Anda di halaman 1dari 13

ASIDOSIS METABOLIK

Asidosis metabolic (kekurangan HCO3) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan
penurunan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi penurunan pH (peningkatan
[H+]). HCO3 – ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35. Kompensasi pernafasan akan segera dimulai
untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi
secara akut.

Sebab-Sebab dan Patogenesis

Sebab-sebab mendasar dari asidosis metabolic adalah penambahan asam (nonkarbonat),


kegagalan ginjal untuk mengeksresi beban asam setiap hari, atau kehilangan bikarbonat basa.
Sebab asidosis metabolic umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan apakah selisih
anion normal atau meningkat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, selisih anion dihitung dengan
mengurangi kadar Na+ dengan jumlah dari kadar Cl- dan HCO3—plasma. Nilai normal nya adalah
12. Sebab dari asidosis metabolic dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan dari anion
tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat, dan asam-asan organic lainnya. Jika
asidosis disebabkan oleh kehilangan bikarbonat (seperti pada diare), atau bertambahnya asam
klorida (contohnya, pada ammonium klorida), maka selisih anion akan normal. Sebaliknya jika
asidosis disebabkan oleh peningkatan produksi asam organic (seperti asam laktat pada syok
sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (contohnya, pada gagal ginjal), kadar dari
anion-anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat.

Kotak dibawah memuat daftar sebab-sebab asidosis metabolic dengan selisih anion
normal, kehilangan bikarbonat dapat terjadi melalui saluran cerna atau ginjal. Diare. Fistula usus
halus, dan ureterosigmoidostomi dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat yang bermakna;
sedangkan reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal menurun pada asidosis tubulus proksimal ginjal atau
pada orang yang mendapat inhibitor karbonik anhidrase seperti asetazolamid. Karena klorida
berkompetisi dengan bikarbonat dalam mengikat natrium, maka klorida berkaitan dengan
keseimbangan asam-basa tubuh. Jika bikarbonat keluar dari tubuh, dan [HCO 3] serum menurun,
maka timbul kompensasi berupa peningkatan [Cl],
Sebab-Sebab Asidosis Metabolik

Selisih anion normal (hiperkloremik)

1. Kehilangan bikarbonat
a. Kehilangan melalui saluran cerna :
 Diare*
 Illeostomi; fistula pancreas, kantong empedu atau usus halus
 Ureterosigmoidostomi
b. Kehilangan melalui ginjal :
 Asidosis tubulus proksimal ginjal (RTA)
 Inhibitor karbonik anhydrase (azetazolamid)
 Hipoaldosteronisme
2. Peningkatan beban asam
a. Amonium klorida (NH4Cl → NH3 + HCl)
b. Cairan-cairan hiperalimentasi
3. Lain-lain
a. Pemberian IV larutan garam secara cepat

Selisih anion meningkat

1. Peningkatan produksi asam


a. Asidosis laktat* : latktat (perfusi jaringan atau oksigenasi yang memadai seperti pada
syok atau henti kardiopulmonar)
b. Ketoasidosis diabetic : * Beta-hidroksibutirat
c. Kelaparan : peningkatan asam-asam keto
d. Intoksikasi alcohol : peningkatan asam-asam keto
2. Menelan substansi toksik
a. Kelebihan dosis salisilat : salisilat, laktat, keton
b. Methanol atau formaldehid : format
3. Kegagalan eksresi asam : tidak adanya eksresi NH4+ ; retensi asam sulfat dan asam fosfat
a. Gagal ginjal akut atau kronik*

*
Sebab-sebab yang paling sering.

Karena jumlah anion dan kation dalam ECF harus sama untuk mempertahankan muatan listrik
yang netral. Akibatnya timbul asidosis metabolik hiperkloremik. Pemberian garam klorida
berlebihan (NH4Cl) juga dapat menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Asidosis yang
disebabkan pemberian larutan garam IV secara cepat, biasanya ringan dan sementara, dan
disebut sebagai asidosis pengenceran.

Keadaan-keadaan yang paling sering adalah syok atau perfusi jaringan yang tidak
memadai karena berbagai sebab, sehingga menyebabkan penumpukan banyak asam laktat.
Ketoasidosis diabetic, kelaparan, dan intoksikasi etanol menyebabkan peningkatan selisih anion
karena retensi asam sulfat dan fosfat. Keracunan karena kelebihan dosis salisilat, methanol, atau
etilen glikol meningkatkan selisih anion melalui peningkatan asam organic (salisilat, format,
oksilat).

Respon Kompensatorik Terhadap Beban Asam pada Asidosis Metabolik

Respon segera terhadap beban [H+] pada asidosis metabolic adalah mekanisme
penyangga ECF melalui bikarbonat, sehingga mengurangi [HCO 3] plasma. [H+] yang berlebihan
juga memasuki sel dan disangga oleh protein dan fosfat (yang merupakan 60% dari system
penyangga). Untuk mempertahankan muatan listrik netral, masuknya H + ke dalam sel diikuti
oleh keluarnya K+ dari sel menuju ECF. Dengan demikian K+ serum meningkat pada keadaan
asidosis. Jika pasien asidosis mengalami normokalemia atau hypokalemia, maka berarti ada
penurunan K+ dan harus dikoreksi bersama asidosisnya.
Mekanisme kedua pada asidosis metabolic yang bekerja dalam beberapa menit kemudia
adalah kompensasi pernafasan. [H+] arteri yang meningkat merangsang kemoreseptor pada badan
karotis, yang akan merangsang peningkatan ventilasi alveolar (hiperventilasi). Akibatnya, PaCO 2
menurun dan pH pulih kembali menuju 7,4.

Kompensasi ginjal merupakan usaha terakhir untuk memperbaiki keadaan asidosis


metabolic, meskipun berlangsungnya lebih lambat dan mungkin membutuhkan beberapa hari.
Kompensasi ini terjadi melalui beberapa mekanisme. H+ yang berlebih disekresi ke dalam
tubulus dan dieksresi sebagai NH4+ atau asam yang dapat dititrasi (H3PO4). Eksresi NH4+ yang
meningkat diikuti dengan peningkatan reabsorpsi HCO3--, tetapi eksresi H3PO4 mengakibatkan
pembentukan bikarbonat baru. Insufisiensi atau gagal ginjal akan menurun keefektifan dari
pembuangan H+.

Gambaran Klinis dan Diagnosis

Tanda dean gejala dari asidosis metabolic cenderung kabur, dan pasien dapat
asimtomatik, kecuali jika HCO3— serum turun sampai di bawah 15 mEq/L. pernafasan Kussmaul
(pernapasan dalam, cepat menunjukan hiperventilasi kompensatorik) mungkin lebih menonjol
pada asidosis dari ketoasidosis diabetic daripada asidosis pada gagal ginjal. Tanda dan gejala
utama pada asidosis metabolic bermanifestasi sebagai kelainan pada kardiovaskuler, neurologic,
dan fungsi tulang. Jika pH di bawah 7,1, maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan
respon inotropic terhadap katekolamin. Bisa juga terjadi vasodilitasi perifer. Efek-efek ini dapat
menyebabkan hipotensi dan distrimia jantung.

Gejala-gejala neurologic dapat berupa kelelahan hingga koma akibat penurunan pH pada
cairan serebrospinal. Dapat juga timbul mual dan muntah. Gejala-gejala neurologic lebih ringan
pada asidosis metabolic dibandingkan asidosis respiratorik, karena CO2 yang larut dalam lemak
lebih cepat menembus sawar darah otak daripada HCO3—yang larut dalam air.
Mekanisme penyangga H+ oleh bikerbonat tulang pada asidosis metabolic penderita gagal
ginjal, akan menghambat pertumbuhan anak dan dapat mengakibatkan berbagai kelainan tulang
(osteodistrofi ginjal).

Diagnosis asidosis metabolic dibuat berdasarkan gambaran klinis, dan dipastikan dengan
hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pH, PaCO2, dan HCO3—dengan menggunakan
pendekatan sistematik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil-hasilnya adalah : pH >
7,35, HCO3-- < 22 mEq/L, dan PaCO2 40 mmHg tapi jarang sampai di bawah 12 mmHg. Tingkat
kompensasi yang diperkirakan harus diperhitungkan untuk menentukan apakah ada
kemungkinan gangguan asam-basa campuran yang menyertainya.

Penanganan

Tujuan penanganan asidosis metabolic adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke batas


yang aman, dan menanggulangi sebab-sebab asidosis yang mendasarinya. Hanya sedikit
peningkatan pH yang dibutuhkan pada pH 7,20 atau 7,25 agar dapat kembali ke batas yang
aman. Gangguan proses fisiologik yang serius baru timbul jika HCO3-- < 15 mEq/L dan pH <
7,20. Asidosis metabolic harus dikoreksi perlahan-lahan untuk menghindari komplikasi akibat
pemberian NaHCO3 IV berikut ini :

1. Peningkatan pH cairan serebrospinal (LCS) dan penekanan pacu pernapasan, sehingga


mengurangi kompensasi pernapasan.
2. Alkalosis respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama beberapa jam
setelah asidosis ECF dikoreksi.
3. Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi alkosis respiratorik,
yang meningkatkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan agaknya mengurangi
pelepasan oksigen pada jaringan.
4. Alkosis metabolic (karena tidak terjadi kehilangan bikarbonat potensial, dan asam-asam
keto dapat dimetabolisme kembali menjadi laktat) pada pasien dengan ketoasidosis
diabetic (DKA). Pemakaian insulin saja biasanya dapat memulihkan keseimbangan asam-
basa; tetapi penting sekali untuk memantau K+ serum selama asidosis dikoreksi, karena
asidosis dapat menutupi adanya kekurangan K+.
5. Alkosis metabolic yang bereat akibat koreksi asidosis laktat yang berlebihan sehingga
terjadi henti jantung. Beberapa peneyelidik menemukan bahwa pH serum dapat mencapai
7,9 dan bikarbonat serum 60 sampai 70 mEq/L pada infus NaHCO3 yang sembarangan
selama resusitasi kardiopulmonar (CPR) (Matter et al., 1974).
6. Hipokalsemia fungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada pasien gagal ginjal dengan
asidosis metabolic berat (asidosis dapat menutupi terjadinya hipokalsemia karena Ca ++
lebih mudah larut dalam medium asam; Ca++ kurang larut dalam medium basa), sehingga
terjadi tetani, kejang, dan kematian. Hemodialysis adalah penanganan yang umum
dilakukan pada asidosis metabolic.
7. Kelebihan beban sirkulasi yang serius (hypervolemia) pada pasien yang telah mengalami
kelebihan volume ECF, seperti gagal jantung kongestif dan gagal ginjal.

Larutran IV Ringer laktat baisanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan
asidosis metabolic dengan selisih anion normal serta kekurangan volume ECF yang sering
menyertai keadaan ini. Natrium laktat perlahan-perlahan dimetabolisme dalam tubuh menjadi
NaHCO3-- , dan perlahan-perlahan memperbaiki keadaan asidosis.

Penanganan asidosis metabolic dengan selisih anion yang tinggi, umumnya langsung
bertujuan memperbaiki factor penyebab. Penanganan asidosis sendiri hanya dibutuhkan jika
menyebabkan gangguan fungsi organ yang serius (HCO3 – 10 mEq/L). pada keadaan-keadaan ini,
NaHCO3 secukupnya diberikan untuk menaikkan HCO3 menjadi 15 mEq/L dan pH kira-kira
sampai 7,20 dalam jangka waktu 12 jam (Schrier, 1986).
ALKOSIS METABOLIK

Alkosis metabolic (kelebihan HCO3 --) adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan
peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan
dari [H+]). HCO3 – ECF 26 mEq/L dan pH 7,45. Alkosis metabolic sering disertai berkurangnya
volume ECF dan hypokalemia. Kompensasi pernafasan berupa peningkatan PaCO 2 dengan
hipoventilasi; akan tetapi tingkat hipoventilasi adalah terbatas karena pernapasan terus berjalan
oleh dorongan hipoksia.

Sebab-Sebab dan Patogenesis

Kotak di kanan atas, memuat daftar sebab-sebab alkosis metabolic, yaitu akibat
kehilangan H+ (dan ion klorida) atau bertambahnya retensi

Sebab-Sebab Alkosis Metabolik

Kehilangan H+ dari ECF

1. Kehilangan melalui saluran cerna (berkurangnya volume ECF)


a. Muntah atau penyedotan nasogastric*
b. diare dengan kehilangan klorida
2. Kehilangan melalui ginjal
a. Diuretic simpai atau tiazid* (pembatasan NaCl + berkurangnya ECF)
b. Kelebihan mineralokortikoid*
 Hiperaldosteronisme
 Sindrom Cushing; terapi kortikosteroid eksogen
 Makan licorice berlebihan
c. Karbenisilin atau penisilin dosis tinggi

Retensi HCO3—

1. Pemberian natrium bikarbonat berlebihan


2. Sindrom susu-alkali (antasida, susu, natrium bikarbonat)
3. Darah simpan (sitrat) yang banyak (>8 unit)
4. Alkalosis metabolic hiperkapnia (setelah koreksi pada asidosis respiratorik kronik)
a. Ventilasi mekanis : penurunan yang cepat dari PaCO2 tapi HCO3 – tetap tinggi sampai
ginjal mengeksresi kelebihannya.

Asidosis metabolic yang responsive terhadap klorida (Cl—kemih 10 mEq/L)

1. Biasanya disertai penurunan volume ECF


2. Diuretic
3. Pasca-hiperkapnea

Asidosis metabolic yang resisten terhadap klorida (Cl—kemih 20 mEq/L)

1. Biasanya tidak disertai penurunan ECF


 Kelebihan mineralokortikoid
 Keadaan edematosa (gagal jantung kongestif; sirosis; sindrom nefrotik)

*Sebab-sebab yang paling sering.

HCO3--. HCl dapat hilang melalui saluran cerna, seperti muntah dan penyedotan nasogastric yang
berkepanjangan, atau melalui kemih akibat pemberian diuretic simpai atau tiazid. Alkalosis
metabolic yang berlarut-larut akibat pemberian bikarbonat oral atau parenteral jarang terjadi,
oleh karena beban bikarbonat disekresi ke dalam kemih (kecuali jika disertai kekurangan
klorida).

Patogenesis alkalosis metabolic paling baik dipahami dengan memperhatikan ketiga


tahapannya yaitu : saat timbul, bertahan, dan pemulihan. Timbulnya alkalosis metabolic
disebabkan kehilangan H+ tubuh yang berakibat meningginya HCO3—ECF (atau akibat
penambahan HCO3—eksogen). Bertahannya alkosis metabolic terjadi karena kelebihan basa tak
dapat dieksresi. Berbagai factor (kekurangan Cl- dan K+, penurunan volume ECF (Na+ dan air),
dan kelebihan aldosterone) dapat menyebabkan keadaan ini. Berhentinya keadaan yang
menyebabkan alkalosis metabolic (misalnya, muntah) tidak berarti selalu diikuti pemulihan dari
keadaan alkalosis tetap bertahan.
Kekurangan klorida juga penting, baik dalam terjadinya dan bertahannya alkalosis
metabolic hipokloremik. Na+ adalah kation utama pada ECF, yang diimbangi oleh anion dalam
jumlah yang sama, terutama Cl- dan HCO3--. Selain itu, Cl- dan HCO3—mempunyai hubungan
timbal balik: penurunan Cl- mengakibatkan penurunan HCO3--. Tujuan dari hubungan seperti ini
adalah untuk menyeimbangkan muatan total negative dan positif demi mempertahankan muatan
listrik yang netral. Dengan demikian, jika HCl disekresi ke dalam lambung, maka HCO 3—dalam
jumlah molar yang sama akan disekresi ke dalam ECF. Alkalosis metabolic umumnya diawali
dengan muntah atau penyedotan nasogastric, yang mengakibatkan kehilangan cairan kaya
klorida (HCl) dan berkurangnya HCO3-- . Kcl, NaCl dan air juga turut hilang. Akibatnya, terjadi
peningkatan HCO3—serum, penurunan kalium, berkurangnya volume cairan.

Respon kompensatorik segera terhadap alkalosis metabolic adalah penyangga


intraselular. H+ keluar dari sel untuk menyangga kelebihan HCO3—ECF. K+ berpindah masuk ke
dalam sel sebagai penukar H+. terjadi juga sedikit peningkatan produksi asam laktat di dalam sel
guna memproduksi lebih banyak H+. Akibatnya, timbul paradoks (keadaan yang berlawanan)
asidosis ICF dal alkalosis ECF.

Peningkatan pH ditangkap oleh kemoreseptor pada bagian karotis, yang membangkitkan


reflex ,menekan ventilasi alveolar. Tetapi, kompensasi pernafasan ini umumnya cukup kecil.
Tingkat hipoventilasi dan kenaikan PaCO2 dibatasi oleh kebutuhan akan oksigen dan jarang
melebihi 50-55 mmHg.

Koreksi akhir oleh ginjal terhadap alkalosis metabolic adalah dengan ekskresi HCO 3—
yang berlebihan. Alkalosis metabolic yang berlarut-larut karena pemberian bikarbonat tidak
mudah terjadi, karena ginjal dalam keadaan normal mempunyai kapasitas yang besar untuk
mengekskresi HCO3--.

Hasil riset yang dilakukan oleh Galla dan Luke (1987) menunjukan penurunan klorida
memegang peranan penting dalam menghambat eksresi HCO3—oleh ginjal. Berlawanan dengan
teori sebelumnya yang menyatakan bahwa yang berperan penting adalah penurunana volume
ECF dan hiperaldosteronisme sekunder. Pakar-pakar ini menyatakan bahwa mekanisme internal
yang bertanggung jawab atas penurunan klorida, merupakan sebab dari bertahannya alkalosis
metabolik, tidak tergantung dari keadaan volume ECF. Menurut penemuan Galla dan Luke,
penurunan Cl- merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron, meningkatkan ekskresi K+
dan H+ oleh ginjal, dan meningkatkan reabsorpsi HCO3— tanpa tergantung pada natrium. Selain
dari penurunan klorida, hal yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik terus bertahan adalah
berkurangnya volume ECF yang merangsang mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.
Aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan air dalam usahanya untuk memulihkan
volume ECF. Perlindungan terhadap volume ECF lebih diutamakan daripada koreksi terhadap
alkalosis, karena yang terakhir ini membutuhkan ekskresi Na+ bersama-sama dengan HCO3-- .
Bila mana ada kekurangan Cl-, maka tidak tersedia cukup Cl- untuk diabsorpsi bersama-sama
Na+, sehingga lebih banyak Na+ yang di reabsorpsi sebagai penukar H+, baik di tubulus proksimal
maupun distal (melalui aldosteron). Sebenarnya, sekresi H + dapat meningkat sampai tingkatan
dimana semua HCO3— yang difiltrasi akan direabsorpsi, dan dimulainya pembentukan HCO 3—
tambahan. Akibat dari peningkatan sekresi H+ adalah paradoks antara kemih yang asam pada
keadaan alkalosis. Aldosteron juga merangsang ekskresi K +. Penurunan K+, akhirnya akan
menambah ekskresi H+, mempercepat reabsorpsi HCO3--. Singkatnya, penurunan Cl-, penurunan
volume cairan, hiperaldosteronisme, dan penurunan K+ semuanya ikut berperan dalam
bertahannya alkalosis metabolik.

Gambaran Klinis dan Diagnosis

Tidak ada tanda dan gejala alkalosis metabolik yang spesifik. Adanya gangguan ini harus
dicurigai pada pasien dengan riwayat muntah dan penyedotan nasogastrik, pengobatan dengan
diuretik, atau pasien yang baru sembuh dari gagal pernafasan hiprkapnea. Gejala dan tanda
hipokalemia dan keurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang otot, dapat pula timbul.
Alkalemia berat (pH > 7,6) dapat menyebabkan distrmia jantung pada orang normal dan
terutama pada pasien penyakit jantung. Jika pasien mengalami hipokalemia, terutama jika
mengalami digitalisasi, maka dapat timbul kelainan EKG atau distrimia jantung. Kadang-kadang
dapat terjadi tetani pada pasien dengan kadar Ca++ serum tingkat perbatasan yang mengarah ke
rendah, dan alkalosis dapat terjadi dengan cepat. Ca++ terikat lebih erat dengan albumin pada pH
yang basa, dan penurunan ion Ca++ dapat menyebabkan tetani atau kejang. Diagnosis alkalosis
metabolic dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium yang
mendukung, pH plasma meningkat di atas 7,45 dan HCO 3-- > 26 mEq/L. PaCO2 mungkin normal
atau sedikit meningkat; peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakan sebesar 0,7 mmHg untuk
tiap peningkatan HCO3—sebesar 1 mEq. K+ serum biasanya < 3,5 mEq/L (alkalosis metabolic
hipokloremik hipokalemik). Pengukuran klorida kemih dapat membantu mengetahui sebab dan
cara penanganan. Pasien dengan alkalosis metabolic yang responsive terhadap klorida dan
penurunan volume ECF, klorida kemihnya < 10 mEq/L. Klorida kemih yang > 20 mEq/L
umumnya tidak terjadi penurunan volume cairan dan merupakan alkalosis metabolic yang
resisten terhadap klorida. Tipe alkalosis yang terakhir ini jauh lebih jarang terjadi dan
dihubungkan dengan kelebihan aldosteron.

Penanganan

Alkalosis metabolic responsive klorida yang ringan dapat dikoreksi dengan mengganti
kekurangan ECF dengan larutan garam isotonic parenteral ditambah KCl. Pemberian klorida
memungkinkan reabsorbsi Na+ meningkat pada tubulus proksimal, dan Na+ pada tubulus distal
akan lebih sedikit. Dengan berkurangnya jumlah Na+ yang direabsorpsi di tubulus distal. Maka
keadaan alkalosis mulai dipulihkan dengan berkurangnya H + yang disekresi dan berkurangnya
HCO3— yang dibentuk. Selain itu, sekresi H+ akan menurun sewaktu hypokalemia dikoreksi,
karena lebih banyak K+ yang tersedia untuk ditukar dengan Na+. Larutan HCl IV dengan kadar
0,1 – 0,2 dapat diberikan pada alkalosis yang berat dan mengancam nyawa (pH > 7,55) dan
memerlukan koreksi segera. Agen-agen pengasam lainnya yang kadang-kadang diberikan pada
alkalosis berat adalah NH4Cl (ammonium klorida) IV atau HCl arginin.

Alkalosis metabolic resisten klorida yang disebabkan oleh steroid adrenal berlebihan
pada hiperaldosteronisme atau sindrom Cushing, dikoreksi dengan mengatasi kelainan yang
mendasarinya. Asetazolamid, inhibitor karbonik anhydrase yang meningkatkan ekskresi
bikarbonat, dapat diberikan pada pasien dengan kelebihan volume cairan (seperti pada pasien
gagal jantung kongestif yang mendapat diuretic). KCl juga bermanfaat untuk mengatasi serta
mencegah terjadinya alkalosis dan hypokalemia pada pasien-pasien ini.
ASIDOSIS RESPIRATORIK

Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) ditandai dengan peningkatan primer dari
PaCO2 (hiperkapnea), sehingga terjadi penurunan pH: PaCO 2 > 45 mmHg dan pH > 7,35.
Kompensasi ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3—serum. Asidosis respiratorik dapat timbul
secara akut ataupun kronik. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika
pasien bernafas dalam udara ruangan.

Sebab-Sebab dan Patogenesis

Sebab mendasar dari asidosis respiratorik adalah hipoventilasi alveolar, istilah yang
sebenarnya berarti sama dengan penumpukan CO2. Dalam keadaan normal, 15.000-20.000 mmol
CO2 diproduksi setiap hari oleh jaringan melalui metabolism dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Sebagian besar CO2 di bawa ke paru-paru dalam bentuk HCO3— darah. Ketika CO2 jaringan
memasuki darah, terjadi peningkatan

Sebab-Sebab Asidosis Respiratorik

(Sebab Dasar = Hipoventilasi)

Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata

1. Obat-obatan: kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut)


2. Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik
3. Henti jantung (akut)
4. Apnea saat tidur

Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada

1. Penyakit neuromuscular: miastenia gravis, sindrom Guillain-Barre, sclerosis lateral


amiotropik
2. Deformitas rongga dada: kifoskoliosis
3. Obesitas yang berlebihan: sindrom pickwickian
4. Cedera dinsing dada seperti pata tulang iga

Gangguan pertukaran gas

1. PPOM (emfisema dan bronchitis)*


2. Tahap akhir penyakit paru intrinsic yang difus
3. Pneumonia atau asma yang berat
4. Edema paru akut
5. Pneumotoraks

Obstruksi saluran napas atas yang akut

1. Aspirasi benda asing atau muntah


2. Laringospasme atau edema laring, bronkospasme berat

*
Sebab tersering asidosis respiratorik kronik.

Kadar ion H+ yang merangsang pusat pernafasan, sehingga meningkatkan ventilasi alveolar.
Dalam keadaan normal, proses ini begitu efisien sehingga PaCO2 dan pH tetap berada dalam
batas-batas normal. Penumpukan CO2 hampir selalu disebabkan oleh hambatan pada kecepatan
ventilasi alveolar dan jarang disebabkan oleh produksi CO2 yang berlebihan akibar
hipermetabolisme.

Asidosis respiratorik akut umumnya timbul akibat obstruksi akut saluran nafas seperti
pada laringospasme, asporasi benda asing, atau depresi susunan saraf pusat (SSP) pada pusat
pernafasan di medulla oblongata seperti pada kelebihan dosis barbiturate atau narcosis. Pada
asidosis respiratorik akut yang berat, seperti pada asfiksia atau henti kardiopulmonar, asidosis
akan diperberat oleh asidosis metabolic yang timbul akibat penimbunan produksi asam laktat
yang cepat selama glikolisis anaerobic selular berlangsung. Pemberian O 2 dalam kadar tinggi
dapat menekan dorongan bernafas, terutama

Anda mungkin juga menyukai