Anda di halaman 1dari 39

Amir Sjarifuddin dan Intel-intelnya

Intelijen pernah membuat Amir Sjarifuddin dan kawan-kawannya mengalami naas pada 1943,
waktu gerakan bawah tanahnya terbongkar. Intel Jepang, yang mempekerjakan kembali bekas
intel Belanda yang dulu mengintai kaum pergerakan, tentu punya potensi besar membongkar
gerakan bawah tanah Amir Sjarifuddin itu.
Amir tertangkap di bulan Januari 1943 (tanggal 30) ia tertangkap, di tengah gelombang-
gelombang penangkapan yang berpusat di Surabaya. (Jacques Leclerc,1996). Amir ditangkap
bersama 300 pengikutnya. Pamoedji dan Soekajat juga tertangkap. Amir mendapat siksaan luar
biasa di dalam penjara Cipinang dan tubuhnya jadi kurus kering di sana. (Slamet
Muljana,2008:25). Ahli gambar Augustin Sibarani (2001: 86) menggambarkan penderitaan
Amir, dia “disiksa dan diinjak-injak, setelah sebelumnya perutnya diisi air hingga gembung […]
semua kukunya dicabuti.”
Setelah disekap Jepang, Amir hilang dalam kancah gerakan bawah tanah anti Jepang.
(Rudolf Mrazek,1996:406). Amir yang lain, Amir Hamzah Siregar, pun ditangkap Jepang. Amir
Hamzah Siregar lebih dulu tamat riwayatnya; bukan dibunuh Jepang, melainkan karena TBC.
Setelah diadili ala militer pada 29 Februari 1944, tepat hari ini 76 tahun lalu, Amir dan
para pimpinan Geraf lainnya dijatuhi hukuman mati. Mereka yang dihukum mati selain Amir
adalah Pamoedji, Soekajat, Abdurrakhim, dan Abdul Aziz. Anggota-anggota lain dihukum
penjara beberapa tahun. Ada di antaranya yang dipenjara hingga delapan tahun. Beruntunglah
Amir karena Hatta dan Sukarno masih peduli pada nyawanya. Dua orang yang dicap
kolaborator Jepang itu pun melobi militer Jepang agar hukuman mati tak diadakan. Alhasil,
hukuman Amir diringankan menjadi hukuman seumur hidup.
Militer Jepang seolah tidak berani melukai perasaan elit intelektual di Jawa yang sedikit
jumlahnya dengan menghukum salah satu diantaranya. (Merle Calvin Ricklefs,2008: 429). Atas
pertimbangan itulah permohonan Sukarno dan Hatta dikabulkan.

***

Sebelum balatentara Jepang mendarat di Indonesia. Direktur Jenderal Pendidikan Hindia


Belanda P.J.A. Idenburg menawari Amir Sjarifuddin untuk memimpin gerakan bawah tanah
anti-Jepang setelah Jepang mendarat. (Ben Anderson,2018:40). Amir menyanggupi dan
mengontak orang-orang bawah tanah.
Awal 1942, ketika Hatta masih ditahan di sekitar sekolah polisi Sukabumi bersama
Sjahrir, Amir—dengan ditemani Mr. Soejitno Mangoenkoesoemo, adik Tjipto
Mangoenkosoeomo—pernah datang berkunjung. Kala itu Hatta dan Sjahrir baru dipindah dari
Bandanaira. Kala itu juga Amir menyebarkan desas-desus bahwa pemerintah kolonial sedang
mempertimbangkan Hatta dan Sjahrir untuk diangkut ke Australia. (Rudolf Mrazek,1996:370)
Desas-desus Hatta dan Sjahrir dibawa ke Australia tidak terjadi.
Sebelum kabur ke Australia pada 1942, Gubernur Jawa Timur Charles Olke van der Plas
memberikan uang sebesar 25 ribu gulden kepada Amir Sjarifoeddin. Uang itu bukan dari kocek
pribadi Tuan Gubernur. Tidak ada yang gratis dari van der Plas untuk Amir. Duit sebesar itu
harus digunakan untuk melawan tentara pendudukan Jepang jika sudah masuk ke Hindia
Belanda.
Amir mencari kontak Pamoedji, orang PKI illegal, melalui Atmadji. Amir mengenal
Atmadji di Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) Surabaya. Gerakan yang dilakukan Amir itu
terkait dengan Gerakan Rakjat Antifasis (Geraf) yang terbentuk pada Mei 1940. Setelah Jepang
datang, Geraf bersidang di Sukabumi, di rumah Dr. Tjipto Mangoenkoeosomo. Sidang
membentuk pengurus Geraf yang terdiri dari Amir, Pamoedji, Soekajat, Armoenanto, dan
Widarta. (Harry Poeze, 2008: 151). Golongan komunis ini tentu sudah diintai sejak zaman
Hindia Belanda. Dengan memanfaatkan intel Belanda yang kerap dikenal sebagai PID, tidak
sulit bagi militer fasis Jepang untuk menyikat kaum komunis-komunis itu.

***
Amir kemudian dibebaskan setelah militer Jepang kalah. Amir yang berada di dalam tahanan
Jepang tak menyaksikan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada bulan-bulan sebelum dirinya
dibebaskan. Keluar dari Lowokwaru, Malang, Amir pergi ke Jakarta naik kereta.
Salah satu orang yang menjemput Amir adalah Mr. Ali Sastroamidjojo. “Waktu ia (Amir)
turun dari kereta api kelihatan masih kurus badannya. Bekas-bekas siksaan Kempeitai masih
nampak pula […] dan pergelangan kedua belah tangannya masih ada bekas ikatan tali yang
dibuat menggantung badannya, ketika ia disiksa polisi Jepang,” aku Ali Sastroamidjojo. (Ali
Sastroamidjojo,1974: 180)

Slamet Muljana (2008) Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid 2
(2008: 25)
Rudolf Mrazek (1996) Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia (1996: 406),
Augustin Sibarani (2001) Karikatur dan Politik: 86)
Ben Anderson (2018) Revolusi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-
1946, Jakarta, Margin Kiri.
Harry Poeze (2008) Tan Malaka, Gerakan kiri, dan revolusi Indonesia: Agustus 1945-Maret 1946
Merle Calvin Ricklefs (2008) Sejarah Indonesia Modern 1200–2008,
Ali Sastroamidjojo (1974) Tonggak-tonggak di Perjalananku

republik Indonesia yang baru berdiri 1945 itu, tentu jadi intaian intelejen Belanda, Netherlands
East Indies Forces Intelligence Service (NEFIS). NEFIS sudah bekerja sebelum 1945 demi
mengumpulkan segala informasi tentang Hindia Belanda yang diduduki Jepang. Semasa perang,
NEFIS mewakili semangat orang Belanda dalam Perang Dunia II di Pasifik, yang diragukan
sincerity in the fight (kerelaan untuk berperang). NEFIS begitu menyecewakan pihak sekutu
sebelum Kolonel Simon Hendrik Spoor memimpin.1 Apa yang didapat NEFIS sejatinya tak lebih
dari bahan menguasai kembali bekas tanah koloni Kerajaan Belanda. NEFIS berada dibawah
komando Kolonel Simon Hendrik Spoor, sebelum akhirnya perwira KNIL yang berpengalaman
dinas di Hindia Belanda ini dijadikan Panglima Tertinggi Tentara Belanda di Indonesia.
Setelah 1945, NEFIS mempekerjakan juga mantan perwira KNIL yang kenal wilayah
Indonesia. Satu diantaranya Herman Agerbeek2. Dia diberi pangkat Overste (setara letnan
kolonel) dan beroperasi di sekitar Jakarta. laki-laki Indo ini “terkenal dengan operasi-operasi
intelejen yang sangat efisien.”3 Selain Agerbeek, seorang bekas Mayor KNIL berkebangsaan
1
Jaap de Moor, Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda Terakhir di Indonesia,
Jakarta, Kompas, 2015, hal. 155-157
2
Herman Agerbeek (kelahiran Jakarta 3 Oktober 1889) ini pernah jadi perwira Marsose di Aceh. Menurut
buku Atjeh (1983:327) yang disusun HC Zentgraaff, Agerbeek adalah yang memperkenalkan mobil di
Gayo. Di zaman Jepang, laki-laki yang rumahnya di Bidara Cina ini pernah jadi tawanan. Setelah Jepang
kalah dia bebas. Namanya oleh kepolisian Indonesia, dikaitkan dengan Gerakan Westerling. (Arsip
Kabinet Perdana Menteri RI Yogyakarta nomor 129 (Seri Laporan Djawatan Kepolisian Negara kpada
Pemangku jabatan Presiden RI, perdana Menteri RI, Jaksa Agung, Yogyakarta 21 Februari 1950. No Polisi:
278/AR/PAM/DKN/50. Perihal Aksi Westerling. Seri Laporan Jawatan Kepolisian Negara Bagian PAM
Yogyakarta beserta lampiran. (Desember 1949, Januari, Maret 1950)
3
Robert Cribb, Gejolak Revolusi Di Indonesia 1945-1949: Pergulatan Antara Otonomi Dan Hegemoni,
Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1990, hal. :84.
Indonesia bahkan bekerja layaknya analis intelejen kepada militer Belanda. Bekas mayor ini
diberi pangkat Letnan Kolonel dan pernah melapori bahaya kelompok Islam yang pernah diberi
latihan militer oleh Jepang. Laporannya itu lalu masuk ke dalam arsip NEFIS. 4 Tentu saja masih
ada banyak nama orang Indonesia lagi yang sulit kita ketahui ketrlibatannya di NEFIS. 5
Bekerjanya orang-orang yang loyal kepada Belanda, belakangan tentu membuat intel
Republik dalam menghadapi Belanda. NEFIS tentu punya sumber daya lebih dibanding intel
Republik yang sumber dayanya sangat terbatas. Setelah NEFIS bekerja, Badan intelejen
Republik mulai merangkak tak lama setelah kemerdekaan Republik Indonesia.

Mulanya (Ada) Badan Istimewa


Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Zulkifli Lubis berada di Jakarta. Di mana dia
bertemu kawan lamanya di PETA, Kemal Idris dan Daan Mogot. Berjumpa pula dia dengan
bekas guru militer Jepangnya, Kapten Yanagawa, yang terus memelihara hubungan dengan
Indonesia hingga tua.
“Di situlah saya mempersiapkan untuk membentuk suatu Intelijen Awal (bagi Republik
Indonesia). Saya anggap, setiap gerakan apa pun, intelijen itu penting, harus ada. Istilahnya
waktu itu, mudah sekali, kita sebut Badan Istimewa,” ingat Lubis. Lubis mengaku kala itu
dirinya sempat bingung, hendak ditaruh dimanakah badan ini. Dia pun temui Ketua BKR,
seorang bekas Daidancho (Komandan Batalyon PETA) bernama Kafrawi. Juga wakil ketuanya,
Arifin—yang bekas Syodancho (komandan peleton PETA). Kala itu BKR bagian dari Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang diketuai bekas Daidancho PETA Jakarta, Mr Kasman
Singodimedja, dan wakilnya Mr Johannes Latuharhary. 6
Setelah Badan Istimewa terbentuk, Lubis merekrut banyak mantan tentara sukarela
didikan Jepang. Ditambah bekas mata-mata Jepang yang ada di Jakarta. Dia kemudiam berhasil
kumpulkan 40 orang, yang dipanggil lewat BKR.
“Saya didik sekitar seminggu untuk aplikasi intelijen, terutama untuk informasi,
sabotase, dan psywar. Bukan aplikasi teori,” aku Lubis. Tempat latihannya di kawasan Pasar
Ikan, dengan meminjam dari kolega Lubis (Untoro Kusmarjo dan Suryadi). Di tempat itu pula
Lubis mengarahkan peserta latihan untuk memimpin jaringan intelejen di daerah asal mereka.
Soal di mana markasnya, Lubis mengaku: “Markasnya waktu itu masih di gedung juang Jalan
Pejambon. Di samping itu, juga ada di Lapangan Banteng, tempat bekas Mahkamah Agung,
bersama-sama BKR Pusat.”
Pelatihan yang diadakan Republik di zaman perang, biasanya pelatihan yang dilakukan
dalam kondisi penuh kekurangan. Kondisi revolusi yang butuh cepat tentu membuat masa
latihan tidak bisa berlama-lama.
Menurut Irawan Soekarno7, personil badan intel ini dilatih hanya seminggu, dengan
materi terkait Combat Intelligence—yang meliputi informasi, sabotase dan perang urat syaraf.
Intel tempur tentu sangat dibutuhkan Republik. Irawan Soekarno mencatat: “Mereka pun
mendapat sebutan Penjelidik Militer Choesoes (disingkat PMC)”.8
4
Arsip Nederlands Force Intelligence (NEFIS) no 18: Verslag CCC IAMA-CAB Afdeling Intellegence en
Loyaliteit sonderoek: berisi peringa- tan kepada Ch. O. van der Plas mengenai propaganda Islam oleh
Jepang yang dibuat oleh Letnan Kolonel Soeriasentoso 20 Maret 1946.
5
Kasman Singodimedjo, seperti diaku Jenderal Somitro dan dicatat Heru Cahyono, dalam Pangkopkamtib
Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari’ 74 (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan (1998:279), menyebut Ali
Moertopo adalah agen NEFIS yang tertangkap Hizbullah di Tegal. Dia sempat hendak dibunuh, tapi komandan
lokal setempat kemudian menjadikannya agen ganda. Cerita ini sulit dibuktikan. Ali Moertopo sendiri tergolong
sosok yang misterius lagi cerdas.
6
Komandan Intelejen Pertama Indonesia (Tempo, 29 Juli 1989:55) dalam rubrik Memoar: Zulkifli Lubis,
hasil wawancara Muchsin Lubis (Tempo) dengan Zulkifli Lubis.
7
Irawan Ketjeng Soekarno adalah lulusan P3AD dan Sekolah Kader Infanteri seperti Benny Moerdani. Dia
pernah menjadi perwira dalam Operasi Khusus (Opsus). Era 1980an, dia pernah menjadi Deputi Kepala di
Badan Koordinasi Intelejen (BAKIN).
8
Irawan Soekarno, Aku “Tiada” Aku Niscaya: Menyingkap Lapis Kabut Intelijen, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, 2011, hal. 3.
Pasukan yang dilatih Lubis itu kemudian disebar ke pulau Jawa. Mereka dapat perintah
“mencari dukungan bagi Republik dan melaporkan gerak-gerik musuh.” 9 Republik Indonesia
yang baru berdiri, dan pastinya belum mapan, tentu butuh banyak dukungan dari daerah.
Ketika Badan Istimewa terbentuk, Indonesia belum punya tentara nasional yang tunduk
kepada pemerintah. Tak heran jika bekas Mayor KNIL Oerip Soemohardjo bilang “aneh negara
zonder (tanpa) tentara.” Organisasi dan markas dari Tentara Kemanan Rakyat (TKR) baru
terbentuk oleh Oerip dan junior-juniornya, pada 5 Oktober 1945 di Yogyakarta.
Dalam kondisi kacaunya Indonesia, Lubis mengangkat dirinya menjadi Kolonel di bulan-
bulan pertama kemerdekaan Indonesia itu. Kala itu kepangkatan militer Indonesia cukup
kacau. Ada fenomena seseorang mengangkat dirinya dengan pangat tertentu. Timur Pane di
Sumatra Timur yang mantan copet saja mengangkat diri menjadi Jenderal Mayor. Setelah TKR
berdiri, Lubis masih pimpin Badan Istimewa dan terus menyempurnakannya.
PMC punya reputasi sebagai “tukang sweeping” orang bahkan satuan militer Republik
lain. PMC kerap bentrok dengan banyak satuan militer. Termasuk Divisi Siliwangi, yang
dipimpin Kolonel Nasution. Ada kepala stasiun Padalarang, di wilayah Divisi Siliwangi, ditembak
PMC. “Maka terpaksa PMC ditindak. Semua badan penyelidik yang beroperasi dibawah markas
besar atau kementerian pertahanan di Yogya, berangasur-angsur kena penertiban oleh Divisi
saya,” aku mantan Panglima Siliwangi Kolonel Abdul Haris Nasution. 10
Kahar Muzakkar11 disebut-sebut sebagai salah satu mantan perwira PMC yang terkenal.
Pemuda asal Sulawesi Selatan yang dikenal temperamen ini, berjuang agar banyak pejuang atau
TNI masuk ke Sulawesi Selatan yang diduduki Tentara Belanda. Seingat Lubis, “Kahar Muzakkar
sendiri dulu datang pada saya untuk mengembangkan pasukan di daerah, di seberang. Lalu saya
tanya, orangnya dari mana. Dia bilang, diambil dari Nusakambangan. Kemudian, penjahat berat
itu, termasuk yang dari Sulawesi Selatan, orang Bugis maupun dari Timor, direkrut. Ada ratusan
orang yang dia bawa. Lalu mereka dibawa ke Pingit, di barat Yogya, untuk dilatih beberapa
bulan.”12 Selain Kahar Muzakkar, Sutopo Juwono, 13 yang belakangan jadi kepala BAKIN, juga
pernah ikut Lubis di PMC.
Lubis pindah ke Jawa Tengah setelah Tentara Inggris atas nama Sekutu masuk ke kota-
kota pelabuhan di Indonesia. Lubis pun melatih lagi agen-agen intel baru. Dia layaknya “pencari
bakat.” Seperti guru militernya dari zaman Seinen Dojo, Yanagawa.
Lubis mengumpulkan anak-anak kelas menengah yang putus sekolah karena perang. Dia
melatih mereka di sebuah Gereja Katolik, di kawasan perkebunan kopi yang lebat, Ambarawa.
Lubis mau mereka menjadi “Prajurit bayangan yang bertempur dalam perang adu pintar.

9
Ken Conboy, Intel: Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Jakarta, Pustaka Primatama, 2007, hal. 2.
10
Abdul Haris Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas: Kenangan Masa Muda, Jakarta, CV Haji Masagung,
1989, hal. 217.
11
Kahar Muzakkar (Lanipa, Luwu, 24 Maret 1921 – Sungai Lasalo, 3 Februari 1965) Jebolah Mualimin
Muhammadiyah ini adalah pedagang sebelum 1945. Dia pernah diusir dari Luwu, karena menentang
feodalisme di sana. Waktu rapat raksasa IKADA, Kahar mengawal Sukarno dengan sebilah golok. Dia
sempat aktif di Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS). Ketika pejuang di Sulawesi Selatan yang gagal
masuk TNI, Kahar sempat menyatakan mengundurkan diri dari TNI. Dia masuk hutan bersama bekas
gerilyawan itu dan memimpin mereka. Kahar akhirnya dirangkul Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII) Kartosuwiryo. Hingga kini Kahar Muzakkar masih menjadi legenda di Sulawesi Selatan (Barbara
Sillars Harvey, Pemberontakan Kahar Muzakkar: dari Tradisi ke DI/ TII, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti,
1989, hal. 367-368)
12
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989 hal. 56)
13
Raden Sutopo Juwono Prodjohandoko (Klaten 14 Mei 1927-Singapura 19 Februari 1999). Pernah
menjadi bintara lalu perwira intelejen Kementarian Pertahanan dan Tentara. Era 1950an adalah pengajar
di Seskoad. Sempat menjabat Panglima Komando Daerah Militer (KODAM) di Lumbung Mangkurat,
Kalimantan Selatan. Sejak 1967 menjadi Asisten Intelejen Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Pangkopkamtib) merangkap Asisten Intelejen Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Setelah
menjadi Kepala Badan Koordinasi Intelejen (BAKIN), menjadi Duta Besar RI untuk Belanda (Harsya
Bachtiar, Siapa Dia Perwira Tinggi TNI_AD, Jakarta, Djambatan, 1989, hal. 153-154)
Mereka dapat latihan fisik tiap hari dari mantan awak U-Boat Jerman, yang melatih mereka juga
taktik tempur kelompok kecil. Sementara itu Lubis melatih soal intelejen.
Jumlahnya, menurut Ken Conboy, “tigahpuluh enam orang ia pilih sengaja mewakili
suku-suku nusantara.” Awal Mei 1946 calon “pasukan bayangan” bikinan Lubis itu berada di
Yogyakarta, yang sudah jadi ibukota Yogyakarta sejak awal 1946. 14 Mereka dalam kondisi siap
disebar ke daerah operasi, demi Republik.
Irawan Soekarno menyebut: Lubis berpendapat intelejen itu adalah prajurit perang
fikiran. Seorang intel, atau Prajurit Perang Fikirannya, punya lima doktrin: Sebagai Prajurit
Perang Fikiran negara Republik Indonesia aku lahir; Sebagai Prajurit Perang Fikiran aku
berusaha menjamin keselamatan dan kemakmuran rakyat Indonesia; Sebagai Prajurit Perang
Fikiran aku bertempat luas dan dalam; Sebagai Prajurit Perang Fikiran aku bekerja dan
berjuang di mana saja aku berada; Sebagai Prajurit Perang Fikiran aku “hilang”. Maksud dari
hilang adalah tak tampak. Lambang dari satuan intel yang dibayangkan Lubis itu, menurut R
Sutrisno, adalah Hanoman. Sosok kera putih dalam pewayangan, “yang kepiawaiannya
mengungguli ratusan ksatria yang gagah berani sakti mandraguna. Ia memiliki kecerdasan yang
luar biasa.”15
Orang lapangan macam PMC di badan intelejen era revolusi idealnya bukan tukang
sweeping semata. Kata Irawan Soekarno, PMC diharapkan menjadi prajurit perang pikiran
harus bertempur dalam perang pintar.16
Agen-agen Intel Republik tentu saja sebisa mungkin “melakukan pencurian-pencurian
senjata di markas-markas militer Jepang, sekutu dan Belanda. Intelejen melakukan
penyelundupan senjata adari luar negeri, terutama lewat Singapura.” 17
Soal penyelundupan, Lubis mengaku, “memang, kami juga menyelundupkan senjata dari
Singapura, tapi sedikit. Itu dilakukan oleh organisasi kami di Sumatera yang ada di Kuala Enoh
atau Kuala Tungkal. Penyelundupan itu untuk membantu operasi. 18
Selain itu, tugas agak kotor yang harus dilakukan. Seperti “melakukan pembunuhan-
pembunuhan terhadap musuh rakyat yaitu Jepang, sekutu dan Belanda. Intelejen (juga)
menangkap mata-mata musuh dan melenyapkannya demi eksistensi negara Proklamasi yang
berdaulat.”19 Itu kata Irawan Soekarno. Bagi intelejen negara, melakukan apa saja demi negara
adalah halal.

Ayo Siapa BRANI?


Awal Mei 1946, ketika Lubis siap dengan bakal “pasukan bayangan” hasil didikannya, tapi
perubahan terjadi dalam dunia intelejen Indonesia. Di Yogyakarta, Presiden Sukarno tulis
sebuah keputusan. Tapi sebelumnya Panglima Besar Letnan Jenderal Soedirman juga bikin
keputusan. Sangat penting. Terkait Intelejen.
“Kami, Presiden Republik Indonesia, Setelah membaca putusan Panglima Besar Tentara
bertanggal 3 Mei 1947, berisi pembubaran Penjelidik Militer Choesoes (PMC). Setelah membaca
pula usul Panitya Besar Penjelenggara Soesoenan Tentara tentang pembentukan susunan
kementerian pertahanan yang didalamnya diadakan jawatan rahasia. Sesuadah mendengar
nasehat Menteri Pertahanan, memutuskan: Memerintahkan kepada Menteri Pertahanan

14
Ken Conboy, op. cit., hal. 3.
15
Irawan Soekarno, op. cit., hal. 5.
16
Ken Conboy, op. cit., hal. 4.
17
Irawan Soekarno, op. cit., hal. 6.
18
Komandan Intelejen Pertama (Tempo,29/07/1989:57)
19
Irawan Soekarno, loc. cit.
membentuk Badan Rahasia,” titah Sukarno dalam surat keputusan bertanggal 7 Mei 1946. 20
Tanggal ini belakangan jadi ulang tahun Badan Intelejen Negara (BIN).
Lebih lanjut, Sukarno juga bertitah dalam surat itu, menyebut kerja Badan Rahasia itu
antara lain: “mengadakan contra spionnage; mengadakan controle atas segala badan dan
perorangan pemerintahan; merancang aturan tentang perang pikiran; merancang field
preparation dan intelligence berhubungan dengan itu.”
Soal poin terakhir, keduanya diperbantukan kepada Markas Besar Umum Tentara di
Yogyakarta. Dalam sebuah surat, tanggal 13 Agustus 1946 itu, pimpinan Badan Rahasia
menyebut, “...atas perintah Paduka Yang Mulia Presiden telah dibentuk satu Badan Rahasia
dalam Negara Republik Indonesia dengan nama: BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia) yang
berdiri langsung dibawah Presiden Republik Indonesia.”
BRANI seolah menjadi payung bagi semua satuan intelejen yang tersebar di daerah-
daerah seperti Kontra Intelejen di Jawa Timur dan Field Preparation (FP) alias Persiapan
Lapangan dalam rangka menggalang dukungan kepada Republik. Anggota BRANI ada pula yang
beroperasi di luar negeri.21 FP punya tugas terkait sabotase, propagan dan perang urat syaraf.
“Pokoknya kami ini intelejen tempur sekaligus teritorial,” aku Sutopo Juwono. 22
FP alias Persiapan Lapangan “saya ketuanya. Sebelumnya, PMC dibubarkan. Itu, kalau
tak salah, sekitar April 1946. Yang bertugas di lapangan adalah FP, yang dibentuk di daerah-
daerah,” aku Lubis.23 Seperti diakui Lubis, FP tak cuma mengintai musuh, tapi juga memberi
penerangan akan keberadaan Republik Indonesia kepada rakyat sipil yang tersebar di seluruh
nusantara. Mereka dikirim dalam ekspedisi ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara, pada akhir tahun 1945.
Memberi penerangan kepada penduduk sipil di luar Jawa akan keberadaan Republik
Indonesia di Pulau Jawa tidaklah mudah. Hanya sepersepuluh penduduk nusantara saja yang
melek huruf. Sisanya, kemungkinan tidak paham apa artinya merdeka, dijajah mungkin juga
tidak tahu apa artinya negara.
Terbatasnya dana Republik Indonesia, mau tidak mau, agen-agen Republik membawa
bekal yang tidak banyak. Mereka bahkan harus bertahan hidup sendiri. Kemungkinan besar
hidup tanpa gaji bulanan yang rutin. Mereka juga membantu mencari dana perjuangan, karena
pemerintah kurang dana. Pemerintah bahkan tidak mampu mendanai mereka beroperasi.
Jangankan di luar negeri, di dalam negeri saja tak mampu.
Lubis selalu menuntut kepada anggota badan intelnya, “Intelijen itu dasarnya, kesatu,
dia harus obyektif, kedua. harus pandai menilai suatu benta, untuk mencari obyektivitas, ketiga,
harus memberitakan apa adanya. Tidak boleh disimpan. Tapi jangan lupa dengan nilai. Sesudah
itu, kita harus security minded, dan intelijen itu harus tanpa pamrih. Total abdi mutlak.”
Pasukan bayangan haruslah siap untuk tidak dihargai. Harus lebih ihklas ketimbang tentara.
Orang-orang yang berasal dari luar Jawa kadang terlibat dalam usaha penyusupan ke
daerah yang dikuasai tentara Belanda di luar luar pulau Jawa. Diantara anggota yang
diterjunkan di Kalimantan, terdapat orang-orang Jawa selain orang-orang Kalimantan asli. 24
Kahar Muzakkar pernah datang ke Lubis untuk misi pengembangan pasukan yang akan
dikirim ke daerah seberang. “Dia bilang, diambil dari Nusakambangan. Kemudian, penjahat

20
Arsip Kementerian Pertahanan RI Nomor 752: Surat dari Pimpinan Badan Rahasia Negara (BRANI)
tanggal 22 Agustus 1946 tentang BRANI yang berdiri langsung dibawah Presiden yang termasuk Anti
Corupsi Dients dan White Cross. Selain arsip tersebut, dalam katalog ANRI terdapat 1656: Surat-surat
tanggal 28 Agustus 1946 tentang pembentukan Badan Rahasia Negara, namun arsip tersebut tak bisa
diakses. Menurut petugas ANRI arsip tersebut tidak ada di depo.
21
Ken Conboy, op. cit., hal. 4.
22
ZA Maulani, Melaksanakan kewajiban Kepada Tuhan dan Tanah Air: Memoar Seorang Prajurit TNI,
Jakarta, Daseta, 2005, hal. 332; Mewaspadai Kiprah Intelejen (Sabili,02/01/2003).
23
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57.)
24
Terdapat Opsir Muda Udara I Hari Hadisumatri (teknisi radio) dan Sersan Udara FY Suyoto (juru radio).
Hadisumatri bahkan gugur dalam misi. (Nana Nurliana Suyono dkk, Awal kedirgantaraan di Indonesia:
perjuangan AURI 1945-1950, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2008, hal. 116).
berat itu, termasuk yang dari Sulawesi Selatan, orang Bugis maupun dari Timor, direkrut. Ada
ratusan orang yang dia bawa. Lalu mereka dibawa ke Pingit, di barat Yogya, untuk dilatih
beberapa bulan,” aku Lubis. Diantara jaringan Sulawesi Selatan, lewat Warsito, terdapat juga
pemuda-pelajar bernama Robert Wolter Mongisidi terhitung jaringan Lubis juga. 25 Belakangan
Mongisidi tertangkap dan akhirnya dieksekusi mati layaknya seorang kriminal. 26
Setelah dibawah Lubis, Kahar Muzakkar lalu masuk ke Biro Perjuangan. Bagi Lubis, Biro
Perjuangan rentan dengan kekacauan. Dia pernah membentuk Tentara Rakyat Indonesia
Persiapan Sulawesi (TRIPS). Diantara orang-orang yang pernah dibebaskan Kahar Muzakkar
dari Nusakambangan itu, belakangan dijadikan pasukan dengan nama Badan Kemadjuan
Indonesia (BKI). Dari bekas tahanan itu ada tahanan politik selain pencopet atau bandit
lainnya27
“Organisasi kami di Sumatera yang ada di Kuala Enoh atau Kuala Tungkal.
Penyelundupan itu untuk membantu operasi di Kalimantan yang di bawah pimpinan Mulyono.
Termasuk di dalamnya Tjilik Riwut,” aku Lubis. Tjilik Riwut tentu terkait penerjunan pasukan
dengan parasut ke daerah Kalimantan, operasi itu belakangan jadi tonggak sejarah pasukan
penerjun Indonesia.
Kegagalan juga menyertai misi-misi intelejen Republik ke daerah-daerah berbahaya
yang dikuasai militer Belanda. Dalam sebuah misi pengiriman dua kapal, ada yang tertangkap
tapi ada juga yang lolos.28 Lepas dari kegagalan orang-orangnya Tjilik Riwut itu, misi ke
Kalimatan itu menjadi catatan penting sejarah militer Indonesia, operasi penerjunan payung
pertama Republik.29
Lubis berusaha menjadikan orang-orang yang pernah sekolah untuk menjadi kader yang
memimpin operasi di daerah. “Waktu di FP atau BRANI, saya kebanyakan menggunakan pelajar.
Selain itu, juga bekas dari Seinen Dojo atau Yugekki. Yugekki ini suatu kumpulan gerilya di
Salatiga. Jadi, semacam pasukan gerilya, tapi lebih bersifat politis. Termasuk di dalamnya
Bambang Supeno di Malang, Kusno Wibowo. Jadi, seperti Dirgo (Soedirgo), Sakri, Suprapto
bekas gubernur, Tjokropranolo, itu bekas Yugekki. Mereka banyak ikut dengan saya. Mereka
direkrut tanpa klasifikasi. Hanya dilihat sekolahnya,” aku Lubis. 30 Beberapa nama yang disebut
Lubis itu, belakangan jadi pejabat militer dan sipil Indonesia
Di zaman BRANI, pernah membantu Sukarno menghadapi percobaan kudeta oleh
Jenderal Mayor Sudarsono. Kala itu, Lubis pimpinan BRANI menjadi ““pada saat itu, saya salah
satu pejabat yang bisa langsung melapor pada Bung Karno di kamar tidurnya,” aku Lubis.
Darinya Sukarno dapat penjelasan informasi penting tentang suatu kejadian. 31 Lubis mengaku,
“pada saat itu, saya salah satu pejabat yang bisa langsung melapor pada Bung Karno di kamar
tidurnya.”32
Dalam peristiwa 3 Juli 1946, mencatat, kala itu di golongan pengkudeta terdapat
Jenderal Mayor Sudarsono. Dia panglima Divisi Diponegoro (Jawa Tengah), yang juga

25
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57.)
26
Wolter Mongisidi (Malalayang, 14 Februari 1925-Makassar 5 September 1949), dia salah satu
gerilyawan pro Republik di Makassar. Pemuda Bantik (Manado) ini pernah sekolah di MULO, tapi
berantakan sekolah karena Jepang datang. Meski sempat jadi guru, dia malah belajar lagi di SMP Nasional
(yang ikut dibina Sam Ratulangi). Dia pernah jadi salah satu pimpinan pasukan laskar LAPRIS. “Ia
tertangkap pada tanggal 28 Februari 1947,” tulis Radik Djarwadi dalam Surat dari Sel Maut (Surabaya,
Grip, 1960:13). Di hari-hari tertangkapanya Wolter adalah hari-hari terakhir pula aksi Westerling dan
pasukannya.
27
Barbara Sillars harvey, op. cit., hal. 140-144.
28
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57.)
29
Hari penerjunan, 17 Oktober 1947, dikenang sebagai hari jadi pasukan terjun Angkatan Udara
Republik Indonesia (AURI), yang bergantiganti nama: Pasukan Gerak Tjepat (PGT) lalu Komando Pasukan
Gerak Cepat (Kopasgat) lalu Komando Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU.
30
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57.)
31
Ken Conboy, op. cit., hal. 5.
32
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57.)
membawahi Letnan Kolonel Soeharto (kelak Presiden RI). Sang jenderal ini mendatangi
Sukarno ke istana. “Lubis menempatkan agen kepercayaannya untuk menjadi ajudan Sukarno.
Ketika Sudarsono tiba di kantor Sukarno dengan membawa pistol dan menunjukkan sikap yang
emosional (dan berpotensi membahayakan), ajudan tersebut meminta sang jenderal untuk
meninggalkan senjatanya di luar, yang kemudian ternyata merupakan jebakan agar Sudarsono
dapat ditangkap,” tulis Ken Conboy.33
Zulkifli Lubis menikmati perannya sebagai orang yang dipercaya dan dekat dengan
Presiden. Dengan menjadi orang penting yang bertanggungjawab dibawah Presiden secara
langsung. Di mana dia bisa bangunkan Presiden Sukarno kapan saja jika ada keadaan genting.
Tak semua orang bisa seperti Lubis.
“Sewaktu FP dan Brani, itu memang langsung di bawah Bung Karno, lalu saya
dipisahkan dari Bung Karno, oleh Amir Sjarifuddin,” aku Lubis. 34 Waktu Lubis menjadi pimpinan
BRANI, Perdana Menteri adalah Sutan Sjahrir. Sementara itu, Menteri Pertahanan dari 1945 dari
1948, meski kabinet berganti-ganti, dijabat Amir Sjafruddin. 35

II
Bagian B Melapor Kepada Amir
Insan intelejen itu total mengabdi semata-mata untuk negara dan masyarakat.
(Zulkifli Lubis)
Menteri Pertahahan AmirSjarifoeddin—yang dikenal sebagai politisi sayap kiri—tampak
berambisi membangun organisasi intelejen yang berada dibawah kementerian yang
dipimpinnya sejak awal.36 “Mainan” yang dimaui Amir pun akhirnya terujud. Namanya
Kementerian Pertahanan Bagian B. “Di bawah pimpinan. kalau tak salah, Soekardiman bekas
komisaris polisi,” aku Lubis.37 Dan Amir punya kuasa besar atas badan intelejen ini.38
Tanggal 14 Juni 1946, rencana susunan pegawai Kementerian Pertahanan Bagian B
sudah dibuat dibawah kepala organisasi R Soesatyo. 39 Di dalam Bagian B terdapat beberapa
bagian untuk tugas intelejen: Militaire Combat Intelligence; Civiel Combat Intelligence; Militaire
Counter Intelligence; Civil Counter Intelligence; Counter Propaganda; Bereau of Investigation.
Militaire Combat Intelligence, bertugas “melakukan segala pekerjaan pencarian
keterangan tentang kemiliteran dan hal-hal pertahanan musuh dan daerah musuh.” Kerja
bagian ini tak jauh beda dengan PMC atau FP. Untuk masalah Combat Intejen, selain yang militer
ada juga yang sipil. “Civil Combat Intelligence berdaya upaya mencari keterangan yang
mengenai segala hal-hal dan tindakan musuh di luar kemiliteran (misalnya di dalam
menjalankan politiknya, ekonominya dan lain-lain), yang dipakai untuk menyerang kita, dan
33
Ken Conboy, loc. cit.
34
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 58).
35
Amir Sjarifoeddin Harahap (Medan, 27 April 1907 – Surakarta, 19 Desember 1948). Perdana Menteri
yang menggantikan Sutan Sjahrir. Ketika Sjahrir jadi Perdana Menteri, Amir Sjafruddin adalah Menteri
Pertahanan. Dia adalah bendahara dalam Kongres Pemuda II 1928. Sarjana hukum lulusan Recht Hoge
School (RHS) Jakarta ini, mengaku dirinya sebagai salah satu dari PKI illegal era 1930an. Dia termasuk
pimpinan gerakan anti-fasis Jepang di masa pendudukan Jepang. Dia nyaris dihukum oleh militer Jepang.
Setelah kabinetnya jatuh, Amir bertualang dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang kemudian bermain
dengan PKI dalam Peristiwa Madiun 1948. Dia tertangkap dan dieksekusi pada akhir tahun 1948.
36
Ken Conboy, Intel: Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Jakarta, Pustaka Primatama, 2007, hal. 6.
37
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57).
38
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738: Surat dari Kepala Organisasi Dewan Anggota Staf Bagian
B Kepada Menteri Pertahanan di Yogyakarta No. K9/BO Rahasia tanggal 20 Juni 1946 tentang pengiriman
usulan-usulan yang telah disahkan oleh Dewan Anggota Staf Mengenai Koordinasi, susunan pegawai,
daftar gaji Kementerian Pertahanan Bagian B Organisasi.
39
Harsya Bachtiar, dalam Siapa Dia Perwira Tinggi TNI-AD (Jakarta, Djambatan, 1989:403) menyebut ada
orang bernama Soesatyo. Pangkat terakhirnya Brigadir Jenderal. Dia pernah jadi taruna di Akademi
Militer Bandung pda 1942. Tahun 1946, dia menjadi kepala intelejen Divisi III Malangbong.
juga pencarian keterangan di kalangan masyarakat kita sendiri yang berhubungan dengan
usaha musuh seperti tersebut atas,” tulis dokumen terkait organisasi Bagian B. Demi mengatasi
gerakan intelejen musuh ke pihak atua wilayah Republik, Bagian B berusaha antisipati dengan
dua unit kontra intelejen. Pertama, dengan Militaire Counter Intelligence yang bertugas
“mencari keterangan tentang kedudukan, kekuatan dan lain-lain dari fihak kita dalam soal
pertahanan militer.” Selain itu, Bagian B lewat bagian ini berusaha menjaga rasisa negara dari
kebocoran. Jika sampai bocor maka unit ini akan “menyelidiki masyarakat kita sendiri, di mana
dan siapa kiranya yang membocorkan rahasia kita.” Ada juga unit yang bergerak ke dalam
masyarakat Indonesia sehari-hari, yakni Civil Counter Intelligence yang bertugas “mencari
keterangan tentang keadaan masyarakat umum kita, dilihat dari sudut politik pemerintah kita,
yang dijalankan pada waktu itu.” Beda antara Civil Combat dan Civil Counter adalah Civil
Combat memandang dari sudut pihak musuh (from the point of view of the enemy) dan bagian
Civil Counter dari sudut kita sendiri. Bagian B punya unit yang mengurusi masalah propaganda
lawan, Counter Propaganda. Tugasnya: “mempelajari segala kejadian-kejadian dan berita-berita
di kalangan masyarakat kita dan musuh dan dengan jalan demikian merencanakan sesuatu
kontra propaganda.” Tujuan dari Counter Propaganda tak lain: “memperkuat kedudukan kita”
dan “melemahkan kedudukan musuh.” Selain badan-badan di atas, bagian B punya juga Bereau
of Investigation, yang mengurusi masalah penyelidikan. Uni ini “merencanakan sesuatu rencana
penyelidikan terhadap tawanan-tawanan perang, orang yang dicurigai dan lain-lain, tentang
riwayat mereka (background), hubungan mereka dan lain-lain, dan membantu bagian counter
di dalam meninjau masyarakat umum terutama yang mengenai anggota dari masyarakat
tersebut.” 40
Di dalam organisasi Bagian B, seperti tertera dalam laporan ini, terdapat dokter
Roebiono Kertapati41 di jawatan kode dan radio. Dengan dibantu dua pegawai perempuan:
Raden Roro Roekmini dan Sriwati. Dokter yang ikut mengotopsi Pahlawan Revolusi ini dikenal
sebagai ahli sandi (Code). Namanya ikut dicatat dalam sejarah intelejen Indonesia, terutama
terkait dengan persandian Indonesia. Banyak yang menjadi staf di sana, jika dilihat dari
namanya, adalah orang-orang Jawa.
Berdasarkan usulan yang dikirim pada 20 Juni 1946, gaji yang diberikan pegawai
berpangkat kolonel mencapai F 450 sementara pegawai menengah menerima antara F 120
hingga F 170 dan pegawai rendahnya menerima F 30 hingga F 75. Pegawai Kementerian
Pertahanan Bagian B ini ada yang berasal dari militer. Dari kopral hingga kolonel ada. Demi
keamanan organisasi, ada ketentuan: “melarang mengatakan kepada orang yang tidak
berkepentingan, (tentang) kantor dan tempat ia bekerja; memberi inisial diatas tiap-tiap tip
werk (pekerjaan) yang dikerjakan; habis waktu kantor, semua meja tuli harus bersih, semua
kertas-kertas di keranjang harus dibakar, karena mungkin mata-mata musuh dapat keterangan
mencari dari sobekan-sobekan kertas tadi; melarang membawa pulang surat-surat dan laporan
rumah; melarang orang-orang yang tidak berkepentingan atau orang-orang yang tidak
mempunyai keperluan yang penting masuk ke dalam ruangan kantor; semua tamu, kecuali
mereka yang sudah dikanali betul-betul, diharuskan, mencatat namanya di dalam suatu buku
tamu, yang dipegang intendens.” 42

Apa Yang Dilakukan Belanda?


Setidaknya, badan yang dipimpin Sukardiman ini telah menyusun laporan berjudul Ichtisar
Mingguan Keadaan (Politik, Militer dan Ekonomi) Dari tanggal 24-3- Agustus 1946. Selain itu ada

40
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738.
41
Roebiono Kertapati (Ciamis, 11 Maret 1914-Jakarta, 24 Juli 1984). Menjadi dokter setelah lulus dari
NIAS Surabaya. Pernah dilatih pasukan sekutu di Nugini. Di masa revolusi menjadi perwira kesehatan di
Kementerian Pertahanan. Sejak 1948, menjadi Kepala Jawatan Sandi Angkatan Darat. Tahun 1963
menjadi Ketua Tim Dokter Kepresidenan. Pernah menjadi Kepala Jawatan Sandi Sekretaris Negara, Ketua
Dewan Komunikasi dan Kepala Lembaga Sandi Negara. Tahun 1965, Roebiojono termasuk dokter yang
mengotopsi para pahlawan revolusi (Harsya Bachtiar, op. cit., hal. 261).
42
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738.
juga Ichtisar Boelanan Tentang Keadaan Politik, Militer dan Ekonomi dari Boelan November 1946.
Mengenai Belanda, laporan Bagian B tanggal 24-3- Agustus 1946 menyebut “musuh berdaya
upaya untuk mendapatkan pangkalan di pulau Madura. Lautan sekeliling Madura tidak aman
bagi pelayar-pelayar Indonesia […] biasanya kalau pendaratan tidak mendapat rintangan maka
mereka lalu mebagi-bagikan makanan, rokok dan gambar Wilhelmina.”
Mengenai kekuatan musuh Kementerian Pertahanan Bagian B, dalam laporannya di
bulan November 1946 melaporkan soal masuknya Divisi Tentara Belanda 7 Desember. “Jumlah
anggota 7 Desember Divisi yang telah berangkat ke Indonesia ada 18.000 orang, demikian pula
ikut 6 Batalyon Penjagaan berjumlah 4.000 orang,” tulis laporan itu. Pasukan Divisi 7 Desember
itu dianggap belum cukup. 43 Mereka adalah serdadu-serdadu bule Belanda hasil Wajib Militer.
Selama revolusi, tentara Belanda tentu harus mengandalkan orang-orang pribumi
Indonesia, yang kenal Indonesia dan punya daya tahan baik dibanding serdadu bule di wilayah
tropis. Militer Belanda tentu membangun kembali Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger
(KNIL). Mereka merekrut bekas tawanan perang Jepang, yang diantaranya dulu mantan KNIL
juga. Sejak di Australia, KNIL dibangun perlahan.44 KNIL menguat di tahun 1946 dan lumayan
ikut memporakporandakan militer Republik selama beberapa tahun. Sulit militer Republik
menghadapi KNIL.
Tentang Panglima Tentara Belanda di Indonesia, Letnan Jenderal Spoor, disebutkan
sang jenderal tidak setuju dengan perang kolonial, baginya itu hanya omong kosong. “Menurut
kabar diberhentikan 175 orang opsir (Tentara Belanda) yang tidak sepaham dengan aliran
politiknya,” tulis laporan Bagian B bulan November 1946. Angkatan Laut Belanda pun disoroti
Laporan bulan November 1946 Bagian B. Kapal Angkatan Laut Belanda terpakai untuk
mendukung pasukan militer. Selain itu dikerahkan pula kapal penyapu ranjau: Jan Gelder, Pieter
Floresz dan Abraham van den Hulst. Soal persenjataan, kepergian militer Inggris—yang
sebelumnya berstatus sebagai tentara sekutu yang melucuti tentara Jepang yang kalah—konon
tak disertai kepergian senjata-senjata mereka. Disebutkan dalam laporan, “jatuhlah sebagian
besar senjata Inggris ke tangan Belanda untuk lebih memperlengkapi kebutuhan tentara NICA.
Tak kurang dari 3200 senapan, 46 meriam dan beberapa ratus senapan mesin serta berpuluh-
puluh peti mesiu.” Selain itu dilakukan rekrutmen serdadu. Salah satunya di Ambon, Maluku.
Sebanyak 1.000 orang dikirim ke Bali dan 2.000 dikirim ke Sumatra. Sementara itu, dari pulau
Jawa sebanyak 2.500 serdadu Belanda yang orang Indonesia asli dikirim ke Sulawesi dan Papua.
45

Di Jawa Tengah, Bagian B mencatat soal orang-orang yang bekerja untuk NICA Belanda
di daerah pendudukan. Di Demak, laporan mencatat Haji Noer dan Tjakra ikut NICA membagi-
bagikan pakaian kepada penduduk dan menjanjikan hadiah jika penduduk bisa membantu
menangkap anggota-anggota TNI. Tak hanya orang-orang yang disebut Indonesia asli,
dilaporkan juga orang-orang Tionghoa yang dicurigai sebagai mata-mata musuh oleh Bagian B
di Jawa Tengah. Di Salatiga, tertangkap pengemis membawa pistol Colt. Para pedagang dan
perempuan dilaporkan telah diberdayakan militer Belanda untuk memata-matai Rpeublik.
Disebutkan pula, “seseorang Belanda (bernama Rijstetpel?) pada tanggal 11 Agustus 1947
membentuk mata-mata terdiri dari perempuan-perempuan, kebanyakan (masih) anak-anak
Solo […] Mereka disuruh mencari suaminya dari kalangan tentara kita. […] jumlah yang sudah di
dilepaskan ada 45 anak.” Di Banyumas, mantan polisi sebelum pendudukan militer Belanda,
dipekerjakan kembali dalam Civiel Politie (Polisi Sipil). Dokter kerap dicurigai karena sering
berhubungan dengan masyarakat. 46

43
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 22: Ichtisar Mingguan dan Bulanan Kementerian Pertahanan
Bagian B Bulan Desember 1946 tentang keadaan politik, militer dan ekonomi bulan Agustus dan
November 1946.
44
P. Van Meel dkk, Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger 1830-1950 . Dordrcht, Stichting
Herdenskring Oud-KNIL Artelleristen Stabelan, 1990, hal. 56.
45
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 22.
46
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 1756: Laporan Kementerian Pertahanan Bagian B tanpa
tanggal tentang kegiatan rahasia Belanda.
Mengintai Angkatan Laut Republik Indonesia
Personil Tentara Republik Indonesia (TRI) termasuk bahan intaian Bagian B. Tak hanya dalam
aksi militer saja. Tapi bagaimana mereka berlaku di masyarakat. Salah satu laporan Bagian B
bulan Agustus 1946 menyebut, “di Sumedang rupa-rupanya seorang opsir merasa lebih
berkuasa daripada pamong-praja. Wedana (camat sipil) diperintahkan sebagai bawahannya,
kalau tidak terkabul lalu berbuat yang melukai hatinya.” Bentrokan antara Polisi Tentara
dengan TRI pun terjadi pula.
Laporan Bagian B ini mencatat pula selisih paham antara Komandan Divisi II dengan
Residen Cirebon. “Residen mengatakan bahwa divisi pindah ke Purwokerto hanya mencari
tempat yang aman saja. Sedang Komandan Divisi menuduh bahwa Residen Cirebon hendak
“mempartai-sosialiskan” Cirebon. Di Jawa Timur, dilaporkan bahwa TRI dan laskar-laskar
seperti Pesindo, Hizbullah, Badan Pemberontak, P3 terlihat akur dan saling berkoordinasi.
“Tiap-tiap penyerbuan tentu direncanakan bersama-sama. Tiap prajurit memegang teguh
disiplin, patuh kepada perintah dari atas,” tulis laporan tersebut.
Laporan soal Angkatan Laut yang ambisius, Bagian B juga punya. “Di Pekalongan, ALRI
(Angkatan Laut Republik Indonesia) hendak memegang kekuasaan di daratan. Dalam hal ini
mereka bertentangan dengan tentara darat dan Polisi Tentara. Curiga-mencurigai adalah
akibatnya […] Rupanya ALRI hendak ikut dalam gelanggang politik. Dinas rahasia telah
didirikan oleh mereka, yang akan menyelidiki partai-partai dan badan-badan pemerintah.
Ataukah ini untuk mengetahui sampai di manakah korupsi di dalam mereka ketahuan umum,”
tuduh laporan Bagian B pada bulan Agustus.47 Laporan itu juga menyebut ALRI di Pekalongan
dekat dengan cukong-cukong Tionghoa, terkait masuknya barang-barang dari luar Jawa ke
tangan pedagang. Soal orang-orang Tionghoa yang jagi berdagang dan kurang minat pada
politik, kecuali politik dagang, laporan Bagian Bin menyebut, “pada umumnya bangsa Tionghoa
adalah hanya mengingat untung saja. Selain itu ALRI Cirebon juga dituduh berhubungan dengan
NICA. Tak hanya ALRI, seorang pegawai Kementerian Pertahanan bernama harjono alias
Gondokusumo alias Henderowarnokusumo juga kena tuduh berhubungan dengan orang
Tionghoa. Dia juga kena tuduh “memberi kesempatan pada musuh (NICA) untuk menjalankan
rol-nya.
Laskar-laskar punya kondisi keuangan yang buruk. Sementara anggota mereka harus
hidup. “hal keuangan Pesindo kurang memuaskan. Penggedoran (perampokan) masih juga
dilakukan oleh anggotan-anggotanya,” tulis laporan Agustus itu. Masyumi di Batang, ingin sekili
bersama TRI agar memiliki hak yang sama. “Keuangan BPRI Tegal pun sangat kurang. Untuk
menutup kekurangan tersebut, maka badan tersebut bekerja bersama-sama dengan saudagar-
saudagar Tionghoa. Di Klaten, anggota-anggota laskar KRIS asal Karawang telah bertindak
sewenang-wenang. Kekacauan juga terjadi di kalangan kepolisian.48

Siapa Kontra Pada Perdana Menteri


Laporan bulan November, menyinggung soal isi perundingan Linggarjati. Di mana golongan
sayap kiri seperti Angkatan Komunis Muda (Akoma) termasuk yang menolak. Penolak lain
perundingan Linggarjati adalah: Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai Rakyat, Masyumi,
Laskar Jawa Barat, Komisariat Sulawesi di Jawa, Angkatan Muda Guru, Barisan Banteng dan
lainnya. Kelompok yang (terpaksa) setuju adalaj Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai
Nasional Indonesia Arab, Serikat Buruh Minyak, PKRI, Pesindo, Partai Sosialis, Barisan Tani
Indonesia (BTI), AMKRI, GRI Sunda Kecil, Partai Tani, Setikat Mahasiswa Indonesia, Serikat
Buruh Gula, Laskar Marah, Komite Indonesia Merdeka Hollandia, Angkatan Muda PTT, Perwari,
PPI juga Persatuan Pamong Desa Indonesia.49

47
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 22.
48
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 22.
49
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 23: Laporan Bulanan Bulanan Kementerian Pertahanan
Bagian B Bulan Desember 1946 tentang keadaan politik, militer dan ekonomi dalam dan luar negeri.
“Partai-partai dan badan-badan yang tidak menyetujui telah terbentuk dalam suatu
suatu organisasi: Benteng Repoeblik Indonesia. Dalam rapat pendiriannya pada tanggal 12-13
Desember 1946 bertempat di salah satu gedung BPRI Malang,” lapor Kementerian Pertahanan
Bagian B.
Intaian Bagian B juga mencapai daerah Indonesia Timur. Konferensi Malino, yang
diselenggarakan di Makassar pun dicermati. Bagian B mencatat adanya partai-partai yang ogah
bekerja sama (non cooperation) dengan Belanda di Indonesia Timur. Partai-partai itu antara
lain: Ikatan Nasional Indonesia (yang berpusat di Balikpapan); Serikat Karakjatan Indonesia
(yang berpusat di Banjarmasin); Badan Oesaha Pembangoenan Indonesia Merdeka (disingkat
Bopim dan berkedudukan di Samarinda); Gaboengan Pergerakan Rakjat Indonesia (disingkat
GAPRI dan berpusat di Gorontalo); Persatuan Indonesia (berkedudukan di Ternate); partai
Kedaulatan Rakjat (berkedudukan di Makassar) dan Badan Pemoefakatan partai Politik
Repoeblikein (yang berpusat di Manado). Tak lupa apa yang diutarakan tokoh-tokoh dalam
KOnferensi Malino dicatat. Hubertus Johannes van Mook menyebut niatan Belanda yang ingin
membagun Negara Indonesia Serikat. Juga tokoh-tokoh Indonesia Timur seperti JE Tatengkeng,
Elvianus Katoppo, Nadjamaoedin Daeng Malewa, Kapten Julius Tahija, Claproth, Moechtar Lutfie
dan lainnya.
Laporan orang perorang, berupa riwayat hidup, Bagian B juga membuatnya. Diantara
riwayat itu adalah tentang orang-orang yang jadi pemimpin-pemimpin di tubuh Angkatan Laut.
Riwayat hidup singkat itu, selain keterangan disertai pulai penilaian karakter orang yang
bersangkutan.50

II
Bagian V Amir Yang Punya
“Intelejen (juga) menangkap mata-mata musuh dan melenyapkannya.”
(Irawan Ketjeng Soekarno)

Presiden Sukarno sempat melihat ada dua badan intelejen lalu menyatukannya pada 30 April
1947.51 Badan Pertahanan B pun bubar. Tapi BRANI juga ikut bubar. Tapi, elemen-elemen dari
Badan Pertahanan B dan BRANI lalu disatukan dibawah Kementerian Pertahanan yang masih
dipegang Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin. Nama barunya adalah Kementerian
Pertahanan Bagian V, yang disebut KP-V atau Bagian V. Bulan Juli 1947, Amir pun dijadikan
Perdana Menteri Republik Indonesia. Meski hanya setengah tahun saja.
Lembaga ini dipimpin Abdoelrahman. Dia mantan taruna Angkatan Laut Belanda waktu
Perang Dunia II.52 Abdoelrachman, selain sebagai AL Belanda, juga eks dari NEFIS, dan juga
dianggap kader komunis.53 Jangan Abdoelrachman, Amir sendiri juga dituduh kolaborator
NEFIS, karena dirinya terima uang dari Charles van der Plas (pejabat Belanda) waktu Jepang

50
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 389: Kementerian Pertahanan Bagian B daerah III: Daftar
Riwayat hidup pemimpin ALRI, bulan September 1947.
51
Ken Conboy, Intel: Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Jakarta, Pustaka Primatama, 2007, hal. 6.
52
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57); Ken Conboy, op. cit., hal. 5.
53
Soe Hok Gie, Orang-orang di persimpangan kiri jalan: kisah pemberontakan Madiun September 1948,
Yogyakarta, Bentang, 1997, hal. 85; Sudyono Djojoprajitno, P. K. I. Sibar contra Tan Malaka:
pemberontakan 1926 & kambing hitam Tan Malaka, Jakarta, Jajasan Massa, 1962, hal. 79.
akan mendarat ke Indonesia, untuk pergerakan Amir melawan Jepang. 54 Waktu Amir dapat duit
25.000 Gulden itu, sekitar 1942, NEFIS sebetulnya belum eksis.
“Saya jadi wakil Abdoelrahman. Di situ ikut orang-orang PKI, seperti Fatkur, Tjoegito.
Jadi, saya mengalami beberapa kali pembubaran. Ada yang karena kebutuhan organisasi, tapi
ada juga karena politis, karena orang tidak bisa menguasai saya,” aku Lubis. 55 Di Bagian V,
Tjoegito56 diberi kedudukan sebagai Penasehat Istimewa.57 Di sana Lubis tampil sebagai orang
yang tidak bisa diatur oleh Amir dan kelompoknya. Setelahnya Lubis tersingkir dari Presiden
Sukarno.
“Saya tidak bisa semudah dulu lagi (ke Istana). Karena ada Sugandhi. Gandhi MKGR itu,”
aku Lubis. Lubis menyebut ada orang-orang tertentu yang tidak koperatif dengannya. Lubis
menyebut Mayor Sugandhi58. “Gandhi MKGR itu. Dia itu aliran kiri, dari kelompok sosial
Mahameru. Sugandhi jadi ajudan II Bung Karno […] Gandhi tak menyokong saya kalau mau
ketemu Bung Karno.” Tak hanya Gandhi yang dianggap kiri. Kepala Bagian V juga dianggap kiri.
Begitu juga orang yang diperbatukan pada Lubis di Bagian V seperti Fatkur, juga Tjoegito. 59
Zaman Lubis sebagai kepala berlalu dan Bagian V seharusnya adalah zaman
Abdoelrachman. Meski Amir yang dianggap otak dari tindakan Abdoelrachman, karena Kepala
Bagian V dianggap Orangnya Menteri Amir.60 Ken Conboy seolah hendak menggambarkan era
Abdoelrachman sebagai era suram intelejen Indonesia.
Satu yang pasti di Indonesia, adalah bahwa pejabat-pejabat di Indonesia pada dasarnya
politisi yang punya kepentingan. Sedari dulu, apapun jabatannya, apapun ideologinya,
wewenang atau kekuasaan adalah segalanya bagi pejabat.
“Sedari awal, kepentingan politik sangat menonjol di Bagian V ini,” tulis Ken Conboy.
Lubis juga mengakui adanya kepentingan politik itu. “Saya (ketika membangun badan intelejen)
beberapa kali mengalami pembubaran. Ada yang karena kebutuhan organisasi, tapi ada juga
karena politis, karena orang tidak bisa menguasai saya,” aku Lubis. 61

54
Tashadi dkk, Sejarah perjuangan Hizbullah Sabilillah, Divisi Sunan Bonang, Yogyakarta, Yayasan Bhakti
Utama bekerjasama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Yogyakarta, 1997, hal. 14; Djoeir
Moehamad, Memoar seorang sosialis, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1997, hal. 161.
55
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57).
56
Tjoegito (Blora, 21 Januari 1921) lulusan MULO dan pernah belajar di sekolah dagang di Surabaya. Dari
1939 hingga 1940 pernah bekerja di Borsumij. Dimasa itu, dia pernah ikut organ kepanduan Parindra,
Surya Wirawan. Bersama Sudisman dia pernah menjalankan suratkabar bernama Tamparan. Tjoegito
termasuk PKI illegal dan Gerindo eperti Amir Sjarifuddin. (Benedict RO’G Anderson, Revoloesi Pemoeda:
Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, Jakarta, Margin Kiri, 2018, hal. 522).
57
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 374: Surat Keterangan Kementerian Pertahanan Bagian V
No.B 1449/A VI tanggal 1 Agustus 1947 tentang pemberian kuasa kepada Soparno Setyopati anggota staf
penasehat Kementerian Pertahanan Bagian V bagian Rahasia Negara.
58
Sugandhi Kartosubroto (Blitar, 3 Januari 1923-Jakarta 25 Juli 1991) mantan ajudan Presiden Sukarno
ini di masa orde baru dikenal sebagai pendiri serta pemimpin Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
(MKGR). Berhubung organisasi ini masuk ke Golongan Karya (Golkar), dia juga jadi salah satu
pembesarnya. Menurut Willem Oltman dalam Bung Karno Sahabatku (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
2001:106), “pangkatnya paling tinggi di antara ajudan presiden.” Tapi, menurut David Reeve, dalam
Golkar: Sejarah Yang Hilang, Akar, Pemikiran dan Dinamika (Jakarta, Komunitas Bambu, 2013:314),
Soegandhi “memainkan peranan penting melawan Sukarno.” Istri Gandhi, Siti Aminah alias Mien
Sugandhi kemudian menjadi Menteri urusan Peranan Wanita era Soeharto.
59
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57).
60
Orangnya Amir, maksud saya adalah: orang-orang yang dekat dan dipercayai oleh Perdana Menteri
Amir Sjarifoedin. Amir punya kecendrungan tidak mempercayai bekas militer hasil didikan tentara
Jepang. Sebagai Sosialis yang pernah mengaku PKI Ilegal (PKI bawah tanah), dia dekat dengan kaum
sosialis. Dalam jaringan Amir ini terdapat Mr Abdulmadjid Djojoadisurjo yang dijadikan Menteri Muda.
Abdulmadjid adalah saudara tiri dari Raden Soesalit, anak dari Raden Ayu Kartini (tokoh emansipasi
perempuan Indonesia) asal Jepara. Soesalit juga diberi jabatan penting di ketentaraan pada zaman
kabinet Amir.
61
Komandan Intelejen Pertama (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 57-58).
Tentang Abdoelrachman, disebutnya “tidak memiliki latar belakang pendidikan formil di
bidang intelejen […] simpati politiknya cenderung ke kiri, sama seperti Menteri Pertahanan.”
Soal perkembangan Bagian V, ken Conboy menyebut: “Bagian V ini tetaplah suatu unit yang
kecil. Dengan anggota awal berjumlah 13 orang yang semuanya bertugas di kantor pusat
(Yogyakarta), sebagian besar dari mereka dipusatkan untuk menangani masalah militer, politik
dan ekonomi.”
Intinya, menurut Ken Conboy, Bagian V milik Amir ini “sangatlah tidak memuaskan”
karena sumber daya manusianya tidak memadai.” 62 Dan belakangan, Bagian V dituduh pula
berpihak secara politik secara kepada Perdana Menteri Amir Sjarifuddin dan orang-orang yang
sekubu dengan sang perdana menteri.63
Diantara sedikit staf penting Bagian V, terdapat dr Roebiono Kertapati, dokter pribadi
Presiden Sukarno, yang pakar urusan sandi dan komunikasi rahasia. Dia pernah dilatih militer
sekutu di Nugini di masa Perang Pasifik (Perang Dunia II). 64 Roebiono kembali ke Indonesia
sebagai Letnan KNIL yang sempat menyamar sebagai petugas Palang Merah Internasional pada
15 September 1945 di Malang. Roebiono dan kawan-kawan bulenya yang sempat bermarkas di
Hotel Brantas itu dicurigai dan sempat ditahan, tapi kemudian dibebaskan. 65 Roebiono
setidaknya bergabung dengan Republik dari 1946.
Seingat Lubis, di era Bagian V ini, seorang pemuda yang pernah belajar militer di Jepang,
Yoga Sugama66 bergabung. Dia masuk lingkungan markas besar Angkatan Darat di Yogyakarta.
Yoga disebut dekat dengan Lubis.67 Belakangan Yoga Sugama menjadi legenda intelejen orde
baru.

Bagian V Punya Opsus


Di masa singkatnya, juga dalam kondisi personil inti yang kata Ken Conboy tidak memadai itu,
Bagian V berusaha membangun jaringan ke seluruh Indonesia. Jika BRANI punya FP, maka
Bagian V punya Special Operation (SO). Sesuatu yang tidak disebut Ken Conboy. Orang yang
ditunjuk memimpin SO adalah R. Soebijakto, yang sedang berada di Singapura. Untuk itu
Abdoelrachman kirim telegram pada 14 November 1947. 68 Soebijakto adalah mantan Angkatan
Laut Belanda, ia sempat menetap agak lama di Singapura hingga akhir 1947 dan mengikuti
berita-berita di tanah air. Sampai akhirnya R Soebiajakto69 ditunjuk mengepalai SO.
62
Ken Conboy, op. cit., hal. 6.
63
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 883: Laporan dari kementerian Pertahanan tanggal 5 Maret
1948 tentang situasi Kementerian Bagian V dan usul-usul perbaikan organisasi Kementerian Pertahanan
Bagian V
64
Ken Conboy, op. cit., hal. 19.
65
Pengakuan Soepardjio ini diceritakan dalam buku PETA: Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawad an
Sumatera 1942-1945 (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1996:245) yang disusun Purbo Suwondo dkk.
66
Yoga Sugomo (Tegal, 12 Mei 1925-23 April 2003). Di zaman Jepang pernah belajar Akademi Militer
Tokyo. Menurut Lubis (Tempo,29/07/1989), Yoga pernah bergabung di Bagian V dan pernah jadi Asisten
Intelejen di Banyumas pada 1948. Di SUAD-I, Yoga juga pernah bergabung bersama Lubis. Dia di Divisi
Diponegoro, Jawa Tengah sebelum 1960. Jelang 1965, sudah menjadi Asisten Intel di Kostrad. Dia
ditunjuk menjadi Wakil Kepala BAKIN sejak 1968, setelah jadi asisten Intel Hankam dan KOTI. Dia dua
kali dan lama jadi Kepala BAKIN. Masa jabatan keduanya dilalui sejak 1974 hingga 1989. (Harsya
Bachtiar, Siapa Dia Perwira Tinggi TNI-AD, Jakarta, Djambatan, 1989, hal. 336)
67
Bambang Wiwoho & Banjar Chaeruddin, Memori Jenderal Yoga, Jakarta, Bina Rena Pariwara, 1990, hal.
76.
68
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 275: Telegram (kawat) dari Abdoel Rachman kepada Subiakto
di Singapura tanggal 14 November 1948 tentang pengangkatan Subiakto menjadi Komandan Special
Operations.
69
Ada dua orang perwira zaman revolusi dengan nama tereja Subiakto. Pertama R. Soebijakto
(Banyumas, 14 April 1917 – 12 Agustus 1999 dan kedua R.S. Subijakto (Kudus, 15 Mei 1922 – Jakarta, 1
Juli 2003). Keduanya pernah jadi Kepala Staf Angkatan Laut. Seperti Abdoelrachman, R Soebijakto juga
pernah jadi taruna KIM. Tak sekedar taruna, pernah juga Soebijakto jadi perwira Angkatan Laut Belanda
selama beberapa tahun. Dia keluar dengan cara baik-baik. Ayah dari koreografer Jay Soebijakto ini adalah
“Organisasi telah mendapat pengesahan dari Presiden dan saudara diangkat menjadi
Komandan Special Operation dengan pangkat Letnan Kolonel I dengan gaji Rp 400 (ini berarti
kenaikan gaji Rp 20 dari pangkat saudara sebermula,” tulis Abdoelrachman kepada Soebijakto
dalam surat kilat rahasianya.70 Dalam surat itu, Abdoelrachman bicara juga soal peminjaman
buku dan sepeda milik Soebijakto. Buku dipinjam terkait diadakannya latihan SO yang
dilaksanakan akhir bulan November 1947.
Soebijakto dilibatkan juga dalam urusan pendidikan di Bagian V dengan statusnya
sebagai staf kementerian Pertahanan.71 Banyak yang menyebut Soebijakto baru bergabung
dengan ALRI setelah 1948,72 meski di akhir 1947 dia sudah membantu di Singapura. Ketika di
Singapura, Soebijakto adalah wakil ALRI di Singapura dan terlibat dalam usaha pembelian kapal
untuk ALRI.73 Sebagai orang yang paham kondisi luar negeri, Soebijakto seharusnya punya
wawasan bagus memimpin SO yang akan disebar juga ke luar negeri.
Sebelum Soebijakto datang, sebuah panitia kecil dibentuk. Ada Djajadiningrat (yang
mengurusi administrasi; Poerbodipoero yang mengurusi methodishce opbouw; K Rachman
Masjhoer mengenai teknis militer di dalam panitia tersebut. 74
Letnan Kolonel Nasir Djajadiningrat75 dari Bagian V menyusun pelatihan Special
Operation (SO) di Sarang Garoeda Complex, Sarangan, perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur. 76
Letnan Kolonel N Djajadiningrat, mengurus tempat pelatihan dan mengurus penerimaan siswa
pelatihan itu. Latihan ini diikuti juga oleh pegawai kementerian pertahanan Dia menjadi wakil
komandan SO dimana beberapa perwira TNI diminta memberi pelatihan di sana. Seperti Letnan
Kolonel Bambang Soetedjo, dari jawatan persenjataan Kementerian Pertahanan, Iskak, pegawai
kementerian pertahanan.77 Mayor RE Martadinata, yang akhir 1947 sudah jadi Kepala Staf ALRI
Pekalongan/Tegal, yang mantan Kepala Latihan Opsir di Kalibakung, juga ditunjuk menjadi
pengajar.78

beristrikan saudari dari istri Wakil Presiden Moch. Hatta. Riwayat hidupnya yang banyak beredar
menyebut, sebelum menjadi KSAL, Soebijakto adalah pegawai tinggi yang di Kementerian Pertahanan, tak
disebut keterlibatannya dalam satuan operasi khusus di badan intelejen Kementerian Pertahanan Bagian
V.
70
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 275.
71
Masfar R. Hakim dan Zamzulis Ismail, Sejarah Pendidikan Perwira TNI Angkatan Laut, 1945-1950,
Jakarta, Dinas Sejarah TNI Angkatan Laut, 1982, hal. 73.
72
Sukono dkk, Dan Toch Maar: Apa Boleh Buat, Maju Terus, Jakarta, Kompas, 2009, hal. 473.
73
Abubakar Lubis, Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku dan Saksi, Jakarta, Penerbit Universitas
Indonesia, 1992, hal. 239.
74
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 853: Surat Anggota Bagian SO Kementerian Pertahanan
Kepada kepala Kementerian Pertahanan bagian V di Yogyakarta No. J/AD//I/47 tanggal 4 November
1947 tentang usul untuk mengadakan panitia kecil untuk merancang pekerjaan persiapan guna
mempercepat pekerjaan bagian SO.
75
Raden Bagus Idrus Nasir Djajadiningrat, M.A. (Serang, 04 Juni 1920 – Jakarta, 24 Agustus 1980). Putra
mantan Bupati Serang ini, menurut buku Dan Toch Maar (2009:3) pernah menjadi taruna Angkatan Laut
Belanda di Koninklijk Instituut voor de Marine (KIM) Surabaya. Setelahnya di jadi perwira AL
Belanda.Sejak 1945 dia bergabung dengan Republik Indonesia. Laki-laki yang pernah belajar di
Universitas Cornell ini pernah menulis karya tulis berjudul The Beginnings of the Indonesian-Dutch
Negotiations and the Hoge Veluwe Talks (1958). Di Angkatan Laut, pangkat terakhirnya Laksamana Muda.
76
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 268: Surat Nomor B39/OIV dari Kepala Bagian V Kementerian
Pertahanan Kepada Kementerian Pertahanan Pusat Pendidikan Ketentaraan tanggal 25 September 1947
tentang persiapan komplek Sarang Garoeda Compleks untuk latihan.
77
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 272:Surat-surat Kepala Jawatan Persenjataan Kementerian
Pertahanan Kepada Kementerian Pertahanan Bagian V tanggal 16-24 Desember 1947 tentang
permohonan tenaga guru untuk latihan kemiliteran yang diselenggarakan oleh kementerian pertahanan
di Sarangan.
78
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 270:Surat dari Komando PSO Kepada Kepala Kementerian
Pertahanan Bagian V kepada Mayor Laut Martadinata tanggal 3 Desember 1947 tentang penyampaian
surat perintah Kepala Staf Umum Armada nomor 5/Og/Arm/17 untuk mengikuti latihan di Sarangan.
Letnan Kolonel Rachman Masjhoer, salah seorang anggota SO menyebut: mencari siswa
adalah hal yang sulit. Diusulkan, beberapa calon peserta latihan SO, diambil dari golongan:
bekas pelaut; golongan terpelajar; mereka yang dinyatakan sehat; mereka yang punya keahlian
atau keterampilan dan mereka yang pernah dapat latihan militer. Rachman Masjhoer melapor
bahwa sudah terlebih dahulu bertemu dengan orang-orang bekas anggota Angkatan Laut
Belanda alias Koninklijk Marine (KM), bekas pelaut perusahaan pelayaran Koninklijk Packetvaat
Maatschappij (KPM), dan pelaut Gouverment Marine (GM). “Para bekas opsir (perwira) dari
golongan tersebut kebanyakan sudah terlampau tua dan tak dapat lagi dipakai,” aku Rachman
Masjhoer dalam suratnya kepada Kepala Bagian V. Selanjutnya Rachman menyebut: “tinggal
satu golongan yaitu anak-anak-anak dari Pekolah Pelayaran Tinggi. Denan sendirinya perhatian
kami jatuh pada anak-anak dari Latihan Opsir di Kalibakung.” Bekas pelajar Latihan Opsir
Kalibakung itu mantan siswa sekolah pelayaran tinggi, punya pengalaman di laut, dan bahkan
pernah pimpin pasukan. Selain itu, Rachman juga mengusulkan agar Mayor RE Martadinata
ditarik saja ke SO Bagian V, karena punya pengalaman melatih anggota Angkatan Laut. 79
Antara kurun waktu 1946-1947 memiliki bagian yang bekerja mengumpulkan laporan
intelejen bernama yang disingkat sebagai SOI di tubuh Angkatan Laut Republik Indonesia
(ALRI). Termasuk Pangkalan ALRI Divisi IV, yang dipimpin Letnan Kolonel Djakaria. 80 Di luar
itu, beberapa markas lembaga militer, terdapat SOI. Pada November 1947, orang-orang SOI dari
Markas Besar Tentara, juga dari Angkatan Laut, bersama PAM Kepolisian Negara Republik
Indonesia, bersama Bagian V berkumpul dan rapat di Sarangan. 81
Kepala SOI Pangkalan IV ini adalah Kapten Ahmad Zaidi, yang berdarah Serawak. Kapten
Zaidi82 bersama Letnan I Asli Zuchri disebut-sebut staf intel dari Pangkalan IV ALRI. 83 Salah satu
kerja SOI ALRI IV yang dilaporkan adalah perjalanan rahasia Saman Basmij ke Balikpapan
(Kalimantan Timur) dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan). Di dua kota pelabuhan itu, Saman
berhubungan dengan para Republiken yang bikin gerakan rahasia. Setidaknya pihak ALRI jadi
tahu ada gerakan rahasia pimpinan Kasmani dan juga ada perlawanan fisiknya melawan
serdadu Belanda di Balikpapan dan darah lain di kota pelabuhan pulau Kalimantan. 84
Pangkalan IV itu berpikiran pengumpulan informasi daerah luar Jawa yang diduduki
militer Belanda sangat penting. Tak hanya kumpulkan informasi, tapi juga menggalang rakyat
sipil pro Republik, untuk lakukan perlawanan terhadap militer Belanda. Di Kalimantan Selatan,
ALRI Pangkalan IV, dengan segala kesulitannya menyusun Batalyon Rahasia.
Salah satu pemuda, barangkali paling kesohor, yang direkrut ALRI di Kalimantan Selatan
adalah Hadeli alias Ibnu Hadjar. Laki-laki buta huruf inilah yang belakangan berontak karena
banyak kawannya tak diterima di TNI dan bergabung dengan DI/TII Kartosuwiryo. 85

79
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 269: Surat Kementerian Pertahanan bagian V Special
Operation tanggal 23 dan 27 Oktober 1947 tentang calon-calon pelajar SO.
80
ALRI Pangkalan IV (untuk daerah Kalimantan, tapi bermarkas di Mojokerto) pernah dipimpin oleh
Zakaria. Dia mantan pelaut di perusahaan pelayaran Inggris di Semenanjung Malaya. Sejak zaman
Belanda lalu Jepang dia sudah jadi kapten kapal. Laporan Bagian B menyebut dia sebagai: vaderlijk,
pemarah, agak tolol, pengetahuan umum kurang, tidak begitu geschikt buat pangkatnya, belum bisa
bekerja secara organisatoris. (Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 389: Kementerian Pertahanan
Bagian B daerah III: Daftar Riwayat hidup pemimpin ALRI, bulan September 1947).
81
Arsip Kepolisian Negara 1947-1949 nomor 531: Kepolisian Negara bagian PAM kepada Kepolisian
Keresidenan Jateng: Surat tentang konferensi Badan-badan Rahasia di Sarangan Disertai Lampiran.
82
Ahmad Zaidi, setelah perang kemerdekaan ke Malaysia dan jadi Tuan Yang Terutama Yang Dipertuan
Negeri Serawak Tun Dato’ Petinggi Zaidi bin Adruce. Menurut Jenderal ZA Maulani (dalam bukunya ZA
Maulani menyebut Zaidi indalam (Melaksanakan kewajiban Kepada Tuhan dan Tanah Air: Memoar
Seorang Prajurit TNI, Jakarta, Daseta, 2005, hal. 286-287), dia memang pernah jadi perwira penyelidik
atau intelejen dari Batalyon R ALRI Divisi IV yang mendarat di Ketapang.
83
Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Periode
Perang Kemerdekaan) 1945-1950, Jakarta, Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, 2012, hal. 333.
84
Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1006: Surat dari Markas Pertahanan ALRI ke-IV Bagian SOI
tentang laporan-laporan bulan Januari 1946-Mei 1947 mengenai pemberontakan di Balikpapan.
Apa yang dikerjakan anggota Bagian V idealnya memang harus memiliki banyak agen di
luar Pulau Jawa yang masih diduduki militer Belanda. Untuk itu, orang-orang bekas Angkatan
Laut atau pelaut akan sangat berguna dikerahkan. Jelas sekali karena daerah nusantara adalah
berupa kepulauan. Sulit jika melibatkan tentara yang biasa di darat dan yang tidak paham dunia
kelautan. Golongan tentara yang biasa di darat selama revolusi lebih banyak terpaku di Jawa
dan juga Sumatra. Golongan ini nyaris selalu jauh dari mobile, mereka asyik dalam wilayah
teritorialnya masing-masing.

Banyak Tantangan dan Bermasalah


Bagian V yang terbentuk sekitar Mei 1947 itu tentu mendapat tantangan penting pada bulan
Juli. Militer Belanda sejak 21 Juli 1947 mengerahkan personil dan alat-alat perangnya
menduduki daerah Republik Indonesia. Kota-kota pelabuhan dan juga kota penting di Jawa pun
diduduki. Wilayah Republik Indonesia dipersempit. Usaha militer Belanda itu, di mata Belanda
disebut Aksi Polisionil I, dan orang Indonesia suka menyebutnya Agresi Militer I. Orang-orang
yang hidup di zaman itu mengingatnya sebaga Clash.
Setelah Agresi Militer Belanda pertama itu, Kementerian Bagian V melaporkan soal
apesnya nasib keluarga tentara republik di daerah pendudukan Belanda Banyumas. Serta usaha
Belanda memperkuat birokrasi pro Belanda di daerah-daerah yang diduduki. Meski dihantam
militer Belanda yang kuat, laporan menyebut: semangat orang-orang Indonesia pro Republik
masihlah baik. Banyak pemuda di garis depan. Dicatat pula soal perlawanan yang sifatnya
individual. Di Karanganyar, Gombong, ada “penduduk yang kesohor sebagai penjahat suka
sekali mengadakan “gerilya” menurut caranya masing-masing.”
Indonesia agak beruntung dengan adanya simpati dari orang-orang Filipina. Bulan
Agustus 1947, telah terbentuk Brigade Phillipina dan konferensi dukungan untuk Indonesia
juga digelar di sana. Menurut Ir Estrada brigade ini tak akan bertempur aktif di garis depan,
melain pendukung. Brigade Internasional juga terbentuk di Yogyakarta. Pemimpinnya antara
lain: Abdulmadjid Khan dari India, Tonny When dari Tiongkok, Adnan dari Malaya dan Estrada
dari Filipina juga. Sekretariatnya, berada di Jalan Poncowinatan 50, Yogyakarta. Di dalam
brigade ini ini terdapat bagian ketentaraan, ekonomi, sosial dan penerangan. Orang-orang India
tergolong aktif dalam Brigade Internasional itu. Mereka “yang sudah turut berperang di medan
Gombong semua orang-orang India, sedang pasukan Tionghoa dibawah Tonny Wen sampai
sekarang (20 Oktober 1947) hanya menjalankan latihan belaka,” tulis laporan Kementerian
Pertahanan Bagian V. “Mereka pandai dalam taktik, dengan menipu Belanda tentang kedudukan
(post) mereka […] pernah merampas tank dengan jalan menghantamkan granat oleh seorang
dari Brigade Internasional kepada tank itu,” tulis laporan Bagian V bulan 20 Oktober. 86
Di wilayah pendudukan Belanda, beberapa priyayi bahkan bangsawan main mata
dengan Belanda. Bagian V melaporkan “Sultan Kanoman (Elang Nurus) dengan beberapa Elang
beserta seorang guru sekolah partikelir bernama Masman adalah promotor dari Partai Rakyat
Tjirebon (PRT) yang bertujuan mempertahankan kedudukan Kesultanan Cirebon lepas dari
Republik tetapi dibawah perlindungan Belanda. Pengikut-pengikut partai ini terdiri dari orang-
orang berhaluan kolot,” tulis Laporan Bagian V tanggal 16 November 1947. 87
Banyak raja-raja lokal yang tidak berpihak kepada Republik Indonesia. Bersama
Belanda, sebagai kerajaan bawahan mereka jaya. Keraton Kesultanan Yogyakarta, tergolong
sebagai kerajaan yang mendukung Republik Indonesia. Selain Kedatuan Luwu (Sulawesi
Selatan). Selain yang benar-benar pro-Belanda ada juga yang bermuka dua. Diantaranya Ida
Anak Agung Gde Agung. Dia punya basukan bernama Pasukan Pembela Negara (PPN), yang ikut

85
Muhammad Iqbal, Kesatuan Rakjat Indonesia jang Tertindas (KRjT): Pemberontakan Ibnu Hadjar di
Kalimantan Selatan 1950-1963, Depok, Universitas Indonesia (tesis), 2014, hal. 63.
86
Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1735: Laporan harian Kementerian Pertahanan Bagian V Kepada
Menteri Muda Pertahanan tanggal 30 Oktober 1947 tentang kegiatan Belanda daerah Jawa Tengah: Lihat
juga Lukisan revolusi, 1945-1950: dari negara kesatuan ke negara kesatuan, Jakarta, Kementerian
Penerangan, 1954, hal. 200.
87
Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1735.
memburu pejuang pro-Republik di Bali. PPN tentu saja kerap diplesetkan sebagai: Penjilat
Pantat Nederland. 88
Apa yang dilaporkan bagian V memang sesuatu yang kerap terjadi di masa revolusi. Tak
semua orang yang secara fisik disebut Indonesia rela Kerajaan Belanda tak menjadikan lagi
Indonesia sebagai koloni. Banyak orang tua yang mapan di zaman kolonial, diantaranya banyak
yang merindukan kembalinya Belanda.
Indonesia tentu semakin dijepit. Kedudukan ekonomi Republik tentu dihancurkan oleh
Belanda. Blokade ekonomi lewat lautan juga tak lupa dilakukan Belanda, selain untuk
mengisolasi hubungan Indonesia dengan negara lain. Di daerah pendudukan juga uang-uang
rilisan Republik Indonesia, Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), tidak laku.
ORI tak bisa dengan mudah ditukar. Nilai tukarnya di Malang, antara uang NICA dengan
ORI mencapai 1:7. Laporan 18 November 1947 itu juga menyebut, adanya sabotase kepada
pihak Belanda yang mana kelompok sabotase itu memperoleh 75 pucuk karaben. 89
Kementerian Penerangan sangat kritis juga terhadap anggota Bagian V. Dalam suratnya
kepada Kepala Bagian V, Abdoelrachman, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Mr
Soekono Djojopratignjo, meminta agar Polisi Tentara untuk menyelidiki Ngadini, salah seorang
pegawai Bagian V. Disebut, “jika ia di Solo, maka ia menginap di istana Mangkunegaran.
Bahwasanya ada kemungkian rahasia akan bocor.”90 Pernah ada laporan bagian V terkait kasus
Kolonel Wagiman yang doyan pergi ke Cikampek dan dicurigai sering bertemu Kapten Orie
(pejabat NICA) untuk berdagang. Dia punya pasukan penyebot dan pembunuh. Sang kolonel
pernah beli sawah dengan cara tidak wajar.91
Hilangnya kota-kota pelabuhan adalah masalah besar bagi perhubungan Jawa dengan
pulau lainnya. Orang-orang Republiken jadi sulit berkomunikasi atau bermigrasi antara Jawa
luar Jawa. Tugas intel Republik jadi semakin sulit. Tentu saja kaum Republiken di luar Jawa jadi
telat menerima perubahan kebijakan pemerintahan sipil dan organisasi militer di Jawa. Intinya:
Intel Republik harus bekerja berkali-kali lebih keras dibanding tahun 1945.
Berakhirnya Bagian V, bersamaan dengan tumbangnya Amir Sjarifoedin sebagai
Perdana Menteri. Terkait kebijakan di Indonesia, yang selalu terjadi biasanya: ganti menteri
ganti kebijakan. Sejak zaman revolusi begitu adanya.
Amir Sjarifoedin jatuh setelah perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia.
Apapun pertimbangan Amir Sjarifoedin mau tanda-tangan, meski agar Republik tidak hancur
oleh militer Belanda, Amir Sjarifoedin tetaplah salah hingga hari ini. Tak hanya soal Renville,
tapi karena Amir komunis.
Bagian V dituduh “menyimpang dari syarat mutlak” sebagai badan intelejen
bahwasanya lembaga intelejen negara yang bertugas memberi bahan masukan bagi siasat
negara, yaitu: obyektif. Amir dituduh pula menempatkan orang-orangnya. “pemeriksaan pada
arsip Bagian V menunjukan, bahwa laporannya hanya mengenai beberapa golongan dan partai-
partai politik, yang tidak termasuk dalam golongan partai Mr Amir Sjarifuddin dan
Abdoelrachman cs. Di dalam Bagian V sendiri terjadi perpecahan antara “golongan sayap kiri
dengan yang lainnya.” Bagian V juga dituduh tidak bisa bekerjasama dengan kementerian lain.
Ternyata menurut laporan ini, “dari beberapa laporan-laporan yang tertentu di bagian V, yang
turunannya hanya dikirimkan kepada klik—nya sendiri, tidak hanya di jawatan resmi, akan
tetapi juga, akan tetapi juga di badan yang tidak resmi, tidak hanya kepada Kementerian
Pertahanan, Kemeneterian Pertahanan Bagian C (ALRI), Markas besar Polisi Tentera Laut
(MBPTL), Biro Perjuangan Djokosujono, akan tetapi juga kepada pucuk pimpinan Pesindo,
Politibiro Partai Sosialis, Markas Besar PKI.” Hingga tak heran muncul tuntutan pembubaran

88
I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa, Bergerilya bersama Ngurah Rai, Denpasar, BP, 1994, hal. 11.
89
Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1735.
90
Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1710: Surat dari Kepala Bagian V Kementerian Pertahanan
kepada PT Abdoelrachman tanggal 9 Juni 1947 tentnag penyelidikan beberapa orang.
91
Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1771: Laporan dari Bagian V Militer bulan Februari-Maret 1948
tentang Kolonel Wagiman (salah seorang anggota Barisan Penyerobot dan Pembunuh) atau disebut
Gerakan Kolang-kaling.
pada 5 Maret 1948.92 Menurut ajaran Lubis, “insan intelejen itu (seharusnya) total mengabdi
semata-mata untuk negara dan masyarakat.93
Tak ada pelanjut Bagian V. Kementerian Pertahanan lalu dipegang Hatta. Tak ada lagi
intelejen semacam BRANI dan Bagian V. Abdoelrachman tak jelas riwayatnya. Tapi Lubis terus
di lembaga intelejen. Dia masuk ke jajaran tinggi Angkatan Darat. Waktu Bagian V bubar, Yoga
juga bersama Lubis di SUAD-I.
Setelahnya “dibentuk SUAD-I. Saya ditunjuk jadi kepalanya, merangkap sebagai kepala
MBKD-I,” kata Lubis. Dua badan itu bukan intelejen kementerian Pertahanan. SUAD-I adalah
bagian dari Angkatan Darat yang dipimpin Kepala Stafnya. SUAD singkatan dari Staf Umum
Angkatan Darat. Huruf “I” kemungkinan diartikan sebagai intelejen. MBKD-I adalah dibawah
Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin Panglima Teritorium Tentara Djawa
(PTTD).
“Di situlah saya ketemu dengan Nasution yang sebagai Panglima PTTD (Panglima
Tentara Teritorium Djawa). Waktu itu, Kepala Staf Angkatan Darat dipegang Djatikusumo,” kata
Lubis. Ini Kolonel Batak, masih terhitung sepupu jauh Lubis. Mereka pernah berusaha
didamaikan oleh ayah dari Adnan Buyung Nasution, tapi gagal dan Nasution pun dipandang
begitu besar ambisi politiknya.94 Tapi persepupuan tak menjamin kedamaian diantara mereka.
Sejak tahun-tahun terakhir gerilya, mereka sudah tidak akur.

IV
Setelah Revolusi Berlalu
“Anda tak dapat mengkoordinasikan apapun di Indonesia.”
(Kartono Kadri)

Belum lama setelah zaman perang berlalu geliat membangun badan intel Indonesia tidak
sekencang di di masa sebelumnya. Di masa-masa bekerja dibawah Angkatan Darat era perang,
Zulkifli Lubis sebenarnya memimpikan badan intelejen lagi. Seharusnya, pasca Pengembalian
Kedaulatan 1949, apa yang diinginkan Lubis itu menjadi mungkin. Mengorganisir badan
intelejen, dengan segala pengalaman buruk di zaman perang kemerdekaan, tentu akan lebih
baik.
Setelah Amir Sjarifoeddin jatuh, pada 1948, Zulkifli Lubis memimpin MBKD-I dan SUAD-
I. Begitupun setelah ibukota Republik Indonesia diduduki tentara Belanda. Dari masa-masa ini,
Lubis sudah punya seteru di kalangan petinggi tentara, yang sama-sama orang Sumatra pula.
Perseteruan ini lalu berlanjut di era 1950an. Sejak zaman revolusi, “sudah terjadi

92
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 883: Laporan dari kementerian Pertahanan tanggal 5 Maret
1948 tentang situasi Kementerian Bagian V dan usul-usul perbaikan organisasi Kementerian Pertahanan
Bagian V.
93
Irawan Soekarno, Aku “Tiada” Aku Niscaya: Menyingkap Lapis Kabut Intelijen, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia, 2011, hal. 4.
94
Adnan Buyung Nasution, Pergulatan Tanpa Henti Volume II, Jakarta, Aksara Karunia, 2004, hal. 164.
ketidakserasian antara TB Simatupang, AH Nasution dan Z Lubis. Ketiga perwira berkedudukan
tinggi ini punya pendukung masing-masing,” Hario Kecik.95
“MBKD-I dipindahkan ke Kementerian Pertahanan. Menjadi intelijen Kementerian
Pertahanan. Sifatnya agak tertutup. Kalau ke luar, kami memakai nama Biro Redaksi. Kalau ke
dalam, namanya IKP (Intelijen Kementerian Pertahanan),” aku Lubis. 96 Lembaga ini dibawah
Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Kepala stafnya Kolonel Tahi Bonar
Simatupang97. Markas IKP berada di Jalan Merdeka Barat. Badan rahasia ini eksis dari 1950
sampai terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952.
Di masa-masa ini Lubis di zaman revolusi bukanlah Lubis di zaman liberal. Lubis mulai
terseret dalam pusaran politik. “Lubis lebih sibuk mengurusi rivalitasnya dengan Nasution dan
Simatupang, daripada mengurusi lembaga intelejen,”98
Lubis bersebrangan dengan Nasution dalam Peristiwa 17 Oktober 1952. Lubis berhasil
mengintai kelompok Nasution yang hendak membubarkan parlemen alias DPR—yang berisikan
politisi yang tidak becus urus negara. Lubis, yang kala itu berada di pihak Presiden—yang tak
ingin parlemen bubar—bergerak membayangi demonstran yang digerakan kelompok Nasution.
“Orang-orang saya sempat masuk diantara mereka,” kata Lubis. 99 Orang-orang Lubis
berhasil mengarahkan demonstran bikin kecewa kelompok Nasution. Di akhir demontrasi,
demonstran bilang “Hidup Bung Karno” dan usaha kelompok Nasution tanpa hasil untuk
membubarkan parlemen.
Setelah 17 Oktober 1952, Lubis tak pernah berhubungan dengan Menteri Pertahanan.
“Itulah latar-belakang mengapa IKP dibubarkan oleh Kepala Staf Angkatan Perang dan diubah
menjadi BISAP. Intelijen Kementrian Pertahanan di bawah Menteri Pertahanan dibubarkan
begitu saja oleh seorang KSAP (Kepala Staf Angkatan Perang) T.B. Simatupang,” tulis Hario
Kecik.100 Kecik merasa aneh, IKP yang bernaung dibawah Kementerian Pertahanan dibubarkan
begitu saja oleh KSAP. Seharusnya Menteri Pertahanan, dalam hal ini Sri Sultan, yang
berwenang membubarkannya.
Mengenai pendidikan Intelejen, Lubis menyebut: “sampai tahun 1950-an pendidikan
masih bersifat aplikasi intelijen, untuk lapangan. Sesudah itu baru diadakan pendidikan
tersendiri, semacam advanced course bagi tenaga-tenaga yang sudah berpengalaman, termasuk
Karno Hadiwibowo. Pendidikannya di Kaliurang, Yogya. Jadi, bagi yang sudah berpengalaman
dan punya jabatan di intelijen, itu dididik di Kaliurang, berganti-ganti, liching per lichting.
Sesudah itu ada lanjutannya, berupa pendidikan kader khusus. Yakni kader intelijen yang utuh.
Itu tidak banyak, ada sekitar 12 orang.” 101
Selain IKP, Lubis juga diarahkan Simatupang untuk memimpin Biro Informasi Staf
Angkatan Perang (BISAP).102 Organ ini tak dibawah Kementerian Pertahanan, tapi dibawah
Angkatan Perang yang dipimpin oleh Simatupang. Lubis menyebut kala itu semua tak bergatung
dari luar negeri. Bahkan terbilang otodidak. Jelang bubar, pasca Peristiwa 17 Oktober 1952,
Lubis datangi Simatupang. Lubis bilang ke Simatupang, “Semua boleh bubar, asal pendidikan ini

95
Suhario Padmodiwiryo, Memoar Hario Kecik: Autobiografi Seorang Mahasiswa Prajurit, Jakarta, Yayasan
Obor Indonesia, 1995, hal. 399.
96
Komandan Intelejen Pertama Indonesia (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 58.)
97
Tahi Bonar Simatupang (Sidikalang, 28 Januari 1920-Jakarta,1 Januari 1990) adalah jebolan Akademi
Militer Belanda di Bandung yang sempat jadi perwira zeni KNIL. Setelah Indonesia merdeka bergabung
dengan Markas Besar Tentara Yogyakarta. Sebelum 1950 dia menjadi Kepala Staf Angkatan Perang
(KSAP) Ri dari 1950 hingga 1954. Sempat juga dia jadi penasehat menteri pertahanan. Setelah pensiun
dia pernah jadi angoota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan aktif juga di Dewan Gereja. (Harsya
Bachtiar, Siapa Dia Perwira Tinggi TNI_AD, Jakarta, Djambatan, 1988, hal. 299).
98
Ken Conboy, Intel: Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Jakarta, Pustaka Primatama, 2007, hal. 9.
99
Komandan Intelejen Pertama Indonesia (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 58.)
100
Suharjo Padmodiwirjo, op. cit., hal. 405.
101
Komandan Intelejen Pertama Indonesia (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 58)
102
Ken Conboy, op. cit., hal 6&9.
jangan.” Ketika Kolonel Bambang Sugeng menjadi KSAD, setelah izin dengan KSAP, personil
BISAP dimasukkan Staf I SUAD. 103
Selama bertahun-tahun, tak ada lagi badan intelejen semacam BRANI. Hanya saja tiap
angkatan di TNI punya intelejennya masing-masing. Begitu juga kepolisian. Antar badan intel
dirasa kurang terorganisasi. Ribetnya parlemen di era Demokrasi Liberal, membuat
pemerintahan labil. Hingga kemudian muncul Dekrit 5 Juli 1959. Sebelum ada Dekrit, Presiden
agak jengah dengan parlemen. “Untuk mengkoordinasikan perselisihannya melawan parlemen,
Sukarno merasa perlu dibentuknya suatu badan intelejen yang bertugas melakukan koordinasi
khusus agar UUD’45 dapat kembali diberlakukan,” tulis Ken Conboy. 104
Badan intelejen tingkat negara akhirnya muncul setelah PRRI/Permesta meletus dan
gerakan separatis lain sudah bertahun-tahun merajalela. Pada “5 Desember 1958 Presiden
Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dengan Kolonel Laut Pirngadi 105 sebagai
kepala.”106 BKI berdiri dengan dasar Peraturan Pemerintah No 54 tahun 1958 tentang Badan
Koordinasi Intelejen (BKI)—yang dikeluarkan Perdana Menteri Djuanda. 107
“BKI bertugas menyelenggarakan kordinasi antara badan-badan intelejen sipil dan
militer,” kata pasal dua Peraturan Pemerintah No 54 tahun 1958 tentang Badan Koordinasi
Intelejen (BKI) itu. BKI berkordinasi dengan Asinten 1 KSAD, irektur Intelejen Angkatan UDara,
Kepala Dinas Staf Operasional Angkatan Laut, Kepala Dinas Pengawasa Keselamatan Negara
Jawatan Kepolisian Negara, Kepala Jawatan Reserse Pusat pada Kejaksaan Agung.
Anggota yang hadir dalam pelantikan antara lain: Kolonel Udara Siswandi, Letnan
Kolonel Udara Sudarmono, Komisaris Polisi Omar Chatab, Ajun Komisaris Polisi Samsudin,
Kolonel AD Imam Soekarto, Letnan Kolonel AD Djoehartono, Letnan Kolonel Laut Djasmani,
Imam Soebardjo dari Kejaksaan Agung, Mochtar Tayib dari Departemen Luar Negeri dan
beberapa orang dari Biro Keamanan. Apa yang diniatkan pada BKI nampaknya sulit terujud.
“Anda tak dapat mengkordinasikan apapun di Indonesia,” kata Kartono Kadri. 108
BKI tidak bertahan lama. BKI tergantikan akhirnya. “Selanjutnya, 10 November 1959,
BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun Jakarta," tulis AC
Manullang.109 Setelah era BPI dimulai, nama Pirngadi tenggelam.
BPI tentu tekait dengan Menteri Luar Negeri Dr Subandrio, yang diolok sebagai Durno
(penasehat raja nan licik dalam pewayangan). BPI dianggap tidak jauh beda dengan Bagian B
dan Bagian V milik Amir dulu, dekat dengan PKI. BPI “didominasi orang-orang komunis. BPI
yang lebih banyak berperan sebagai Polisi Rahasia, lebih banyak bertugas mengamati dan
menghancurkan musuh-musuh PKI, terutama kekuatan umat Islam,” kata ZA Maulani. Menurut
Maulani, orang macam natsir, Buya Hamka, Syafrudin Prawiranegara ditahan berkat BPI. 110
Jika Amir memberi kuasa pada orang yang dipercayainya, Subandrio memimpinnya
sendiri. Dia dapat pangkat Marsekal Udara Kehormatan untuk itu. Kepala Staf BPI sendiri,
dipegang oleh Brigadir Jenderal Polisi Sugeng Sutarto, yang mantan kepala intelejen kepolisian
dan dikenal sebagai Sukarnois.111 Subandrio, selain sebagai Menteri Luar Negeri, merangkap
juga jabatan Wakil Perdana Menteri (Waperdam). Peran BPI kuat dan efektif di masa itu. 112
103
Komandan Intelejen Pertama Indonesia (Tempo, 29 Juli 1989, hal. 58)
104
Ken Conboy, op. cit., hal. 16.
105
Kolonel Laut Pirngadi adalah seorang dokter dalam pergerakan nasional Indonesia. Di masa revolusi
dia begabung dengan TKR sebagai kepala kesehatan lalu jadi Komandan Pangkalan ALRI di Belawan. Dia
memimpin sebuah panitia yang membantu merumuskan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia 12 mil laut
dari garis pantai.
106
AC Manullang, Terorisme dan Perang Intelejen, Jakarta, Manna Zaitun, , 2006: hal. 299.
107
Irawan Soekarno, op. cit., hal. 54.
108
Ken Conboy, op. cit., hal. 16&17.
109
AC Manullang, Loc. Cit.
110
ZA Maulani, Melaksanakan kewajiban Kepada Tuhan dan Tanah Air: Memoar Seorang Prajurit TNI,
Jakarta, Daseta, 2005, hal. 306.
111
Ken Conboy, op. cit., hal. 25
112
Irawan Soekarno, op. cit., hal. 56.
Organisasi intel yang eksis di zaman Demokrasi terpimpin ini hanya hitungan tahun saja
umurnya.
Di masa mulai lengsernya Sukarno, BPI kena babat. Markas BPI di Jalan madiun, Jakarta,
didatangi tentara. Pejabat seniornya ditahan. Markas bersarnya diambil-alih Angkatan
Darat.BPI digantikan Komando Intelejen Negara (KIN), yang berada dibawah komando
Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Komkamtib), yang dijabat Mayor
Jenderal Soeharto. KIN eksis sejak 1966 dan bermarkas di Tebet. Perwira asal Jawa Tengah
banyak mengisi di sana.113
Diantaranya ada Yoga Sugomo dan Ali Moertopo. Yoga menjadi kepala stafnya. Yoga
belakangan dikenal sebagai Kepala dari Badan Kordinasi Intelejen (BAKIN). Posisi ini pernah
juga dijabat pengikut Lubis lainnya, Mayor Jenderal Soedirgo. Sementara itu, Ali Moertopo tentu
dikenal dengan organ intel andalannya nan legendaris: Operasi Khusus (Opsus). Suatu organ
yang mirip namanya dengan yang dimiliki Bagian V dulu, yang dipimpin KSAL Soebijakto di
zaman Amir Sjarifuddin.
Orang dekat Moertopo sekaligus tokoh angkatan 1966, Jusuf Wanandi, punya cerita soal.
Lembaga ini, berdasar versi Jusuf Wanandi, muncul setelah perbincangan antara Menteri
Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Letnan Jenderal Ahmad Yani dengan Letnan Kolonel Ali
Moertopo—yang perwira intelejen—pada pertengahan 1964 di Markas Kostrad Gambir. Di
mana mereka berbincang terkait Konfrontasi Malaysia yang mengkhawatirkan sebagian
perwira Angkatan Darat.114 Mereka sama-sama berasal dari rumpun Diponegoro (Jawa Tengah).
Moertopo adalah bawahan dan penerus Yani juga di Banteng Raider.
“Pak Yani, saya ingin bertanya, kenapa konfrontasi itu terus dijalankan kalau Bapak tahu
itu akan merusak kita? Kenapa bapak tidak menghentikannya saja?” tanya Ali kala itu.
“Kalau tergantung saya, akan saya hentikan, tapi Bung Karno yang memulainya,” jawab
Yani yang agak pesimis soal kondisi itu.
“Kita harus mengakhirinya. Kenapa kita harus bunuh-bunuhan dan nanti berhadapan
dengan Cina?” kata Ali Moertopo. Sejatinya, Yani sepakat saja dengan ide di luar nalar orang-
orang era demokrasi terpimpin yang muncul dari bekas bawahannya itu. Yani yang tertarik
akhirnya bertanya pada Ali Moertopo, “Ya, tapi siapa yang melaksanakan itu?”
“Serahkan pada saya,” kata Ali Moertopo. Kun Faya Kun. Opsus tak hanya berdiri
akhirnya, melainkan jadi kekuatan yang berpengaruh. Bahkan juga menjengkelkan para
jenderal di BAKIN sendiri. Opsus dianggap ikut sukses mendamaikan Indonesia dengan
Malaysia setelah konlik 1962-1964. Perwira terkenal yang pernah di Opsus antara lain, Benny
Moerdani dan Aloysius Sugianto. Ali Moertopo sendiri dikenal sebagai perwira yang berpikir di
luar nalar. Dia pejabat intel yang merestui penggalangan bekas pemberontak untuk mendukung
kerja intelejen dan bahkan dalam usaha pmemenangan Pemilu. Jerry Sumendap 115, Daan J
Mogot, Welly Pesik, Jan Walandauw juga Ventje Sumual116 adalah yang pernah dicoba dirangkul.
Opsus juga menggandeng anak angkat Sutan Sjahrir, Des Alwi, yang jadi pelarian di Malaysia
dalam usaha peredaan konflik Indonesia Malaysia.
KIN menjadi BAKIN sejak 22 Mei 1967.117 Dengan Mayor Jenderal Soedirgo118 sebagai
Kepala BAKIN pertama. Kemudian diganti Yoga, lalu Sutopo Juwono dan Yoga lagi. Di BAKIN,

113
Ken Conboy, op. cit., hal. 25.
114
Jusuf Wanandi, Shades of Grey: A Political Memoir of Modern Indonesia 1965-1998, Jakarta, 2012, hal.
67-68.
115
Jerry Sumendep adalah pemilik perusahaan pelayaran yang sering seliweran ke Singapura dan
Hongkong. Di masa orde baru dia berhubungan dengan Opsus Ali Moertopo. Di bidang usaha, Sumandep
dikenal sebagai pendiri maskapai penerbangan swasta Bouraq Airlines.
116
Herman Nicolaas Ventje Sumual (Remboken, Juni 1923–Jakarta, 28 Maret 2010). Pernah iktu laskar
Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) lalu masuk TNI. Dirinya ikut memimpin Serangan Umum 1
Maret 1949. Era 1950an dia jadi pejabat penting di TT VII Wirabuana, yang meliputi Sulawesi dan
Indonesia Timur lainnya. Sumual dikenal publik lewat perannya sebagai pemimpin Permesta di Sulawesi
Utara. Setelah damai dengan pemerintah dan ditahan, dia lalu jadi pengusaha.
117
Irawan Soekarno, op. cot., hal. 57.
banyak direkrut personil Polisi Militer. Polisi Militer pernah punya Denintel POM menjadi
Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), yang personilnya pada 1976 menjadi Satuan Pelaksana
(Satlak) BAKIN dan di era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01. 119
Tahun 1983, sebagai Asisten Intel Hankam merangkap Wakil Kepala BAKIN, Letnan
Jenderal L.B. Moerdani mereorganisasikan Pusat Intelejen Strategis (Pusntelstrat) yang berada
dibawah Departemen Pertahanan Keamanan dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI), menjadi Badan Intelijen Strategis (BAIS) ABRI yang punya wewenang operasional yang
luas.120 Dari “Januari 2001, Gus Dur (Abdurahman Wahid) secara resmi mengubah Bakin
menjadi Badan Intelijen Negara (BIN),” tulis AC Manullang. 121 Nama BIN masih digunakan.
Orang yang menjadi Kepala BIN, kebanyakan jenderal, baik dari Tentara Nasional Indonesia
(TNI) maupun Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Bukan lagi orang yang mengangkat diri
jadi kolonel maupun orang sipil yang dianugrahi pangkat Marsekal.

Referensi:
Artikel Surat Kabar:
Komandan Intelejen Pertama Indonesia (Tempo, 29/07/1989)
Mewaspadai Kiprah Intelejen (Sabili,02/01/2003).

Arsip
1. Arsip Kabinet Perdana Menteri RI Yogyakarta nomor 129 (Seri Laporan Djawatan
Kepolisian Negara kepada Pemangku jabatan Presiden RI, perdana Menteri RI, Jaksa
Agung, Yogyakarta 21 Februari 1950. No Polisi: 278/AR/PAM/DKN/50. Perihal Aksi
Westerling. Seri Laporan Jawatan Kepolisian Negara Bagian PAM Yogyakarta beserta
lampiran. (Desember 1949, Januari, Maret 1950)
2. Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1006: Surat dari Markas Pertahanan ALRI ke-IV
Bagian SOI tentang laporan-laporan bulan Januari 1946-Mei 1947 mengenai
pemberontakan di Balikpapan.

118
Mayor Jenderal Soedirgo yang pernah bealajar di sekolah staf komando tentara Amerika di
Leavenworth (1965), pernah menjadi Asisten Intelejen KSAD dan pernah menjadi Deputi Kepala BAKIN.
(Harsya Bachtiar, 1989:326). Pernah juga dia menjadi Direktur Polisi Militer. (Harsya Bachtiar, op. cit.,
hal. 326)
119
Ken Conboy, op. cit., hal. 46-53.
120
ZA Maulani, op. cit., hal. 313.
121
AC Manullang, op. cit., hal. 302.
3. Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1710: Surat dari Kepala Bagian V Kementerian
Pertahanan kepada PT Abdoelrachman tanggal 9 Juni 1947 tentnag penyelidikan
beberapa orang.
4. Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1735: Laporan harian Kementerian Pertahanan
Bagian V Kepada Menteri Muda Pertahanan tanggal 30 Oktober 1947 tentang kegiatan
Belanda daerah Jawa Tengah.
5. Arsip Kementerian Pertahanan nomor 1771: Laporan dari Bagian V Militer bulan
Februari-Maret 1948 tentang Kolonel Wagiman (salah seorang anggota Barisan
Penyerobot dan Pembunuh) atau disebut Gerakan Kolang-kaling.
6. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 1756: Laporan Kementerian Pertahanan
Bagian B tanpa tanggal tentang kegiatan rahasia Belanda.
7. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 22: Ichtisar Mingguan dan Bulanan
Kementerian Pertahanan Bagian B Bulan Desember 1946 tentang keadaan politik,
militer dan ekonomi bulan Agustus dan November 1946.
8. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 23: Laporan Bulanan Bulanan Kementerian
Pertahanan Bagian B Bulan Desember 1946 tentang keadaan politik, militer dan
ekonomi dalam dan luar negeri.
9. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 268: Surat Nomor B39/OIV dari Kepala Bagian
V Kementerian Pertahanan Kepada Kementerian Pertahanan Pusat Pendidikan
Ketentaraan tanggal 25 September 1947 tentang persiapan komplek Sarang Garoeda
Compleks untuk latihan.
10. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 269: Surat Kementerian Pertahanan bagian V
Special Operation tanggal 23 dan 27 Oktober 1947 tentang calon-calon pelajar SO.
11. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 270:Surat dari Komando PSO Kepada Kepala
Kementerian Pertahanan Bagian V kepada Mayor Laut Martadinata tanggal 3 Desember
1947 tentang penyampaian surat perintah Kepala Staf Umum Armada nomor
5/Og/Arm/17 untuk mengikuti latihan di Sarangan.
12. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 272:Surat-surat Kepala Jawatan Persenjataan
Kementerian Pertahanan Kepada Kementerian Pertahanan Bagian V tanggal 16-24
Desember 1947 tentang permohonan tenaga guru untuk latihan kemiliteran yang
diselenggarakan oleh kementerian pertahanan di Sarangan.
13. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 275: Telegram (kawat) dari Abdoel Rachman
kepada Subiakto di Singapura tanggal 14 November 1948 tentang pengangkatan
Soebiakto menjadi Komandan Special Operations.
14. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 374: Surat Keterangan Kementerian
Pertahanan Bagian V No.B 1449/A VI tanggal 1 Agustus 1947 tentang pemberian kuasa
kepada Soparno Setyopati anggota staf penasehat Kementerian Pertahanan Bagian V
bagian Rahasia Negara.
15. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 389: Kementerian Pertahanan Bagian B
daerah III: Daftar Riwayat hidup pemimpin ALRI, bulan September 1947.
16. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738: Surat dari Kepala Organisasi Dewan
Anggota Staf Bagian B Kepada Menteri Pertahanan di Yogyakarta No. K9/BO Rahasia
tanggal 20 Juni 1946 tentang pengiriman usulan-usulan yang telah disahkan oleh Dewan
Anggota Staf Mengenai Koordinasi, susunan pegawai, daftar gaji Kementerian
Pertahanan Bagian B Organisasi.
17. Arsip Kementerian Pertahanan RI Nomor 752: Surat dari Pimpinan Badan Rahasia
Negara (BRANI) tanggal 22 Agustus 1946 tentang BRANI yang berdiri langsung dibawah
Presiden yang termasuk Anti Corupsi Dients dan White Cross.
18. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 853: Surat Anggota Bagian SO Kementerian
Pertahanan Kepada kepala Kementerian Pertahanan bagian V di Yogyakarta No.
J/AD//I/47 tanggal 4 November 1947 tentang usul untuk mengadakan panitia kecil
untuk merancang pekerjaan persiapan guna mempercepat pekerjaan bagian SO.
19. Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 883: Laporan dari kementerian Pertahanan
tanggal 5 Maret 1948 tentang siatuasi Kementerian Bagian V dan usul-usul perbaikan
organisasi Kementerian Pertahanan Bagian V
20. Arsip Kepolisian Negara 1947-1949 nomor 531: Kepolisian Negara bagian PAM kepada
Kepolisian Keresidenan Jateng: Surat tentang konferensi Badan-badan Rahasia di
Sarangan Disertai Lampiran.
21. Arsip Nederlands Force Intelligence (NEFIS) no 18: Verslag CCC IAMA-CAB Afdeling
Intellegence en Loyaliteit sonderoek: berisi peringa- tan kepada Ch. O. van der Plas
mengenai propaganda Islam oleh Jepang yang dibuat oleh Letnan Kolonel Soeriasentoso
20 Maret 1946.

Buku:
1. Abdul Haris Nasution (1989) Memenuhi Panggilan Tugas: Kenangan Masa Muda, Jakarta,
CV Haji Masagung.
2. Abubakar Lubis (1992) Kilas Balik Revolusi: Kenangan, Pelaku dan Saksi, Jakarta,
Penerbit Universitas Indonesia
3. Adnan Buyung Nasution (2004) Pergulatan Tanpa Henti Volume II, Jakarta, Aksara
Karunia.
4. AC Manullang (2006) Terorisme dan Perang Intelejen, Jakarta, Manna Zaitun.
5. Allan Akbar (2012) Dinas Intelejen Politik Algemeene Recherche Dienst (ARD) Dan
Penangan Pergerakan Nasional 1916-1934, Depok, Universitas Indonesia (skripsi).
6. Bambang Wiwoho & Banjar Chaeruddin (1990) Memori Jenderal Yoga, Jakarta, Bina
Rena Pariwara
7. Barbara Sillars Harvey (1989) Pemberontakan Kahar Muzakkar: dari Tradisi ke DI/ TII,
Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.
8. Benedict ROG Anderson (2018) Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan
di Jawa 1944-1946, Jakarta, Margin Kiri.
9. David Jenkins (2010) Soeharto di Bawah Militerisme Jepang, Jakarta, Komunitas Bambu.
10. David Reeve (2013) Golkar: Sejarah Yang Hilang, Akar, Pemikiran dan Dinamika (Jakarta,
Komunitas Bambu.
11. Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (2012) Sejarah Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut (Periode Perang Kemerdekaan) 1945-1950, Jakarta, Dinas Penerangan
TNI Angkatan Laut.
12. Djoeir Moehamad & Abrar Yusra (1997) Memoar seorang sosialis, Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia.
13. Harsya Bachtiar (1989) Siapa Dia Perwira Tinggi TNI_AD, Jakarta, Djambatan.
14. I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa (1994) Bergerilya bersama Ngurah Rai, Denpasar, BP.
15. Irawan Soekarno (2011) Aku “Tiada” Aku Niscaya: Menyingkap Lapis Kabut Intelijen,
Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
16. Jaap de Moor (2015) Jenderal Spoor: Kejayaan dan Tragedi Panglima Tentara Belanda
Terakhir di Indonesia, Jakarta, Kompas.,
17. Joyce Lebra (1988) Tentara Gemblengan Jepang, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan
18. Jusuf Wanandi (2012) Shades of Grey: A Political Memoir of Modern Indonesia 1965-1998,
Jakarta.
19. Kementerian Pertahanan (1954) Lukisan Revolusi, 1945-1950: Dari Negara Kesatuan Ke
Negara Kesatuan, Jakarta, Kementerian Penerangan.
20. Ken Conboy (2007) Intel: Menguak Tabir Dunia Intelejen Indonesia, Jakarta, Pustaka
Primatama.
21. Louis de Jong (1985) Het Koninkrijk der Nederlanden in de Tweede Wereldoorlog:
Voorspel, Staatdrukkerij en Uitgebverijbedrijf, 1985.
22. Marieke Bloembergen (2011) Polisi Zaman Hindia Belanda: Dari Kepedulian dan
Ketakutan, Jakarta, Kompas.
23. Masfar R. Hakim dan Zamzulis Ismail (1982) Sejarah pendidikan perwira TNI Angkatan
Laut, 1945-1950, Jakarta, Dinas Sejarah TNI Angkatan Laut.
24. Muhammad Iqbal (2014) Kesatuan Rakjat Indonesia jang Tertindas (KRjT):
Pemberontakan Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan 1950-1963, Depok, Universitas
Indonesia (tesis).
25. Nana Nurliana Suyono dkk (2008) Awal kedirgantaraan di Indonesia: perjuangan AURI
1945-1950, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
26. Ong Hok Ham (1998), Runtuhnya Hindia Belanda, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
27. P. Van Meel dkk (1990) Gedenkschrift Koninklijk Nederlandsche Indische Leger 1830-
1950 . Dordrcht, Stichting Herdenskring Oud-KNIL Artelleristen Stabelan.
28. Purbo Suwondo dkk (1996) PETA: Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawad an
Sumatera 1942-1945, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
29. Radik Djarwadi (1960) Surat dari Sel Mau, Surabaya, Grip.
30. Robert Cribb (1990), Gejolak Revolusi Di Indonesia 1945-1949: Pergulatan Antara
Otonomi Dan Hegemoni, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.
31. Sitisoemandari Soeroto (1982) Kartini: Sebuah Biografi, Jakarta, Gunung Agung
32. Slamat Muljana (2008) Kesadaran Nasional; Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid
2, Yogyakarta, LKiS.
33. Soe Hok Gie (1997) Orang-orang di persimpangan kiri jalan: kisah pemberontakan
Madiun September 1948, Yogyakarta, Bentang.
34. Soemitro & Heru Cahyono (1998) Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15
Januari’ 74 (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
35. Sudyono Djojoprajitno (1962), P.K.I. Sibar contra Tan Malaka: pemberontakan 1926 &
kambing hitam Tan Malaka, Jakarta, Jajasan Massa.
36. Suhario Padmodiwiryo (1995) Memoar Hario Kecik: Autobiografi Seorang Mahasiswa
Prajurit, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
37. Sukono dkk (2009) Dan Toch Maar: Apa Boleh Buat, Maju Terus, Jakarta, Kompas.
38. Tashadi dkk (1997) Sejarah perjuangan Hizbullah Sabilillah, Divisi Sunan Bonang,
Yogyakarta, Yayasan Bhakti Utama bekerjasama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)
Cabang Yogyakarta.
39. Willem Oltman (1981) Bung Karno Sahabatku, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
40. Zain Azhar Maulani (2005) Melaksanakan kewajiban Kepada Tuhan dan Tanah Air:
Memoar Seorang Prajurit TNI, Jakarta, Daseta.

Lampiran

I
Awal Pembentukan Intelejen
Oleh Zulkifli Lubis. 122

122
Dikutip dari artikel Komandan Intelejen Pertama (Tempo,29/07/1989:56-58) dan telah beredar di
dunia maya (https://serbasejarah.wordpress.com/2010/04/16/zulkifli-lubis-komandan-intelijen-
pertama/2/)
Setelah Jepang menyerah, saya ditahan pergi oleh A.K. Gani supaya bertahan di Palembang saja.
Saya bilang pada A.K. Gani, pusat pergerakan itu di Jawa, dan teman-teman saya banyak di sana.
Dia tidak setuju. Tapi saya tidak ambil perhatian. Saya tetap ke Jawa.
Saya lalu ke Jakarta, bertemu dengan Kemal dan Daan Mogot. Juga jumpa dengan pihak-
pihak Jepang yang saya kenal, Yanagawa, Yamazaki. Di situlah saya mempersiapkan untuk
membentuk suatu Intelijen Awal. Saya anggap, setiap gerakan apa pun, intelijen itu penting,
harus ada.
Istilahnya waktu itu, mudah sekali, kita sebut Badan Istimewa. Di mana mesti
tempelannya? Waktu itu dibentuk BKR Pusat yang dipimpin oleh Kafrawi, bekas daidancho dan
pembantunya, Arifin, bekas shodancho. Saya bertemu dengan keduanya, kebetulan saya kenal.
Waktu itu, BKR (Badan Keselamatan Rakyat) masih di bawah KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat) yang diketuai Kasman Singodimedja dengan wakilnya Latuharhary. Saya merekrut
kebanyakan dari gyugun. Markasnya waktu itu masih di gedung juang Jalan Pejambon. Di
samping itu, juga ada di Lapangan Banteng, tempat bekas Mahkamah Agung, bersama-sama
BKR Pusat. Pembentukan pertama kali, termasuk almarhum Sunarjo, Djatikusumo sempat ikut
sebentar, Juwahir dari Semarang, ya ada kira-kira 40 orang dari bekas perwira gyugun dari
seluruh Jawa. Saya tidak ingat tanggal pembentukannya. Yang jelas, kira-kira sesudah 17
Agustus 1945, sebelum 5 Oktober 1945. Lalu saya didik sekitar seminggu untuk aplikasi
intelijen, terutama untuk informasi, sabotase, dan psywar. Bukan aplikasi teori. Mereka saya
rekrutmelalui alamat yang saya tahu, lalu dipanggil melalui BKR. Tempat latihannya di Pasar
Ikan, asrama pelayaran yang saya pinjam melalui almarhum Untoro Kusmarjo dan Suryadi.
Dari situlah kemudian dibentuk organisasi yang bercabang-cabang. Cabang di seluruh
residensi, di seluruh Jawa. Pemimpinnya adalah yang ikut latihan itu. Mereka harus
berhubungan baik dengan BKR setempat serta organisasi perjuangan setempat. Arahnya waktu
itu, selain untuk mengumpulkan informasi dari pihak musuh dan dari luar, juga mengadakan
psywar. Sementara saya terus membentuk sel-sel, saya juga membentuk pendidikan intelijen,
tak lama kemudian Amir Sjarifuddin pindah ke Yogya dan Moestopo tidak lagi jadi menteri
pertahanan, dia kembali ke Yogya. Karena PMC itu ruangnya dianggap terlalu sempit, lalu
diprakarsai oleh Moestopo, mula-mula, saya menghadap Presiden Sukarno, bertemu dengan
Amir Sjarifuddin, Pak Dirman yang sudah terpilih sebagai panglima besar, lalu dibentuklah
badan Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani). Bagian dari Brani, dibentuk FP (Field
Preperation). Saya ketuanya. Sebelumnya, PMC dibubarkan. Itu, kalau tak salah, sekitar April
1946. Yang bertugas di lapangan adalah FP, yang dibentuk di daerah-daerah.
Sewaktu masih PMC, tugas utama selain menghadapi musuh juga mengembangkan arti
Republik Indonesia. Lalu kita kirim ekspedisi ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa
Tenggara, pada akhir tahun 1945.
Kahar Muzakkar sendiri dulu datang pada saya untuk mengembangkan pasukan di
daerah, di seberang. Lalu saya tanya, orangnya dari mana. Dia bilang, diambil dari
Nusakambangan. Kemudian, penjahat berat itu, termasuk yang dari Sulawesi Selatan, orang
Bugis maupun dari Timor, direkrut. Ada ratusan orang yang dia bawa. Lalu mereka dibawa ke
Pingit, di barat Yogya, untuk dilatih beberapa bulan. Sementara itu, oleh Bung Amir dibentuk
Biro Perjuangan. Kahar Muzakar beralih ke Biro Perjuangan. Sungguhpun saya tidak begitu
setuju, saya anggap Biro Perjuangan seperti di Surabaya itu tidak akan terkendali dengan baik.
Tapi karena Kahar Muzakkar menghendaki, ya saya iyakan.
Memang, kami juga menyelundupkan senjata dari Singapura, tapi sedikit. Itu dilakukan
oleh organisasi kami di Sumatera yang ada di Kuala Enoh atau Kuala Tungkal. Penyelundupan
itu untuk membantu operasi.di Kalimantan yang di bawah pimpinan Mulyono. Termasuk di
dalamnya Cilik Riwut. Jadi, boleh dikatakan, organ intelijenlah yang pertama mengembangkan
secara riil beroperasi ke seluruh Indonesia. Ada juga yang tertangkap. Saya juga mengirimkan
dua kapal ke Maluku dari Tegal. Satu kapal tertangkap, satu lolos. Pimpinannya Ibrahim Saleh,
yang panggilannya Bram, yang kemudian ikut dengan saya. Keponakan Latuharhary juga ikut.
Sedangkan Bambang Sunarjo (kini masih bekerja di majalah TEMPO – Red.) juga ikut
operasi intelijen semacam itu. Bambang Sunarjo dikirim ke Bali, bersama Yasin. Kelompok
mereka tidak tertangkap. Kalau yang ke Maluku itu sebagian memang tertangkap. Sedangkan
yang ke Sulawesi, dipimpin Warsito, tidak tertangkap. Kelompok Warsito, di dalamnya
termasuk Wolter Mongisidi, ikut orang saya. Maksud saya mengirimkan orang-orang ke seluruh
Indonesia itu memang untuk membangkitkan pemberontakan terhadap kolonial. Dan itu tidak
diharapkan untuk menang.
Intelijen itu dasarnya, kesatu, dia harus obyektif, kedua. harus pandai menilai suatu
benta, untuk mencari obyektivitas, ketiga, harus memberitakan apa adanya. Tidak boleh
disimpan. Tapi jangan lupa dengan nilai. Sesudah itu, kita harus security minded, dan intelijen
itu harus tanpa pamrih. Total abdi mutlak. TNI masih bisa dapat bintang, naik pangkat, kalau
mati masih bisa dimakamkan di makam pahlawan. Kalau intelijen, tidak boleh begitu. Dia harus
betul-betul mengabdi, semata-mata untuk negara dan orang banyak. Waktu di FP atau Brani,
saya kebanyakan menggunakan pelajar. Selain itu, juga bekas dari Seinen Dojo atau Yugekki.
Yugekki ini suatu kumpulan gerilya di Salatiga. Jadi, semacam pasukan gerilya, tapi lebih
bersifat politis. Termasuk di dalamnya Bambang Supeno di Malang, Kusno Wibowo. Jadi, seperti
Dirgo, Sakri, Suprapto bekas gubernur, Tjokropranolo, itu bekas Yugekki. Mereka banyak ikut
dengan saya. Mereka direkrut tanpa klasifikasi. Hanya dilihat sekolahnya, lalu dilatih. Semuanya
pada awalnya dididik di Pingit. Semua. Pada waktu itu, kita bisa membentuknya di seluruh Jawa
ini sedemikian rupa seperti jaringan laba-laba. Ya, semacam pembelahan sel. Jadi, semua
gerakan kita ketahui. Makanya, PKI tidak senang pada saya. Sebab itu, diakali untuk dibubarkan,
ataupun saya ditempatkan di bawah. Waktu pembentukan Kementerian Pertahanan Bagian V
(KP V), saya di bawah. Kepalanya Abdulrahman.
Karena mereka tidak bisa menguasai saya, FP dan Brani dibubarkan. Sementara itu,
Bung Amir sudah punya alat sendiri, yakni Badan Pertahanan B, di bawah pimpinan. kalau tak
salah, Sukardiman bekas komisaris polisi. Dalam rangka konsolidasi politik Bung Amir, Badan
Pertahanan B ini dibubarkan, Brani juga dibubarkan, kemudian dijadikan satu. Langsung di
bawah Kementerian Pertahanan. Waktu itu Bagian V (KP V), jadi langsung di bawah Amir
Sjarifuddin, sebagai menteri pertahanan. Saya jadi wakil Abdoelrahman. Di situ ikut orang-
orang PKI, seperti Fatkur, Tjugito. Jadi, saya mengalami beberapa kali pembubaran. Ada yang
karena kebutuhan organisasi, tapi ada juga karena politis, karena orang tidak bisa menguasai
saya.
Mr Amir Sjaririfudin dalam menempatkan orang-orang kepercayaannya, yang bukan
tidak mungkin adalah satu ideologi dengannya, di dalam Bagian V. Mereka menduduki
sluitelpositie (posisi kunci). Mulai dari Kepala Bagian V, Kepala Sekretariat, Penasehat Istimewa
dan anggota-anggota, anggota-anggota staf daerah besar II dan III, Kepala Bagian Politik dan
staf, Kepala bagian dokumentasi semua terdiri dari golongan sayap kiri. 123
Sewaktu FP dan Brani, itu memang langsung di bawah Bung Karno, lalu saya dipisahkan
dari Bung Karno, oleh Amir Sjarifuddin. Memang, pada saat itu, saya salah satu pejabat yang bisa
langsung melapor pada Bung Karno di kamar tidurnya. Jadi, karena itulah saya dicegah ketemu
dengan dia. Selain secara organisasi saya tidak ada hubungan dengan Bung Karno lagi, saya
selalu dicegah ke istana. Saya tidak bisa semudah dulu lagi. Karena ada Sugandhi. Gandhi MKGR
itu. Dia itu aliran kiri, dari kelompok sosial Mahameru. Sugandhi jadi ajudan II Bung Karno.
Ajudan I Moerahardjo. Pokoknya, di antara dua orang itu. Pak Moerahardjo, itu saya yang
memasukkan. Karena itu, Gandhi tak menyokong saya kalau mau ketemu Bung Karno. Gandhi
tak menentang saya, tapi ada bawaan-bawaan lain. Jadi, Brani dibubarkan dijadikan KP V yang
di bawah Amir Sjarifuddin. Kepalanya Abdulrahman, dia orang komunis, bekas angkatan laut,
dari Australia. Sebagai wakil, saya memegang bagian eksekutif.
Pada saya diperbantukan Fatkur dan ada lagi orang tua. tapi saya lupa namanya, dia
komunis. Di situ saya tahu praktek-praktek PKI. Bagaimana cara PKI menghantam lawan
politiknya, dengan tidak memakai kekuatan sendiri. Pinjam kekuatan lain untuk menghantam
lawannya. Kalau mau dibilang, laporan tentang Sukiman – Masyumi toh lawannya – bertubi-tubi

123
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 883: Laporan dari kementerian Pertahanan tanggal 5 Maret
1948 tentang situasi Kementerian Bagian V dan usul-usul perbaikan organisasi Kementerian Pertahanan
Bagian V
kepada saya. Tapi saya cek, tidak betul. Itu terus-menerus, tidak habis-habisnya buat laporan,
sungguhpun laporannya tidak betul. Itulah cara PKI.
Akibat Renville, Bung Amir tidak jadi perdana menteri. Kabinet jatuh pada Bung Hatta.
Lalu ada Re-Ra dan ada Undang-Undang Pertahanan. Maka, bubarlah KP V itu. Dibentuk SUAD-I.
Saya ditunjuk jadi kepalanya, merangkap sebagai kepala MBKD-I. Di situlah saya ketemu dengan
Nasution yang sebagai Panglima PTTD (Panglima Tentara Teritorium Djawa). Waktu itu, Kepala
Staf Angkatan Darat dipegang Djatikusumo. Waktu Re-Ra itu, semua diturunkan pangkatnya
satu tingkat. Saya jadi letnan kolonel.
Selesai Agresi II, MBKD-I dipindahkan ke Kementerian Pertahanan. Menjadi intelijen
Kementerian Pertahanan. Sifatnya agak tertutup. Kalau ke luar, kami memakai nama Biro
Redaksi. Kalau ke dalam, namanya IKP (Intelijen Kementerian Pertahanan), di bawah Menteri
Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dengan kepala stafnya Simatupang. Markasnya ya
di Jalan Merdeka Barat itu. Itu tahun 1950. Hingga sampai timbul Peristiwa 17 Oktober 1952.
Yoga Sugama sendiri mula pertama ikut dengan saya sejak Re-Ra pertama di Yogya di
KP V, lalu di SUAD I. Sedang Sutopo Yuwono, sebelum itu, sudah ikut saya sejak PMC. Kalau
Aswismarmo, ikut saya sama-sama dengan Sutopo Yuwono.
Sampai tanun 1950-an pendidikan masih bersifat aplikasi intelijen, untuk lapangan.
Sesudah itu baru diadakan pendidikan tersendiri, semacam advanced course bagi tenaga-tenaga
yang sudah berpengalaman, termasuk Karno Hadiwibowo. Pendidikannya di Kaliurang, Yogya.
Jadi, bagi yang sudah berpengalaman dan punya jabatan di intelijen, itu dididik di Kaliurang,
berganti-ganti, liching per lichting. Sesudah itu ada lanjutannya, berupa pendidikan kader
khusus. Yakni kader intelijen yang utuh. Itu tidak banyak, ada sekitar 12 orang.
Pendidikan itu tidak memakai tenaga dari luar negen. Saya memperdalam intelijen
sendiri. Dengan adanya badan pendidikan itu, saya punya kesempatan mempelajan bermacam-
macam buku. Malah saya mempersiapkan intelijen itu sebagai ilmu tersendiri. Tapi tak sampai
demikian, lalu bubar setelah peristiwa 17 Oktober 1952 itu. Waktu mau dibubarkan itu, saya
mendatangi Simatupang. “Semua boleh bubar, asal pendidikan ini jangan,” kata saya. Tapi
dibubarkan juga. Ya, sejak itu saya tidak aktif lagi di intelijen. Setelah jadi buron, lalu jadi Wa-
KSAD itu. Intelijen lalu dipegang orang lain.

II
Salinan Surat Keputusan tanggal 7 Mei 1946 tentang Pembentukan Badan Rahasia
dengan ejaan asli.124

Rahasia

124
Arsip Kementerian Pertahanan RI Nomor 752: Surat dari Pimpinan Badan Rahasia Negara (BRANI)
tanggal 22 Agustus 1946 tentang BRANI yang berdiri langsung dibawah Presiden yang termasuk Anti
Corupsi Dients dan White Cross. (Ejaan masih asli)
Kami Presiden Repoeblik Indonesia
Setelah membatja poetoesan Panglima Besar Tentara tertanggal 3 Mei 1946, berisi
pemboebaran “Penjelidik Militer Choesoes” (PMC).
Setelah membatja poela oesoel “Panitya Besar Penjelenggara Soesoenan Tentara”
tentang pembentoekan soesoenan Kementerian Pertahanan jang didalamnja diadakan Djawatan
Rahasia oentoek anti-spionanage
Sesoedah mendengar nasehat Menteri Pertahanan:
Memoetoeskan:
1. Memerintahkan kepada Menteri Pertahanan membentoek Badan Rahasia;
2. Menentoekan, soepaja Badan Rahasia terseboet bekerdja:
a. Mengadakan contra-spionnage;
b. Mengadakan controle atas segala badan dan perseorangan pemerintahan
c. Merantjang atoeran tentang perang pikiran;
d. Merantjang field preparation dan intelligence berhoeboeng dengan itoe.
3. Memoetoeskan bahwa Bagian Field Preparation dan Intelligence diperbantukan
kepada Markas Besar Tentara.

Jogkakarta, 7 Mei 1946.


Presiden Repoeblik Indonesia

(t.t. Soekarno)

Menteri Pertahanan,

(t.t. Amir Sjarifoedin)

Panglima Besar Tentara

(t.t. Soedirman)

III
Perihal Organisasi Kementerian Pertahanan Bagian B125

Kementerian Pertahanan
Bagian B
Organisasi

125
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738: Surat dari Kepala Organisasi Dewan Anggota Staf
Bagian B Kepada Menteri Pertahanan di Yogyakarta No. K9/BO Rahasia tanggal 20 Juni 1946 tentang
pengiriman usulan-usulan yang telah disahkan oleh Dewan Anggota Staf Mengenai Koordinasi, susunan
pegawai, daftar gaji Kementerian Pertahanan Bagian B Organisasi.
Ag.No.
Perihal: Koordinasi di dalam
Bagian B

Koordinasi Antara Bagian-Bagian

I. Dewan Anggota Staf


Dewan Anggota Staf terdiri atas anggota-anggota:
1. Kepala atau Wakil Kepala Bagian B
2. Kepala Bagian Civil Combat
3. Kepala Bagian Militair Combat
4. Kepala Bagian Civil Counter
5. Kepala Bagian Militaire Counter
6. Kepala Bagian Bureau of Investigation
7. Kepala Bagian Counter Propaganda dan Cencuur (sensor)
8. Kepala Bagian Rencana
II. Tanggungjawab
Dewan anggota staf seluruhnya bertanggungjawab kepada Menteri Pertahanan
III. Rapat Dewan Anggota Staf
Dewan Anggota Staf berapat tiap minggu sekali, untuk merundingkan semua
pekerjaan yang telah, sedang dan akan dilakukan, yang mengenai:
1. Rencana
2. Pembantu-pembantu
3. Pegawai-pegawai
4. Keuangan
5. Hasil buah pekerjaan
6. Lain-lain untuk bahan pertukaran pikiran
Jika hendak dilakukan sesuatu keputusan, maka hendaklah keputusan itu ditentukan oleh
banyak suara; jika banyaknya suara sama, maka hal ini minta diputuskan oleh Menteri
Pertahanan.
IV. Pekerjaan Anggota Staf
Anggota staf di dalam kewajibannyasehari-hari mengerjakan pekerjaan sebagai
kepala dari bagiannya sendiri.
Kepala-kepala bagian menentukan sendiri cara pekerjaan, soal pegawai, keuangan,
dll di dalam bagiannya sendiri, asal jangan menyimpang atau melebihi aturan-aturan
dari Menteri Pertahanan atau yang telah diputuskan oleh Dewan Anggota Staf untuk
Bagian B seluruhnya.
V. Tanggungjawab Kepala Bagian
Kepala-kepala bagian di dalam jalannya pimpinan bagiannya bertanggungjawab
kepada Dewan Anggota Staf.
VI. Perhubungan Kepala-kepala Bagian dengan Menteri Pertahanan
Tiap-tiap kepala bagian dapat berhubungan langsung dengan Menteri Pertahanan
untuk merundingkan segala sesuatu yang mengenai bagiannya, sendiri, akan tetapi
sebaiknya, sebelum berhubungan dengan memberitahukan dahulu kepada Anggota-
anggota staf lainnya, karena mungkin ada hal-hal yang harus juga diajukan kepada
menteri yang berkenaan dengan bagian-bagian lainnya, atau jika tak dapat
berhubungan lebih dahulu dengan anggota-anggota staf lainnya (dengan nota
tersebut). Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan, bahwa seorang anggota
staf merundingkan hal-hal yang telah dirundingkan lebih dahulu oleh anggota staf
lain dengan menteri.
VII. Perhubungan antara bagian-bagian
Berhubung Bagian B merupakan satu badan, maka di dalam menjalankan segala
rencana, pekerjaan, dll, harus ada kordinasi yang kokoh antara bagian-bagian dari
Bagian B, terlebih pula bagian-bagian itu tergantung kepada satu sama lain.
Kordinasi ini dapat dicapat dengan jalan:
1. Perundingan mingguan dari Dewan Anggota Staf, di mana diadakan pertukaran
pikiran.
2. Sewaktu-waktu mengirimkan nota, yang mengenai hal-hal yang pada waktu itu
terutama yang menjadi pokok pekerjaan dari bagian tersebut.
Pengiriman nota ini terutama dilakukan antara bagian-bagian Intelligence:
a. Combat (militair dan civil)
b. Counter (militair, civil dan propaganda)
c. Bureau of Investigation
d. Dan bagian-bagian lainnya jika perlu
Keterangan:
Berhubung tiap-tiap bagian mengetahui kewajiban dari bagiannya sendiri
dan daru bagian lainnya, dan laporan-laporan dari kamar laporan hanya
mengenai garis-garis besar isi laporan-laporan seluruhnya, maka bagian
Combat misalnya, jika di dalam laporan yang masuk di bagian ini mendapat
hal-hal yang dapat puladipergunakan oleh bagian lain, misalnya bureau of
Investigation atau counter, maka tentang ini dibikin nota dan oleh bagian
Combat dikirim nota ini kepada bagian yang bersangkutan. Nota dibikin
dengan pendek dan ringkas, hanya harus dibubuhi nomor, tanggal dan nama
dari yang membikin laporan yang asli itu. Dengan jalan demikian kita dapat
mencapai koordinasi erat dengan jalan:
A. Penghargaan terhadap kewajiban bagian lainnya (saling harga-
menghargai).
B. Memberi bahan pekerjaan kepada bagian lain, dan dengan demikian
dapat memperbesar pengumpulan pencarian keterangan.
C. Seluruh Bagian B (terutama anggota staf yang bertanggungjawab atas
keberesan di di dalam Bagian B) mengetahui dan dapat merasai keadaan
negara kita seluruhnya, yang sedikitbanyak dicerminkan oleh laporan-
laporan yang masuk, dan dapat pula mengetahui kemajuan dan
kemunduran dari Bagian kita.
VIII. Penerimaan pembantu-pembantu dan laporan-laporan
Untuk dapat memusatkan penerimaan dari smeua pembantu-pembantu dan
laporan-laporan agar supaya kita dapat mengetahui benar pada sesuatu waktu
pembantu-pembantu dari mana atau laporan-laporan apa yang telah masuk ke
Bagian B, maka aturan-aturan seperti tersebut di bawah dapat dijalankan:
1. Semua pembantu-pembantu dan laporan-laporan diterima lebih dahulu oleh
bagian kamar laporan, yang mencatat penerimaan ini kronologis
menuruttanggal jamnya, dan yang dapat menanyakan segala sesuatu yang masih
kurang terang dari laporan-laporan tersebut kepada pembantu-pembantu.
2. Untuk hal-hal yang mengenai pekerjaannya pembantu-pembantu, yaitu
perintah-perintah, rencana, keuangan, dsb., maka dari kamar laporan pembantu-
pembantu tersebutpergi berturut-turut ke bagian-bagian:
A. Combat
B. Counter
C. Investigation
Dapat diperingatkan di sini, bahwa tiap-tiap kepala bagian, jika telah menerima
seorang pembantu, dengan demikian harus menyuruh datang pembantu tersebut ke
bagian-bagian lainnya, agar supayai ia dapat perintah atau pemandangan dari
kepala-kepala bagian lainnya yang mengenai pekerjaan dari bagian tersebut.
IX. Tata usaha Di Dalam Bagian Sendiri
Untuk dapat menjalankan hal-hal tersebut di atas maka tiap-tiap bagian harus
mengadakan tata usaha sendiri yang mengenai:
1. Pengiriman dan penerimaan segala surat-surat, laporan-laporan dan nota antara
bagian satu sama lain.
2. Pengeluaran orang untuk bagiannya sendiri.
3. Conduit-staat (saluran negara) dari pegawai-pegawai bagiannya
4. Catatan tentang hasil buahnya pekerjaan pembantu di luar, dipandang dari
sudut sifat pekerjaan dari bagian sendiri
5. Buku harian
Catatan ini dipandang perluuntuk diadakan di tiap-tiap bagian untuk dapat
mengatur pekerjaan di kantor sedemikian rupa, sehingga tak adasebuah surat surat
pun hilang tak tentu rimbanya, apalagi sebuah laporan surat keluar masuk dari dank
e Bagian B harus diagendeer terlebih dahulu oleh bagian Tata Usaha (yang mengenai
laporan-laporan oleh bagian agenda rahasia di Bagian Dokumentasi). Seterusnya
dikirim ke Bagian yang berkepentingan, di sini dimasukan agenda lagi (tata usaha
bagiannya sendiri):
a. Tanggal dari laporan atau surat masuk itu
b. Dari mana
c. Tanggal penerimaan di bagian tersebut
d. Tentang apa.
Jika surat atau laporan tersebut telah dikerjakan sebagaimana seharusnya, maka
surt (laporan) itu dikirim kembali ke bagian ke arsip Tata Usaha 9atau arsip rahasia
dari bagian dokumentasi) bagian-bagian pun mempunyai arsip, akan tetapi hanya
mengenaisurat-suratdan nota yang dikirimkan dari satu ke/dari yang lain.
X. Garis-garis Besar dari Tugas Kewajiban Bagian Intelligence
Untuk dapat menginsyafkan tiap-tiap pegawai kita tentang tugas kewajibandari
bagiannya masing-masing, maka perlulah dengan secara ringkas diterapkan tugas
kewajiban dari dan perbedaan antara bagian-bagian dari bagian Intellingence (di
dalam buku Pedoman dibentangkan lebih panjang lebar).
1. Militaire Combat Intelligence melakukan segala pekerjaan pencarian keterangan
tentang kemiliteran dan hal-hal pertahanan musuh dan daerah musuh.” Kerja
bagian ini tak jauh beda dengan PMC atau FP. Untuk masalah Combat Intejen,
selain yang militer ada juga yang sipil. “
2. Civil Combat Intelligence berdaya upaya mencari keterangan yang mengenai
segala hal-hal dan tindakan musuh di luar kemiliteran (misalnya di dalam
menjalankan politiknya, ekonominya dan lain-lain), yang dipakai untuk
menyerang kita, dan juga pencarian keterangan di kalangan masyarakat kita
sendiri yang berhubungan dengan usaha musuh seperti tersebut atas.
3. Militaire Counter Intelligence mencari keterangan tentang kedudukan, kekuatan
dan lain-lain dari fihak kita dalam soal pertahanan militer (baca seterusnya buku
Pedoman), dan menjaga jangan sampai rahasia-rahasia negara kita bocor
(menyelidiki masyarakat kita sendiri, di mana dan siapa kiranya yang
membocorkan rahasia kita.
4. Civil Counter Intelligence mencari keterangan tentang keadaan masyarakat
umum kita, dilihat dari sudut politik pemerintah kita, yang dijalankan pada
waktu itu. Perbedaan antara Civil Combat dan Civil Counter adalah terutama
dalam dasar tinjauannya tentang keadaan masyarakat kita, yaitu bagian Civil
Combat mengerjakannya memandang dari sudut pihak musuh (from the point of
view of the enemy) dan bagian Civil Counter dari sudut kita sendiri
5. Counter Propaganda mempelajari segala segi kejadian-kejadian dan berita-
berita di kalangan masyarakat kita dan musuh dan dengan jalan demikian
merencanakan sesuatu counter propaganda, yang mempunya tujuan:
a. memperkuat kedudukan kita
b. melemahkan kedudukan musuh
6. Bereau of Investigation, merencanakan sesuatu rencana penyelidikan terhadap
tawanan-tawanan perang, orang yang dicurigai dan lain-lain, tentang riwayat
mereka (background), hubungan mereka dan lain-lain, dan membantu bagian
counter di dalam meninjau masyarakat umum terutama yang mengenai anggota
dari masyarakat tersebut.
7. Bagian-bagian lainnya baca Pedoman
XI. Tiap-tiap kepala bagian haruslah dapat memimpin pegawai-pegawainya sedemikian
rupa sehingga mereka dapat menanamkan sifat dari pekerjaan mereka di dalam
hatisanubari mereka, dan dengan demikian dapat menjalankan kewajibannya di
dalam pekerjaan dengan dengan pandangan seseorang telah mengetahuibenar apa
yang mereka harus kerjakan.
XII. Hubungan kepala dengan pegawainya
Sewaktu-waktu oleh kepala-kepala bagiannya pegawai-pegawai dari bagiannya
harus dikumpulkan, dan harus diadakan pertukaran pikiran tentang
pekerjaanmereka agar supaya usul-usul yang berfaedah oleh pegawai-pegawai
tersebut dapat diajukan, hal ini semuanya untuk kemajuan Bagian B seluruhnya.
XIII. Tentang soal lain
Soal-soal lain yang belum termasuk di dalam anggaran RUmah Tangga ini dan perlu
dijalankan dapat ditambahkan

Disyahkan oleh: Yogyakarta, 18-06-1946


Dewan Anggota Staf Kementerian Pertahanan Bagian B
Kepala Organisasi

(R. Soesatyo)

IV
Penempatan Personil Kementerian Pertahanan Bagian B 126

Kementerian Pertahanan

126
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 738: Surat dari Kepala Organisasi Dewan Anggota Staf
Bagian B Kepada Menteri Pertahanan di Yogyakarta No. K9/BO Rahasia tanggal 20 Juni 1946 tentang
pengiriman usulan-usulan yang telah disahkan oleh Dewan Anggota Staf Mengenai Koordinasi, susunan
pegawai, daftar gaji Kementerian Pertahanan Bagian B Organisasi.
Bagian B
Organisasi
Yogyakarta
Perihal: Personeelsbezetting
Dari Bagian B

I. Bagian Combat Intelligence


A. Civiel Combat
Kepala : Kolonel R Roesadi
Wakil Kepala : Kapten R Soehadi
Pegawai : Moechtar (Pegawai Menengah Kelas 2)
B. Militair Combat
Kepala : Kolonel R Affandi Soetisna
Wakil Kepala : Kapten rachmat Moeljomiseno
Pegawai : Gartinah (Pegawai Menengah Kelas 2)
Hasanoedin (Pegawai Menengah Kelas 2)
II. Bagian Counter Intelligence
A. Civil Counter
Kepala : Kolonel R Warman
Wakil Kepala : Kapten R Kandi Soerjadipradja
Pegawai : R Harsono (Pegawai Menengah Kelas 2)

B. Militaire Counter
Kepala : Kolonel Roestam Zain
Wakil Kepala :
Pegawai : R Handrito (Pegawai Menengah Kelas 2)
R Soesatio (Pegawai Menengah Kelas 3)

III. Bureau of Investigation


Kepala : Kolonel R Soemardjo
Wakil Kepala : Kapten R Noegroho
Pegawai : 1. Sarsono (Pegawai Menengah Kelas 1)
2. R Djauhari (Pegawai Menengah Kelas 2)
3. R Pandji Zakaria (Pegawai Menengah Kelas 3)
4. Bagio Oetomo (Pegawai Rendah Kelas 1)
IV. Radio dan Dinas Kode
Kepala : dr Roebiono
Radio : Moh Moechtar (Pegawai Menengah Kelas 1)
Code : Rr. Roekmini (Pegawai Rendah Kelas 1)
Sriwati (Pegawai Rendah Kelas 2)

V. Topografi
Soejitno (Pegawai Rendah Kelas 2)

Onderafdeling (termasuk Combat dan Counter)


A. Kamar Laporan
Kepala : Abd Madjid (Pegawai Menengah Kelas 1)
Wakil ketua : Slamet (Pegawai Menengah Kelas 2)
Pegawai : 1. Sasono (Pegawai Menengah Kelas 2)
2. Sanjoto Soeseno (Pegawai Menengah Kelas 2)
3.Soeparto (Pegawai Rendah Kelas 3)
4. Nj Juul (Pegawai Rendah Kelas 2)

B. Radio dan Pers


Kepala : R Panoedjoe (Pegawai Menengah Kelas 1)
Wakil Kepala : R Soenarno (Pegawai Menengah Kelas 2)
Pegawai : 1. R Sardjoe Soeprapto (Pegawai Menengah Kelas 2)
2. R Bagio (Pegawai Menengah Kelas 2)
3. R Soetrisno (Pegawai Rendah Kelas 1)
4. R Sadarmi (Pegawai Rendah Kelas 2)

VI. Bagian Rencana


Kepala : Kolonel R Soesatyo
Wakil Kepala : Kapten Abd Moehji Joedosapoetro
Pegawai : 1. R Soetiarno (Pegawai Menengah Kelas 1)
2.A Pattiradjawane (Pegawai Rendah Kelas 1)
: 3. Parlinah (Pegawai Menengah Kelas 2)
: 4. R Soehardjo (Pegawai Menengah Kelas 2)
Adviseurs : 1. Dr Roebijono
2.A. Abd Salim (Pegawai Menengah Kelas 1)

VII. Bagian Tata Usaha


Kepala : Mayor Abd Latief Koesoemodiputro
Arsip : Roesid (Pegawai Rendah Kelas 1)
Pegawai : 1. Soedarmirah (Pegawai Rendah Kelas 2)
2. Sardjiman (Pegawai Rendah Kelas 2)
VIII. Dokumentasi
Kepala : Letnan Kolonel Wirakartakoesoemo
Wakil Kepala : Kapten Boesono Moetalib
Arsip : 1. Sri Santiah (Pegawai Rendah Kelas 1)
2.Hadi Petomo (Pegawai Rendah Kelas 2)
3. Soebariah (Pegawai Rendah Kelas 1)
Summaries : 1. Kiswondo (Pegawai Menengah Kelas 2)
2.Soepano Tedjo (Pegawai Menengah Kelas 2)
3. Koesno (Pegawai Menengah Kelas 2)
4. RE Soedibjo (Pegawai Menengah Kelas 2)
5. R Soetrisno (Pegawai Rendah Kelas 1)
6. Wenno (Pegawai Rendah Kelas 2)
7. Sabirin (Pegawai Rendah Kelas 2)
8. Rr Siti (Pegawai Rendah Kelas 3)

V
Surat Penunjukan Soebiakto Sebagai Kepala Special Operation Kementerian Pertahanan
Bagian V. 127

Kilat Rahasia Kepada: Saudara Subiakto Indoff


Singapore

127
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 275: Telegram (kawat) dari Abdoel Rachman kepada
Subiakto di Singapura tanggal 14 November 1948 tentang pengangkatan Subiakto menjadi Komandan
Special Operations. (Ejaan disesuaikan dan sudah ditambahi keterangan versi penulis)
Dari: Saudara Abdoelrachman

Membalas surat saudara yang tertanggal 14 November 1947 titik.


1. Surat-surat yang dibawa oleh saudara Lasut sudah kami terima.
2. Karena keadaan, latihan baru akan dimulai minggu muka dengan leerkrachten (para
pengajar) sementara saudara-saudara Iskak, Kusmanadi, Martadinata (dahulu opleiding
gouverment marine), Bambang Sutedjo, saudara Mochtar dan Djajadiningrat. Lainnya
masihkami usahakan terus.
3. Organisasi telah mendapat pengesahan dari Presiden dan saudara diangkat menjadi
Komandan Special Operation dengan pangkat Letnan Kolonel I dengan gaji Rp 400 (ini
berarti kenaikan gaji Rp 20 dari pangkat saudara sebermula).-
4. Sepeda saudara telah kami kembalikan ke rumah saudara.
5. Surat-surat lainnya telah kami sampaikan kepada adressanten (alamat tujuan).
6. Dari rumah saudara kami telah meminjam buku untuk kepeluan jawatan titik. Harap
diperkenankan meminjam buku lainnya untuk keperluan latihan.
7. Akhirnya kami sangat mengaharapkan hasil pekerjaan saudara titik. Minta balasan titik.
Habis,-

Abdoelrachman

VI
Surat kritikan dan pembubaran Bagian V128

Kementerian Pertahanan Bagian V adalah dimaksudkan sebagai suatu Inteligence


Service (badan intelejen) suatu instelling (pengaturan) untuk memberi bahan guna memberi

128
Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 883: Laporan dari kementerian Pertahanan tanggal 5 Maret
1948 tentang situasi Kementerian Bagian V dan usul-usul perbaikan organisasi Kementerian Pertahanan
Bagian V.
bahan guna menjalankan siasat negara dan oleh karenanya harus bersandarkan: Objectiviteit
(obyektivitas).
Menyimpang dari syarat mutlak ini, staatinstelling (bagian dari negara) tadi akhirnya
akan menimbulkan banyak kesulitan-kesulitan yang tidak diharapkan, apalagi di dalam masa
pembangunan ini, hal mana hanya berakibat merendahkan derajat staatgezag (otoritas negara)
di mata umum.
Dengan terus terang harus disayangkan, bahwa demikianlah kenyataannya denan
Kementerian Pertahanan Bagian V, yang kini di dalam tubuhnya merupakan een rette appel
(sebuah apel busuk) diantara yang lain-lain di mata umum, oleh karena:

Personeelspolitiek (kebijakan personil) yang djalankan di Bagian V disesuaikan dengan corak


politik menterinya yang memegang portofolio pertahanan, sehingga kalau system ini dipakai
untuk dasar, buat seterusnya tampak kemungkinan besar, bahwa tiap menteri pertahanan baru
akan membuat susunan pegawai baru pula sesuai dengan alirannya, sebagaimana telah dianut
Mr Amir Sjaririfudin dalam menempatkan orang-orangnya di dalam Bagian V yang menduduki
sluitelpositie (posisi kunci): Kepala Bagian V, Kepala Sekretariat, Penasehat Istimewa dan
anggota-anggota, anggota-anggota staf daerah besar II dan III, Kepala Bagian Politik dan staf,
Kepala bagian dokumentasi semua terdiri dari golongan sayap kiri, penganut Amir Sjarifudin).

Akibat dari pada personeelspolitiek demikian ini ialah bahwa Kementerian Pertahanan Bagian V
sebagai Inteligence Service tidak dapat berdiri sendiri di atas dasar objectiviteit sebagaimana
diharapkan.

Bukti-bukti: pemeriksaan pada arsip Bagian V menunjukan, bahwa laporannya hanya mengenai
beberapa golongan dan partai-partai politik, yang tidak termasuk dalam golongan partai Mr
Amir Sjarifuddin dan Abdoelrachman cs.

Kalau meneliti iktisar-iktisar harian Bagian V, akan ternyata, bahwa laporan-laporannya setelah
pergantian Menteri Pertahanan, baru tampak laporan-laporan soal yang mengenai berkas
Menteri Pertahanan [sebagai kamuflase (penyamaran) dan afleidingsmanoeuvre (pengalihan
moanauver)].

Klieksysteem (sistem jaringan) dan partygeest (kepartaian) begitu merajalela di dalam Bagian V,
sehingga melemahkan teamwork (kerjasama) dan geestelijke wisselwerking (interaksi mental)
yang sehat antara pegawai-pegawai.

Bukti-bukti yang nyata tentang memuncaknya kliekgeest (perkawanan) ini ternyata dari
beberapa laporan-laporan yang tertentu di Bagian V, yang turunannya hanya dikirimkan kepada
kliek-nya (kawannya) sendiri, tidak hanya Jawatan Resmi, akan tetapi juga di badan tidak resmi,
tidak hanya kepada:
1. Kementerian Pertahanan
2. Kementerian Pertahanan Bagian C (ALRI)
3. MBPTL
4. Biro Perduangan (DJokosujono)
Akan tetapi juga kepada
5. Pucuk pimpinan Pesindi
6. Politbiro Partai Sosialis
7. Markas Besar PKI
Laporan dari PTL kepada Bagian V di mana tertulis: “Organisasi tersebut yang mungkin
akan menjatuhkan gerakan kita(sayap kiri) membuktikan buat sekian kalinya, bahwa terang
jawatan Kementerian Pertahanan yang tertentu dipakai untuk kepentingan suatu partai dengan
jalan tidak syah.
Oleh karena itu, dengan bergantinya Menteri Pertahanan, mungkin banyak arsip gelap akan
hilang.
Jika Jawatan V sebagai Intelligence Service Negara dengan personeelspolitiek sebagai mana
tersebut di atas telah menjalahi azas-azas demokrasi, lebih merosot lagi kedudukan sebagai
Intelligence Service yang mengenai keamanannya, oleh sebab kenyataan bahwa umum
kebanyakan sudah sampai pula mengetahui tentang ihwal itu, apalagi ditilik dari kenyataan-
kenyataan, bahwa ukuran yang diambil untuk pemimpin-pemimpin di Bagian V, bukan karakter
dan kecakapan, akan tetapi partijcreterium Bagian V yang oleh setengah orang akan diberi
nama ejekan Marx House tidak perlu komentar lagi.

Akhirnya keadaan menyebabkan:


1. Dalam Bagian V sendiri: perpecahan antara golongan sayap kiri dengan yang lainnya.
2. Dalam pemeriksaan: Bagian V tidak dapat kerja bersama dengan kementerian-
kementerian lain yang tidak termasuk golongan Abdoelrachman.
3. Dalam kalangan umum: mereka yang tidak tegabung dalam syaap kiri tidak mempunyai
rechtzekerheid (kepastian hukum)
4. Terhadap Negara Pengeluaran uang yang tidak kecil jumlahnya untuk merajalelanya
suatu partai politik di dalam jawatan negara tidak seimbang dengan hasil yang dicapai
guna kepentingan negara dan rakyatnya, sehingga menimbulkan bisikan diantara umum
tentang adanya: partij-fraude (penipuan partai), partij corrupt (korupsi partai) dll.
Usul-usul untuk perbaikan:
1. Herziening (ulasan) Kementerian Pertahanan Bagian V, terutama yang mengenai
personeelbezetting (pekerjaan personil), bezeldigingpolitiek (kepatuhan kebijakan),
arsip.
2. Pembubaran Resmi Bagian V, dan segera dibentuk formasi baru rahasia dengan
mengadakan seleksi yang sejujurnya oleh orang di luar Bagian V yang berani menjamin
baiknya nilai intelligence service
3. intelligence service baru, kalau mungkin ditempatkan d luar kekuasaan menteri-
menteri, akan tetapi langsung dibawah presiden, wakil presiden atau di dalam
hubungan lain.

Jogjakarta,5/3-1948

Petrik Matanasi, cuma Periset Sejarah ringan sejak 2007. Pernah menulis buku-buku sejarah:
Pemberontak Tak Selalu Salah (2009); Thomas Najoan: Raja Pelarian Dalam Pembuangan
(2013) dan Westerling: Kudeta Yang Gagal (2007). Menulis sebelum lulus dari IKIP Jogja (2009).
Pernah juga mengajar sejarah di Sampoerna Academy. Beberapa tahun terakhir bekerja di
Tirto.Id.

Jacques Leclerc (1996) Amir Sjarifuddin: Antara Negara dan Revolusi, Jaringan Kerja Budaya.

Anda mungkin juga menyukai