total produksi ikan patin dunia yang sebesar
1.649.547 ton). Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Vietnam
yang memberikan kontribusi sebesar (75,17%) (Fishstat FAO,
Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Produksi Patin Belum tercapainya produksi ikan patin di tahun 2010–2012
2010-2013 antara lain disebabkan terjadinya over suplly di beberapa


sentra produksi seperti di Sumatera Selatan, Riau dan Jambi.
Hal ini menyebabkan pembudidaya mengalami kesulitan dalam
memasarkan produknya, atau pun dapat dipasarkan namun
dengan harga yang rendah. Disisi lain, biaya produksi patin
dirasakan semakin tinggi dan meningkatnya harga pakan.
41,58% Kondisi ini memaksa para pembudidaya patin di sentra-sentra
produksi mengalihkan usahanya ke pembudidayaan ikan jenis
lainnya.

Sedangkan kinerja positif capaian volume produksi tahun 2013


yang mencapai 219,15% dari target dan diikuti oleh capaian
nilai produksi sebesar 81,77% dari target. Hal ini tidak terlepas
dari upaya-upaya untuk mendorong pengembangan budidaya
ikan patin melalui kerja sama sinergi, baik lintas sektoral, swasta
maupun stakeholders lain. Kerja sama tersebut diarahkan
dalam rangka: (i) penciptaan peluang pasar yang lebih luas;
(ii) pengembangan input teknologi yang aplikatif, efektif dan
efisien; (iii) pengembangan kawasan budidaya ikan patin
secara terintegrasi, serta (iv) peningkatan ikan nilai tambah
produk menjadi hal mutlak dan terus dilakukan yaitu melalui
pengembangan diversifikasi olahan ikan patin, pengembangan
unit pengolahan ikan patin. Melalui upaya di atas, maka secara
langsung akan mampu memberikan jaminan terhadap jalannya
siklus bisnis yang positif dan berkesinambungan. Jika upaya ini
mampu terimplementasikan, maka prediksi terhadap pencapaian
target volume dan nilai produksi ikan patin tahun 2014 akan bisa
tercapai.

Nila
Produksi ikan nila dari Tahun 2010 hingga tahun 2013 mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata kenaikan
25,17%, begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun
waktu yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata
kenaikan per tahun sebesar 45,81%.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


41
tahun 2010-2014
Gambar 10.  Volume dan Nilai Produksi Nila, 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

Perbandingan total produksi ikan nila nasional terhadap total


produksi ikan nila dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun
2012 Indonesia menempati urutan ke-3 (tiga) terbesar sebagai
penghasil produk ikan nila dengan memberikan kontribusi sekitar
21,74% terhadap total produksi ikan nila dunia yang sebesar
3.197.330 Posisi Indonesia tersebut masih dibawah Tiongkok
yang memberikan kontribusi sebesar 36,43%, disusul Mesir
sebesar 24,04% (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik
Perikanan Budidaya Tahun 2013).

Sebagaimana ditunjukan pada Gambar 8, produksi nila terus


mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun percepatan
Produksi Nila peningkatan produksi tersebut belum sesuai sebagaimana yang
2010-2013 diharapkan atau dengan kata lain bahwa pencapaian produksi
dalam kurun waktu 2010–2013 belum dapat mencapai target

 yang telah ditetapkan. Rata-rata pencapaian target setiap


tahunnya adalah sebesar 89,4%.

Hal utama yang menyebabkan tidak tercapainya target produksi


nilai pada kurun waktu tersebut terutama terkait dengan
25,17% tingginya harga pakan. Harga pakan yang tinggi sangat
berpengaruh terhadap pengembangan usaha perikanan
budidaya air tawar, karena margin antara biaya produksi dan
harga jual produk dalam jenis usaha ini tidak terlalu besar. Harga
pakan yang tinggi menyebabkan pembudidaya tidak dapat
menjalankan usahanya pada tingkat teknologi yang mempunyai
produktivitas yang tinggi. Disamping itu, pelaku usaha budidaya
nila baik pembesaran maupun pembenihan belum memahami
pentingnya penggunaan induk unggul dan benih berkualitas,
selanjutnya hal ini akan menyebabkan rendah efisiensi dan
produktivitas usaha pembudidayaan nila.

Rencana aksi dalam upaya pencapaian kinerja produksi nila


antara lain melalui (i) pengembangan gerakan minapadi yang
dapat bertujuan sebagai pendederan maupun pembesaran nila;
(ii) Intensifikasi budidaya ikan nila melalui penerapan berbagai
teknologi terapan adaptif; (iii) mendorong pemanfaatan bahan
baku lokal untuk pembuatan pakan ikan secara mandiri yang

42 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
berkualitas; (iv) ekstensifikasi pada kawasan potensial; (v)
memberikan stimulan penguatan modal melalui Pengembangan
Usaha Mina Pedesaan Perikanan; serta (vi) penciptaan peluang
pasar yang lebih luas.

Ikan Mas

Perkembangan produksi ikan mas menunjukan kinerja yang


cukup baik yaitu dengan peningkatan produksi rata-rata dari
tahun 2010-2013 sebesar 13,48% begitu juga dengan angka
nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend
yang cukup baik dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar
5,66%.

Perbandingan total produksi ikan mas nasional terhadap total


produksi ikan mas dunia, menunjukkan bahwa pada tahun
2012 Indonesia menempati urutan ke-2 (dua) terbesar sebagai
penghasil produk ikan mas dengan memberikan kontribusi
sekitar (9,87% terhadap total produksi ikan mas dunia yang
sebesar 3.791.913 ton). Namun demikian posisi Indonesia
tersebut masih jauh dibawah Tiongkok yang memberikan
kontribusi sebesar 76,4% (Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data
Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).

Gambar 11.  Volume dan Nilai Produksi Ikan Mas Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

Produksi Ikan Mas Rata-rata pencapaian target produksi tahunan ikan mas dari
2010-2013 Tahun 2010 – 2012 adalah sebesar 104,3%. Namun padaTahun
2013 capaian target produksi ikan mas hanya 68,17%, begitu


juga dengan angka nilai produksi yang hanya mencapai
90,89%. Penyebab tidak tercapainya target tersebut, antara lain
disebabkan semakin tingginya harga pakan sehingga kurang
memberikan insentif bagi pembudidaya untuk mengembangkan
usahanya. Disamping itu, untuk beberapa daerah masih terjadi
13,48% kegagalan produksi yang disebabkan oleh munculnya wabah
penyakit Koi Herves Virus dan pembalikan massa air (up welling)
di perairan umum (waduk) di lokasi pembudidayaan ikan mas

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


43
tahun 2010-2014
Dalam upaya pencapaian target volume dan nilai produksi tahun
2014, telah dilakukan upaya yang secara langsung mendorong
peningkatan produksi ikan mas diantaranya: (i) pengembangan
dan pengawalan penerapan teknologi terapan adaptif guna
meningkatkan produktifitas dan efisiensi produksi; (ii) terus
melaksanakan pengembangan dan perekayasaan induk unggul
ikan mas guna menjamin ketersediaan benih ikan mas yang
berkualitas; (iii) peningkatan pemahaman pembudidaya guna
mengantisipasi terjadinya wabah Koi Herves Virus dan up welling.
Konsistensi pelaksanaan langkah-langkah ini diharapkan dapat
mendorong tercapainya sasaran produksi ikan mas pada akhir
Tahun 2014.

Lele
Selama kurun waktu produksi ikan lele Tahun 2010-2013
menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan peningkatan
produksi rata-rata sebesar 30,94%, begitu juga dengan angka
nilai produksi selama kurun waktu yang sama menunjukan trend
yang positif dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 54,71%.
Namun demikian, kecepatan peningkatan produksi ikan lele pada
kurun waktu tersebut masih belum sesuai harapan, atau masih
dibawah dari target tahunan yang telah ditetapkan.

Perbandingan total produksi ikan lele nasional terhadap total


produksi ikan lele dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun 2012
Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi produk
lele dunia dengan memberikan kontribusi sekitar (79,54%
terhadap total produksi ikan lele dunia yang sebesar 554.738
ton), disusul Malaysia dengan kontribusi sebesar 8,39% (Fishstat
FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun
Produksi Lele 2013).
2010-2013
Penyebab belum optimalnya pencapaian target antara lain
disebabkan oleh peningkatan usaha pembudidayaan lele tidak


disertai dengan peningkatan produksi dan distribusi benih
lele secara berimbang, terutama benih yang berkualitas yang
dihasilkan dari induk lele unggul. Permasalahan ini masih terus
diatasi melalui upaya penyebaran induk unggul yang dihasilkan
oleh UPT Ditjen Perikanan Budidaya maupun beberapa UPTD
30,94% provinsi ke Balai Benih Ikan Lokal maupun Unit Pembenihan
Rakyat. Harga pakan yang tinggi masih merupakan kendala
dalam budidaya lele, namun kendala ini diperkirakan dapat
sedikit diatasi dengan pemberian pakan mandiri.

44 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 12.  Produksi dan Nilai Produksi Lele Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

Langkah strategis yang telah dilakukan sehingga volume dan


nilai produksi lele meningkat pada kurun waktu Tahun 2010–2014
antara lain melalui (i) penerapan berbagai teknologi terapan
budidaya lele yang sederhana namun efektif sehingga terjadi
perkembangan budidaya lele di berbagai daerah. Teknologi
ini antara lain penggunaan kolam terpal sebagai upaya
mengefisiensikan penggunaan lahan; (ii) Intensifikasi budidaya
lele dengan penerapan berbagai teknologi yang diantaranya
adalah penggunaan bioflok; (iii) ekstensifikasi melalui program
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan
Budidaya; dan (iv) peningkatan aksesibilitas pembudidaya ke
sumber-sumber permodalan untuk pengembangan usahanya.

Gurame
Produksi gurame tahun 2010-2013 menunjukkan kinerja yang
positif, dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 18,82%,
begitu juga dengan angka nilai produksi selama kurun waktu
yang sama menunjukan trend yang positif dengan rata-rata
kenaikan per tahun sebesar 43,50%.

Gambar 13.  Volume dan Nilai Produksi Gurame Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014
(Data 2014 merupakan angka sementara)

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


45
tahun 2010-2014
Perbandingan total produksi ikan gurame nasional terhadap total
produksi ikan gurame dunia, menunjukkan bahwa pada Tahun
2012 Indonesia menempati posisi teratas yang mendominasi
produk gurame dunia dengan memberikan kontribusi sekitar
(95,53% terhadap total produksi ikan gurame dunia yang sebesar
88.647 ton), disusul Thailand dengan kontribusi sebesar (4,26%)
(Fishstat FAO, Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya
Tahun 2013).

Produksi Gurame Pencapaian target volume produksi untuk setiap tahunnya


2010-2013 menunjukan kinerja yang baik dengan rata-rata pencapaian
138,3%, kecuali untuk tahun 2013 dengan pencapaian terhadap


target sebesar 69,42%, demikian pula dengan pencapaian target
nilai produksi sebesar 99,18%. Tidak tercapainya target pada
Tahun 2013 antara lain disebabkan kurangnya minat masyarakat
untuk melakukan budidaya gurame karena karekateristik
budidaya ini yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk
18,82% sampai ke tahap pemanenan. Disamping itu, pada umumnya
produksi gurame masih berasal dari sentra-sentra produksi
tertentu yang kapasitas pengembangannya terbatas.

Pengembangan pola usaha berbasis segementasi merupakan


langkah yang tepat karena secara nyata mampu memberikan
keuntungan yang cukup signifikan. Percepatan pengembangan
kawasan melalui pendekatan pola segmentasi usaha diharapkan
akan mampu menarik minat masyarakat untuk terjun melakukan
usaha budidaya gurame. Melalui upaya tersebut diharapkan
target volume dan nilai produksi tahun 2014 akan mampu
tercapai.

Rumput Laut
Produksi rumput laut memberikan kontribusi yang paling besar
terhadap total produksi perikanan budidaya, dimana secara
nasional produksi rumput laut memberikan share sebesar 60%
terhadap produksi perikanan budidaya. Perkembangan produksi
rumput laut dari tahun 2010-2013 menunjukan trend yang
sangat positif, dimana kenaikan produksi rata-rata pertahun
mencapai 33,6% dimana angka ini juga mampu melebihi target
yang ditetapkan per tahunnya dengan rata-rata capaian sebesar
136,9%.

Capaian kinerja terhadap target tahunan menunjukkan bahwa


pada tahun 2013 angka nilai produksi mampu melampaui target
dengan capaian sebesar 253,43%. Nilai produksi yang fluktuatif
dalam kurun waktu tahun 2010–tahun 2013 disebabkan harga
rumput laut yang kurang stabil dan relatif fluktuatif.

46 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 14.  Volume dan Nilai Produksi Rumput Laut Tahun 2010 s.d Semester I Tahun 2014 (Data 2013 dan 2014
merupakan angka sementara)

Beberapa hal yang mendasari tingginya pencapaian komoditas


ini karena budidaya rumput laut mempunyai masa pemeliharaan
yang cukup singkat yaitu 45 hari sehingga perputaran modal
usaha dapat lebih cepat, serta cara budidaya yang mudah.
Rumput laut juga cocok untuk dibudidayakan di daerah-daerah
dengan curah hujan rendah yang merupakan salah satu ciri dari
Produksi Rumput Laut daerah kantong kemiskinan. Keuntungan lainnya adalah modal
2010-2013 kerja yang relatif kecil (kurang lebih Rp 6 juta), penggunaan
teknologi yang relatif sederhana, dan peluang pasar yang masih
terbuka lebar mengingat rumput laut merupakan bahan baku


untuk beberapa industri, seperti biofuel, agar-agar, caraginan,
kosmetik, obat-obatan dan lain-lain. Selain itu, pemerintah juga
terus menerus melakukan upaya terobosan diantaranya adalah
pengembangan industrialisasi rumput laut.

33,6% Merujuk pada data FAO, bahwa pada tahun 2012 Indonesia
merupakan produsen rumput laut untuk jenis Eucheuma cottoni
dan Gracilaria terbesar di dunia dengan angka produksi untuk
Eucheuma cottoni sebesar (97,83%) dan Gracillaria sebesar
(93,34%) terhadap produksi rumput laut dunia (Fishstat FAO,
Maret 2014 dan Data Statistik Perikanan Budidaya Tahun 2013).
Produksi rumput laut dunia sebesar masing-masing untuk jenis
Eucheuma cottoni sebesar 5.865.777 ton dan Gracillaria sebesar
831.576 ton.

a.  Produksi olahan hasil perikanan

Jumlah produk olahan hasil perikanan tahun 2014 ditargetkan


mencapai 5,2 juta ton. Berdasarkan hasil perhitungan sampai
dengan semester I yang telah dilakukan, diperoleh data bahwa
jumlah produk olahan hasil perikanan tahun 2014 sebesar 1,88
juta ton, yang terdiri dari jumlah produksi olahan UPI skala UMKM
sebesar 0,97 juta ton dan jumlah produksi olahan UPI skala besar
0,9 juta ton. Walaupun realisasi semester I masih jauh dari target
tahun 2014, KKP optimis target produk olahan hasil perikanan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


47
tahun 2010-2014
dapat tercapai. Apabila demikian, jumlah produk olahan hasil
perikanan dalam kurun waktu setahun terakhir akan meningkat
sebesar 0,82%, yakni 5,16 juta ton pada tahun 2013 menjadi 5,2
juta ton pada tahun 2014. Sama halnya dengan pertumbuhan
pada periode tahun 2014 dengan tahun sebelumnya, selama
kurun waktu 2010-2014, perkembangan jumlah produk olahan
hasil perikanan meningkat rata-rata sebesar 5,53% per tahun.

b.  Produk Olahan Hasil Perikanan, 2010-2014


Tabel 4.  Produk Olahan Hasil Perikanan, 2010-2014

Tahun Pertumbuhan (%)**


2010 2011 2012 2013 2014 2010-2013
4,2 4,58 4,83 5,16 1,88 5,53

* s/d Semester I
** terhadap Target Tahun 2014

Hasil produksi perikanan tangkap masih merupakan pensuplai


Volume produk olahan
bahan baku untuk sebagian besar produk olahan hasil perikanan.
hasil perikanan dalam
Disamping itu, perikanan budidaya juga memberikan kontribusi
4 tahun, meningkat
yang cukup besar dalam peningkatan produk olahan hasil
sebesar 0,96 juta ton
perikanan, khususnya dari rumput laut dan beberapa produksi
dari 4,20 juta ton pada
jenis ikan dari hasil budidaya seperti udang, patin, bandeng dan
tahun 2010 menjadi
beberapa jenis lainnya.
5,16 juta ton pada tahun
2013 Pertumbuhan produk olahan juga tidak terlepas dari berbagai
upaya pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengembangan industri
pengolahan hasil perikanan melalui: (1) pengembangan sarana
dan prasarana pengolahan hasil perikanan di sentra-sentra
produksi, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, (2)
pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan untuk usaha
skala mikro, kecil dan menengah (UMKM), (3) pengembangan
usaha pengolahan ikan (UPI) skala besar dalam rangka memenuhi
standar mutu hasil perikanan, (4) pengembangan ragam produk
olahan hasil perikanan bernilai tambah yang bermutu dan aman
dikonsumsi, (5) Pengembangan standardisasi pengolahan hasil
perikanan melalui pengembangan Standar Nasional Indonesia
(SNI) pengolahan hasil perikanan dan Sertifikasi Kelayakan
Pengolahan (SKP).

c.  Produksi garam rakyat

Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin


meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan
perkembangan industri di Indonesia. Kebutuhan garam nasional
selama ini dipenuhi melalui produksi dalam negeri dan sebagian
dari impor

Keprihatinan ini membuat pemerintah mulai membuka mata


dengan dicanangkannya program Swasembada Garam Nasional
di Kabupaten Ende oleh Wakil Presiden, Bapak Budiono pada

48 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Desember 2010. Dengan pencanangan ini Pemerintah mulai
menu keseriusannya terhadap usaha garam rakyat, dengan
membentuk Tim Swasembada Garam Nasional, dengan target
tercapainya Swasembada Garam Konsumsi dan Industri.

Salah satu upaya KKP untuk meningkatkan produksi garam


konsumsi melalui Program PUGAR sejak tahun 2011. capaian
produksi pada awal pelaksanaan PUGAR tahun 2011 sebesar
823.958 ton dari target sebesar 349.200 ton. Capaian produksi
KKP melalui Program
PUGAR tahun 2012 sebesar 2.020.109,70 ton dari yang
PUGAR pada tahun
ditargetkan 1.320.000 ton. Total produksi tahun 2012 total
2012, telah mencapai
produksi sebesar 2.473.716. ton yang terdiri dari produksi garam
Swasembada Garam
rakyat dari bantuan PUGAR sebesar 2.020.109 ton, Non PUGAR
Konsumsi, dan Impor
sebesar 453.606 ton dan PT. Garam sebesar 385.000 ton. Dengan
Garam Konsumsi
produksi PUGAR 2012 tersebut, peningkatan produktivitas
dinyatakan distop.
yang tadinya rata-rata hanya menghasilkan sekitar 60 ton per
hektar menjadi 80-100 ton per hektar. Estimasi kebutuhan
garam konsumsi nasional sebesar 1.440.000 ton/tahun telah
terlampaui, bahkan terjadi surplus garam konsumsi tahun 2012
sebesar 1.538.616 ton. Dengan demikian, melalui dukungan
PUGAR, Indonesia telah berhasil memenuhi terget swasembada
garam konsumsi dimana PUGAR telah menyumbang produksi
sebesar 2 juta ton. Dengan keberhasilan ini, Pemerintah pada
tahun 2012, telah menyatakan bahwa bangsa ini telah mencapai
Swasembada Garam Konsumsi, dan Impor Garam Konsumsi
dinyatakan dihentikan.

Bukan hanya produktivitas yang telah meningkat, PUGAR yang


dimplementasikan di 42 kabupaten/kota pada tahun 2013, yang
terdiri dari 9 sentra garam (Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa
Barat). Kabupaten Bima dan Jeneponto serta 33 penyangga
garam telah berhasil memberdayakan petambak sebanyak
31.421 kelompok, dengan kisaran 1 kelompok terdiri 7–10
anggota.

Tabel 5.  Target dan Capaian PUGAR 2011-2013

2011 2012 2013 2014 Total


No Rincian
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1 Jumlah 40 40 40 40 42 42 43 43
Kabupaten
2 Jumlah 750 1.728 3.035 3.473 3.347 3.521 898* 3.521
Kelompok
3 Jumlah 14.400 16.399 29.746 32.610 22.422 31.432 6.286 31.432
Petambak
4 Luas Lahan 4.365,00 10.972,73 16.569,75 20.870,82 22.043,00 24.207,83 26.833 24.207,83
Produksi (Ha)
5 Produksi 349.200 856.356,72 1.326.017,54 2.020.109,70 1.845.000 1.041.472,55 2.500.000 7.217.938,97
Garam (Ton)

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


49
tahun 2010-2014
Produksi garam rakyat pada tahun 2013 yang berasal dari
PUGAR hanya sebesar 1.041.472, 55 ton, hal ini disebabkan
adanya anomali cuaca dimana masa produksi hanya berlangsung
1–1,5 bulan. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa kondisi
pergaraman kita memang masih sangat tergantung pada cuaca
sehingga kondisi inilah yang harus menjadi perhatian untuk
mengupayakan peningkatan produktivitas dengan teknologi
produksi tepat guna dan diterima oleh petambak

2)  Nilai Tukar Nelayan


Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan perbandingan antara Indeks
harga yg diterima nelayan/pembudidaya ikan (It) dengan Indeks
harga yg dibayar/dikeluarkan oleh nelayan/pembudidaya (Ib), untuk
konsumsi rumah tangganya dan keperluan dalam memproduksi
produk perikanan. NTN tersebut mencakup gabungan dua usaha
perikanan yaitu penangkapan dan pembudidayaan ikan.

NTN merupakan salah satu IKU dalam pelaksanaan pembangunan


kelautan dan perikanan yang dilaksanakan oleh KKP. NTN dapat
dijadikan sebagai indikator dini dalam rangka penetapan kebijakan
terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan nelayan/
pembudidaya ikan karena data NTN dapat disajikan bulanan
berdasarkan hasil pemantauan terhadap harga-harga di tingkat
nelayan/pembudidaya ikan dan harga-harga yang dibayar nelayan/
Nilai Tukar Nelayan pembudidaya ikan untuk memenuhi keperluan rumah tangganya

>100 dan proses produksinya.


Tabel 6.  Nilai Tukar Nelayan 2010-2013

2010 2011 2012 2013


105,56 106,24 105,37 105,48

Berdasarkan hasil perhitungan BPS tahun 2010-2013, rata-rata nilai


NTN berkisar 105-106. Nilai tertinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu
sebesar 106,24. Sementara itu rata-rata NTN Nasional Januari–
Juli 2014 sebesar 102,7 dan rata-rata perubahan sebesar 0,23%,
dengan indeks yang diterima nelayan sebesar 113,04 dengan
rata-rata kenaikan sebesar 0,55 % dan indeks yang dibayar nelayan
sebesar 110,06 dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,37 %, hal ini
menunjukkan bahwa kesejahteraan nelayan dan pembudidaya
mengalami peningkatan dan cenderung stabil di atas batas
kesejahteraan (indeks 100) yang ditentukan oleh BPS.

50 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Tabel 7.  NTN Januari – Juli 2014

Bulan NTN Perubahan NTN Perubahan NTPI Perubahan


Nasional (%) (%) (%)
JANUARI 102,50 103,69 101,64
FEBRUARI 102,64 0,14 103,98 0,28 101,69 0,05
MARET 102,29 -0,34 103,38 -0,58 101,52 -0,17
APRIL 102,51 0,22 103,53 0,15 101,78 0,26
MEI 102,74 0,22 103,89 0,35 101,92 0,14
JUNI 102,62 -0,12 104,34 0,43 101,38 -0,53
JULI 103,61 0,96 106,01 1,60 101,89 0,5

data: BPS

Dibandingkan dengan Nilai Tukar Petani (NTP), NTN/NTPi masih


berada di atas NTP. Fluktuasi NTN/NTPi salah satunya dipengaruhi
faktor cuaca, indeks konsumsi rumah tangga dan indeks biaya
produksi, serta kenaikan inflasi. Namun demikian nilai NTN/NTPi
secara rata-rata dan bulanan masih di atas 100, artinya nelayan/
pembudidaya ikan masih dapat menyimpan hasil pendapatan yang
diperoleh dari kegiatan penangkapan atau pembudidayaan ikan
setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional dan
hidup sehari-harinya.

1.  Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Kelautan dan


Perikanan

Nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan


terdiri dari tiga indikator yakni tingkat konsumsi ikan, nilai ekspor
hasil perikanan dan kasus penolakan ekspor hasil perikanan.
Tabel 8.  Perkembangan Konsumsi Ikan, Ekspor dan
Penolakan Ekspor Tahun 2010-2014

Indikator Kinerja
No. 2010 2011 2012 2013* 2014**
Utama
1. Tingkat Konsumsi Ikan 30,48 32,25 33,89 35,62 37,80
Dalam Negeri (kg/
kapita/thn)
2. Nilai Ekspor Komoditas 2,86 3,52 3,85 4,16 5,10
Perikanan (US$ miliar)
3. Jumlah kasus - - <10 <10 <10
penolakan ekspor hasil
perikanan per negara
mitra (kasus)

1)  Tingkat Konsumsi Ikan Dalam Negeri


Pada tahun 2014 ditargetkan capaian rata-rata konsumsi ikan per
kapita nasional sebesar 37,8 kg/kapita. Angka konsumsi ikan riil
ini dirumuskan dengan menggunakan data dasar hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) – BPS. Apabila demikian,

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


51
tahun 2010-2014
rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2014 ini
meningkat sebesar 6,12% apabila dibandingkan dengan rata-
rata konsumsi ikan per kapita nasional pada tahun 2013, yakni
sebesar 35,62 kg/kapita. Sedangkan selama kurun periode
Renstra (2010-2014), rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional
meningkat rata-rata sebesar 5,53% per tahun, yakni dari 30,48
kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 37,8 kg/kapita pada tahun
Konsumsi Ikan 2014.

2010-2014 Tabel 9.  Tingkat Konsumsi Ikan per Kapita, 2010-2014

 2010
30,48

* Angka Target
2011
32,25
Tahun
2012
33,89
2013
35,62
2014*
37,8
Pertumbuhan (%)
2010-2014
5,53
2013-2014
6,12

5,53% Dalam rangka meningkatkan konsumsi ikan per kapita


masyarakat, KKP menitikberatkan pengembangan dan
implementasi program/kegiatan pada 2 (dua) aspek utama,
yaitu menjamin ketersediaan produk perikanan dan mendorong
peningkatan permintaan produk perikanan. Dalam konteks
menjamin ketersediaan produk perikanan, KKP menginisiasi
dan mengembangkan kegiatan uji coba implementasi Sistem
Logistik Ikan Nasional (SLIN) koridor Sulawesi–Jawa untuk
komoditas ikan pelagis kecil yang umumnya digunakan sebagai
bahan baku industri pindang dan konsumsi ikan masyarakat.
Kelancaran supply ikan-ikan pelagis sebagai bahan baku pindang
dan konsumsi ikan masyarakat diharapkan mampu mendukung
hilirisasi sektor perikanan sekaligus menjamin terpenuhinya
kebutuhan konsumsi ikan masyarakat yang meningkat setiap
tahun.

Dalam kaitan menjamin dan mempermudah ketersediaan


dan keterjangkauan produk perikanan, KKP juga menginisiasi
Peningkatan rata-rata kegiatan pengembangan jaringan distribusi dan pemasaran
tingkat konsumsi ikan produk perikanan ke ritel modern, pasar institusional dan kantin
berhasil dicapai antara sekolah. Beberapa ritel modern yang telah mengakomodir
lain oleh Gemarikan, produk perikanan binaan KKP untuk dapat dipasarkan digerainya
pengembangan sarana antara lain Carrefour, Hypermart, Lotte Mart, Superindo
prasarana pemasaran, dan Alfa Mini Market. Pengembangan jaringan pemasaran
pengembangan produk perikanan ke pasar institusional dilakukan melalui
kelembagaan, jaringan industri katering, restoran, hotel dan rumah sakit. Adapun
distribusi dan kemitraan pengembangan jaringan pemasaran produk perikanan di kantin
serta data dan informasi sekolah diinisiasi dengan pilot project pengembangan booth
penjualan produk perikanan ke kantin 50 sekolah dasar di
wilayah DKI Jakarta.

Upaya menjamin ketersediaan produk perikanan dilaksanakan


pula dengan memfasilitasi pembangunan dan merevitalisasi
pasar ikan yang ada di Indonesia serta menyediaan sarana
distribusi dan pemasaran produk perikanan. Dalam rangka
menjamin ketersediaan ikan, KKP melaksanakan penguatan
basis data dan diseminasi informasi pemasaran hasil perikanan.

52 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Penguatan basis data tersebut dilakukan dengan melibatkan
patisipasi Pemerintah Daerah, sedangkan diseminasi informasi
pasar dilakukan melalui media cetak, elektronik dan online
sehingga mudah diakses oleh masyarakat.

Dalam konteks penguatan kelembangaan dan pelaku pemasaran


hasil perikanan, KKP melaksanakan pendataan supplier ikan,
uji coba penerapan cara pemasaran ikan yang baik dan benar,
dan koordinasi pemanfaatan pasar ikan higienis. Dalam rangka
meningkatkan permintaan produk perikanan, KKP menginisiasi
Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN),
mengembangkan kegiatan komunikasi, meningkatkan
diseminasi informasi dan edukasi tentang ikan, kandungan
gizi dan manfaatnya melalui kegiatan promosi, meningkatkan
kepemilikan, sinergitas serta partisipasi publik dalam
peningkatan konsumsi ikan, peningkatan citra ikan sebagai bahan
pangan yang bergizi, menyehatkan dan mencerdaskan melalui
Integrated Marketing Communication (IMC), branding produk
perikanan serta memperkuat peran Forum Peningkatan Konsumsi
Ikan (FORIKAN) di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Pencapaian konsumsi ikan di atas tidak terlepas dari pelaksanaan


kegiatan fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran
dalam negeri hasil perikanan, dimana melalui pelaksanaan
kegiatan ini dapat diwujudkan tercapainya kinerja kegiatan
yang mendukung peningkatan konsumsi ikan antara lain:
Pengembangan sarana dan prasarana pemasaran dalam negeri
yang dilaksanakan di sentra-sentra produksi, pengolahan dan
pemasaran; Pengembangan kelembagaan, jaringan distribusi
dan kemitraan, data dan informasi, serta sarana dan prasarana
pemasaran dalam negeri melalui: (1) penyebaran buku pedoman
Cara Pengelolaan Pasar Ikan yang Baik (CPPIB), banner, dan
poster pengelolaan pasar dan Logbook Pasar Ikan di lokasi
target, (2) melakukan training of trainee (TOT) pengelolaan pasar
ikan yang baik, (3) pengembangan promosi dan kerja sama
pemasaran hasil perikanan dalam negeri

2)  Nilai Ekspor Hasil Perikanan


Pada tahun 2014, KKP menargetkan capaian nilai ekspor hasil
perikanan sebesar US$ 5,1 miliar. Realisasi sementara nilai ekspor
hasil perikanan sampai dengan triwulan I tahun 2014 tercatat
sebesar US$ 1,07 miliar. Ekspor hasil perikanan dalam periode
Tahun 2010-2013
2010-2013 mengalami peningkatan volume rata-rata sebesar
ekspor meningkat,
4,48% per tahun. Sama halnya dengan peningkatan volume
impor menurun
ekspor, nilai ekspor hasil perikanan juga mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 13,64% per tahun.

Apabila dibandingkan dengan target tahun 2014, maka ekspor


hasil perikanan pada tahun 2010-2014 akan mengalami
peningkatan volume dan nilai rata-rata sebesar 8,94% dan
15,72% per tahun.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


53
tahun 2010-2014
Tabel 10.  Ekspor Impor Hasil Perikanan, 2010–2014

Tahun Pertumbuhan (%)


Rincian
2010 2011 2012 2013 2014* 2010-2013
Volume Ekspor (Ton) 1.103.576 1.159.349 1.229.114 1.258.179 293.632 4,48
Volume Impor (Ton) 369.282 431.871 448.785 353.404 60.653 -0,13
Nilai Ekspor
(US$ 1.000) 2.863.831 3.521.091 3.853.658 4.181.857 1.065.897 13,64
Nilai Impor
(US$ 1.000) 391.815 488.351 412.362 457.247 81.094 6,65
Neraca Perdagangan
(US$ 1.000) 2.472.016 3.032.740 3.441.296 3.724.610 984.803 14,80

* s/d Triwulan I
Pencapaian nilai ekspor di atas tidak terlepas dari pelaksanaan
kegiatan fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran luar
negeri hasil perikanan, dimana melalui pelaksanaan kegiatan ini
dapat diwujudkan tercapainya kinerja kegiatan yang mendukung
peningkatan nilai eskpor antara lain: (1) pengembangan
kelembagaan pemasaran luar negeri, (2) pengembangan
market intelligent melalui pemetaan potensi dan daya saing
tujuan ekspor, (3) Pengembangan ekspor melalui pemenuhan
persyaratan ekspor, pembinaan UKM berpotensi ekspor dan
eksportir UKM, (4) pengembangan promosi dan kerja sama
pemasaran luar negeri, (5) Pengendalian impor hasil perikanan.

Pengendalian impor hasil perikanan dilaksanakan dalam upaya


untuk memenuhi kebutuhan pasar dan pasokan bahan baku
Pengendalian impor industri. Hal ini dilakukan, apabila sumber daya ikan di dalam
hasil perikanan negeri tidak tersedia (tidak dihasilkan di Indonesia) dan/
dilaksanakan sebagai atau tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
upaya memenuhi Faktor-faktor tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut antara lain
kebutuhan pasar dan disebabkan oleh faktor alam (seperti: iklim, musim, bencana)
pasokan bahan baku dan faktor teknologi yang belum tersedia atau masih terbatas.
industri Beberapa upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengendalian
impor hasil perikanan melalui pemantauan dan evaluasi impor
hasil perikanan dan analisa kebutuhan impor

3)  Jumlah Kasus Penolakan Ekspor Hasil Perikanan Per


Negara Mitra
Penentuan target kasus penolakan ekspor hasil perikanan per
negara mitra yang ditargetkan maksimal 10 kasus berdasarkan
ketentuan Uni Eropa yang tertuang dalam laporan tahunan Rapid
Alert System for Food and Feed (RASFF) bahwa suatu negara
dianggap cukup konsisten dalam menerapkan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan apabila jumlah kasus penolakan
tidak melebihi 10 kasus.

54 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Berdasarkan notifikasi jumlah kasus penolakan yang diterima
selama periode 2010-Juli 2014 Jumlah Kasus Penolakan Ekspor
Hasil Perikanan Per Negara Mitra terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 15.  Grafik Kasus Penolakan Negara Mitra Tahun 2010-2014


(s/d Bulan Juli)

Dari keseluruhan kasus penolakan produk perikanan Indonesia


Kasus penolakan
periode 2010–Juli 2014 paling sering terjadi di negara Rusia (18
ekspor hasil perikanan
kasus) dengan alasan penolakan paling tinggi karena mekuri
per negara mitra
(7 kasus); Italia (15 kasus) dengan alasan penolakan Salmonella
2010-2013 < 10 kasus
tertinggi (10 kasus) dengan 9 kasus yang sama terjadi pada satu
Unit Pengolahan Ikan) dan Korea Selatan (9 kasus) dengan alasan
penolakan terbanyak karena merkuri dan benzopyrene. Secara
keseluruhan penyebab penolakan produk perikanan Indonesia
disebabkan oleh merkuri, salmonella, poor temperature control,
histamin, decompose dan benzopyrene.

Apabila dibandingkan dengan negara Asia lainnya yang


melakukan ekspor ke Uni Eropa, Indonesia lebih sedikit
mengalami penolakan. Selama periode tahun 2010–2013,
Indonesia posisi penolakan produk Indonesia oleh Uni Eropa
dibawah Vietnam, India, Tiongkok dan Thailand. Selama
tahun 2013 terjadi 5 kasus RASFF (Rapid Alert System for Food
and Feed (RASFF) is a system for reporting food issues within
the European Union), dimana jumlah ini menurun dibanding
tahun-tahun sebelumnya karena semakin baiknya mutu produk
perikanan Indonesia.

Berkaitan dengan penolakan produk perikanan tersebut, KKP


telah melakukan investigasi, menindaklanjuti dan melaporkannya
kepada otoritas kompeten di masing-masing negara mitra.

Keberhasilan dalam mencapai target antara lain didukung


dengan penerapan sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir seperti
penerapan HACCP, pemberian nomor registrasi di negara mitra,
penerbitan Health Certificate dan penanganan kasus penahanan
dan penolakan serta harmonisasi sistem jaminan mutu dengan
negara mitra dapat diterapkan secara konsisten. Keberhasilan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


55
tahun 2010-2014
juga didukung dengan adanya pemberian apresiasi berupa
kesempatan/peluang ekspor ke negara mitra dan sanksi terhadap
yang terkena kasus berupa pembekuan nomor registrasi (internal
suspend). Sedangkan target ini dapat gagal apabila penerapan
sistem jaminan mutu dari hulu ke hilir tidak diterapkan secara
konsisten.

Kegiatan lain yang mendukung pencapaian target adalah


inspeksi penerapan Sistem Jaminan Mutu Keamanan Hasil
Perikanan, sosialisasi ketentuan/persyaratan negara mitra,
evaluasi dan penanganan kasus penolakan hasil perikanan,
verifikasi tindak lanjut inspeksi, dan kerja sama dalam rangka
penyerasian persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil
perikanan ekspor impor.

2.  Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan Sumber Daya


Kelautan dan Perikanan
Daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan
perikanan terdiri atas tiga indikator yakni luas kawasan konservasi
perairan, pulau-pulau kecil yang dikelola dan wilayah perairan
bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak sumber daya
kelautan dan perikanan.

Tabel 11.  Luas Kawasan Konservasi, Pulau-pulau Kecil dan Perairan Bebas IUU Fishing
Tahun 2010-2013

No. Indikator Kinerja Utama 2010 2011 2012 2013* 2014**

1. Luas Kawasan Konservasi Perairan yang 1,27 2,54 3,23 3,65 4,5
dikelola secara berkelanjutan (juta
hektar)
2. Jumlah pulau-pulau kecil, termasuk 20 37 74 62 20
pulau-pulau terluar yang dikelola
(pulau)
3. Wilayah Perairan bebas IUU Fishing 35 38 41 47,27 35
dan kegiatan yang merusak SDKP (%)

*) Angka sementara
**) target

1)  Luas Kawasan Konservasi Perairan yang Dikelola


Luas Kawasan Konservasi
Luas kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau
kecil (KKP/3K) di penghujung tahun 2013, perjalanannya dapat
dimulai pada status kawasan di medio 2012 yakni 15,78 juta
hektar yang telah diumumkan ke publik, selanjutnya luas kawasan
merangkak naik dan statusnya hingga akhir tahun 2012 seluas
16.096.881,81 Ha, status (16 juta ha) ini kembali diumumkan ke
publik pada lokakarya nasional konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil pada bulan juni 2013.  Capaian tahunan terhadap luas
kawasan konservasi baru sepanjang tahun 2013 yang dipantau
langsung oleh tim UKP4 melampaui target, yakni 689.945 hektar,

56 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
atau sekitar 138% dari target 500 ribu hektar yang diemban.
Sejatinya dengan tambahan luas kawasan konservasi yang
datang atas komitmen pemerintah daerah bersama masyarakat
lokal ini mampu mendongkrak luas kawasan konservasi yang
lebih lagi dari 16 juta hektare (ha), tepatnya pada angka 16,7
juta hektar. Namun alasan beberapa perhitungan dan dinamika
kebijakan serta harmonisasi  penataan ruang di daerah, misalnya
di Kabupaten Berau yang semula pencadangan luas kawasan
konservasinya mencapai 1,273 juta hektar kini diharmoniasasikan
dengan pemanfaatan lainnya sehingga luas kawasan konservasi
menjadi sekitar 285 ribu hektar. untuk yang demikian ini, maka
status luas kawasan konservasi di penghujung tahun 2013
berdasarkan data yang dihimpun sebagaimana disajikan tabel
berikut:
Tabel 12.  Luas Kawasan Konservasi s.d. Tahun 2013

No. Kawasan Koservasi Jumlah Luas (Ha)


1. Inisiasi Kemenhut 32 4,694,947.55
Taman Nasional Laut 7 4,043,541.30
Taman Wisata Alam Laut 14 491,248.00
Suaka Margasatwa Laut 5 5,678.25
Cagar Alam Laut 6 154,480.00
2. Inisiasi KKP dan Pemda 99 11,069,263.30

Taman Nasional Perairan 1 3,521,130.01


Suaka Alam Perairan 3 445,630.00
Taman Wisata Perairan 6 1,541,040.20
Kawasan Konservasi Perairan Daerah 89 5,561,463.09
Jumlah Total 131 15,764,210.85

Secara terperinci, Perkembangan luasan KKP/3K mengalami


peningkatan yang signifikan sejak tahun 2003. Dalam
perkembangannya, sampai dengan akhir tahun 2013 luas KKP
di Indonesia telah mencapai 15,76 juta ha, artinya telah terjadi
peningkatan hingga 10,34 juta ha atau sekitar 65,61% dari luas
total KKP pada tahun 2013. Pergeseran data KKP/3K terjadi
pada tahun 2009 dengan adanya pengalihan 8 (delapan)
kawasan konservasi dari Kementerian kehutanan seluas 723.984
Ha. Peningkatan yang signifikan ini terjadi antara lain dengan
berkembangnya kawasan konservasi perairan di daerah yang
diinisiasi oleh Pemerintah Daerah yang disebut Kawasan
Konservasi Perairan Daerah (KKPD), dan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional (KKPN), diantaranya Pencadangan Taman
Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu seluas 3.521.130,01 Hektar
pada tahun 2009 dan Pencadangan Taman Wisata Perairan
(TWP) Kepulauan Anambas seluas 1.262.686,20 Hektar pada
tahun 2011. Keduanya diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


57
tahun 2010-2014
Tabel 13.  Perkembangan luasan Kawasan Konservasi Perairan
Tahun 2010-2013

Tahun KemenKP dan Pemda KemenHut Total


2010 9.256.413,11 4.694.947,55 13.951.360,66
2011 10.717.578,78 4.694.947,55 15.412.526,33
2012 11.089.181,97 4.694.947,55 15.784.129,52
2013 11.069.263,30 4.694.947,55 15.764.210,85

Hingga akhir 2014 nanti, masih ada komitmen RENSTRA untuk


menambah 300 ribuan hektar lagi kawasan konservasi baru, walau
ujung target 2014 seluas 15,5 juta hektar sesungguhnya telah
tercapai. Sedang menuju pemenuhan target tahun 2020, masih
diperlukan penambahan luas KKP/3K sebesar 4,24 juta hektar.

Pengelolaan Efektif Kawasan Konservasi


Tujuan utama pengelolaan kawasan konservasi sesungguhnya
adalah pengelolaan efektif melalui pengelolaan berdasarkan
sistem zonasi yang dapat dilakukan berbagai upaya pengelolaan
sumber daya kawasan maupun pengelolaan sosial budaya dan
ekonomi yang keduanya memberikan umpan balik terhadap
penguatan kelembagaan dan tatakelola kawasan konservasi.
Upaya-upaya tersebut sedikitnya dapat melalui tiga strategi
Pengelolaan kawasan pengelolaan, yaitu: (1) Melestarikan lingkungannya, melalui
konservasi dapat berbagai program konservasi, (2) menjadikan kawasan konservasi
tercapai sesuai dengan sebagai penggerak ekonomi, diantaranya melalui program
tujuannya bila didukung perikanan budidaya ramah lingkungan, penangkapan ikan ramah
dengan sistem lingkungan, pariwisata alam perairan dan pendanaan mandiri
zonasi dan rencana yang berkelanjutan, dan (3) pengelolaan kawasan konservasi
pengelolaan yang sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang mensejahterakan
disusun dengan baik masyarakat.

Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai secara efektif


sesuai dengan tujuannya jika didukung dengan sistem zonasi
dan rencana pengelolaan yang disusun dengan baik. tatacara
Penyusunannya telah diatur dengan Permen KP No. Per.30/
Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan. Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan adalah dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara
periodik, sebagai panduan operasional pengelolaan kawasan
konservasi perairan. Pra-Syarat penting dalam penyusunan
rencana pengelolaan dan zonasi adalah mengidentifikasi dan
menentukan prioritas/target konservasinya. Hal ini sedikitnya
menyangkut 2 (dua) hal yaitu target sumber daya, diantaranya
meliputi: Populasi, Spesies, Habitat, dan/atau Ekosistem dan
target sosial budaya dan ekonomi, diantaranya meliputi: mata
pencaharian alternatif, partisipasi, perubahan perilaku, dan lain-
lain.

Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi harus memuat


zonasi. Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan,
pesisir dan pulau-pulau kecil disusun oleh satuan unit organisasi

58 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
pengelola. Rencana Pengelolaan KKP/ KKP3K terdiri atas: (a).
rencana jangka panjang, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun
sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau sekurang-kurangnya
5 (lima) tahun sekali. Rencana jangka panjang memuat kebijakan
pengelolaan kawasan konservasi perairan, yang meliputi: visi
dan misi; tujuan dan sasaran pengelolaan; strategi pengelolaan;
(b). rencana jangka menengah, berlaku selama 5 (lima) tahun
yang merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, sasaran
pengelolaan, dan strategi pengelolaan kawasan konservasi
perairan; dan (c). rencana kerja tahunan, disusun berdasarkan
rencana jangka menengah dalam bentuk rencana kegiatan dan
anggaran yang disusun satu tahun sekali. Rencana kegiatan
dan anggaran ini sekurang-kurangnya memuat uraian kegiatan,
penanggung jawab, waktu pelaksanaan, alokasi anggaran dan
sumber pendanaan.
Pengelolaan
berkelanjutan harus Pengelolaan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan
memperhatikan kaidah- pengelola kawasan dengan memperhatikan kaidah-kaidah
kaidah pemanfaatan pemanfaatan dan pengelolaan yang menjamin ketersediaan
dan pengelolaan yang dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan
menjamin ketersediaan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya
dan kesinambungan yang ada. Adapun upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan
dengan memelihara konservasi meliputi: koordinasi dan pembinaan, peningkatan
dan meningkatkan infrastruktur, penyusunan NSPK, review dan implementasi
kualitas nilai dan rencana pengelolaan, sosialisasi, konsultasi publik, Peningkatan
keanekaragaman kapasitas, operasionalisasi lembaga pengelola, Rehabilitasi
sumber daya yang ada kawasan, monitoring sumber daya kawasan, monitoring sosial
ekonomi dan budaya, kegiatan pemanfaatan sumber daya
untuk peningkatan ekonomi masyarakat, evaluasi pengelolaan,
pengawasan sumber daya ikan, penegakan hukum dan
pengelolaan batas kawasan dan lain sebagainya. 

Upaya pengelolaan efektif selama kurun waktu 2010-2014,


terutama melalui asistensi dan pembinaan kepada para
pengelola kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau
kecil terus dilakukan. Diantaranya asistensi penyusunan rencana
pengelolaan dan zonasi KKP/3K daerah, serta evaluasi rencana
pengelolaan dan zonasi pada 10 (sepuluh) kawasan konservasi
perairan nasional (KKPN) yang selanjutnya diteruskan melalui
upaya legislasi. Selain evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi
kawasan konservasi perairan nasional, juga telah dilaksanakan
evaluasi usulan penetapan kawasan konservasi perairan Daerah
untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Hasil yang
dicapai antara lain:

(2) Penetapan KKP3KD Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban


Kabupaten Batang, seluas 4.015,2 Ha berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012
tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa
Tengah

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


59
tahun 2010-2014
(3) Penetapan KKPD Suaka Alam Perairan Pesisir Timur Pulau Weh
Kota Sabang, seluas 3.207,98 Ha berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/KEPMEN-KP/2013
tentang Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh
Kota Sabang di Provinsi Aceh.

(4) Penetapan KKPN Taman Nasional Perairan Laut Sawu seluas


3.355.352,82 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 5/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan
Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan Sekitarnya Di
Provinsi Nusa Tenggara Timur

(5) Pengesahan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP laut Sawu,


berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
6/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi
Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 – 2034

(6) Penetapan KKPD Taman Wisata Perairan Nusa Penida seluas


20.057 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 24/KEPMEN-KP/2014 Kawasan Konservasi
Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung di Provinsi Bali

Tahun 2014 sedang dalam proses evaluasi untuk penetapan


KKP/3K Daerah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan
E-KKP3K adalah alat Perikanan, antara lain KKPN TWP Kepulauan Anambas, KKP3K
ukur untuk mengevaluasi Raja Ampat, KKPD Alor, KKP3KD Sukabumi, KKPD Lombok
tingkat efektivitas Tengah, KKPD Selayar, KKPD Kep. Mentawai dan beberapa
kawasan konservasi daerah lainnya. Sedangkan Evaluasi Rencana Pengelolaan
dan Zonasi KKPN TWP Pulau Pieh telah siap diproses legislasi
pengesahannya, menyusul berikutnya untuk 7 (tujuh) KKPN
lainnya, yakni: TWP Gili Matra, TWP Kapoposang, TWP Padaido,
TWP Laut Banda, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah Barat
dan SAP Aru Bagian Tenggara.

Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas kawasan konservasi


tersebut, telah disusun alat ukur yang dinamakan E-KKP3K
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Nomor Kep.44/KP3K/2012 tentang Pedoman
Teknis Evaluasi Evektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K). Pedoman
E-KKP3K memuat tata-cara atau panduan untuk mengevaluasi
tingkat keberhasilan pengelolaan berkelanjutan suatu kawasan
konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada tingkat
makro, E-KKP3K digunakan Kementerian Kelautan dan Perikanan
untuk menilai tingkat pengelolaan kawasan konservasi perairan
yang ada di Indonesia. Sementara pada tingkat mikro, E-KKP3K
dapat pula digunakan swa-evaluasi terhadap kinerja pengelolaan
suatu kawasan konservasi perairan sekaligus membuat
perencanaan dalam rangka peningkatan kinerja.

60 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
2)  Jumlah Pulau-Pulau Kecil, termasuk Pulau-Pulau Terluar
yang Dikelola
Pulau-pulau kecil merupakan aset bangsa apabila terkelola dengan
Jumlah pulau-pulau kecil baik. Dikatakan aset karena pulau-pulau kecil memiliki 3 fungsi
termasuk pulau kecil utama yaitu fungsi ekologi, fungsi pertahanan keamanan dan fungsi
terluar yang dikelola ekonomi.Ketiga fungi tersebut masih memiliki tantangan besar
dari tahun 2010-2013 seperti isu kerusakan lingkungan, isu okupasi wilayah/perbatasan
sebanyak 193 PPK. dan isu kemiskinan masyarakat.Ketiga isu besar tersebut perlahan
terus digerus oleh KKP melalui berbagai kebijakan strategis yang
mewujud dalam program kerja. Adapun capaian pengelolaan pulau-
pulau kecil termasuk pulau kecil terluar yang dikelola tahun 2010-
2013 telah mencapai 193 pulau dan ditargetkan pada tahun 2014
sebanyak 20 pulau.

Tabel 14.  Pengelolaan PPK selama Tahun 2010-2014

Tahun
Indikator Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014*
Pulau-pulau kecil termasuk pulau 20 37 74 62 20
kecil terluar yang dikelola

Kegiatan lain yang mendukung pengelolaan PPK antara lain:

a. Identifikasi Potensi dan Pemetaan Potensi Termasuk


Pulau-Pulau Kecil Terluar
Identifikasi potensi dan pemetaan pulau-pulau kecil merupakan
salah satu program strategis KKP yang dipantau oleh Unit Kerja
Presiden untuk Percepatan dan Pengawasan Pembangunan
(UKP4) sesuai Inpres No. 1 Tahun 2010 dan Inpres No. 14 Tahun
2011. Selain itu kegiatan ini juga sesuai dengan amanat UU
No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, Pasal 15, bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib mengelola data dan informasi mengenai wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu kegiatan pendataan
juga diamanahkan dalam Pepres No. 85 Tahun
2007 tentang Jaringan Data Spasial
Nasional pada Pasal 6, yaitu kewajiban untuk
melakukan pengumpulan, pemeliharaan dan
pemutakhiran data spatial.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


61
tahun 2010-2014
b. Fasilitasi Penyediaan Sarana dan Prasarana di Pulau-Pulau
Kecil, Termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar
Pembangunan sarana dan prasarana pulau-pulau kecil
dilakukan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat
dan mendukung perbaikan kondisi sosial masyarakat pulau.
Penyediaan sarana dan prasarana pulau-pulau kecil melalui
berbagai sumber dana, yaitu APBN pusat, APBN-P dan Dana
Alokasi Khusus. Kegiatan pendayagunaan pulau-pulau kecil juga
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
• Fasilitasi perbaikan lingkungan, mitigasi dan adaptasi ben-
cana di pulau-pulau kecil.
• Kegiatan fasilitasi investasi pulau-pulau kecil.
• Pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
• Minawisata pulau-pulau kecil.

3)  Wilayah Perairan Bebas IUU Fishing dan Kegiatan yang


Merusak Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP)
Sasaran strategis pembangunan kelautan dan perikanan bidang
pengawasan SDKP Tahun 2010-2014, adalah “Persentase wilayah
perairan Indonesia bebas Illegal Fishing dan kegiatan yang merusak
sumber daya kelautan dan perikanan” dengan capaian sebagai
berikut:

Tabel 15.  Capaian Pengawasan SDKP Tahun 2010-2014

CAPAIAN
SASARAN STRATEGIS
2010 2011 2012 2013 2014*
Persentase Wilayah Perairan Indonesia Bebas
illegal fishing dan kegiatan yang merusak 35 38 41 47,27 36,56
sumber daya kelautan dan perikanan

*) s/d Semester II tahun 2014

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa


wilayah perairan Indonesia bebas Illegal Fishing dan kegiatan
yang merusak SDKP bersifat non kumulatif untuk setiap tahun
dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki, termasuk
di dalamnya jumlah alokasi anggaran pengawasan SDKP yang
Sampai dengan tersedia setiap tahunnya. Sejalan dengan penambahan anggaran
tahun 2013 wilayah pengawasan SDKP target wilayah perairan bebas IUU fishing dan
perairan bebas IUU kegiatan yang merusak juga mengalami peningkatan, namun
Fishing dan kegiatan pada tahun 2014, target mengalami penurunan sejalan dengan
yang merusak menurunnya anggaran untuk pengawasan SDKP yakni sebesar 39%,
mencapai 47,27%. dari target semula sebesar 50%, dan sampai dengan Semester
II tahun 2014 telah tercapai sebesar 36,56%. Pencapaian sasaran
strategis tersebut diupayakan melalui pelaksanaan kegiatan
pengawasan SDKP.

62 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Kinerja pengawasan SDKP didukung oleh capaian kegiatan-kegiatan
antara lain:

(1) Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan


Pengembangan Infrastruktur Pengawasan
Pemantauan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan
Selama kurun waktu 2010–Juli 2014, kinerja pemantauan
sumber daya kelautan dan perikanan seperti pada tabel berikut.

Tabel 16.  Hasil Pemantauan SDKP Tahun 2010 - Juli 2014

NO URAIAN KEGIATAN HASIL


1 Pemantauan kapal perikanan Meningkatnya tingkat ketatan kapal perikanan dalam mengaktifkan transmiter
melalui VMS VMS :
Tahun 2010 = 58,64%;
Tahun 2011 = 52,46%;
Tahun 2012 = 56,12 %;
Tahun 2013 = 75,63 %;
Tahun 2014 = 97,49% (s/d Juli 2014)
Indikasi pelanggaran operasional kapal-kapal perikanan melalui analisis hasil
pemantauan melalui VMS, informasi ini akan dimanfaatkan untuk keperluan
operasi pengawasan di laut oleh Kapal Pengawas.
2 Pemantauan pemanfaatan Data dan informasi pemanfaatan sumber daya kelautan yang akan menjadi
sumber daya kelautan bahan masukan bagi kegiatan operasional pengawasan SDKP.

Pembangunan Infrastruktur Pengawasan


Sampai dengan Juli 2014 KKP telah memiliki 27 unit Kapal
Pengawas Perikanan dengan berbagai ukuran. Khusus selama
kurun waktu 2010-Juli 2014 KKP telah membangun 3 unit kapal
Pengawas Perikanan. Untuk mendukung pelaksanaan operasional
pengawasan SDKP di daerah, KKP juga membangun Speedboat
Pengawasan dalam berbagai ukuran untuk dialokasikan pada
Dinas Kelautan dan Perikanan dan Satuan Kerja Pengawasan
SDKP. Secara keseluruhan sampai dengan Juli 2014, jumlah
Speedboat Pengawasan SDKP sebanyak 83 [delapan puluh tiga]
unit. Khusus selama kurun waktu tahun 2010–Juli 2014 telah
dibangun 25 unit Speedboat Pengawasan dengan berbagai
ukuran.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


63
tahun 2010-2014
Tabel 17.  Perkembangan Pembangunan Kapal Pengawas dan Speedboat Pengawasan SDKP
Tahun 2010-Juli 2014

TAHUN PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN


KAPAL PENGAWAS SPEEDBOAT PENGAWASAN
2010 Tidak ada pembangunan Tidak ada pembangunan
2011 1 unit Kapal Pengawas (KP) Paus 001 ukuran 40 Tahun 2011 = 5 unit ukuran 12 m terbuat dari PRF; 3 unit
m, yang merupakan hasil rekondisi dari kapal ukuran 12 m terbuat dari alumunium; 1 unit ukuran 8 m
ikan asing hasil tangkapan. Kapal ini digunakan terbuat dari FRP; dan 1 unit ukuran 15 m terbuat dari FRP.
sebagai kapal logistik untuk memenuhi
kebutuhan kapal pengawas SDKP lainnya
2012 1 unit KP. Hiu Macan Tutul 002 ukuran 42 m Tahun 2012 = 10 unit ukuran 12 m terbuat dari FRP; dan 2
terbuat dari Baja; unit ukuran 8 m terbuat dari FRP.
2013 1 unit KP. Hiu 011 ukuran 32 m terbuat dari Tahun 2013 = 10 unit ukuran 12 m terbuat dari FRP.
alumunium
2014 Proses penyelesaian pembangunan 4 unit kapal Proses penyelesaian pembangunan 3 unit
SKIPI, terbuat dari baja dengan panjang ± 60 m. SpeedboatPengawasan ukuran 12 m terbuat dari fiber
Kemajuan pembangunan ditargetkan sebesar
50%.

Untuk mendukung kegiatan pengawasan SDKP, KKP secara


bertahap juga membangun prasarana pengawasan SDKP.
Selama kurun waktu 2010–Juli 2014, KKP telah mengembangkan/
merenovasi prasarana pengawasan SDKP di 5 UPT Pengawasan
(Jakarta, Bitung, Pontianak, Belawan dan Tual); membangun 19
pos pengawasan SDKP dan 17 kantor pengawasan SDKP.

Tabel 18.  Perkembangan Pembangunan Prasarana Pengawasan SDKP Tahun 2010-2014


NO PRASARANA PENGAWASAN KETERANGAN
1 Pengembangan/renovasi Prasarana di UPT Pengawasan • Dilaksanakan di 5 UPT Pengawasan SDKP sepanjang tahun 2010 s/d
SDKP 2014
2 Pos Pengawasan SDKP sebanyak 19 unit bangunan • Tahun 2010 = 9 unit di 9 lokasi
• Tahun 2011 = 2 unit di 2 lokasi
• Tahun 2012 = 6 unit di 6 lokasi
• Tahun 2013 = 2 unit di 2 lokasi
3 Kantor Pengawasan SDKP sebanyak 17 unit bangunan • Tahun 2011 = 5 unit di 5 lokasi
• Tahun 2012 = 10 unit di 10 lokasi
• Tahun 2013 = 2 unit di 2 lokasi

KKP juga telah merencanakan pengadaan 4 unit Kapal Pengawas


ukuran 60 m melalui Pendanaan Pinjaman Luar Negeri (PLN),
yaitu melalui proyek SKIPI (Sistem Kapal Inspeksi Perikanan
Indonesia) Phase I Perkembangan pembangunan SKIPI, pada
tahun 2013 telah dilakukan peletakan lunas (keel laying) 4 unit
kapal SKIPI yang dijadwalkan akan selesai pembangunannya
pada tahun 2015.

Pengembangan Integrated Surveillance System (ISS)


ISS merupakan sistem pengawasan yang dilakukan secara
ISS mengoptimalkan terintegrasi menggunakan peralatan pemantauan berbasis satelit
kerja sama pengawasan dan radar, termasuk pengawasan menggunakan kapal udara
antar aparat penegak atau airborne surveillance. Pada prinsipnya, ISS dimaksudkan
hukum di aut untuk mengoptimalkan kerja sama pengawasan antar aparat
penegak hukum di laut [BAKORKAMLA, TNI AL, TNI AU, POLRI,

64 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
BEA Cukai, Perhubungan Laut] melalui pemanfaatan moda
pengawasan yang dimiliki oleh masing-masing instansi, agar
pengawasan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien dan
lebih terkoordinasi.

(2) Pengawasan Sumber Daya Perikanan


Kegiatan pengawasan sumber daya perikanan terdiri dari (1)
Pengawasan Kegiatan Perikanan Tangkap; (2) Pengawasan
Kegiatan Perikanan Budidaya; (3) Pengawasan Pengolahan,
Pengangkutan, dan Pemasaran Hasil Perikanan, dan (4)
Pembinaan POKMASWAS. Capaian kegiatan-kegiatan tersebut
sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 19.  Hasil Pengawasan Sumber Daya Perikanan Tahun 2010-2014

NO URAIAN KEGIATAN HASIL


1 Pengawasan Kegiatan Perikanan Tangkap • Meningkatnya tingkat ketaatan kapal perikanan di WPP-NRI;
TINGKAT KETAATAN KAPAL PERIKANAN (%)
NO LOKASI
2010 2011 2012 2013 2014
(1)
1. Wilayah Barat 73,17% 82,00% 86,00% 99% 92,73%
(2)
2. Wilayah Timur 81,54% 99,29% 99,80% 99,8% 99,68%
(3)
Ket : *) (4)
s/d triwulan II 2014
2 Pengawasan Kegiatan Perikanan Budidaya • Meningkatnya
(5) ketaatan pelaku usaha perikanan budidaya
• Ketaatan meningkat sebesar 85,50% pada tahun 2013 dari target yang ditetapkan
(6)
sebesar 84,86%
• Target yang ditetapkan sampai tahun 2014 : 600 unit (100%), yang sudah tercapai
sampai dengan Agustus : 536 unit (92,3%)
3 Pengolahan, Pengangkutan, dan • Meningkatnya ketaatan kegiatan pengolahan, pengangkutan, dan pemasaran hasil
Pemasaran Hasil Perikanan perikanan
• Ketaatan meningkat sebesar 93,26% pada tahun 2013 dari target yang ditetapkan
sebesar 84,67%.
• Target yang ditetapkan pada tahun 2014 : 523 unit (100%) yang sudah terealisasi
sampai dengan bulan Agustus 2014 : 417 unit (92,6%)
4 Pembinaan POKMAWAS • Meningkatnya partisipasi masyarakat nelayan dalam pengawasan SDKP
• Sampai dengan tahun 2013 telah terbentuk 2.195 POKMAWAS di seluruh provinsi
Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 1.125 POKMAWAS aktif berpartisipasi
dalam melakukan pengawasan SDKP
• Target sampai tahun 2014 adalah 1.452 POKMAWAS diseluruh provinsi Indonesia,
yang sudah tercapai sampai dengan bulan Juli 1,188 POKMAWAS aktif berpastisipasi
dalam melakukan pengawasan SDKP

(7)
(3) Pengawasan Sumber Daya Kelautan
Selain melakukan pengawasan sumber daya perikanan, KKP
juga melakukan pengawasan sumber daya kelautan. Kegiatan
tersebut dimaksudkan untuk mengawasi aktifitas pengelolaan
sumber daya kelautan agar tidak terjadi kegiatan ilegal dan
merusak sumber daya ikan dan lingkungan Pengawasan yang
dilakukan meliputi: (1) Pengawasan Ekosistem Perairan dan
Kawasan Konservasi; (2) Pengawasan Pencemaran Perairan; (3)
Pengawasan Pemanfaatan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
dan (4) Pengawasan Jasa Kelautan dan Sumber Daya Non Hayati.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


65
tahun 2010-2014
Operasi Kapal Pengawas
Dalam rangka mengawasi tertib pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di bidang penangkapan ikan di Wilayah
Pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-
NRI), dalam periode tahun 2010-2014, KKP telah melakukan
pemeriksaan terhadap 15.441 unit kapal perikanan, terdiri atas
Tahun 2010-2014 KKP 15.066 Kapal Perikanan Indonesia (KII) dan 375 Kapal Perikanan
berhasil menangkap Asing (KIA).
501 kapal perikanan
yang melakukan Dari hasil pemeriksaan kapal perikanan saat melakukan kegiatan
tindak pidana penangkapan ikan tersebut, KKP telah berhasil menangkap 501
perikanan: 413 KII kapal perikanan yang melakukan tindak pidana perikanan, terdiri
dan 358 KIA atas 143 KII dan 358 KIA.

Jumlah KIA pelaku IUU fishing kurang lebih mencapai dua


setengah kali jumlah KII pelaku IUU fishing. Hal ini selain
menunjukkan masih maraknya pencurian ikan oleh kapal-kapal
KIA, juga menandai kecenderungan peningkatan ketaatan
para pelaku usaha perikanan dalam negeri terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perikanan.

Tabel 20.  Rekapitulasi Hasil Operasi Kapal Pengawas Tahun 2010 – 2014

THN DIPERIKSA DITANGKAP KETERANGAN

KII KIA JML KII KIA JML JUMLAH HARI JUMLAH


KAPAL OPERASI/ HARI
PENGAWAS TAHUN OPERASI
2010 2.089 166 2.255 24 159 183 24 180 2.892

2011 3.269 79 3.348 30 76 106 25 175 4.407

2012 4.252 74 4.326 42 70 112 26 180 4.776

2013 3.824 47 3.871 24 44 68 26 115 4.291

2014 1.632 9 1.641 23 9 32 21 66 1.397

15.066 375 15.441 143 358 501 17.763

Penanganan Pelanggaran
Melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2014, ditetapkan
pembentukan 3 (tiga) Pengadilan Perikanan pada Pengadilan
Negeri Ambon, Sorong, dan Merauke. Ketiga pengadilan
perikanan tersebut menambah jumlah Pengadilan Perikanan
yang sudah terbentuk di 7 lokasi sebelumnya pada tahun 2006,
yaitu di Medan, Jakarta Utara, Pontianak, Tual, Bitung dan pada
tahun 2010 di Tanjung Pinang dan Ranai. Keberadaan Pengadilan
Perikanan akan mempercepat proses penegakan hukum
atas tindak pidana pelanggaran di bidang perikanan, karena
Pengadilan Perikanan berwenang untuk mengadili dan memutus
tindak pidana di bidang perikanan.

Pembentukan Pengadilan Perikanan ini merupakan amanat Pasal


71 Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

66 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Pengadilan tersebut berada di lingkungan peradilan umum,
dan diawaki oleh Majelis Hakim yang menangani perkara tindak
pidana perikanan, yang terdiri atas tiga orang, satu dari kalangan
hakim karir dan dua hakim ad hoc perikanan.

Jumlah hakim ad hoc hasil seleksi pada tahun 2007 sebanyak 28


orang, tahun 2009 sebanyak 19 orang , dan tahun 2012 sebanyak
20 orang, sehingga total hakim ad hoc sampai dengan tahun
2014 sebanyak 67 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3 orang
meninggal dunia dan 8 orang mengundurkan diri, sehingga
sampai dengan tahun 2014 hakim ad hoc yang masih aktif
sebanyak 56 orang.

Tabel 21.  Perkembangan Penanganan Tindak Pidana Perikanan


s/d Tahun 2014
No. Penanganan Kasus Jumlah (kasus)
1. PROSES HUKUM
PENYIDIKAN 3
KKP tahun 2010-2014
P-19 1
berhasil melakukan
advokasi dan P-21 4

pendampingan hukum PROSES PERSIDANGAN 9

kepada 592 nelayan SP3 -

dari 671 nelayan yang - INCKRAHT -


tertangkap negara lain 2. TINDAKAN ADMINISTRATIF 10
3. TINDAKAN LAIN -
TOTAL 28

Selama periode 2010-2014, terdapat 671 orang nelayan


Indonesia dengan 118 kapal perikanan yang ditangkap oleh
aparat berbagai negara lain karena dugaan melakukan illegal
fishing dan pelanggaran batas wilayah. 592 orang di antaranya
telah berhasil difasilitasi pemulangan-nya ke tanah air melalui
advokasi dan pendampingan hukum oleh KKP, 2 orang melarikan
diri dan 1 orang meninggal dunia. Saat ini masih terdapat
76 (tujuh puluh enam) orang nelayan Indonesia yang masih
menjalani proses hukum di berbagai negara. Rinciannya sebagai
berikut:

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


67
tahun 2010-2014
Tabel 22.  Data Advokasi Nelayan Terhadap Nelayan WNI Yang Tertangkap Di Luar Negeri
Tahun 2011 s/d bulan Agustus 2014

Status
Jumlah Belum Dibebaskan/
Jumlah
No. Negara Nelayan Yang Dibebaskan/ Melarikan Diri/
Kapal Ditahan/ Diproses
Ditangkap Meninggal Dunia
Dipulangkan Hukum/ Menunggu
Pemulangan
1 Malaysia 72 358 298 58 2*
2 Australia 37 251 248 3 -
3 Rep. Palau 2 20 20 - -
4 Papua Nugini 2 14 7 7 -
5 Timor Leste 2 14 14 - -
6 India 3 14 5 8 1**
JUMLAH 118 671 592 76 3

Keterangan :
*) melarikan diri
**) meninggal dunia di tengah laut

(4) Capaian Kegiatan Pengembangan Internal Organisasi


Pengawasan SDKP

Pengembangan Kelembagaan Pengawasan SDKP


Pengembangan kelembagaan pengawasan SDKP difokuskan
pada pengembangan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengawasan
SDKP dan pengembangan Pengadilan Perikanan. Peran
utama UPT Pengawasan SDKP adalah melakukan operasional
Pengembangan pengawasan SDKP di wilayah yang menjadi kewenangannya
kelembagaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
pengawasan SDKP dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah
difokuskan pada (Pemda). Adapun Peran utama Pengadilan Perikanan adalah
pengembangan Unit untuk lebih mengefektifkan proses penanganan kasus-kasus
Pelaksana Teknis (UPT) pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan.
Pengawasan SDKP
Selama kurun waktu tahun 2010 s/d Juli 2014 pengembangan
dan pengembangan
kelembagaan Pengawasan yang telah dilaksanakan, meliputi :
Pengadilan Perikanan
(a) Pengembangan UPT Pengawasan SDKP :

• Pemetaan potensi UPT/Satker/Pos PSDKP dan penyusunan


rancangan kriteria standar UPT Pengawasan SDKP.

• Penyusunan Draft Naskah Akademis Pengembangan UPT


Pengawasan SDKP. Saat ini Naskah Akademis Pengembangan
UPT dalam proses pengusulan ke Kementerian PAN dan RB.

(b) Pembentukan Pengadilan Perikanan di 2 lokasi, yaitu di Tanjung


Pinang dan Ranai (dibentuk tahun 2012).

(c) Pembentukan Pengadilan Perikanan di 3 lokasi berdasarkan


Keputusan Presiden Nomor: 6 Tahun 2014 tentang Pembentukan
Pengadilan Perikanan di Ambon, Sorong, dan Merauke.

68 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Secara keseluruhan sampai dengan awal tahun 2014, KKP telah
membentuk 5 (lima) UPT Pengawasan (Pangkalan Pengawasan
SDKP Jakarta, Pangkalan Pengawasan SDKP Bitung, Stasiun
Pengawasan SDKP Belawan, Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak,
dan Stasiun Pengawasan SDKP Tual), 58 Satker Pengawasan, 130
Pos Pengawasan yang tersebar di lokasi-lokasi strategis di seluruh
Indonesia. Di samping itu, dalam kurun waktu tahun 2007 s/d
awal 2014, KKP telah membentuk 7 (tujuh) Pengadilan Perikanan
di 7 (tujuh) lokasi, yaitu: Provinsi Sumatera Utara-Belawan, Provinsi
DKI Jakarta-Jakarta Utara, Provinsi Kalimantan Barat-Pontianak;
Provinsi Sulawesi Utara-Bitung, Provinsi Maluku-Tual, Provinsi
Kepulauan Riau-Ranai dan Tanjung Pinang. Dalam kurun waktu
tahun 2010 s/d 2014 telah membentuk pengadilan perikanan di
3 (tiga) lokasi, yaitu : Ambon, Merauke, dan Sorong.

Pengembangan SDM Pengawasan SDKP


Pengembangan SDM, menekankan manusia sebagai pelaku
pengawasan yang memiliki etos kerja produktif, disiplin, loyalitas
SDM pengawasan SDKP dan profesionalisme. Pengembangan SDM Pengawasan SDKP
wajib memiliki etos secara kuantitas dilaksanakan secara reguler melalui penerimaan
kerja produktif, disiplin, PNS di tingkat pusat, adapun secara kualitas dilakukan melalui
loyalitas dan profesional berbagai kegiatan pembinaan dan peningkatan kompetensi
pengawas (pendidikan dan pelatihan).

Selama periode 2010–Juli2014, KKP telah melaksanakan


pengembangan kualitas SDM Pengawasan sebagaimana dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 23.  Pendidikan dan Pelatihan SDM Pengawasan SDKP

JUMLAH
NO PENDIDIKAN/PELATIHAN KETERANGAN
(Orang)
1 Pelatihan Dasar L1 dan L2 kepada orang, 196 orang Tahun 2010 = 100 orang
Tahun 2011 = 96 orang
2 Pelatihan Jabatan Fungsional Pengawas Perikanan, 188 orang Tahun 2012 = 60 orang Tahun 2013 = 128 orang
3 Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) PPNS Reguler 60 orang Tahun 2010 = 30 orang
Tahun 2013 = 30 orang
4 Diklat Polisi Khusus Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau 153 orang Dilaksanakan pada tahun 2013 dan seluruh peserta
Kecil (POLSUS WP3K). Telah dilantik sebanyak POLSUS pelatihan telah dilantik menjadi POLSUS WP3K
WP3K.

Secara keseluruhan, dari hasil pendidikan dan pelatihan sampai


dengan Maret tahun 2014, telah dihasilkan sebanyak 156 orang
Pengawas Perikanan, dan 701 orang Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS )Perikanan baik dari pendidikan crash program maupun
reguler. Adapun dari hasil pelatihan Hakim Adhock perikanan
telah diangkat sebanyak 57 orang Hakim yang ditempatkan di 7
(tujuh) Pengadilan Perikanan.

Khusus dalam rangka pembinaan jabatan fungsional pengawas


perikanan, saat ini KKP sedang dalam proses mengusulkan
ditetapkannya Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) Pengawas

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


69
tahun 2010-2014
Perikanan. Status terkini, Naskah Akademik sudah disampaikan
secara resmi dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MEN
PAN dan RB), menunggu persetujuan pembentukannya.

(5) Kerja sama Pengawasan SDKP


Menyadari sepenuhnya bahwa terdapat beberapa institusi yang
Kerja sama berkepentingan dalam menyelenggarakan pengawasan dan
diperlukan untuk penegakan hukum di laut, KKP terus berupaya meningkatkan
mengoptimalkan kerja sama dengan lintas sektor terkait, meliputi BAKORKAMLA,
pengawasan dan TNI-AL, POLAIR, Kejaksaan Agung RI, dan Mahkamah Agung RI
penegakan hukum dan lain-lain.
di laut Penyelenggaraan kerja sama dengan masing-masing institusi
tersebut, meliputi hal-hal sebagaimana diuraikan dalam tabel
berikut.

Tabel 24.  Koordinasi KKP dengan Lintas Sektor Terkait

NO Mitra Kerja sama Bentuk Kerja sama


1 TNI-AL • Operasi . Pengawasan Bersama di Laut [ZEEI]
• Kesepakatan Bersama Penanganan TP. Perikanan
• Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut
• Pelatihan Awak Kapal Pengawas, Pinjam pakai senjata api di Kapal Pengawas
2 TNI-AU • Operasi . Pengawasan Lewat Udara (Air Surveillance) ;
• Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut
3 POLAIR • Operasi Pengawasan Bersama di Laut
• Kesepakatan Bersama Penanganan Tindak Pidana Perikanan
• Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut
• Pelatihan Menembak
• Pelatihan PPNS Perikanan dan Polsus P3K
4 BAKORKAMLA • Operasi bersama penegakan hukum di laut (Operasi Gurita);
• Pertukaran data dan Informasi Pengawasan di Laut
5 Mahkamah Agung Pembentukan Pengadilan Perikanan
6 Kejaksaan Agung Penyelesaian Tindak Pidana Perikanan
7 Lembaga Sandi Negara Pengamanan informasi operasi Kapal Pengawas untuk mencegah kebocoran informasi.
8 Pemerintah Daerah • Operasi/patroli Kapal Pengawas KKP di dalam wilayah perairan Pemda;
• Penanganan Tindak Pidana Perikanan
• Pembinaan POKMASWAS
Keterangan: Pada tahun 2013 telah disepakati MoU kerja sama pengawasan dengan Kabupaten
Anambas dan Kabupaten Natuna.

Sementara itu upaya menjalin kerja sama regional dan


internasional dilakukan guna mengoptimalkan upaya
penanganan illegal fishing. Beberapa bentuk kerja sama regional
dan internasional yang dijalin selama periode 2010–Juli 2014,
seperti pada tabel berikut:

70 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Tabel 25.  Kerja Sama Regional dan Internasional dalam penanganan IUU Fishing Tahun 2010–Juli 2014

MITRA Kerja sama BENTUK Kerja sama SUBSTANSI Kerja sama


9 negara ASEAN plus Regional Plan of Action (RPOA) • Understanding the current resource and management situation in
Australia dan Papua New to Promote Responsible Fishing the region
Guinea Practices, including Combating • Implementation of international and regional instruments
IUU Fishing in the South East Asia • Implementing Coastal State measures enforcing Flag State
Region responsibilities
• Developing Port State measures
• Considering regional market measures
• Developing regional capacity building
• Strengthening monitoring, control and surveillance (MCS) systems
• Controlling transhipment at sea.
Border Protection Command Indonesia-Australia Fisheries • Coordinated patrol
(BPC) – Australia Surveillance Forum (IAFSF) • Port visit
• Training: Ship search
• Familiarization
• Data Exchange
• Information Exchange
(RPOA) Australia, Indonesia, The 4th MCS SUB-REGIONAL Todiscuss the progress of the Group’s Work Plan;
Timor Leste, Papua New (ARAFURA AND TIMOR SEAS) To identify and discuss key IUU issues affecting the sub-region;
Guinea GROUP MEETING To develop the Group’s Work Plan.
International Monitoring, Pertukaran data, dukungan dalam
Control, and Surveillance penyelenggaraan workshop,
Network (IMCSN) antara lain pertukaran expert
sebagai narasumber.
ICITAP Letter of Intent dengan ICITAP Capacity Building dan sarana pengawasan
Tentara Laut Diraja Malaysia Kerja sama Patroli di Pengamanan daerah perbatasan di kedua negara dari kegiatan
(TDLM) Laut Indonesia-Malaysia illegal fishing
(PATKORMALINDO)

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


71
tahun 2010-2014
B.  Pelaksanaan Program Prioritas Nasional
1.  Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
Reformasi birokrasi dan tata kelola yang telah dilaksanakan oleh KKP
meliputi:
(1) Manajemen perubahan yakni dengan terbentuknya Tim
Manajemen Perubahan Lingkup KKP secara berjenjang;
tersusunnya dokumen strategi manajemen perubahan dan
manajemen komunikasi; dan terselenggaranya sosialisasi dan
internalisasi manajemen perubahan.
(2) Penataan peraturan perundangan yakni melakukan penataan
Prestasi KKP terkait berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan oleh KKP
RB adalah Opini Peraturan perundangan sebagai produk regulasi dalam
WTP untuk Laporan mendukung pembangunan kelautan dan perikanan,
Keuangan dan Nilai A sepanjang periode 2010-2014 telah menghasilkan sebanyak
untuk SAKIP 1.156 peraturan perundangan. Jenis peraturan yang banyak
dihasilkan adalah keputusan menteri, disusul peraturan
menteri. Perkembangan jumlah regulasi yang dihasilkan
sepanjang tahun 2010-2014 seperti pada tabel berikut.

Tabel 26.  Perkembangan Jumlah Peraturan Kelautan dan Perikanan


Tahun 2010-2014

Perkembangan jumlah peraturan


Jenis Peraturan tentang kelautan dan perikanan tahun 2010-2014 Jumlah
2010 2011 2012 2013 2014
Undang-Undang - - - - 2 2

Peraturan Pemerintah 2 - - - - 2

Peraturan Presiden - - 2 - 1 3

Peraturan Menteri 30 52 33 39 39 193

Keputusan Menteri 144 202 225 324 61 956

Jumlah 176 254 260 363 100 1.156

Capaian KKP terkait dengan peraturan perundangan


adalah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27
tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil, melalui Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18
Desember 2013. Setidaknya ada 4 (empat) norma hukum
penting yang telah disepakati, yakni: (1) pemberdayaan
masyarakat hukum adat dan nelayan tradisional; (2) penataan
investasi; (3) sistem perizinan; dan (4) pengelolaan kawasan
konservasi laut nasional. Pemberdayaan masyarakat
ditandai dengan masuknya unsur masyarakat dalam inisiasi
penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil setara dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan
norma hukum ini, maka masyarakat dapat mengambil inisiatif
mengusulkan rencana zonasi.  Undang-undang perubahan
ini juga memberikan pengakuan hak asal-usul masyarakat
hukum adat untuk mengatur wilayah perairan yang telah

72 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
dikelola secara turun temurun. Dalam pemanfaatan ruang
dan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil
pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat
hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum adat
setempat. Sementara bagi nelayan tradisional yang memiliki
wilayah penangkapan ikan secara tradisional diakui dengan
cara memasukkan wilayah tersebut sebagai subzona dalam
rencana zonasi sehingga memiliki perlindungan hukum.

Dalam undang-undang perubahan ini, investasi asing


ditata sedemikian rupa sehingga tetap mengedepankan
kepentingan nasional. Investasi asing tidak dilarang, tetapi
diiringi sejumlah syarat diantaranya, bermitra dengan
perusahaan lokal, di pulau kecil yang tidak berpenduduk,
belum ada pemanfaatan oleh masyarakat setempat, wajib
melakukan alih saham ke mitra lokal (divestasi) dan alih
teknologi. Sebagai pelaksanaan keputusan Mahkamah
Konsititusi, maka norma hukum Hak Pengusahaan Perairan
Pesisir (HP-3) diganti menjadi perizinan. Ada 2 (dua) macam
izin yang diatur dalam revisi UU ini yaitu izin lokasi dan
izin pengelolaan. Dalam undang-undang perubahan ini,
Selama 69 tahun pengelolaan kawasan konservasi laut nasional juga ditata
merdeka, Indonesia sesuai tugas masing-masing. Kawasan konservasi laut yang
akhirnya memiliki telah ditetapkan sebelum undang-undang perubahan ini dan
Undang-Undang masih dikelola instansi lain dialihkan pengelolaannya ke KKP. 
Kelautan
Selain itu Undang-undang Kelautan akhirnya disahkan
menjadi Undang-Undang pada tanggal 29 September
2014,  dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR
RI), di Jakarta.

UU Kelautan meliputi tiga hal pokok. Pandangan tersebut


yakni, dasar pengaturan di bidang Kelautan, urgensi
penyusunan RUU Kelautan dan  isu strategis bidang kelautan.
Berbagai isu strategis itu diantaranya, pengelolaan ruang
laut, klaim landas kontinen di luar 200 mil, pemanfaatan
zona tambahan serta penegasan Indonesia sebagai Negara
kepulauan.

UU Kelautan ini terdiri dari 13 bab dengan penegasan


kembali Indonesia sebagai negara kepulauan, wawasan
dan budaya bahari, ekonomi kelautan, pertahanan dan
keselamatan di laut, lingkungan laut, tata kelola kelautan,
pemberdayaan masyarakat kelautan, kelembagaan dan
mekanisme koordinasi, sumber daya manusia, dan IPTEK.
UU Kelautan juga memasukkan beberapa muatan, seperti
mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan
nasional ke depan, terobosan terhadap permasalahan
peraturan perundangan yang ada, dan pandangan ke depan
terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia.
Selain itu, UU juga menetapkan hal-hal yang belum diatur
dalam UU yang sudah ada di bidang kelautan seperti

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


73
tahun 2010-2014
Kebijakan Blue Economy . UU Kelautan ini juga mengacu
pada UNCLOS dan kondisi geografis Indonesia.

(3) Penataan dan penguatan organisasi yakni melalui


restrukturisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Unit KKP,
tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja KKP; penguatan
unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan
publik, kepegawaian dan Diklat yang mampu mendukung
tercapainya tujuan dan sasaran RB.
Penataan tata laksana yakni melalui tersedianya dokumen
Standar Operasional Prosedur penyelenggaraan tugas dan
fungsi; dan tersedianya e-Government pada KKP.

(4) Penataan sistem manajemen SDM aparatur yakni melalui


terbangunnya sistem rekruitmen yang terbuka, transparan,
akuntabel, dan berbasis kompetensi; tersedianya uraian
jabatan; tersedianya peringkat jabatan; tersedianya
dokumen standar kompetensi jabatan; tersedianya peta
profil kompetensi jabatan; tersedianya indikator individu
yang terukur; tersedianya data pegawai yang akurat; dan
terbangunnya sistem dan proses pendidikan dan pelatihan
berbasis kompetensi.
Penguatan
(5) Penguatan pengawasan internal yakni melalui Penerapan
pengawasan internal
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di KKP; dan
KKP melalui SPIP
Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
dan peningkatan
(APIP) sebagai Quality Assurance and Consulting.
peran APIP
(6) Penguatan akuntabilitas kinerja yakni melalui peningkatan
kualitas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP);
terbangunnya sistem manajemen kinerja organisasi;
Tersusunnya IKU KKP; dan tersusunnya dokumen Balanced
Scorecard (BSC) untuk peningkatan pengelolaan kinerja.
Selain penerapan BSC, upaya yang dilakukan KKP untuk
memperbaiki Akuntabilitas Kinerja KKP adalah: a) Penetapan
Pedoman Pengumpulan Data Kinerja melalui Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan; b) Penyempurnaan Kontrak
Kinerja Individu melalui penetapan Sasaran Kinerja Pegawai
(SKP) dengan menambahkan indikator BSC; c) Penggunaan
Teknologi Informasi dalam pengukuran kinerja organisasi
melalui aplikasi Sistem Informasi Manajemen Monitoring
dan Evaluasi Kinerja (SiMeta) dan pengukuran kinerja
individu melalui Sistem Informasi Penilaian Kinerja Individu
(SiPKINDU).
(7) Peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui peningkatan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik.
(8) Monitoring dan evaluasi, dengan tersedianya laporan
monitoring, laporan evaluasi tahunan dan lima tahunan.

74 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Prestasi yang dicapai KKP terkait dengan pelaksanaan Reformasi
Birokrasi antara lain :

(1) Penilaian Akuntabilitas Kinerja :


• Laporan keuangan mendapat opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
• Akuntabilitas Kinerja KKP mendapatkan nilai A dengan
nilai total 75,54 pada tahun 2013 dan 77,68 pada tahun
2014.

Gambar 16.  Dokumentasi Pelaksanaan RB di KKP

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


75
tahun 2010-2014
Gambar 17.  Opini LaporanGambar
Keuangan
1. KKP
Gambar 2.
(2) Penilaian Kualitas Pelayanan Publik :
• Penilaian integritas KKP oleh KPK: 7,12 (naik dari 6,68
pada tahun 2012).
• Penilaian inisiatif anti korupsi oleh KPK: 7,6 (naik dari
7,464 pada tahun 2012).

Gambar 18.  KKP memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian


(WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan KKP dan perkembangan
penilaian Laporan Keuangan dari tahun 2008

KKP tahun 2014 meraih penghargaan dalam bidang


pelayanan publik berupa predikat kepatuhan standar
pelayanan publik yang diberikan oleh Ombudsman Republik
Indonesia pada tanggal 18 Juli 2014. KKP dinilai telah

76 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
memenuhi kewajiban dalam penyediaan komponen Standar
Pelayanan Publik sebagaimana ketentuan pasal 15 dan Bab
V Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Predikat ini menjadi bukti nyata atas komitmen KKP
dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di lingkungan
kementerian


90.00



80.00



70.00



60.00



50.00



40.00



30.00



20.00



10.00



‐




2010
 2011
 2012
 2013
 2014

Perencanaan
 22.40

 23.93

 24.87

 27.86

 28.80


pengukuran
Kinerja
 10.58

 13.64

 13.13

 15.61

 16.39


Pelaporan
Kinerja
 8.50

 10.44

 10.99

 11.16

 11.65


Evaluasi
Kinerja
 3.17

 6.76

 6.57

 7.09

 7.20


Capaian
Kinerja

 8.39

 10.75

 14.39

 13.82

 13.64


Nilai
 53.04

 65.52

 69.95

 75.54

 77.68





 

2010


CC
 

2011
 B
 

2012
 B
 

2013
 A
 

2014
 A



Gambar 19.  Nilai SAKIP KKP Tahun 2010-2014

Sebelumnya dalam bidang pelayanan publik, KKP telah meraih


penghargaan inovasi pelayanan publik terbaik tahun 2014.
Penghargaan tersebut diberikan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada Balai Karantina
Ikan Semarang sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Tahun 2014 KKP KKP. Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden
berhasil meraih Boediono kepada Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal
penghargaan 30 April 2014 di Jakarta. Salah satu kriteria penilaian terhadap
dalam bidang kompetisi inovasi pelayanan publik ini antara lain dilihat dari
pelayanan publik dampak terhadap masyarakat, keberlanjutan, serta harus bisa
direplikasi oleh pihak lain, dan sudah diterapkan  minimal
setahun. Selain itu juga BKIPM KKP juga memperoleh
penghargaan Certificate of Merit dari World Custom Organization
dengan kriteria pelayanan yang luar biasa bidang kepabeanan di
tahun 2013.

Kedua penghargaan tersebut diatas merupakan buah manis


dari hasil kerja keras segenap pejabat dan karyawan lingkup
KKP guna memenuhi hak-hak masyarakat dalam memperoleh
pelayanan publik yang prima. KKP akan terus meneguhkan
komitmen dalam mewujudkan sistem penyelenggaraan
pelayanan publik di lingkungan Kementerian yang layak sesuai
dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang
baik.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


77
tahun 2010-2014
Salah satu bentuk komitmen yang ditempuh yakni dengan
menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
02 Tahun 2012 tentang Pelayanan Publik di Lingkungan KKP.
Melalui Permen tersebut unit layanan publik diarahkan untuk
berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan masyarakat sebagai
penerima layanan sehingga dapat meningkatkan daya saing
dalam memberikan pelayanan barang dan jasa.

Adapun pelayanan publik di lingkungan KKP meliputi tiga


jenis. Pertama, pelayanan barang publik yaitu berupa produk
hasil perikanan budidaya, produk pengolahan hasil perikanan
budidaya/tangkap, produk hasil kelautan (non konsumsi),
dan produk hasil penelitian dan pengembangan kelautan
dan perikananyaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/jenis barang. Kedua, pelayanan jasa publik berupa jasa
pelayanan data dan statistik, jasa pelabuhan perikanan, jasa
budidaya perikanan, jasa pemasaran, jasa pengolahan dan
pemasaran hasil perikanan, jasa pengelolaan modal usaha, jasa
pemberdayaan masyarakat pesisir, jasa pengawasan sumberdaya
kelautan dan perikanan, jasa pengawasan pembangunan
Adibakti Mina Bahari kelautan dan perikanan dan pengelolaan pengaduan masyarakat,
bentuk apresiasi  KKP jasa penelitian dan pengembangan, jasa pendidikan dan
atas peran aktif, serta pelatihan, serta jasa karantina ikan dan pengujian mutu hasil
kepedulian para perikanan. Kemudian, pelayanan administratif yakni tindakan
pemangku kepentingan administratif kementerian yang diwajibkan oleh negara dan
dalam pemanfaatan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kelautan
pengelolaan SDKP dan perikanan, berupa perizinan, sertifikasi dan rekomendasi di
bidang kelautan dan   perikanan.

Predikat kepatuhan diberikan setiap tahunnya pada tanggal


18 Juli dan diberikan kepada Unit Pelayanan Publik (UPP) di
Kementerian dan Lembaga serta Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) tingkat Provinsi/Kota/Kabupaten. Predikat kepatuhan
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong
tercapainya pelayanan publik yang berkualitas di Indonesia.
Sedangkan di lingkup internal, KKP memiliki penghargaan
Adhibakti Mina Bahari, sebagai bentuk apresiasi terhadap unit
pelayanan yang mempunyai peringkat tertinggi.

Penghargaan Adibakti Mina Bahari (AMB), merupakan bentuk


apresiasi  KKP atas peran aktif, serta kepedulian para pemangku
kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya kelautan dan perikanan. Penghargaan ini ditujukan untuk
memberikan apresiasi terhadap perorangan, kelompok atau
unit kerja non pelayanan publik lingkup KKP dan pemangku
kepentingan yang telah berprestasi di sektor kelautan dan
perikanan. Pada tahun 2013 KKP telah memberikan lebih dari 100
penghargaan AMB yang terbagi dalam 36 kategori.  

78 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 20.  Grafik Perkembangan Nilai Inisiatif Anti Korupsi KP Tahun 2010-2014

Gambar 21.  KKP Meraih Penghargaan Bidang Pelayanan Publik

Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara bersih bebas kolusi,


korupsi dan nepotisme (KKN), KKP dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sepakat  melakukan pencegahan gratifikasi
di lingkungan KKP. Pelaksanaan penandatanganan KKP dan
KPK merupakan salah satu strategi dalam membangun dan
meningkatkan integritas dalam pelayanan publik. Terutama
dalam upaya memberikan kemudahan dan kepastian hukum
dalam mengembangkan usaha dan investasi di sektor kelautan
dan perikanan.

Gambar 22.  Kerja Sama KKP-KPK dalam Pencegahan Gratifikasi di Lingkungan KKP

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


79
tahun 2010-2014
Kerja sama KKP-KPK merupakan perwujudan
pertanggungjawaban atas Instruksi Presiden No.7/1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden
No.5/2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta
Peraturan Pemerintah No.8/2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dimana setiap instansi
pemerintah sebagai unsur penyelenggaraan negara wajib
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas, fungsi dan
peranannya dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya. Sebagai tindak lanjutnya, KKP juga
telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
tentang Pelaporan Gratifikasi, Permen KP tentang Pelaporan
Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, serta Permen KP tentang
Pedoman Penanganan Pengaduan Whistleblowing System dan
Pengaduan Masyarakat.

2.  Penanggulangan Kemiskinan


Pelaksanaan prioritas penanggulangan kemiskinan dilaksanakan
melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Kelautan dan Perikanan (PNPM-Mandiri KP), dimana dalam
PNPM-Mandiri KP implementasinya dibagi menjadi kegiatan Pengembangan Usaha
bertujuan meningkatkan Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Tangkap (PT), Perikanan Budidaya
kemampuan usaha (PB), Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta
dan kesejahteraan, Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) dan Pengembangan
pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).
wirausaha KUKP serta
meningkatnya kualitas PNPM-Mandiri KP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha
lingkungan dan kesejahteraan, pengembangan wirausaha anggota Kelompok
Usaha Kelautan dan Perikanan (KUKP) serta meningkatnya kualitas
lingkungan. Sasaran PNPM-Mandiri KP yaitu berkembangnya KUKP
di Kab./Kota yang mencakup kegiatan perikanan tangkap, perikanan
budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, dan usaha
garam rakyat serta masyarakat pesisir lainnya.
Indikator output keberhasilan program program PNPM-Mandiri
KP, yakni tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
kepada KUKP; dan terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan
kelembagaan KUKP melalui sosialisasi, pelatihan, pendampingan
dan penyuluhan. Sedangkan indikator outcome adalah
meningkatnya produksi, pendapatan, dan penumbuhan wirausaha
kelautan dan perikanan serta meningkatnya kualitas lingkungan di
dalam kelompok mandiri.

80 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Pelaksanaan PNPM Mandiri KP tahun 2011 sampai dengan bulan
September 2014 telah disalurkan kepada 33.185 kelompok yang
terdiri dari Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebanyak 8.051
kelompok, Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) sebanyak
13.980 kelompok, Kelompok Pengolah dan Pemasar (Poklahsar)
sebanyak 3.925 kelompok, Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR)
sebanyak 8.860 kelompok, serta 1.227 Kelompok Masyarakat Pesisir
(KMP). Sedangkan pada tahun 2014 ditargetkan KUB penerima
sebanyak 1.000 kelompok, Pokdakan penerima sebanyak 4.250
kelompok, Poklahsar penerima sebanyak 1.000 kelompok, KUGAR
penerima sebanyak 898 kelompok, dan KMP penerima sebanyak
330 kelompok.

Tabel 27.  Rekapitulasi BLM Mandiri KP Tahun 2011-2014

Jumlah Kelompok Penerima


Jenis PNPM
Mandiri KP 2011 2012 2013 2014
realisasi realisasi realisasi realisasi *)
PUMP-PT 1106 3700 3000 245

PUMP-PB 2070 3600 4060 1.392

PUMP-P2HP 408 1500 1500 517

PUGAR 1728 3422 3347 363

PDPT --- 492 603 132

TOTAL 5312 12714 12510 2649

Keterangan: *) sampai dengan bulan September 2014

Sebaran kelompok penerima PNPM Mandiri KP 2011-2014


mencapai 460 kab/kota, yang terdiri dari PUMP Perikanan Tangkap
mencapai 305 kab/kota, 460 kab/kota untuk PUMP Perikanan
Budidaya, 244 kab/kota untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran, 43
kab/kota untuk PUGAR, dan 22 kab/kota untuk PDPT.

Gambar 23.  Jangkauan Kab/Kota PNPM Mandiri KP Tahun 2011-2013

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


81
tahun 2010-2014
Jumlah BLM PNPM Mandiri KP yang telah disalurkan pada tahun
2011-2013 sebesar Rp1.900,22 miliar dengan rincian BLM PUMP
Perikanan Tangkap sebesar Rp780,6 miliar, PUMP Perikanan
Budidaya sebesar Rp701 miliar, PUMP Pengolahan dan Pemasaran
sebesar Rp170,4 miliar, BLM PUGAR sebesar Rp206,14 miliar, dan
BLM PDPT sebesar Rp42,08 miliar.

Tabel 28.  Jumlah Penyaluran BLM PNPM Mandiri KP 2011-2013 dan Target 2014

Jumlah BLM (Rp miliar) Total


Jenis PNPM Mandiri KP
2011 2012 2013 Target 2014 2011-2013

PUMP-PT 110,6 370 300 100 780,6


PUMP-PB 207 234 260 148,75 701
PUMP-P2HP 20,4 75 75 30 170,4
PUGAR 66,5 84,74 54,9 37,19 206,14
PDPT ---- 20,78 21,3 7,47 42,08
TOTAL 404,5 784,52 711,2 323,41 1.900,22

Sebaran PPTK yang melaksanakan tugas pendampingan PUMP


mencapai 423 PPTK ditahun 2011 dengan rincian untuk PUMP
Perikanan Tangkap 18 PPTK untuk PUMP Perikanan Budidaya 362
PPTK untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan
sebanyak 43 PPTK. Ditahun 2012 terdapat 1548 PPTK dengan rincian
untuk PUMP Perikanan Tangkap 485 PPTK untuk PUMP Perikanan
Jumlah BLM Mandiri Budidaya 772 PPTK untuk PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil
KP yang disalurkan perikanan sebanyak 291 PPTK. Ditahun 2013 terdapat 1400 PPTK
2011-2013 sebesar dengan rincian untuk PUMP Perikanan Tangkap 447 PPTK untuk
Rp 1.900,22 miliar PUMP Perikanan Budidaya 691 PPTK untuk PUMP Pengolahan
dan Pemasaran Hasil perikanan sebanyak 262 PPTK. Ditahun 2014
terdapat 1304 PPTK dengan rincian untuk PUMP Perikanan Tangkap
337 PPTK untuk PUMP Perikanan Budidaya 717 PPTK untuk PUMP
Pengolahan dan Pemasaran Hasil perikanan sebanyak 250 PPTK.

Khusus untuk tenaga pendamping PUGAR dan PDPT, direkruit dan


ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Dalam tahun 2011-
2014, terdapat sebanyak 432 tenaga pendamping PUGAR dan 240
tenaga pendamping PDPT.

Tabel 29.  Jumlah Fasilitator Pendamping PNPM Mandiri KP

Jenis PNPM Jumlah Fasilitator Pendamping


Mandiri KP
Target
2011 2012 2013
2014
PUMP-PT 365 478 478 337
PUMP-PB 18 707 707 717
PUMP-P2HP 40 280 290 250
PUGAR 78 94 129 131
PDPT ---- 64 88 88
TOTAL 500 1,623 1,692 1,523

82 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Evaluasi terhadap kinerja PUMP tahun 2011-2013 berdasarkan
data quick survey PPTK dari beberapa lokasi sampel, diperoleh
kesimpulan tentang dampak setelah kelompok penerima bantuan
PUMP. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa KUB yang masuk
kategori sangat berhasil sebesar 5,48% pada tahun 2011, 1,0% pada
tahun 2012 dan 2,13% pada tahun 2013. Kategori berhasil sebesar
71,23% pada tahun 2011, 79,9% pada tahun 2012 dan 89,04% pada
tahun 2013. KUB yang belum berhasil tercatat 12,79% pada tahun
2011, 2,5% pada tahun 2012 dan 2,59% pada tahun 2013. Kategori
tidak berhasil tercatat 10,50% pada tahun 2011, 16,7% pada tahun
2012 dan 6,24% pada tahun 2013.

Gambar 24.  Quick Survey Evaluasi Kinerja PUMP PT Tahun 2011-2013

PUMP PT
Hasil kajian kinerja PUMP PT selama tahun 2011–2012 yang
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan pada Januari-Maret 2013, menunjukan adanya
kenaikan produksi dan pendapatan nelayan penerima PUMP PT
sebagaimana pada gambar grafik berikut.
Kenaikan pendapatan
Kenaikan produksi

Gambar 25.  Kinerja PUMP PT Tahun 2011-2012

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


83
tahun 2010-2014
Studi kasus : Dampak PUMP pada Perikanan Tangkap di Danau Kerinci


 Produktivitas
(kg/alat
tangkap)
 Produksi
(ton/thn)
 Keuntungan
(Rp
juta/nelayan/thn)


Gambar 26.  Dampak PUMP pada Perikanan Tangkap di Danau Kerinci

Pada perikanan perairan umum daratan di Danau Kerinci, penerima


PUMP mengalokasikan dana yang ada untuk pembelian sarana
penangkapan, di antaranya jaring, jala, bubu. Perikanan tangkap
di Danau Kerinci, penambahan alat tangkap oleh para nelayan
penerima dana PUMP dapat meningkatkan produksi totalnya, namun
produktivitas per alat menurun karena jumlah alat tangkap yang ada
PUMP PT telah berhasil telah mencapai jumlah maksimalnya.
meningkatkan produksi Sementara itu evaluasi pelaksanaan yang dilakukan oleh Ditjen
dan pendapatan Perikanan Tangkap bahwa dampak pelaksanaan PUMP-PT dari tahun
anggota KUB 2010–2013 yakni peningkatan pendapatan anggota KUB penerima
PUMP-PT yakni tahun 2011 pendapatan anggota meningkat sebanyak
43,2% dari pendapatan semula sebanyak Rp. 1.235.900 menjadi Rp.
1.769.359, tahun 2012 meningkat sebanyak 85,2% dari pendapatan
semula Rp. 1.156.496 menjadi Rp. 2.141.428, tahun 2013 meningkat
sebanyak 45,5% pendapatan dari semula pendapatan Rp. 1.756.860
menjadi Rp. 2.556.020.

Gambar 27.  Kenaikan Produksi dan Pendapatan PUMP PT

84 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Studi Kasus : Dampak PUMP pada KUB Citra Laut Mandiri
KUB Citra Laut Mandiri beralamat di desa Keradenan ,
Kec. Palang, Kab. Tuban, Jawa Timur. Kelompok ini berdiri
pada tahun 2010 dengan bidang usaha Penangkapan ikan
dan mendapatkan BLM PUMP di tahun 2011. KUB Citra Laut
Mandiri beranggotakan 25 orang. KUB Citra Laut Mandiri juga
mempunyai binaan sebanyak 10 kelompok yang masing-masing
kelompok beranggotakan 20-25 orang. Dengan masing-masing
anggota mempunyai kapal nelayan berukuran 5-20 GT. Sebelum
menerima PUMP KUB Citra Laut Mandiri beromzet antara 30-50
jt/bulan setelah menerima BLM PUMP omzet meningkat drastis
sekitar 100-140jt/bulan. KUB Citra Laut Mandiri juga berencana
akan mendirikan koperasi khusus untuk anggota kelompok dan
kelompok binaannya. Dari hasil pemantauan Tim monev, KUB
Citra Laut Mandiri termasuk kelompok yang SANGAT BERHASIL.

Gambar 28.  Ragam Aktivitas KUB Citra Laut Mandiri

PUMP PB
Pemberdayaan masyarakat melalui PUMP perikanan budidaya
telah menunjukkan adanya (1) peningkatan jumlah pembudidaya
(tenaga kerja) dan usaha perikanan budidaya, (2) meningkatnya
kapasitas produksi perikanan termasuk produktivitas
dengan adanya penambahan wadah/kolam budidaya, (3)
meningkatnya teknologi yang diterapkan dengan adanya
kenaikan input produksi melalui bantuan, (4) meningkatnya
kemampuan manajemen usaha perikanan budidaya melalui
kegiatan pembinaan, penyuluhan dan pendampingan, dan
(5) meningkatnya minat masyarakat untuk melakukan usaha
budidaya sehingga menumbuhkan wirausaha pemula.

Gambar 29.  Quick Survey Evaluasi Kinerja PUMP PB Tahun 2011-2013

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


85
tahun 2010-2014
Adanya peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya
ikan juga terlihat dari hasil laporan survey Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelauan dan Perikanan tahun 2013 terhadap
Podakan penerima PUMP PB tahun 2011 dan tahun 2012.

Gambar 3.

Gambar 30.  Peningkatan Produksi dan Pendapatan Pembudidaya Anggota


Pokdakan Penerima PUMP PB

Gambar 31.  Kinerja PUMP PB Tahun 2011-2012

Studi Kasus : Dampak PUMP pada Budidaya Tambak di Maros


Pada pertambakan di Maros, pembudidaya memanfaatkan dana
PUMP untuk peningkatan padat tebar (introduksi teknologi /
intensifikasi). Langkah tersebut dimungkinkan karena adanya
pemasok benih yang memadai.

86 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 32.  Dampak PUMP pada Budidaya Tambak di Maros

Hasil survey tersebut menyimpulkan bahwa secara umum kegiatan


PUMP PB mampu meningkatkan produksi dan pendapatan
penerimanya. Pada sebagian besar lokasi persentase kenaikan
pendapatan lebih besar daripada peningkatan produksi. Akan tetapi
pada beberapa lokasinya persentase kenaikan pendapatan lebih
kecil daripada persentase kenaikan produksi, hal ini terjadi pada
lokasi yang mengembangkaan komoditas dengan produktivitas
tinggi tetapi memiliki harga jual per kilo gram yang relatif rendah
seperti Provinsi NTT yang sebagian besar mengembangkan
PUMP PB telah berhasil budidaya rumput laut. Hasil survey ini juga menunjukkan bahwa
meningkatkan produksi sebagian besar komoditas yang dibudidayakan anggota pokdakan
dan pendapatan PUMP PB mengalami peningkatan produksi, kecuali gurame hal ini
Pokdakan dimungkinkan karena komoditas ini mempunyai waktu pemeliharaan
yang relatif lama (rata-rata lebih dari 1 tahun).

Adanya peningkatan produksi dan pendapatan pada pokdakan


penerima PUMP PB tahun 2011 dan tahun 2012 ini juga terlihat dari
hasil quick count yang dilaporkan pada forum evaluasi PUMP PB
tahun 2013 untuk wilayah Timur Indonesia. Rata-rata peningkatan
produksi pokdakan penerima PUMP PB tahun 2011 di atas 10 ton
dengan rata-rata peningkatan pendapatan di atas Rp. 10 juta atau
sekitar Rp. 1 juta orang. Rata-rata peningkatan produksi pokdakan
penerima PUMP PB tahun 2012 berkisar antara 5 - 10 ton dengan
rata-rata peningkatan pendapatan di Rp. 5,5 juta – Rp. 10 juta atau
sekitar Rp. 500 ribu – Rp. 1 juta orang.

Dengan adanya pembinaan dan pendampingan diharapkan


usaha pokdakan penerima PUMP PB dapat berkembang melalui
kemitraan dan pembiayaan usaha dari lembaga pembiayaan seperti
perbankan. Kemitraan dan jejaring usaha pokdakan penerima PUMP
PB terbina dan berkembang seiring dengan adanya peningkatan
teknologi budidaya yang diterapkan, yaitu kemitraan dan jejaring
usaha dengan suplier in put dan sarana produksi seperti pakan,
benih/bibit, obat ikan dan pedagang sarana budidaya. Contohnya

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


87
tahun 2010-2014
pembudidaya ikan patin anggota pokdakan penerima PUMP PB
di Kalimantan Selatan bermitra dengan suplier/penyedia pakan
dengan kesepakatan kekurangan kebutuhan pakan akan dibayar
setelah panen.

Pada beberapa lokasi setelah memperhatikan perkembangan usaha


pokdakan penerima PUMP PB, perbankan yang berada disekitar
lokasi tersebut mulai berminat menyalurkan kredit program seperti
KUR dan KKP-E. Pembiayaan usaha untuk pengembangan usaha
pokdakan penerima PUMP PB juga berasal dari PKBL dan CSR dari
BUMN yang berlokasi disekitar usaha pokdakan penerima PUMP
PB. Hasil quick count yang dilaporkan pada Forum Evaluasi PUMP
PB untuk Wilayah Timur Indonesia menyimpulkan bahwa diantara
pokdakan penerima PUMP PB telah mampu mengakses kredit
mencapai Rp. 750 juta. Diantara pokdakan yang telah dilaporkan
mendapatkan pembiayaan usaha seperti ditampilkan pada Tabel 5
berikut ini.

Tabel 30.  Daftar Pokdakan PUMP PB yang telah Mengakses Pembiayaan Usaha

PUMP PB /
No. Nama Pokdakan Pelaksana / Jenis Pembiayaan Jumlah (Rp.)
Komoditas
1 Junior Gurami (Kab. Pd. Pariaman - Sumbar) 2011 / Gurami PT. Semen Padang / CSR 15,000,000
2 Karya Bakti (Kab. Kepahiang - Bengkulu) 2012 / Nila BRI / KKP-E 600,000,000
3 Subur (Kab. Kepahiang - Bengkulu) 2011 / Nila Mandiri Syariah / PKBL 100,000,000
4 Mekar Jaya (Kab. Pesawaran - Lampung) 2011 / Lele BNI / KUR 136,000,000
5 Tani Jaya (Kab. Bogor - Jabar) 2011 / Lele Bank Mandiri / CSR 400,000,000
6 Jasa Rama (Kab. Bandung - Jabar) 2011 / Lele BRI / KKP-E 150,000,000
7 Mina Sari Sejati (Kota Semarang - Jateng) 2011 / Lele Bank Mandiri / KKP-E 350,000,000
8 Minagoro (Kab. Temanggung - Jateng) 2011 / Lele Mandiri Syariah / PKBL 100,000,000
9 Tunas Karya (Kab. Tuban - Jatim) 2011 / Lele Mandiri Syariah / KUR 20,000,000
10 Jenggolo Makmur (Kab. Tuban - Jatim) 2011 / Udang Windu Mandiri Syariah / KUR 20,000,000
11 Cipta Karya (Kab. Bojonegoro - Jatim) 2011 / Lele BRI / KKP-E 80,000,000
12 Barokah (Kota Banjarmasin - Kalsel) 2011 / Patin BNI / PKBL 200,000,000
13 Mina Musti (Kab. Banjar - Kalsel) 2011 / Patin BRI / KKP-E 500,000,000
14 Enggal Jaya (Kab. Tanah Laut - Kalsel) 2011 / Nila BRI / KKP-E 190,000,000
15 Buruh Makmur (Kab. HSU - Kalsel) 2011 / Patin BRI / KKP-E 300,000,000
16 Propea (Kab. Buton Utara - Sultra) 2011 / Rumput Laut BRI / KKP-E 100,000,000
17 Kotoni (Kab. Buton Utara - Sultra) 2011 / Rumput Laut BRI / KKP-E 100,000,000
18 Wacil (Kab. Lebak - Banten) 2011 / Lele BRI / KUR 200,000,000
19 Mina Sejahtera (Kab. Pacitan - Jatim) 2012 / Nila Bank Jatim / KKP-E 250,000,000
20 Margo Utomo (Kab. Ngawi - Jatim) 2011 / Lele Bank Jatim / KKP-E 35,000,000
21 Jaya Abadi (Kab. Ngawi - Jatim) 2011 / Lele Bank Jatim / KKP-E 49,000,000
22 Mina Ratu Klakah (Kab. Lumajang - Jatim) 2011 / Nila BRI / KUR 50,000,000
23 Tirta Mulya (Kab. Lumajang - Jatim) 2012 / Gurami Bank Jatim / KKP-E 90,000,000
24 Mina Jaya Abadi (Kab. Kediri - Jatim) 2012 / Nila Bank Syariah / Kredit Lunak -
25 Al Makmur (Kab. Probolinggo - Jatim) 2012 / Lele Koperasi / Kredit Lunak -
26 Sumbur Makmur (Kab. Trenggalek - Jatim) 2011 / Lele BRI / KKP-E 90,000,000
27 Sepakat (Kab. Rejang Lebong - Bengkulu) 2011 / Nila - / KUR -

88 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
PUMP PB /
No. Nama Pokdakan Pelaksana / Jenis Pembiayaan Jumlah (Rp.)
Komoditas
28 Saluyu (Kab. Rejang Lebong - Bengkulu) 2011 / Nila - / KUR -
29 Nirwana (Kab. 50 Kota - Sumbar) 2012 / Nila Semen Padang / Kredit Lunak 50,000,000
30 Harapan Jaya (Kab. 50 Kota - Sumbar) 2012 / Nila BRI / KUR -
31 Harapan Jaya (Kab. 50 Kota - Sumbar) 2012 / Nila Bank Nagari / KKP-E -
32 Andalan (Kab. Kuningan - Jabar) 2012 / Nila - / KKP-E -

Gambar 33.  Succes Story Penerima PUMP PB

PUMP P2HP
Menurut laporan PPTK pendamping PUMP P2HP sampai dengan
tahun 2013, evaluasi perkembangan PUMP P2HP tahun 2011 dan
2012 menunjukkan 79,67% Poklahsar tahun 2011, 85,66% Poklahsar
tahun 2012 dan 85,15% Poklahsar tahun 2013 termasuk kategori
berhasil yaitu kelompok yang mampu berproduksi secara kontinyu
dan terjadi peningkatan pendapatan. Sedangkan 2,79% Poklahsar
PUMP P2HP telah
tahun 2012 dan 1,82% Poklahsar tahun 2013 termasuk kategori belum
berhasil meningkatkan
berhasil yaitu hanya mampu berproduksi saja tanpa ada peningkatan
pendapatan dan
pendapatan. Poklahsar dalam kategori belum berhasil ini, karena
produksi Poklahsar
kelompok belum berupaya secara maksimal dalam memperluas
jaringan pasar. Yang masuk kategori tidak berhasil sebesar 6,50%
Poklahsar tahun 2011 dan 1,82% Poklahsar tahun 2013 karena
kelompok mengalami kesulitan dalam berproduksi dari sisi modal,
bahan baku dan pasar. Poklahsar yang termasuk dalam kategori
sangat berhasil, terlaporkan untuk PUMP P2HP tahun 2011 sebesar
13,82%, tahun 2012 sebesar 11,55% dan tahun 2013 sebesar 11,21%
yaitu Poklahsar yang telah mendapatkan akses modal.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


89
tahun 2010-2014
Gambar 35.  Quick Survey Evaluasi Kinerja PUMP P2HP Tahun 2011-2013

Gambar 34.  Success Story Pelaksanaan PUMP P2HP

PUGAR
Seiring dengan berjalannya program PUGAR, keberhasian
PUGAR dapat dilihat dari capaian produksi pada awal
pelaksanaan PUGAR tahun 2011 dengan produksi sebesar
823.958 Ton dari target sebesar 349.200 ton. Capaian produksi
PUGAR berhasil PUGAR tahun 2012 adalah sebesar 2.020.109,70 ton dari yang
menjadikan Indonesia ditargetkan 1.320.000 ton. Total produksi tahun 2012 total
swasembada garam produksi sebesar 2.473.716. ton yang terdiri dari produksi
konsumsi garam rakyat dari bantuan PUGAR sebesar 2.020.109 ton, Non
PUGAR sebesar 453.606 ton dan PT. Garam sebesar 385.000
ton. Dengan produksi PUGAR 2012 tersebut, peningkatan
produktivitas yang tadinya rata-rata hanya menghasilkan sekitar
60 ton per hektar menjadi 80-100 ton per hektar. Estimasi
kebutuhan garam konsumsi nasional sebesar 1.440.000 ton/
tahun telah terlampaui, bahkan terjadi surplus garam konsumsi
tahun 2012 sebesar 1.538.616 ton.

90 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 36.  Target dan Realisasi PUGAR Tahun 2011-2013

Sampai dengan tahun 2013 PUGAR telah menghasilkan produksi


garam rakyat tahun 2011-2013 total sebesar 3.917.938,97 ton
senilai lebih kurang 2 triliun rupiah. Capaian produksi ini adalah
111,3% dari target produksi sebesar 3.520.217,54 ton. Dengan
demikian, melalui dukungan PUGAR, Indonesia telah berhasil
memenuhi target swasembada garam konsumsi. Dengan
keberhasilan ini, Pemerintah sejak tahun 2012, telah menyatakan
bahwa Indonesia telah mencapai Swasembada Garam Konsumsi,
dan Impor Garam Konsumsi dinyatakan distop.

Studi kasus : Dampak PUGAR pada Pertambakan Garam di


Indramayu, Sampang, Cirebon, Pamekasan
Pada pertambakan garam (Cirebon, Sampang, Indramayu,
Pamekasan), peningkatan produksi dan pendapatan penerima
PUGAR terutama terkait perluasan areal memanfaatkan lahan
tidur di wilayah penyangga produksi. Pada pertambakan garam
(Cirebon, Sampang, Indramayu, Pamekasan), peningkatan
produktivitas penerima PUGAR terutama terkait pemakaian
teknologi (pemompaan air laut utk mengoptimalkan kapasitas
kolam penggaraman). Pemakaian pompa untuk memindahkan
air laut ke kolam-kolam penggaraman memungkinkan pengisian
kolam-kolam tersebut secara maksimal sesuai kapasitasnya.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


91
tahun 2010-2014

 Produktivitas
(kg/alat
tangkap)
 Produksi
(ton/thn)
 Keuntungan
(Rp
juta/nelayan/thn)


Gambar 37.  Dampak PUGAR pada Pertambakan Garam


di Indramayu, Sampang, Cirebon, Pamekasan

PDPT
PDPT yang dilaksanakan tahun 2012-2013 di 22 kab/kota
telah menghasilkan output berupa 66 dokumen rencana
pengembangan desa (satu tiap desa), terbentuknya 1.095
Kelompok Masyarakat Pesisir, terbangunnya prasarana dan
sarana pada tingkat desa sebagaimana pada Gambar dan Tabel
di bawah ini:

Gambar 38.  Capaian PDPT Tahun 2012-2013

92 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Tabel 31.  Prasarana dan Sarana yang terbangun melalui PDPT Tahun 2012-2013

No Komponen Bina No Jenis Volume Satuan


1 Bina Siaga Bencana 1 Shelter 8 unit
dan Perubahan Iklim 2 Pondok informasi bencana 6 unit
3 Alat komunikasi 5 paket
4 Alat pengeras suara 10 unit
5 Amplifier 2 unit
6 Handy talky 12 unit
7 Lampu emergency 5 unit
8 Mesin genset 1 unit
9 RIG (Lampu) 1 unit
10 Lampu injir 1 unit
11 Papan informasi bencana 14 unit
12 Poster informasi 350 exemplar
13 Posko siaga 11 unit
14 Sarana informasi peringatan dini 151 unit
15 Rambu evakuasi 340 unit
16 Sarana dan prasarana antisipasi bencana 18 paket
17 Jalur evakuasi bencana 19,384 meter
18 Pelindung pantai 16,500 meter
2 Bina Sumber Daya 19 Penanaman vegetasi pantai dan mangrove 364,610 batang
20 Terumbu buatan 299 unit
3 Bina Lingkungan dan 21 Pembuatan dan atau peningkatan jalan 46,800 meter
Infrastruktur 22 Sarana air bersih 129 unit
23 Sumur bor 19 titik
24 Pipa distribusi air bersih 5,020 meter
25 Mandi Cuci kakus (MCK) 449 Unit
26 Rehabilitasi rumah nelayan 60 Unit
27 Jembatan 23 Unit
28 Saluran drainase 7,400 Meter
4 Bina Usaha 29 Pariwisata (pondok wisata dan sarana 27 paket
pendukung)
30 Kios/warung 2 paket
31 Makanan olahan dan sarana pendukung 19 paket
32 Perikanan dan sarana pendukung 32 paket
33 Perbengkelan 4 paket
5 Bina Manusia 34 Pelatihan dan penyadaran masyarakat 7 paket
35 Penyediaan fasilitas sosial dan sarana 5 paket
keagamaan

Hasil evaluasi pelaksanaan PNPM Mandiri KP tahun 2010-


2013 terdapat beberapa permasalahan utama yang menjadi
kendala antara lain: (1) proses verifikasi dan validasi kelompok
calon penerima memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga
penerapan kelompok penerima dan penyaluran dana PUMP
di beberapa lokasi mengalami keterlambatan, (2) adanya revisi
Rencana Usaha Bersama oleh kelompok penerima menyebabkan
mundurnya waktu penyaluran, (3) kesalahan penulisan pada

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


93
tahun 2010-2014
dokumen pencairan yang membutuhkan waktu perbaikan yang
cukup lama mengingat jarak wilayah, (4) kurangnya jumlah
PPTK dibandingkan dengan cakupan wailayah tugasnya,
(5) pemahaman dan pengetahuan tenaga pendamping
akan program belum merata sehingga terdapat perbedaan
pelaksanaan teknis di lapangan, (6) banyaknya perubahan
personil Tim Teknis di daerah dikarenakan banyaknya mutasi
ditingkat Kab./Kota.

Sebagai tindak lanjut terhadap permasalahan tersebut yang


dilakukan antara lain: (1) peningkatan koordinasi Pokja pusat
dengan Tim Teknis dan Tim Pembina pada proses verifikasi dan
proses pencairan, (2) sosialisasi pada Tim Teknis agar perubahan
RUB ditetapkan melalui Berita Acara perubahan yang disetujui
oleh tenaga pendamping dan Tim Teknis, (3) pembekalan pada
PPTK dan pelatihan teknis pada kelompok penerima PUMP dan
PUGAR, (4) mengkoordinasikan penempatan PPTK sesuai dengan
alokasi PUMP yang telah ditetapkan Eselon I pelaksana PUMP, (5)
melakukan sinergi pembiayaan honor PPTK dengan APBD Kab./
Kota dan melibatkan penyuluh PNS, (6) mendorong Pemda Kab./
Kota dan Provinsi tertib dalam pelaporan kepada Pokja pusat dan
pembinaan kepada kelompok.

Untuk perbaikan ke depan langkah-langkah untuk perbaikan


pelaksanaan PNPM-Mandiri KP dapat dilakukan melalui: (1)
membangun sistem informasi teknologi yang terintegrasi untuk
memonitor perkembangan hasil verifikasi dan pencairan bantuan
pada kelompok, serta mempermudah sistem pelaporan secara
berjenjang, (2) sosialisasi yang lebih intensif pada Tim Pembina
dan Tim Teknis serta pembekalan substansi teknis pada PPTK, (3)
Perlu sinkronisasi penempatan PPTK lebih awal dengan Tim Pokja
disesuaikan dengan alokasi per Kab./Kota, (4) optimalisasi peran
Tim Koordinasi dan Pokja pada Eselon I.

Keterangan gambar: Pembangunan Tanggul Penahan Abrasi Laut


kiri : sebelum PDPT, kanan : sesudah PDPT

94 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
3.  Ketahanan Pangan

Pelaksanaan prioritas ketahanan pangan dilaksanakan melalui


rencana aksi pembinaan dan pengembangan kapal perikanan,
alat penangkapan ikan dan pengawakan kapal perikanan dengan
kegiatan berupa pengadaan kapal perikanan Inka Mina >30 GT,
pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan
perikanan, dan pengembangan sistem produksi pembudidayaan
ikan.
1)  Pengadaan Kapal Perikanan INKA MINA
Terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan
Pelaksanaaan Prioritas Pembangunan Nasional, memberi
kesempatan nelayan untuk meningkatkan penghasilan
mereka.  Dimana, KKP memberi dukungan sarana maupun
prasarana, kapal Inka Mina dengan ukuran 30 GT (Gross Tonage)
keatas. Hingga 2014 mendatang, pemerintah menargetkan bantuan
Hingga tahun 2013  Inka sebanyak 1000 kapal kepada kelompok nelayan di berbagai wilayah
Mina berkontribusi Indonesia.
terhadap peningkatan Dari evaluasi yang telah dilakukan sebanyak 507 atau 98% kapal
produksi hasil Inka Mina dari total 519 realisasi pembangunan selama 2010-
tangkapan 5,81 juta 2012 telah sukses beroperasi dan berhasil meningkatkan hasil
ton dan meningkatkan tangkapan serta pendapatan nelayan di sejumlah daerah. Dari
pendapatan rata-rata 46 jumlah kapal 519 unit yang telah terbangun, sebanyak 507 unit
juta/trip dengan kisaran kapal sudah beroperasional dengan baik. Hanya 12 unit kapal yang
10 orang ABK/kapal belum beroperasi secara optimal dikarenakan masih dalam proses
penyempurnaan fisik kapal, proses mencari mitra untuk bantuan
permodalan dan kapal belum tiba di lokasi penerima karena
kesalahan dari kontraktor. Hingga tahun 2013, kapal-kapal tersebut
telah berkontribusi terhadap peningkatan produksi hasil tangkapan
yang mencapai sebesar 5,81 juta ton serta peningkatan pendapatan
masyarakat dengan besaran total pendapatan rata-rata Rp46 juta per
trip dengan kisaran 10 orang ABK per kapal. Pada tahun 2013, kapal
Inka Mina yang terbangun sebanyak 208 kapal dengan demikian
sejak tahun 2010-2013 sudah terbangun 727 kapal atau 72,7% dari
total 1000 kapal, sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 32.  Alokasi dan Realisasi Pembangunan Kapal Inka Mina Tahun 2010-2013

Alokasi (unit) Realisasi (unit)


Tahun
TP DAK JML TP DAK JML
2010 60 0 60 46 0 46
2011 125 128 253 118 114 232
2012 125 124 249 121 120 241
2013 125 125 250 96 112 208
JUMLAH 409 376 785 381 346 727

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


95
tahun 2010-2014
Program Inka Mina yang digulirkan KKP, mulai memperlihatkan
dampak positifnya. Semenjak menggunakan kapal Inka
Mina, nelayan penerima bantuan mendapatkan hasil dua kali
lipat. Ini menunjukkan, sesungguhnya penggunaan kapal
Inka Mina mempunyai  tujuan untuk mengurangi kepadatan
operasi penangkapan ikan di wilayah pantai dan dibawah
12 mil yang telah padat dengan perahu-perahu nelayan,
sekaligus optimalisasi fishing ground di wilayah penangkapan
ikan nasional. kapal Inka Mina, diharapkan mampu untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas nelayan. Dengan
program Inka Mina, secara langsung mendukung peningkatan
kemampuan Anak Buah Kapal (ABK) dari skala kecil ke skala
menengah dan besar dan bisa merekrut ABK minimal 10 nelayan
per kelompok.
 Berdasarkan data yang diperoleh dari evaluasi pengelolaan
kapal Inka Mina yang telah operasional sebanyak 349 unit, secara
keseluruhan pendapatan rata-rata 17 unit kapal Inka Mina per
trip operasi penangkapan dapat mencapai lebih dari 100 juta
rupiah, 11 unit kapal berpendapatan antara Rp75-100 juta/trip,
27 unit kapal berpendapatan antara Rp50-75 juta/trip, 105 unit
kapal berpendapatan antara Rp25-50 juta/trip dan 189 unit kapal
berpendapatan dibawah Rp25 juta/trip.
Tabel 33.  Evaluasi Kapal Inka Mina 2010-2012

Pendapatan/Trip Jumlah Kapal Pendapatan Bersih/Trip


No
(Rp Juta) (Unit) (Rp Juta)
1. > 100 17 80
2. 75- 100 11 58
3. 50 - 75 27 45
4. 25 - 50 105 36
5. < 25 189 12
Total 349**

Keterangan:
Berasal dari kapal Inka Mina pengadaan tahun 2010-2012 yang sudah
melaporkan. Kapal Inka Mina pengadaan tahun 2013 dalam proses evaluasi.
**Sebanyak 102 unit kapal lainnya pengadaan 2010-2012 yang telah operasional
belum melaporkan hasil produksinya (Rata-Rata ABK 10 Org/Kapal, Rata-Rata 2
Trip Penangkapan/Bulan)

Besarnya hasil tangkapan serta pendapatan untuk setiap kapal di


setiap daerah berbeda, bahkan beberapa diantaranya menunjukkan
nilai yang fantastis. Seperti di Kabupaten Luwu, Selawesi Selatan
dari tiga kapal yang telah beroperasional sejak tahun 2010 total
pendapatan di peroleh sebesar Rp5 miliar. Selain itu nelayan
mendapat berbagai keuntungan lainnya seperti yang telah dirasakan
oleh nelayan di Kabupaten Majene Sulawesi Barat yang kini dapat
menghasilkan tuna dengan kualitas ekspor yang semula hanya
Grade C kini bisa menghasilkan tuna dengan Grade A dengan harga
USD 12 per kg. 
 

96 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Dalam pelaksanaan pembangunan kapal Inka Mina spesifikasi teknis
terutama konstruksi, mengacu kepada standar BKI (Biro Klasifikasi
Indonesia). Kekurangan dari spesifikasi pada tahun sebelumnya
dievaluasi kemudian diperbaiki. Beberapa perubahan dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi terkait dengan spesifikasi equipment
kapal, seperti instalasi listrik dan mesin bantu harus menggunakan
spesifikasi marine (laut). Setiap kapal Inka Mina yang diserahkan
kepada nelayan telah dilakukan ujicoba melaut (sea trial) untuk
memastikan kapal tersebut laik laut dan dilengkapi dengan surat
kelaikan laut dari instansi berwenang, yaitu Ditjen Perhubungan Laut,
Kemenhub.  

Gambar 39.  Kapal Inka Mina 549 di Prov. Aceh (kiri atas),
Inka Mina 603 di Prov. Kepri (kiri bawah) dan Inka Mina 198
di Kab. Tarakan, Kalimantan Timur

Dari evaluasi program Inka Mina, KKP telah menetapkan ketentuan


rinci sebagai langkah perbaikan. Diantaranya, menetapkan
Kelompok Usaha Bersama (KUB) penerima dilakukan sebelum
proses pembangunan kapal. Kedua, meningkatkan monitoring dan
evaluasi dari pra pembangunan, proses pembangunan hingga
pemanfaatan kapal Inka Mina. KKP juga akan melakukan pelatihan
lebih intensif SDM KUB calon penerima bantuan serta melakukan
pendampingan pada saat operasional kapal. Termasuk, memfasilitasi
pengurusan dokumen kapal dan perizinan penangkapan ikan. Untuk
mempercepat pengurusan dokumen, KKP juga telah membentuk
Pokja tingkat pusat dengan melibatkan Kemenhub dan Kemendagri

a) Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan


Dalam rangka pengelolaan potensi sumber daya perikanan
laut di perairan Indonesia telah dilakukan pembangunan
pelabuhan perikanan (PP) dari tahun 2010 sampai dengan
tahun 2013. Peningkatan ketersediaan fasilitas, pelayanan, dan
operasional pelabuhan perikanan bertujuan untuk mendukung
pengembangan ekonomi kawasan dan peningkatan konektivitas

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


97
tahun 2010-2014
juga mendukung ketahanan pangan yang menjamin pasokan ikan
serta peningkatan kapasitas industri pengolahan hasil perikanan.
Hal ini, selaras dengan salah satu arah kebijakan KKP pada 2013,
yakni pengembangan dan pengawasan sistem jaminan mutu dan
traceability (ketelusuran) produk hasil perikanan dan jaminan akan
ketersediaan bahan baku industri. 

Tabel 34.  Alokasi dan Realisasi Pembangunan dan Pengelolaan


Pelabuhan Perikanan Tahun 2010-2013

Tahun Alokasi (lokasi) Realisasi (lokasi)


2010 43 41
2011 32 32
2012 20 25
2013 20 35
Total 115 133

Pelabuhan perikanan Total pelabuhan perikanan yang dibangun adalah sebanyak 133
mendukung lokasi atau 116% dari total target sebanyak 115 lokasi. Lokasi
pengembangan pelabuhan perikanan yang tidak terealisasi adalah sebanyak 2 lokasi
ekonomi kawasan, yakni PP Karimun – Prov. Kep. Riau dan PPI Atapupu – Prov. Nusa
peningkatan Tenggara Barat yang disebabkan oleh alokasi anggaran semula
konektivitas, direalokasi. Kedua lokasi tersebut tidak terealisasi pada tahun
ketahanan pangan dan 2010, sedangkan pembangunan pelabuhan perikanan tahun 2011
meningkatkan kapasitas terealisasi sebanyak 100%, tahun 2012 teralisasi sebanyak 125% dan
industri pengolahan tahun 2013 terealisasi sebanyak 175%.
hasil perikanan

Gambar 40.  Pembangunan Pelabuhan Perikanan

98 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Adapun permasalahan pembangunan pelabuhan perikanan adalah
sebaran PP tidak merata, sebagian besar di Kawasan Barat Indonesia
dan terfokus dalam perairan antar pulau dan belum terintergrasinya
sistem data dan informasi di pelabuhan perikanan. Tindak lanjut ke
depan antara lain pendanaan bagi pengembangan PP di Kawasan
Timur Indonesia dan di lokasi perbatasan seperti: Miangas, Rote,
Ranai, Nunukan, Sikakap, Simeulue dan integrasi satu layanan
informasi dan data antara Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP)
dengan Data Sharing System (DSS).

b) Pengembangan Sistem Produksi Budidaya Ikan


Ikan menjadi bahan pangan strategis sumber protein selain
daging sapi dan ayam. Ke depan, kebutuhan masyrakat terhadap
ikan diprediksi akan terus meningkat, terkait dengan semakin
meningkatnya mobilitas masyakat, usia penduduk yang semakin
panjang dan isu penyakit terkait daging sapi dan ayam. Food and
Agriculture Organization (FAO) dalam laporannya menyatakan
produk perikanan merupakan sumber protein hewani yang universal,
tidak menimbulkan penyakit, mencerdaskan dan menyehatkan.
Salah satu kegiatan
Bahkan data FAO ini, melansir sejak tahun 2011 untuk pertama
mendukung ketahanan
kalinya produksi perikanan budidaya dunia, telah melampaui
pangan dilakukan
produksi daging sapi. Tahun 2012, produksi perikanan budidaya
melalui penilaian
dunia telah mencapai 66 juta ton, melebihi produksi daging sapi
sertifikasi Cara Budidaya
yang hanya 63 juta ton. Ini membuktikan bahwa ikan semakin dapat
Ikan yang Baik (CBIB)
diandalkan untuk mendukung ketahanan pangan, termasuk di
pada unit budidaya
Indonesia.
ikan. Sampai dengan
semester I tahun 2014,
Untuk mendukung sistem produksi budidaya ikan beberapa
KKP berhasil melakukan
kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2010-2014 antara lain:
sertifikasi kepada
pembudidayaan ikan
(1) Memasyarakatkan Cara Berbudidaya Ikan Yang Baik
yang memenuhi standar
CBIB sebanyak 7.806 Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan
unit dan keamanan pangan maka masalah mutu, sanitasi, kandungan/
residu hormon dan antibiotik, bakteri, racun hayati (biotoxin), logam
berat serta pestisida pada beberapa komoditas budidaya menjadi
perhatian kita bersama. Oleh karenanya produk perikanan budidaya
harus aman untuk dikonsumsi sesuai persyaratan yang dibutuhkan
pasar, Berkaitan dengan hal tersebut sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan
gizi pangan, para pembudidaya ikan perlu menerapkan Cara
Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB), sebagaimana diatur dalam Kepmen
KP No. KEP. 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik,
Pengendalian penerapan CBIB pada unit usaha budidaya dilakukan
melalui penerapan sertifikasi yang diatur dalam SK Dirjen Perikanan
Budidaya Nomor 044/DJ-PB/2008. Tujuan sertifikasi ini adalah
sebagai upaya untuk untuk memberikan jaminan terhadap unit
usaha budidaya yang telah menerapkan CBIB dan produk budidaya
yang dihasilkannya aman untuk dikonsumsi.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


99
tahun 2010-2014
Tabel 35.  Kegiatan Penilaian Sertifikasi Pada Unit Pembudidayaan Ikan s/d Semester I Tahun 2014

No Provinsi 2004 s.d 2010 2011 2012 2013 2014 Kumulatif


1 Perorangan 319 1.053 1.544 2.692 615 5.932
2 Pokdakan 160 197 206 537 84 1.133
3 Perusahaan 235 54 43 60 7 395
JUMLAH 714 1.304 1.793 3.289 706 7.806

Jumlah unit pembudidayan ikan yang disertifikasi secara kumulatif


dari Tahun 2004 hingga Semester I tahun 2014 sebanyak 7.806 unit.
Loncatan kinerja kegiatan penilaian sertifikasi terutama disebabkan
oleh pendelegasian sebagian proses sertifikasi CBIB kepada 20
provinsi yang ditetapkan dalam Keputusan Dirjen PB No.54/KEP-
DJPB/2014 dan sebagai petunjuk pelaksanaannya telah ditetapkan
dalam Peraturan Dirjen PB No.53/PER-DJPB/2014
Dalam mendukung sistem produksi mutu pembenihan ikan agar
proses produksi dan produk yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dan memenuhi keinginan pelanggan,
KKP telah menerapkan Cara Perbenihan Ikan yang Baik (CPIB). Untuk
menjamin bahwa penerapan CPIB telah dilakukan dengan benar,
Jumlah unit pembenihan maka setiap unit pembenihan harus dilakukan sertifikasi. Sertifikasi
bersertifikasi sampai CPIB yang diterapkan pada unit pembenihan merupakan kegiatan
dengan semester I 2014 yang menguntungkan baik bagi produsen benih maupun konsumen
sebanyak 317 unit di 33 karena dapat memberikan jaminan mutu produk dan memenuhi
provinsi persyaratan keamanan pangan. Penilaian penerapan sertifikasi
CPIB merupakan salah satu kegiatan dalam proses pemberian
sertifikat kepada unit pembenihan yang dilakukan secara objektif
dan transparan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan baik
produsen maupun konsumen yang pada akhirnya akan mampu
menciptakan kepuasan pelanggan. Jumlah unit pembenihan
bersertifikat sampai dengan semester I tahun 2014 adalah sebanyak
317 unit dengan penyebaran unit perbenihan di 33 provinsi.

(2) Pengembangan Jejaring Induk Unggul (Broodstock Center)


Jejaring Induk Unggul telah dicanangkan sejak tahun 2009, dan
dikuatkan melalui KEPMEN No. 10/2012 tentang Jejaring Pemuliaan
Ikan, yang bertujuan untuk mempercepat kegiatan pemuliaan,
perkayasaan serta perbanyakan dan distribusi induk unggul. Dalam
implementasinya, jejaring ini melakukan pertemuan antara pelaku
produksi (unit perbenihan) dan pelaku distribusi induk ikan unggul,
diharapkan dapat dihasilkan suatu komitmen dalam pengelolaan
perbenihan perikanan, khususnya terfokus pada percepatan
perbanyakan dan produksi yang siap didistribusikan kepada
masyarakat pengguna induk, sesuai dengan persyaratan Standard
kualitas induk unggul. Beberapa unit perbenihan mendapatkan
tugas sebagai Broodstock Center.

100 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Broodstock Center atau Pusat Induk merupakan salah satu unit
yang bertanggung jawab dalam rangkaian kegiatan/proses untuk
memperoleh induk dan/atau benih ikan unggul melalui serangkaian
kegiatan, yaitu identifikasi dan inventarisasi induk baik induk (alam,
induk yang sudah dapat dihasilkan dari usaha budidaya maupun
ikan hasil introduksi), karaktersisasi, serta pemuliaan.

Implementasi kegiatannya dapat dilaksanakan secara terpadu


dengan semua pihak terkait dan mempunyai kepentingan yang
sama terhadap pengelolaan induk ikan, yaitu Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi dan Kabupaten/Kota; Lembaga Riset
(Badan Litbang KP, Perguruan Tinggi, BPPT, LIPPI); Swasta Bidang
Broadcast Center Perbenihan Perikanan; serta institusi lainnya. Kegiatan yang
sebagai unit dilaksanakan berupa pengumpulan induk dan benih alam dari
penanggung jawab berbagai lokasi, pemuliaan, serta produksi benih calon induk.
untuk menghasilkan Selanjutnya, dilaksanakan produksi induk hasil budidaya melalui
induk dan benih ikan serangkaian proses seleksi, untuk nantinya dilakukan penilai
unggul pelepasan.

Pembinaan dan pengembangan Broodstock Center yang telah


dilaksanakan meliputi 14 UPT dan BBIS dari provinsi Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Gorontalo, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Bali, NTT, dan NTB. Untuk memperkuat jejaring induk dalam
menghasilkan induk unggul masih diperlukan upaya pemerintah
dalam mengatasi permasalahan induk ikan, melalui program
percepatan produksi induk, yang mencakup kegiatan pengelolaan
sumber daya induk di alam, melaksanakan domestikasi induk,
produksi induk hasil pemuliaan yang telah dilepas di masyarakat,
rehabilitasi dan pembangunan serta pengembangan Broodstock
Centre.

Dalam mengembangkan kegiatan pemuliaan ikan dibutuhkan


langkah-langkah antara lain: (1) pembangunan dan rehabilitasi
prasarana broodstock center; (2) pengembangan varietas dan/atau
jenis ikan baru secara berkelanjutan; (3) pemberdayaan potensi
nasional dan pemacuan swastanisasi di bidang pemuliaan ikan; dan
(4) pengembangan protokol pemuliaan ikan.

(3) Pelepasan Varietas Baru


Penggunaan varietas unggul yang memiliki berbagai sifat yang
diinginkan memegang peranan penting untuk peningkatan produksi
KKP telah melepas 18
perikanan. Penggunaan varietas unggul tahan hama dan penyakit
varietas/jenis induk
merupakan cara paling murah untuk menekan gangguan dalam
ikan yang unggul, tahan
usaha budidaya ikan tanpa adanya kekhawatiran akan dampak
hama dan penyakit
negatif terhadap lingkungan. Adapun beberapa varietas/jenis induk
ikan yang sudah dirilis/dilepas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


101
tahun 2010-2014
Tabel 36.  Varietas/Jenis Induk Ikan yang Sudah Dirilis/Dilepas

No Komoditas Dasar Hukum Instansi Pemulia Keunggulan


1 Torsoro KEP. 66/MEN/2011 tentang Balai Penelitian dan Bernilai ekonomis cukup tinggi
Pelepasan Ikan Torsoro Pengembangan Budidaya Air
Tawar Bogor, Jawa Barat
2 Nila BEST KEP. 77/MEN/2009 tentang Balai Penelitian dan Dapat hidup di lingkungan yang
Pelepasan Ikan Nila BEST Pengembangan Budidaya Air bersifat ekstrim dan tahan terhadap
Tawar Bogor penyakit, pertumbuhannya lebih cepat,
menghasilkan telur 3 – 5 kali lebih
banyak, serta tingkat hidupnya di atas
90%
3 Nila Sultana Surat Keputusan Menteri Balai Besar Pengembangan Pertumbuhannya lebih baik
Kelautan dan Perikanan Nomor Budidaya Air Tawar Sukabumi,
KEP. 28/MEN/2012 tentang Jawa Barat
Pelepasan Ikan Nila Sultana
4 Nila Nirwana II Surat Keputusan Menteri Balai Pengembangan Benih Dapat tumbuh dengan cepat di perairan
Kelautan dan Perikanan Nomor Ikan Air Tawar Wanayasa, Jawa tawar
KEP. 23/MEN/2012 tentang Barat
Pelepasan Ikan Nila Nirwana II
5 Nila Srikandi Surat Keputusan Menteri Balai Penelitian dan Dapat tumbuh dengan baik pada
(Sukamandi) Kelautan dan Perikanan Nomor Pengembangan Budidaya Ikan salinitas 10 – 30 ppt dibandingkan strain
KEP. 09/MEN/2012 tentang Air Tawar Sukamandi, Jawa ikan nila lainnya serta pertumbuhannya
Pelepasan Ikan Nila Srikandi Barat pun lebih cepat
6 Nila Larasati (Nila Surat Keputusan Menteri Satker. PBIAT Janti, Jawa memiliki warna merah dengan laju
Merah Strain Janti) Kelautan dan Perikanan Nomor Tengah pertumbuhan yang cepat dan daya
KEP.79/MEN/2009 tentang tahan terhadap lingkungan yang adaptif
Pelepasan Nila Larasati (Nila
Merah Strain Janti)
7 Nila Anjani Surat Keputusan Menteri BPBIAT Aikmel, Nusa Dalam laju pertumbuhan, memiliki
Kelautan dan Perikanan Nomor Tenggara Timur ketahanan terhadap penyakit dan
KEP. 46/MEN/2012 tentang perubahan lingkungan
Pelepasan Ikan Nila Anjani
8 Nila Merah Nilasa Surat Keputusan Menteri UKBAT Cangkringan, DI. Dalam laju pertumbuhan, memiliki warna
Kelautan dan Perikanan Nomor Yogyakarta merah
KEP. 47/MEN/2012 tentang
Pelepasan Ikan Nila Merah
NILASA
9 Nila Jantan Pandu Surat Keputusan Menteri Satker. PBIAT Janti Persilangan nila jantan pandu dan nila
dan Nila Betina Kelautan dan Perikanan Nomor betina kunti akan menghasilkan benih
Kunti KEP. 48/EMN/2012 tentang sebar larasati berwarna merah yang
Pelepasan Ikan Nila Jantan Pandu unggul dalam laju pertumbuhan dan
dan Nila Betina Kunti daya tahan
10 Nila Salina Surat Keputusan Menteri BPPT Serpong Memiliki laju pertumbuhan yang baik
Kelautan dan Perikanan Nomor dan daya tahan terhadap salinitas
KEP. 22/Kepmen-KP/2014 sampai dengan 20-25 ppt, tahan
tentang Pelepasan Ikan Nila serangan bakteri Streptococcus spp
Salina
11 Lele Sangkuriang-2 Surat Keputusan Menteri BBPBAT Sukabumi Benih sebar berukuran seragam,
Kelautan dan Perikanan Nomor pertumbuhan unggul dan FCR rendah
KEP. 28/Kepmen-KP/2013
tentang Pelepasan Benih Sebar
Hibrida Ikan Lele Sangkuriang 2
12 Mas Merah Surat Keputusan Menteri UKBAT Cangkringan, DI. Memiliki warna merah cerah yang
Cangkringan Kelautan dan Perikanan Nomor Yogyakarta menarik untuk komoditas budidaya dan
41/KEPMEN-KP/2014 tentang ikan hias
Pelepasan Ikan Mas Merah
Najawa

102 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
No Komoditas Dasar Hukum Instansi Pemulia Keunggulan
13 Udang Galah Gi Surat Keputusan Menteri BBPI Sukamandi Laju Pertumbuhan jauh lebih baik dan
Macro – II Kelautan dan Perikanan Nomor tahan perubahan lingkungan
KEP. 23/KEPMEN-KP/2014
tentang Pelepasan Udang Galah
14 Udang Vaname Surat Keputusan Menteri PT Bibit Unggul, Global Gen Tahan terhadap 9 jenis virus yang
Global Gen Kelautan dan Perikanan Nomor berbahaya bagi udang
KEP. 57/MEN/2010 tentang
Pelepasan Udang Vaname Global
Gen
15 Udang Vaname Surat Keputusan Menteri Balai Budidaya Air Payau Pertumbuhan yang cepat
Unggul Nusantara I Kelautan dan Perikanan Nomor Situbondo
KEP. 78/MEN/2009 tentang
Pelepasan Varietas Udang
Vaname Unggul Nusantara I
16 Kerapu Cantang Surat Keputusan Menteri BBAP Situbondo Laju pertumbuhan jauh lebih cepat
Kelautan dan Perikanan Nomor disbanding kerapu jenis lainnya
KEP. 38/MEN/2012 tentang
Pelepasan Benih Hibrida Kerapu
Macan dan Kerapu Kertang
17 Lele Mandalika Surat Keputusan Menteri Instalasi BBI Batu Kumbung, Memiliki laju pertumbuhan yang baik
Kelautan dan Perikanan Nomor. NTB dan daya tahan terhadap lingkungan
42/KEPMEN-KP/2014 tentang yang baik
Pelepasan Benih Sebar Ikan Lele
Mandalika
18 Papuyu Surat Keputusan Menteri BBAT Mandiangin Lebih mudah diproduksi secara masal,
Kelautan dan Perikanan Nomor. dapat dikendalikan produksinya dan
40/KEPMEN-KP/2014 tentang adaptif terhadap lingkungan budidaya
Pelepasan Ikan Papuyu khususnya dalam hal respon terhadap
pakan pellet

(4) GAUL (Gerakan Penggunaan Induk Unggul)


Gerakan Penggunaan Induk Unggul atau GAUL bertujuan untuk
mewujudkan penyediaan dan distribusi serta informasi induk unggul
yang merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Program GAUL
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan induk yang semakin
meningkat karena intensifikasi dan diversifikasi budidaya ikan. GAUL
dilaksanakan melalui pemenuhan persyaratan “7 (tujuh) tepat” yaitu:
tepat jenis, mutu, jumlah, tempat, ukuran, waktu dan harga bagi
penyediaan serta distribusi induk ikan.
Dalam program GAUL ini Pemerintah memberikan fasilitas melalui
kegiatan perekayasaan, kegiatan pemuliaan, penilaian dan
pelepasan varietas/jenis ikan, dan penyusunan protokol pemuliaan,
sedangkan pihak swasta diharapkan dapat memanfaatkan
kesempatan dalam pengembangannya secara proporsional.
Penggunaan induk unggul ini diharapkan akan meningkatkan
mempercepat pertumbuhan ikan dan menekan mortalitas ikan
sehingga dapat meningkatkan produksi kurang lebih 60 %.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


103
tahun 2010-2014
Gambar 41.  Kegiatan Sosialisasi Gervikan

(5) Gerakan Vaksinasi Ikan (GERVIKAN)


Menyadari betapa pentingnya penggunaan vaksin dalam upaya
mencegah kematian yang diakibatkan oleh serangan penyakit
ikan, maka sejak tahun 2009 KKP telah mencanangkan GERVIKAN
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat serta
memasyarakatkan penggunaan vaksin secara nasional pada sentra
budidaya ikan terutama kawasan minapolitan dan industrialisasi
perikanan budidaya dalam rangka pencegahan penyakit serta
peningkatan produksi vaksin dalam negeri.
Pelaksanaan GERVIKAN terdiri dari beberapa tahap pelaksanaan,
yaitu: (I) Penyusunan roadmap pengembangan vaksin di Indonesia;
(ii) Penyediaan vaksin; (iii) Penyediaan vaksinator terampil dan
bersertifikat; dan (iv) Sosialisasi dan Demonstrasi vaksinasi di 33
Provinsi.

GERVIKAN menurunkan Dampak positif GERVIKAN di Indonesia tidak hanya kepada


tingkat kematian ikan menurunnya tingkat kematian ikan sebagai implikasi dari
dan meningkatkan penggunaan vaksin, namun juga berdampak kepada meningkatnya
jumlah dan jenis vaksin jumlah dan jenis vaksin yang tersedia di dalam negeri. Hasil
di dalam negeri penggunaan vaksin yang telah diberikan secara gratis ke
pembudidaya selama tahun 2010 – 2013 dapat meningkatkan
tingkat kelangsungan hidup (SR) hingga 95 %.
Pada tahun 2009 hingga 2010 di Indonesia hanya tersedia 3 (tiga)
merk vaksin yaitu: Aquavac™ Garvertil dan Aquavac™ Garvertil
Oral dan Norvax Strep-Si untuk penyakit streptococcus iniae yang
diimpor oleh PT. Intervet Indonesia. Hingga Tahun 2013 telah
tersedia 14 (empat belas) merk vaksin yang sudah teregistrasi dan
diproduksi massal, 2 jenis vaksin yang belum diproduksi massal yaitu
vaksin anti Tenacibaculum maritimum dan vaksin anti Viral Nervous
Necrocis, sedangkan masih terdapat jenis 4 (empat) jenis vaksin yang
masih dalam tahap pengembangan yaitu vaksin anti Mycobacterium
fortuitum, vaksin anti White Spot Syndrome Virus, Vaksin anti
Flexibacter columnare dan Vaksin DNA anti Koi Herpesvirus. Untuk
vaksin DNA anti KHV, WSSV dan Vibrio algynoliticus masih terdapat

104 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Tabel 37.  Vaksin yang telah memiliki Nomor Registrasi di KKP

No. Bentuk
Nama vaksin Indikasi
Sediaan
1. AQUAVAC™ GARVETIL Suspensi Untuk pencegahan Streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri
DKP RI No. I. 0703071 VKC Streptococcus iniae dan Lactococcus garvieae pada ikan nila
2. AQUAVAC™ GARVETIL ORAL Minyak Untuk pencegahan Streptococcosis yang disebabkan oleh bakteri
DKP RI No. I. 0703070 VKC beremulsi Streptococcus iniae dan Lactococcus garvieae pada ikan nila
3. NORVAX STREP Si Cairan Untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan, yang disebabkan oleh
DKP RI No. I. 060641 VKC infeksi bakteri Streptococcus iniae
4. AQUAVAC® IRIDO V Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Iridovirus (Grouper Sleepy
DKP RI No. I. 12111221 BKC Disease Iridovirus) yang sering menyerang ikan kerapu, kakap yang disebabkan
oleh infeksi virus dari family Iridoviridae
5. AQUAVAC STREP Sa Cairan Untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan, yang disebabkan oleh
KKP RI No. I. 1105166 VKC infeksi bakteri Streptococcus agalactiae
6. HIMMVAC AGILBAN S-PLUS Cairan Untuk mencegah penyakit Streptococcosis pada ikan, yang disebabkan oleh
KKP RI No. I. 1105165 VKC infeksi bakteri Streptococcus iniae
7. KV3 Cairan Untuk mencegah penyakit KHV (Koi Herpes Virus) pada ikan Koi
PT Akasopa Transparti
KKP RI No. I. 1101152 VKC
8. CAPRIVAC VIBRIO – L Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit vibriosis yang sering menyerang
KKP RI No. D 1206202 BKC ikan kerapu, kakap dan juga ikan-ikan laut lainnya yang disebabkan oleh infeksi
bakteri vibrio
9. CAPRIVAC VBRIO Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit vibriosis yang sering menyerang
KKP RI No. D 1207206 BKC ikan kerapu, kakap dan juga ikan-ikan laut lainnya yang disebabkan oleh infeksi
bakteri vibrio
10. CAPRIVAC AERO – L Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Motile Aeromonas Septicemia
KKP RI No. D 1206201 BKC (MAS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
11. Caprivac Aero Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Motile Aeromonas Septicemia
KKP RI No. D 1208207 BKC (MAS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
12. CAPRIVAC ICTA Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Edwardsiliosis yang disebabkan
KKP RI No. I 1211222 BKC oleh infeksi bakteri Edwardsiella ichtaluri
13. HYDROVAC Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Motile Aeromonas Septicemia
KKP RI No. D 1206203 BKC (MAS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophil.
14 Streptovac Cairan Vaksin ini digunakan untuk mencegah penyakit Streptococcosis yang disebabkan
KKP RI No. D 1305224 BKC oleh infeksi bakteri Streptococcus agalactiae

kendala terkait dengan produk tersebut merupakan produk rekayasa


genetika (PRG) sehingga perlu mendapatkan persetujuan dari
Komisi Keamanan Hayati.

(6) Pos Pelayanan Ikan Terpadu (POSIKANDU)


Laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan merupakan
instrument penting dalam mendukung keberhasilan program
peningkatan produksi perikanan budidaya melalui kegiatan
monitoring kualitas air, identifikasi penyakit, serta memberikan
rekomendasi penanggulangan penyakit ikan dan lingkungan. Untuk
lebih meningkatkan pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan
dilaksanakan POSIKANDU. Selain itu, Posikandu dibangun untuk
lebih mendekatkan pelayanan kesehatan ikan dan lingkungan
kepada pembudidaya karena dibangun di kawasan perikanan
budidaya.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


105
tahun 2010-2014
Pembangunan POSIKANDU pada tahun 2013 telah dilaksanakan di
25 kabupaten/kota yang diprioritaskan pada kawasan minapolitan
dan industrialisasi. Disamping itu terdapat 5 kabupaten/kota yang
membangun POSIKANDU secara swadaya dan mandiri melalui
anggaran APBD.

Gambar 42.  POSIKANDU Kabupaten Banjar,


Kalimantan Selatan

Gambar 43.  Kegiatan Monitoring Kualitas air oleh Petugas POSIKANDUdi Kawasan
Budidaya Kabupaten Banyumas

(7) Gerakan Revitalisasi Tambak Budidaya (GERVITAM)


Gervitam dilaksanakan dalam rangka upaya pemecahan masalah
yang dihadapi oleh para pembudidaya dalam meningkatkan
produksinya yaitu masih terbatasnya prasarana dan sarana dalam
mendukung kegiatan perikanan budidaya, dan kurang optimalnya
pemanfaatan prasarana dan sarana karena belum memenuhi
standar. Hal ini ditandai dengan masih banyaknya kawasan-kawasan
perikanan budidaya laut yang belum dimanfaatkan, kawasan
budidaya air payau yang saluran pasok dan buangnya masih jadi
satu dan tidak terpelihara, serta pemanfaatan kawasan budidaya
air tawar yang lahannya masih banyak konflik dengan kepentingan
sektor lain.
Pelaksanaan revitalisasi tambak dilaksanakan melalui penyusunan
DED, optimalisasi saluran irigasi tambak dan bantuan sarana
percontohan budidaya udang yang tepat guna untuk menjamin
beroperasinya sistem produksi yang menerapkan teknologi
budidaya ikan yang inovatif, efektif dan efisien.

106 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
• Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Kawasan
Tambak
Keterbatasan prasarana budidaya tambak yang merupakan
salah satu kendala dalam peningkatan kinerja budidaya air
payau. Berkaitan dengan hal tersebut KKP melakukan kegiatan
penyusunan DED saluran irigasi kawasan tambak dilokasi yang
berpotensi untuk dikembangkan. DED merupakan dokumen
yang dibutuhkan sebagai dasar pelaksanaan rehabilitasi
maupun pembangunan. Pada tahun 2012, KKP telah menyusun
DED saluran tambak untuk 23 kabupaten di 5 provinsi dengan
rencana luas layanan sebanyak 20.400 Ha. Pada tahun 2013
penyusunan DED telah dilaksanakan untuk 6 kabupaten di 6
provinsi dengan luas layanan 4.200 Ha.

• Rehabilitasi Saluran Irigasi Kawasan Tambak


Sebagai upaya pemecahan masalah dalam mengoptimalkan
kinerja salauran irigasi tambak. Dengan dasar DED yang telah
disusun, KKP melakukan rehabiliasi dan pembangunan saluran
irigasi tambak tersier, dan berkoordinasi dengan Kementerian
Pekerjaan Umum untuk melaksanakan rehabilitasi dan
pembangunan saluran irigasi tambak primer dan sekunder. Pada
tahun 2012, KKP bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan
Umum telah melaksanakan rehabilitasi dan pembangunan
saluran irigasi tambak di 4 kabupaten (2 provinsi) dengan
panjang saluran 117.000 m. Pada Tahun 2013 telah dibangun
saluran irigasi tambak di 20 kabupaten (4 provinsi) dengan
panjang saluran 515.000 m.

• Bantuan Sarana untuk Percontohan Budidaya Udang


Vannamei

»» Plastik Mulsa
Kolam plastik mulsa sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan
percontohan budidaya udang sebagai salah satu teknologi
yang bertujuan agar wadah budidaya menjadi kedap dan
meminimalisir penurunan daya dukung lingkungan pada
saat pelaksanaan kegiatan budidaya. Pemasangan plastik
mulsa ini sebagai salah satu penerapan peningkatan
teknologi yang digunakan dari semula menggunakan
teknologi sederhana menjadi teknologi semi intensif atau
intensif. Penggunaan plastik mulsa pada bagian dinding
pematang dan dasar tambak berguna untuk menghambat
masuknya penyakit ke dalam petak budidaya, dan
menjaga kualitas air yang relatif stabil baik warna maupun
tingkat kekeruhan air. Selain itu, juga dapat meningkatkan
pertumbuhan udang dengan tingkat kelulushidupan
(survival rate) yang lebih tinggi sehingga hal ini akan
berimplikasi terhdap peningkatan produktivitas.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


107
tahun 2010-2014
Pada tahun 2012 telah disalurkan bantuan plastik mulsa
sebanyak 10.400 rol untuk 5 kabupaten di 2 provinsi,
sedangkan pada Tahun 2013 plastik yang disalurkan
sebanyak 5.400 rol untuk 23 kabupaten di 4 provinsi.

Gambar 44.  Distribusi plastik mulsa dan petak tambak plastik

»» Kincir Air
Penggunaan kincir air sangat dibutuhkan, terutama dalam
budidaya udang vannamei semi intensif atau intensif untuk
meningkatkan suplai oksigen di tambak. Pada tahun 2012
telah disalurkan bantuan kincir air sebanyak 8.000 unit
untuk 5 kabupaten di 2 provinsi, sedangkan pada Tahun
2013 kincir air yang disalurkan sebanyak 8.640 unit untuk 23
kabupaten di 4 provinsi.

Gambar 45.  Sarana kincir/aerator untuk industrialisasi perikanan budidaya

»» Pompa Air
Pompa air merupakan sarana budidaya yang dibutuhkan
untuk memasok air dari saluran ke dalam tambak dan
digunakan pada saat panen. Pada tahun 2012 telah
disalurkan bantuan pompa air sebanyak 500 unit untuk 5
kabupaten di 2 provinsi, sedangkan pada Tahun 2013 kincir
air yang disalurkan sebanyak 540 unit untuk 23 kabupaten
di 4 provinsi

108 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 46.  Sarana Pompa untuk Industrialisasi Perikanan Budidaya

»» Genset
Genset dibutuhkan sebagai sumber energi listrik untuk
mendukung kegiatan budidaya di lokasi percontohan yang
minim jaringan listrik. Hal ini sangat diperlukan karena
dalam pelaksanaan kegiatan budidaya udang dengan
teknologi semi intensif atau intensif diperlukan pasokan
listrik untuk menjalankan sarana budidaya terutama kincir
dan pompa. Pada tahun 2012 telah disalurkan bantuan
genset sebanyak 2.600 unit untuk 5 kabupaten di 2 provinsi,
sedangkan pada Tahun 2013 kincir air yang disalurkan
sebanyak 540 unit untuk 23 kabupaten di 4 provinsi.

(8) GENTANADI (Gerakan Sejuta hektar Minapadi)


GENTANADI adalah ekstensifikasi usaha budidaya dalam upaya
mengoptimalkan produktivitas lahan sawah. Optimalisasi lahan
sawah dilakukan dengan cara membudidayakan ikan atau udang
galah secara terpadu dengan tanaman padi, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani sawah melalui tambahan
pendapatan dari ikan atau udang yang dibudidayakan secara
tumpang sari dengan padi.
Pemeliharaan udang galah secara tumpang sari dengan tanaman
padi (UGADI) merupakan salah satu upaya untuk mendukung
Program GENTANADI yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi udang galah dan mengoptimalkan fungsi lahan sawah
irigasi. Dampak pelaksanaan UGADI antara lain meningkatnya nilai
pendapatan sebesar Rp 30-60juta/ha, sehingga dapat mencegah
alih fungsi lahan sawah. Data dari Kementerian Pertanian bahwa
dalam setahun telah terjadi alih fungsi lahan sawah sebesar 100.000
ha. Selain mencegah terjadinya alih fungsi lahan, UGADI dapat
mengurangi urbanisasi dan menjamin tersedianya tenaga pengolah
sawah, menambah lahan produksi ikan/udang dalam hamparan
luas (potensi 4 juta hektar) sehingga dapat mendukung pencapaian
target produksi ikan nasional. Melalui UGADI ini, pembudidaya
dapat meningkatkan pendapatannya yang selama ini hanya berasal
dari produksi padi akan mendapat tambahan penghasilan dari

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


109
tahun 2010-2014
produksi udang galah. Hal ini merupakan suatu keuntungan besar
karena udang galah merupakan salah satu komoditas perikanan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
GENTANADI sangat memungkinkan untuk dilaksanakan karena
luas hamparan lahan sawah di Indonesia sangat potensial untuk
pengembangan mina padi, yaitu seluas 1,54 juta hektar di seluruh
Indonesia dan baru dimanfaatkan sekitar 7,7%.

Gambar 47.  Tebar udang galah sebanyak 10.000 ekor di lahan sawah
Pokdakan Mina Sari Widodo seluas 1.000 m2 (kiri) dan Panen udang
galah mencapai 120 kg/1000 m2 dengan size bervariasi antara 25 – 50 gr
(berumur 3 bulan)

Program GENTANADI melalui Model Percontohan UGADI telah


dilaksanakan mulai tahun 2013 di 6 (enam) lokasi di Provinsi Jawa
Barat (Kab. Cianjur dan Kab. Garut), Jawa Tengah (Kab. Sragen
dan Kab. Temanggung), Jawa Timur (Kab. Malang) dan Banten
(Kab. Pandeglang), dan dilanjutkan pada tahun 2014 di Provinsi
Jawa Tengah (Kab. Boyolali), DI Yogyakarta (Kab. Sleman) dan
NTB (Kab. Lombok Tengah dan Lombok Timur).

(9) Pemanfaatan Bantuan Excavator, Mesin Pellet, KJA, Induk,


Benih

• Excavator

110 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Guna mempercepat pembangunan/rehabilitasi dan mendukung
penyediaan prasarana dasar dalam usaha budidaya yakni
wadah budidaya (tambak/kolam) diperlukan partisipasi aktif dari
pemerintah dan masyarakat dengan menggunakan alat berat
excavator. Pengadaan excavator diperlukan untuk mendukung
keberhasilan pelaksanaan budidaya berbasis klaster. Dalam
pelaksanaan kegiatan penyiapan excavator sebagai sarana
peningkatan produktivitas lokasi budidaya (tambak/kolam), KKP
telah mendistribusikan excavator kepada UPT DJPB dan pemerintah
daerah selama tahun 2010 - 2014 sebanyak 132 unit.
Dampak dari adanya bantuan excavator ini, dalam kurun waktu
2010-2013 mampu merehabilitasi tambak seluas 3.969,87 Ha,
rehabilitasi saluran sepanjang 120.143 m², pembuatan kolam
1.101,82 Ha, dan perbaikan jalan produksi seluas 48.930 m². Rincian
selengkapnya tersaji pada tabel berikut.

Tabel 38.  Pemanfaat Excavator Tahun 2010-2013


PEMANFAATAN 2010 2011 2012 2013 TOTAL
Rehab Tambak (Ha) 31,00 - 2.496,25 1.442,62 3.969,87
Rehab Saluran (m²) 7.400,00 - 88.265,00 24.478,00 120.143,00
Pembuatan Kolam (Ha) 16,00 0,53 153,39 931,90 1.101,82
Perbaikan jalan produksi (m²) - - 41.828,00 7.102,00 48.930,00

Pada tahun 2014, KKP akan melakukan kegiatan penyiapan sarana


excavator sebanyak 7 (tujuh) unit untuk didistribusikan kepada
pemerintah daerah Kabupaten/Kota pelaksana minapolitan berbasis
budidaya.

• Keramba Jaring Apung (KJA)


Dalam rangka
mempercepat
peningkatan
produksi perikanan
budidaya,
Pemerintah telah
menyalurkan KJA
terintegrasi. KJA
yang disalurkan
adalah KJA
terintegrasi
dengan maksud
agar pelaksanaan operasional produksi lebih efektif serta dengan
masa pakai yang lebih lama, sehingga biaya produksi pada siklus
berikutnya akan lebih efisien.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


111
tahun 2010-2014
• Mesin Pelet Ikan
Upaya pengembangan usaha budidaya ikan air tawar dari segi
produksi maupun produktivitasnya, sangat perlu ditunjang
ketersediaan pakan yang memadai, mengingat ketersediaan jenis
pakan alami dalam bentuk pakan hidup masih terbatas. Oleh karena
itu ketersediaan pakan pelet dalam jumlah banyak perlu diupayakan
secara maksimal, sehingga biaya produksi budidaya ikan air tawar
dapat diminimalkan. Dengan adanya permasalahan pakan yang
banyak dialami oleh pembudidaya ikan, maka salah satu upaya
menekan biaya penyediaan pakan ikan adalah pembuatan pakan
ikan dengan memanfaatkan bahan baku lokal. Selain menekan
biaya dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor,
pengembangan produksi pakan ikan lokal dapat meningkatkan
kemandirian pembudidaya. Untuk lebih mendorong keberhasilan
implementasi program produksi pakan ikan mandiri, maka KKP
menyalurkan bantuan mesin pelet untuk didistribusikan kepada
kelompok pembudidaya ikan air tawar

• Pemanfaatan bantuan induk dan benih


Sasaran bantuan sarana perbenihan ikan ini, antara lain adalah UPT
Daerah, pelaku usaha pembenihan, serta pembudidaya ikan skala
kecil yang mampu mengembangkan usahanya secara komersial
dan berkelanjutan, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Sejak tahun 2010, jenis sarana perbenihan yang telah disalurkan
antara lain benih ikan/udang, calon induk ikan/udang, bibit rumput
laut, benih abalone dan mutiara, serta pakan calon induk dan pakan
benih.

112 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
4.  Pengelolaan Lingkungan Hidup
KKP telah memainkan peran penting dalam program pengelolaan
lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup sumber daya
kelautan dan perikanan yang berkelanjutan tidak akan pernah
terlepas dari fungsi konservasinya. Bahkan konservasi telah diyakini
sebagai upaya penting yang mampu menyelamatkan potensi
sumber daya tetap tersedia dalam mewujudkan perikehidupan
lestari yang menyejahterakan. Pengelolaan secara efektif kawasan
konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil sejalan dengan
prinsip-prinsip ekonomi biru mampu memberikan jaminan dalam
efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, sebagai sumber yang
efektif menyokong pemanfaatan lain secara ramah lingkungan, serta
dapat menumbuhkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal.

Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai secara efektif sesuai


dengan tujuannya jika didukung dengan sistem zonasi dan rencana
pengelolaan yang disusun dengan baik. Tatacara Penyusunannya
telah diatur dengan Permen KP No. Per.30/Men/2010 tentang
Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.
Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen
kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan
operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Upaya pengelolaan efektif selama kurun waktu 2010-2014, terutama


KKP telah memainkan melalui asistensi dan pembinaan kepada para pengelola kawasan
peran penting dalam konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil terus dilakukan.
program pengelolaan Diantaranya asistensi penyusunan rencana pengelolaan dan
lingkungan hidup zonasi konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil daerah,
serta evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi pada 10 (sepuluh)
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yang selanjutnya
diteruskan melalui upaya legislasi. Selain evaluasi rencana
pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan nasional, juga
telah dilaksanakan evaluasi usulan penetapan Kawasan Konservasi
Perairan Daerah (KKPD) untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan. Hasil yang dicapai antara lain:

(1) Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil Daerah (KKP3KD) Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabu-
paten Batang, seluas 4.015,2 Ha berdasarkan Keputusan Men-
teri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.29/MEN/2012 tentang
Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa Tengah
(2) Penetapan KKPD Suaka Alam Perairan Pesisir Timur Pulau Weh
Kota Sabang, seluas 3.207,98 Ha berdasarkan Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/KEPMEN-KP/2013
tentang Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh
Kota Sabang di Provinsi Aceh.
(3) Penetapan KKPN Taman Nasional Perairan Laut Sawu seluas
3.355.352,82 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 5/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan
Konservasi Perairan Nasional Laut Sawu dan Sekitarnya Di
Provinsi Nusa Tenggara Timur

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


113
tahun 2010-2014
(4) Pengesahan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP laut Sawu,
berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
6/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi
Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 – 2034
(5) Penetapan KKPD Taman Wisata Perairan Nusa Penida seluas
20.057 Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 24/KEPMEN-KP/2014 Kawasan Konservasi
Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung di Provinsi Bali
(6) Tahun 2014 sedang dalam proses evaluasi untuk penetapan
konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil daerah melalui
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, antara lain KKPN
TWP Kepulauan Anambas, KKP3K Raja Ampat, KKPD Alor,
KKP3KD Sukabumi, KKPD Lombok Tengah, KKPD Selayar, KKPD
Kep. Mentawai dan beberapa daerah lainnya. Sedangkan Evalu-
asi Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKPN TWP Pulau Pieh telah
siap diproses legislasi pengesahannya, menyusul berikutnya
untuk 7 (tujuh) KKPN lainnya, yakni: TWP Gili Matra, TWP Kapo-
posang, TWP Padaido, TWP Laut Banda, SAP Raja Ampat, SAP
Waigeo Sebelah Barat dan SAP Aru Bagian Tenggara.
Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas kawasan konservasi tersebut,
telah disusun alat ukur yang dinamakan Efektivitas Kawasan
E-KKP3K merupakan alat Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (E-KKP3K)
ukur tingkat efektivitas berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan
kawasan konservasi Pulau-pulau Kecil Nomor Kep.44/KP3K/2012 tentang Pedoman
Teknis Evaluasi Evektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan,
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penilaian efektivitas secara nasional
selain untuk mengetahui status efektivitas pengelolaan kawasan
konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil, juga sekaligus
dijadikan ajang pemberian penghargaan yang mampu mendorong
peningkatan pengelolaan efektif KKP3K. Anugerah E-KKP3K
(E-KKP3K Awards) merupakan bentuk penghargaan yang diberikan
kepada pemerintah daerah/kepala daerah/pengelola KKP3K yang
konsisten mengembangkan kawasan konservasi perairan, pesisir
dan pulau-pulau kecil. Penghargaan terdiri atas kategori Favorit 1
penghargaan, kategori percontohan 5 penghargaan, dan kategori
percepatan 17 penghargaan. Kegiatan yang diagendakan setiap 2
(dua) tahun sekali tersebut diharapkan dapat menjadi cambuk bagi
pengelola kawasan untuk terus bekerja keras mewujudkan kawasan
konservasi yang dikelola secara efektif dan berkelanjutan.

Anugerah E-KKP3K (E-KKP3K Awards) 2013 diselenggarakan


di Hotel Pullman pada 17 Desember 2013, Penerima Anugerah
E-KKP3K 2013 Kategori Percontohan, diantaranya meliputi KKPD
SAP Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang, KKP3KD Taman Pesisir
Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi, KKP3KD Taman
Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten BATANG, KKPD TWP Nusa
Penida Kabupaten Klungkung, KKPD Kabupaten ALOR, dan KKP3KD
Taman Pulau-pulau Kecil Kabupaten Raja Ampat.

114 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Konservasi jenis ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan
memanfaatkan sumber daya ikan, untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan kesinambungan jenis ikan bagi generasi sekarang
maupun yang akan datang. Didalam Pasal 22 PP No. 60 Tahun 2007
disebutkan bahwa “Konservasi jenis ikan dilakukan melalui: (a)
penggolongan jenis ikan; (b) penetapan status perlindungan jenis
ikan; (c) pemeliharaan; (d) pengembangbiakan; dan (e) penelitian
dan pengembangan”. Untuk mencapai tujuan konservasi jenis ikan
tersebut, KKP sejak tahun 2009 hingga sekarang telah melakukan
upaya konservasi terhadap spesies akuatik terancam punah,
khususnya terhadap 15 spesies yang menjadi taget prioritas dalam
pengelolaan. Ke – 15 spesies tersebut meliputi : dugong, penyu,
terubuk, Napoleon, BCF, Karang hias, hiu, arwana, labi – labi, paus,
kuda laut, bambu laut, kima, lola, dan sidat.

KKP pada Tahun 2010 telah menyusun Peraturan Menteri Kelautan


15 Spesies menjadi dan Perikanan No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan
target prioritas dalam Status Perlindungan Jenis Ikan. Kemudian pada Tahun 2013
konservasi jenis ikan Peraturan Menteri tersebut diubah menjadi Permen KP 35 Tahun
2013.

Gambar 48.  Jenis Ikan Yang dilindungi oleh Kepmen KP (a. ikan terubuk, b. ikan
napoleon, c. ikan hiu paus, d. ikan pari manta

Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, Kementerian Kelautan dan


Perikanan (KKP) telah mengeluarkan beberapa Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) tentang perlindungan beberapa
jenis ikan yang terancam punah, meliputi :

(1) Kepmen KP 59 Tahun 2011 tentang Penetapan Status


Perlindungan Terbatas Ikan Terubuk (Tenualosa macrura)
(2) Kepmen KP 18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status
Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus)
(3) Kepmen KP 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status
Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)
(4) Kepmen KP 04 Tahun 2014 tentang Penetapan Status
Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta (Manta spp)
(5) Selain Kepmen KP diatas, KKP telah menyusun Analisis Kebijakan
Penetapan Status Perlindungan Labi – Labi dan Ikan Capungan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


115
tahun 2010-2014
Banggai (BCF). Kemudian saat ini tengah dirancang Kepmen KP
tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Bambu Laut
(Isis hippuris)
Upaya pelestarian yang telah dilakukan KKP meliputi :

• Pengkayaan populasi melalui kegiatan transplantasi karang di


beberapa habitat, khususnya yang berada di wilayah kerja UPT
Balai/Loka Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut
• Perancangan Program Konservasi Dugong dan Lamun (Pilot
Project di Bintan). Proyek ini mendapat mendapat dukungan dan
hibah dari Global Environmental Facility yang dikordinasikan oleh
United Nations Environment Program.
• Sosialisasi dan pembentukan Gugus Tugas Penanganan Mama-
lia Laut Terdampar yang dilakukan di beberapa lokasi, yakni di
Denpasar – Bali, Kupang – NTT, Makassar – Sulsel, Bintan – Kepri,
Yogyakarta, dan Balikpapan – Kaltim. Selain melatih penanganan
mamalia laut terdampar, Dit. KKJI bersama instansi terkait juga
telah membentuk jejaring penanganannya dengan koordinator
BPSPL/UPT KP3K.
Untuk mengurangi risiko masyarakat pesisir terhadap ancaman
bencana tsunami di daerah pesisir Indonesia rawan tsunami,
KKP melakukan upaya membentengi pantai dengan struktur
alamiah berupa tanaman pantai. Pada tahun 2011 KKP melakukan
aktivitas lanjutan penanaman vegetasi pantai di Pantai Teleng
Ria di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, sehingga didapatkan luas
penanaman mencapai 15 ha, dengan ketebalan tanaman sampai
dengan 100 m ke arah darat. Tahun 2013, KKP, melaksanakan
program penanaman vegetasi pantai untuk mengurangi dampak
bencana tsunami, yang pelaksanakan kegiatannya dilaksanakan di 2
provinsi yaitu pesisir barat Provinsi Sumatera Barat di 6 kabupaten/
kota (Kab. Pasaman Barat, Kab. Agam, Kab. Padang Pariaman, Kota
Pariaman, Kota Padang dan Kab. Pesisir Selatan), dan di Provinsi
Bengkulu 5 kabupaten (Kab. Mukomuko, Kab. Bengkulu Tengah,
Kab. Bengkulu Selatan, Kab. Seluma dan Kab. Kaur) . Sesuai dengan
rekomendasi hasil survey lapangan, Provinsi Sumatera Barat dan
Bengkulu menunjukan mayoritas substratnya berupa pasir sehingga
direkomendasikan jenis vegetasi pantai yang layak ditanaman salah
satunya yaitu tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia L) serta
dikombinasikan dengan tanaman sukun, kelapa dan melinjo di
beberapa lokasi.

Kegiatan penanaman vegetasi pantai tahun 2013 merupakan


kegiatan yang dilaksanakan oleh KKP sebagai tindak lanjut Direktif
Presiden tentang Program Shelter Penanganan Bencana sesuai
Rancangan Induk Pengurangan Resiko Bencana Gempabumi dan
Tsunami (BNPB, 2012). Upaya antisipasi dan mitigasi bencana harus
dilakukan secara matang, terencana dan terorganisir, sejalan dengan
Direktif Presiden maka upaya mitigasi bencana di pesisir salah
satunya dilaksanakan dalam bentuk penanaman vegetasi pantai.

116 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Untuk Sumatera Barat, di alokasikan bibit vegetasi pantai sebanyak
58.379 bibit, terdiri atas cemara laut (56.927 bibit) dan sukun (1.452
bibit), yang tersebar di 13 titik lokasi di pesisir Sumatera Barat
dengan luas lahan penanaman keseluruhan seluas 525.426,5 m2
( ± 53 Ha). Sedangkan untuk Bengkulu dialokasikan bibit vegetasi
pantai sebanyak 84.801 bibit, terdiri atas cemara laut (83.975
bibit), melinjo (669 bibit) dan kelapa (157 bibit), yang tersebar di
19 titik lokasi di pesisir di Bengkulu dengan luas lahan penanaman
keseluruhan 440.266 m2 (± 44 Ha). Total luasan untuk kedua provinsi
tersebut ± 96,6 Ha.

Salah satu kegiatan rehabilitasi dilakukan Ayo Tumbuhkan


Mangrove (ATM). ATM merupakan gerakan yang mengajak
masyarakat untuk turut melakukan rehabilitasi mangrove. Dengan
melibatkan masyarakat mulai dari pelaksanaan, pengelolaan hingga
pemeliharaannya diharapkan masyarakat dapat merasa turut
memiliki dan menjaga ekosistem yang telah direhabilitasi sehingga
faktor-faktor kerusakan yang diakibatkan oleh faktor manusia dapat
Sampai dengan dieliminir. Kedepannya masyarakat dapat melakukan upaya-upaya
tahun 2013, ATM rehabilitasi secara mandiri.
merehabilitasi
Dalam kurun waktu 2009-2013 hasil yang dicapai dari kegiatan ATM
mangrove dan vegetasi
adalah rehabilitasi mangrove dan vegetasi pantai baik melalui dana
pantai mencapai
pusat dan dekonsentrasi mencapai 628,09 hektar dan target untuk
628,09 ha dan target
tahun 2014 adalah 120 hektar. Selain penanaman mangrove juga
2014 adalah 120 ha
dilakukan rehabilitasi hard structure melalui pembangunan struktur
alat penahan ombak (APO) sepanjang 136 meter di Demak, dan di
Semarang sepanjang 150 meter. Selain itu dilakukan pembangunan
struktur dengan konsep hybrid engineering sepanjang 305 meter
di Demak. Pada Tahun 2013 juga dilakukan kegiatan penanaman
vegetasi/ greenbelt dalam rangka mitigasi bencana di pesisir
sumatera yaitu di pesisir barat Provinsi Sumatera Barat dan di
Provinsi Bengkulu seluas ± 96,8 Ha yang tersebar di 24 titik lokasi.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


117
tahun 2010-2014
Pembangunan struktur APO dan hybrid engineering dilakukan
untuk melindungi mangrove yang ditanam pada daerah-daerah
yang memiliki arus cukup kuat. Pembangunan struktur tersebut
dimaksudkan pula untuk melindungi pantai dari abrasi.

Sebagai tindak lanjut dari penanaman dan pembangunan struktur


yang telah dilakukan, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
secara rutin guna mengetahui tingkat kehidupan tanaman dan
dampaknya dalam mengurangi kerusakan pesisir. Mengingat
tidak semua mangrove yang ditanam dapat 100% persen tumbuh,
maka diperlukan pemeliharaan termasuk melakukan penyulaman
mangrove yang mati. Peran serta masyarakat dan pemerintah sangat
diperlukan dalam monitoring dan pemeliharaan.

Dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup, maka penataan


ruang laut dan pesisir pemanfaatan sumber daya diarahkan sesuai
daya dukung ruangnya dengan memperhatikan fungsi perlindungan
lingkungan serta dapat diciptakan pemanfaatan ruang yang
seimbang antara pemanfaatan yang bersifat orientasi ekonomi
(economic profit oriented) dan yang bersifat orientasi sosial-publik
(socio public oriented).

Sebagai bentuk dari intervensi pemerintah, penataan ruang laut


dan pesisir merupakan bagian dari sistem penataan ruang nasional
karena menurut UU 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, yang
dimaksud dengan ruang meliputi ruang darat, laut dan udara
sebagai satu kesatuan. Sementara, penataan ruang laut dan pesisir
diamanatkan dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Pulau-Pulau Kecil jo
Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-
Undang No. 27 Tahun 2007, penataan ruang laut dan pesisir
diamanatkan dalam bentuk Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Dalam konteks pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil


(WP3K), Rencana Zonasi WP3K merupakan salah satu tahapan yang
harus dilalui dalam sistem perencanaan di WP3K yang diawali oleh
Rencana Strategis WP3K sebagai landasan arah kebijakan dalam
menyusun Rencana Zonasi WP3K. Rencana Zonasi WP3K itu sendiri
kemudian masih harus diturunkan dalam Rencana Pengelolaan
WP3K dan Rencana Aksi WP3K. Kesemua bentuk perencanaan ini
merupakan kewenangan daerah untuk menyusunnya.

Secara definisi, Rencana Zonasi WP3K adalah rencana yang


menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan
perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang
pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya
dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Sehingga peran Rencana
Zonasi WP3K adalah pemberi arah pemanfaatan sumberdaya laut

118 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
dan pesisir. Terlebih sejak diterbitkannya UU No.1 Tahun 2014
tentang Perubahan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, Rencana
Zonasi WP3K merupakan instrumen yang melandasi pemberian ijin
dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan pulau - pulau kecil.

Pentingnya Rencana Zonasi WP3K sebagai bentuk dari tata


ruang laut dan pesisir, maka proses penyusunan Rencana Zonasi
WP3K sampai mempunyai ketetapan hukum (Perda) harus segera
diakselerasi. Dalam konteks ini KKP telah melakukan akselerasi
penyusunan Rencana Zonasi WP3K. Akselerasi ini dilakukan melalui
i) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang tata ruang laut, pesisir,
dan pulau-pulau kecil; ii) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di
bidang tata ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; iii) Penyiapan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang tata
ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; iv) Pelaksanaan bimbingan
teknis di bidang tata ruang laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; v)
Pelaksanaan evaluasi di bidang tata ruang laut, pesisir, dan pulau-
pulau kecil; dan vi) Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga
direktorat. Selain melalui tugas dan fungsi pokok yang diamanatkan,
akeselarasi penyusunan Rencana Zonasi WP3K juga dilakukan
melalui fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K.
Dalam pelaksanaannya, fasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana
Zonasi WP3K dilakukan melalui mekanisme Dana Dekonsentrasi
maupun melalui dana APBN di pusat yang disalurkan melalui Unit
Pelaksana Teknis (UPT).

Selain itu, Rencana Zonasi WP3K juga merupakan pendukung


bagi keberhasilan program - program prioritas nasional khususnya
program-program yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di
wilayah laut dan pesisir seperti program minapolitan, program
industrialisasi perikanan, program implementasi konsep Blue
Economy, program pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR),
dan program penataan ruang wilayah perbatasan negara. Dalam
konteks ini, Rencana Zonasi WP3K berfungsi dalam memberikan
arahan alokasi ruang yang mendukung implementasi program -
program tersebut.

Pencapaian KKP dalam membantu memfasilitasi Penyusunan


Dokumen Rencana Zonasi WP3K di daerah, sampai dengan tahun
2014 telah tersusun dokumen Rencana Zonasi WP3K di 29 Provinsi
dimana 3 (tiga) Provinsi telah melegalkan dokumen tersebut dalam
bentuk Peraturan Daerah. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten /
Kota, telah difasilitasi Penyusunan Dokumen Rencana Zonasi WP3K
di 106 (Seratus enam) Kabupaten/Kota.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


119
tahun 2010-2014
Tabel 39.  Daftar Jumlah Pulau Yang Didaftarkan ke PBB

JUMLAH
NO PROVINSI NO PROVINSI JUMLAH PULAU
PULAU

1 SUMATERA SELATAN 23 18 PAPUA BARAT 3235

2 KEP. BANGKA BELITUNG 468 19 PAPUA 552

3 JAWA TIMUR 430 20 SUMATERA UTARA 206

4 SULAWESI UTARA 286 21 SUMATERA BARAT 186

5 GORONTALO 123 22 NAD 260

6 MALUKU 993 23 RIAU 141

7 MALUKU UTARA 808 24 JAMBI 8

8 JAWA TENGAH 33 25 DKI JAKARTA 110

9 DIY YOGYAKARTA 28 26 BANTEN 61

10 JAWA BARAT 19 27 BALI 28

11 SULAWESI TENGGARA 526 28 KALIMANTAN BARAT 217

12 LAMPUNG 132 29 KALIMANTAN TENGAH 63

13 BENGKULU 10 30 KALIMANTAN TIMUR 378

14 KEP. RIAU 1785 31 KALIMANTAN SELATAN 133

15 SULAWESI TENGAH 1134 32 SULAWESI SELATAN 315

16 NTB 280 33 SULAWESI BARAT 41

17 NTT 432 34 PULAU NASIONAL 22

TOTAL 13.466

5.  Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca


Konflik
Salah satu program prioritas pembangunan nasional
dalam dokumen RPJMN 2010-2014 pada butir ke-10 yaitu
pembangunan daerah terpencil, terluar dan pasca konflik yang
menjadi tanggung jawab KKP adalah pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil (PPK) termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Hal ini
menjadi mandat penting bagi KKP dalam mengelola keberadaan
pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia karena peran strategis
Perlu upaya segenap pulau-pulau kecil termasuk PPKT tersebut, KKP terus mendorong
komponen bangsa dan memprioritaskan pengembangan dan pembangunan pulau-
mempercepat pulau kecil sebagai bagian integral wilayah negara yang perlu
pengembangan PPK dikelola dan dikembangkan guna mensejahterakan masyarakat
termasuk PPKT yang tinggal di dalamnya dan dimanfaatkan potensi sumber
dayanya secara lestari dalam rangka menopang pembangunan
ekonomi negara.
Pendayagunaan pulau-pulau kecil termasuk PPKT sampai
dengan Tahun 2014 diprioritaskan pada; (1) pemetaan potensi
sumber daya pulau-pulau kecil, pembakuan nama-nama pulau
kecil nusantara (toponim); (2) fasilitasi penyediaan sarana dan
prasarana di pulau-pulau kecil termasuk PPKT dalam rangka
memperkecil kesenjangan pulau-pulau kecil; (3) fasilitasi investasi
di pulau-pulau kecil; dan (4) pengelolaan pulau-pulau kecil.

120 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Berdasarkan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama
Rupabumi, diperoleh jumlah pulau yang telah terverifikasi
sebanyak 13.466 pulau di 34 provinsi yang akan disyahkan
dalam bentuk Peraturan Pemerintah yang saat ini dalam proses
pengesahannya dan telah dilaporkan ke PBB melalui sidang
UNCSGN (United Nations Conference on the Standardization
of Geographical Names) yang ke-10 pada tanggal 30 Juli-12
Agustus 2012. Jumlah tersebut tidak menutup kemungkinan
mengalami perubahan akibat dinamika alam seperti tsunami,
gempa bumi, abrasi, ataupun kekurangan survei sebelumnya.
Pada sidang UNCSGN yang ke-11 pada tahun 2017, Indonesia
akan segera merampungkan tugas dalam menyelesaikan
penamaan pulau-pulau di Indonesia dan segera menerbitkan
Peraturan Pemerintah perihal jumlah dan nama pulau-pulau kecil
di Indonesia.
Dalam mendukung ketertinggalan dan kesenjangan perlu
keberpihakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta,
lembaga swadaya masyarakat serta segenap komponen bangsa
dalam upaya percepatan pengembangan pulau-pulau kecil
terutama pembangunan sarana dan prasarana dasar dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat. Tujuan dari pembangunan sarana dan prasarana
untuk meningkatkan aksesibilitas, memperlancar aliran investasi
dan produksi dan menciptakan keterkaitan ekonomi antar
pulau. Sementara, pembangunan prasarana dan sarana dasar
di pulau-pulau kecil meliputi pembangunan sarana pendidikan,
kesehatan, transportasi, listrik, air bersih, dermaga, jalan lingkar
pulau, prasarana penunjang dalam menggerakan ekonomi
(minawisata, sarana perikanan tangkap, mesin pembuat es dsb)
dan lain-lain.
Mandat untuk mengelola pulau-pulau kecil sebagaimana
tertuang dalam Undang-Undang No.27/2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil perubahan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 , Peraturan Pemerintah
No. 62/2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar, dan
Peraturan Presiden No.78/2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Terluar. KKP mengemban amanah dan tanggungjawab
dalam menipis kesejangan pembangunan sarana dan prasarana
di pulau-pulau kecil. Telah banyak program dan kegiatan dalam
memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana di pulau-pulau
kecil. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan di Pulau-pulau
Kecil mulai tahun 2010 sampai 2014, seperti dalam tabel berikut :
Tabel 40.  Capaian Fasilitasi Sarana dan Prasarana di PPK Tahun 2010-2014

Tahun
Kegiatan
2010 2011 2012 2013 2014
PLTS - 5 pulau 1 pulau - -
Minawisata - - 8 pulau 11 pulau 8 pulau
Air bersih - 21 pulau - 66 pulau 40 pulau
Ekonomi produktif - 15 pulau 14 pulau 32 pulau 10 pulau

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


121
tahun 2010-2014
Pengembangan Sarana Air Bersih di pulau-pulau kecil
Sektor air minum merupakan salah satu pelayanan publik yang
mempunyai kaitan erat dengan pengentasan kemiskinan.Tidak
memadainya sarana dan prasarana air minum berpengaruh buruk
pada kondisi kesehatan dan lingkungan yang memiliki dampak
lanjutan terhadap tingkat perekonomian keluarga. Di Indonesia
terdapat 3.696 desa di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan
hanya 47% yang memiliki akses kepada sumber air (sungai, saluran
irigasi, dan danau/waduk). Sisanya sebanyak 53% (1.955 desa) masih
harus menggantungkan kebutuhan air minumnya dari air tanah atau
penampungan air hujan.
Selama tahun 2011 hingga 2014 telah diupayakan memperkecil
kesenjangan pembangunan antara maindland dengan pulau
kecil melalui pengembangan desalinasi air laut di 127 pulau.
Pengembangan desalinasi air laut mampu merubah air payau
atau air laut menjadi air yang langsung bisa di konsumsi dengan
tingkat kemurnian mencapai 98%, kualitas air yang dihasilkan
memenuhi standar kualitas air bersih yang dikeluarkan oleh United
Nation World Health Organization (UN-WHO), tingkat efisiensinya
cukup tinggi karena menggunakan energy recovery, Cost effective,
mengingat biaya operasional yang dikeluarkan cukup murah,
Ukuran dari mesih RO cukup ramah untuk dipindahkan (mobilisasi),
membutuhkan perawatan yang cukup mudah, hemat energi. Daya
listrik yang dibutuhkan hanya sekitar 900 – 1.100 watt bahkan bisa
2011-2014, KKP, menggunakan generator kecil, panel surya atau turbin angina, air
mengembangkan minum yang dihasilkan bisa mencapai 9.000 liter/hari.
desalinasi air laut di
Secara ekonomi pengembangan desalinasi air laut sangat ekonomis
127 Pulau
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan
ekonomi sebesar 2,2% per tahun atau Rp.204.125.000,-. Dimana
kebutuhan air/kk diasumsikan 19 liter /hari atau 1 galon/hari.
Dengan produksi optimum desalinasi dalam satu hari mampu
menghasilkan 9.000 liter atau equivalen dengan 470 galon.Maka
dapat dikatakan bahwa air bersih yang dihasilkan mampu memenuhi
kebutuhan 470 keluarga. Dengan pengelolaan dan pemasaran
yang baik diharapkan dalam 1 (satu) hari dapat menjual 100 galon
air, sehingga dalam 1 tahun dapat menjual 36.500 galon. Apabila
harga ditingkat konsumen sebesar Rp. 5.000,-, maka nilai penjualan
sebesar Rp. 182.500.000,-. Biaya yang dikeluarkan untuk menggaji
karyawan dan biaya pemeliharaan diperkirakan Rp. 6.000.000,-/
bulan, sehingga dalam satu tahun biaya operasional pemeliharaan
sebesar Rp. 72.000.000,-. Sementara itu biaya riil penjualan air di
pulau-pulau kecil per gallon diperkirakan Rp. 12.000,-, sehingga
subsidi yang diberikan pemerintah sebesar Rp. 12.000, - Rp.
5.000,- = Rp. 7.000,-. Apabila dijumlahkan dalam 1 tahun susidi
yang diberikan pemerintah terhadap harga air bersih sebesar Rp.
225.500.000,-. Dengan demikian benefit bersih penjualan air minum
dalam satu tahun adalah : 366.000.000,-

122 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 49.  Bantuan Desalinasi Air Laut di P. Tuangku - Aceh Singkil

Minawisata Pulau-pulau Kecil

Minawisata merupakan salah satu program pemberdayaan


masyarakat pulau-pulau kecil melalui pendayagunaan potensi
sumber daya perikanan dan pariwisata berdasarkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip tersebut sejalan
dengan arahan dari teori Blue Economi yang antara lain mendorong
rencana pengembangan aktivitas dengan emisi karbon yang rendah,
ramah lingkungan, sesuai daya dukung, bernafaskan konservasi
(penggunaan sumberdaya secara efisien) dan berbasis sumberdaya
lokal. Minawisata pulau-pulau kecil dengan mengintegrasikan
Tracking Mangrove dan Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai suatu
Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) unggulan suatu wilayah. Dalam hal
Minawisata PPK
ini Keramba Jaring Apung dipandang sebagai suatu ODTW baru yang
dapat menjadi ODTW
memiliki karateristik multifungsi dan dapat mendukung kelestarian
unggulan suatu wilayah
lingkungan dan juga percepatan ekonomi industri perikanan.

Tracking mangrove yang dikembangkan di Cilacap telah menyerap


tenaga kerja langsung sebanyak 33 orang dan tenaga kerja tidak
langsung sebanyak 100 orang yang terlibat didalam usaha restoran,
rental mobil, rental boat.

Pulau Kalih, Kabupaten Serang dan Pulau Gili Nanggu, Kabupaten


Lombok Barat merupakan salah satu pulau kecil yang dipilih
sebagai lokasi pengembangan minawisata. Nuansa pemanfaatan
ekonomi, konservasi penyu terlihat nyata pada kawasan ini. KJA ini
memungkinkan wisatawan untuk belajar budaya lokal masyarakat,
budidaya perikanan dan konservasi sumberdaya ikan. Hasil dari KJA
sebagai salah satu supporting pengembangan minawisata dalam
satu kali siklus panen telah mendapatkan keuntungan Rp. 6.000.000,-
yang kemudian dibagi merata untuk seluruh anggota kelompok.
Pengembangan minawisata yang dicoba digagas oleh KKP selama
tahun 2011 – 2014 telah dikembangkan di 27 pulau.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


123
tahun 2010-2014
Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Di Indonesia permintaan pengadaan sistem dengan energi


terbarukan mulai meningkat sejak tahun 2000-an seiring dengan
gencarnya kampanye energi hijau untuk perkotaan dan dicabutnya
subsidi BBM oleh Pemerintah pada tahun 2005 yang membuat biaya
operasi genset, terutama di pulau-pulau kecil menjadi semakin
mahal dan mengakibatkan harga Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) semakin kompetitif. Pembangunan listrik tenaga surya sebagai
usaha penghematan pengeluaran nelayan/ masyarakat pulau, juga
diharapkan dapat memicu aktifitas ekonomi karena konversi biaya
pengeluaran yang lebih murah.

Sistem yang disebut Solar Home System (SHS) ini merupakan sistem
berskala kecil dengan menggunakan modul surya 50-80 WP (Watt
Peak) dan menghasilkan listrik harian sebesar 150-300 Wh. Listrik
yang dapat disediakan oleh SHS tergolong kecil untuk kapasitas
penggunaan di daerah perkotaan, namun bagi daerah pedesaan
di pulau-pulau kecil terluar, listrik dari PLTS sangat bernilai, apalagi
jika dibandingkan dengan penggunaan lampu minyak tanah atau
peralatan konvensional lainnya yang menggunakan BBM.

Dalam upaya mengelola potensi dan permasalahan ruang di pulau-


pulau kecil, KKP merencanakan pembangunan secara terintegrasi
dengan memanfaatkan energi terbarukan dengan sistem hibrid
PLTS, untuk dapat menjadi suatu proses pemanfaatan energi
terbarukan secara maksimum untuk mendukung pemberdayaan
masyarakat di pulau-pulau kecil di Indonesia. Pengembangan PLTS
di pulau-pulau kecil menjadi prioritas utama dalam pembangunan
pulau-pulau kecil terluar. KKP bekerja sama dengan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral telah berkomitmen bersama melalui
penandatanganan Joint Statement untuk mengembangkan pulau-
pulau kecil khususnnya pulau-pulau kecil terluar. Sesuai dengan
kesepakatan tersebut Kementerian ESDM akan membangun PLTS di
Pengembangan pulau-pulau kecil terluar dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
PLTS di PPK menjadi akan membantu fasilitasi penyusunan feasibility studi perencanaan
prioritas utama KKP pengembangan PLTS dan pendampingan di lapangan.
membangun PPKT
Selama kurun waktu 2009 sampai dengan 2014, sebanyak 2.450
rumah telah teraliri listrik dari pembangkit listrik tenaga surya yang
dikembangkan oleh KKP. Berdasarkan analisis yang dilakukan
pengembangan PLTS dengan menggunakan sistem terpusat dapat
dilakukan penghematan terhadap penggunaan BBM (solar) sebanyak
11460 ltr/thn/KK, dengan asumsi bahwa setiap KK membutuhkan
4 liter solar perhari untuk menghidupkan genset. Diperkirakan
akan terjadi penghematan Rp. 1.241.000.000,-/thn/100 KK atau
sebesar Rp. 6.205.000.000,00/ 5 tahun. Keuntungan ekonomi
dari penggunaan PLTS dibandingkan menggunakan genset
adalah sebesar Rp. 6.205.000.000,00 - Rp.3,892,620,000,00 =
Rp.2,312,380,000,00 atau 11,89%/thn.

124 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Pengembangan jetty apung di pulau-pulau kecil
Minimnya infrastruktur dasar di pulau-pulau kecil sering menjadi
kendala dalam percepatan pembangunan pulau-pulau kecil. Salah
satu yang menjadi isu permasalahan selama ini adalah susahnya
aksesibilitas ke dan dari pulau-pulau kecil.

Untuk menjawab tantangan tersebut KKP pada tahun 2013


membangun jetty apung di 10 (sepuluh) pulau kecil. Keberadaan
jetty apung ini dapat membantu mobilitas masyarakat pulau-pulau
kecil ketika melakukan aktifitas ekonominya.

Sarana dan prasarana pengembangan ekonomi produktif


Sarana dan Prasarana Pendukung yang dimaksud adalah semua
kegiatan pembangunan fisik yang terkait dengan dukungan
terhadap kegiatan pariwisata, perikanan tangkap dan budidaya,
seperti Pondok Wisata, Pabrik Es Mini/ Mesin Pembuat Es, Cold
Storage, Cool Box, Mesin Pembuat Pakan Ikan, dan Teknologi Pasca
Panen.

Program Adopsi Pulau


Program adopsi pulau dimaksudkan untuk mengembangkan
terobosan kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil melalui
penggalangan partisipasi semua pihak, khususnya perguruan tinggi,
dunia usaha, dan stakeholders lainnya, dalam mengaktualisasikan
potensi pengembangan pulau-pulau kecil di Indonesia. Melalui
program ini, mitra kerja sama berkesempatan langsung untuk
Adobsi pulau berkontribusi bagi percepatan pembangunan kelautan, pesisir, dan
mengaktualisasikan pulau-pulau kecil. Pihak perguruan tinggi berkesempatan untuk
potensi PPK mendiseminasikan dan mempraktikan ilmu dan teknologi yang
dimilikinya sebagai wujud pengejawantahan tridharma perguruan
tinggi. Masuknya keunggulan teknologi dan kompetensi perguruan
tinggi, diharapkan dapat mengakselerasi pengembangan pulau-
pulau kecil secara berkelanjutan, yang berimbas pada peningkatan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pulau-pulau kecil.

Tabel 41.  Program Adopsi Pulau

Mitra dalam Pulau yang


No Kegiatan unggulan di 2013
adopsi pulau diadopsi
1 Universitas Pulau Sebatik Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Hasanuddin Perjanjian kerja sama antara Universitas Hasanuddin dengan
(UNHAS) Pemerintah Kab. Nunukan dengan tujuan utama mengakselerasi
pembangunan perikanan di Pulau Sebatik
2 Institut Pulau Subi Kuliah Kerja Lapangan
Pertanian Kecil dan Pulau Rencana pembuatan Stasiun Observasi Pulau-Pulau Kecil (SO-PPK)
Bogor (IPB) Nusakambangan tahun 2014 meliputi, antara lain laboratorium, anjungan stasiun
observasi, kapal penelitian, ruang kelas, asrama dan gedung

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


125
tahun 2010-2014
Mitra dalam Pulau yang
No Kegiatan unggulan di 2013
adopsi pulau diadopsi
3 Institut Pulau Poteran Kerja sama dengan Pemerintah Kab. Nunukan dan Kab. Sumenep
Teknologi dan Pulau untuk akselerasi pembangunan di pulau Tersebut
Sepuluh Maratua ITS kerja sama dengan Hochshule Wismar University Of Applied
Nopember Science (Wismar University) Jerman dalam mengembangkan Sister
Surabaya (ITS) Island Project
Menjadikan Pulau Poteran dan Pulau Maratua sebagai lokasi
penelitian mahasiswa
Pertemuan SIDI (Sustainable Island Development Initiatives) Week
2013
4 Universitas Karimun Kecil Universitas Diponegoro menyusun rencana pengembangan Pulau
Diponegoro Karimun Kecil dengan menghimpun berbagai data dan informasi
(UNDIP) serta memadukan dengan berbagai kebijakan dan masterplan
pengembangan Pulau Karimun Kecil yang telah ada.
5 Universitas Pulau Alor Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Indonesia (UI) Kegiatan yang menarik adalah pemberian beasiswa pascasarjana
UGM kepada 25 Pegawai Negeri Sipil dan berbagai kedinasan di
Kabupaten Alor
6 Universitas Pulau Larat Praktek lapangan meliputi pengarahan terhadap scenario simulasi
Gadjah Mada tanggap darurat seperti menolong korban bencana untuk ibu
(UGM) hamil, orang tua, anak-anak, dan pemberian pertolongan pertama
pada korban. Dan simulasi tanggap darurat mulai dari pemasangan
jalur evaluasi ketempat yang aman hingga ke lokasi pengungsian,
pemasangan peta dan papan informasi kegiatan
7 Yayasan Pulau Batu Kecil Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan Pulau Batu Kecil
Kalpatma (Betuah) dan perairan sekitarnya
Bersama dan
Kodam II
Sriwijaya TNI
AD

Tabel 42.  Matriks Kegiatan KKP di PPKT Tahun 2010-2014

No Tahun Kegiatan Lokasi Pulau


1 2010 Bantuan Energi Alternatif LTS Tipe SHS 50 WP P. Bepondi, Kab. Supiori, Prov. Papua dan P. Lingian,
Kab. Tolitoli, Prov. Sulawesi Tengah
Bantuan Sarana Modal Usaha Mata Pencaharian P. Liki, Kab. Sarmi, Prov. Papua
Alternatif
Bantuan LTS Terpusat P. Kawio, Kab. Kepulauan Sangihe, Prov. Sulawesi Utara
dan P. Alor, Kab. Alor, Prov. NTT
Pemetaan Status Ekosistem di Pulau-pulau Kecil P. Kawio, Prov. Sulawesi Utara dan P. Maratua, Prov.
Kalimantan Timur
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil dan Pulau-pulau Jakarta, P. Marore, P. Kawio, Kabupaten Kepulauan
Kecil Terluar Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara
- Upacara HUT RI ke 65 di Pulau Kecil Terluar - Pulau Kisar

- Pendukung Pariwisata Bahari di Pulau-pulau - P. Berhala, Kab. Serdang Bedagai, Prov. Sumatera
Kecil (Penetapan Pulau Berhala sebagai Kawasan Utara
Konservasi Laut Daerah (KKLD) dan dimanfaatkan
sebagai kawasan ecomarine-tourism)

126 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
No Tahun Kegiatan Lokasi Pulau
2 2011 Pendirian Pos Pengawasan Khusus P. Sebatik; Kepulauan Anambas; Kepulauan Natuna;
Pulau Rondo dan Pulau We
Penyediaan Sarana Air Bersih di Pulau-pulau Kecil Pulau Kawaluso dan Pulau Lingayan
Pengembangan Pelabuhan Perikanan PPS Belawan-Sumatera Utara, PPS Bungus-Sumbar, PPS
Nizam Zachman-Jakarta, PPS Cilacap-Jawa Tengah,
PPS Bitung-Sulut, PPN Sibolga-Sumatera Utara, PPN
Pemangkat-Kalbar, PPN Pelabuhan Ratu-Jawa Barat,
PPN Tual-Maluku, PPN Ternate-Maluku Utara, PPN
Pengambengan-Bali, PPN Prigi-Jawa Timur, PPP
Kwandang-Gorontalo, PPI Nunukan-Kaltim, PPI Teluk
Awang-NTB, PP Merauke (Papua)
Identifikasi Potensi dan Pemetaan Pulau-pulau Kecil Pulau Nipa, Pulau Nongsa, Pulau Batuberantai, Pulau
Terluar Simuk, Pulau Maratua.
Perjanjian Kerja sama antara KKP dengan IPB dan Pulau sebatik, Pulau Subi Kecil, dan Pulau
UNHAS dalam rangka pengelolaan PPKT Nusakambangan
Upacara HUT RI ke 66 di Pulau Kecil Terluar P. Lingayan
Operasi Patroli Terkoordinasi Malaysia-Indonesia Pulau Berhala, Pulau Jemur, Perairan Selat Malaka
(Patkor Malindo) Upacara Pembukaan di Penang,
Malaysia tanggal 3 s.d. 5 Juli, Patroli 6-17 Juli
2012 dan 10-24 Oktober
3 2012 Kegiatan Minawisata Pulau-pulau Kecil Pulau Nusakambangan dan Kep. Raja Ampat
Bantuan Sarana Perikanan Tangkap di Pulau-pulau P. Sebati; P. Nusakambangan dan P. Mantehage
Kecil
Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya sistem Pulau Simuk, Nias Selatan
terpusat 20 KWP
Pengadaan Mesin Pembuat Es di Pulau-pulau Kecil P. Kawio; P. Maratua dan P. Subi Kecil
Bantuan Sarana Air Minum Sistem Destilasi di P. Pelampong dan P. Panjang
Pulau-pulau Kecil
Fasilitasi kerja sama kemitraan mendukung P. Sebatik; P. Nusakambangan; P. Subi Kecil dan P. Batu
Program Adopsi Pulau Bertuah
Upacara HUT RI ke 67 di Pulau Kecil Terluar P. Morotai

Pembangunan Prasarana Jetty Apung P. Sebatik, Kab. Nunukan, Prov. Kalimantan Utara

4 2013 Fasilitasi Investasi PPK P. Nipa, Kab. Batam, Prov. Kep. Riau

Peningkatan Ketahanan Masyarakat Pulau-Pulau P. Maratua, Kab. Berau, Prov. Kalimantan Timur dan P.
Kecil terhadap Bencana dan Perubahan Iklim Larat Kab. Maluku Tenggara Barat, Prov. Maluku
Kuliah Kerja Profesi / Kuliah Kerja Bersama P. Nusakambangan
Masyarakat (KKBM) Institut Pertanian Bogor
Upacara HUT RI ke 68 di Pulau Kecil Terluar P. Alor
5 2014 Pengembangan Sarana dan Prasarana Air Bersih di P. Raya dan P. Salaut Besar (Provinsi Aceh); P. Karimun
Pulau-Pulau Kecil Kecil dan P. Subi (Kepulauan Riau); P. Leti (Maluku)

Mulai tahun 2012 KKP menginisiasi kegiatan yang membangun


ketangguhan desa, khususnya dalam menghadapi bencana
dan dampak perubahan iklim. Kegiatan ini dinamakan
Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT) yang
diimplementasikan di 16 kabupaten/kota mulai tahun 2012
dengan jumlah total desa sebanyak 48 desa (1 kabupaten/kota
terdiri dari 3 desa/kelurahan/nagari). Pada tahun 2013 PDPT
mendapatkan tambahan lokasi baru sebanyak 6 kabupaten (18
desa pesisir), sehingga total pelaksana PDPT tahun 2013 adalah
22 kabupaten/kota yang terdiri dari 66 desa/kelurahan/nagari.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


127
tahun 2010-2014
PDPT adalah bagian pelaksanaan program PNPM Mandiri KP
melalui intervensi kegiatan pada pengembangan manusia,
sumber daya pesisir, infrastruktur/lingkungan, usaha dan
kesiapsiagaan terhadap
bencana dan perubahan
iklim. Kegiatan ditujukan
kepada: 1) Meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat
terhadap bencana dan
perubahan iklim di desa
pesisir dan pulau-pulau
kecil; 2) Meningkatkan
kualitas lingkungan
hidup di desa pesisir
dan pulau-pulau kecil;
3) Meningkatkan
kapasitas kelembagaan
masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan
secara partisipatif di desa pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 4)
Memfasilitasi kegiatan pembangunan dan/atau pengembangan
sarana dan/atau prasarana sosial ekonomi di desa pesisir dan
pulau-pulau kecil.

PDPT berhasil Pencapaian kegiatan PDPT pada tahun 2013 antara lain:
membangun sarana tersusunnya 66 dokumen Rencana Pengembangan Desa Pesisir/
prasarana desa dan RPDP (48 dokumen review dan 18 dokumen baru) beserta
meningkatkan kualitas RKKnya, teridentifikasi dan terbentuknya Kelompok Masyarakat
lingkungan Pesisir (KMP), serta tersalurkannya BLM melalui pencairan ke
rekening setiap KMP di 22 Kabupaten/Kota dengan total nilai
Rp. 21.280.617.000,- yang diwujudkan dengan terbangunnya
prasarana dan sarana ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan pada
tingkat desa seperti tabel berikut:
Tabel 43.  Capaian Pelaksanaan PDPT Tahun 2013
No. Pekerjaan Volume
1 Jalan 9.500 meter
2 Sarana Air Bersih 30 Unit pompa, 19 titik bor, Pipa distribusi 5.020 meter
3 MCK 339 unit
4 Rehab Rumah 43 unit
5 Penanaman vegetasi (mangrove) 347.846 pohon
6 Pengelolaan Sampah Mesin biogas 7 unit, Kompor biogas 10 unit, Tong sampah 50 unit,
Motor pengangkut 1 unit
7 Shelter penampungan 5 Unit
8 Pembuatan Bronjong Panjang 90 meter

Pada tahun 2014 16 kabupaten/kota pelaksana PDPT telah


memasuki tahun ke-3 kegiatan, dimana kegiatan ditujukan untuk
penguatan kelembagaan, sedangkan 6 kabupaten melanjutkan
aktivitas pada tahun kedua kegiatan. Sebagai tindak lanjut, upaya

128 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
untuk meningkatkan ketangguhan desa pesisir harus discaling
up untuk desa-desa pesisir lainnya di Indonesia yang belum
mendapatkan fasilitasi.

One map movement memiliki misi mengintegrasikan seluruh


data tematik nasional dengan melihat kendala ketersediaan
dan keseragaman data selama ini di Indonesia. KKP termasuk
kedalam Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir Laut dengan
Sub Pokja Pemetaan Sumber Daya Pesisir dan Laut, Pulau-pulau
Kecil dan Liputan Dasar Laut dengan anggota dari Kementerian/
Lembaga terkait lainnya yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG),
Dinas hidro Oseanografi (Dishidros – TNI AL), Direktorat Topografi
Misi One map movement
Angkatan Darat (Dittopad), Pusat Penelitian Oseanologi (P2O-
mengintegrasikan
LIPI), KLH, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
seluruh data tematik
(P3GL-ESDM), LAPAN, BPN, BPPT, Kemendagri, Kemenhut,
nasional dengan melihat
BPS, Kemenhan, UNDIP, IPB, Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir
kendala ketersediaan
Indonesia (HAPPI), UGM, UNSOED, Lembaga Pengkajian dan
dan keseragaman
Pengembangan (LPP) Mangrove, dan Wetland International.

Capaian One Map Policy pada Tahun 2013, adalah sebagai


berikut:

(1) Informasi Geospasial Tematik (IGT) Bidang Pulau-pulau Kecil


Dokumen “Pedoman Teknis Identifikasi dan Pemetaan Potensi
Sumber Daya Pulau-pulau Kecil” yang disusun oleh KKP
merupakan salah satu tahapan dalam menetapkan standar
dalam pemetaan sumber daya pulau-pulau kecil. Diharapkan
pedoman ini dapat memberikan pemahaman yang sama
bagi semua stakeholder dalam melakukan pemetaan sumber
daya pulau-pulau kecil sehingga menghasilkan kesatuan
data dalam pemetaan potensi sumber daya pulau-pulau kecil
guna mendukung program one map policy.

(2) IGT Bidang Sumber Daya Pesisir dan Laut


Pedoman teknis pemetaan rencana zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang disusun oleh KKP merupakan salah
satu tahapan “one map” dalam mendukung integrasi data
spasial pesisir dan pulau-pulau kecil. Pedoman yang berisi
standar dalam pemetaan wilayah pesisir dan laut diharapkan
dapat menjadi acuan berbagai K/L dan pengguna sehingga
target ketersediaan data spasial sumber daya pesisir dan laut
yang memiliki keseragaman.

(3) IGT Bidang Liputan Dasar Laut


IGT liputan dasar laut berisi informasi fitur atau kenampakan
objek yang menutupi dasar lautan atau samudera baik
secara langsung, di kolom air, maupun di permukaan air
laut. Guna pengelolaan IGT liputan dasar laut tersebut maka
perlu adanya sistem klasifikasi yang logis dan hirarkis. Untuk
mendukung upaya klasifikasi liputan dasar laut yang dapat
diterima secara umum, perlu dilakukan koordinasi lintas
sektor utamanya K/L yang berkepentingan terhadap data dan
IGT liputan dasar laut.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


129
tahun 2010-2014
Diharapkan ke depan dengan adanya One Map adalah gerakan
pembangunan informasi geospasial secara partisipatif dan
kolaborasi untuk menuju One Reference, One Standard, One
Database dan One Geoportal.

(1) One reference: IGT dibuat dengan mengacu pada Informasi


Geospasial Dasar (IGD) sesuai dengan UU No. 4 tahun 2011
tentang Informasi Geospasial, sehingga data memiliki sistem
koordinat yang sama serta memungkinkan beberapa data
One map gerakan
dapat diintegrasikan.
menuju one reference,
(2) One standard: terdapat satu standar pemetaan IGT yang
one standard, one
telah disepakati antar stakeholder dan dijadikan acuan dalam
database dan one
penyelenggaraan pemetaan, dengan tujuan kesatuan dalam
geoportal
metode pemetaan, pemetaan dapat dilakukan pihak mana-
pun serta efisiensi penyelenggaraan pemetaan.
(3) One database: terdapat satu basis data IGT yang dibangun
dan digunakan secara bersama antar stakeholder, dengan
tujuan untuk menghindari duplikasi serta menjaga konsistensi
data.
(4) One geoportal: terdapat suatu sistem aplikasi (biasanya
berbasis internet) untuk menampilkan dan menyebarluaskan
data ke pengguna, dengan tujuan untuk mempermudah
akses pengguna, mengintegrasikan data spasial serta men-
jadi acuan resmi.

Gambar 50.  Capaian One Map Movement pada Tahun 2013

130 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
6.  Dukungan Sumber Daya Manusia dan Iptek

Selama tahun 2010- 1)  Menyiapkan Sumber Daya Manusia Berkualitas


2014, pengembangan Selama tahun 2010-2014, pengembangan SDM Kelautan dan
SDM Kelautan dan Perikanan telah mampu menyediakan sebanyak 126.197 SDM
Perikanan telah mampu KP yang kompeten. Capaian tersebut merupakan kontribusi hasil
menyediakan sebanyak capaian empat jenis kegiatan, yaitu kegiatan pendidikan, pelatihan,
126.197 SDM KP yang penyuluhan. Perkembangan jumlah SDMKP yang kompeten
kompeten disajikan pada tabel berikut:

Tabel 44.  Perkembangan Jumlah SDM KP yang Kompeten Tahun 2010 s.d. 2014

Capaian
Target s.d Persentase
SASARAN Oktober 2010-Juli
2010 2011 2012 2013 2014 (%)
2014 2014
SDM KP memiliki kompetensi 10.400 29.287 44.176 67.432 63.212 126.197 114.300 115,66
sesuai kebutuhan
Terpenuhinya tenaga terdidik 1.451 1.447 1.419 1.420 1.665 7.383 7.300 101,14
kompeten sesuai kebutuhan
Tersedianya lulusan pelatihan 3.287 13.580 23.097 23.292 11.347 71.314 57.000 130,88
KP sesuai standar kompetensi
dan kebutuhan
Meningkatnya jumlah 331 713 1.966 4.272 5.020 4.750 5.000 100,40
kelompok pelaku utama dan
pelaku usaha di kawasan
prioritas perikanan dan
kabupaten/kota potensial
perikanan

Kegiatan yang telah dilakukan dalam menyiapkan SDM Kelautan dan


Perikanan yang berkualitas antara lain:

PRO-MULA (Program Unggulan Pendidikan Wirausaha Mina


Pemula)
PRO-Mula dilaksanakan pada tahun 2011 berupa bantuan modal
awal wirausaha bagi para lulusan pendidikan, pelatihan dan para
penyuluh masing-masing senilai Rp 10 juta. Bantuan ini mengikat
para penerima modal wirausaha untuk berkomitmen melakukan
kegiatan produksi perikanan dan wajib melaporkan capaian
produksinya secara periodik kepada BPSDM KP. Selanjutnya
diharapkan para peserta akan mendapat dukungan permodalan
Kredit Usaha Rakyat (KUR).

School for Marine Protected Area Management (SMPAM)

Kompleksnya permasalahan pembangunan dibidang kelautan


dan perikanan di masa mendatang, seperti isu global warning,
climate change, sea and human security, sosiologi kemaritiman
dan minimnya tenaga kerja dengan bekal profesionalisme kelautan
sesuai dengan lapangan kerja dan tuntutan pembangunan
bidang KP serta perbaikan kapasitas nasional dan regional dalam
pengelolaan kawasan konservasi perairan secara berkelanjutan.
Pengembangan pendidikan ilmu kelautan pada lembaga pendidikan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


131
tahun 2010-2014
Gambar 51.  Konsep Desain School for Marine Protected Area Management

lingkup KKP sangat diperlukan seperti; SMPAM merupakan kampus


luar domisili dari Institut Kelautan dan Perikanan Nasional yang lebih
mengkhususkan pada keahlian konservasi dan bioteknologi kelautan
dan diharapkan menghasilkan lulusan yang mampu memenuhi
kebutuhan pembangunan kelautan dan perikanan nasional dan
mampu bersaing di pasar tenaga kerja global. SMPAM berlokasi di
Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Revitalisasi Pendidikan Tinggi
Reviltalisasi pendidikan tinggi dilaksanakan pada tahun 2011-2013
untuk mengantisipasi perkembangan pendidikan ke depan dan agar
lebih berdaya saing maka akan dilakukan mengembangkan potensi
yang dimiliki lembaga pendidikan di bawah Kementerian Kelautan
dan Perikanan yaitu Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) menjadi
Politeknik KP.

International Job Fair in Marine and Fisheries


Bursa kerja ini diharapkan akan menjadi ajang pencarian kerja bagi
tenaga terdidik kelautan dan perikanan serta masyarakat lainnya
IJO FoM menjadi ajang serta sekaligus sebagai sarana promosi pendidikan dan pelatihan
pencarian kerja bagi kelautan dan perikanan, klinik konsultasi dan interview pelamar, dan
tenaga terdidik KP serta lainnya. Penyelenggaraan Bursa Tenaga Kerja Internasional Kelautan
masyarakat sekaligus dan Perikanan dilaksanakan oleh KKP pada tahun 2011 merupakan
promosi diktat KP dam bentuk dukungan terhadap kebijakan nasional, yakni pro poor,
klinik konsultasi pro growth dan pro sustainability, khususnya pro job KKP bersama
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah, dan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta
menandai bursa kerja ini (IJO FoM) menjadi agenda tahunan KKP.

IJO FoM diikuti 68 perusahaan/exibithor skala nasional dan


internasional yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan,
seperti Jepang, Tiongkok, Taiwan, Korea, Spanyol iku berpartisipasi
pada IJO FoM. Dari 50 stand yang diisi perusahaan, 16 perusahaan
menempatkan tenaga kerjanya ke luar negeri, dan 34 perusahaan
menempatkannya di dalam negeri. IJO FoM 2011 menyediakan
10.810 lowongan pekerjaan. Jumlah pelamar selama tiga hari
pelaksanaan IJO FoM yang pertama ini mencapai sekitar 4.897

132 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
orang pelamar yang terus bertambah setiap waktu melalui
pendaftaran online. Pada tahun 2012 total kebutuhan tenaga
kerja yang ditawarkan pada kegiatan Bursa Kerja Sektor Kelautan
Perikanan ini sebanyak 9.016 tenaga kerja. Total kunjungan pencari
kerja selama kegiatan dilaksanakan mulai tanggal 4–6 September
2012 adalah 6.293 orang. Dari pelaksanaan kegiatan, telah diproses
sebanyak 3.946 lowongan sebagai calon karyawan di perusahaan-
perusahaan tersebut. Untuk tahun 2013 Bursa Kerja Kelautan dan
Perikanan memfasilitasi lowongan yang tersedia sebanyak 6.350
lowongan, yang terdiri dari 132 jenis formasi jabatan dengan
penempatan di dalam dan di luar negeri. Secara rinci pada bidang
perikanan tangkap terdiri dari 2.945 lowongan, perikanan budidaya
154 lowongan, pengolahan 550 lowongan, industri maritim dan
pengolalaan lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil sejumlah
2.701 lowongan. Jumlah tersebut terbagi dalam 5 zona, yakni
zona kewirausahaan (9 pemilik usaha), zona pelaut perikanan (15
perusahaan), zona budidaya (15 perusahaan), zona pengolahan (5
perusahaan) dan zona industri maritim (10 perusahaan).

Pembangunan Kampus Teaching Factory STP di Karawang


Sekolah Tinggi Perikanan (STP) akan ditingkatkan statusnya menjadi
Peningkatan status Institut Kelautan dan Perikanan Nasional (IKPN). Peningkatan status
kampus STP merupakan kampus STP merupakan langkah strategis KKP guna mencetak SDM
langkah strategis yang kompeten dan memenuhi standar sertifikasi dunia industri,
KKP mencetak SDM serta untuk menopang keberhasilan industrialisasi kelautan dan
yang kompeten dan perikanan. Kampus ini akan mengadopsi sistem vokasi bertaraf
memenuhi standar internasional pada jenjang Diploma, Magister Sains Terapan dan
sertifikasi dunia Doktor Sain Terapan. Kampus STP yang mengadopsi teaching
industri dan menopang factory ini dirancang sebagai industri mini, dengan situasi
industrialisasi KP lingkungan, tekanan, target produksi sebagaimana di industri yang
sesungguhnya.

Gambar 52.  Layout Bangunan Gedung TEFA di STP Karawang, Jawa Barat

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


133
tahun 2010-2014
Pengembangan Sarana dan Prasarana Pendidikan di 9 lokasi
sekolah SUPM
Pengembangan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM)
sebagai satuan pendidikan lingkup Kementerian Kelautan dan
Perikanan dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas satuan
pendidikan menengah di bidang perikanan, dengan tujuan
menjadikan SUPM sebagai pusat rujukan (centre of excellence)
dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kelautan dan Perikanan di
Indonesia.

Pendidikan Kesetaraan (Community Collage)


Secara umum program pendidikan kesetaraan bagi masyarakat
kurang mampu dan/atau masyarakat pelaku utama di bidang
kelautan dan perikanan memiliki tujuan ganda, pertama, untuk
mengisi pengetahuan dan keterampilan (life skill) kepada
masyarakat dan/atau masyarakat pelaku utama (transfer knowledge)
di bidang kelautan dan perikanan yang selama ini belum tersentuh
baik oleh pendidikan formal maupun non formal. Kedua, membantu
penyerapan lulusan alumni Pendidikan Tinggi Kelautan dan
Perikanan yang siap menerima tantangan menjadi tenaga pengajar
Program pendidikan
muda yang dibekali dengan pengetahuan teknik mengajar dan
kesetaraan KP
motivasi sebagai pemuda terbaik yang berpotensi menjadi world
menyediakan pelayanan
class leader with grass root understanding, yaitu pemimpin yang
pendidikan kepada
memiliki visi kedepan namun memahami dan mengerti seluk beluk
masyarakat dan pelaku
permasalahan rakyat di akar rumput.
utama yang tidak
sempat memperoleh Sedangkan tujuan secara khusus yang ingin dicapai melalui program
pendidikan formal dan pendidikan kesetaraan di bidang kelautan dan perikanan adalah
putus sekolah untuk menyediakan pelayanan pendidikan kepada masyarakat
dan/atau masyarakat pelaku utama yang tidak atau belum sempat
memperoleh pendidikan formal dan putus sekolah untuk dapat
mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan,
potensi pribadi dan dapat mengembangkan usaha produktif guna
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pelaksanaan pendidikan
kesetaraan dilakukan di 4 (empat) lokasi yaitu Medan, Parigi
Moutong, Kupang dan Cilacap dengan jumlah Narasumber Teknis
sebanyak 19 (sembilan belas) orang, yang dipilih dari proses
rekruitmen.

Inovasi Pendidikan melalui Budidaya Udang Skala Mini


Empang Plastik (Busmetik)
Busmetik merupakan inovasi teknologi  budidaya udang melalui
suatu kajian ilmiah yang terukur. Latar belakang pengembangan
Busmetik adalah dikarenakan udang merupakan komoditas
unggulan KKP dan rasio pembudidaya udang dengan kelompok
pemodal menengah ke bawah masih tinggi, yaitu lebih dari 60%.
Sementara itu masih banyaknya ditemukan kegagalan pembudidaya
udang yang menggunakan petak konvensional dengan luasan
petakan lebih dari 3.000 m

134 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gelar Pelatihan Nasional
Gelar Pelatihan Nasional Kelautan dan Perikanan Tahun 2012
merupakan salah satu bentuk peran aktif KKP dalam mendukung
Rencana Aksi Nasional Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan
Kapasitas Angkatan Kerja utamanya dalam upaya peningkatan
keterampilan dan kapasitas angkatan kerja serta penciptaan
lapangan kerja melalui pengembangan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) serta kewirausahaan. Gelar Pelatihan Nasional
KP diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 5-7 Nopember 2012,
dan 13 sampai 14 Nopember pada tahun 2013. Kegiatan Gelar
Pelatihan Nasional tersebut diikuti oleh 150 P2MKP (Pusat Pelatihan
Mandiri Kelautan dan Perikanan) dan tidak kurang dari 3.500
masyarakat dengan menampilkan jumlah boot (stand) 35 jenis
pelatihan dan terdapat juga Pameran lebih dari 100 produk kelautan
dan perikanan.

Gambar 53.  Gelar Pelatihan Nasional Kelautan dan Perikanan

Gambar 54.  Pendidikan Keseteraan Kelautan dan Perikanan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


135
tahun 2010-2014
Penetapan P2MKP
KKP berperan secara aktif melalui kegiatan peningkatan kualitas
dan kemampuan profesionalisme sumber daya manusia kelautan
dan perikanan yang ditempuh antara lain melalui pelatihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat. Pelatihan yang
diselenggarakan oleh masyarakat pada umumnya dilakukan secara
mandiri oleh pelaku utama/usaha di bidang kelautan dan perikanan.
P2MKP tersebar di 300 Peserta pelatihan berlatih dan tinggal di tempat pelaku utama yang
unit lokasi di Indonesia sekaligus bertindak sebagai pelatih, dan usahanya menjadi obyek
kegiatan berlatih. Pada perkembangan berikutnya, pelaku utama
maju tersebut berinisiatif untuk mendirikan lembaga pelatihan dari,
oleh dan untuk masyarakat, oleh karena itu kegiatan pelatihan tidak
lagi dikelola oleh pelaku utama/usaha secara perorangan, melainkan
oleh lembaga pelatihan mandiri di bidang KP. Lokasi P2MKP
tersebar di 300 unit lokasi diseluruh Indonesia.

Valcapfish Center
Value Capture Fisheries (VALCAPFISH) Project adalah kegiatan
peningkatan kapasitas SDM KP yang pelaksanaannya merupakan
hasil sinergi kerja sama KKP bersama CDI Wageningen University,
Belanda. Kegiatan tersebut secara khusus ditujukan bagi
manager perikanan/pelabuhan, petugas inspeksi perikanan, dan
nelayan, dengan materi peningkatan kapasitas SDM KP meliputi
implementasi good handling practices, fisheries inspection, dan port
management.

Pelaksanaan Project yang dimulai tahun 2009 tersebut dilaksanakan


dengan penyusunan modul pelatihan sekaligus uji penerapan modul
kepada SDM target di 6 lokasi Pelabuhan Perikanan di Indonesia
sampai dengan akhir tahun 2011. Selanjutnya sebagai rangkaian
Valcapfish Center pelaksanaan Project pada akhir tahun 2011 tersebut telah didirikan
ditujukan bagi manajer Valcapfish Centre sebagai bentuk komitmen terhadap implementasi
perikanan/pelabuhan, modul yang telah disusun dan pemberdayaan pool of master trainer
petugas inspeksi yang telah terbentuk. Implementasi modul bagi SDM Perikanan
perikanan dan nelayan Indonesia tersebut secara terstruktur telah dilaksanakan sejak awal
tahun 2012 berdasarkan plan of action Valcapfish Centre di lokasi-
lokasi pelabuhan perikanan di Indonesia.

Valcapfish Centre melalui master trainer yang tergabung


didalamnya berkesempatan untuk melakukan pelatihan sekaligus
mengimplementasikan modul pelatihan yang telah disusun bagi 17
orang peserta Sudan berlatar belakang pejabat dan pelaku usaha
terkait perikanan yang akan dilatih mulai tanggal 13 hingga 22
Oktober 2012. Kegiatan pelatihan ini merupakan hasil kerja sama
antara KKP dengan Kementerian Luar Negeri dan UNIDO (United
Nation for Industrial Development Organization).

Bantuan Pendidikan Bagi Anak Pelaku Utama


Dalam rangka percepatan implementasi pembangunan kelautan dan
perikanan untuk mengatasi pemulihan ekonomi menuju masyarakat

136 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
yang lebih sejahtera melalui pemanfaatan sumber daya kelautan
dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan, diperlukan sumber
daya manusia kelautan dan perikanan yang profesional dan berdaya
saing tinggi.

Oleh karena itu bagi setiap peserta didik pada satuan pendidikan
berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang
tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Anak Pelaku Utama
dimaksud adalah anak nelayan, anak pembudidaya ikan dan anak
Bantuan pendidikan
pengolah ikan. Bantuan biaya pendidikan adalah bantuan berupa
diberikan kepada anak
uang dalam jumlah tertentu sesuai dengan anggaran yang ada yang
pelaku utama yang
diberikan kepada peserta didik pada satuan pendidikan menengah
orang tuanya tidak
dan/atau satuan pendidikan tinggi di bidang kelautan dan
mampu membiayai
perikanan.Penerima bantuan biaya pendidikan adalah anak pelaku
pendidikannya
utama yang mengikuti pendidikan di Sekolah Usaha Perikanan
Menengah (SUPM), Akademi Perikanan (AP) dan Sekolah Tinggi
Perikanan (STP) lingkup KKP. Penerima bantuan biaya pendidikan
adalah anak pelaku utama yang mengikuti pendidikan di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), Akademi/Politeknik dan Perguruan
Tinggi Jenjang Strata Satu (S1) bidang Kelautan dan Perikanan di
luar KKP.

b) Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan


Perikanan

Pembangunan SMS Centre PPDPI di PPS Bitung


Tujuan Iptekmas ini membangun aplikasi SMS Center yang
dapat menyampaikan informasi daerah penangkapan ikan
(DPI). Adapun targetnya adalah terdistribusikannya informasi
koordinat DPI keseluruh nelayan yang memiliki Kartu Nelayan.
Dilaksanakan juga sosialisasi aplikasi penggunaan alat terkait
kepada nelayan

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid untuk


mendukung peningkatan Operasional Balai Benih Ikan di
Halmahera Utara (Tobelo)
Kegiatan rancang bangun dan uji operasional integrasi energi
hibrid dengan dilengkapi sistem otomatisasi telah dilaksanakan
di Tobelo.

Pemanfaatan Sistem Resirkulasi Akuakultur System (RAS)


untuk budidaya udang Vaname, di Indramayu
Sistem RAS meningkatkan kualitas dan kuatitas hasil budidaya,
kualitas air yang terkontrol, padat tebar yang lebih banyak dan
penggunaan lahan yang lebih efisien serta penggunaan air
minimal.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


137
tahun 2010-2014
Penerapan Teknologi Kantong Rumput Laut dan Pancing
Gurita di Nusa Penida, Bali
Kantong Rumput Laut dan Pancing Gurita merupakan
paket teknologi yang murah, ramah lingkungan dan mudah
diaplikasikan oleh masyarakat. Telah disosialisasikan
penggunaan KRL dan Pancing Gurita di Kecamatan Nusa Penida,
Kabupaten Klungkung, Bali dan tekah diserah terima dari P3TKP
kepada Dinas Peterakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Klungkung sebanyak 2.850 KRL dan 300 buah Pancing Gurita.

Model Penerapan IPTEK Budidaya Udang


Penerapan Iptek hasil
litbang KP secara nyata Di Indramayu penerapan Iptek meningkatkan produksi udang
meningkatkan produksi windu tambak kooperator dari 100-125 Kg/Ha/MT menjadi 200-
udang windu tambak 416 Kg/ha/MT. Meningkatkan pendapatan petambak kooperator
sebesar Rp5.000.000 – Rp16.878.000,-/ha.

Gambar 55.  Kegiatan Penebaran Benih dan Pemanenan Udang Windu

Gambar 56.  Kegiatan Penebaran Benih Udang Windu

Gambar 57.  Kegiatan Pemanenan dan Grading Udang Windu

138 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Di Brebes penerapan Iptek meningkatkan produksi udang windu
tambak kooperator dari rata-rata 100 -125Kg/Ha/musim tanam
menjadi rata-rata 390 - 520 Kg/Ha/musim tanam. Meningkatkan
pendapatan petambak kooperator sebesar Rp.13.050.000 –
17.775.000,/Ha/musim tanam.

Di Gresik panen dilakukan pada tambak pembudidaya Bapak


Abdul Hakam (1,5 Ha) panen 675 kg (penanaman ke dua)
perkiraan yang dipanen orang lain 25 kg, jadi total 700 kg
dengan harga jual pada saat panen Rp 55.000/ kg.

Model Penerapan IPTEK Kebun Bibit Rumput Laut


Di Minahasa Utara kebun bibit rumput laut di Kema II panen
bibit 2 kali yaitu 950 kg dan 560 kg. Kelompok di Kema II
memberikan pelatihan sesuai SOP ke desa lainnya (Desa
Lembek, Bitung). Kelompok di Kema III panen bibut 1200 kg dan
350 kg.

Gambar 58.  Lokasi Kegiatan Model Penerapan IPTEK Kebun


Bibit Rumput Laut dan Kegiatan Pemanenan Rumput Laut

Di Pohuwato teknologi kebun bibit unggul rumput laut dapat


meningkatkan produktifitas per bentangan tali dari 20 kg/135
hari (6,7 kg/45 hari) menjadi 29 kg /135 hari (9,7 kg/45 hari).

Gambar 59.  Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


139
tahun 2010-2014
Model Penerapan IPTEK Budidaya Patin Pasupati di
Banyuasin, Palembang, Sumatera Selatan
Keunggulan patin Telah terbentuk sistem pasokan benih mandiri dengan hasil
Pasupati berhasil 700 g/ekor/5bln (patin pasupati) lebih baik daripada patin
meningkatkan siam yang sebelumnya dilakukan masyarakat (700 g/ekor7bln).
pendapatan Pembesaran patin pasupati dapat dilakukan di kolam atau
pembudidaya di tambak, namun yang ditambak lebih baik yaitu dengan
produktivitas 5 ton/1000 m2.

Gambar 60.  Ikan Patin Pasupati

Model Penerapan IPTEK Pembenihan dan Pendederan


Patin Pasupati di Ogan Ilir, Sumatera Selatan
Penerapan Iptek memperoleh hasil pemijahan per siklus: telur
500 gr dg jumlah 1200 butir/gr dengan jumlah larva 507.361
ekor, serta benih yang dihasilkan dari tahap pembenihan
sebanyak 400.000 ekor. Keuntungan/keunggulan Iptek
bagi pembudidaya, meningkatkan pendapatan sebesar Rp.
1.360.791 – 13.851.909,-/siklus.

Gambar 61.  Kegiatan Pemijahan dan Pemanenan Benih Ikan Patin Pasupati

Penerapan IPTEK Produksi Benih Patin Untuk Mendukung


CBF di Waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah
Penerapan Iptek Produksi Benih Patin di BBI dapat meningkatkan
ketrampilan petugas dan mampu memproduksi benih patin

140 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
250.000 ekor dan telah ditebar di waduk sebanyak 75.000 ekor
dengan ukuran 3 inchi.

Gambar 62.  Kegiatan Pengangkutan Benih dan Penebaran Benih Ikan Patin

Model Penerapan IPTEK Budidaya Bandeng dengan


Benih Unggul Hasil Seleksi
Di Gresik penerapan Iptek meningkatkan produksi bandeng
di tambak kooperator dari rata-rata 600 Kg/Ha/musim tanam
menjadi rata-rata 1.800 Kg/Ha/musim tanam. Keuntungan/
keunggulan Iptek bagi petambak yaitu meningkatkan
pendapatan petambak kooperator sebesar Rp.5.000.000/Ha/
musim tanam.

Gambar 63.  Kegiatan Penebaran Benih dan Pemanenan Ikan Bandeng

Di Kendal Pendederan : Benih berkualitas hasil seleksi (ukuran


seragam, cepat tumbuh) untuk pembesaran (size 4-5 inchi
selama 2,5 bulan; sintasan 60%).
Pembesaran : Peningkatan produksi ikan bandeng pada
pembesaran di tambak (1,5-2,5 ton/Ha/3 bulan. Hasil NON-
Iptekmas 400kg/Ha/5 bulan).

Gambar 64.  Kegiatan Sampling dan Pemanenan Ikan Bandeng

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


141
tahun 2010-2014
Produktivitas tambak bandeng di Sidoarjo, Jawa Timur yang
selama ini dicapai oleh masyarakat hanya sekitar 500-600
kg per ha. Dengan penerapan Iptekmas budidaya bandeng,
produktivitasnya dapat meningkat menjadi 4 – 5 kali lipat per
ha. Hasil yang diperoleh: pertumbuhan bandeng sangat cepat,
SR mencapai 95%, ukuran panen (size) 3-5 ekor per kg. Untuk
mencapai hal yang sama pembudidaya membutuhkan waktu
7-8 bulan. Penggunaan bibit unggul dalam budidaya bandeng
secara tradisional plus sangat diperlukan. Bibit unggul bandeng
harus berasal dari hasil seleksi para pembenih atau hatchery
rumah tangga.

Gambar 65.  Kegiatan Pemanenan Ikan Bandeng

Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis)


Dukungan litbang terhadap Program Nasional TA. 2013
pada Satker BBPSEKP khususnya pada aspek perluasan
lapangan kerja adalah melalui Program Klinik Iptek Mina
Bisnis (KIMBis). KIMBis yang telah diinisiasi pada akhir tahun
2010 dan mulai dilaksanakan pada tahun 2011, merupakan
suatu kelembagaan yang dibentuk berdasarkan partisipasi
masyarakat melalui pemangku kepentingan. KIMBis dibentuk
berdasarkan pertimbangan untuk mendukung program KKP
seperti Industrialisasi Perikanan maupun PKN. Sampai dengan
tahun 2013, lokasi KIMBis telah berada pada 15 kabupaten yaitu
Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Tegal,
Kabupaten Brebes, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Banda
Aceh, Kabupaten Pinrang, Kab. Gunung Kidul, Kab. Lombok
Timur, Kab. Sukabumi, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten
Pati.

Produksi Bibit Unggul Rumput Laut Kappaphycus


Bibit unggul rumput alvarezii dengan Metode Seleksi Varietas
laut Kappaphycus Pemeliharaan parents stock, diperoleh bibit G-1, G-2, G-3, G-4
alvarezii menghasilkan dan Bibit Unggul hasil seleksi varietas. Respon pertumbuhan
laju pertumbuhan bibit hasil seleksi terlihat dengan kisaran Laju pertumbuhan
lebih cepat harian 4,83 – 5,91 % lebih cepat dibandingkan kontrol internal
dengan kisaran 2,22 – 3,84 % dan kontrol eksternal dengan

142 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 66.  Kegiatan Seleksi G3 dan G4 serta Kegiatan Perbanyakan G4

kisaran 2,08 – 2,87 %. Pemeliharaan dan perbanyakan ke-3 Bibit


Unggul K. alvarezii hasil seleksi.

Produksi Bibit Unggul Rumput Laut Gracilaria


verrucosa dengan Metode Seleksi Varietas
Sampai dengan tahun 2013 telah diperoleh bibit G-1, G-2, G-3,
G-4 dan Bibit Unggul hasil seleksi varietas. Respon pertumbuhan
bibit hasil seleksi terlihat dengan kisaran Laju Pertumbuhan
Harian sebesar 3,16 – 4,92 %, yang lebih cepat dibandingkan
kontrol internal 2,33 – 3,07 % dan kontrol eksternal 2,11 – 3,17
%. Telah dilakukan perbanyakan bibit G. verrucosa hasil seleksi
varietas.

Gambar 67.  G4 Hasil Seleksi Varietas

Produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria sp


melalui kultur jaringan, perbanyakan di tambak serta
uji multi lokasi pada daerah sentra budidaya
Hingga bulan September 2013 telah diproduksi bibit rumput laut
Gracilaria verrucosa sebanyak 1.800 kg dengan LPH pada kisaran
3,66–4,92% dan kandungan agar pada kisaran 12,45–21,74%.
Pada Bulan September juga telah dilakukan penyerahan bibit
rumput laut Gracilaria verrucosa hasil kultur jaringan kepada
kelompok pembudidaya di kabupaten Pangkep sebanyak 200 kg.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


143
tahun 2010-2014
Gambar 68.  Lokal Takalar, Hasil Kultur Jaringan, Lokal Pangkep, Lokal Bone

Seleksi Udang Windu Tahan Penyakit Menggunakan


Mikrosatelit Sebagai MAS (Marker Assisted Selection)
Isolasi genom dan analisis marker DNA tahan penyakit
menunjukkan terdapat lima ekor induk alam yang terdeteksi
membawa marker, namun yang berhasil memijah hanya 1
ekor. Induk yang membawa marker mikrosatelit tahan penyakit
ditandai dengan adanya band pada posisi sekitar 338 bb
sedangkan yang tidak tahan penyakit ditandai dengan adanya
band tambahan pada posisi sekitar 50 bp. Pengamatan dan
analisis segregasi dari marker tersebut pada larva yang dihasilkan
sedang dilakukan. Sekitar 5000 ekor larva yang ada dipelihara
di tambak Instalasi Hatchery Barru untuk dibesarkan hingga
mencapai ukuran calon induk, dan juga akan dikarakterisasi
dengan uji tantang terhadap virus WSSV dengan metode
perendaman.

Gambar 69.  Calon Induk Udang Windu Tahan Penyakit

Produksi Ikan Nila Unggul Pertumbuhan dan Adaptif


di Lahan Marginal
Produksi benih nila BEST F6 untuk kegiatan produksi masal ikan
nila unggul pertumbuhan yaitu, benih ukuran 1-2 cm dengan
bobot 2g sebanyak 47.687 ekor, benih ukuran 2-3 dengan bobot
Nila BEST F6 merupakan 13g sebanyak 23.858 ekor, benih ukuran 3-5 cm dengan bobot
nila unggul dalam hal 55g sebanyak 15.027 ekor. Yang telah diseleksi GPS ukuran
pertumbuhan dan 8-12cm bobot 15-20g sebanyak 4.132 ekor sedangkan PS ukuran
adaptif di lahan marginal 5-8cm bobot 10-12g sebanyak 11,918 ekor. Produksi induk pada
kegiatan produksi masal ikan nila unggul spesifik lahan subo
optimal telah mencapai ukuran ± 15-20cm (25-30g/ekor), batch 2
di dapatkan benih sebanyak 8000 ekor ukuran 3cm (3-5g/ekor).

144 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 70.  Kegiatan Pengeluaran Benih dari Mulut Induk Ikan Nila dan Lahan
Marginal yang Digunakan Untuk Poduksi Ikan Nila Unggul

Peningkatan Efesiensi dan Kualitas Bahan Baku


Pakan Untuk Budidaya Ikan Air Tawar Melalui
Penggunaan Mikroba
Isolat yang mempunyai aktivitas selulase tertinggi adalah isolat
TS sebesar 2,71 (zona bening) dan 0,0285 nkal/mal. Hasil uji
patogenesitas isolat unggulan pada ikan nila memperlihatkan
bahwa isolat HS bukan pathogen. Hasil uji kemampuan
selulolitik pada subtrat ubi kayu dan kulit ubi kayu menunjukkan
peningkatan kadar gula produksi yang signifikan. Ensilasi hasil
samping industri perikanan (HSIP) telah dilakukan dan tulang
ikan HSIP telah di preparasi menjadi tepung ikan. HSIP dapat
di manfaatkan sebagai sumber protein (39,4), sumber lemak
(25,27) dan mineral diperlukan teknik penyimpanan untuk
mempertahannkan kualitas lemak dengan anti oksigen.

Pengembangan Teknologi Budidaya Ikan Nila BEST


Melalui Vaksin Streptovac dan Probiotik Pato–aero I di
Tabanan Bali
Bobot awal sebesar ±3g/ekor, hasil sampling pada beberapa
pembudidaya dengan lama pemeliharaan yang berbeda di
kolam tanah dan tembok di dataran tinggi, sedang dan rendah
dengan kepadatan 10-20 ekor/m2. Lama pemeliharaan 2-2,5
bulan bobot rata-rata 40,7g-60,3g dengan SGR 5,05%, umur 3
Keunggulan Nila BEST bulan bobot dengan SGR 39,9g, SGR 3,77%, umur 4 bulan bobot
mempunyai ukuran yang rata-rata 78,2-89,4g dengan SGR 3,19-3,32%, pemeliharaan 6
merata dan tidak cepat bulan bobot rata-rata 144,2g- dengan SGR 2,66%. Sebagian
bereproduksi pembudidaya sudah ada yang melakukan pemanenan secara
bertahap sekitar 70 kg- 100 kg/pembudidaya dengan size 6-8
ekor/kg. Menurut pembudidaya keunggulan nila BEST jika
dibandingkan dengan nila jenis lain adalah dalam hal ukuran
yang lebih merata dan tidak cepat bereproduksi yang lebih
unggul dalam pertumbuhan.

Pengembangan Teknologi Pendederan Ikan Gurame


Hibrid dengan Aplikasi Vaksin Mycoforty
Hasil sampling menunjukkan benih gurame hibrid mempunyai
SR 90% sedangkan pada pertumbuhan tidak menunjukkan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


145
tahun 2010-2014
perbedaan nyata karena masih dalam tahap pendederan.
Teradopsi teknologi pendederan ikan gurame hibrid dengan
aplikasi vaksin mycoforty sehingga mampu meningkatkan
produktifitas ikan gurame hibrid pada segmen pendederan.

Diseminasi Teknologi Pembenihan Ikan Tor Soro Di


Kabupaten Kerinci – Jambi
Telah dilakukan pemijahan dan setting unit resirkulasi untuk
pemeliharaan benih, pemeliharaan benih masih terus dilanjutkan
saat ini sudah mencapai 3-5 cm, rencananya benih tersebut akan
di didistribusikan ke petani untuk dibesarkan di kolam. Hasil
pemijahan diperoleh induk yang dapat ovulasidan di peroleh
telur ± 1400 butir.

Gambar 71.  Pengecekan Kelamin pada Ikan Tor Soro

Penerapan Teknologi Pembuatan Pakan Untuk Warna Ikan


Koi Di Sentra Produksi
Hasil yang di peroleh untuk jenis ikan koi kohaku dan ogon
secara keseluruhan memperoleh hasil optimal. Jumlah ikan
yang berwarna merah lebih banyak diperoleh dari perlakuan
pakan balai dibandingkan pakan komersial yang biasa di pakai
pembudidaya koi.

Gambar 72.  Perbedaan Warna Ikan Pada Pakan Komersial dan Pakan Balai

Penerapan Teknologi Pembuatan Dan Pengayaan Pakan


Ikan Rainbow Pada Berbagai Stadia Di Sentra Produksi
Induk yang dipelihara dalam akuarium dengan pakan maggot
rata-rata sudah memijah sebanyak 8x, dengan total larva yang
dihasilkan sampai dengan akhir Mei 2013 sebanyak 1326 ekor,

146 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
sedangkan induk yang diberi pakan komersil sudah memijah
sebanyak 7x, dengan total larva yang dihasilkan sebanyak 1362
ekor. Adaptasi pakan untuk larva selama 60 hari menghasilkan
rata-rata pertumbuhan bobot mutlak untuk masing-masing
perlakuan adalah : A=0.4105 g (pakan balai 1); B =0.2669 g
(pakan balai 2); C=0.3587 g (pakan komersial). Pakan Balai
2 menggunakan bahan casein sebesar 10% sebagai sumber
protein, sedangkan pakan balai 2 menggunakan sumber protein
tepung ikan. Rotifer umumnya sudah tumbuh pada masing-
masing media, namun jumlahnya masih relatif sedikit yaitu 106
individu/ml. Media kultur dengan kotoran ayam merupakan
media yang paling banyak ditumbuhi rotifer.

Perbaikan Kualitas Induk Lokal Unggul Ikan Hias Koi Hasil


Selektif dan Rekayasa Set Kromosom
72 induk hasil hibridisasi lokal maupun impor terdapat 11 ekor
induk yang positip membawa MHC. Pembesaran benih ikan
koi hasil gynogenesis masih berlangsung dan pemeliharaan
induk-induk hasil persilangan tetap berjlan dengan sampling
pertumbuhan 2 bulan sekali. Preparasi kromosom anakan hasil
gynogenesis dengan metode jaringan padat telah dilakukan.
Kromosom berhasil diidentifikasi dari ring yang telah dibuat.
Kumpulan kromosom terlihat menggerombol di sekitar membran
sel yang telah lisis. Untuk selanjutnya dilakukan perhitungan
dan pengelompokkan kromosom atau karyoptip yang dapat
mengidentifikasi jenis kelamin ikan koi hasil ginogenesis.
Hasil foto kromosom akan dikaryotip (dipisahkan kromosom
berdasarkan pasangannya) dan dapat diketahui jenis kelamin
dari ikan hasil ginogenesis serta membandingkannya dengan
ikan jantan normal.

Peningkatan Keragaan warna Ikan Hias Rainbow


Melalui Hibridisasi
Benih normal dengnan panjang total 5.7 – 6.3 cm, panjang
standar 4 - 4.9 dan bobot tubuh 1,2 - 2.0 gram sedangkan benih
rainbow perot memiliki panjang total 5.4-6.0 cm dan bobot
tubuh 0,16-1.5 gram. Ikan normal yang dihasilkan sebanyak 221
(52%) dan ikan perot sebanyak 205 ekor (48 %).

Peningkatan Mutu Genetik Udang Galah - Seleksi


Populasi F4 Udang Galah Tumbuh Cepat
Hasil pengujian menunjukkan populasi seleksi mempunyai
toleransi terhadap salinitas yang tidak berbeda dengan populasi
pembanding. Kelangsungan hidup udang galah hasil seleksi
pada pengujian sebesar 93±4,24 % yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan populasi Gimacro dengan kelangsungan
hidup sebesar 89±12,73 %, namun tidak berbeda dengan populasi
Musi yang memiliki kelangsungan hidup sebesar 93±7,07%.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


147
tahun 2010-2014
Gambar 73.  Udang Galah F0 Strain Berau

Perakitan Strain Unggul Ikan Mas Tahan KHV –


Pembentukan Ikan Mas Transgenik Tahan KHV
Pemeliharaan calon induk ikan mas transgenik yang posistif
membawa transgen di sirip. Sebanyak 7 ekor ikan mas transgenik
jantan positif membawa transgen di sperma dari 56 ekor yang
diperiksa.

Observasi Oseanografi Samudera Hindia Bagian Timur


Untuk Pemodelan Potensi Tuna
Telah dilakukan pemantauan lingkungan perairan dan
pengumpulan data-data oseanografi yang berguna untuk
pemantauan iklim baik secara lokal maupun regional.Selain
itu dalam rangka peningkatan kapasitas, peneliti P3TKP telah
mengikuti pelatihan di laboratorium/ fasilitas NOAA USA. Telah
dilakukan juga deployment drifter buoy untuk pengukuran suhu
permukaan sebanyak 7 unit.

Studi Struktur Pelindung Pantai


Telah didentifikasikan penyebab terjadinya erosi dilokasi studi
yaitu didaerah Kabupaten Tabanan, Bali. Pengumpulan data
sekunder berupa data angin dan gelombang diperoleh dari
BMKG. Peta situasi lokasi dan analisis penjalaran (pemodelan)
gelombang dan arus serta perubahan garis pantai (erosi
sedimentasi) pada lokasi studi. Dari hasil studi diperoleh rancang
desain perlindungan pantai di daerah Tabanan, Bali

Prototipe Alat Penghitung Larva/ Udang Vaname


Telah dibangun dan dikembangkan prototipe alat penghitung
larva/benih udang yang efisien dan efektif.

148 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Rekayasa Shelter untuk pendederan lobster air laut
Telah selesai dilaksanakan desain instalasi dan rancang bangun
serta ujicoba benih terhadap shelter. Keluaran hasil adalah
teknologi perekayasaan shelter dan instalasi resirkulasi untuk
mengoptimalkan survival rate pada pendederan lobster di laut.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan penghasil
budidaya dan mendukung peningkatan ekspor lobster laut.

Pemanfaatan Elektronik LogBook untuk Menunjang


Industrialisasi Perikanan Tangkap
Perangkat dan aplikasi e-logbook sebanyak 30 unit telah selesai
dilakukan dan ujicoba terhadap nelayan telah dilakukan di PPN
Pengambengan dan Pelabuhanratu.

Aplikasi Rumpon Elektronik untuk Penangkapan Selektif


Ikan Pelagis
Telah dihasilkan suatu rancangan instrumen penarik ikan berupa
rumpon elektronik dengan mempergunakan cahaya dan suara
pada intensitas dan frekwensi tertentu.

Pengembangan Fasilitas Pemantauan Peringatan Dini


Pencemaran
Kajian dan perekayasaan alat sistem pemantauan dini
pencemaran lingkungan didaerah perairan laut dan pesisir telah
selesai dilakukan dan menghasilkan 2 unit inovasi teknologi
Buoy PLUTO. Alat inovasi Buoy PLUTO telah diujicobakan di
laboratorium tambak Universitas Pekalongan selama beberapa
bulan. Selanjutnya Buoy ditempatkan di depan kantor PSDKP
di Pelabuhan Pekalongan. Pengurusan registrasi paten telah
dilakukan pada bulan Oktober 2013.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


149
tahun 2010-2014
Culture Based Fisheries (CBF)
Culture Based Fisheries (CBF) atau penangkapan ikan berbasis
budidaya didefinisikan sebagai pelepasan atau penebaran
biota hasil perbenihan ke perairan untuk pengkayaaan stok ikan
guna menjamin keberlanjutan perikanan tangkap. CBF biasa
dikembangkan di perairan yang sumberdaya ikannya sudah tidak
mendukung usaha perikanan tangkap yang menguntungkan.
KKP telah melakukan kegiatan CBF di 3 lokasi yaitu Waduk Gajah
Mungkur, Kabupaten Wonogiri; Waduk Malahayu, Kabupaten
Brebes; dan Danau Toba yang meliputi wilayah di Kabupaten
Dairi, karo dan Kabupaten Toba Samosir. Dari pelaksanaan CBF
di Waduk Gajah Mungkur dan Waduk Malahayu telah dihasilkan
Rekomendasi dan Naskah Akademik Pengelolaan dan Konservasi
Sumber Daya Ikan Patin Secara Bersama dan telah diproses
menjadi Peraturan Daerah (Perda). Adapun penerapan CBF di
Danau Toba telah menghasilkan Perda tentang penetapan suaka
ikan bilih, pengaturan aktivitas penangkapan dan pengelolaan
secara kelompok (informal dan sukarela) pada penangkapan dan
pengolahannya.

One Map Policy


Dukungan Litbang KP terhadap Program Nasional One Map
Policy juga dilakukan melalui dukungan kepakaran tim Peneliti
Balitbang KP dalam menghasilkan data dan informasi parameter
oseanografi ekosistem pesisir. Output data dan informasi yang
dihasilkan diantaranya adalah Peta Kerentanan Pesisir, Peta
Karbon Laut, dan One Map Terumbu Karang Indonesia.

Peta Karbon Laut Indonesia Indek Kerentanan Pesisir

Gambar 74.  Hasil Dukungan Litbang KP terhadap Program Nasional One Map Policy

Teknologi Budidaya Udang Vanamei Smale Scale Intensive


Farm (SSIF)
Teknologi Budidaya Udang Vanamei Smale Scale Intensive
Farm (SSIF) merupakan teknologi budidaya udang vaname
superintensif dengan menerapkan aplikasi padat penebaran
yang dilakukan di tambak beton berukuran sekitar 1.000 m2
dengan padat penebaran bervariasi antara 750, 1000, dan
1250 ekor.

150 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Keunggulan dari teknologi ini diantaranya adalah lebih mudah
dalam mengontrol lingkungan, bisa melibatkan banyak pelaku
usaha dan dapat dilakukan pada skala rumah tangga, biaya
per unit usaha relatif terjangkau, mudah dalam melakukan
evaluasi, bisa dijamin keberlanjutan usahanya, bisa dilakukan
untuk revitalisasi tambak idle, dan jumlah produksi udang yang
dihasilkan sebanyak 10 - 15 ton per petak 1000 m2 dengan
nilai SR dan FCR berkisar antara 78,51-84,65% dan 1,4-1,5. Dari
teknologi ini juga diperoleh dukungan inovasi berupa optimasi
padat penebaran, rekayasa wadah, sistem aerasi, feeding
program, pengelolaan air, Teknik panen, penanganan limbah
(IPAL) dan pemanfaatan limbah.

Gambar 75.  Teknologi Budidaya Udang Vanamei Smale Scale Intensive Farm

Kawasan Pengelolaan Perikanan Perairan Umum dan Daratan


(KPPUD)

Potensi Perairan Umum Daratan, bila dikelola dengan baik


akan memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi
perikanan tangkap. Untuk itu KKP telah memetakan potensi
perikanan perairan umum daratan dan disusun rancangan
kawasan pengelolaannya agar dapat dimanfaatkan secara lestari
dan berkelanjutan. Selain itu telah dikembangkan pula model
pendugaan potensi produksi perikanan PUD Indonesia masing-
masing untuk sungai, waduk, dan danau.

Gambar 76.  Peta Kawasan Pengelolaan Perikanan Perairan Umum Daratan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


151
tahun 2010-2014
Penanganan Kasus Pencemaran Minyak Laut Timor
(Montara)
Litbang KP berperan di dalam Tim Advokasi Laut Timor (2009–
2011) dengan melakukan beberapa kegiatan yaitu monitoring
dan observasi dengancitra satelit (dimulai 24 Agustus 2009);
delineasi luas tumpahan minyak dari citra satelit; survei laut
Timor-Sea Rapid Assessment (“TISRA Operation”) untuk
mengumpulkan data pencemaran; dan melakukan pemodelan
numerik dispersi tumpahan minyak dan validasi citra satelit
resolusi tinggi. Hasil kajian dan informasi yang diperoleh
dalam kegiatan diatas kemudian menjadi bahan negosiasi dan
penyusunan dokumen klaim.

Gambar 77.  Peta Penyebaran Minyak dan Daerah yang terkena Dampak

Pengembangan Infrastruktur dan Sistem Pemantauan


Laut (INDESO Project)
Infrastructure Development Of Space Oceanography (INDESO)
memiliki 7 (tujuh) aplikasi yaitu IUU Fishing, Fisheries Stock
Management, Coral dan Mangrove Monitoring, Coastal Zone
Management, Kajian mengenai lahan budidaya rumput laut
potensial, monitoring tambak udang untuk industri, dan deteksi
INDESO merupakan tumpahan minyak. Proyek INDESO berjangka waktu mulai tahun
implementasi 2013 hingga 2016 ini akan mulai beroperasi pada akhir tahun
teknologi oseanografi 2014.
operasional pertama Keunggulan dari kegiatan ini diantaranya adalah merupakan
di Asia Tenggara implementasi teknologi oseanografi-operasional pertama
di Asia-Tenggara; fasilitas pertama di dunia yang melakukan
prediksi mingguan migrasi tuna (model oseanografi-fisik
- spasial - biogeokimia - data tangkap observer), dan hasil
pantauan radar real-time + VMS sangat membantu dalam
mengurangi IUU Fishing.

152 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 78.  Sistem Pemantauan Laut

Bioteknologi

Litbang KP telah melakukan kegiatan litbang di bidang


bioteknologi dan telah menghasilkan teknologi non
konvensional bernilai tinggi ini. Beberapa produk dari yang
telah dihasilkan dari kegiatan ini diantaranya adalah Fukoidan,
Fukosantin, Emestrin, Media lokal produksi transglutaminase
(mtgase), dan Nano Kalsium.

Fukoidan terbukti memiliki bioaktivitas sebagai anti tukak


lambung dan anti koagulan. Fukosantin dari alga coklat
berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan nutraseutikal
terutama sebagai antioksidan dan agen kemopreventif karena
kemampuannya dalam meredam radikal bebas. Senyawa
aktif emestrin yang merupakan senyawa obat terutama untuk
dikembangkan sebagai obat antitumor. Penggunaan enzim
Transglutaminase (TGase) diharapkan dapat meningkatkan
sifat fungsional surimi dari ikan-ikan yang jenisnya kurang
sesuai dan bernilai ekonomi rendah untuk diolah menjadi
surimi karena elastisitasnya yang relatif rendah. Nano kalsium
dihasilkan dari sisik limbah dari pengolahan fillet nila yang
banyak mengandung kalsium organik. Produk ini berbentuk
bubuk berwarna putih, dapat dimanfaatkan sebagai bahan
tambahan/fortifikasi dalam produk pangan dan minuman
sebagai sumber kalsium.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


153
tahun 2010-2014

Ekstrak fukoidan Produk farmasi fukosantin Emericella nidulans

Enzim Transglutaminase (TGase) Nano kalsium

Gambar 79.  Hasil Kegiatan Litbang KP Bidang Bioteknologi

Ikan Nila Srikandi


Ikan Nila Srikandi merupakan nila strain unggul yang tahan
salinitas tinggi hasil perkawinan silang antara ikan nila Nirwana
betina (Oreochromis niloticus) dengan ikan nila biru jantan
(Oreochromis aureus). Strain ini telah dirilis dengan nama Nila
Srikandi sebagai benih melalui Kepmen KP RI Nomor KEP.09/
MEN/2012. Benih Nila Srikandi telah didistribusikan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Lampung.
Keunggulan Ikan Nila Srikandi diantaranya adalah cepat tumbuh
pada salinitas 10 - 30 ppt; Food Conversion Ratio (FCR) 0,7 – 1,1;
memiliki kandungan asam lemak omega 3 dan 6 lebih tinggi
dibanding ikan nila yang dipelihara di air tawar; dan Survival Rate
(SR) lebih tinggi dibanding Nila Gift pada salinitas 30 ppt.

Gambar 80.  Ikan Nila Srikandi

154 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Ikan Lele Tumbuh Cepat Mutiara

Ikan Lele Tumbuh Cepat Mutiara (Mutu Tinggi Mudah Dipiara)


dihasilkan dari persilangan empat populasi/strain, yaitu Paiton,
Sangkuriang, Dumbo, dan Mesir dengan teknologi seleksi
individu. Strain unggul ini ditargetkan di-release pada tahun 2014.
Keunggulan dari lele Mutiara diantaranya adalah pertumbuhan
lebih tinggi 10-40% dibandingkan benih lokal; keseragaman
ukuran relatif tinggi (70-80%) dibandingkan benih lokal (50-60%);
waktu pemeliharaan lebih singkat (45-60 hari); FCR relatif rendah
(pendederan 0,5-0,7; pembesaran 0,9-1,0); dan daya tahan
terhadap stress, lingkungan dan penyakit relatif bagus.

Gambar 81.  ikan nila srikandi

Pembenihan dan pembesaran Ikan Tuna Sirip Kuning

Litbang KP telah mulai mengembangkan pembudidayaan tuna


sirip kuning melalui pemeliharaan dalam bak beton dan Keramba
Jaring Apung (KJA). Teknologi pendederan benih tuna serta
pemeliharaan calon induk tuna sirip kuning yang terdomestikasi
sudah mulai berhasil dilakukan dan selanjutnya pembesaran tuna
dilakukan di KJA. Keunggulan teknologi ini adalah peningkatan
produktifitas pertumbuhan tuna dan tersedianya produksi benih
untuk kepentingan release/ restocking di perairan Indonesia.

Gambar 82.  Pembenihan dan Pembesaran Ikan Tuna Sirip Kuning

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


155
tahun 2010-2014
Probiotik
Teknologi produksi udang windu di tambak tradisional plus
dengan aplikasi probiotik RICA telah dihasilkan pada tahun
2012. Aplikasi probiotik RICA dalam rangka untuk mencegah
penyakit udang windu melalui perbaikan kualitas air, sehingga
terjadi peningkatan sintasan dan produksi udang windu
di tambak. Secara nasional diharapkan dapat mendukung
peningkatan produksi udang windu ramah lingkungan sebesar
30% dari kondisi saat ini. Teknologi aplikasi probiotik RICA
unggul karena menggunakan bakteri dalam jumlah yang relatif
sedikit dibandingkan probiotik lainnya yang umumnya dalam
volume yang besar, sehingga biaya aplikasinya lebih murah
atau paling mahal Rp. 200,000,- per musim tanam. Keuntungan
bersih produksi udang windu di tambak dalam satu tahun (2
kali MT/tahun) dapat mencapai Rp.189.800.000,- (per 10 hektar
tambak). Lokasi sesuai yang direkomendasikan adalah pantai
barat Lampung, dan untuk sebagian pantai barat Sulawesi
Selatan, Aceh, Kalimantan, pantai timur Sulawesi Selatan masih
perlu tambahan aplikasi penambahan kapur dolomit agar
probiotik efektif.

Gambar 83.  Probiotik RICA

Teknologi Aplikasi Probiotik RICA ini lebih unggul karena


pemakaian bakterinya dalam jumlah relatif lebih sedikit dari
pada teknologi probiotik lainnya yang memerlukan volume
besar, sehingga praktis biaya aplikasinya jauh lebih murah
(kurang dari Rp 200.000,- per musim tanam). Berdasarkan
hasil kaji terap di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan,
menunjukkan bahwa aplikasi probiotik RICA mampu
meningkatkan sintasan lebih dua kali lipatnya (30-61%)
dibandingkan kondisi awalnya (11-20%), juga meningkatkan
produksi udang windu hampir dua kali lipatnya (81-267 Kg/Ha/
MT) dibandingkan kondisi awalnya (11-150 Kg/Ha/MT).

156 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Vaksin
Vaksin Hydrovac telah dihasilkan pada tahun 2011, sebagai
upaya pemberian kekebalan spesifik secara dini pada ikan
budidaya karena infeksi bakteri Aeromonas hydophila, bakteri
patogen penyebab penyakit Motile Aeromonas Septicaemia
(MAS). Sedangkan Vaksin Streptovac telah dihasilkan pada
tahun 2013 sebagai upaya pemberian kekebalan spesifik secara
dini pada ikan budidaya karena infeksi bakteri Streptococcus
agalactiae, bakteri patogen penyebab penyakit streeptococcosis
pada ikan nila. Vaksin-vaksin ini dapat menekan tingkat
mortalitas untuk semua ikan air tawar terutama ikan nila, dapat
menekan tingkat kematian menjadi 30-40% karena penyakit
MAS yang sebelumnya 60-70% dan 20-30% karena penyakit
streeptococcosis yang sebelumnya 50-60%.

Secara ekonomi aplikasi vaksin ini akan menambah biaya


produksi Rp. 1-2,- per ekor ikan, namun keuntungannya
lebih nyata yaitu untuk ikan lele 3 siklus dapat mencapai Rp.
21.819.270,- dibandingkan tanpa vaksin (Rp. 10.499.100,-),
untuk ikan gurame selama 1 siklus mencapai Rp. 17.684.040
dibandingkan tanpa vaksin (Rp. 6.729.000,-), dan untuk ikan nila
selama 3 siklus mencapai Rp. 21.531.630,- dibandingkan tanpa
vaksin Rp. 9.1166.250,-).

Gambar 84.  Vaksin HydroVac, StreptoVac dan Mycoforty

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


157
tahun 2010-2014
Kegiatan Mendukung Kemaritiman
Untuk mendukung kemaritiman sejumlah survei dan ekspedisi
dengan berbagai mitra dalam dan luar negeri dilakukan dengan
tujuan mengungkapkan fenomena dan dinamika sumberdaya
kelautan. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan adalah
Makassar Indonesia Throughflow Monitoring (MITF), 2009
– 2011, JUV (Java Upwelling Variation) and Its Impact to Fish
Migration, 2011 – 2014, SITE (South China Sea – Indonesia
Transport Exchange) and Its Impact to Fish Migration, 2011 –
2014, dan Indo China Cruise Expedition, MOMSEI 2011, 2012,
2013 , dan 2014.

Gambar 85.  Hasil Kegiatan Litbang KP Dalam Mendukung Kemaritiman

158 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
C.  Capaian Program Strategis KKP Lainnya

1.  Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN)


Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden No. 10 tahun 2011 tanggal
Program PKN 15 April 2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan
dilaksanakan pada Program Pro Rakyat, KKP bersama 12 K/L terkait telah melaksanakan
tahun 2011 sampai Program PKN. Pelaksanaan program ini diharapkan mampu
dengan tahun 2014 mendorong percepatan dan perluasan pengentasan kemiskinan.
berbasis PPI di 816 Lingkup Kegiatan pada Program PKN diantaranya adalah: 1)
lokasi Pembuatan Rumah Sangat Murah; 2) Pekerjaan Alternatif Tambahan
Bagi Keluarga Nelayan; 3) Skema Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan
Kredit Usaha Rakyat (KUR); 4) Pembangunan Solar Packed Dealer
Nelayan (SPDN); 5) Pembangunan Cold Storage; 6) Angkutan Umum
Murah; 7) Fasilitas Sekolah dan Puskesmas; 8) Fasilitas Bank “Rakyat”.
Program PKN difokuskan langsung kepada kelompok sasaran PKN
yaitu rumah tangga miskin nelayan dengan berbasiskan pada
Pelabuhan Perikanan/ Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dengan 3
kelompok sasaran yaitu: 1) Individu Nelayan; 2) Kelompok Nelayan;
dan 3) Sarana dan prasarana PPI. Program PKN dilaksanakan pada
tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 berbasis PPI di 816 lokasi
dengan rincian pada tahun 2011 (100 PPI dengan sasaran 37.386
Rumah Tangga Sasaran (RTS), 2012 (400 PPI dengan sasaran 112.037
RTS), 2013 (200 PPI dengan sasaran 73.755 RTS), dan 2014 (116 PPI
dengan sasaran 23.809 RTS).

Kegiatan di lokasi Program PKN dikelompokkan menjadi 3 (tiga)


kelompok sasaran, yaitu bantuan untuk (1) Individu, (2) Kelompok
dan (3) penguatan sarana prasarana PP/PPI. Pelaksanaan Program
Peningkatan Kehidupan Nelayan selama periode 2011-2013 telah
dilaksanakan di 700 PPI dengan intervensi kegiatan diantaranya
adalah pembangunan rumah murah, air bersih, sertifikasi hak atas
nelayan (sehat nelayan), Pengembangan Usaha Mina Pedesaan
(PUMP), kapal penangkapan ikan dan sarana alat tangkap serta
beasiswa untuk anak nelayan, pelatihan dan penyuluhan bidang
kelautan dan perikanan. Realisasi bantuan yang diberikan kepada
individu, kelompok, dan penguatan sarana dan prasarana seperti
pada tabel berikut:

Tabel 45.  Capaian Pelaksanaan PKN Tahun 2011-2013 dan Rencana Tahun 2014
Realisasi Target
No Kegiatan Total Keterangan
2011 2012 2013 2014

BANTUAN UNTUK INDIVIDU


1 Sertifikasi Hak Atas Tanah Nelayan (unit) 8,700 13,177 16,703 20,000 58,580 KKP-BPN
2 Kartu Nelayan (buah) 104,736 167,768 215,601 250,000 738,105 KKP
3 Peralatan sistem rantai dingin (SRD) (unit) 45 485 90 111 731 KKP
4 Pembangunan rumah murah nelayan (unit) - 3,811 6.000 - 9,811 Kemenpera
5 Pemasangan instalasi listerik murah (unit) 16,933 10,995 - 27,928 Kemen ESDM

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


159
tahun 2010-2014
Realisasi Target
No Kegiatan Total Keterangan
2011 2012 2013 2014

6 Pembinaan kesehatan dan pengadaan paket


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Nelayan - 8/8 8/12 13/15 - Kemkes
(prov/kab
BANTUAN UNTUK KELOMPOK
1 Penyediaan kapal penangkap ikan >30 GT 222 202 75 100 599 KKP
2 Penyediaan kapal penangkap ikan >10-15 GT 26 70 65 25 186 KKP
3 Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP)
Perikanan 1.106 3.000 3.000 1.000 8.106 KKP
Tangkap (KUB)
4 PUMP Pengolahan (Unit) 128 800 98 195 1,221 KKP
5 PUMP Perikanan Budidaya (Pokdakan) 300 600 300 300 1,500 KKP
6 Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat/PUGAR 728 728 800 1,100 3,356 KKP
(Kugar)
7 Pembinaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) 40 40 40 40 160 KKP
8 Konversi BBM ke gas (unit) 200 200 200 400 1,000 KKP
9 Angkutan nelayan murah roda roda tiga 53 101 18 - 172 KKP
berinsulasi (unit)
10 Pengembangan Koperasi dan UMKM (unit 35 35 35 35 140 Kemkop UKM
koperasi)
11 Pengembangan rumput laut di desa-desa - 7 7 7 21 KPDT
pesisir (provinsi)
12 Pendampingan kelompok 2,262 5,128 4,198 2,595 14,183 KKP
PENGUATAN SARANA PERASARANA DI PP/
PPI
1 Pabrik Es (unit) 8 25 22 4 59 KKP
2 Cold Storage (unit) 5 11 15 2 33 KKP
3 Solar Packed Dealer Nelayan/SPDN (unit) 2 48 1 3 54 KKP
4 Pembangunan SPAM/Sarana Penyediaan Air 8 192 166 102 468 Kemen PU
Bersih (unit)
KEGIATAN LAINNYA
1 PENYEDIAAN DATA RUMAH TANGGA SARANA (RTS) BPS
2 PENYEDIAAN LAYANAN PENDIDIKAN MELALUI BOS 9BANTUAN OPERASIONAL SISWA) Kemendikbud-
Kemdagri

160 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Nama Kelompok: Rizky Sejahtera Kegiatan: Sarana Pendukung Usaha Target 3 unit standard

Desa: Loji Motor Roda Tiga Hasil Akhir: 3 unit long

Kecamatan: Simpenan BLM: Rp. 60.000.000


Motor unit 1 Serah terima

Motor unit 2 Kelompok Pemanfaat

Motor unit 3 Pemanfaat Non Perikanan Kelautan

Gambar 86.  Dokumentasi Penyaluran Bantuan Program PKN KKP

2.  Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan


Ekonomi Indonesia Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Harian Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (KP3EI) No. 35/M.EKON/08/2011 tentang Tim Kerja
pada KP3EI, Menteri Kelautan dan Perikanan ditunjuk sebagai Ketua Tim
Kerja KE Sulawesi, dimana KE Sulawesi akan mengembangkan 5 kegiatan
ekonomi utama, yakni pangan, kakao, perikanan, migas, dan nikel.

Beberapa proyek yang telah di Ground Breaking sampai tahun 2013 di


KE Sulawesi sekitar 19 proyek dengan nilai investasi sekitar Rp28.113,5
miliar, diantaranya adalah : 1) Pengembangan industrialisasi perikanan
di Bitung Sulawesi Utara; 2) Pengembangan minapolitan di sentra-sentra

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


161
tahun 2010-2014
perikanan di KE Sulawesi; 3) Pengembangan lapangan panas bumi
(PLTP) Lahendong unit IV di Tomohon, Sulut; 4) Pembangunan
dan pengoperasian kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Donggi di
Sulawesi Tengah; 5) Pembangunan Liquefied Petroleum Gas (LPG)
Storage Makassar; 6) Pembangunan PLTU Jeneponto, PLTU Pomala,
PLTU Kendari dan PLTS Miangas; 7) Perluasan Pelabuhan Bitung dan
Lirung di Sulawesi Utara dan lanjutan pelabuhan laut Bungkutoko
di Sulawesi tenggara, 8) lanjutan pembangunan fasilitasi pelabuhan
gorontalo serta lanjutan pembangunan fasilitas pelabuhan laut
anggrek di Gorontalo; 9) Pembangunan SPAM Kota Makassar; 10)
Pembangunan jaringan backbone nasional (palapa ring) berbasiskan
active network sharing, baik jaringan bawah laut maupun terestial
yang dapat digunakan bersama di Sulawesi.

Dalam perkembangan pelaksanaan MP3EI di KE Sulawesi, setelah


dilakukan inventarisasi dan validasi terhadap proyek-proyek yang
ada, terdapat 66 proyek yang telah dilakukan validasi, 54 proyek
yang belum valid dan perlu segera dilakukan validasi serta 88
Proyek yang
proyek usulan baru dengan total nilai investasi secara keseluruhan
telah di Ground
sebesar Rp108,69 triliun. Hasil validasi komitmen kegiatan investasi
Breaking sampai
SDM-IPTEK berupa dukungan penyediaan lapangan kerja dan
tahun 2013 di KE
kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis program di KE Sulawesi
Sulawesi sekitar 19
adalah sebesar Rp3,4 triliun yang terdiri dari program akademi
proyek dengan nilai
komunitas, institut, politeknik dan sekolah tinggi, SMK, Universitas,
investasi sekitar
serta program IPTEK. Sedangkan dukungan konektivitas berupa
Rp28.113,5 miliar
infrastruktur bandara, pelabuhan, kereta api, jalan, dan energi
dengan jumlah proyek sebanyak 141 proyek diindikasikasikan
dengan nilai investasi sebesar Rp111, 92 triliun.

Pelaksanaan kegiatan ekonomi di KE Sulawesi sampai dengan


tahun 2025 optimis dapat dilaksanakan, untuk tahun 2013-2014
direncanakan akan dilaksanakan Groundbreaking untuk 22 kegiatan
ekonomi dengan nilai investasi sebesar Rp23.535,4 miliar dan yang
telah dilakukan Groundbreaking tahun 2011-2012 untuk 19 proyek
dengan nilai investasi sebesar Rp28.113,5 miiar.

Permasalahan dalam program MP3EI tidak terlepas dari isu strategis


yang berbeda-beda antara masing-masing provinsi se-Sulawesi
yang harus segera ditindaklanjuti oleh Tim Kerja Pusat (KP3EI Pusat).
Beberapa permasalahan/debottlenecking umum yang terdapat pada
KE Sulawesi adalah:

(1) Masih rendahnya daya tarik investor baik dari dalam maupun
luar negeri dalam menanamkan modalnya untuk pembangu-
nan ekonomi di KE Sulawesi.
(2) Masih terbatasnya konektivitas/infrastruktur transportasi di KE
Sulawesi, seperti jalan, pelabuhan dll.
(3) Masih terbatasnya areal lahan produksi dan sarana irigasi
di KE Sulawesi (hanya 37% lahan pertanian yang diairi oleh
saluran irigasi).
(4) Masih terbatasnya sumber energi di KE Sulawesi, seperti
listrik, air dll.

162 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
(5) Masih terbatasnya infrastruktur sosial di KE Sulawesi, seperti
kesehatan, dll.
(6) Masih adanya konflik pemanfaatan ruang, antara pertam-
bangan dan konservasi dan kendala lainnya.
Isu-Isu dan permasalahan yang terjadi di KE Sulawesi
80% telah ditindaklanjuti melalui rencana aksi dan sisanya
masih terkendala dengan adanya isu-isu seputar RTRW dan
kemudahan dalam pelaksanaan proyek.

3.  Pengarusutamaan Gender


Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi yang dilakukan
secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan dan
Pada Tahun 2013 keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui
KKP memperoleh kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman,
Anugerah Parahita aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki
Ekapraya dari untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap
Presiden RI perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari
seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang kehidupan
pembangunan nasional dan daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya
mendukung pembangunan di berbagai bidang, dan dalam rangka
mendukung implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000
tentang PUG dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan
kepada semua pimpinan K/L baik pusat maupun daerah (Gubernur/
Bupati/Walikota) untuk mengintegrasikan aspek gender dalam
menyusun kebijakan, program dan kegiatan yang menjadi tugas dan
fungsinya. Oleh karena itu KKP terus berupaya untuk meningkatkan
komitmen dan menerjemahkan pengarusutamaan gender dalam
proses perencanaan dan penganggaran pembangunan kelautan
dan perikanan. Mencermati Rencana Strategis KKP 2010-2014,
terdapat isu gender yang tersirat di dalamnya, terkait dengan
bagaimana akses kelompok perempuan dan laki-laki yang
menerima manfaatnya, baik untuk akses ke permodalan, pengolah
dan pemasaran, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
pelatihan, yang pada akhirnya untuk memperoleh kesempatan
kerja dan manfaat yang proporsional bagi perempuan dan laki-laki.
Adanya irisan antara isu gender bidang kelautan dan perikanan,
memperkuat analisis bahwa isu gender merupakan isu lintas sektor,
sesuai dengan dokumen RPJMN 2010-2014 bahwa PUG sebagai
salah satu strategi kebijakan dalam pembangunan di berbagai
bidang.

Sampai dengan tahun 2013, terdapat beberapa hasil yang dicapai


terkait dengan pelaksanaan PUG di KKP, antara lain :

(1) Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama:


• Kesepakatan Bersama antara Menteri Kelautan dan
Perikanan dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 06 MEN-KP/KB/III/2011 dan 12
Tahun 2011 tentang Peningkatan Efektivitas Pengarusu-
tamaan Gender di Bidang Kelautan dan Perikanan.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


163
tahun 2010-2014
• Perjanjian Kerja Sama antara Deputi Bidang Pengaru-
sutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pem-
berdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA)
dengan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Nomor
06/MENPP-PA/Dep.I/04/2012 dan Nomor 02/DJPT-KKP/
PKS/IV/2012 tanggal 16 April 2012 tentang Fasilitasi
Bimbingan Diversifikasi Usaha Penangkapan Ikan bagi
Wanita Nelayan.
(2) Penguatan Kelembagaan Melalui Pembentukan Kelompok
Kerja (POKJA) PUG
Dalam rangka penguatan kelembagaan, telah dibentuk Pokja
PUG, baik di tingkat KKP maupun eselon I teknis, sebagai
berikut :

(a) Telah dibentuk Pokja KKP:


• Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di Lingkungan
KKP melalui Kepmen KP Nomor KEP.51/MEN/SJ/2012
untuk tahun 2012; dan
• Kepmen KP Nomor 126/KEPMEN/SJ/2013 tahun 2013.
(b) Telah dibentuk Pokja PUG di setiap Eselon I:
• Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 73/KEP-
DJPT/2013 tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan
Gender di lingkungan Ditjen Perikanan Tangkap
• Keputusan Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Nomor 26/
Kep-DJKP3K/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusu-
tamaan Gender di lingkungan Ditjen KP3K
• Keputusan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan
dan Perikanan Nomor KEP.182/DJ-PSDKP/2013 Tentang
Kelompok Kerja Pengarustamaan Gender di lingkungan
Ditjen PSDKP
• Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) Nomor 58/
KEP-BPSDMKP/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusu-
tamaan Gender di lingkungan BPSDMKP
• Keputusan Inspektur Jenderal Nomor 186.27.1/ITJ/
RC.330/IX/2013 Tentang Kelompok Kerja Pengarusu-
tamaan Gender di lingkungan Inspektorat Jenderal
• Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan Nomor 23.1/Balitbang KP/IX/2013
Tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender di
lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelau-
tan dan Perikanan
• Keputusan Dirjen Perikanan Budidaya Nomor 78/KEP-
DJPB/ 2013 tentang Kelompok Kerja Pengarusutamaan
Gender di lingkungan Ditjen Budidaya.
Sebagai evaluasi pelaksanaan PUG di KKP, pada Tahun 2013 KKP
dinilai sebagai salah satu kementerian yang telah melaksanakan
Pengarusutamaan Gender dengan baik sehingga memperoleh
Anugerah Parahita Ekapraya dari Kementerian Pemberdayaan

164 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
dan Perlindungan Anak yang diserahkan oleh Presiden RI kepada
Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 18 Desember
2013.

Gambar 87.  Sekjen KKP mewakili KKP menerima Anugerah Parahita Ekapraya dari
Presiden R.I atas prestasi KKP dalam pelaksanaan Pengarusutamaan Gender

4.  Minapolitan dan Industrialisasi


Minapolitan
Minapolitan telah dijalankan KKP sejak tahun 2010 dalam rangka
mengembangkan kawasan ekonomi unggulan menjadi lebih
produktif. Beberapa aturan terkait pengembangan kawasan
minapolitan diantaranya yaitu: Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2010 tentang Minapolitan
dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.18/
MEN/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Kawasan Minapolitan. Keputusan Menteri
Minapolitan Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.18/MEN/2011 tentang
mengembangkan Pedoman Umum Minapolitan; dan Keputusan Menteri Kelautan
kawasan ekonomi dan Perikanan dan Kelautan Nomor 35/KEPMEN-KP/2013
unggulan menjadi lebih tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Semua aturan dan
produktif keputusan ini menjadi landasan kerja baik Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota serta stakeholder lainnya dalam pelaksanaan
pengembangan kawasan minapolitan.
Implikasi dari penetapan kabupaten sebagai kawasan
percontohan pengembangan minapolitan berupa prioritas
dalam pengembangan kegiatan perikanan seperti bantuan
langsung PUMP, bantuan sarana seperti Excavator untuk
pencetakan kolam dan tambak, mesin pellet, KJA. Disamping itu
melalui MoU antara KKP dengan Kementerian Pekerjaan Umum
tentang pengembangan infrastruktur di kawasan minapolitan
yang ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen
Perikanan Budidaya, Dirjen Perikanan Tangkap dan Dirjen P2HP
KKP dengan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
tentang pengembangan infrastruktur Keciptakaryaan dalam
mendukung pengembangan kawasan minapolitan. Dengan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


165
tahun 2010-2014
Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal ini Kedeputian
Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat telah
ditanda-tangani Perjanjian Kerja sama tentang Pemberdayaan
Usaha Pembudidayaan Ikan untuk Akses Pembiayaan melalui
Sertifikasi Hak Atas Tanah.
Indikator keberhasilan dalam pencapaian target pengembangan
kawasan minapolitan diantaranya adalah adanya komitmen
daerah dalam mendorong dan berperan aktif demi berjalannya
program sesuai dengan tujuan yang diinginkan bersama serta
kesiapan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan pengembangan
minapolitan berbasis perikanan budidaya (dokumen Rencana
Induk / Master Plan, Rencana Program Infrastruktur Jangka
Menengah (RPIJM), Surat Keputusan Bupati tentang Penetapan
Kawasan Minapolitan dan Surat Keputusan Bupati tentang
Kelompok Kerja Minapolitan tingkat Kabupaten) dan koordinasi
antar POKJA Kabupaten/Kota.

Gambar 88.  Skema Sinergitas Program/Kegiatan Perikanan Tangkap untuk Mendukung Minapolitan

Keberhasilan pelaksanaan Minapolitan sampai dengan tahun


2013 terlihat pada capaian indikator antara lain: volume produksi,
nilai poduksi, pendapatan nelayan dan penyerapan tenaga kerja,
sebagaimana pada gambar berikut ini.

166 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 89.  Hasil Evaluasi Indikator Capaian Minapolitan Perikanan Tangkap

Dari hasil capaian kegiatan Minapolitan hingga akhir tahun


2013 terhadap 87 kabupaten yang ditetapkan menjadi kawasan
percontohan pengembangan kawasan minapolitan dapat
disimpulkan sebagai berikut:

(1) Enam (6) kabupaten yang belum melengkapi Master Plan dan
RPIJM yaitu Kabupaten OKU Timur, Kendal, Tuban, Bone, Jene-
ponto, dan Polewali Mandar.
(2) Dua (2) kabupaten yang belum yang Master Plan belum sesuai
dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.18/MEN/2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana In-
duk Pengembangan Kawasan Minapolitan yaitu Kabupaten Pati
dan Rembang;
(3) Tujuh belas (17) Kabupaten yang belum melengkapi RPIJM
yaitu Kabupaten OKI, OKU Selatan, Banyuasin, Kota Palembang,
Karawang, Brebes, Pati, Situbondo, Sumenep, Hulu Sungai Sela-
tan, Parigi Moutong, Klungkung, Rote Ndao, Kep Morotai, Kep.
Sula, Sorong dan Raja Ampat; dan
(4) Tiga (3) kabupaten yang belum melengkapi SK Bupati ten-
tang Kelompok Kerja Minapolitan Kabupaten yaitu Kabupaten
Brebes, Tuban dan Kep. Sula
Sesuai dengan prinsip pengembangan kawasan minapolitan yang
merupakan kegiatan yang terintegrasi dan melibatkan lintas sektor,
di beberapa kawasan minapolitan telah mendapatkan dukungan
pengembangan infrastruktur dari Ditjen Cipta Karya, Kementerian
Pekerjaan Umum dengan total pendanaan Rp. 30.410.930.000,-
di 16 Kabupaten prioritas. Disamping itu kegiatan budidaya

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


167
tahun 2010-2014
dikawasan minapolitan juga mendapatkan dukungan permodalan
yang memanfaatkan fasilitas Corporate Social Responsibility
(CSR) dari Bank Indonesia, Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi dari Perbankan yaitu BRI, BTN serta
Bank Pembangunan Daerah dengan total pendanaan sebesar Rp.
30.066.755.000,-

Industrialisasi kelautan dan perikanan


Sejak tahun 2012, KKP telah mendorong dilaksanakannya
industrialisasi kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah serta meningkatkan daya saing
industrialisasi kelautan produk. Industrialisasi perikanan tangkap dilaksanakan di 11 lokasi
dan perikanan dalam Pelabuhan Perikanan (PP) percontohan, dengan komoditas Tuna,
rangka meningkatkan Tongkol, Cakalang (TTC) di 5 lokasi dan 6 lokasi untuk udang
produktivitas dan dan ikan pelagis kecil. Pengembangan industrialisasi saat ini
nilai tambah serta diharapkan dapat menjadi model untuk direplikasi di PP lainnya
meningkatkan daya baik PP yang dikelola pusat maupun PP yang dikelola daerah.
saing produk Dalam pengembangannya, diharapkan di lokasi-lokasi percontohan
tersebut dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dan
mengembangkan usahanya.

Hasil evaluasi capaian industrialisasi TTC di 5 lokasi yakni PPS


Nizham Zachman, PPN Pelabuhan Ratu, PPS Bungus, PPS Bitung dan
PPN Ambon menunjukan adanya peningkatan rata-rata produksi TTC
pada periode 2011-2013 sebesar 37,25% per tahun, dari 82,50 ribu
ton pada tahun 2011 menjadi 153,39 ribu ton pada tahun 2013. Nilai
produksi pada tahun 2013 mencapai Rp3,8 triliun dan jumlah tenaga
kerja yang diserap mencapai 69.318 orang.

Gambar 90.  Produksi TTC di 5 Lokasi Percontohan Industrilisasi Perikanan Tangkap

Dalam rangka mempercepat pencapaian produksi perikanan


budidaya, maka dicanangkan kebijakan Industrialisasi perikanan
budidaya yang dimulai sejak tahun 2012 dengan focus
pengembangan pada empat komoditas yaitu udang, bandeng,
patin dan rumput laut. Pencapaian kinerja pelaksanaan industrialisasi
dijabarkan sebagai berikut:

168 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Industrialisasi Udang
Industrialisasi udang pada tahun 2012 dilakukan melalui
percontohan tambak (demfarm) udang seluas 1.000 Ha di lima
kabupaten, dan pada tahun 2013 seluas 520 Ha di 26 Kabupaten/
Kota.

Komponen kegiatan demfarm pada Tahun 2012 meliputi


penyediaan plastik mulsa, benur unggul, pakan, kincir, genset,
pompa, penyediaan Pos Pelayanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Terpadu (POSIKANDU), bantuan peralatan tes laboratorium dan
mobil keskanling 3 unit serta rehabilitasi saluran tersier. Sedangkan
untuk Tahun 2013, sarana yang disediakan pemerintah meliputi
penyediaan pompa, kincir, genset, plastik mulsa serta rehabilitasi
saluran tersier.

Guna mensukseskan industrialisasi udang maka pelaksanaan


demfarm udang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun
juga melibatkan mitra dan pokdakan. Keterlibatan mitra dalam
pelaksanaan demfarm adalah (i) perbaikan pematang dan
pendalaman kolam, (ii) pendampingan teknis iii) pemasangan
instalasi listrik, (iv) penyediaan gudang, (v) penyediaan tempat
penanganan pasca panen, (vi) penyediaan tenaga pemasangan
Industrialisasi udang plastik mulsa, (vii) menjamin pemasaran udang, (viii) penyediaan/
pada tahun 2012 penambahan benur, serta (viii) melengkapi sarana produksi di
dilakukan melalui demfarm (pakan, benih, dll). Sedangkan keterlibatan Pokdakan
percontohan tambak adalah penyediaan lahan tambak dan pengelolaan operasional
(demfarm) udang pemeliharaan udang.
seluas 1.000 Ha di lima
kabupaten, dan pada Keberhasilan industrialisasi udang sangat bergantung pada
tahun 2013 seluas 520 dukungan lintas sektoral. Berkenaan dengan hal tersebut, KKP
Ha di 26 Kabupaten/ telah melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak
Kota. antara lain dengan: (i) Unit kerja Eselon I internal KKP; (ii) Pemerintah
Daerah; (iii) Kementerian Pekerjaan Umum dalam pembangunan
dan rehabilitasi saluran irigasi tambak serta jalan produksi; (iv) Badan
Pertanahan Negara (BPN) dalam rangka sertifikasi lahan usaha
budidaya, (v) Perbankan (Bank Mandiri, BRI, BNI dan Mandiri Syariah)
dalam mendukung pembiayaan usaha perikanan budidaya; (vi) kerja
sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam penyediaan
listrik di kawasan perikanan budidaya; serta (vii) TNI dalam rangka
pengamanan lokasi demfarm.

Outcome pelaksanaan kegiatan industrialisasi udang terhadap


kenaikan produksi terlihat dari produksi udang pada 2013 yang
melebihi produksi udang tahun 2012 yaitu sebesar 53,8 %.
Sementara itu tenaga kerja yang terserap dari kegiatan industrialisasi
di tahun 2012 mencapai 130.000 orang dengan rincian tenaga kerja
langsung sebanyak 125.000 orang dan tenaga kerja tidak langsung
sejumlah 5.000 orang.

Selain itu, kegiatan demfarm telah berhasil meningkatkan


produktivitas tambak menjadi 6 – 10 ton melalui penerapan
teknologi semi intensif. Kondisi tersebut telah memacu semangat
pembudidaya untuk memanfaatkan kembali lahan/tambak

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


169
tahun 2010-2014
idle. Outcome pelaksana demfarm 2012 lainnya adalah adanya
pertambahan luasan tambak di beberapa daerah seperti Provinsi
Banten dan Jawa Barat (775 ha); Provinsi DI Yogyakarta (75 ha); dan
Jawa Tengah (45 Ha).

Industrialisasi Bandeng
Industrialisasi bandeng dilakukan sejak tahun 2012 melalui
percontohan tambak (demfarm) bandeng seluas 500 Ha di enam
kabupaten yaitu Kab.Serang (75 Ha), Kab.Tangerang (100 Ha), Kab.
Karawang (75 Ha), Kab.Subang (100 Ha), Kab.Indramayu (50 Ha), dan
Kab.Cirebon (100 Ha).

Industrialisasi Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi bandeng


bandeng dilakukan pada tahun 2012 yaitu (i) bantuan sarana berupa benih dan
sejak tahun 2012 pakan untuk lokasi industrialisasi; dan (ii) Pemberian bantuan
melalui percontohan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya
tambak (demfarm) (PUMP-PB) untuk budidaya bandeng. Pelaksanaan demfarm
bandeng seluas budidaya bandeng di wilayah pantura Jawa Barat dan Banten telah
500 Ha di enam menunjukkan keberhasilan berupa peningkatan produksiserta
kabupaten yaitu Kab. penyerapan tenaga kerja.
Serang (75 Ha), Kab. Outcome industrialisasi bandeng terlihat dari produksi ikan bandeng
Tangerang (100 Ha), pada tahun 2013 di Provinsi Jawa Barat (lokasi percontohan
Kab.Karawang (75 Ha), denfarm) mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2012
Kab.Subang (100 Ha), dari produksi sebesar 74.680 pada tahun 2012 menjadi 96.055 ton
Kab.Indramayu (50 pada tahun 2013 atau naik sebesar 28,62%. Begitu pula di Provinsi
Ha), dan Kab.Cirebon Banten yang produksi pada tahun 2012 sebesar 8.739 ton menjadi
(100 Ha). 11.235 ton pada tahun 2013 atau naik sebesar 28,55%. Dampak
industrialisasi bandeng secara nasional menaikan produksi bandeng
dari 518.939 ton pada tahun 2012 menjadi 667.116 ton pada tahun
2013.

Industrialisasi Rumput Laut


Pelaksanaan pengembangan industrialisasi rumput laut pada tahun
2012 hingga 2013 dilaksanakan di 9 Kabupaten yaitu (i) Tahun
2012: Takalar dan Jeneponto (Provinsi Sulawesi Selatan), Sumbawa
(Provinsi NTB), Minahasa Utara (Provinsi Sulawesi Utara), Parigi
Moutong (Prov. Sulawesi Tengah) dan (ii) Tahun 2013: Sumenep
(Prov.Jawa Timur), Morowali (Prov.Sulawesi Tengah), Rote Ndao (Prov.
NTT) dan Sumba Timur (Prov.NTT).

Kegiatan yang mendukung pelaksanaan industrialisasi rumput


laut yaitu (i) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan
Budidaya (PUMP-PB); (ii) Penyediaan kebun bibit; (iii) Percontohan
budidaya rumput laut; (iv) Pengembangan kawasan minapolitan,
khususnya untuk komoditas rumput laut; (v) Pelatihan teknis
kegiatan budidaya rumput laut; (vii) Dukungan dari Eselon I lainnya
di KKP berupa penyediaan sarana pasca panen serta penelitian
dan pengembangan; (viii) Dukungan kementerian dan lembaga

170 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
lainnya, diantaranya (a) KPTD melalui penyediaan kebun bibit,
penyediaan sarana perahu ketinting dan pelatihan enterpreneur di
lokasi pilot project; (b) Kemko dan UKM berupa penyediaan modal
usaha melalui dana bergulir, koperasi, PKBL, dan CSR (Coorporate
Dampak pelaksanaan
Social Responsibility) dan fasilitasi temu bisnis; dan (c) Kementerian
kegiatan industrialisi
Perindustrian melalui pengembangan kompetensi inti industri,
rumput laut adalah
pengembangan industri unggulan, bantuan mesin dan peralatan
pencapaian produksi
pengolahan rumput laut.
rumput laut di
kabupaten lokasi Dampak pelaksanaan kegiatan industrialisi rumput laut adalah
industrialisasi yang pencapaian produksi rumput laut di kabupaten lokasi industrialisasi
naik secara signifikan yang naik secara signifikan yaitu dari total produksi sebesar 647.036
yaitu dari total produksi ton sebelum direvitalisasi menjadi 2.156.787 setelah direvitalisasi
sebesar 647.036 ton atau naik 233,33%.
sebelum direvitalisasi
menjadi 2.156.787
setelah direvitalisasi atau Industrialisasi Patin
naik 233,33%. Industrialisasi patin di sektor hulu dilaksanakan di 3 Provinsi yaitu
Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan dengan pertimbangan
potensi lahan pengembangan di Provinsi tersebut. Dukungan
kegiatan terhadap pelaksanaan industrialisasi patin dilakukan
melalui: (i) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan bidang Perikanan
Budidaya (PUMP-PB); (ii) Pemberian bantuan induk patin; (iii)
Percontohan budidaya patin yang tersebar di Provinsi Jambi (Kab.
Batanghari, Kab. Muaro Jambi dan Kota Jambi); Provinsi Riau (Kab.
Kampar, Kab. Kuansing, Kab. Pelalawan); dan Provinsi Sumatera
Selatan (Kab. Banyuasin, Kab. OKI, Kab. OKU Selatan dan Kab.
Secara keseluruhan, OKU Timur); (iii) Pengembangan kawasan minapolitan, khususnya
industrialisasi patin untuk komoditas patin; (iv) Bantuan excavator, mesin pellet vaksin
memberikan dampak (Aeromonas hydrophilla) dan pembangunan posikandu (v) pelatihan
yang cukup signifikan vaksinator yang diikuti oleh UPT, Dinas Provinsi/Kab/Kota; dan (vi)
pada peningkatan Dukungan Eselon I Lainnya diantaranya pengembangan lokasi
produksi patin nasional percontohan UPI (Unit Pengolahan Ikan) fillet patin serta pabrik dan
mesin pengolah tepung ikan; penempatan penyuluh di masing
lokasi; pengembangan Iptekmas patin; dan pengendalian mutu
produk patin.

Secara keseluruhan, industrialisasi patin memberikan dampak


yang cukup signifikan pada peningkatan produksi patin nasional.
Disamping itu, terjadi peningkatan produksi patin yang signifikan
sebagaimana pada gambar di berikut ini.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


171
tahun 2010-2014
Gambar 91.  Produksi patin di lokasi industrialisasi patin Tahun 2010 - 2014

Industrialisasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan


Adapun evaluasi dampak pelaksanaan industrialisasi kelautan dan
perikanan di bidang pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
sampai dengan tahun 2013 diantaranya adalah:

(1) Industrialisasi Pengolahan Tuna, Tongkol, Cakalang


• Peningkatan jumlah UPI dari 169 pada tahun 2011 menjadi
178 pada tahun 2013.
• Peningkatan kapasitas terpasang dari 1.518.259 ton pada
tahun 2011 menjadi 1.679.869 ton pada tahun 2013.
• Peningkatan utilitas UPI dari 54,04% pada tahun 2011 men-
jadi 56,82% pada tahun 2013.
• Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi
pengembangan “pre-cooked loins”, pengembangan sistem
rantai dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpend-
ingin), fasilitasi sertifikasi eco label, penanganan kasus SHTI,
dan penanganan kasus ekspor.
• Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan
ditindaklanjuti, diantaranya perbaikan penanganan ikan di
atas kapal dan penyediaan air bersih, pelarangan penangka-
pan “baby tuna”, penertiban dan perbaikan penerbitan SHTI
(catch certificate), memperlancar distribusi pasokan bahan
baku, dan pengendalian ekspor bahan baku (ekspor produk
pre–cooked loins).
(2) Industrialisasi Pengolahan Udang
• Jumlah UPI dan kapasitas terpasang pada tahun 2011-2013
tetap, namun utilitas UPI meningkat dari 52,25% pada tahun
2011 menjadi 61,96% pada tahun 2013.
• Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain regulasi pela-
rangan impor udang, pengembangan sistem rantai dingin
(cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), fasilitasi
pembentukan Asosiasi Supplier Udang Pantura (ASPURA),
fasilitasi sertifikasi eco label, pengendalian impor udang,
dan pengembangan PINSAR udang.

172 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
• Serapan udang di pasar dalam negeri cenderung mening-
kat, diperkirakan pada tahun 2013 akan mengalami pening-
katan sebesar 6-7%.
• Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan
ditindaklanjuti, diantaranya ketersediaan bahan baku ter-
batas pada musim puncak shipment, komunikasi petambak
dengan processor kurang (perlu peningkatan peran peda-
gang perantara), harga udang dalam negeri naik sangat
tinggi sejak Januari 2013 (100%) sehingga kurang bersaing
bagi eksportir, kenaikan biaya usaha yang cukup tinggi di
tahun 2013: Upah Minimum Provinsi (40%), Tarif Dasar Listrik
(15%) dan Bahan Bakar Minyak (30%), isu-isu internasional
terkait dengan safety dan sustainability: Good Aquaculture
Practices (GAP), Traceability, label, dan adanya larangan
ekspor ke Rusia sejak 1 Juli 2013.
(3) Industrialisasi Bandeng
• Peningkatan jumlah UPI dari 200 pada tahun 2011 menjadi
244 pada tahun 2013.
• Peningkatan kapasitas terpasang dari 129.185 ton pada
tahun 2011 menjadi 159.544 ton pada tahun 2013.
• Peningkatan utilitas UPI dari 56,61% pada tahun 2011 men-
Dampak pelaksanaan jadi 62,97% pada tahun 2013.
industrialisasi • Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi
dibidangpengolahan pengembangan sentra pengolahan bandeng (Kendal,
dan pemasaran hasil Gresik, dan Pati), pengembangan sistem rantai dingin (cold
perikanan adalah storage, pabrik es, kendaraan berpendingin), dan pemben-
peningkatan jumlah dan tukan Asosiasi Pelaku Usaha Bandeng Indonesia (ASPUBI).
utilitas UPI • Dampak industrialisasi bandeng diantaranya adalah
berkembangnya usaha bandeng tanpa duri yang dikelola
secara profesional (Madani Food), produk bandeng tanpa
duri mampu memasuki pasar ritel modern dan digunakan
oleh restoran dan catering, dan berkembangnya produk
olahan berbahan baku bandeng.
• Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan
ditindaklanjuti, diantaranya terjadinya lonjakan besar ter-
hadap kebutuhan bandeng pada saat hari libur nasional/
keagamaan (libur panjang), bandeng sebagai sumber keta-
hanan pangan dalam negeri, bandeng masih banyak berbau
lumpur, dan penguatan pasokan untuk: umpan, diversifikasi
produk olahan (bandeng kaleng).
(4) Industrialisasi Pindang
• Peningkatan jumlah UPI dari 1.338 pada tahun 2011 menjadi
2.028 pada tahun 2013
• Peningkatan kapasitas terpasang dari 198.000 ton pada
tahun 2011 menjadi 293.959 ton pada tahun 2013.
• Peningkatan utilitas UPI dari 88% pada tahun 2011 menjadi
88,97% pada tahun 2013.
• Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi
pengembangan pindang higienis, pilot project pengolahan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


173
tahun 2010-2014
pindang, pengembangan sistem rantai dingin (cold storage,
pabrik es, kendaraan berpendingin), koordinasi dengan
perusahaan importir bahan baku.
• Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan
ditindaklanjuti, diantaranya pasokan bahan baku masih
kurang dan belum merata sehingga masih harus impor
pada bulan tertentu, dan pengolahan belum sesuai standar
higienis dan saniter.
(5) Industrialisasi Patin
• Peningkatan jumlah UPI dari 82 pada tahun 2011 menjadi 94
pada tahun 2013.
• Peningkatan kapasitas terpasang dari 14.040 ton pada tahun
2011 menjadi 15.174 ton pada tahun 2013.
• Peningkatan utilitas UPI dari 52,3% pada tahun 2011 men-
jadi 64,2% pada tahun 2013.
• Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi
pengembangan fillet patin, pengembangan sistem rantai
dingin (cold storage, pabrik es, kendaraan berpendingin),
pengendalian impor, pemetaan kegiatan strategis sesuai
analisis rantai nilai, dan pengembangan diversifikasi produk
olahan UPI skala UMKM dan besar.
• Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan
ditindaklanjuti, diantaranya teknologi penghilangan bau
lumpur dan pemutihan warna daging melalui penerapan
teknologi budidaya dan pengolahan, peningkatan produksi
di lokasi industrialisasi, dan teknologi processing limbah/
by-product.
(6) Industrialisasi Rumput Laut
• Peningkatan jumlah Unit Pengolahan Rumput Laut (UPRL)
dari 17 pada tahun 2011 menjadi 37 pada tahun 2013.
• Peningkatan produksi olahan rumput laut.
• Intervensi kegiatan yang dilakukan, antara lain fasilitasi
pengembangan Alkali Treated Cottonii (ATC) chips dan
Semi Refine Caraginan (SRC), penyediaan sarana dan
prasarana pengolahan RL (unit pengolahan RL; depo pe-
masaran RL), dan fasilitasi sertifikasi ekspor (ke Chili).
• Tantangan ke depan yang harus segera diantisipasi dan
ditindaklanjuti, diantaranya kualitas bahan baku rendah,
dan UPRL kesulitan bahan baku (sejak Agustus 2013).
Terhadap kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang
gulirkan KKP sejak tahun 2011, KKP telah melakukan evaluasi
terhadap kebijakan industrialisasi sektor kelautan dan perikanan
dengan menggunakan metode Regulatory Impact Analysis (RIA),
adapun beberapa hasil yang penting yang telah dicapai meliputi:

(1) Peningkatan produksi perikanan 2013 (tumbuh 26,1%)


didukung oleh sarana dan prasaranan perikanan seperti
rumah ikan, kapal Inka Mina, dan modernisasi alat penang-
kap ikan.

174 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
(2) Untuk komoditas udang, program revitalisasi dan tambak
percontohan (demfarm) untuk komoditas udang di tahun
2013 diperluas di 28 Kabupaten dari 6 Kabupaten pada
2012 telah mendorong produksi budidaya udang mencapai
di kisaran 600 ribu ton di akhir 2013. Program revitalisasi
tambak udang dan modernisasi telah mendorong produk-
tivitas dari 1 ton ha, menjadi pola intensif dengan produksi
menjadi sepuluh kali lipat atau 10 ton per ha.
(3) Utilisasi pengolahan komoditas udang dan ikan mencapai
70,40% di tahun 2013, meningkat dari 40-50% di tahun
2011-2012.
(4) Perluasan dan diversifikasi produk ekspor merupakan peno-
pang trend positif dari surplus neraca perdagangan sektor
perikanan dalam beberapa tahun terakhir.
(5) Peningkatan produksi garam rakyat sebagai basis kekuatan
swasembada garam sepanjang 2012-2013 turut mendorong
peningkatan pendapatan petambak garam dari 1,8 juta ton
menjadi 2,8 juta ton.
(6) Penerapan sistem manajemen mutu di 29 Lembaga Inspeksi
dilengkapi sarana 23 laboratorium telah mendorong terja-
minnya mutu produksi sebagai basis daya saing produk di
pasar global.

Dari data-data tersebut, dapat disimpulkan kebijakan


industrialisasi berada pada jalur yang tepat (well on track)
dan selaras dengan visi dan agenda pembangunan nasional.
Kebijakan industrialisasi kelautaan dan perikanan merupakan
kebijakan yang tidak terpisahkan dari program industrialisasi
dan hilirisasi yang saat ini sedang berjalan.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


175
tahun 2010-2014
5.  Kerja Sama Internasional
Dalam rangka mewujudkan visi dan misinya, KKP memerlukan
dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, baik nasional
maupun internasional. Upaya tersebut dilakukan dengan
memanfaatkan dan mengembangkan potensi kelautan dan perikanan
Indonesia serta peluang kerja sama bilateral dengan negara-negara
sahabat dalam optimalisasi pengelolaan sumber daya kelautan dan
perikanan berkelanjutan, dengan fokus utama pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat, ketahanan pangan, kelestarian lingkungan
serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan.
KKP memandang penting upaya perluasan dan pengembangan
kerja sama bilateral di bidang kelautan dan perikanan dengan
negara-negara sahabat dalam membangun dan memantapkan posisi
Indonesia dalam kerja sama internasional. 
KKP hingga tahun 2013 telah menjalin kerja sama bilateral dalam
berbagai bentuk perjanjian internasional, baik kerja sama yang
aktif, pembaharuan maupun yang masih dalam tahap penjajakan,
meliputi:

KKP memandang (1) Wilayah Amerika dan Eropa (Amerika Serikat, Norwegia, Be-
penting upaya landa, Jerman, Brazil, Inggris, Turki, Uni Eropa, Rusia, Chile, Peru,
pengembangan Meksiko, Perancis, dan Swedia).
kerjasama internasional (2) Wilayah Asia dan Pasifik (Australia, RRT, India, Vietnam,
dibidang kelautan dan Jepang,  Brunei Darussalam, Timor Leste, Korea Utara, Thailand,
perikanan Philipina, Korea Selatan, Malaysia, Fiji, New Zealand, dan Mal-
adewa).
(3) Wilayah Afrika dan Timur Tengah (Kenya, Afrika Selatan, Namib-
ia, Arab Saudi, Maroko, Mozambik, Nigeria, Aljazair, dan Sudan).
Negara-negara tersebut merupakan target kerja sama bilateral
dengan sasaran sebagai berikut:

(1) Mendorong kerja sama pihak swasta kedua negara dengan


mengembangkan public private partnership.
(2) Mendorong investasi asing di bidang kelautan dan perikanan di
Indonesia.
(3) Melaksanakan penelitian dan pengembangan bersama.
(4) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manu-
sia kelautan dan perikanan.
(5) Mengembangkan teknologi kelautan dan perikanan.
(6) Menjalin kerja sama dalam pemberantasan IUU Fishing.
(7) Menggalang dukungan dan kerja sama internasional dalam
mewujudkan Ekonomi Biru di Indonesia.
Sedangkan kerja sama multilateral diwujudkan dalam bentuk
kehadiran dan partisipasi aktif Delegasi KKP di forum dan organisasi
internasional sektor kelautan dan perikanan, langkah responsif dan
tanggap terhadap regulasi internasional yang baru, serta upaya
kongkrit dalam mengharmonisasikannya di tingkat nasional. Kerja
sama multilateral bidang kelautan dan perikanan dilaksanakan
melalui Kerja Sama Ekonomi Sub Regional (KESR), Kerja Sama PBB
serta badan-badan dibawahnya seperti United Nations Food and

176 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Agriculture Organization (FAO) dan United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC), Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN), World Trade Organization (WTO), Regional
Fisheries Management Organization (RFMO), Southeast Asian
Fisheries Development Center (SEAFDEC), danRegional Plan of
Action (RPOA) to Promote Responsible Fishing Practices Including
Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the
Region.

Gambar 92.  Matriks Kerja Sama Internasional Bidang Kelautan dan Perikanan

Kerja sama Bilateral


Fokus kerja sama bilateral adalah untuk peningkatan capacity
building, infrastruktur, litbang, pertukaran tenaga ahli, dan
pertukaran informasi .

Beberapa capaian penting yang telah dihasilkan dari kerja sama


bilateral diantaranya adalah:
• Kerja sama KKP-Thailand
KKP dan Kementerian Pertanian dan Koperasi Thailand telah
berhasil mentuntaskan upaya perpanjangan MSP Kerja Sama
Perikanan RI dan Thailand pada tanggal 30 juli 2013 di Bangkok.
MSP tersebut telah berakhir masa berlakunya di tahun 2005.
Pemri sedang menunggu usulan tanggal penandatangan MSP
Kerja sama Perikanan RI-Thailand.
• Kerja sama KKP-Filipina
Kedutaan Besar Republik Filipina di Jakarta telah melakukan
pendekatan terkait kemungkinan penyusunan pengaturan bagi
nelayan pelintas batas di perbatasan RI-Filipina. KKP dan Kemlu
telah melaksanakan kajian tentang kemungkinan disusunnya
pengaturan tersebut.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


177
tahun 2010-2014
Gambar 93.  Fokus Kerja sama Bilateral Tahun 2013

• Kerja sama KKP-RRT (Republik Rakyat Tiongkok)


Capaian Kerja sama KKP dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
antara lain:
»» Terlaksananya Pertemuan ke-2 Pokja Kerja Sama Kelautan
KKP SOA pada tanggal 25 Februari 2013 di Jakarta yang
menyimpulkan bahwa pelaksanaan rencana 5 tahun (2007-
2012) kerja sama kelautan KKP-SOA terlaksana dengan baik.
»» KKP dan SOA menyepakati Pengembangan Indonesia-
China Center on Ocean and Climate (ICCOC) menggunakan
pendanaan hibah Maritime Cooperation Fund dan menye-
pakati pengajuan proposal program observasi kelautan dan
perikanan All time, All Weather Ocean Eagle System.
»» Penandatanganan MSP Kerja Sama Perikanan RI-RRT pada
tanggal 2 Oktober 2013 di hadapan Presiden RI dan RRT di
Istana Negara, sebagai pengganti MSP terdahulu.
»» Tercapainya kesepakatan untuk penyusunan implementing
arrangement rencana investasi perikanan RRT di Indonesia.

178 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 94.  Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja sama Perikanan antara
Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Kementerian Pertanian RRT yang di
tandatangani oleh MenKP Sharif C. Sutardjo dan Melu RRT Wong Yi, disaksikan oleh Presiden
RI dan China, 2 Oktober 2013

Gambar 95.  Penandatanganan Naskah Hasil Perundingan bersama


antara KKP-RI, Sjarif Widjaja dengan SOA RRT, Mr. Chen Lianzeng di
Jakarta, 25 Februari 2013

• Kerja sama KKP-India


»» Terlaksananya kerja sama teknis antara KKP dan Asosiasi
Udang India. Presiden dan Wakil Presiden Asosiasi Udang
India telah mengunjungi BBI Batam dan BBRBL Gondol
pada tanggal 29 januari-1 Februari 2013 untuk meninjau
budidaya Kerapu dan Bawal Bintang dengan menggunakan
Keramba Jaring Apung dan Backyard Hatchery.
»» Asodiasi Udang India akan bermitra dengan pihak swasta RI
untuk memulai hatchery ikan laut di India.
• Kerja sama KKP-Jepang
Penyampaian kembali proposal pengembangan pelabuhan
perikanan Nizam Zahman melalui pembiayaan JICA di Tokyo
pada bulan Mei 2013. Pada Prinsipnya JICA tidak berkeberatan
terhadap proposal KKP tersebut.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


179
tahun 2010-2014
• Kerja sama KKP-Australia
Hubungan kerja sama bilateral bidang kelautan dan perikanan
antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia
telah terjalin sejak lama, khususnya antara Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI dengan Australian department of
Agriculture, Fisheries, and Forestry (DAFF). Kerja sama yang
saling menguntungkan bagi kedua negara dalam forum-
forum regional maupun internasional berperan penting dalam
pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Australia juga
memberikan beasiswa ADS (Australia Development Scholarship)
kepada masyarakat Indonesia serta pegawai Kementerian
Kelautan dan Perikanan.

Salah satu kerja sama yang penting dan prospektif adalah


antara KKP dengan Department of Agriculture, Fisheries and
Forestry Australia (DAFF) serta Australia Fisheries Management
Authority (AFMA) dalam melaksanakan Public Sector Linkage
Program (PSLP) MoU Box Vessel and Fisher Identification Activity
di Kabupaten Rote Ndao. PSLP merupakan terobosan besar
karena DAFF-AFMA bersedia mengadopsi kartu nelayan,
persyaratan penandaan kapal dan surat kapal yang diatur oleh
peraturan KKP sebagai penanda nelayan RI untuk beroperasi di
wilayah MoU Box. Sebagai langkah pertama upaya pengelolaan
bersama sumber daya perikanan di wilayah MoU Box, KKP, DAFF
dan AFMA mengembangkan bersama mekanisme pencatatan
hasil tangkapan di wilayah MoU Box dan booklet informasi bagi
nelayan RI untuk mengakses wilayah MoU Box.

Gambar 96.  Kunjungan kehormatan Premier Negara Bagian Tasmania, Australia

• Kerja sama KKP-Vietnam


»» Telah dilakukan pendekatan terkait kemungkinan penyusu-
nan pengaturan bagi nelayan pelintas batas di perbatasan
RI-Vietnam.
»» Berdasarkan berita faksimili dari Kedutaan Besar RI di Hanoi,
dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Vietnam akan tetap
menggunakan alasan cuaca buruk guna melindungi para
nelayan asal Vietnam yang melakukan Illegal, Unregulated
and Unreported (IUU) Fishing di wilayah RI.

180 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
• Sebagian besar Nota Diplomatik Kementerian Luar Negeri
Vietnam kepada KBRI Hanoi ialah tentang permintaan ban-
tuan terhadap nelayan yang terkena dampak cuaca buruk
dan harus memasuki perairan wilayah RI untuk berlindung
• Kerja sama KKP-Amerika Serikat
»» Terlaksananya fasilitasi koordinasi implementasi
dukungan USAID melalui Indonesia Marine and Climate
Support (IMACS 2010-2014), dan Marine Protected Areas
Governance (MPAG 2012-2015)
»» Pembangunan e-Karina (Elektronik Kerja Sama Kelautan dan
Perikanan) dan website Puskita sebagai sarana informasi
dan alat pendukung pengambilan kebijakan
»» Terlaksananya fasilitasi komitmen USAID untuk mendukung
penyusunan Rencana Strategis KKP 2015-2019 melalui
policy dialog, policy modeling maupun background study
• Kerja sama KKP-Peru
Tercapainya kesepakatan negosiasi bilateral antara KKP RI dan
Kementerian Produksi Peru atas Naskah Buram MoU Kerja Sama
Perikanan RI-Peru
• Kerja sama KKP-Perancis
Terlaksananya fasilitasi koordinasi pelaksanaan proyek Infrastruc-
ture Development of Space Oceanography (INDESO) dan feasi-
bility study untuk pengembangan konsep ecoport di Pelabuhan
Perikanan Indonesia
• Kerja sama KKP-Uni Eropa
»» Terlaksanaanya fasilitasi koordinasi tindak lanjut Rencana Aksi
Indonesia dalam pelaksanaan EC Regulation No. 1005/2008
on IUU Fishing.
»» KKP mengusulkan pembentukan Working Group in Marine
and Fisheries dalam kerangka Kemitraan dan Kerja Sama
Komprehensif RI-UE
Memorandum of Understanding on Fisheries Cooperation antara
KKP RI dan Kementerian Pertanian
• Kerja sama KKP-Rusia
Terlaksananya fasilitasi koordinasi dalam rangka negosiasi ke-
pada pihak terkait di Rusia guna pencabutan status temporary
restriction oleh Custom Union (Rusia, Belarus, Kazakhstan)
• Kerja sama KKP-Afrika Selatan
Terlaksananya proses negosiasi bilateral kerja sama kelautan
dan perikanan RI-Afrika Selatan sebagai upaya memperlancar
penetrasi pasar produk perikanan Indonesia ke kawasan Afrika
bagian Selatan
• Kerja sama KKP-Korea Selatan
Expo 2012 Yeosu – Korea
Kegiatan Pameran Foto, Pemutaran Film dan Multimedia diberi
judul Indonesia A Surprise : Voyage from the Lost Homeland
dilaksanakan di United Nations Hall (UN Hall) di United Nations

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


181
tahun 2010-2014
Pavilion di lokasi Expo 2012 Yeosu mulai tanggal 19 Juli s.d 12
Agustus 2012 dalam bentuk Pameran Foto, Pemutaran Film dan
Multimedia serta diskusi tentang budaya dan masyarakat ke-
lautan dan perikanan Indonesia, bertajuk Indonesia A Surprise:
Voyage from the Lost Homeland.
Pada tanggal 12 Agustus 2012 kedatangan Sekretaris Jenderal
PBB Ban Ki Moon ke UN Pavilion untuk menyaksikan kegiatan di
UN Pavilion termasuk mendapat informasi kerja sama KKP – UN
dalam Pameran Foto Indonesia A Surprise: Voyage from the Lost
Homeland, kemudianmenghadiri Peringatan 30 tahun lahirnya
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum
Laut (UNCLOS) dan sekaligus untuk sekaligus menutup Expo
2012 Yeosu.Dalam pidatonya di depan konferensi memperingati
ulang tahun ke-30 lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bang-
sa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang diadakan di Yeosu
Expo, Yeosu, Republik Korea, Sekjen PBB Ban Ki Moon menegas-
kan bahwa UNCLOS adalah salah satu instrumen hukum yang
paling penting di dunia yang seharusnya diratifikasi oleh semua
negara. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang belum
menandatangani konvensi ini. UNCLOS memberikan sumban-
gan pada perdamaian dan keamanan internsional maupun
pemanfaatan sumber daya laut secara adil dan efektif, melestari-
kan lingkungan laut dan merealisasikan suatu ketertiban eko-
nomi yang adil dan dapat diterima semua pihak. Sehubungan
dengan ini, Sekjen Ban Ki Moon telah mengumumkan gagasan
“Permufakatan Samudera” untuk menjaga lautan supaya bebas
dari polusi dan kegiatan penangkapan ikan yang berkelebihan
serta mencegah potensi kenaikan permukaan air laut yang akan
mengancam ratusan juta orang di dunia
• Kerja sama KKP-Norwegia
»» Mutual Recognition Arrangement on Quality and Food
Safety of Fish and Fishery Products antara BKIPM dan Nor-
wegian Food Security Authority (NFSA)
»» Agreement regarding Development Cooperation concern-
ing Fisheries and Aquaculture Capacity Building antara KKP
dan Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia. Berdasar-
kan agreement ini , Pemerintah Norwegia memberikan
hibah sebesar 15 juta NOK untuk mendanai proyek “En-
hancing Institutional Capacity in Fisheries and Aquaculture
to Support Food Self-Sufficiency 2013-2017”
• Kerja sama KKP-Belanda
Memorandum of Understanding on Fisheries and Aquaculture
Cooperation antara KKP RI dengan Kementerian Perekonomian
Kerajaan Belanda. Implementasi MoU ini akan dilaksanakan
melalui Fisheries and Aquaculture for Food Security Project in
Indonesia

182 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 97.  MKP dan Kementerian Perekonomian
Kerajaan Belanda menandatangani MoU di Jakarta
pada tanggal 27 Mei 2013

Kerja sama Regional dan antar Kawasan

Tujuan kerja sama ini adalah mempercepat pembangunan ekonomi


di wilayah-wilayah yang menjadi anggotanya.
• Associaton of Southeast Asian Nations (ASEAN)
Capaian Kerja sama ini adalah:
»» Penetapan Kelompok Kerja Pelaksanaan Komitmen Cetak
Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (Association of Southeast
Asian Nations) Sektor Kelautan dan Perikanan melalui
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia nomor 155/KEPMEN-KP/SJ/2013 tanggal 5 Juni
2013
»» Penyusunan rancangan Kebijakan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan sebagai bagian dari rancangan Instruksi
Presiden tentang Peningkatan Daya Saing Nasional dalam
rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

»» Telah disepakati Strategic Plan of Action on ASEAN


Cooperation in Fisheries (2011-2015) and its Prioritsed
Activities for 2013-2015 dalam mendukung pemberlakuan
ASEAN Economic Community 2015

»» Pelaksanaan Proyek “Enhancing Coastal Community


Resilience for Sustainable Livelihood and Coastal
Resource Management”, dengan pendanaan dari Islamic
Development Bank (IDB) melalui skema kerja sama ASEAN
yang telah mendapat endorsement pelaksanaan proyek
pada pertemuan Special SOM AMAF ke 34 di Pakse, Laos

»» Pembentukan ASEAN Public Private Taskforce on


Sustainable Aquaculture and Fisheries, dan telah mendapat
endorsement pada pertemuan Special SOM AMAF ke 34 di
Pakse, Laos.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


183
tahun 2010-2014
»» Penyusunan ASEAN Good Aquaculture Practices (ASEAN
GAqP), melalui skema kerja sama ASEAN + Australia

• Kerja sama Ekonomi Sub -Regional ASEAN (KESR)


>> BIMP-EAGA
»» Seaweed Development Project masuk ke dalam BIMP-EAGA
Implementation Blueprint 2012-2016. Saat ini proyek terse-
but dalam tahap pertama yaitu harmonisasi Good Aquacul-
ture Practices (GAqP) untuk Rumput Laut BIMP-EAGA dan
finalisasi Seaweed GAqP Manual/Guidelines

»» Terbentuknya struktur baru BIMP-EAGA, khususnya di bawah


Agribusiness Cluster. KKP menjadi fokal poin Indonesia un-
tuk Fisheries Working Group BIMP-EAGA mulai tahun 2012.

»» Disepakatinya TOR Agribusiness Cluster. ToR tersebut telah


mengakomodir sektor kelautan dan perikanan pada BIMP-
EAGA Technical Fisheries Working Group Meeting.
>> IMT-GT
»» Disepakatinya TOR Working Group on Agriculture, Agro-
based Industry and Environment (WGAAE) di tahun 2012.
Kerja Sama Perikanan telah terakomodasi dalam ToR terse-
but.
»» Proyek Investment on Tuna Fish in West Sumatera yang diu-
sulkan oleh Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Proyek ini
dalam tahap re-evaluasi dan koordinasi internal lebih lanjut
dengan Ditjen Perikanan Tangkap.
• Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC)
»» Pelaksanaan kerja sama KKP – SEAFDEC telah dilaksanakan
dalam bentuk workshop dan training yang diikuti oleh pega-
wai KKP dan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan pembi-
ayaan dari SEAFDEC dan sudah diimplementasikan adalah
43 workshop atau training.
»» Telah dibentuk Kelompok Kerja Nasional Southeast Asian
Fisheries Development Center melalui Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 53/KEPMEN-KP/SJ/2013
tanggal 15 Februari 2013.
»» Telah disepakati pembantukan Inland Fishery Resources
Development and Management Department (IFRDMD)
di Palembang. Telah dibentuk Kelompok Kerja Penyiapan
Pembantukan Inland Fishery Resources Development and
Management Department (IFRDMD) melalui Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54/KEPMEN-KP/
SJ/2013 tanggal 15 Februari 2013.

184 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
• Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
»» Pada Keketuaan APEC 2013, Pemerintah Indonesia telah
berhasil mendorong pengarusutamaan isu kelautan dan
perikanan dalam forum kerja sama ekonomi Asia Pasific
(APEC).
»» Dalam Pertemuan APEC OFWG 2013, Indonesia berhasil
memasukkan dua target pada sektor kelautan dan perikanan
yaitu:
1. Pembentukan Pusat Informasi Kelautan dan Perikanan
APEC (AOFIC) yang akan ditempatkan di Pusat Pene-
litian untuk Observasi Laut di Perancak, Bali di bawah
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
2. Pernyataan Pemimpin APEC pada pengarusutamaan isu
laut pada pertemuan Pemimpin APEC di Bali pada awal
Oktober 2013.
• Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food
Security (CTI-CFF)
Telah selesainya pembangunan gedung sekretariat tetap
CTI-CFF di Manado seluas 6.084 m2 yang berlokasi di
Grand Kawanua Internasional City, AA Maramis Kayuwatu,
Kairagi II sebagai wujud komitmen pemerintah Indonesia
untuk kerja sama CTI-CFF

• Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna


(CCSBT)
Alokasi kuota SBT yang diterima Indonesia untuk tahun 2014
sebesar 750 ton sama dengan tahun 2013, dan berpeluang
mendapatkan tambahan kuota 300 ton tahun 2015-2017
jika Komisi menilai Indonesia berhasil menjalankan quality
assurance review (QAR) dengan baik di tahun 2014 .
• Western & Central Pacific Fisheries Commission WCPFC)
Indonesia diterima menjadi anggota (member of WCPFC),
dan tidak perlu membayar kontribusi /iuransebagai cooper-
ating non-member WCPFC .
• Indian Ocean Tuna Commission (IOTC)
Proposal Indonesia tentang penentuan kriteria kuantitatif
kuota iterima baik oleh Komisi dan anggota , dan diapr-

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


185
tahun 2010-2014
esiasi karena formulanya sederhana, logic, dan tidak rumit
dibandingkan proposal dari negara lain.
Tingkat kepatuhan Indonesia telah meningkat dari 6 %
di tahun 2011 menjadi 47 % di tahun 2012, antara lain
karena karena kegiatan capacity building KKP bekerja sama
dengan Sekretariat IOTC
• Regional Plan of Action (RPOA)
Atas keberhasilan Joint Public Information Campaign (PIC)
yang telah dilaksanakan Indonesia dan Australia , negara
peserta RPOA lainnya sepakat menerapkan PIC program
tsb untuk semua anggota dalam rangka meningkatkan
kesadaran (awareness) terhadap IUUF.
• Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion (SSME)
Philipina , Malaysia sebagai negara peserta kerja sama
SSME mengapresiasi capaian Indonesia dalam 1 dekade
kerja sama SSME, antara lain kerja sama dimaksud telah
mendukung tujuan CTI-CFF, yakni EAFM, MPA, seascape,
climate change, dan threaten species dalam rangka mem-
perkuat pengelolaan keberlanjutan sumberdaya kelautan
dan pesisir.
Usulan Indonesia tentang perlunya MoU SSME baru untuk
kerja sama SSME mendatang (tahap II) diterima Malaysia
dan Philipina, untuk kemudian dibahas lebih mendalam
pada pertemuan SSME tahun 2014.

186 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Kerja sama Multilateral
Sasaran yang hendak dicapai dalam pemantapan politik luar negeri
dan peningkatan kerja sama internasional dalam bidang multilateral
adalah meningkatnya peran aktif Indonesia dalam mewujudkan
perdamaian dan keamanan internasional, pemajuan dan
perlindungan HAM, kerja sama kemanusiaan serta meningkatnya
pembangunan ekonomi, sosial budaya, keuangan, lingkungan
hidup, perdagangan, perindustrian, investasi, komoditi, dan
perlindungan hak kekayaan intelektual melalui penguatan kerja
sama multilateral.
• Kerja Sama FAO lingkup KP
»» Penandatanganan MoU KKP-FAO tanggal 27 Mei 2013 di
Jakarta
»» Terimplementasinya 11 Program kerja sama periode Mei
–November 2013. Evaluasi dan Perencanaan Implementasi
MoU KKP-FAO 2014 di sela-sela Sidang Sesi ke-148 FAO
Council Roma, Italia, 2-6 Desember 2013, Roma Italia

Gambar 98.  Penandatanganan MoU KKP-FAO

• Kerja Sama United Nations Lingkup KP


a. United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC)
Pentingnya dimasukannya faktor comparative advantage
Indonesia di bidang kelautan. Submisi SBSTA berkenaan
dengan Research and Systematic Observation (RSO) yaitu
terkait dengan penelitian dan observasi terkait dengan
teknologi atau metode adaptasi dan mitigasi terhadap pe-
rubahan iklim. Fokus pembahasan submisi tersebut adalah
riset blue carbon terkait hutan mangrove dan padang lamun
yang diajukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan perikanan –yang telah diajukan sejak perte-
muan SBSTA ke-36

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


187
tahun 2010-2014
b. United Nations Development Programme (UNDP)
Perkembangan UNDP-ATSEA, Dokumen Arafura and Timor
Seas Strategic Action Programme (ATS SAP) telah selesai
dan disetujui oleh Steering Commitee pada Project Board
Meeting di Bali pada tanggal 21 - 22 Februari 2013. Lang-
kah selanjutnya sebelum masuk dalam fase implementasi
adalah perlunya memperoleh “endorsement” oleh pejabat
setingkat menteri dari pemerintah masing masing negara.
• Perlindungan Sumber Daya hayati dan Pengetahuan
Tradisional (GRTKF) World Intellectual Property
Organization (WIPO)
Indonesia mengingatkan kembali negara peserta lainnya dalam
proses untuk mencapai kesepakatan bersama di bidang GRT-
KF, haruslah mengacu pada (tidak bertentangan) Convention
Biological Diversity 1992 dan Nagoya Protocol dimana salah
satu didalamnya mengatur tentang access and benefit sharing
(ABS), yaitu penggunaan sumberdaya genetik dan ganti-rugi
pemanfaatan sumber daya genetik.
• Kerja Sama D-8 lingkup KP
Seluruh negara anggota mengadopsi ToR WGMAF yang telah
dipersiapkan oleh Indonesia sebagai Sekretariat WGMAF, dan
negara anggota menyepakati D-8 WGMAF work programme,
undangan Indonesia kepada negara anggota terkait penyeleng-
garaan seafood exhibition and business forum bulan Mei 2014
di Jakarta diterima dengan baik, dan rencananya kegiatan tsb
akan dihadiri negara anggota.
• Kerja Sama Selatan-Selatan
Penyusunan konsep Pedoman Umum Kerja Sama Internasional
sebagai dasar pelaksanaan kerja sama selatan-selatan

6.  Kerja sama Antar Lembaga


Capaian kerja sama Antarlembaga tahun 2012 s.d. 2013 adalah
sebanyak 23 KB (Kesepakatan Bersama), terdiri dari 38 MKS (Mitra
Kerja Sama) dan 138 BKS (Bidang Kerja Sama). Dari 23 KB, telah
terlaksana 34 PKS (Perjanjian Kerja Sama), terdiri dari 34 MKS (Mitra
Kerja Sama) dan 72 BKS (Bidang Kerja Sama).
Pada tahun 2013 (sampai November) telah dihasilkan 14 KB dan 15
PKS, terdiri dari24 MKS (Mitra Kerja Sama) dan 84 BKS (Bidang Kerja
Sama).

188 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Telah dilakukan kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) bidang kelautan dan perikanan, yang terdiri dari :
• Advokasi adalah Lembaga Swadaya Masyarakat berbadan hu-
kum Indonesia dengan kegiatan yang bersifat membawa peruba-
han terhadap mitranya.
• Mitra Pembangunan adalah berupa NGO berbadan hukum Inter-
nasional yang sudah bekerja sama dengan Kementerian Kelautan
dan Perikanan.
Kerja sama yang telah dilakukan antara lain dengan telah
ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara KKP dengan WWF,
TNC & CTC.

Gambar 99.  Kerja Sama Kemitraan Lingkup Eselon I KKP

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


189
tahun 2010-2014
7.  Blue Economy
Blue economy adalah pengembangan usaha yang secara finansial
menguntungkan, efisien dalam pemakaian sumber daya, zero waste
dan menyerap tenaga kerja yang besar. Faktor esensial dalam blue
economy adalah penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan
yang disesuaikan dengan karakteristik lokal (sumber daya) dan
kreativitas dalam mencari peluang-peluang pemanfaatan sumber
daya, selain itu pendekatan usaha yang non-linear (menciptakan
berbagai macam produk) dengan menggunakan bahan buangan
(waste) membuat pendekatan blue economy: 1). Bersih dari polusi;
2). menyerap pekerjaan, 3). bersifat lokalitas dan mengurangi
ketergantungan; dan 4). menguntungkan secara finansial. Sebuah
pendekatan yang menyempurnakan green economy yang produk-
produknya cenderung mahal sehingga negara harus mensubsidi
Blue economy adalah untuk meningkatkan daya kompetensi pasar produk-produk green.
pengembangan usaha Oleh karena itu, konsep blue economy dalam perspektif kelautan
yang secara finansial dan perikanan adalah pendekatan blue economy di sektor kelautan
menguntungkan, efisien dan perikanan.
dalam pemakaian Dalam side event sidang anggota Dewan FAO ke 148 pada tanggal
sumber daya, zero waste 3 Desember 2013, konsep blue economy dibahas secara khusus
dan menyerap tenaga para delegasi negara anggota. Side Event mengambil tema The
kerja yang besar FAO Global Initiative in Support of Food Security, Poverty Alleviation
and Sustainable Management of Aquatic Resources, menyepakati
inisiatif blue growth/global blue economy menjadi kunci strategi
pengembangan kelautan dan perikanan dunia. Hal ini menegaskan
bahwa konsep blue economy yang diterapkan KKP terus mendapat
dukungan positif.
Ada 9 (sembilan) implementasi konsep blue economy di Indonesia,
diantaranya, Rural Development Program in Nusa Tenggara Timur
Province with Three Commodities: maize, livestock and seaweed,
SEAFDEC Inland Fishery Resources Development and Management
Department (IFRDMD) di Palembang, Kerja Sama Coral Triangle
Initiative (CTI), Program Lahan Gambut di Kalimantan bekerja
sama dengan Norwegian Redd+ dimana Pogram Pengembangan
Budidaya Perikanan masuk di dalamnya, FAO Regional Rice
Fish Initiative Project Fase II, Mangrove Project, Infrastructure
Development for Space Oceanography (INDESO) Project, dan
Program Peningkatan Kapasitas SDM melalui South-South
Cooperation dan Triangular Cooperation.

190 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 100.  Menteri Kelautan dan Perikanan memberikan Konferensi Pers
Blue Economy Focus Group Discussion

Tahap awal implementasi pengembangan bisnis akuakultur berbasis


blue economy dimulai tahun 2014, berupa percontohan budidaya
minapadi, udang, rumput laut dan kerapu di Lombok Timur Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Pengembangan percontohan blue economy
di provinsi NTB mendapat dukungan dari FAO melalui MoU yang
ditandatangani tanggal 27 Mei 2013 di Jakarta. Beberapa kegiatan
yang sedang dan akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini dalam
rangka pelaksanaan blue economy di Lombok – NTB ini adalah

Tabel 46.  Kegiatan Blue Economy pada Tahun 2014

KEGIATAN LOKASI
Pelaksanaan demfarm budidaya udang dan operasional pokja Lombok Tengah
minapolitan
Pelaksanaan demfarm budidaya rumput laut dan operasional pokja
minapolitan
Perekayasaan Teknologi Budidaya Ikan dalam Rangka Pengembangan Lombok Tengah
Industrialisasi Berbasis Blue Ekonomi Lombok Timur
(rekayasa teknologi perbenihan ikan laut, rekayasa produksi gracilaria,
pengembangan kebun bibit rumput laut)
Diseminasi Teknologi Budidaya Laut (percontohan budidaya laut dan Lombok Timur
percontohan produksi benih) Lombok Tengah
Sosialisasi, koordinasi Percontohan Minapadi Lombok Tengah
Sosialisasi dan koordinasi pengembangan budidaya rumput laut dan Lombok Tengah
kerapu Lombok Timur
Bantuan Keramba Jaring Apung 5 unit Lombok Tengah
Lombok Timur
Pengembangan kebun bibit rumput laut 5 paket Lombok Tengah
Lombok Timur

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


191
tahun 2010-2014
KEGIATAN LOKASI
Pelaksanaan demfarm budidaya udang dan operasional pokja Lombok Tengah
minapolitan
Pelaksanaan demfarm budidaya rumput laut dan operasional pokja
minapolitan
Perekayasaan Teknologi Budidaya Ikan dalam Rangka Pengembangan Lombok Tengah
Industrialisasi Berbasis Blue Ekonomi Lombok Timur
(rekayasa teknologi perbenihan ikan laut, rekayasa produksi gracilaria,
pengembangan kebun bibit rumput laut)
Diseminasi Teknologi Budidaya Laut (percontohan budidaya laut dan Lombok Timur
percontohan produksi benih) Lombok Tengah
Sosialisasi, koordinasi Percontohan Minapadi Lombok Tengah
Sosialisasi dan koordinasi pengembangan budidaya rumput laut dan Lombok Tengah
kerapu Lombok Timur
Bantuan Keramba Jaring Apung 5 unit Lombok Tengah
Lombok Timur
Pengembangan kebun bibit rumput laut 5 paket Lombok Tengah
Lombok Timur
Pengendalian lingkungan akuakultur Lombok Timur
Lombok Tengah
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya Lombok Timur
Lombok Tengah
International Lobster Aquaculture Symposium 2014 Lombok Nusa Tenggara Barat

Adapun zonasi percontohan budidaya berbasis blue economy


sesuai komoditas disajikan pada gambar berikut

Gambar 101.  Zonasi budidaya laut

192 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Gambar 102.  Zonasi budidaya air payau

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


193
tahun 2010-2014
194 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
BAB IV
Isu Strategis Pembangunan
Kelautan dan Perikanan
2015-2019

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


195
tahun 2010-2014
BAB IV. 
Isu Strategis Pembangunan
Kelautan dan Perikanan
2015-2019
Isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019
meliputi: (1) ketahanan pangan dan gizi nasional; (2) peningkatan
daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan;
Isu strategis 2015-2019 (3) pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan; (4)
meliputi ketahanan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan; (5) peningkatan
pangan dan gizi; kesejahteraan; dan (6) pengembangan SDM dan IPTEK kelautan dan
peningkatan perikanan.
daya saing dan
nilai tambah; Isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019
pendayagunaan potensi adalah sebagai berikut :
ekonomi kelautan;
pengelolaan Pengembangan produk perikanan untuk ketahanan pangan dan
sumberdaya gizi nasional
berkelanjutan;
peningkatan Undang-Undang No. 12 Tahun 2014 tentang Pangan menyebutkan
kesejahteraan; dan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
pengembangan SDM hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
dan IPTEK peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah. Sementara itu, Undang-Undang No 45/2009 tentang
Perikanan Pasal 3, salah satu tujuan Pengelolaan Perikanan adalah
mendorong perluasan dan kesempatan kerja dan meningkatkan
ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan dan Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
arah pembangunan Gizi adalah Perbaikan gizi masyarakat melalui
perbaikan pola konsumsi sesuai gizi seimbang dan perbaikan
perilaku sadar gizi, aktivitas fisik & kesehatan.

Ikan telah berperan penting dalam penyediaan sumber protein


hewani masyarakat Indonesia, dan peran tersebut masih dapat
ditingkatkan. Peningkatan Konsumsi Ikan sangat dianjurkan oleh
para ahli kesehatan termasuk hasil dari Joint FAO & WHO Expert
Consultation: Risks & Benefits on Fish Consumption. Pola Pangan
Harapan (PPH) untuk masyarakat Indonesia, konsumsi ikan minimal
Ikan sumber protein 31,4 kg/kap/thn.
hewani bagi masyarakat
untuk ketahanan pangan Beberapa fakta menunjukkan bahwa (a) protein ikan memberi
dan gizi kontribusi terbesar dalam kelompok sumber protein hewani, yakni
sekitar 57,2%, (b) adanya kecenderungan pergeseran konsumen
masyarakat dari red meat kepada white meat, (c) ikan memiliki
kandungan lemak, vitamin, dan mineral yang sangat baik dan
prospektif (lebih baik dari protein hewani lainnya), (d) nutrisi ikan
mudah dicerna dan diserap tubuh sehingga sangat sesuai dari

196 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
mulai balita hingga manula, (e) ikan mempunyai keragaman yang
sangat tinggi baik dari segi jenis, bentuk, warna, rasa, ukuran dan
harga sehingga dapat diproses lebih lanjut menjadi berbagai
macam produk untuk beragam konsumen, dan (f) ikan berperan
penting dalam Gerakan Peningkatan Gizi pada 1.000 Hari Pertama
Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK). Pemerintah bahkan telah
menerbitkan Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2014 tentang Hari Ikan
Nasional.

Konsumsi ikan per kapita cenderung terus meningkat sebagai


dampak dari kampanye mengenai manfaat mengkonsumsi ikan
untuk kesehatan. Peningkatan konsumsi ikan harus diikuti dengan
peningkatan pasokan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi
di dalam negeri. Konsekuensi pemenuhan kebutuhan tersebut
dilakukan melalui peningkatan pasokan ikan dari hasil produksi, baik
dari kegiatan penangkapan maupun budidaya ikan.

Sementara itu, llegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing dan


kegiatan yang merusak terus menjadi ancaman global, utamanya
bagi keberlanjutan sumber daya dan pemeliharaan ekosistem yang
produktif dan sehat. Secara khusus, kemiskinan dan kerawanan
pangan di negara-negara berkembang merupakan hasil marjinalisasi
sosial ekonomi dan penggunaan praktek penangkapan ikan yang
tidak berkelanjutan. Dampak dari IUU fishing dan kegiatan yang
merusak akan mengurangi jumlah hasil tangkapan dan kualitas hasil
tangkapan. Hal ini dapat mempengaruhi penyediaan pasokan bahan
pangan dari ikan yang dapat berkontribusi pada terjadinya gizi
buruk.

Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan


Indonesia harus dapat
perikanan
memanfaatkan potensi
ekonomi kelautan dan
Produksi perikanan Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia,
perikanan melalui
baik untuk perikanan tangkap maupun perikanan budidaya (FAO,
pengembangan industri
2012). Namun demikian, posisi Indonesia dalam perdagangan hasil
kelautan dan perikanan
perikanan dunia menduduki peringkat ke-7. Hal ini menunjukkan
yang berdaya saing dan
masih kurangnya daya saing perikanan Indonesia di dunia. Saat ini
memiliki nilai tambah
sebagian besar UMKM perikanan belum memenuhi standar mutu
dengan kemampuan SDM dan finansial yang sangat terbatas. Pada
tahun 2013, jumlah Unit Pengolahan Ikan (UPI) Skala Besar hanya
sebanyak 627 UPI dari total UPI lebih dari 63.000. Ke depan perlu
ditingkatkan daya saing, nilai tambah dan diversifikasi produk.

Pada era globalisasi dan pasar bebas, negara-negara akan berusaha


mengambil manfaat ekonomi guna meningkatkan daya saingnya.
Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki potensi
ekonomi kelautan dan perikanan (keanekaragaman hayati) yang
tinggi dituntut untuk dapat memanfaatkan peluang ini agar mampu
mendukung pengembangan industri kelautan dan perikanan
nasional. Value chain perikanan menunjukkan tren bahwa nilai

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


197
tahun 2010-2014
tambah berada di hulu bukan di hilir, sementara di negara maju,
20% nilai tambah berada di hulu dan sisanya 80% di hilir (USDA , The
Economic Research Service’s, Feb 2011). Ke depan perlu dibangun
bahwa kebijakan peningkatan nilai tambah dari hulu sampai hilir
menjadi perhatian untuk dikembangkan.

Peningkatan daya saing bidang kelautan dan perikanan ditopang


melalui pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya alam secara
ramah lingkungan dan berkelanjutan. Peningkatan daya saing
memerlukan penyediaan dukungan inovasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta sumber daya manusia yang kompeten.

Pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan

Pengembangan ekonomi kelautan selama ini masih belum menjadi


Potensi ekonomi kebijakan strategis nasional, meskipun potensi kelautan sangat
kelautan yang dimiliki besar. Sementara itu, sektor ini merupakan salah satu unggulan
apabila dikelola dan baru di Indonesia yang realistis mengingat potensi produksi yang
dimanfaatkan secara dimiliki dan permintaan terhadap komoditas atau produk kelautan
efektif menjadikan yang terus meningkat. Isu strategis pembangunan kelautan 5
Indonesia sebagai (lima) tahun kedepan akan lebih berorientasi pada pemanfaatan
negara maju dan pengelolaan potensi sumber daya kelautan. Potensi ekonomi
kelautan yang dimiliki oleh Indonesia apabila mampu dikelola dan
dimanfaatkan secara efektif dan efisien akan mampu mendukung
pencapaian visi pembangunan Indonesia menjadi salah satu negara
maju pada tahun 2025 mendatang.

Beberapa isu penting dalam pembangunan kelautan adalah (a)


optimalisasi pendayagunaan pulau-pulau kecil termasuk pulau-pulau
kecil terluar, (b) efektifitas pengelolaan kawasan konservasi perairan,
(c) penanggulangan IUU fishing dan kegiatan yang merusak, (d)
kerentanan ekosistem, (e) penyerasian tata kelola laut, (f) optimalisasi
pemanfaatan ekonomi sumber daya kelautan, dan (g) peningkatan
peran masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan masyarakat
tradisional, dengan uraian sebagai berikut:
Kebijakan afirmatif
menuju kemandirian a. Peningkatan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar diperlukan
pulau-pulau kecil baik dari aspek kesejahteraan, keamanan dan kedaulatan
untuk kesejahteraan, serta pelestarian ekosistem. Permasalahan yang sering
pelestarian ekosistem, dihadapi di pulau-pulau kecil yang berpenduduk, termasuk
keamanan dan 31 pulau-pulau kecil terluar berpenduduk adalah pemenuhan
kedaulatan NKRI sarana prasarana dasar, berupa listrik, sarana air bersih,
telekomunikasi, dan transportasi, serta sarana prasarana
pengembangan ekonomi di pulau-pulau kecil. Perlu kebijakan
afirmatif untuk peningkatan ekonomi masyarakat di pulau-
pulau kecil menuju kemandirian pulau-pulau kecil dengan
tetap mempertimbangkan aspek konservasi lingkungan
pesisir, laut dan pulau-pulau kecil.

198 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
b. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan
konservasi perairan secara efektif adalah penyelesaian
rencana pengelolaan dan rencana zonasi kawasan konservasi
perairan, belum memadainya dukungan sarana dan
prasarana serta SDM pengelola kawasan konservasi, baik
dari sisi kualitas maupun kuantitas. Ke depan perlu dilakukan
Peningkatan
pengelolaan kawasan konservasi yang efektif, yang selain
kemampuan
dapat memberikan manfaat bagi kelestarian kawasan
pengawasan
perairan, juga bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pemanfaatan sumber
sekitar.
daya kelautan dan
perikanan untuk
c. Saat ini masih terjadi IUU fishing dan kegiatan yang merusak,
mencegah
antara lain pencurian ikan oleh Kapal Ikan Asing [KIA] dan
kegiatan IUU Fishing
Kapal Ikan Indonesia [KII], eksploitasi ekosistem periaran
dan kegiatan yang
secara illegal, perdagangan Spesies Ikan yang dilarang
merusak lingkungan
[CITES], pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang tidak sesuai dengan rencana strategis, rencana zonasi,
rencana pemanfaatan dan rencana pengelolaan, pencemaran
perairan dan pengrusakan di kawasan konservasi, dan
penggunaan racun, bom dan kegiatan merusak lainnya
[destructive fishing]. Sementara itu, sarana prasarana
pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, antara lain
berupa kapal pengawas, peralatan vessel monitoring system,
dan pos pengawas masih terbatas. Disamping itu kelompok
masyarakat pengawas yang terbentuk di daerah masih perlu
dukungan agar dapat berperan secara aktif. Perlu adanya
peningkatan kemampuan dalam pengawasan pemanfaatan
sumber daya kelautan dan perikanan.

d. Seringnya terjadi bencana di wilayah pesisir dan laut


menunjukkan kondisi ekosistem di wilayah pesisir dan
laut sangat rentan. Hal ini diperparah dengan dampak
pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Terkait
Pemanfaatan potensi dengan hal tersebut, diperlukan langkah-langkah yang
kelautan yang sangat strategis untuk meningkatkan ketahanan ekosistem tersebut.
besar perlu didukung
kebijakan tata kelola e. Tata kelola kelautan selama ini belum mendapat perhatian
laut nasional untuk khusus. Beberapa isu pokok terkait tata kelola laut adalah
pengembangan pengamanan wilayah juridiksi dan batas laut Indonesia,
ekonomi kelautan pencemaran lingkungan laut dan pemanfaatan sumber
secara terpadu daya yang tidak ramah lingkungan, perubahan iklim, dan
tidak terkendalinya invasive species berpengaruh besar
terhadap kepunahan sejumlah spesies, termasuk spesies
yang hidup di laut, serta belum adanya penataan ruang laut.
Kondisi tersebut telah melahirkan kesadaran masyarakat
internasional akan perlunya mengelola laut secara bijaksana,
dengan mengedepankan prinsip-prinsip good governance.
Komitmen global juga ditunjukan dengan dibentuknya
berbagai instrumen hukum internasional yang memuat
pengaturan mengenai tata kelola laut (ocean governance).

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


199
tahun 2010-2014
Tuntutan dan inisiatif tata kelola laut tersebut kemudian
berkembang tidak saja pada skala global tapi juga pada skala
regional dan nasional. Dalam konteks Indonesia, tata kelola
laut merupakan isu yang sangat relevan, khususnya apabila
dikaitkan dengan potensi sumber daya laut yang dimiliki yang
belum sepenuhnya dikelola, ketergantungan Indonesia akan
sumber daya laut ke depan, serta praktek tata kelola yang saat
ini terjadi.

f. Ekonomi kelautan selama ini masih belum menjadi kebijakan


strategis nasional, meskipun potensi kelautan sangat besar.
Sementara itu, sektor ini merupakan salah satu unggulan baru
di Indonesia yang realistis mengingat potensi produksi yang
dimiliki dan permintaan terhadap komoditas atau produk
kelautan yang terus meningkat. Dalam rangka memanfaatkan
potensi ekonomi kelautan Indonesia, diperlukan pengaturan
dan sinergitas antar sektor yang membidangi kelautan.
Investasi dan bisnis pada sektor kelautan membutuhkan
biaya mahal dan teknologi tinggi, oleh karena itu, untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan
investasi pembangunan kelautan, diperlukan adanya
keterpaduan perencanaan pembangunan kelautan lintas
sektor, termasuk pelibatan peran pemerintah daerah dan
dunia usaha.

g. Selama ini masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal


belum diberi peran yang proporsional dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sementara itu, mandat
UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil jo UU 1/2014 tentang Perubahan atas UU 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
masyarakat lokal dan masyarakat hukum adat memiliki
kewenangan dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya
perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil.

Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan yang


Pengelolaan
Keberlanjutan
sumber daya yang
berkelanjutan
Kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan merupakan
untuk menjaga
kumpulan sumber daya yang berpotensi besar, yakni sumber
keberlangsungan
daya terbarukan yang dapat dikelola untuk menghasilkan
manfaat ekonomi.
pendapatan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
dan ramah lingkungan mutlak diperlukan untuk mengantisipasi
penurunan cadangan sumber daya alam di masa mendatang. Upaya
menjaga keberlanjutan sumber daya dilakukan melalui konservasi,
peningkatan kualitas dan rehabilitasi lingkungan, serta adaptasi
perubahan iklim dan mitigasi bencana.

200 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Peningkatan kesejahteraan pelaku usaha kelautan dan
perikanan

Kesejahteraan Pelaku Usaha Perikanan (budidaya, penangkapan,


pengolahan dan pemasaran) merupakan salah satu pilar penting
dalam peningkatan daya saing perekonomian dan merupakan
15,15% dari 28,07 tahapan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
juta penduduk miskin Kesejahteraan pelaku usaha dapat digambarkan dari kemampuan
tinggal di wilayah pelaku usaha untuk memenuhi kebutuhan dengan pendapatan yang
pesisir. diperolehnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun 2013
jumlah penduduk miskin mencapai 28,07 juta orang, dimana 25,14%
diperkirakan tinggal di wilayah pesisir. Kondisi ini menggambarkan
tentang kondisi sebagian pelaku usaha perikanan Indonesia.
Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan bersifat
multidimensional yang membutuhkan pendekatan komprehensif
untuk menyelesaikannya.

Pengembangan SDM dan IPTEK kelautan dan perikanan

Pengembangan SDM dan IPTEK sangat penting dalam


meningkatkan daya saing bidang Kelautan dan Perikanan di
Indonesia. Isu daya saing ini sangat relevan dengan kebutuhan
pembangunan kelautan dan perikanan pada RPJMN ketiga (2015
– 2019), dimana pembangunan diarahkan pada keunggulan
kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM
yang berkualitas, dan kemampuan IPTEK.

Pengembangan SDM Penguatan IPTEK merupakan amanah konstitusi pada pasal 31 (ayat
dan IPTEK untuk 5) UUD 1945 dimana disebutkan bahwa pemerintah memajukan
mewujudkan sasaran nilai pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai
pembangunan RPJM agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta
ke-3. kesejahteraan masyarakat. Dengan Iptek juga akan mendorong
proses transisi perekonomian yang semula berbasis sumber daya
(Resources Based Economy) menjadi perekonomian yang berbasis
pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE). Selama ini, dana
riset Indonesia hanya sebesar 0,08% dari GDP. Rendahnya alokasi
dana riset berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas karya
ilmiah di bidang kelautan dan perikanan. Secara nasional Indeks
Pencapaian Teknologi dan Indeks Daya Saing Pertumbuhan
Indonesia tidak terlalu tinggi. Tentu saja hal tersebut akan
menghambat upaya pengembangan teknologi bagi kesejahteraan
masyarakat, serta kemandirian dan daya saing negara

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


201
tahun 2010-2014
202 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
BAB V
Rancangan Kebijakan
Pembangunan Kelautan
dan Perikanan
Tahun 2015-2019

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


203
tahun 2010-2014
BAB V. 
Rancangan Kebijakan
Pembangunan Kelautan dan
Perikanan Tahun 2015-2019

Pembangunan kelautan dan perikanan menjadi salah satu amanat


Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, khususnya tertuang
pada :
Misi ke-2 : Mewujudkan bangsa yang berdaya saing,
Arah kebijakan
arah kebijakan dalam melaksanakan misi tersebut adalah (1)
pembangunan kelautan
mengedepankan pembangunan SDM berkualitas dan berdaya
dan perikanan 2015-2019
saing; (2) meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek
bertumpu pada:
melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju
Peningkatan produksi
inovasi secara berkelanjutan; (3) membangun infrastruktur yang
perikanan untuk
maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara;dan
pemantapan ketahanan
(4) memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan
pangan dan gizi;
setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun
Peningkatan daya saing
keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk
dan nilai tambah produk
pelayanan jasa dalam negeri.
kelautan dan perikanan;
Pendayagunaan potensi Misi ke-6 : Mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari, dengan
ekonomi sumber daya arah kebijakan untuk memperbaiki pengelolaan pelaksanaan
kelautan; pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara
Pengelolaan sumber daya pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber
kelautan dan perikanan daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya
yang berkelanjutan; dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan
Peningkatan kesejahteraan masa depan.
masyarakat kelautan dan
Misi ke-7 : Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan
perikanan;
yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional.
Peningkatan kompetensi
Misi tersebut mempunyai arah kebijakan untuk (1) menumbuhkan
dan kapasitas SDM
wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar
KP, serta inovasi IPTEK
pembangunan Indonesia berorientasi kelautan; (2) meningkatkan
kelautan dan perikanan.
kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; (3)
mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan
dan kemakmuran; dan (4) membangun ekonomi kelautan secara
terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan
laut secara berkelanjutan.
Untuk melaksanakan 3 misi tersebut, diperlukan rumusan
arah kebijakan dan strategi pelaksanaan yang mantap dalam
rencana pembangunan tahun 2015-2019. Terlebih lagi, besarnya
potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang
belum dimanfaatkan menjadi tantangan untuk dikelola secara
berkelanjutan. Implementasi kebijakan pembangunan kelautan dan
perikanan memerlukan adanya kejelasan arah dan langkah strategis

204 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
guna memastikan seluruh tahapan perencanaan pembangunan
dapat berjalan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, arah
kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan akan bertumpu
pada (1) peningkatan produksi perikanan untuk pemantapan
ketahanan pangan dan gizi, (2) peningkatan daya saing dan nilai
tambah produk kelautan dan perikanan, (3) pendayagunaan
potensi ekonomi sumber daya kelautan, (4) pengelolaan sumber
daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, (5) peningkatan
kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, dan (6)
peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM KP, serta inovasi IPTEK
kelautan dan perikanan.
Strategi yang akan ditempuh untuk pelaksanaan kebijakan di atas
adalah :
1. Peningkatan produksi perikanan untuk pemantapan ketahanan
pangan dan gizi, akan dilaksanakan melalui: (1) revitalisasi
pengelolaan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya ikan,
(2) peningkatan produksi perikanan budidaya, (3) integrated
quarantine and safety control mechanism dan biosecurity, (4)
stabilisasi harga ikan, serta (5) peningkatan konsumsi ikan dalam
negeri.
2. Peningkatan daya saing dan nilai tambah produk kelautan dan
perikanan, akan dilakukan melalui: (1) pengembangan Sistem
Logistik Ikan Nasional (SLIN), (2) pengelolaan perikanan tangkap
partisipatif berbasis ekosistem, (3) peningkatan produksi dan
kontinuitas produksi perikanan budidaya, (4) pengembangan
produk perikanan berbasis ketelusuran dan kendali mutu (5)
peningkatan daya saing komoditas dan usaha, (6) peningkatan
sarana dan prasarana, (7) standarisasi mutu produk kelautan dan
kelautan, serta (8) peningkatan nilai tambah
3. Pendayagunaan potensi ekonomi sumber daya kelautan,
akan dilaksanakan melalui: (1) pengembangan wawasan dan
budaya bahari, (2) peningkatan dan penguatan SDM dan
IPTEK bidang kelautan, (3) tata kelola laut, (4) pengembangan
ekonomi kelautan, melalui pengembangan industri
kelautan dan jasa kelautan, (5) peningkatan kemampuan
pengawasan pemanfataan sumber daya ekonomi kelautan
dan lingkungannya, (6) mitigasi bencana, penanggulangan
pencemaran laut dan dampak perubahan iklim, (7) konservasi
perairan laut, (8) peningkatan kesejahteraan masyarakat di
kawasan pesisir, serta (9) pengembangan kawasan ekonomi
kelautan dengan pendekatan blue economy.
4. Pemantapan sumber daya kelautan dan perikanan yang
berkelanjutan, akan dilakukan melalui: (1) konservasi sumber
daya perairan, (2) peningkatan kualitas dan rehabilitasi
lingkungan, (3) adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana.
5. Peningkatan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,
akan dilakukan melalui: (1) peningkatan kemampuan individu
pelaku usaha skala kecil, (2) peningkatan kapasitas usaha dan

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


205
tahun 2010-2014
penguatan kelembagaan kelompok, (3) pengembangan sarana
dan prasarana di sentra produksi perikanan.
6. Peningkatan kompetensi dan kapasitas SDM KP, serta inovasi
IPTEK kelautan dan perikanan, akan dilaksanakan melalui:
(1) peningkatan kapasitas SDM KP berbasis kompetensi, (2)
penguatan kelembagaan Diklatluh kelautan dan perikanan, (3)
penguatan kelembagaan inovasi kelautan dan perikanan, (4)
penguatan kerja sama dan peran aktif penelitian skala nasional,
regional, dan internasional, (5) penguatan kajian dan analisis
sosial ekonomi kelautan dan perikanan, (6) peningkatan inovasi
IPTEK kelautan dan perikanan yang adaptif lokasi.

Dalam rangka melaksanakan arah kebijakan dan strategi


pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019, usulan
nama program pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015 –
2019 adalah sebagai berikut: (1) Program Pengelolaan Sumber Daya
Perikanan Tangkap, (2) Program Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
KKP akan Budidaya, (3) Program Peningkatan Daya Saing Usaha dan Produk
melaksanakan 10 Kelautan dan Perikanan, (4) Program Pengelolaan Sumber Daya Laut,
(sepuluh) program Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, (5) Program Pengawasan Pemanfaatan
pembangunan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, (6) Program Pengembangan
pada 2015-2019 Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan,
(7) Program Penelitian dan Pengembangan IPTEK Kelautan dan
Perikanan, (8) Program Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan,
(9) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
KKP, dan (10) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya KKP.
Pembangunan kelautan dan perikanan tahun 2015-2019 akan fokus
pada beberapa lokasi percontohan, yang akan didukung dengan
adanya integrasi program dari seluruh sektor yang terkait dan
Pemerintah Daerah. Kriteria penetapan lokasi percontohan akan
ditetapkan berdasarkan kriteria kewilayahan, gugus kepulauan,
wilayah perbatasan, lokasi pengembangan yang bersifat tematik
(lokasi minapolitan, industrialisasi, blue economy, dan minawisata),
lokasi sentra nelayan/pembudidaya ikan, dan kawasan strategis.
Dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi pembangunan kelautan
dan perikanan sebagaimana tersebut di atas, maka diperlukan
kerangka regulasi, kerangka kelembagaan dan kerangka pendanaan
yang memadai.

206 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
207
tahun 2010-2014
208 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan
tahun 2010-2014
BAB VI
PENUTUP
BAB VI
PENUTUP
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.499 pulau dan
memiliki garis pantai sepanjang 104.000 kilometer atau terpanjang
kedua di dunia, memiliki potensi ekonomi kelautan sangat besar.
Diperkirakan total ekonomi laut dari sektor perikanan, perhubungan
laut, industri kelautan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya
mineral, infrastruktur laut, jasa kelautan, sumber daya wilayah
pulau-pulau kecil, SDA non konvensial, dan lainnya mencapai
US$ 1,2 trilliun per tahun, lebih besar dari pada Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia yang hanya US$ 1 trilliun. Jika pertumbuhan
ekonomi Indonesia setiap tahun dapat dipertahankan 6% atau lebih,
maka tidak mustahil tahun 2030 Indonesia menjadi negara terbesar
ke-7 yang mengoptimalkan pemanfaatan SDA laut. Hal ini sejalan
dengan hasil studi Mc Kinsey Global Institute bahwa sektor kelautan
(perikanan) termasuk empat pilar utama selain sumber daya alam,
pertanian, dan jasa yang akan membawa Indonesia menjadi negara
dengan perekonomian terbesar nomor tujuh di dunia di tahun 2030.

Melihat besarnya potensi ini, maka saatnya kita semua memikirkan


apa yang akan menjadi prioritas untuk pembangunan kelautan
Indonesia. Terlebih dengan terbitnya UU No. 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil, akan banyak
tugas di bidang kelautan yang harus diemban terkait tata kelola
laut. Sehingga kebijakan KKP kedepan dalam menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 bidang kelautan menjadi arus utama dan prioritas dalam
pembangunan nasional, sehingga nantinya ada keseimbangan
pembangunan antara matra darat, dan matra laut yang mencirikan
negara kepulauan.

Untuk dapat melaksanakan arah kebijakan pembangunan kelautan


tahun 2015-2019, diperlukan kerangka regulasi yang kuat sebagai
dasar utama. Diantaranya untuk tata kelola laut, saat ini sudah
ada regulasi terkait yakni Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun
2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Namun masih
diperlukan UU yang bisa mengadopsi semua kepentingan dilaut,
yakni UU kelautan. Undang-Undang Kelautan ini dapat menjadi
pondasi kuat yang dapat mengarahkan pembangunan nasional
yang berorientasi archipelago menjadi negara maritim yang kuat,
tangguh dan mandiri. UU ini nantinya juga mendukung penataan
ruang wilayah kelautan dan penjagaan kedaulatan serta terwujudnya
industri kelautan yang maju secara berkesinambungan. Termasuk
mengembangkan pengetahuan kebaharian pada masyarakat. UU
Kelautan akan melengkapi kebijakan yang belum ada di bidang
kelautan, dan meniadakan/meminimalisir kebijakan yang saling
melemahkan.

210 Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


tahun 2010-2014
Semoga laporan hasil pelaksanaan Pembangunan Kelautan dan
Perikanan 2010-2014 dan Rencana 2015-2019 dapat memberikan
gambara mengenai program dan kegiatan pembangunan kelautan
dan perikanan yang telah dilaksanakan dan akan direncanakan.
Sehingga harapan ini dapat menjadi modal dasar untuk lebih
mengembangkan pembangunan kelautan dan perikanan di masa
datang, sehingga sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan
secara optimal dan berkelanjutan.

Laporan pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan


211
tahun 2010-2014
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Oktober 2014

Anda mungkin juga menyukai