Anda di halaman 1dari 38

BAB 18: PERKEMBANGAN KOGNITIF DI MASA DEWASA AKHIR

MULTIDIMENSIONALITAS DAN MULTIDIREKSIONALITAS

Ketika kita memikirkan mengenai perubahan kognitif dimasa dewasa kita harus 
mempertinbangkan bahwa kognisu merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional.
Beberapa dimensi kognisi yang mengalami kemunduran seirung dengan bertambahnya usia kita.

Mekanika kognitif dan Pragmatika Kognitif

A. Mekanika Kognitif (cognitive mechanics) : "perangkat keras" dari pikiran yang mencerminkas
suatu arsitektur neurofisiologis dari otak dan berkembang melalui proses evolusi yang
melibatkan input sensoris, atensi, memori visual dan motor, diskriminasi, perbandingan, dan
kategorisasi.
B. Pragmatika Kognitif (cognitive pracmatics) : "perangkat lunak" berbasis budaya dan pikiran
yang meliputi keterampilan membaca, menulis, pembahaman bacaan, kualifikasi pendidikan,
keterampilan profesional dan juga jenis pengetahuan mengenai diri dan keterampilan hidup yang
dapat membantu kita menghadapi hidup.
Kecepatan Pemrosesan 
Kecepatan dalam pemrosesan informasi akan mengalami kemunduran di masa dewasa
akhir (Salthouse,2009). Kecepatan pemrosesan informasi yang dialami orang lanjut usia
cenderung berkaitan dengan penurunan fungsi otak dan sistem saraf pusat (Finch,2009).
Atensi 
Perubahan atensi adalah aspek penting dalam proses penuaan kognitif (Commodari &
Guarnera,2008). Terdapat tiga aspek atensi pada orang-orang lanjut usia:
• Atensi Selektif ( selective attention ) adalah kemampuan memfokuskan pada aspek tertentu
dari pengalaman yang relevan dan mengabaikan aspek-aspek lain yang tidak relevan.
• Atensi yang terbagi ( devided attention ) adalah kemampuan berkonsentrasi pada lebih dari
satu aktivitas di dalam waktu yang bersamaan.
• Atensi yang berkesinambungan ( sustained attention ) adalah keterlibatan dalam waktu
panjang dan fokus terhadap objek, tugas, peristiwa atau aspek lainnya dari lingkungan.
Memori
Sebuah penelitian kepada orang non latin di Amerika serikat dengan umur yang berbeda,
mengenai kemampuan ingatan tentang pelajaran bahasa Spanyol yang dipelajari waktu kuliah
atau SMA yang pada intinya faktor terpenting dari memori bahasa spanyol tidak terletak pada
berapa lama mereka mempelajarinya,namun seberapa baik mereka ketika mulai mempelajarinya.
Memori mengalami perubahan setiap bertambahnya usia,namun tidak semua itu berlangsung
dengan cara yang sama. Dimensi utama dari memori salah satunya adalah episodik memori.
Retensi memori mengenai dimana dan kapan peristiwa-peristiwa hidup terjadi. Contohnya
anda,apa yang terjadi ketika anda berpacaranuntuk pertama kalianya?.
Orang dewasa muda memiliki episodic lebih baik dibanding orang lanjut usia. Orang lanjut usia
beranggapan bahwa mereka lebih dapat mengingat peristiwa peristiwa lampau daripada peristiwa
yang baru terjadi. Dan para peneliti mengungkapkan bahwa orang lanjut usia semakin lama
memori itu, semakin kecil akurasinya.
Memeori Semantik
Memori semantik adalah pengetahuan seseorang mengenal dunia. Semantic memori
meliputi bidang-bidang keahlian seseorang, seperti pengetahuan mengenai catur yang dimiliki
oleh seorang pemain catur yang mahir, pengetahuan akademik umum mengenai hal-hal yang
telah dipelajari di sekolah, serta pengetahuan sehari-hari mengenai makna kata-kata, orang-orang
terkenal, tempat-tempat yang penting, dan hal-hal yang umum, seperti tanggal berapakah hari
valentine itu.
Orang lanjut usia sering kali membutuhkan waktu lebih lama agar dapat mengingat
kembali informasi semantik, namun biasanya mereka dapat mengingat kembali sepenuhnya.
Meskipun demikian, kemampuan untuk mengingat informasi yang sangat spesifik biasanya
menurun pada orang lanjut usia. Peneliti telah menemukan bahwa orang lanjut usia lebih banyak
mengalami fenomena TOT ini daripada orang dewasa muda.
Sumber daya kognitif: Memori kerja dan kecepatan perseptual
Suatu pandangan mengenai memori menyatakan bahwa sumberdaya kognitif yang
terbatas itu dapat dicurahkah untuk mengerjakan segala macam tugas kognitif. Dua mekanisme
sumberdaya kognitif yang penting adalah memori kerja dan kecepatan perseptual. Memori kerja
lebih menyerupai sebuah bangku kerja yang mmeungkinkan individu-individu untuk
memanipulasi dan menggabungkan informasi ketika mengambil keputusan, menyelesaikan
masalah, dan menguasai bahasa tertulis dan bahasa lisan. Kemunduran memori kerja pada orang
lanjut usia berfokus pada kurangnya efisiensi inhibisi dalam mencegah informasi yang tidak
relevan untuk memasuki memori kerja dan meningkatnya kemampuan pengalihan.
Kecepatan perseptual adalah sumber daya kognitif lainnya yang dipelajari oleh para
peneliti sehubungan dengan proses menjadi tua. Kecepatan perseptual adalah kemampuan
menampilkan tugas-tugas perseptual-motor sederhana seperti memutuskan apakah pasangan dari
dua-angka atau dua huruf yang terbuat dari kawat itu sama ata berbeda. Sebuah studi
menemukan bahwa pelatihan kecepatan pemrosesan dapat meningkatkan performa orang-orang
lanjut usia ketika menangani tugas-tugas yang menuntut kecepatan perseptual.
Memori eksplisit dan implisit
Ekplisit adalah memori mengenai fakta-fakta  dan pengalaman yang di ketahui secara
sadar dan dapat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan. Kadang memori eksplisit juga di
sebut sebagai declarative memori ( memori yang menerangkan). Contoh memori eksplisit ini
mampu mengingat hal-hal yang hendak dibeli ketika sedang di berada disebuah toko makanan.
Sedangkan memori implisit memori yang tidak melibatkan ingatan yang di sadari, mencakup
ketrampilan secara otomatis. Contih memory implisit mengendarai mobil, bergabung dengan
klub golf atau mengetik di papan ketik computer tanpa memikirkan secara sadar.  
Memori sumber 
Kemampuan mengingat dimana seorang mempelajari sesuatu. Kegagalan dalam memori
sumber akan meningkatkan seiring dengan bertambahnya usia dimasa dewasa dan hal ini dapat
menciptakan situasi-situasi aneh, seperti ketika orang lanjut usia lupa mengenai siapakah yang
menceritakan suatu lelucon dan kemudian orang lanjut usia tersebut menceritakan kembali ke
sumber pembuat lelucon itu.
Memory prospektif
Kemampuan meningkat untuk melakukan sesuatu diwaktu mendatang seperti mengingat
untuk meminum obat anda atau mengingatkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Sebagai
contoh deficit yang terkait dengan usia lebih sering terjadi untuk ugas-tugas memory prospektif
yang terkait dengan waktu (seperti mengingat untuk menelpon seseorang di hari jumat
berikutnya) dibandingkan tugas memori yang berkaitkan dengan  peristiwa (seperti mengingat
untuk mengingatkan kepada kawan untuk membaca sebuah buku tertentu lain kali apabila
bertemu kembali).
Keyakinan, Harapan, Dan Perasaan
Kini terdapat semakin banyak studi yang menemukan bahwa keyakinan-keyakinan dan
harapan-harapan seseorang mengenai memori memainkan peranan yang penting terhadap
memori actual mereka (Lineweaver, Berger, & Hertzog, 2009; McDougall, 2009). Ini
menyangkut mengenai hal-hal yang dikatakan seseorang mengenai dirinya berkaitan dengan
kemampuan untuk mengingat.
Pikirkan sebuah studi di mana secara acak orang-orang lanjut usia ditugaskan untuk
membaca dua artikel lucu di surat kabar di awal situasi tes (Hess & kawan-kawan, 2003).
Kemampuan mengingat orang-orang lanjut usia yang membaca penjelasan yang pesimis
mengenai memori dan proses menjadi tua adalah 20 hingga 30 persen lebih kecil dari seluruh
kata-kata yang diberikan, dibandingkan dengan kemampuan mengingat orang-orang lanjut usia
yang membaca mengenai kemampuan mempertahankan memori di usia lanjut.
Sebuah studi menemukan bahwa individu-individu yang memiliki kecemasan rendah
mengenai keterampilan memori mereka dan memiliki self-efficacy yang tinggi mengenai
penggunaan memori dalam konteks kehidupan sehari-hari, memperlihatkan performa memori
yang lebih baik dibandingkan rekan-rekannya yang memiliki kecemasan tinggi dan self-efficacy
yang rendah (McDougall & kawan-kawan, 1999).

Faktor-faktor Nonkognitif
Meskipun faktor-faktor nonkognitif seperti kesehatan yang baik berkaitan dengan
kemunduran memori yang lebih kecil di antara orang-orang lanjut usia, faktor ini tidak
menghilangkan kemungkinan adanya kemunduran dalam memori. Akan tetapi, bagi orang
dewasa lanjut usia yang tingkat pendidikannya rendah, sering terlibat dalam aktivitas kognitif
dapat meningkatkan memori episodic mereka. 
Sejumlah peneliti menemukan bahwa menggunakan tugas-tugas yang lebih dikenal akan
mengurangi kemunduran dalam memori, namun tidak menghilangkannya. 
Kesimpulan Mengenai Memori dan Proses Menjadi Tua
Keberhasilan di usia lanjut tidak berarti harus berarti tidak mengalami kemunduran dalam
hal memori, namun berarti mengurangi proses kemunduran yang terjadi dan berusaha agar dapat
beradaptasi terhadapnya.

Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan terlepas dari terjadinya penurunan di banyak aspek memori
seperti working memory dan memori jangka panjng  banyak orang dewasa lanjut usia menjaga
keahlian pengambilan keputusan dengan cukup baik. Orang dewasa lanjut menunjukan performa
yang bagus ketika proses pengambilan keputusan tersebut berarti bagi mereka (yoon,cole,&lee,
2009).
Kearifan
Kearifan (wisdom) adalah pengetahuan ahli mengenai aspek-aspek praktis dari kehidupan
yang memungkinkan seseorang mampu melakukan penilaian yang sangat baik menyangkut
persoalan-persoalan penting. Pengetahuan praktis ini meliputi wawasan-wawasan yang tidak
biasa mengenai perkembangan manusia dan permasalahan-permasalahan hidup, keputusan yang
baik, dan suatu pemahaman mengenai bagaimana mengatasi persoalan-persoalan hidup yang
sulit. Dalam mempertimbangkan kearifan, penelitian yang dilakukan oleh baltes dan rekan-
rekanya (baltes&kunzmann,2007;baltes&smith,2008)menemukan bahwa

 Kearifan tingakat tinggi merupakan hal yang jarang dicapai, hanya terdapat beberapa
orang yang dapat mencapai tingkat kearifan yang tinggi.
 Masa remaja akhir dan dewasa awal adalah pintu gerbang utam bagi munculnya kearifan
(Staudinger&dorner, 2007;Staudinger&gluck.2011).
 Faktor-faktor selain usia merupakan hal penting bagi perkembangan kearifan untuk
memasuki taraf yang tinggi sebagai contoh, pengalaman-pengalaman hidup tertentu.
Seperti dilatih dan bekerja disuatu bidang yang mengandung persoalan-persoalan hidup
yang sulit dan memiliki pembimbing yang dapat meningkatkan kearifan, berkontribusi ke
taraf kearifan yang tinggi.
 Faktor-faktor yang berkaitn dengan kepribadian, seperti keterbukaan terhadap
pengalaman, generativitas dan kreativitas. Merupakan pediktor-prediktor yang lebih baik
dibandingkan kebahagiaan mereka sendiri.
Robert J. Stemberg (2000-2009d,e) yang sudah didiskusikan dibab 9 berpendapat bahwa
kearifan berkaitan dengan intelegensi praktis dan akademis dalam pandanganya intelegensi
akademis diperlukan tapi dalam banyak kasus tidaklah cukup untuk mendapat kearifan.stemberg
menilai kearifan dengan memberikan masalah kepada individu yang membutuhkan solusi yang
menyoroti berbagai kepentingan interapersonal, intrapersonal dan kontekstual. Penekanan
semberg pada penggunaan pengetuhan untuk kebaikan bersama dalam cara menekankan
kepentingan yang bersaing adalah hal utama yang membedakanya dari pandangan baltes dan
para koleganya tentang kearifan.
PENDIDIKAN, PEKERJAAN, DAN KESEHATAN
pendidikan pekerjaan dengan kesehatan merupakan tiga komponen penting yang
berpengaruh terhadap fungsi kognitif orang dewasa lanjut usia.ketiga komponen ini juga
merupakan faktor-faktor yang sangat penting untuk memahami mengapa pengaruh kelompok
usia perlu dimasukkan dalam laporan ketika mempelajari fungsi fungsi kognitif dari orang-orang
lanjut usia. Memang efek kohort sangatlah penting untuk diperhitungkan dalam studi tentang
penuaan kognitif (margrett& Deshpande-kamat,2009)
Pendidikan
pendidikan generasi di Amerika abad 20 telah memperoleh pendidikan yang lebih baik
akan tetapi para orang dewasa yang sudah lanjut usia pada zaman sekarang ingin kembali ke
bangku pendidikan untuk mempelajari yang mereka tidak ketahui di generasi-generasi
sebelumnya contohnya teknologi, perkembangan yang ada. Pengalaman pengalaman di dunia
pendidikan berkorelasi positif dengan skor pada tes intelegensi dan tugas-tugas pengolahan
informasi sepertimemori(Aiken Morgan, Alika, & whitfield, 2010; ganguli, &kawan kawan,
2010; schaie, 2008; wilson dan kawan kawan 2009).orang-orang lanjut usia mungkin berusaha
mencapai pendidikan yang lebih tinggi dengan sejumlah alasan (mancheimer,2007). Mereka
mungkin ingin lebih memahami kami baik sifat dasar dari proses penuaan yang mereka alami
atau mereka mungkin ingin lebih mempelajari perubahan-perubahan sosial dan teknologi yang
telah mengakibatkan perubahan-perubahan dramatis dalam kehidupannya atau mungkin mereka
menyadari bahwa membutuhkan pendidikan lebih lanjut agar dapat tetap bersaing dan bertahan
di dalam kehidupan akhirnya orang-orang lanjut usia mungkin berusaha meraih pendidikan yang
lebih tinggi untuk meningkatkan penemuan dirinya dan aktivitas-aktivitas waktu luangnya yang
akan memungkinkan mereka untuk membuat suatu penyesuaian diri yang lebih baik terhadap
masa pensiun.
Pekerjaan
generasi saat ini telah memiliki pengalaman pengalaman pekerjaan yang menekankan
pada orientasi kognitif (Elias&wagster 2007).kakek kakek buyut dan kakek kita mungkin sekali
menjadi pekerja kasar dibandingkan bapak kita, yang cenderung terlibat didalam pekerjaan-
pekerjaan yang berorientasi kognitif.seiring dengan masyarakat industri yang berlanjut menjadi
masyarakat informasi generasi muda mungkin memiliki lebih banyak pengalaman kerja yang
benar-benar membutuhkan investasi kognitif.meningkatnya penekanan terhadap pengolahan
informasi dalam pekerjaan mungkin meningkatkan kemampuan intelektual individu ( kristujuhan
& Taider, 2010: scooler & Kaplan, 2008). dalam sebuah studi pekerjaan yang kompleks
berkaitan dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi pada orang-orang lanjut usia
(schooler,mulatu,&oates,1999).
Kesehatan
Hipertensi berkaitan dengan prestasi kognitif yang lebih rendah, tidak hanya pada orang
yang lanjut usia, namun juga pada orang dewasa muda dan dewasa menengah. Penyakit
alzheimer memiliki efek yang sangat menghancurkan fungsi fisik dan kognitif orang dewasa
lanjut usia. Maka beberapa penurunanb performa intelektual yang di temukan pada usia orang
dewasa lanjut usia lebih besar kemungkinannya karena faktor-faktor terkait kesehatan
dibandingkan dengan usia.
Menyimpulkan bahwa meskipun sejumlah penyakit hipertensi dan diabetes berkaitan
dengan turunnya fungsi kognitif, penyakit-penyakit tersebut tidak secara langsung
mempengaruhi kemunduran mental, namun gaya hidup individu inilah yang berkaitan
dengannya. Contohnya seperti makan berlebihan, kurang gerak, stress berkaitan dengan
kemunduran fisik dan mental.
Menurut penelitian senam aerobik berkaitan dengan meningkatkannya memori dan
penalaran juga dapat membuat darah dan oksigen terpompa menuju ke otak, yang dapat
membantu seseorang untuk berfikir secara lebih jernih. Studi longitudinal mengungkapkan
bahwa tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi di nilai bahwa berkaitan dengan keberfungsian
memori yang lebih buruk enam tahun kemudian.
Aspek terakhir dari keberfungsian yang penting adalah penurunan terminal (terminal
decline) konsep ini menekankan perubahan dalam keberfungsian kognitif mungkin berhubungan
dengan jarak atau kematian patologi yang berkaitan dengan kognisi di bandingkan dengan
kelahiran. Kecepatan pemprosesan adalah tanda awal kematian yang akan datang.
GUNAKANLAH ATAU ANDA AKAN KEHILANGAN

 Perubahan-perubahan dala pola aktivitas kognitif adanya ketrampilan-ketrampilan yang


tidak terpakai dan mengalami antropi. Konsep ini sesuai dengan peribahasa “Gunakanlah atau
Anda Akan Kehilangan” (use or lose it) 
 Aktivitas mental yang cenderung membina ketrampilan kognitif pada orang-orang usia
lanjut adalah aktivitas-aktivitas seperti membaca buku, mengisi teka-teki silang, mengikuti
kuliah, menonton konser.
 “Gunakanlah atau Anda Akan Kehilangan” juga merupakan komponen signifikan dari
model optimisi kognitif yang menekankan bagaimana keterlibatan intelektual dan sosial bisa
memperlambat penurunan usia untuk perkembangan intelektual 

 Studi-studi berikut yang mendukung :


→Dalam sebuah analisis partisipan dalam Studi Longitudinal Victoria, apabila orang-orang
paruh baya dan lanjut usia berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas intelektual, maka aktivitas-
aktivitas ini dapat menghambat terjadinya kemunduran kognitif. Analisis terbaru terhadap
partisipan dalam studi ini mengungkapkan bahwa keterlibatan aktivitas yang kompleks secara
kognitif behubungan dengan kecepatan pemrosesan yang lebih cepat dan konsisten.
→Dalam studi Longitudinal yang melibatkan 810 pastor katolik yang berusia 65 tahun ke atas.
Mereka yang secara teratur membaca buku, mengerjakan teka-teki silang, atau latihan berpikir
lainnya menunjukkan kecenderungan 47% lebih kecil untuk mengembangkan penyakit
Alzheimer, dibandingkan para pastor yang jarang melakukan akivitas-aktivitas ini.
→Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa rutin membaca setiap hari berhubungan dengan
menurunnya tingkat kematian pria di usia 70-an.
→Dalam sebuah studi lainnya, 488 individu berusia 75 hingga 85 tahun dinilai rata-rata selama 5
tahun. Di awal riset, orang dewasa lanjut usia mengindikasikan seberapa sering mereka
berpartisipasi dalam enam aktivitas seperti membaca, menulis, mengisi teka-teki silang,
bermain kartu atau permainan papan, terlibat diskusi kelompok, dan bermain musik setiap
harinya. Selama 5 tahun studi, titik dimana percepatan kehilangan memori yang cepat menjadi
tertunda selama 18 tahun. Untuk orang dewasa lanjut usia yang berpartisipasi dalam 11
aktivitas per minggu dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang terlibat hanya dalam 6
aktivitas per minggu, titik di mana penurunan memori yang dipercepat menjadi tertunda selama
1,29 tahun.

PELATIHAN KETERAMPILAN KOGNITIF


Seseorang yang lanjut usia dapat dilatih untuk keterampilan kognitifnya hingga derajat tertentu
(Boron,Willis, & Schaie,2007;Kramer & Morris,2010;Prak & Reuter, Lorenz,2009;
Willis,Schaie & Martin,2009). Terdapat kesimpulan dari penelitian ini:
 Pelatihan dapat meningkatkan keterampilan kognitif dari sejumlah orang-orang lanjut
usia.
 Dimasa dewasa akhir mereka akan kehilangan sebagian plastisitas khususnya untuk orang
yang sangat tua usia 85 tahun keatas (Baltes, Lindenberger, & Staudinger,2006;Baltes &
Smith, 2003). 
Dalam sebuah studi ekstensif yang dilakukan oleh Sherry Willis & para kaleganya (2006), orang
dewasa lanjut usia secara acak ditempatkan dalam salah satu dari 4 kelompok yang dilatih dalam:
  Penalaran.
 Memori.
 Kecepatan/pemrosesan.
 Kelompok kontrol yang tidak menerima pelatihan. 
Masing-masing tipe pelatihan tersebut secara cepat menunjukkan efek dalam wilayah, pelatihan
penalaran akan meningkatkan pelatihan penalaran, pelatihan memori akan meningkatkan memori
dan pelatihan kecepatan pemrosesan akan meningkatkan kecepatan pemrosesan. Akan tetapi
tidak berpindah antar wilayah kognitif. Orang usia lanjut yang diberikan penalaran memang
kesulitan dalam aktivitas sehari-hari dibandingkan kelompok kontrol yang tidak menerima
pelatihan ini. Aktivitas ini ditandai dengan kemandiriannya untuk menyiapkan makanan,
melakukan pekerjaan rumah tangga dsb.
Studi terbaru, aktivitas selama 20 Minggu yang disebut pengembaraan senior (senior adyssey)
yaitu program tim yang mencakup pemecahan masalah kreatif dari program pengembangan
pemikiran untuk anak-anak dan orang dalam masa transisi dewasa (Stine-Morrow & kawan-
kawan, 2007)
Eksperimen lapangan dibandingkan kelompok kontrol tidak mengalami pengembaraan kecepatan
pemrosesan, meningkatkan berfikir kreatif dan meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran
(mindfulness).
Kesadaran menciptakan ide baru, dalam informasi baru, sadar adanya prespektif majemuk
( Lancer,2000,2007 ).
Hasil dari penelitian, orang dewasa lanjut usia meningkatkan kecepatan pemrosesan mereka,dan
hasil ini bertahan sampai 2 tahun.
Studi lainnya menemukan bahwa orang dewasa lanjut usia dengan kesulitan kecepatan
pemrosesan yang menyelesaikan pelatihan kecepatan pemrosesan 40% lebih kecil selam 3 tahun
( Edward , Delahunt & Machnke, 2009). Dalam. Riset ini juga mengungkapkan bahwa pelatihan
kebugaran aerobik dapat meningkatkan kemampuan perencanaan, penjadwalan, memori kerja
dsb, dalam orang usia lanjut ( Colcombe & Kramer,2003). Singkatnya, kognitif dari orang-orang
usia lanjut dapat meningkat melalui pelatihan kognitif & kebugaran (Kramer & Marrow, 2009;
Prak & Reuter - Lorenz, 2009).
NEUROSAINS KOGNITIF DAN PROSES MENJADI TUA
Ketika orang usia lanjut diminta untuk menyandikan (encode) dan kemudian
mengeluarkan kembali (retrieve) materi-materi verbal atau bayangan mengenai pemandangan,
aktivitas otak mereka dimonitor dengan menggunakan FMRI brain scan. Perubahan yang
berlangsung di otak dapat memengaruhi fungsi kognitif dan perubahan perubahan fungsi kognitif
dapat memengaruhi otak. Dan apabila orang lanjut usia menggunakan wroking memory mereka
secara teratur, koneksi koneksi neural yang terjadi di lobus prefontal dapat mengalami atropi.
Selain itu, intervensi kognitif yang mengaktifkan working memory orang dewasa dapat
meningkatkan koneksi koneksi neural.
Neurosains kognitif yang mengkaji proses menjadi tua telah mengungkapkan beberapa
kaitan penting yang terdapat di antara proses menjadi tua, otak, dan fungsi kognitif. Hal ini
meliputi:
 Sirkuit neural di daerah daerah spesifik di korteks prefontal otak mengalami kemunduran
dan kemunduran ini berkaitan dengan performa yang lebih buruk pada orang lanjut usia
dalam menyelesaikan tugas tugas yang kompleks, wroking memory, dan tugas tugas yang
melibatkan memori episodik.
 Dibandingkan orang dewasa muda, orang lanjut usia lebih banyak menggunakan kedua
belahan otak untuk mengkompensasi kemunduran dalam hal atensi, memori, dan bahasa,
terkait usia 
 Fungsi dari hippocampus tidak terlalu banyak mengalami kemunduran apabila
dibandingkan dengan fungsi lobus frontal.
 Pola neural menjadi lebih besar dalam bidang mengingat kembali dibandingkan dalam
menyandikan.
 Dibandingkan orang dewasa muda, orang dewasa lanjut usia menunjukkan aktivitas yang
lebih besar di wilayah frontal dan parietal ketika mereka menghadapi tugas yang
membutuhkan proses kontrol kognitif seperti atensi.
 Orang dewasa muda punya konektivitas yang lebih baik antara wilayah otak
dibandingkan orang dewasa lanjut usia. 
 Meningkatnya jumlah studi pelatihan kognitif dan kebugaran mencakup teknik pencitraan
otak seperti FMRI untuk menilai hasil dari pelatihan keberfungsian otak.

 Denise park dan Patricia Reuter-Lorenz (2009) baru baru ini mengajukan pandangan perancah
(scaffolding) neurokognitif tentang koneksi antara otak yang mengalami penuaan dan kognisi.
Scaffolding mencakup penggunaan sirkuit neural komplementer untuk melindungi keberfungsian
kognitif pada otak yang mengalami penuaan. Faktor-faktor yang bisa memperkuat scaffolding
otak adalah keterlibatan dan latihan otak.

Perkembangan Bahasa
Di masa dewasa akhir individu mulai menujukkan beberapa kemunduran dalam
berbahasa. Apabila orang lanjut usia mengalami kesulitan untuk membedakan bunyi-bunyi
percakapan dalam konteks tertentu. Hal ini sering kali melibatkan fenomena diujung lidah (tip-
of-the-tongue-phenomenom), yaitu fenomena ketika individu yakin bahwa mereka mengingat
sesuatu, namun merasa tidak dapat mengeluarkannya dari memori yang sebelumnya sudah kita
diskusikan pada bagian memori dan penuaan. Orang dewasa lanjut usia mengalami kesulitan
memahami pembicaraan. Kesulitan ini terjadi akibat pembicaraannya yang cepat, ada stimulus
lain yang muncul (berisik), dan ketika tidak bisa menatap lawan bicaranya (di perbincangan
melalui telepon). Kesulitan memahami pembicaraan bisa jadi akibat dari kehilangan
pendengaran, namun jika sehatorang yang lanjut usia mengalami sedikit kemunduran dalam
keterampilan bahasanya.

Cara bicara orang dewasa lanjut usia biasanya volumenya lebih rendah, tidak terartikulasi
dengan tepat, dan tidak begitu lancar. Faktor non bahasa dapat menyebabkan kemunduran bahasa
pada orang lanjut usia. Menurunnya kecepatan dalam pemrosesan informasi dan menurunya
working memory, khususnya dalam hal kemampuan menyimpan informasi di dalam pikiran
ketika melakukan pemrosesan, cenderung berkontribusi terhadap kurangnya efisiensi berbahasa
pada orang-orang lanjut usia. 

Bahasa juga dapat berubaj diantara individu yang menderita penyakit Alzheimer,
kesulitan dalam menemukan/menghasilkan kata merupakan salah satu gejala penyakit
Alzheimer, namun sebagian individu dapat mempertahankan sebagian besar kemampuannya
dalam menghasilkan kalimat-kalimat yang baik sampai tahap akhir dari penyakit ini. Meskipun
demikian, mereka lebih banyak membuat kesalahan dalam hal tata-bahasa, dibandingkan dengan
orang-orang lanjut usia yang tidak menderita penyakit Alzheimer.

KERJA

Pada awal abad ke -21 ,presentaser laki laki yang berusia 65 tahun ke atas yang tetap
bekerja purna waktu, lebih sedikit di bandingkan pada awal abad ke – 20 ,meskipun kini hukum
pemerintahan pusat memungkinkan individu individu yang berusia 65 tahun ke atas tetap bekerja
(shore, &goldberg,2005) . penurunan yang terjadi dari tahun 1900 hingga tahun 2000 adalah
sebesar 70 %. 

Beberapa individu mempertahankan produktivitasnya sepanjang kehidupannya (cleveland


& shore,2007). Beberapa diantara para pekerja lanjut usia ini mungkin mengikuti agenda kerja
sama atau lebih banyak dari yang di lakukan oleh para pekerja yang lebih muda. Berdasarkan
nasional longitudinal survey of older men, ditemukan bahwa kesehatan yang baik, komitmen
psikologis yang kuat untuk bekerja dan ketidaksukaan terhadap pensiun, merupakan karakteristik
karakterisktik yang paling penting yang berkaitan dengan bekerja terus hingga lanjut usia (70-an
dan 80 –an) (paners & somers,1994). Kemungkinan bekerja juga berkolerasi secara positif
dengan pencapaian pendidikan dan menikah dengan istri yang bekerja. 

Hal yang secara khusus penting di pikirkan adalah cohort yang besar dari (beby boomers)
di tahun 2010 terdapat 78 juta orang mulai mencapai usia di mana mereka biasanya pensiun
,karena cohort sangat besar,jumlah orang lanjut usia yang bekerja itu bertambah (hart, 2007). 
Kemampuan kognitif adalah salah satu prediktor terbaik untuk performa kerja pada orang
lanjut usia. Peran orang lanjut usia sangat penting bagi perusahaan karna jarang absen di banding
rekan kerja muda(warr,2004) di samping itu bahwa pekerjaan yang lebih komplekberkaitan
dengan tingkat fungsi intelektual yang lebih tinggi (schooler,2007). 

Singkatnya ,usia mempengaruhi banyak aspek dalam bekerja


( bohle,pitts,&quinlin,2010 : falba, sindelar,& gallo,2009:charnes,czaja,& sharit,2007). Hal yang
penting di ketahui adalah bahwa stereotip terhadap pekerja lanjut usia dan jenis tugas yang di
tangani, dapat membatasi peluang karier mereka dan mendorong pensiun dini atau perbatasan
bekerja yang berdapak pada mereka (finkelstein & farrel,2007).

PENSIUN DI AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA-NEGARA LAIN


Pensiun di Amerika Serikat
Pilihan untuk pension merupakan gejala yang muncul di akhir abad 20 di Amerika. Ketika orang
mencapai usia enam puluhan jalan hidup yang mereka ikuti kurang jelas :
1. Beberapa individu tidak pensiun, melanjutkan pekerjaan karier mereka
2. Sebagian individu pensiun dari karier mereka kemudian mengambil pekerjaan yangbaru dan
berbeda
3. Sebagian individu pensiun dari pekerjaan karier mereka tapi melakukan pekerjaan sukarela
4. Sebagian individu berhenti dari pekerjaan mereka setelah masa pensiun dan melanjutkan
pekerjaan yang lain
5. Beberapa individu keluar masuk lapangan pekerjaan sehinnga mereka tidak pernah benar
benar memilik karier dari pekerjaan mereka sebelum pensiun
6. Beberapa individu kondisi kesehatanya buruk, berubah status penyandang difabilitas yang
perlahan harus mengambil pensiun
7. Sebagian individu lainya diberhentikan dan dianggap “ Pensiun ”

Pekerjaan dan Pensiun di Negara Lain


Orang Jepang yang sudah pensiun merindukan pekerjaan mereka lebih dari yang mereka
duga dan uang yang mereka dapatkan lebih sedikit dari yang mereka harapkan. Pensiunan di
jerman adalah yang paling kecil kemungkinan merindukan pekerjaan mereka. Orang Turki dan
China adalah yang paling merindukan pekerjaan dan uang. Pensiunan di Jepang dan China
adalah yang kecil kemungkinannya untuk merindukan pekerjaan mereka dan unag mereka,
Pensiunan di Turki adalah yang paling merindukan pekerjaan dan uang mereka. Hanya di
Jerman, Korea Selatan, dan Hongkong yang terjadi presentase individu yang lebih tinggi yang
menharapkan pensiun lebih dini dibandingkan di masa lalu.
PENYESUAIAN TERHADAP MASA PENSIUN 
Pensiun merupakan suatu proses, bukan merupakan suatu peristiwa ( Moen, 2007 ).
Sebuah studi menemukan bahwa laki-laki memiliki semangat juang yang lebih tinggi ketika
pensiun dalam periode dua tahun, dibandingkan laki-laki yang pensiun dalam periode waktu
yang lebih lama ( Kim & Moen, 2002 ). Studi lain menemukan bahwa para pensiunan
perempuan yang menikah atau menikah kembali menyatakan lebih puas dengan kehidupannya
dan lebih sehat, dibandingkan para pensiunan perempuan yang hidup menjanda, berpisah,
bercerai, atau tidak pernah menikah ( Price & Joo, 2005 ). Sebuah studi lain juga
mengindikasikan bahwa para perempuan meluangkan lebih sedikit waktu untuk merencanakan
pensiun dibandingkan para laki-laki 
( Jacobs-Lawson, Hershey, & Neukam, 2005 ) 
Orang-orang lanjut usia yang menunjukkan penyesuaian yang paling baik terhadap
pensiun, adalah mereka yang sehat, memiliki keuangan yang memadai, aktif, lebih terdidik,
memiliki jaringan sosial yang luas yang meliputi kawan-kawan dan keluarga, serta biasanya puas
dengan kehidupannya sebelum mereka pensiun ( Jokela & kawan-kawan, 2010; Raymo &
Sweeny, 2006 )
Sebuah studi juga menemukan bahwa individu yang memiliki kesulitan dalam
menyesuaikan diri dalam masa pensiun, memiliki keterikatan yang kuat dengan pekerjaaan,
termasuk memiliki sejarah yang panjang untuk terlibat dalam pekerjaan purna-waktu, kurang
memiliki kontrol terhadap transisi menuju pensiun, dan memiliki self-efficacy yang rendah 
( van Solinge & Henkens, 2005 ) 
Setengan dari pekerja tidak yakin akan manfaat pensiun mereka; kebanyakan pekerja
bergantung pada keuntungan yang tidak ada ketika mereka pensiun; para pekerja sering kali
tidak mengidahkan nasihat tentang pensiun bahkan ketika mereka diberikan nasihat; para pekerja
terlalu mengharapkan simpanan jangka panjang; kebanyakan pekerja memiliki simpanan yang
minim; dan kebanyakan pekerja hanya tahu sedikit tentang pemasukan jaminan sosial yang akan
mereka terima setelah pensiun.
DEPRESI
Depresi mayor adalah gangguan suasana hati dimana individu merasa sangat tidak
bahagia, kehilangan semangat, mudah kehilangan stamina, nafsu makan rendah, dan tidak
memiliki motivasi. Depresi mayor tersebar sangat luas sehingga disebut “demam umum” pada
gangguan mental. Depresi mayor memiliki gejala yang berbeda pada masa dewasa akhir dan
masa dewasa awal.
Sebuah studi menemukan bahwa semakin rendah frekuensi sintom depresi pada orang
dewasa lanjut usia daripada orang dewasa paruh baya dikaitkan dengan kesulitan ekonomi yang
kecil. Riset lain menunjukkan bahwa orang dewasa lanjut usia yang rutin olahraga terutama
aerobik memiliki kemungkinan depresi lebih kecil.
Pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa awal wanita menunjukkan kecenderungan
memiliki depresi lebih besar daripada pria. Namun, pria menunjukkan kenaikan sintom depresi
pada usia 60 sampai 80 tahun sedangkan wanita tidak. Pergantian peran yang mendalam pada
pria saat usia 60 tahun lebih tinggi daripada wanita karena mengalami masa pensiun.
Beberapa prediktor depresi paling umum pada orang lanjut usia adalah menunjukkan
gejala depresi sebelumnya, mengalami peristiwa kematian orang terdekat, dan kurangnya
dukungan sosial. Depresi merupakan kondisi yang bisa diobati tidak hanya pada orang muda
namun orang lanjut usia, namun sayangnya 80 persen orang lanjut usia yang memiliki depresi
tidak ditangani.
Depresi mayor tidak hanya menyebabkan kesedihan namun juga keinginan bunuh diri.
Hampir 65 persen individu yang melakukan upaya bunuh diri di Amerika Serikat adalah mereka
dengan usia 65 tahun keatas. Orang lanjut usia yang paling sering melakukan tindak bunuh diri
adalah pria yang hidup sendirian, kehilangan pasangan, dan memiliki kesehatan buruk.
DEMENSIA, PENYAKIT ALZHEIMER, DAN PENYAKIT-PENYAKIT LAINNYA

Diantara gangguan gangguan mental yang paling melemahkan orang-orang Lanjut Usia adalah
demensia (Jellinger,2009). dalam beberapa tahun terakhir para ahli memberikan perhatian yang
besar kepada demensia yang paling umum yaitu penyakit alzheimer titik penyakit-penyakit yang
banyak dijumpai pada orang-orang lanjut usia adalah multi infarct dementia dan penyakit
parkinson.

Demensia

Demensia demensia  (demensia) adalah istilah umum untuk semua gangguan anne-
marie urologist yang gejala utamanya meliputi kemunduran fungsi mental titik individu individu
yang mengalami demensia seringkali kehilangan kemampuan untuk merawat dirinya sendiri dan
dapat kehilangan kemampuan untuk mengenali dunia sekitar dan orang-orang yang sudah biasa
dikenalnya termasuk anggota anggota keluarga. diperkirakan bahwa 23% dari individu-individu
yang berusia 80 tahun dan 17 persen pria berusia 85 tahun ke atas resiko terkena demensia
( asosiasi alzheimer, 2010) Akan tetapi, perkiraan ini bisa jadi Tinggi karena usaha lobi asosiasi
alzheimer untuk menambah pendanaan bagi riset dan fasilitas perawatan. demensia adalah
kategori yang luas dan penting bahwa setiap usaha dilakukan untuk mempersempit gangguan
yang dialami orang dewasa lanjut usia dan menentukan penyebab spesifik dari memburuknya
keberfungsian mental.

 Penyakit Alzheimer

Salah satu bentuk dari demensia adalah penyakit alzheimer ( alzheimer disease )
Kerusakan otak yang paling bersifat progresif, tidak dapat dipulihkan kembali, yang ditandai
oleh memburuknya memory, penalaran, bahasa, dan bahkan fungsi-fungsi fisik secara bertahap.
pada tahun 2010 diperkirakan 5,3 juta orang dewasa di Amerika Serikat menderita penyakit
Alzheimer, diproyeksikan bahwa 10 juta baby boomers atau individu yang lahir pada tahun 1946
hingga tahun 1964 akan terkena penyakit tersebut selama masa hidup mereka.

Wanita lebih besar kemungkinan nya terkena penyakit karena mereka hidup lebih lama
dari pria dan harapan hidup mereka yang lebih panjang tersebut meningkatkan jumlah tahun
Dimana mereka bisa terkena penyakit tersebut diperkirakan Penyakit Alzheimer meningkatkan
biaya perawatan kesehatan orang Amerika Serikat yang berusia 65 tahun ke atas sebanyak 3 kali
lipat. karena meningkatnya prevalensi prevalensi penyakit ini, para semua meningkat mereka
untuk menemukan penyebab penyakit dan untuk menemukan cara-cara yang lebih efektif untuk
mengobatinya.

Karena awal kemunculan berbeda-beda, maka kini Penyakit Alzheimer dibedakan


menjadi early onset (muncul pertama kali pada individu-individu yang berusia kurang dari 65
tahun) atau late-onset (muncul pertama kali pada individu-individu yang berusia 65 tahun ke
atas). keatas penyakit alzheimer early onset Jarang terjadi( sekitar 10% dari seluruh kasus) dan
Biasanya mengenai orang orang yang berusia antara 30 hingga 60 tahun.

Begitu destruksi jaringan otak terjadi pada penyakit Alzheimer. kemungkinannya kecil
bahwa perawatan efektif terhadap penyakit tersebut akan menghilangkan kerusakannya,
setidaknya itu fakta yang mendasarkan pada riset terbaru dan kemungkinan di masa depan yang
dapat diperkirakan. Maka agenda penting untuk riset Penyakit Alzheimer adalah untuk fokus
pada faktor risiko biologis dan lingkungan dari penyakit tersebut, pengembangan strategi
pencegahan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan Jaringan otak, dan
pemeliharaan kognitif di masa dewasa menengah.

Penyakit Alzheimer juga melibatkan kekurangan zat kimiawi pengantar di otak,


asetilkolin, yang berperan penting dalam memori titik Disamping itu seiring dengan
berkembangnya Penyakit Alzheimer, otak mengalami penyusutan dan kerusakan titik kerusakan
dari otak yang terkena penyakit Alzheimer ditandai oleh bentuk amyloid plaques( lapisan padat
dari protein yang terkumpul di pembuluh darah) dan neurofibrillary tangles( serat simpul yang
neuron. para peneliti secara khusus mencari cara untuk mencegah perkembangan amyloid dan
neurofibrillary tangles pada pasien pasien alzheimer.

Terjadi peningkatan minat dan peran yang mungkin dimiliki oleh stress oksidatif dalam
penyakit Alzheimer. stres oksidatif terjadi ketika pertahanan antioksidan tubuh tidak dapat
menghadapi serangan radikal bebas dan oksidasi dalam tubuh titik 

Meskipun para ilmuwan belum mendapat memastikan faktor-faktor yang menyebabkan


penyakit Alzheimer, usia merupakan salah satu faktor resiko selain gen yang juga berperan
penting. jumlah individu yang menderita penyakit alzheimer mencapai dua kali lipat lebih besar
dalam setiap lima tahun setelah usia 65 tahun. sebuah protein yang disebut apolipoprotein e (apo
e). yang berkaitan dengan meningkatkan palaques dan tangless otak , dapat memainkan peranan
penting dalam sepertiga kasus penyakit Alzheimer. sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini
yang melibatkan hampir sekitar 12000 pasangan kembar di Swedia, menemukan bahwa kembar
identik, keduanya memiliki kecenderungan dua kali lipat lebih besar untuk mengembangkan
Penyakit Alzheimer dibandingkan kembar fraternal titik temuan ini mengindikasikan adanya
pengaruh genetik terhadap timbulnya penyakit ini meskipun individu yang memiliki sejarah
keluarga menderita alzheimer memiliki risiko lebih besar, Penyakit ini bersifat kompleks dan
cenderung disebabkan oleh berbagai faktor termasuk gaya hidup. selama bertahun-tahun para
ilmuwan telah mengetahui bahwa diet yang sehat, senam dan kontrol berat badan dapat
menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler titik kini mereka menemukan bahwa faktor faktor
gaya hidup yang sehat juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit Alzheimer. para peneliti
telah mengungkapkan bahwa orang-orang lanjut usia yang menderita penyakit alzheimer juga
cenderung menderita penyakit kardiovaskuler dibandingkan individu-individu yang tidak
menderita penyakit Alzheimer. hasil otopsi menunjukkan bahwa otak yang mengandung tanda-
tanda yang memberikan petunjuk mengenai tang les dan plaques dari para pasien alzheimer
ditemukan 3 kali lipat lebih banyak pada individu-individu yang memiliki penyakit
kardiovaskuler. baru-baru ini terdapat lebih banyak faktor-faktor risiko dan penderita penyakit
jantung yang berdampak terhadap penyakit alzheimer- obesitas, merokok, aterosklerosis, dan
kolesterol tinggi.
Seiring dengan meningkatnya masalah-masalah yang berkaitan dengan proses menjadi
tua, olahraga juga dapat mengurangi resiko terkena penyakit Alzheimer. sebuah studi yang
dilakukan baru-baru ini yang melibatkan lebih dari 2000 laki-laki berusia 71 hingga 93 tahun
mengungkapkan bahwa mereka yang berjalan kurang dari seperempat mil per hari cenderung
mengembangkan Penyakit Alzheimer dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan rekan-
rekannya yang berjalan lebih dari 2 mil per hari titik studi lain yang dilakukan baru-baru ini
terhadap orang lanjut usia menemukan bahwa mereka yang melakukan senam 3 kali atau lebih
dalam seminggu memiliki kecenderungan lebih kecil untuk mengembangkan penyakit alzaimer
dalam periode 6 tahun lebih dibandingkan rekan-rekannya yang kurang melakukan senam.

Deteksi Awal Dan Penyakit Alzheimer


Gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment atau MCI) adalah suatu kondisi
peralihan antara perubahan kognitif normal yang terkait dengan proses menjadi tua dengan
penyakit Alzheimer paling awal serta jenis demensi-demensia lainnya. MCI semakin dikenali
sebagai factor resiko untuk penyakit Alzheimer. Hasil perkiraan mengindikasi bahwa sebanyak
10%-20% individu dalam usia 65 tahun keatas mengidap MCI (Asosiasi Alzheimer, 2010)
Memprediksi individu terkait  MCI yang kemudian menderita Alzheimer sangat sulit.
Usaha terkait hal ini adalah dengan memeriksa individu menderita MCI dengan menggunakan
pemindai otak fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging. Jika hasil menunjukkan wilayah
otak tertentu terkait memori ukurannya lebih kecil daripada individu yang tidak mengalami
kerusakan memori, individu tersebut besar kemungkinannya untuk menderita penyakit
Alzheimer. Riset terbaru juga mengindikasi bahwa individu yang tidak menderita MCI juga
memiliki ketebalan kortikal yang lebih tinggi dibandingkan individu yang menderita MCI.
Studi-studi longitudinal mengindikasikan bahwa aspek tertentu dari memori bisa
memberikan indicator demensia dan penyakit Alzheimer. Dalam studi lainnya, orang dewasa
lanjut usia yang memori episodiknya sudah mengalami kerusakan penilaian kemungkinannya 2x
lipat lebih tinggi untuk terkena penyakit Alzheimer
Penanganan dengan obat untuk penyakit Alzheimer
Beberapa obat yang disebut cholinerase inhibitors telah diberi izin oleh U.S Food and
Drug Administration untuk menangani penyakit Alzheimer. Tiga obat-obatan ini dirancang
untuk menangani penyakit Alzheimer ; donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon) , dan
galantamine (Razadyne). Ketiga obat ini dirancang untuk meningkatkan memori dan fungsi-
fungsi kognitif lainnya dengan cara meningkatkan taraf acetylcholine di dalam otak. Obat-obatan
ini memperlambat memburuknya sintom Alzheimer untuk sekitar 6-12 bulan sekitar 50%
individu yang mengonsumsinya. Juga, belum ada obat-obatan yang disetujui oleh Administrasi
Obat-obatan untuk Pengobatan MCI (Alzheimer’s Accociation 2009).
Merawat individu-individu yang menderita penyakit Alzheimer
Salahsatu hal yang perlu diperhatikan adalah merawat penyakit Alzheimer. Sebuah
analisis –meta yang dilakukan baru-baru ini menemukan bahwa apabila dibandingkan dengan
para perawat laki-laki, perawat perempuan lebih banyak menyediakan waktu untuk memberikan
perawatan.
Respite care (layanan yang memberikan kesempatan untuk beristirahat sementara waktu
bagi mereka yang merawat individu-individu disabilitas, sakit, atau lanjut usia) telah
dikembangkan untuk membantu mereka yang setiap hari bertugas memenuhi kebutuhan pasien
Alzheimer.

Multi-Infarct Dementia 
Multi-Infarct dementia adalah hilangnya fungsi-fungsi intelektual yang berlangsung
secara sporadis dan progresif yang disebabkan oleh gangguan aliran darah temporer dan berulang
di arteri-arteri, akibatnya individu mengalami serangkaian stroke kecil. Istilah infarct merujuk
pada gangguan temporer dari pembuluh-pembuluh darah. Diperkirakan bahwa 15 hingga 25
persen dari demensia adalah multi-infarct dementia.
   Multi-infarct dementia lebih banyak dialami oleh laki-laki yang memiliki sejarah
menderita tekanan darah tinggi. Gambaran klinis dari multi-infarct dementia berbeda dari
penyakit Alzheimer – banyak pasien dapat pulih dari multi-infarct dementia, sementara penyakit
Alzheimer mengakibatkan kemunduran yang progresif. Gejala multi-infarct dementia antara lain
adalah kebingungan, menghindari percakapan, gangguan menulis, kekakuan pada salah satu sisi
wajah, lengan, atau kaki. Dalam hal ini terjadi pemulihan yang berlangsung agak cepat setelah
mengalami kejadian, meskipun setiap rangkaian kejadian biasanya lebih berbahaya dibandingkan
sebelumnya. Sekitar 35 sampai 50 persen dari individu-individu yang mengalami serangan
sementara akan mengalami stroke mayor dalam lima tahun, kecuali masalah dasarnya ditangani.
Secara khusus, individu-individu ini disarankan untuk berolahraga, memperbaiki diet,
mengkonsumsi obat-obatan yang sesuai karena hal ini dapat memperlambat atau menghentikan
perkembangan dari penyakit vaskuler yang mendasarinya.

Penyakit Parkinson 
Jenis penyakit demensia lainnya adalah penyakit Parkinson (parkinson disease), yaitu
penyakit kronis dan progresif yang ditandai oleh gemetar pada otot, gerakan yang melambat, dan
kelumpuhan sebagian dari wajah. Penyakit Parkinson dipicu oleh degeranasi dari neuron-neuron
di otak yang menghasilkan dopamin. Dopamin adalah sebuah neurotransmitor yang diperlukan
agar otak dapat berfungsi secara normal. Penyakit Parkinson ditangani dengan cara memberikan
obat yang dapat meningkatkan efek dopamin (dopamine agonist) kepada penderita yang berada
di tahap awal penyakit, dan pemberian obat L-dopa, yang dapat diubah menjadi dopamin oleh
otak. Dalam hal ini, para ahli mengalami kesulitan dalam menentukan kadar dosis L-dopa yang
tepat dan obat ini akan kehilangan kemanjurannya jika digunakan dalam jangka waktu lama.
     Pengobatan lainnya untuk penyakit Parkinson tingkat lanjut adalah stimulasi otak secara
mendalam (deep brain stimulation/DBS), yang mencakup implantasi elektroda di dalam otak.
Elektroda tersebut distimulasi oleh alat yang mirip alat pacu jantung. Studi baru
mengindikasikan bahwa stimulasi mendalam pada otak bisa memberikan manfaat pada individu
yang menderita penyakit Parkinson. Studi terbaru lainnya mengindikasikan bahwa tipe tarian
tertentu, seperti tango, bisa meningkatkan keterampilan gerak individu yang menderita penyakit
Parkinson. Transplantasi sel batang dan terapi gen juga bisa memberikan harapan di masa depan
dalam mengobati penyakit ini.
KETAKUTAN MENJADI KORBAN, KEJAHATAN, DAN PERLAKUAN YANG SALAH
TERHADAP ORANG LANJUT USIA
 Bagi beberapa orang lanjut usia, ketakutan akan kejahatan dapat menjadi penghambat untuk
bepergian, kehadiran pada kegiatan sosial, dan pencarian gaya hidup yg aktif.
 Kejahatan yg dilakukan terhadap orang lanjut usia sering berupa serangan yg serius, seperti
perampokan bersenjata (Cohn & Harlow, 1993). Para orang lanjut usia menjadi korban
kejahatan tanpa kekerasan seperti penipuan, vandalisme, penjambretan dan pelecehan
(Fulmer, Guadagno, & Bolton, 2004)
 Perkiraannya, mengenai tindak kekerasan terhadap orang lanjut usia rendah. Maksudnya
mereka tidak mungkin melaporkan kejahatan yg menimpanya.
 Orang dewasa lanjut usia juga mengalami kekerasan institusional, yg  meliputi perlakuan yg
salah terhadap lanjut usia yg tinggal di rumah perawatan, rumah sakit, atau perawatan jangka
panjang (McDonald, 2007). kekerasan tersebut mencakup staf yg menganangi orang lanjut
usia itu sendiri misalnya memukul pasien, kekerasan psikologis, dan sebagainya. oleh karena
itu, orang dewasa lanjut usia menerima perlakun yg salah sehingga mengakibatkan depresi,
demensia, gangguan mental, dan lain sebagainya.

Agama
Menjelaskan peran agama dalam kehidupann yg lanjut usia
 Agama dapat memenuhi sejumlah kebutuhan psikologis pada orang lanjut usia dan
membantu mereka menghadapi kematian yg akan datang, menemukan dan membina
penghayatan akan makna dan pentingnya hidup serta menerima kemunduran yg tidak
terelakan karena usia (Daalaman, Perera & Studenski, 2004 : McFarland, 2010).
 Orang dewasa lanjut usia dapat menjadi guru agama, memegang peranan sebagai
pemimpin yg sebelumnya mungkin pernah mereka alami ketika belumpensiun (Cox &
Hammonds, 1988)
 Berdoa dan meditasi menurutnya menurunkan insiden kematian pada orang lanjut usia
karena mengurangi hormon stres dan produksi hormon stres seperti adrenalin yg berkaitan
dengan jumlah keuntungan kesehatan termasuk meningkatnya sistem kekebalan tubuh.
(McCullough & kawan kawan, 2000).
BAB 19: PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI DI MASA DEWASA AKHIR
TEORI ERIKSON
Sebelumnyan kami telah mendeskripsikan delapan tahap masa-hidup menurut Erik
Erikson (1968) di Bab 1, dan ketika dalam buku ini kami mengeksplorasi berbagai periode
perkembangan. kami mengkaji tahap-tahap tersebut secara lebih terperinci. Kini, kami akan
mendiskusikan tahap terakhir menurut Erikson
Integritas versus keputusasaan
Integritas versus keputusasaan (integrity versus despair) adalah tahap kedelapan dan
tahap akhir perkembangan menurut Erikson, yang dialami individu di masa dewasa koneksi
akhir. Tahap ini melibatkan refleksi terhadap masa lalu daní entah menyimpulkan secara
Perkembangan positif pengalamannya atau menyimpulkan bahwa kehidupannya belum
dimanfaatkan 1 Teori secara baik. Melalui berbagai rute yang berbeda, orang lanjut usia dapat
mengembangkan tahapan sebuah pandangan yang positif mengenai setiap periode yang telah
dilalui sebelumnya lainnya dengan demikian. menengok kembali dan perenungan retrospektif
akan mengungkap adalah gambaran tentang kehidupan yang dilewati dengan baik, dan orang
dewasa lanjut usia versus akan merasa puas (integritas). Tapi jika orang lanjut usia melalui satu
atau lebih tahapan sebelumnya secara negatif (misalnya terisolasi secara sosial di masa dewasa
awal atau pandagnan di masa dewasa menengah). lintasan kenangan tentang seluruh hidupnya
bisa menjadi hal yang negatif (keputusasaan). Resolusi positif dari delapan tahapan Enikson bisa
berujung pada kearifan dan integritasn bagi orang dewasa akhir.
Tinjauan Hidup
Merupakan gagasan yang menonjol dalam tahap akhir integritas versus keputusasaan menurut
Erikson Melalui tinjauan hidup, Seorang meninjau kembali pengalaman hidupnya di masa
lampau, mengevaluasi, menginterpretasi, dan sering kali menginterpretasikannya kembali
(George. 2010 peneliti terkenal di bidang proses penuaan. Seorang peneliti resolusi dan
perayaan, urntuk afirmasi dan crt Buttler. berpendapat bahwa salah
Pandangan Erikson Mengenai Bagaimana Resolusi Positif Dari Delapan Tahap
Perkembangan Masa-Hidup
Dalam pandangan Erikson, setiap dari hidup dikaitkan dengan suatu konfik pslkososial
tertentu dan suatu resolusi yang tertentu pula. Dalam diagram ini,Erikson mendeskripsikan
bagaimana isu dari setiap tahap sebelumnya dapat menjadi mencapai kematangan di berbagai
aspek dari integritas dan kearifan di usia tua. D
gambar kiri, terlihat Erikson bersama istirinya, Joan, seorang pekerja seni.
TEORI AKTIVITAS 
Teori aktivitas (activity theory) menyatakan bahwa pada orang lanjut usia, semakin besar
aktivitas dan keterlibatan mereka, semakin puas mereka terhadap kehidupannya. Para peneliti
menemukan bahwa apabila orang lanjut usia itu aktif, enerjik, dan produktif, mereka akan lebih
baik dalam menghadapi masa tua dan lebih bahagia dibandingkan apabila mereka dijauhkan dari
masyarakat. 
Teori aktivitas menyatakan bahwa banyak individu akan mencapai kepuasan hidup yang lebih
besar apabila mereka melanjutkan peran-peran dimasa dewasa menengah hingga masa dewasa
akhir. Apabila peran-peran ini dihapuskan dari kehidupan mereka (seperti di awal pensiun),
mereka perlu menemukan peran-peran pengganti yang dapat membuat mereka tetap aktif dan
terlibat. 

TEORI SELEKTIVITAS SOSIOEMOSI


Teori selektivitas sosioemosi (socioemotional selectivity theory) menyatakan bahwa
orang lanjut usia akan lebih selektif dalam memilih jaringan kerja sosialnya. Karena mereka
sangat mementingkan kepuasan emosional, orang lanjut usia sering kali meluangkan kita lebih
banyak waktu bersama individu-individu yang sudah dikenal dan menyenangkan. Pembatasan
interaksi sosial yang bersifat selektif ini dapat memaksimalkan pengalaman-pengalaman
emosional yang positif dan meminimalkan risiko-risiko emosional seiring dengan proses menjadi
tua. 
Teori ini menyatakan terdapat dua jenis tujuan yang penting, yaitu: yang berkaitan
dengan pengetahuan, dan yang berkaitan dengan emosi. Teori ini menekankan bahwa motivasi
untuk memperoleh pengetahuan cenderung tinggi dan diawali di usia awal, mencapai puncak di
masa remaja dan masa dewasa, lalu kemudian menurun di masa dewasa menengah dan dewasa
akhir. Sementara emosi cenderung tinggi di masa bayi dan masa kanak-kanak awal, menurun
dari masa kanak-kanak pertengahan hingga masa dewasa awal, dan kemudian meningkat di masa
dewasa menengah dan masa dewasa akhir.
TEORI OPTIMALISASI SELEKTIF MELALUI KOMPENSASI
Teori yang menyatakan bahwa keberhasilan diusia lanjut berkaitan dengan 3 faktor yaitu
seleksi, optimalisasi dan kompensasi. Teori ini mendeskripsikan bagaimana orang dapat
menghasilkan sumberdaya baru dan mengalokasikan secara efektif ke tugas-tugas ingin mereka
kuasai. Seleksi didasarkan pada suatu konsep bahwa kapasitas orang lanjut usia telah turun dan
kehilangan mereka diberbagai bidang kehidupan. Optimalisasi berarti bahwa kita dapat
mempertahankan performa di beberapa bidang, melalui praktik terus menerus dan penggunaan
teknologi baru. Kompensasi menjadi relevan apabila tugas -tugas kehidupan menuntut kapasitas
yang melampaui taraf peforma saat ini yang secara potensial dimiliki orang lanjut usia. 
Teori optimalisasi keselektif melalui kompensasi diajukan oleh Paul Baltes dan rekan-
rekannya (Lindenberger dan Staudinger, 2006). Mereka mendeskripsikan kehidupan di usia
lanjut dari mendiang Arthur Rubenstein untuk mengolustrasikan teori ini. Ketika diwawancarai
usia 80 tahun, Rubenstein menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi
kemampuannya mempertahankan status sebagai pianis yang disegani hingga usia tua. Pertama, ia
menguasai kelemahan usia lanjut dengan mengurangi cakupan peformanya (yang mencerminkan
adanya seleksi). Kedua,  ia meluangkan lebih banyak waktu untuk berlatih dimasa sebelumnya
(yang mencerminkan adanya optimalisasi). Ketiga, ia menggunakan strategi khusus, seperti
memperlambat permainannya sebelum memasuki bagian yang cepat sehingga membuat
permainannya seolah olah lebih cepat (yanh mencerminkan adanya kompensasi). 
Bagaimana emosi dapat berubah selama masa dewasa?. 
Emosi positif : Riang gembira, Bersemangat, Sangat bahagia, Kalem tenang, Puas
Emosi negatif : Sangat sedih, Khawatir, Resah, Putus asa, Tidak berharga
Orang dewasa memiliki kontrol yang lebih baik terhadap emosi negatif daripada orang dewasa
yang lebih muda (Mrokzek, 2001). Emosi positif meningkat dimasa dewasa menengah dan masa
dewasa akhir, sementara itu emosi negatif menurun.
KEPRIBADIAN
Berdasarkan hasil studi baru baru ini, di temukan berapa dari lima faktor besar
kepribadian terus berubah dimasa dewasa akhir. Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari hari
terus berlanjut di masa dewasa akhir (Roberts, Walton, & Bogg, 2005), dan dalam sebuah studi
lainnya orang dewasa lanjut usia bersikap lebih hati-hati dan ramah dibandingkan dengan orang
dewasa awal dan paruh baya (Allenmand, Zimprich, & Hendriks, 2008). Para peneliti telah
menemukan bahwa kepribadian juga berkaitan dengan resiko kematian pada orang orang lanjut
usia. Sebuah studi longitudinal terhadap lebih dari 1.200 individu selama tujuh dekade
mengungkapkan bahwa lima faktor besar kepribadian dari kehati-hatian (conscientiousness)
dapat memprediksi resiko kematian yang lebih tinggi dari masa kanak kanak hingga masa
dewasa akhir (Martin, Friedman, & Schwartz, 2007). Sebuah studi lainnya menemukan dua dari
lima faktor besar kepribadian terkait dengan kematian orang dewasa lanjut usia dalam sebuah
studi, dengan sikap kehati-hatian yang rendah dan neurosisme yang tinggi memprediksi
Kematian dini (Wilson & kawan-kawan, 2004). Sebuah studi menekankan perkembangan dalam
komponen kehati-hatian (Jackson dan kawan-kawan, 2009) dalam studi ini transisi menuju masa
dewasa akhir dicirikan oleh peningkatan dalam aspek kehati-hatian : kendali implus, keandalan
dan konvensionalitas. Sebuah studi mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan yang buruk
pada orang dewasa lanjut usia terkait dengan lima faktor besar neurosisme (Denburg, & kawan-
kawan, 2009). Emosi dan pandangan mengenai hidup juga berkaitan dengan resiko kematian
pada orang-orang lanjut usia, orang-orang lanjut usia yang memiliki emosi negatif tidak hidup
selama seperti orang yang memperlihatkan emosi yang lebih positif dan orang yang lanjut usia
yang lebih optimis dan memiliki pandangan hidup yang positif, juga hidup lebih lama
dibandingkan rekan rekannya yanh pesimis dan memiliki pandangan negatif mengenai hidup.
DIRI DAN MASYARAKAT
Eksplorasi kita mengenai diri berfokus pada perubahan dalam penghargaan diri, possible
selves, penerimaan diri, dan kendali-diri.
Penghargaan diri
Penghargaan diri meningkat di usia duapuluhan, mendatar di usia tigapuluhan dan
empatpuluhan, meningkat di usia limapuluhan dan enampuluhan, dan kemudian menurun secara
drastis di usia tujuhpuluhan dan delapanpuluhan. Di hampir seluruh masa dewasa, penghargaan
diri laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan penghargaan diri perempuan. Meskipun demikian
di usia tujuhpuluhan dan delapanpuluhan, penghargaan diri laki-laki dan perempuan cenderung
sama. Penghargaan diri pada orang lanjut usia dapat mengalami penurunan karena adanya
kemunduran kesehatan fisik dan sikap negatif dari masyarakat terhadap orang lanjut usia.
Meskipun demikian faktor-faktor ini belum pernah diselidiki dalam studi berskala besar.
Penelitian lajutan dibutuhkan untuk membutikan bahwa perubahan pengargaan diri seiring
dengan proses perkembangan.
Possible Selves
Possible selves adalah kemungkinan masa depan individu, masa depan seperti apa yang
ia inginkan, dan apa yang ia takutkan. Penerimaan terhadap diri yang ideal dengan masa depan
menurun dan penerimaan terhadap masa lalu meningkat pada orang lanjut usia. Suatu penelitia
terbaru tentang orang lanjut usia (rata-rata usia 81) mengungkap bahwa aktivitas yang terkait
harapan lebih berdampak positif dan meningkatkan probabilitas hidup lebih lama hingga lebih
dari 10 tahun.
Kendali-Diri
Meskipun orang lanjut usia menyadari bahwa kemunduran-kemunduran yang dialami
terkait dengan usia, sebagian besar dari mereka masih dapat mempertahankan kendali-dirinya
secara efektif. Survei terbaru di 21 negara maju dan berkembang mengungkap bahwa sebagian
besar orang berusia 60-an dan 70-an dapat mengendalikan hidupnya.
ORANG-ORANG LANJUT USIA DI MASYARAKAT
Stereotip Mengenai Orang Lanjut Usia partisipasi oleh orang-orang lanjut usia sering kali
tidak memperoleh ageism, yaitu prasangka terhadap orang lain sehubungan dengan orang lain
tersebut, khususnya prasangka terhadap  orang-orang dewasa yang lebih tua (Leifheit-Limson &
Levy, 2009).
Konsekuensi pribadi dari stereotip negatif mengenai proses menjadi tua dapat menjadi masalah
yang serius (Roberts, 2008). Banyak orang lanjut usia menerima jenis nasehat seperti ini
meskipun pendapat ini bermuara dari stereotip mengenai usia dibandingkan bermuara dari
catatan medis. 
Ageism sudah  meluas. Penelitian  memperlihatkan bahwa bentuk yang paling sering di jumpai
adalah tidak menghormati orang lanjut usia, diikuti dengan asumsi-asumsi mengenai kegagalan
atau kerapuhan yang disebabkan oleh usia.
Isu-isu Kebijakan dalam Masyarakat Lanjut Usia  komunitas lanjut usia dan status lanjut usia
di dalam  komunitas ini memunculkan  isu-isu kebijakan  mengenai keberadaan orang-orang
lanjut usia. Diantaranya adalah status ekonomi, dukungan bagi keluarga-keluarga yang merawat
orang lanjut usia, dan ketidakadilan generasional, masing-masing akan kita bahas secara
bergiliran.
Status ekonomi sebuah  isu penting yang melibatkan ekonomi dan  proses menjadi tua. Yang
biasanya lebih sering menjadi konsumen di bandingkan produsen. Tidak semua orang yang
berusia 65 tahun atau lebih tidak bekerja, dan tidak semua orang berusia 18 hingga 64 tahun
menjadi pekerja. Lebih banyak individu pada kelompok usia 55 hingga 64 tahun berada dalam
angkatan kerja, yaitu 3 dan 5 laki-laki. Jadi, tidak benar penggambaran bahwa orang-orang lanjut
usia adalah konsumen dan mereka yang lebih muda adalah produsen.
Perawatan kesehatan  Masyarakat yang menua juga membawa beragam masalah menyangkut
perawatan kesehatan. Orang-orang lanjut usia juga lebih banyak penyakit dibandingkan mereka
yang lebih muda. Satu hal yang mendapat perhatian khusus adalah banyak  masalah  kesehatan
orang  lanjut usia yang lebih bersifat kronis dibandingkan akut, sementara sistem pengobatan
yang diberikan masih bersifat jangka panjang.
Eldercare
Eldercare : perawatan kepada orang yang lanjut usia, secara emosional dan secara fisik
atau dengan membantu perawatan yang di berikan sehari-hari secara fisik. Dengan perawatnya
sebagian besar adalah perempuan, yang banyak ber usia 60 tahun dan kebanyakan juga sudah
sakit sakitan. Mereka mungkin mengalami stress terutama saat harus bertanggung jawab untuk
merawat sanak keluarganya yang berusia akhir.
Generational intequety kebijakan lainnya tentang penuaan adalah ketidakadilan.
Generational inequity yaitu suatu pandangan bahwa masyarakat yang menua tersebut Berlaku
tidak adil terhadap orang yang lebih muda dengan memperoleh alokasi yang lebih besar.
Penghasilan orang lanjut usia yang miskin juga memperoleh perhatian khusus. Penelitian
menemukan bahwa kemiskinan di masa dewasa akhir terkait dengan masalah kesehatan fisik dan
mental di usia tua.
Data sensus terakhir menyatakan bahwa meskipun sejak 1960-an jumlah keseluruhan dari
orang-orang lanjut usia yang miskin telah berkurang tapi pada tahun 2008. 9,7% orang lanjut
usia masih hidup dalam kemiskinan hampir dua kali lipat wanita AS usia 65 tahun ke atas hidup
dalam kemiskinan dibanding pria hanya 6,7%. Tingkat kemiskinan di antara etnis minoritas 2/3
lebih tinggi dari orang kulit putih non-latin gender atau entitas 40% Wanita Afrika atau Amerika
dan 50%, wanita latin yang tinggal sendiri hidup miskin. Juga orang tua sekali adalah sub
kelompok usia yang cenderung hidup dalam kemiskinan. 
Pengaturan tempat tinggal satu stereotip dari orang-orang lanjut usia adalah bahwa
mereka seringkali tinggal didalam institusi-institusi rumah sakit, rumah sakit jiwa, panti jompo,
dan sebagainya. Namun hampir 95% dari orang-orang lanjut usia tinggal di dalam masyarakat,
Hampir dua pertiga dari orang-orang lanjut usia tinggal bersama anggota keluarganya misalnya
bersama pasangan, anak, saudara kandungnya. Sementara hampir 1 per 3 nya tinggal sendiri,
semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mereka hidup sendiri. Setengah dari wanita
berusia 75 tahun ke atas hidup sendiri mayoritas orang lanjut usia yang hidup sendiri sudah
bercerai. 
Teknologi internet sangat berperan penting dalam akses tersebut, mengungkap bahwa
orang lanjut usia sangat mudah dilatih mempelajari teknologi teknologi baru. Seberapa baiklah
orang-orang lanjut usia dalam mengikuti perubahan di bidang teknologi dan orang-orang lanjut
usia cenderung lebih sedikit memiliki komputer di rumahnya dan cenderung kurang
menggunakan internet dibandingkan anak muda. Namun orang-orang lanjut usia adalah segmen
penggunaan internet yang tingkat pertumbuhan paling cepat dan paling banyak digunakan jaman
dulu.
KERAGAMAN GAYA HIDUP
Gaya hidup yang berlangsung pada orang-orang lanjut usia mengalami perubahan. Dulu,
usia lanjut cenderung diwarnai oleh pernikahan pada laki-laki dan hidup menjanda pada
perempuan. Dengan perubahan demografis yang diwarnai oleh putusnya pernikahan karena
perceraian, kini sepertiga orang-orang dewasa kemungkinan menikah, bercerai, dan menikah
kembali dalam hidupnya. 
Orang Lanjut Usia yang Menikah Gambaran pernikahan dalam kehidupan orang lanjut usia
umumnya positif (Peek, 2009). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kepuasan pernikahan
lebih tinggi pada orang lanjut usia daripada orang paruh-baya (Henry & kawan-kawan, 2007).
Dalam penelitian ini orang lanjut usia menganggap pasangannya lebih ramah daripada orang
paruh-baya.

Pensiun mengubah gaya hidup sebuah pasangan dan menuntut adaptasi (Higo &
Williamson, 2009; Price & Nesteruk, 2010). Perubahan terbesar terjadi di dalam keluarga
tradisional, dimana sebelumnya suami terbiasa bekerja dan istri melakukan pekerjaan dalam
rumah tangga. Suami mungkin menjadi tidak tahu dengan apa yang harus dilakukan dengan
waktunya, dan istri menjadi tidak nyaman ketika suaminya berada di rumah sepanjang hari.
Dalam keluarga tradisional, pasangan perlu berubah menuju peranperan yang lebih ekspresif.
Suami harus menyesuaikan diri dari kedudukannya sebagai pemberi nafkah di luar rumah
menjadi penolong di dalam rumah; istri harus berubah dari kedudukannyasebagi ibu rumah
tangga yang bekerja sendirian, menjadi seorang rekan yang membagikan dan mendelegasikan
tugas-tugasnya. Kebahagiaan pernikahan di usia lanjut juga dipengaruhi oleh kemampuan setiap
partner untuk mengatasi konflik-konflik pribadi, termasuk proses menjadi tua, sakit, dan bahkan
kematian.

Individu yang menikah atau memiliki pasangan di masa dewasa akhir biasanya lebih
bahagia dan hidup lebih lama dibandingkan mereka yang hidup sendiri(Manzoli & kawan-
kawan, 2007).

Orang Lanjut Usia yang Bercerai dan Menikah Kembali Banyak dari orang-orang yang
bercerai atau berpisah sebelum mereka memasuki masa dewasa akhir. Mayoritas orang lanjut
usia yang bercerai adalah wanita, karena usia wanita lebih panjang dan pria cenderung untuk
menikah kembali (Peek, 2009). Perceraian lebih sedikit terjadi di masa lanjut usia daripada masa
dewasa sebelumnya, yang sepertinya mencerminkan efek kohort daripada efek usia karena
perceraian lebih jarang ketika efek kohort pada orang lanjut usia tersebut berusia lebih muda
(Peek, 2009). 

Perceraian yang terjadi di antara orang-orang lanjut usia memberikan dampak social,
finansial, dan fisik terhadap mereka (Mitchell, 2007). Perceraian dapat memperlemah ikatan
kekeluargaan apabila hal ini terjadi di usia lanjut, khususnya pada laki-laki (Cooney, 1994).
Dibandingkan wanita yang menikah, wanita lanjut usia yang bercerai cenderung kurang memiliki
sumber finansial yang memadai; di samping itu, seperti pada orang-orang yang lebih muda,
perceraian berkaitan dengan masalah kesehatan yang lebih banyak pada orang-orang lanjut usia
(Lillard, & Waite, 1995).

Meningkatnya jumlah perceraian, usia panjang, dan kesehatan yang lebih baik,
menyebabkan meningkatnya pernikahan kembali pada orang-orang lanjut usia (Ganong &
Coleman, 2006). Meskipun demikian, mayoritas anak-anak dewasa mendukung keputusan orang
tuanya yang telah lanjut usia untuk menbikah kembali. Para peneliti telah menemukan bahwa
para orang tua nagkat kurang memberikan dukungan kepada anak-anak angkat yang dewasa,
dibandingkan orang tua di pernikahan pertama (White, 1994).
Kohabitasi pada orang lanjut usia jumlah orang lanjut usia yang melakukan kohabitasi
semakin besar (Mutchler,2009). Pada tahun 1960, jumlah orang lanjut usia yang melakukan
kohabitasi hanya sedikit (Chevan,1996). Kini jumlah mereka hampir mencapai 3 persen dari
jumlah seluruh orang lanjut usia (Badan sensus As,2004). Para ahli memperkirakan bahwa
jumlah ini akan semakin bertambah apabila generasi baby boomers mulai mencapai usia 65
tahun di tahun 2010, dimana mereka memiliki nilai-nilai yang lebih tidak tradisional terhadap
cinta,seks dan relasi. Dalam banyak kasus, kohabitasi lebih bersifat kebersamaan dibandingkan
cinta.
Romantika dan seks pada orang lanjut usia sejumlah orang lanjut usia melakukan kencan
Meningkatnya kesehatan dan harapan hidup pada orang-orang lanjut usia menjadikan orang-
orang lanjut usia yang aktif bertambah banyak. Disamping itu, meningkatnya angka perceraian
juga menambah daftra orang lanjut usia yang menjalani relasi romantik. Ekspresi seksualitas
orang lanjut usia berbeda dari orang muda.khususnya apabila hubungan seksual tidak lagi
menjadi hal yang mudah dilakukan. Orang lanjut usia secara khusua menikmati sentuhan dan
belaian sebagai bagian dari relasi seksual merek. Apabila sehat mereka masih melakukan
altivitas seksual (Waite,Das & Lauman,2009;Waite & kawan-kawan,2009). Sebagai contoh
penelitian terbaru As menemukan bahwa di antara orang berusia 75 hingga 85 tahun, 40 persen
wanita dan 78 persen pria memiliki pasangan seks tetap (Waite & kawan-kawan,2009).
ORANG TUA LANJUT USIA DAN ANAK-ANAK MEREKA YANG TELAH DEWASA

Relasi orang tua-anak di akhir masa hidup berbeda dari awal masa hidup (Fingerman,
Whiteman, & Dotterer, 2009; Fingerman, Miller, & Saidel, 2009; Merrill, 2009). Para peneliti
menemukan bahwa orang lanjut usia yang memiliki anak, cenderung menjalin lebih banyak
kontak dengan sanak-saudara dibandingkan dengan orang lanjut usia yang tidak memiliki anak
(Johnson & Troll, 1992). Gender memainkan peran penting dalam hubungan antara orang tua
lanjut usia dan anak yang telah dewasa. Anak perempuan yang telah dewasa cenderung lebih
dekat dan terlibat dalam kehidupan orang tua lanjut usia dibandangkan anak laki-laki yang telah
dewasa. Anak perempuan juga lebih memberikan bantuan tiga kali lebih banyak dalam hal
aktivitas sehari-hari. Bahkan orang-orang lanjut usia yang relatif tidak terlalu sakit, juga
membutuhkan bantuan untuk berbelanja, menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, transportasi,
pemeliharaan rumah, dan pembayaran tagihan.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa ketika orang tua memiliki masalah kesehatan,
relasi di antara orang tua dan anak-anaknya mengalami perubahan yang positif (Fingerman &
kawan-kawan, 2007). Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini terhadap 1.599 relasi anak-anak
dewasa dengan orang tua lanjut usia, menemukan bahwa ambivalensi cenderung muncul dalam
relasi dengan mertua/menantu, kesehatan buruk, dan sebelumnya mereka memiliki relasi yang
buruk.
KAKEK-NENEK BUYUT 

Saat ini jumlah kakek-nenek buyut lebih banyak karena usia harapan hidup meningkat.
Memasuki abad – 20, keluarga dengan tiga generasi merupakan hal yang banyak dijumpai.
Namun kini keluarga dengan empat generasi juga banyak dijumpai. Salah satu kontribusi kakek-
nenek buyut adalah melestrikan sejarah keluarga, yang dilakukan dengan cara menyampaikannya
pada anak-anak, para cucu, dan cicit, mengenai asal mereka, apa yang telah dicapai, apa yang
mereka pertahankan, dan gagaimana perubahan kehidupan mereka dari tahun ke tahun (Harris,
2002).

Orang – orang muda lebih banyak berinteraksi dan berpartisipasi dalam aktivitas dengan
kakek-nenek, dibandingkan dengan kakek-nenek buyut. Mereka juga memandang peran dan
pengaruh yang dimainkan kakek-nenek lebih besar, dibandingkan kakek-nenek buyut.

Lilian Troll (2000) menemukan bahwa orang-orang lanjut usia yang memiliki kedekatan
dengan relasi keluarga cenderung kurang tertekan dibandingkan mereka yang tidak dekat dengan
keluarganya. Aspek - aspek lain dari relasi sosial yang berlangsung di masa dewasa akhir:
persahabatan, dukungan sosial, dan integrasi sosial.

PERSAHABATAN 

Di masa dewasa awal, jaringan persahabatan meluas sejalan dengan koneksi sosial baru
yang dibuat diluar lingkungan rumah. Di masa dewasa akhir, persahabatan baru tidak terlalu di
paksakan, meskipun beberapa orang dewasa mencari persahabatan baru, terutama setelah
kematian pasangannya (Zettel-Watson & Rook, 2009).

Ingatlah penelitian terbaru di awal bab ini yang menyebutkan bahwa dibandingkan orang
dewasa muda, orang lanjut usia mengalami emosi positif yang kurang intensif terhadap teman
baru, namun sebaliknya terhadap teman – teman lama (Charles & Pizza, 2007) (see Figure
19,6). 

Dalam sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini terhadap 128 orang lanjut usia yang
menikah, wanita cenderung lebih despresi dibandingkan laki-laki apabila mereka tidak memiliki
sahabat dan para wanita yang memiliki sahabat tingkat depresinya lebih rendah (Antonucci,
Lansford, & Akiyama, 2001). Demikian pula, wanita yang tidak memiliki sahabat cenderung
kurang puas dengan hidupnya dibandingkatkan wanita yang memiliki sahabat. Dua studi yang
dilakukan baru-baru ini mendokumentasikan penting persahabatan di antara orang-orang lanjut
usia : 
 Bahkan meskipun penelitian mengontrol kesehatan, usia, penghasilan, dan faktor-faktor
lainnya, orang lanjut usia yang kontrol sosialnya terutama terbatas pada anggota-anggota
keluarga, cenderung untuk memperlihatkan simtom depresi. Kawan-kawan agaknya
memberikan keakraban emosional dan kebersamaan dan juga membantu mencapai
integrasi di dalam komunikasi (Antonucci, Akiyama, & Sherman, 2007). 
 Sebuah studi longitudinal yang dilakukan baru-baru ini terhadap orang-orang berusia 75
tahun keatas mengungkapkan bahwa individu-individu yang memiliki ikatan dengan
kawan-kawan lebih kecil kemungkinanya untuk meninggal dalam jangkah waktu tujuh
tahun (Rasulo, Christensen, & tomassini, 2005).
 Penelitian yang baru mengungkapkan bahwa orang lanjut usia yang tidak menikah namun
terikat dengan jaringan pertemanan secara lisik dan psikologis lebih baik dan orang lanjut
usia yang tidak menikah namun hanya memiliki sedikit teman  (Fiori, Smith, &
Antonucci, 2007).

DUKUNGAN SOSIAL DAN INTEGRASI SOSIAL


Dukungan dan integrasi sosial berperan penting terhadap kesehatan fisik dan mental yang
lanjut usia. Dukungan soaial dalam mode konvoi relasi sosal, individu-individumelalui
kehidupan dalamsebuah jaringan sosial.dimana mereka dapat memberi dan menerima dukungan
sosial (Antonucci,Birdit, 2009). Bagi orang yang lanjut usia Dukungan sosial dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada orang yang lanjut usia. Dukungan sosial untuk
usia lanjut dapat dilakukangan oleh orang dewasa yang berbeda. Orang lanjut usia yang menikah
venderung tidak memerlukan dukungan sosial formal seperti perawatan rumah, panti jumpo dan
perawatan rumah daripada usia lanjut yang tidak menikah keluargapun berperan
pentingdukungan sosial berbeda terhadap orang yang lanjut usia. Dukungan sosial bebeda di
berbagai daerah dan budaya, contoh di AS orang yang bertanggung jawab penuh kepada orang
yang lanjut usia adalah anak perempuan sedangkan di jepang menantu perempuan.
Integrasi Sosial juga berperan penting pada orang yang lajut usia. Peneliti telah
menemukan bahwa orang lanjut usia cenderung tidak merasa kesepian dari orang deasa seperti
yng bayangkan, berdasarkan kondisi mereka. Peneliti baru-baru ini mengekplorasi kualitas
pernikahan pada orang lanjut usia dan kaitannya terhadap kesepian.terdapat dua jenis  kesepian
yang di pelajar. Emosional (pernyataan afektif terhadap rasa terisolasi) dan sosial (faktor
integrasi dalam jaringan sosial) yang dapat menyebabkan konektivitas dengan orang lain. Sekitar
20 hingga 25 persen orang lanjut usia yang menikah kesepian emosial atau sosial yang menderat
atau kuat. Kesepian emosional dan sosial yang kuat pada orang usia lanjut yang pasangannya
memiliki masalah kesehatan dan tidak memperoleh dukungan emosional dari pasangannya yang
jarang berkomunikasi dan yang menyatakan hubungan seknya tidak menyenangakan.
ALTRUISME DAN KERJA SUKARELA
Terdapat sebuah persepsi umum bahwa orang-orang lanjut usia sebaiknya dibantu dan
bukan membantu orang lain. Namun, penelitian longitudinal selama 12 tahun mengungkapkan
bahwa orang lanjut usia yang selalu merasa tidak berguna untuk orang lain berisiko lebih tinggi
terhadap kematian dini (Gruenewald & kawan-kawan, 2009). Lebih lanjut, baru-baru ini para
peneliti menemukan bahwa orang-orang lanjut usia akan memperoleh keuntungan apabila
mereka terlibat dalam perilaku altruistic dan sukarela. Sebagai contoh, penelitian terbaru
menemukan bahwa menjadi sukarelawan terkait dengan berkurangnya keringkihan pada orang
lanjut usia (Juang & kawan-kawan, 2010). Menjadi sukarelawan memuncak di masa dewasa
pertengahan dan sedikit menurun di masa dewasa akhir (Corporation for National and
Community Service, 2006). Namun  demikian, orang lanjut usia lebih besar kecenderungannya
untuk menjadi sukarelawan lebih dari 100 jam per tahun dibandingkan kelomok usia lain (Burr,
2009). Hampir 50 persen pekerjaan sukarela yang dilakukan oleh orang lanjut usia berkaitan
dengan organisasi keagamaan (Burr, 2009).
Suatu penelitian dilakukan terhadap 423 pasangan lanjut usia selama lima tahun (Brown
& kawan-kawan, 2003), Pada permulaan penelitian, pasangan-pasangan itu ditanyakan tentang
sejauh mana mereka telah memberi atau menerima bantuan emosional atau praktis di tahun-
tahun terakhir. Lima tahun sesudahnya, mereka yang mengatakan telah membantu orang lain
hanya setengahnya yang meninggal dunia. Satu kemungkinan alasannya adalah bahwa
membantu orang lain dapat mengurahi hormon stress, sehingga menghasilkan jantung yang sehat
dan system imunitas yang lebih baik.
Sebuah studi yang melibatkan 2.000 orang lanjut usia di Jepang mengungkapkan bahwa
mereka yang lebih banyak memberikan bantuan kepada orang lain, memiliki kesehatan fisik
yang lebih baik di bandingkan mereka yang kurang memberikan bantuan (Krause & kawan-
kawan, 1999). Dampak positif dari kerja sukarela ini di sebabkan oleh adanya aktivitas-aktivitas
yang konstruktif dan peran-peran yang produktif, integrasi social, dan meningkatkan makna
hidup (Tan &kawan-kawan, 2007).

ETNISITAS

Pada kasus Harry,seorang Afrika-Amerika yang berumur 72 tahun yang tinggal di bekas
hotel yang tak terpelihara di Los Angeles. Menderita radang sendi dan harus menggunakan alat
bantu untuk berjalan. Sudah tidak dapat bekerja bertahun-tahun dan bantuan dari pemerintah
yang tidak cukup untuk kebutuhannya. Berdasarkan hasil perbandingan terhadap orang Afrika-
Amerika,Latin dan kulit putih. Mengindikasikan terdapat masalah ganda yang dialami oleh orang
lanjut usia dari etnis minoritas yakni menghadapi masalah yang berkaitan dengan ageism dan
rasisme. Baik kekayaan dan kesehatan orang lanjut usia dari etnis minoritas menurun lebih cepat
dibandingkan dengan orang lanjut usia kulit putih non latin. Etnis minoritas lebih sering sakit
dan jarang mendapat kan perawatan. Memiliki riwayat pendidikan yang rendah,pengangguran
dan pemukiman kumuh. Meskipun orang lanjut pada etnis minoritas menghadapi tekanan dan
diskriminasi. Kebanyakan dari etnis minoritas sudah memiliki memiliki mekanisme penyelasaian
masalah agar mereka dapat bertahan di lingkungan yang didominasi kulit putih non latin.
Perluasaan jaringan keluarga melalui gereja orang Afrika-Amerika dan latin yang menyediakan
kegiatan sosial yang bermakna,serta pada permukiman-permukiman orang minoritas memiliki
rasa memiliki terhadap orang lanjut usia. Mempertimbangkan variasai individual dalam
kehidupan minoritas lanjut usia adalah hal yang penting.
GENDER
Beberapa ahli perkembangan percaya bahwa terjadi penurunan ferminitas pada
perempuan dan penurunan maskulinitas pada laki-laki saat mereka memasuki masa dewasa akhir
( Gutmann, 1975 ). Bukti menyatakan bahwa laki-laki lanjut usia menjadi lebih feminin- berjiwa
pengasuh, sensitif, dan sejenisnya – meskipun nampaknya perempuan tidak perlu menjadi lebih
maskulin – asertif, dominan, dan sejenisnya ( Tuner, 1982 ) 
Risiko ganda juga dapat dialami oleh banyak perempuan – yaitu beban yang berkaitan
dengan ageism dan seksisme ( Calisanti, 2009 ), Kita tidak hanya perlu memberi perhatian pada
risiko ganda karena ageism dan seksisme, namun kita juga perlu memberi perhatian khusus pada
perempuan lanjut usia yang berasal dari kelompok etnik minoritas ( Leifheit-Limson & Levy,
2009 ).  Wanita-wanita lanjut usia di kelompok etnik minoritas menghadapi stres dalam
kehidupannya. Untuk menghadapi stres ini mereka telah menunjukkan kemampuan adaptasi,
resiliensi, tanggung jawab, dan ketrampilan coping yang menakjukan. 

BUDAYA 
Faktor-faktor apakah yang berkaitan dengan orang-orang lanjut usia akan memperoleh suatu
status yang tinggi di dalam sebuah budaya ? Terdapat tujuh faktor yang paling dapat
memprediksikan status yang tinggi untuk orang-orang lanjut usia di sebuah budaya ( Sangree,
1989), yaitu 

 Orang lanjut usia memiliki pengetahuan yang berharga 


 Orang lanjut usia mengendalikan sumber daya keluarga/komunitas yang penting
 Orang lanjut usia diizinkan untuk terlibat di dalam fungsi-fungsi  yang berguna dan
bernilai, selama mungkin 
 Terdapat kontinuitas peran sepanjang masa-hidup 
 Perubahan peran yang terkait dengan usia melibatkan tanggung  jawab, otoritas, dan
kapasitas sebagai penasehat, yang lebih besar.
 Keluarga besar merupakan suatu bentuk pengaturan keluarga yang banyak dijumpai di
suatu budaya, dan oranbg lanjut usia diintegrasikan ke dalam keluarga besar. 
 Secara umum, penghormatan kepada orang lanjut usia lebih banyak dijumpai di budaya
kolektif ( seperti Cina dan Jepang) dibandingkan di budaya individualis (seperti Amerika
Serikat)

Proses masa tua yang berhasil juga melibatkan penghayatan bahwa seseorang mampu
mengendalikan lingkungannya ( Bandura, 2010; HSBC Insurance, 2007 ). Dalam beberapa tahun
terakhir, istilah self-efficacy sering kali digunakan untuk mendeskripsikan penghaytan akan
adanya kendali terhadap lingkungan dan kemampuan menghasilkan sesuatu yang positif
(Bandura, 2009, 2010a)
BAB 20: KEMATIAN, MENJELANG AJAL, DAN BERDUKA
SISTEM KEMATIAN DAN VARIASI BUDAYANYA
Robert Kastenbaum (2009) menekankan bahwa sejumlah komponen menentukan sistem
kematian di budaya tertentu. Komponen-komponen itu adalah:
 Orang. Karena kematian tidak dapat dihindari, setiap orang terlibat dengan kematian pada
suatu titik, entah kematiannya sendiri atau orang lain.
 Tempat atau konteks. Hal ini mencakup rumah sakit, tempat pemakaman, rumah duka,
medan perang, dan monument peringatan.
 Waktu. Kematian melibatkan waktu atau kejadian.
 Objek. Banyak objek di suatu budaya terkait dengan kematian, termasuk peti mati,
berbagai benda berwarna hitam seperti pakaian, pita lengan, dan mobil jenazah.
 Simbol. Simbol seperti tengkorak dan tulang, dan juga ritual di berbagai upacara
keagamaan.
Di sebagian besar masyarakat, kematian tidak dipandang sebagai akhir keberadaan, meskipun
tubuh telah tiada, namun jiwa diyakini masih terus hidup. Perspektif religius ini juga didukung
oleh sebagian besar orang Amerika (Gowan, 2003). Variasi kultural dalam perilaku terhadap
kematian mencakup keyakinan adanya reinkarnasi, yang menjadi aspek penting agama Hindu
dan Buddha (Dillon, 2003).
Dengan berbagai cara, orang-orang di AS adalah penghindar kematian dan penolak kematian
(Norouzieh, 2005). Penolakan ini bisa beragam bentuknya, termasuk kecendrungan mengabaikan
kematian dan memberikan layanan seperti orang yang masih hidup pada orang yang telah
meninggal, serta pencarian terus-menerus akan sumber air awet muda.
PERUBAHAN KONDISI HISTORIS
Satu perubahan historis melibatkan kelompok usia di mana kematian paling banyak
terjadi. Dua ratus tahun yang lalu  hamper satu dari dua anak meninggal sebelum mencapai usia
10 tahun, dan salah satu orang tua meninggal sebelum anak dewasa. Saat ini, kematian yang
terjadi biasanya pada orang yang lanjut usia (carr,2009). Usia harapan hidup telah meningkat
dari 47 tahun bagi orang yang lahir tahun 1900, ke 78 tahun bagi orang yang lahir saat ini ( biro
sensus AS, 2009). pada tahun 1900 sebagian besar orang meninggal dirumah, dirawat
keluarganya. Dengan menuanya populasi kita, dan kemudahan berpindah tempat, semakin
banyak orang lanjut usia yang meninggal terpisah dari keluarganya (carr, 2009). Di amerika
serikat saat ini, lebih dari 80% kematian trjadi di institusi atau rumah sakit. Perawatan oeng
lanjut usia sudah dialihkan dari keluarga hal ini membuat kita tidak terlali dihadapkan pada
suasana kematian dan lingkungan yang menyadihkan.
ISU-ISU DALAM MENENTUKAN KEMATIAN 
Dua puluh lima tahun yang lalu, dalam menentukan apakah seseorang dinyatakan
meninggal jauh lebih sederhana dibandingkan dengan saat ini. Berakhirnya fungsi biologis
tertentu seperti pernafasan, dan tekanan darah serta kakunya tubuh (rigor mortis) dianggap
sebagai tanda- tanda yng jelas untuk menyimpulkan bahwa seseorang telah meninggal. Beberapa
decade yang lalu, menjadikan definisi kematian  menjadi lebih kompleks (zamperetti & bellomo,
2009)
Mati otak ( brain death) adalah suatu definisi neurologis menyangkut kematian yang
menyatakan bahwa seseorang memperlihatkan kematian otak jika semua aktivitas elektris diotak
telah menghilang selama jangka waktu tertentu. Rekaman EEG (Elektroensefalogram) yang
datar adalahsuatu criteria yang mengindikasikan kematian otak. Fungsi bagian-bagian tinggi otak
sering mati dibandingkan bagian-bagian otak yang rendah. Karen fungsi otak yang rendah
mengawasi kerja detak jantung dan pernapasan. Seseorang yang bagian tinggi otak mati, bisa
saja pernafasan dan detak jantung masih dapat bekerja. Definisi mati otak secara umum telah
dianut oleh banyak ahli medis mencakup kematian pada fungsi kortikal tinggi dan fungsi syaraf
batang otak rendah (Truog, 2008).
Beberapa pakar medis menyatakan bahwa criteria untuk menyatakan bahwa orang sudah
mati seharusnya hanynya meliputi fungsi kortikal yang lebih tinggi. Meurut definisi kematian
kortikal. Seorang seorang dokter dapat menyatakan seseorang telah meninggal apabila fungsi
kortikal sudah tidak berfungsi meskipun batang otak yang meninggal tersebut masih berfungsi.
Para pendukung kebijakan kematian kortikal menyatakan bahwa fungsi- fungsi yang
diasosiasikan dengan sifat dasar manusia. Seperti intelegensi dan kepribadian, terletak dibagian
kortikal yang lebih tinggi di otak. Mereka berpendapat bahwa apabila fungsi-fungsi ini telah
hilang maka sifat dasar manusia sudah tidak ada lagi.
KEPUTUSAN MENGENAI HIDUP, KEMATIAN DAN PERAWATAN KESEHATAN
Kematian Alamniah dan Advanced Directives  Organisasi “Choice in Dying”
menciptakan dokumen mengenai kehendak hidup. Dokumen ini berisi tentang keinginan orang
yang bersangkutan mengenai prosedur medis yang mungkin ingin digunakan untuk
mempertahankan hidup ketika situasi kesehatannya memburuk dan tidak memiiki harapan.
(Katsetos & Mirarchi,2010). Hukum di 50 negara bagian di AS saat ini telah menerima advance
directive. Penelitian mengenai perencanaan mengakhiri hidup mengungkapkan bahwa hanya 15
persen pasien berusia 18tahun keatas memiliki kehendak hidup (Clements, 2009). Hampir 90
persen pasien mengatakan pentingnya mengedukasi keinginan perawatan kesehatan kepada
keluarganya, namun hanya 60 persen yang melakukannya.
Euthanasia (“kematian yang mudah”)  Adalah sebuah tindakan mengakhiri hidup
tanpa rasa sakit dari kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan atau cacat yang parah.
 Euthanasia pasif  Menghentikan penanganan-penanganan yang dulunya diberikan,
seperti alat untuk mempertahankan hidup, sehingga seseorang dimungkinkan untuk
meninggal
 Euthanasia aktif  Kematian yang disebabkan oleh kesengajaan dengan menginjeksi obat
yang mematikan.
Argument yang pernah menyamakan praktik euthanasia dengan pembunuhan jarang
terdengar saat ini. Euthanasia aktif termasuk tindakan criminal disebagian besar Negara dan
disemua Negara bagian AS, kecuali Oregon dan Washington.
Dibutuhkan: Perawatan bagi Orang yang Menjelang Ajal
Perawat kesehatan semakin tertarik untuk memberikan pengalaman "meninggal dengan indah"
kepada pasien (Bradley & Brasel, 2009; Car, 2009; Goodie & McGlory,2010; Ott, 2010).
Meninggal dengan indah itu mencakup kenyamanan fisik, dukungan dari orang yang dicintai,
penerimaan, dan perawatan kesehatan yang memadai. Bagi beberapa individu, meninggal dengan
indah adalah menerima datangnya kematian dan tidak menjadi beban bagi orang lain (Carr,
2009).
Terdapat beberapa ukuran keberhasilan dalam menghindari rasa sakit di akhir hidup. Anda dapat
mengikuti saran-saran berikut (Cowley & Hager, 1995):
 Buatlah surat wasiat, dan yakinkan seseorang akan menyampaikan-nya pada dokter
Anda.
  Berikan kuasa pada seseorang, dan pastikan orang tersebut tahu apa yang Anda inginkan
dari perawatan kesehatan.
 Berikan instruksi spesifik pada dokter Anda - seperti "Jangan resusi-tasi" atau "Lakukan
apa pun yang memungkinkan" - untuk kondisi spesifik.
 Jika Anda ingin meninggal di rumah, bicarakan pada keluarga dan dokter Anda.  
 Periksa apakah asuransi Anda mengganti biaya perawatan rumah sakit dan hospice.
Hospice adalah sebuah program yang memiliki komitmen untuk mengusahakan berakhirnya
hidup tanpa rasa sakit, cemas, dan depresi (Berry, 2010; Dunn, 2009). Apabila rumahsakit
bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memperpanjang hidup, perawatan hospice lebih
menekankan pada perawatan untuk meredakan (palliative care), yaitu usaha mengurangi rasa
sakit dan penderitaan, serta membantu individu meninggal secara bermartabat (Bruera & kawan-
kawan, 2010;Chan & Webster, 2010; Zaider & Kissane, 2009).
Gerakan hospice telah berkembang dengan pesat di Amerika Serikat. Lebih dari 1.500 komunitas
dilibatkan secara nasional dalam program-program hospice.
PENYEBAB KEMATIAN
Kematian dapat terjadi kapan saja di sepanjang kehidupan manusia.Kematian dapat
terjadi selama perkembangan prakelahiran melalui keguguran atau lahir dalam keadaan tidak
bernyawa.Kematian juga dapat terjadi selama proses kelahiran atau dalam beberapa hari pertama
setelah kelahiran.dimana hal itu biasanya terjadi karena cacat lahir atau karena bayi tersebut
tidak berkembang secara memadai untuk melangsungkan kehidupannya di luar rahim. Sudden
infant death syndrome (SIDS) bayi yang mengalami SIDS ini berhenti bernafas secara tiba-tiba
biasanya terjadi dimalam hati, dan meninggal tanpa penyebab yang jelas.saat ini SIDS adalah
penyebab terbesar kematian bayi yang terjadi di Amerika Serikat dimana resiko tertinggi terjadi
ketika bayi berusia antara 2 minggu hingga 4 Minggu.Dimasa kanak-kanak kematian lebih
banyak disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit.contoh kematian yang dimasa kanak-kanak
yang disebabkan oleh kecelakaan adalah tertabrak mobil, tenggelam, keracunan, terbakar, atau
jatuh dari ketinggian.penyakit utama yang kerap mengakibatkan kematian pada anak-anak adalah
penyakit jantung,kanker,dan cacat lahir.dibandingkan dengan masa kanak-kanak kematian yang
terjadi di masa remaja cenderung disebabkan oleh kecelakaan ketika mengendarai kendaraan
bermotor, bunuh diri,atau dibunuh.banyak kecelakaan bermotor yang mengakibatkan kematian di
kalangan remaja berkaitan dengan konsumsi alkohol.Kematian yang terjadi diantara orang-
orang lanjut usia lebih banyak disebabkan oleh penyakit kronis seperti penyakit jantung dan
kanker, sementara kematian yang terjadi diantara orang-orang muda lebih banyak disebabkan
oleh kecelakaan.penyakit yang diderita oleh orang-orang lanjut usia sering sekali menjadikan
mereka tidak mampu sebelum akhirnya terbunuh.dimana hal ini merupakan serangkaian proses
yang secara perlahan-lahan menggiring pada kematian.tentu saja, banyak orang-orang muda dan
setengah baya yang meninggal karena sakit, seperti penyakit jantung, kanker,dan penyakit
lainnya
SIKAP KEMATIAN DI BEBERAPA FASE PERKEMBANGAN MASA HIDUP
Masa kanak-kanak
Anak-anak kecil tidak mempersepsikan waktu seperti yang dipersepsikan oleh orang
dewasa. Bahkan, perpisahan yang berlangsung secara singkat dapat dialami sebagai pengalaman
kehilangan yang bersifat total.
Anak-anak yang berusia 3 hingga 5 tahun hanya memiliki sedikit ide atau tidak sama
sekali mengenai pengertian kematian. Mereka dapat mencampur adukan kematian dengan tidur
atau bertanya keheranan “mengapa dia tidak bergerak?”. Anak-anak usia prasekolah jarang
merasa gelisah ketika melihat kematian seekor hewan atau diberitahu bahwa seseorang
meninggal.
Kadangkala di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, mereka mengembangkan
persepsi yang lebih realistis mengenai kematian. Sebagian besar psikolog menganggap bahwa
kejujuran merupakan suatu strategi terbaik yang dapat ditempuh untuk mendiskusikan kematian
dengan anak-anak. Namun sebagian besar diantara kita berkembang di suatu masyarakat yang
jarang mendiskusikan kematian.
Untuk memberikan respon terbaik ketika menghadapi pertanyaan anak mengenai
kematian, kita perlu mempertimbangkan tingkat kematangan anak. Sebagai contoh, anak
prasekolah lebih cocok memperoleh penjelasan yang tidak terlalu mendetail diabndingkan anak-
anak yang lebih besar. Anak prasekolah cukup diberikan penjelasan secara fisik dan biologis
megenai kematian. Pada dasarnya mereka perlu diyakinkan kembali bahwa mereka dicintai dan
tidak akan ditinggalkan.
Remaja
       Pada remaja, kemungkinan meninggal seperti halnya kemungkinan meninggap pada usia
tua, dianggap sebagai gagasan yang sangat jauh dan juga kematian dapat dihindari, diabaikan,
atau dijadikan sebagai bahan olok-olokan. Perspektif ini merupakan pemikiran kesadaran-diri
yang tipikal dari seorang remaja. Meskipun demikian, beberala remaja memperlihatkan
keperdulian terhadap kematian, berusaha untuk memahami maknanya, dan dalam menghadapi
kemungkinan kematiannya sendiri.
       Kematian teman, saudara kandung, orang tua, kakek nenek dapat mengakibatkan menjadi
satu tema yang penting dalam kehidupan remaja. Kematian teman sebaya yang diakibatkan oleh
'bunuh diri' dapat menjadi suatu hal yang sulit diatasi oleh remaja yang merasa bersalah karena
telah gagal mencegah tindakan bunuh diri tersebut. 
       Remaja mengembangkan konsep yang lebih abstrak mengenai kematian pada anak-anak.
Sebagai contoh, remaja mendeskripsikan kematian dalam pengertian kegelapan, sinar, transisi
atau ketiadaan. Mereka juga mengembangkan pandangan religious dan filosofi mengenai
hakekat kematian dan apakah terdapat kehidupan setelah kematian.
Masa Dewasa
Para peneliti telah menemukan bahwa orang - orang paruh baya memiliki kekuatan yang
lebih besar terhadap kematian di bandingkan orang - orang dewasa yang lebih muda atau lebih
tua (kalish dan reynolds 1976). Demikian orang - orang tua berpikir dan berbicara lebih banyak
mengenai kematian dengan rekan - rekannya. Mereka juga memiliki pengalaman yang lebih
langsung mengenai kematian ketika mengetahui kawan - kawan dan sanak - saudaranyabmenjadi
sakit dan meninggal (hayslip dan hansson 2003). Orang dewasa yang lebih tua didorong untuk
lebih sering mengkaji makna dari kehidupan dan kematian dibandingkan orang - orang yang
lebih muda.
Dibandingkan orang - orang dewasa menengah, orang - orang dewasa muda yang
mendekati ajal sering kali lebih merasa hidupnya "dicuri" di bandingkan orang lanjut usia dengan
situasi demikian (kalish 1987). Orang - orang dewasa muda lebih sering merasa bahwa mereka
belum memperoleh kesempatan untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan dalam
hidupnya. Orang dewasa muda merasa bahwa mereka kehilangan apa yang sebenarnya ingin
mereka raih, sementara orang dewasa tua merasa bahwa mereka kehilangan apa yang telah
mereka miliki.
Di usia tua, kematian diri sendiri dapat di terima secara lebih baik, karena meningkatnya
pemikiran dan percakapan mengenai kematian, dan meningkatnya penghayatan mengenai
integritas yang di peroleh melalui suatu tinjauan hidup
Menghadapi Kematian Diri Sendiri
Menjelaskan aspek aspek psikologis yang terlibat dalam menghadapi kematian seseorang
dan konteks di mana seseorang meninggal
√ tahap - tahap menjelang kematian menurut kubler - ross
√ pemahaman terhadap kendali dan penolakan
√ beberapa konteks di mana orang meninggal
TAHAP TAHAP MENJELANG KEMATIAN MENURUT KUBLER-ROS
Elizabeth Kubler-Ros ( 1969) membagi perilaku dan pikiran orang yang mendekati ajal
ke dalam lima  tahap , yaitu : penolakan dan isolasi , kemarahan , tawar menawar , despresi dan
penerimaan .
Penolakan dan asosiasi (denial and disolation), merupakan hasil pertama yang diusulkan
Kubler-Ross dimana orang menolak bahwa kematian benar-benar ada. Namun, penolakan
biasanya pertahanan diri yang bersifat sementara dan kemudian akan digantikan dengan rasa
penerimaan yang meningkat saat seseorang dihadapkan pada beberapa hal.
Kemarahan (anger), merupakan fase kedua dimana orang yang menjelang kematian
menyadari bahwa penolakan tidak dapat lagi dipertahankan. Penolakan sering memunculkan rasa
benci, marah, dan iri.
Tawar-menawar (bargaining), merupakan fase ketiga menjelang kematian dimana
seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu dapat ditunda atau diundur.
Depresi (depression), merupakan fase keempat menjelang kematian dimana orang yang
sekarat akhirnya menerima kematian. Pada titik ini, suatu periode depresi atau persiapan berduka
mungkin muncul.
Penerimaan (acceptance), merupakan fase kelima menjelang kematian, dimana seseorang
mengembangkan rasa damai; menerima takdir; dan, dalam beberapa hal, ingin ditinggal sendiri.
Kübler-Ross tidak mendirikan gerakan pelayanan hospis, tetapi para pendiri gerakan itu
memujinya sebagai orang yang memberikan dorongan untuk itu. Kübler-Ross memperoleh
gelarnya dalam psikiatri di Universitas Colorado pada 1963 dan juga mendapatkan 23 gelar
doktor kehormatan. Belakangan, Kubler-Ross tertarik akan pengalaman di luar tubuh dan upaya-
upaya berhubungan dengan orang mati lewat medium. Hal ini menimbulkan skandal yang
berkaitan dengan seorang medium, serta serangan terhadap pusat-pusat penyembuhannya.
Meskipun demikian usaha yang dirintis oleh beliau ini perlu diperhatikan oleh mereka
yang sedang berusaha mengatasi penyakit yang mengancam hidupnya. Ia banyak mendorong kita
untuk memperhatikan kualotas hidup orang orang yang mendekati ajal .Karena tahap tahap
beliau dikritik, beberapa psikolog memilih tidak menganggap uraian dari Kubker-Ross itu
sebagai tahapan, tapi sebagai potensi reaksi pada orang orang yang mendekati ajal. Emosi orang
orang yang mendekati ajal akan naik turun. Harapan, ketidakpercayaan, kemarahan dapat
dirasakan secara silih berganti bersamaan dengan ketika individu berusaha sedang apa yang
sedang terjadi pada mereka.
PEMAHAMAN TERHADAP KENDALI DAN PENOLAKAN
Ketika Individu dibiarkan untuk memiliki keyakinan bahwa mereka dapat memengaruhi
dan mengendalikan peristiwa -seperti memperpanjang masa hidupnya mereka dapat menjadi
lebih waspada dan bergembira.  Bagi sejumlah individu,penulakan juga dapat menjadi suatu cara
yang baik,cara ini dapar bersikap adaptif ataupun maladaptif. Penolakan dapat digunakan untuk
menghindari negatif yang disebabkan oleh perasaan terkejut. Penolakan ini mencegah individu
agar mengatasinya tidak dengan perasaan marah dan terluka, neskipun demikian. Apabila
penolakan mencegah kita untuk menjalankan fungsi-fungsi yang dapat memprihatinkan hidup,
maka penolakan itu bersifat maladaptif. Penolakan dapat berupa baik ataupun buruk; kualitas
adaptifnya perlu di evaluasi secara individual. 
BEBERAPA KONTEKS DIMANA ORANG MENINGGAL
Bagi individu yang mendekati ajal, konteks dimana mereka meninggal merupakan hal
yang penting. Lebih dari 50% orang Amerika meninggal dirumah sakit sekitar 20%,meninggal
dirumah perawatan. Rumah sakit menawarkan sejumlah keuntungan bagi individu yang
mendekati ajal sebagai contoh,para staf profesional sudah dan dengan teknologi medis yang
dapat memperpanjang hidup. Namun rumah sakit bukan lah tempat terbaik bagi banyak orang
untuk meninggal (Pantilat & issac 2008). Sebagian besar individu mengatakan bahwa mereka
lebih memilih meninggal dirumah ( jacksoon & kawan-kawan,2010; kalish dan reynold 1976).
Meskipun demikian, banyak diantara mereka yang akan menjadi beban bagi keluarga. Individu-
individu yang menghadapi kematian juga mengkhawatirkan kemampuan dan ketersediaan
penaganan medis yang siap sedia dalam kondisi darurat apabila mereka tinggal dirumah. Dalam
hidup,kita Dapat mengalami peritiwa kehilangan dalam berbagai bentuk perceraian,kematian
hewan piaraan,kehilangan pekerjaan-pengalaman kehilangan yang paling berat adalah kematian
seseorang yang kita cintai dan pedulikan – orang tua,pasangan,sanak saudara saudara kandung
atau kawan.
BERKOMUNIKASI DENGAN ORANG YANG MENJELANG AJALNYA (HAL 254) 
Sebagian besar psikolog berpendapat bahwa menjelang kematiannya, individu yang
bersangkutan maupun orang-orang terdekat sebaiknya mengetahuinya agar dapat saling
berinteraksi dan berkomunikasi berdasarkan pengetahuan itu (Banja, 2005). Apa keuntungan
yang diperoleh dari kesadaran  yang terbuka ini bagi individu menjelang kematiannya? Pertama,
individu dapat menyesuaikan hidupnya dengan cara meninggal sesuai keinginannya. Kedua,
mereka dapat meyelesaikan beberapa rencana dan proyek, dapat melakukan pengaturan bagi
orang-orang yang masih hidup, dan dapat berpartisipasi  dalam membuat keputusan mengenai
pemakamannya. Ketiga, individu berkesempatan meninjau kembali hidupnya, bercakap-cakap
dengan orang-orang yang penting dalam hidupnya, dan mengakhiri kehidupannya selama ini.
Dan keempat, individu itu menjadi lebih memahami apa yang terjadi dengan tubuhnya dan apa
yang dilakukan oleh para staf medis terhadap tubuhnya (Kalish, 1981). 
Beberapa ahli berpendapat bahwa percakapan sebaiknya tidak difokuskan pada patologi
mental atau persiapan kematian namun pada kekuatan individu dan persiapan untuk menghadapi
sisa hidupnya. Karena individu sudah tidak dimungkinkan lagi meraih prestasi yang bersifat
eksternal, komunikasi sebaiknya difokuskan pada pertumbuhan pribadi yang bersifat internal. 
Berikut ini adalah  strategi-strategi efektif yang dapat digunakan untuk berkomunikasi
dengan orang menjelang ajalnya: 
1. Nyatakan kehadiran anda, tempatkan diri anda sejajar dengannya 
2. Kurangi distraksi 
3. Individu yang menjelang ajalnya adalah orang yang sangat rapuh dan tidak memiliki
banyak tenaga 
4. Jangan menuntut mereka untuk menerima kematiannya seandainya mereka menyangkal
realitas dari situasi yang dihadapi 
5. Biarkan mereka mengekspresikan rasa bersalah atau amarahnya
6. Jangan takut untuk menanyakan apa harapan terhadap sakit yang dideritanya 
7. Bertanyalah apakah mereka ingin bertemu dengan seseorang yang dapat Anda hubungi  
DUKACITA
Dimesi-dimensi Dukacita Dukacita (grief) adalah ketumpulan emosi, ketidakyakinan,
kecemasan kearena keterpisahan (separation anxiety), keputusasaan, kesedihan, dan kesepian,
yang menyertai kehilangan seseorang yang kita cintai. Ini bukanlah kondisi emosional yang
sedrhana, melaikan suatu kodisi kompleks yang melibatkan proses dengan berbagai dimensi.
Dalam pandanga ini, meratapi orang yang meninggal adalah dimensi yang penting. Perasaan
merana/kerinduan mencerminkan harapan/kebutuhan yang muncul secara berulang untuk
bertemu kembali dengan orang yang sudah tidak ada. Dimensi lain dari dukacita adalah
kecemasan keterpisahan (separation anexiety), yang tidak hanya melibatkan perasaan merana 
dan preokupasi dengan pikiran-pikiran menganai orang yang telah meninggal. Namun juga
berfokus pada tempat dan hal-hal yang terkait dengan orang yang telah meninggal tersebut, dan
juga tangisan/keluhan. Dukacita juga dapat melibatkan perasaan putus asadan sedih, yang
mencakup ketidakberdayaan dan kalah, simtom-simtom depresif, apatis, kehilangan makna
terhadap aktivitas-aktiitas yang biasa melibatkan orang yang kin sudah tiada, serta timbulnya
perasaan sunyi. 
Persaan ini muncul secara berulang tidak lama setelah kehilangan. Seiring berjalannya
waktu, perasaan merana dan protes terhadap rasa kehilangan itu mulai berkurang , meskipun
episode depresi dan apatis dapat dapat menetap/bahkan meningkat. Kecemasan karena
keterpisahan dan kehilangan dapat terus berlangsung hingga akhir kehidupan, namun sebagian
besar di antara kita dapat bangkit kembali dari dukacita dan, mengalihkan perhatian kita ke
tugas-tugas yang produktif dan memperoleh pandangan yang lebih positif mengenai hidup. 
Proses dukacita itu naik turun layaknya roller-coaster, dan bukan seperti tahapan yang
teratur dan jelas. Naik-turunnya dukacita seringkali melibatkan perubahan emosi yang
berlangsung cepat, menghadapi tantangan untuk mempelajari keterampilan baru, mendeteksi
kelemahan dan keterbatasan pribadi, menciptakan menciptakan pola-pola perilaku yang baru,
dan membentuk persahabatan dan relasi-relasi yang baru. 
Bagi sebagian individu, seiring dengan berjalannya waktu, dukacita menjadi lebih dapat
dikelola dan semakin sedikit menimbulkan gejolak. Meskipun demikian, banyak pasangan yang
melaporkan bahwa meskipun waktu dapat menyembuhkan, mereka tidak pernah sepenuhnya
dapat megatasi kehilangan tersebut. Yang dapat dilakukan hanyalah mencob untuk menerima
keadaan itu.
Dukacita yang parah kaena kehilangan seseorang yang dicintai dapat menimbulkan
sejumlah faktor kognitif. Semakin besar keyakinan negatif dan kecenderungan menyalahkan diri
sendiri semakin parah simtom dukacita, traumatis, depresi, dan kecemasan mereka.
Dekacita panjang kadangkala ditutupi dan menjadi predisposisi bagi individu untuk
mengalami dapresi dan bahkan bunuh diri. Meskipun demikian, komunikasi keluargayang baik
dapat membantu mengurangi insiden depresi dan bunuh diri. Sekitar 80%-90% orang-orang yang
selamat mengalami reaksi dukacita yang normal/lebih mudah, seperti kesedihan dan bahkan
kesangsian/terluka. Enam bulan setelah kehilangan, mereka menerima itu sebagai suatu
kenyataan, lebih optimis terhadap masa depan, dan berfungsi secara kompeten dalam kehidupan
sehari-hari. Meskipun demikian enam bulan setelah pengalaman kehilangan hampir sekitar 10%-
20% orang-orang yang selamat mengalami kesulitan untuk melangsungkan kehidupannya, mati
rasa/memisahkan diri , berpendapat bahwa kehidupan mereka kosong tanpa kehadiran orang
yang dikasihi, dan merasa bahwa masa depan tidak memiliki makna.
Jenis dukacita lain adalah dukacita disenfranchised, yang mendeskripsikan dukacita
seseorang terhadap orang yang meningggal, yang secara sosial merupakan kehilangan yang tidak
dapat diungkapkan/didukung secra terbuka. contoh: mencakup relasi yang tidak diakui secara
sosial seperti mantan pasangan, kehilangan yang ditutupi seperti aborsi , dan kondisi kematian
yang distigmakan seperti kematian akibat AIDS. Dukacita jenis ini dapat memperkuat
kedudukan seseorang karena tidak dapat diungkapkan secara terbuka. Hal ini dapat
ditutupi/disimpan bertahun-tahun, namun dapat terungkap kembali oleh peristiwa kematian
lainnya.
Model Dwi Proses dalam Mengatasi Pengalaman Kehilangan, Model dwi proses
(dual-process model) merupakan model usaha coping masalah kematian yang terdiri dari dua
dimensi utama, yaitu (1) stresor yang berorientasi pada kehilangan, dan (2) stresor yang
berorientasi pada pemulihan (Stroebe, Schut dan Boerner, 2010; Stroebe, Schut dan Stroebe,
2005). Stresor yang berorientaasi pada kehilangn berfokus pada individu yang telah meninggal
dan mncakup mengenang kembali secara positif atau negatif. Mengenang secara positif misalnya
menerima kematian ini sebagai akhir dari penderitaan sedangkan mengenang secara negatif
misalnya meratapi dan mengingat-ingat kematiannya. Stresor yang berorientasi pemulihan
adalah stresor tingkat dua yang timbul sebagai hasil tidak langsung dari berkabung. 
Menurut model dwi proses, penanganan yang efektif terhadap pengalaman kehilangan
sering kali melibatkan osilasi antara coping terhadap pengalamann kehilangan dengan coping
yang bersifat pemulihan (Bennett, 2009; Wijngaards-de Meiji & kawan-kawan , 2008). Model
yang lebih awal sering kali menekankan pada rangkaian mengatasi masalah, melalui strategi
mengatasi duka cita sebagai tahap awal, diikuti dengan upaya pemulihan. Menurut model ini,
orang yang berusaha coping dengan kematian dapat berlangsung kelompok tetrapi untuk
mengatsi rasa kehilangaannya. Osilasi dapat beerlangsung dalam jangka pendek dalam hari
tertentu maaupun selama beberapaa minggu, bulan dan tahun. Meskipun upaya coping terhadap
kehilangan dan melakukan pemulihan dapat berlangsung bersama-sama, biasanya yahap awal
diawali dengan upaya coping terhadap kehilangan,kemudian diikuti dengan upaya pemulihan
(Millberg & kawan & kawan, 2008)
Coping dan jenis kematian
Pengaruh kematian terhadap individu-individu yang selamat sangat dipengaruhi oleh
situasi di mana kematian itu terjadi. Kematian yang terjadi secara mendadak, sebelum waktunya,
disebabkan oleh kekerasan, atau traumatik, cenderung memberikan dampak yang lebih intens
dan lama terhadap individu yang ditinggalkan. Proses coping juga terasa lebih sulit bagi mereka.
Variasi Budaya dalam Dukacita yang Sehat
Beberapa pendekatan terhadap dukacita menekankan pentingnya memutuskan ikatan
dengan orang yang telah meninggal dan kembali ke hidup mandiri. Orang yang tetap
mengandalkan orang yang sudah meninggal dianggap membutuhkan terapi. Meskipun demikian,
analisis yang dilakukan baru ini meragukan mengenai apakah saran ini selalu menjadi saran
terapeutik terbaik (Reisman, 2001). Analisis yang dilakukan terhadap budaya non-Barat
menunjukkan adanya variasi melanjutkan ikatan dengan orang meninggal. Ritual agama di
Jepang cenderung menerima dan melestarikan pembinaan ikatan dengan orang yang meninggal.
Di Hopi – Arizona, orang cenderung secepat mungkin melupakan orang yang sudah meninggal
dan melanjutkan kehidupan seperti biasa.
Orang-orang memiliki cara berdukacita yang berbeda (Carr, 2009). Pola dukacita yang
berbeda adalah praktek yang terkait dengan budaya, tidak ada cara berdukacita yang benar atau
salah. Terdapat berbagai cara untuk mengenang orang meninggal dan serangkaian tahap yang
harus dilalui oleh orang yang berdukacita agar dapat menyesuaikan kembali secara baik. Yang
perlu dipahami adalah bahwa usaha mengatasi pengalaman kematian dari orang yang kita cintai
melibatkan pertumbuhan, fleksibilitas dan kepatutan dalam konteks budaya.
MEMAHAMI DUNIA INI
Tidak hanya individu yang menjelang ajalnya yang mencari arti kehidupan, namun juga
individu yang sedang berduka (Carr & Park, 2009). Salah satu keuntungan yang diperoleh dari
berduka cita adalah bahwa dukacita merangsang banyak para individu mencoba untuk
memahami dunianya (Kalish, 1981). 
Dalam sebuah studi baru-baru ini, para wanita yang telah menjanda di usia paruh baya,
ditantang oleh suatu krisis yang mendorong mereka untuk mengkaji arah hidupnya agar
bermakna (Danforth & Glass, 2001). Penelitian terbaru juga mengungkap bahwa menemukan
makna dari kematian pasangan terkait dengan rendahnya tingkat rasa marah selama masa
berduka.
Ketika seseorang meninggal karena bencana atau kecelakaan, dibutuhkan usaha lebih
keras agar dapat memahaminya. Orang yang berdukacita ingin meletakkan peristiwa kematian
tersebut ke dalam sebuah perspektif yang dapat dipahami – interversin ketuhanan, kutukan dari
suku tetangga, atau apa saja. Sebuah studi mengungkapkan bahwa usaha memahami peristiwa
yang terjadi merupakan sebuah faktor penting untuk mengatasi dukacita yang disebabkan oleh
kematian yang tidak wajar akibat kecelakaan, dibunuh, atau bunuh diri (Currier, Holland &
Neimeyer, 2006).
KEHILANGAN PASANGAN HIDUP
Pada tahun 2008 di Amerika Serikat, ada penelitian yang mengungkapkan bahwa 14
persen pria dan 42 persen wanita umur 65 tahun ke atas hidup sendiri. Setelah pasangannya
meninggal, individu yang masih hidup seringkali mengalami dukacita yang mendalam seperti
faktor kesulitan keuangan, kesepian, meningkatnya penyakit fisik, ganguan psikologis. Penelitian
longitudinal selama 6 tahun terhadap individu terutama pria berusia 80 tahun keatas  menemukan
bahwa hilangnya pasangan tingkat kepuasaan yang lebih rendah selama berapa waktu. Namun
penelitian lain mengungkapkan setengah dari pasangan yang dapat bertahan mengalami stres
tingkat rendah dari 3 tahun menjelang kematian hingga 18 bulan setelah kematian. Jumlah janda
lebih banyak dari pada duda karena wanita hidup lebih lama daripada pria, karena wanita
cenderung menikah dengan yang lebih tua dan karena para duda cenderung menikah kembali.
Banyak janda merasa kesepian semakin miskin dan rendah pendidikan, duka cita dapat
meningkatkan resiko masalah kesehatan termasuk kematian. Umumnya wanita penyesuaian lebih
baik daripada pria dalam masyarakat, karena wanita bertanggung jawab atas kehidupan emosi
pasangannya dan pria cenderung mengelola keuangan dan materi. Para wanita juga memiliki
jaringan kawan lebih baik, memiliki relasi dengan kerabat, dan secara psikologis berpengalaman
dalam merawat dirinya sendiri. Sebuah studi yang dilakukan baru-baru ini menemukan faktor
psikologis dan religius seperti makna pribadi, optimisme,  pentingnya agama, dan pencarian
dukungan religius berkaitan dengan dengan kesejahteraan psikologis dari orang-orang yang
lanjut usia setelah mereka kehilangan pasangannya. Pekerjaan sukarela membantu melindungi
dari simtom depresi dan bertambahnya waktu untuk pekerjaan sukarela meningkatkan self-
elficacy mereka
BENTUK-BENTUK PERKABUNGAN
Salah satu keputusan yang dihadapi ketika menghadapi peristiwa kematian adalah apa
yang harus dilakukan terhadap tubuh orang yang meninggal. Kremasi lebih populer di daerah
pasifik daripada amerika serikat, dan kurang populer di daerah utara. Di banyak budaya,
pemakaman merupakan aspek penting dari perkabungan. Beberapa tahun terakhir ini, industri
pemakaman telah menjadi bahan perdebatan. Bahwa pemakaman dapat memberikan semacam
perasaan dekat dengan orang yang meninggal, khususnya apabila disertai dengan peti jenasah
yang terbuka.
Dalam  beberapa budaya, tradisi makan bersama setelah kematian dipertahankan. Di
budaya lain, ban lengan digunakan selama satu tahun stelah kematian. Setiap budaya melmiliki
cara yang berbeda dalam melakukan perkabungan. Misalnya suku amish dan yahudi tradisional.
Masyarakat amish hidup dalam suatu masyarakat yang berorentiasi pada keluarga,
dimana keluarga dan para pendukungnya sangat penting sebagai penunjang hidup. Saat ini
mereka hidup seperti nenek moyang mereka. Lebih suka menggunakan kuda dari pada mobil dan
memandang kematian dengan kepercayaan yang sama. Saat ada kematian,tetangga wajib
memberitahukan pada yang lain dan menjalankan aspek bagaimana penguburan sebagaimana
mestinya.
Dalam tradisi yahudi keluarga dan masyarakat juga memiliki peran khusus dan penting
dalam pemakaman. Pemakaman dibagi menjadi beberapa periode waktu dan praktik yang sesuai
pasangan yang ditinggalkan maupun kerabat langsungnya. Periode pertama adalah
aninut(periode kematian dan penguburan). Periode kedua adalah avelut (perlengkapan
perkabungan). Periode pertama dari ini adalah shivah,periode 7 hari dimana dimulai dengan
penguburan.lalu dilanjutkan dengan sheloshim, periode 30 hari setelah penguburan,termasuk
shivah.
Periode 7 hari shivah sangat penting dalam tradisi perkabungan yahudi. Mereka yang
berkabung, duduk bersama sebagai suatu kelompok melewati periode yang panjang. Memiliki
kesempatan untuk mengungkapkan perasaan mereka ke kelompok sebagai suatu kesatuan.
Kunjungan dari orang lain selama shivah dapat membantu mengatasi perasaan bersalah dari
orang yang sedang berkabung. Secara keseluruhan, perluasan sistem perkabungan dalam tradisi
yahudi dirancang untuk mendukung pertumbuhan personal dan mengintegrasikan kembali
individu pada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai