PATOLOGI
PATOLOGI
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan
penurunan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi penurunan pH (peningkatan
[H+]). HCO3 – ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35. Kompensasi pernafasan akan segera dimulai
untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi
secara akut.
Kotak dibawah memuat daftar sebab-sebab asidosis metabolic dengan selisih anion
normal, kehilangan bikarbonat dapat terjadi melalui saluran cerna atau ginjal. Diare. Fistula usus
halus, dan ureterosigmoidostomi dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat yang bermakna;
sedangkan reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal menurun pada asidosis tubulus proksimal ginjal atau
pada orang yang mendapat inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid. Karena klorida
berkompetisi dengan bikarbonat dalam mengikat natrium, maka klorida berkaitan dengan
keseimbangan asam-basa tubuh. Jika bikarbonat keluar dari tubuh, dan [HCO 3] serum menurun,
maka timbul kompensasi berupa peningkatan [Cl],
Sebab-Sebab Asidosis Metabolik
1. Kehilangan bikarbonat
a. Kehilangan melalui saluran cerna :
Diare*
Illeostomi; fistula pancreas, kantong empedu atau usus halus
Ureterosigmoidostomi
b. Kehilangan melalui ginjal :
Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA)
Inhibitor karbonik anhydrase (azetazolamid)
Hipoaldosteronisme
2. Peningkatan beban asam
a. Amonium klorida (NH4Cl → NH3 + HCl)
b. Cairan-cairan hiperalimentasi
3. Lain-lain
a. Pemberian IV larutan garam secara cepat
*
Sebab-sebab yang paling sering.
Karena jumlah anion dan kation dalam ECF harus sama untuk mempertahankan muatan listrik
yang netral. Akibatnya timbul asidosis metabolik hiperkloremik. Pemberian garam klorida
berlebihan (NH4Cl) juga dapat menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Asidosis yang
disebabkan pemberian larutan garam IV secara cepat, biasanya ringan dan sementara, dan
disebut sebagai asidosis pengenceran.
Keadaan-keadaan yang paling sering adalah syok atau perfusi jaringan yang tidak
memadai karena berbagai sebab, sehingga menyebabkan penumpukan banyak asam laktat.
Ketoasidosis diabetic, kelaparan, dan intoksikasi etanol menyebabkan peningkatan selisih anion
karena retensi asam sulfat dan fosfat. Keracunan karena kelebihan dosis salisilat, methanol, atau
etilen glikol meningkatkan selisih anion melalui peningkatan asam organic (salisilat, format,
oksilat).
Respon segera terhadap beban [H+] pada asidosis metabolic adalah mekanisme
penyangga ECF melalui bikarbonat, sehingga mengurangi [HCO 3] plasma. [H+] yang berlebihan
juga memasuki sel dan disangga oleh protein dan fosfat (yang merupakan 60% dari system
penyangga). Untuk mempertahankan muatan listrik netral, masuknya H + ke dalam sel diikuti
oleh keluarnya K+ dari sel menuju ECF. Dengan demikian K+ serum meningkat pada keadaan
asidosis. Jika pasien asidosis mengalami normokalemia atau hypokalemia, maka berarti ada
penurunan K+ dan harus dikoreksi bersama asidosisnya.
Mekanisme kedua pada asidosis metabolic yang bekerja dalam beberapa menit kemudia
adalah kompensasi pernafasan. [H+] arteri yang meningkat merangsang kemoreseptor pada badan
karotis, yang akan merangsang peningkatan ventilasi alveolar (hiperventilasi). Akibatnya, PaCO 2
menurun dan pH pulih kembali menuju 7,4.
Tanda dean gejala dari asidosis metabolic cenderung kabur, dan pasien dapat
asimtomatik, kecuali jika HCO3— serum turun sampai di bawah 15 mEq/L. pernafasan Kussmaul
(pernapasan dalam, cepat menunjukan hiperventilasi kompensatorik) mungkin lebih menonjol
pada asidosis dari ketoasidosis diabetic daripada asidosis pada gagal ginjal. Tanda dan gejala
utama pada asidosis metabolic bermanifestasi sebagai kelainan pada kardiovaskuler, neurologic,
dan fungsi tulang. Jika pH di bawah 7,1, maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan
respon inotropic terhadap katekolamin. Bisa juga terjadi vasodilitasi perifer. Efek-efek ini dapat
menyebabkan hipotensi dan distrimia jantung.
Gejala-gejala neurologic dapat berupa kelelahan hingga koma akibat penurunan pH pada
cairan serebrospinal. Dapat juga timbul mual dan muntah. Gejala-gejala neurologic lebih ringan
pada asidosis metabolic dibandingkan asidosis respiratorik, karena CO2 yang larut dalam lemak
lebih cepat menembus sawar darah otak daripada HCO3—yang larut dalam air.
Mekanisme penyangga H+ oleh bikerbonat tulang pada asidosis metabolic penderita gagal
ginjal, akan menghambat pertumbuhan anak dan dapat mengakibatkan berbagai kelainan tulang
(osteodistrofi ginjal).
Diagnosis asidosis metabolic dibuat berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan dengan
hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pH, PaCO2, dan HCO3—dengan menggunakan
pendekatan sistematik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil-hasilnya adalah : pH >
7,35, HCO3-- < 22 mEq/L, dan PaCO2 40 mmHg tapi jarang sampai di bawah 12 mmHg. Tingkat
kompensasi yang diperkirakan harus diperhitungkan untuk menentukan apakah ada
kemungkinan gangguan asam-basa campuran yang menyertainya.
Penanganan
Larutran IV Ringer laktat baisanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan
asidosis metabolic dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering
menyertai keadaan ini. Natrium laktat perlahan-perlahan dimetabolisme dalam tubuh menjadi
NaHCO3-- , dan perlahan-perlahan memperbaiki keadaan asidosis.
Penanganan asidosis metabolic dengan selisih anion yang tinggi, umumnya langsung
bertujuan memperbaiki factor penyebab. Penanganan asidosis sendiri hanya dibutuhkan jika
menyebabkan gangguan fungsi organ yang serius (HCO3 – 10 mEq/L). pada keadaan-keadaan ini,
NaHCO3 secukupnya diberikan untuk menaikkan HCO3 menjadi 15 mEq/L dan pH kira-kira
sampai 7,20 dalam jangka waktu 12 jam (Schrier, 1986).
ALKOSIS METABOLIK
Alkosis metabolic (kelebihan HCO3 --) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan
peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan
dari [H+]). HCO3 – ECF 26 mEq/L dan pH 7,45. Alkosis metabolic sering disertai berkurangnya
volume ECF dan hypokalemia. Kompensasi pernafasan berupa peningkatan PaCO 2 dengan
hipoventilasi; akan tetapi tingkat hipoventilasi adalah terbatas karena pernapasan terus berjalan
oleh dorongan hipoksia.
Kotak di kanan atas, memuat daftar sebab-sebab alkosis metabolic, yaitu akibat
kehilangan H+ (dan ion klorida) atau bertambahnya retensi
Retensi HCO3—
HCO3--. HCl dapat hilang melalui saluran cerna, seperti muntah dan penyedotan nasogastric yang
berkepanjangan, atau melalui kemih akibat pemberian diuretic simpai atau tiazid. Alkalosis
metabolic yang berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat oral atau parenteral jarang terjadi,
oleh karena beban bikarbonat disekresi ke dalam kemih (kecuali jika disertai kekurangan
klorida).
Koreksi akhir oleh ginjal terhadap alkalosis metabolic adalah dengan ekskresi HCO 3—
yang berlebihan. Alkalosis metabolic yang berlarut-larut karena pemberian bikarbonat tidak
mudah terjadi, karena ginjal dalam keadaan normal mempunyai kapasitas yang besar untuk
mengekskresi HCO3--.
Hasil riset yang dilakukan oleh Galla dan Luke (1987) menunjukan penurunan klorida
memegang peranan penting dalam menghambat eksresi HCO3—oleh ginjal. Berlawanan dengan
teori sebelumnya yang menyatakan bahwa yang berperan penting adalah penurunana volume
ECF dan hiperaldosteronisme sekunder. Pakar-pakar ini menyatakan bahwa mekanisme internal
yang bertanggung jawab atas penurunan klorida, merupakan sebab dari bertahannya alkalosis
metabolik, tidak tergantung dari keadaan volume ECF. Menurut penemuan Galla dan Luke,
penurunan Cl- merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron, meningkatkan ekskresi K+
dan H+ oleh ginjal, dan meningkatkan reabsorpsi HCO3— tanpa tergantung pada natrium. Selain
dari penurunan klorida, hal yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik terus bertahan adalah
berkurangnya volume ECF yang merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.
Aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan air dalam usahanya untuk memulihkan
volume ECF. Perlindungan terhadap volume ECF lebih diutamakan daripada koreksi terhadap
alkalosis, karena yang terakhir ini membutuhkan ekskresi Na+ bersama-sama dengan HCO3-- .
Bila mana ada kekurangan Cl-, maka tidak tersedia cukup Cl- untuk diabsorpsi bersama-sama
Na+, sehingga lebih banyak Na+ yang di reabsorpsi sebagai penukar H+, baik di tubulus proksimal
maupun distal (melalui aldosteron). Sebenarnya, sekresi H + dapat meningkat sampai tingkatan
dimana semua HCO3— yang difiltrasi akan direabsorpsi, dan dimulainya pembentukan HCO 3—
tambahan. Akibat dari peningkatan sekresi H+ adalah paradoks antara kemih yang asam pada
keadaan alkalosis. Aldosteron juga merangsang ekskresi K +. Penurunan K+, akhirnya akan
menambah ekskresi H+, mempercepat reabsorpsi HCO3--. Singkatnya, penurunan Cl-, penurunan
volume cairan, hiperaldosteronisme, dan penurunan K+ semuanya ikut berperan dalam
bertahannya alkalosis metabolik.
Tidak ada tanda dan gejala alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini harus
dicurigai pada pasien dengan riwayat muntah dan penyedotan nasogastrik, pengobatan dengan
diuretik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal pernafasan hiprkapnea. Gejala dan tanda
hipokalemia dan keurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang otot, dapat pula timbul.
Alkalemia berat (pH > 7,6) dapat menyebabkan distrmia jantung pada orang normal dan
terutama pada pasien penyakit jantung. Jika pasien mengalami hipokalemia, terutama jika
mengalami digitalisasi, maka dapat timbul kelainan EKG atau distrimia jantung. Kadang-kadang
dapat terjadi tetani pada pasien dengan kadar Ca++ serum tingkat perbatasan yang mengarah ke
rendah, dan alkalosis dapat terjadi dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada pH
yang basa, dan penurunan ion Ca++ dapat menyebabkan tetani atau kejang. Diagnosis alkalosis
metabolic dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium yang
mendukung, pH plasma meningkat di atas 7,45 dan HCO 3-- > 26 mEq/L. PaCO2 mungkin normal
atau sedikit meningkat; peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakan sebesar 0,7 mmHg untuk
tiap peningkatan HCO3—sebesar 1 mEq. K+ serum biasanya < 3,5 mEq/L (alkalosis metabolic
hipokloremik hipokalemik). Pengukuran klorida kemih dapat membantu mengetahui sebab dan
cara penanganan. Pasien dengan alkalosis metabolic yang responsive terhadap klorida dan
penurunan volume ECF, klorida kemihnya < 10 mEq/L. Klorida kemih yang > 20 mEq/L
umumnya tidak terjadi penurunan volume cairan dan merupakan alkalosis metabolic yang
resisten terhadap klorida. Tipe alkalosis yang terakhir ini jauh lebih jarang terjadi dan
dihubungkan dengan kelebihan aldosteron.
Penanganan
Alkalosis metabolic responsive klorida yang ringan dapat dikoreksi dengan mengganti
kekurangan ECF dengan larutan garam isotonic parenteral ditambah KCl. Pemberian klorida
memungkinkan reabsorbsi Na+ meningkat pada tubulus proksimal, dan Na+ pada tubulus distal
akan lebih sedikit. Dengan berkurangnya jumlah Na+ yang direabsorpsi di tubulus distal. Maka
keadaan alkalosis mulai dipulihkan dengan berkurangnya H + yang disekresi dan berkurangnya
HCO3— yang dibentuk. Selain itu, sekresi H+ akan menurun sewaktu hypokalemia dikoreksi,
karena lebih banyak K+ yang tersedia untuk ditukar dengan Na+. Larutan HCl IV dengan kadar
0,1 – 0,2 dapat diberikan pada alkalosis yang berat dan mengancam nyawa (pH > 7,55) dan
memerlukan koreksi segera. Agen-agen pengasam lainnya yang kadang-kadang diberikan pada
alkalosis berat adalah NH4Cl (ammonium klorida) IV atau HCl arginin.
Alkalosis metabolic resisten klorida yang disebabkan oleh steroid adrenal berlebihan
pada hiperaldosteronisme atau sindrom Cushing, dikoreksi dengan mengatasi kelainan yang
mendasarinya. Asetazolamid, inhibitor karbonik anhydrase yang meningkatkan ekskresi
bikarbonat, dapat diberikan pada pasien dengan kelebihan volume cairan (seperti pada pasien
gagal jantung kongestif yang mendapat diuretic). KCl juga bermanfaat untuk mengatasi serta
mencegah terjadinya alkalosis dan hypokalemia pada pasien-pasien ini.
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) ditandai dengan peningkatan primer dari
PaCO2 (hiperkapnea), sehingga terjadi penurunan pH: PaCO 2 > 45 mmHg dan pH > 7,35.
Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3—serum. Asidosis respiratorik dapat timbul
secara akut ataupun kronik. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika
pasien bernafas dalam udara ruangan.
Sebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar, istilah yang
sebenarnya berarti sama dengan penumpukan CO2. Dalam keadaan normal, 15.000-20.000 mmol
CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolism dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Sebagian besar CO2 di bawa ke paru-paru dalam bentuk HCO3— darah. Ketika CO2 jaringan
memasuki darah, terjadi peningkatan
*
Sebab tersering asidosis respiratorik kronik.
Kadar ion H+ yang merangsang pusat pernafasan, sehingga meningkatkan ventilasi alveolar.
Dalam keadaan normal, proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan pH tetap berada dalam
batas-batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada kecepatan
ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh produksi CO2 yang berlebihan akibar
hipermetabolisme.
Asidosis respiratorik akut umumnya timbul akibat obstruksi akut saluran nafas seperti
pada laringospasme, asporasi benda asing, atau depresi susunan saraf pusat (SSP) pada pusat
pernafasan di medulla oblongata seperti pada kelebihan dosis barbiturate atau narcosis. Pada
asidosis respiratorik akut yang berat, seperti pada asfiksia atau henti kardiopulmonar, asidosis
akan diperberat oleh asidosis metabolic yang timbul akibat penimbunan produksi asam laktat
yang cepat selama glikolisis anaerobic selular berlangsung. Pemberian O 2 dalam kadar tinggi
dapat menekan dorongan bernafas, terutama