Dosen Pengampu :
Wahyuni Mayangsari,S.Sos.,M.Kesos.
Disusun oleh :
Analisis investasi di bidang Kesehatan dan Pendidikan dapat disatukan dalam pendekatan
Sumber Daya Manusia atau SDM, Sumber Daya Manusia sendiri merupakan suatu usaha kerja
atau jasa yang memang diberikan dengan tujuan dalam melakukan proses produksi. Dengan kata
lain Sumber Daya Manusia adalah kualitas usaha yang dilakukan seseorang dalam jangka waktu
tertentu guna menghasilkan jasa atau barang. Sumber Daya Manusia dapat ditingkatkan
produktivitasnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, kapasitas dan bidang lainnya. Hal ini
dilakukan untuk melakukan investasi konvensional modal fisik dengan menyimpulkan,
memperkirakan nilai diskon serta membandingkan dengan biaya langsung dan tidak langsung.
Dari kesimpulan dan perkiraan yang sudah dilakukan maka pengembalian investasi dapat
dilakukan.
Kesehatan dan Pendidikan merupakan dua hal yang menjadikan patokan dalam
kesejahteraan dan mempunyai kontribusi langsung dalam kehidupan. Pada kontribusi pendidikan
dapat meningkatkan pemberdayaan dan otonomi utama seperti kapasias untuk keterlibatan sipil,
membuat keputusan mengenai kesehatan sendiri dan kebebasan memilih pasangan sendiri
daripada perjodohan tetapi pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan. Contohnya saja di Venezuela
tingkat Pendidikan dapat memengaruhi pendapatan, pendapatan bervariasi selama siklus hidup
orang dengan berbagai tingkat pendidikan. Mereka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi mulai
bekerja penuh di usia yang lebih tua dibandingkan orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih
rendah memiliki penghasilan lebih banyak. Tetapi pendapatan yang diperoleh perlu
memperhatikan nilai modal yang dikeluarkan dalam pendidikan sebagai investasi seperti,
pengeluaran uang sekolah, buku, dan seragam sekolah terutama pendapatan yang hilang karena
siswa tidak dapat bekerja selama di sekolah.
Sebelum membandingkan biaya dengan manfaat, perhatikan bahwa satu dolar hari ini
lebih berharga bagi individu daripada satu dolar di masa depan, jadi keuntungan pendapatan
masa depan tersebut harus didiskontokan. Tingkat pengembalian akan lebih tinggi bila tingkat
diskonto lebih rendah, biaya langsung atau tidak langsung lebih rendah, atau manfaat lebih
tinggi. Analisis ini dilakukan dari sudut pandang individu di tiga kolom sebelah kanan tabel.
Pada sub-Sahara Afrika dan Asia, tingkat pengembalian swasta ke pendidikan dasar
sekitar 40%. Meskipun pengembalian yang luar biasa ini, banyak keluarga tidak melakukan
investasi karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk meminjam.
Tingkat pengembalian yang lebih tinggi untuk negara-negara berkembang mencerminkan
bahwa pendapatan mereka yang lebih banyak dan lebih sedikit sekolah, rata-rata lebih besar
daripada negara-negara maju. Pada tabel diatas menunjukan tingkat pengembalian sosial yang
ditemukan dengan memasukkan jumlah subsidi publik untuk pendidikan individu sebagai bagian
dar biaya langsung karena ini adalah bagian dari investasi dari sudut sosial dan juga
mempertimbangkan pendapatan sebelum pajak daripada setelah pajak. Pengembalian sosial ini
terkadang diremehkan karena memperhitungkan eksternalitas yang diberikan orang
berpendidikan kepada orang lain, atau manfaat individu dan sosial lainnya seperti peningkatan
otonomi dan partisipasi sipil.
8.3 Pekerja Anak
Pekerja anak merupakan masalah yang tersebar luas di negara berkembang. Terutama
saat anak di bawah usia 15 tahun sudah bekerja, waktu kerja mereka mengganggu sekolahnya.
Kesehatan pekerja anak juga jauh lebih buruk dari anak yang tidak bekerja. Selain itu, banyak
anak yang tunduk pada kondisi kerja yang sangat kejam dan eksploitatif. Jadi anak yang masih
dibawah umur sudah bekerja, pikirannya akan terganggu karena terlalu memikirkan banyak hal
antara membagi waktu sekolah dengan waktu bekerja apalagi, anak yang dituntut bekerja yang
melanggar aturan dapat merusak kondisi psikologisnya dan juga bisa menyebabkan mereka putus
sekolah.
Kantor Perburuhan Internasional (ILO), badan PBB yang telah berperan sebagai
pemimpin peran dalam masalah pekerja anak, ada total 306 juta anak antara usia 5 dan 17 tahun
melakukan suatu jenis pekerjaan, tetapi sekitar sepertiganya dianggap pekerjaan yang diizinkan
berdasarkan undang-undang nasional dan konvensi ILO yang ada. Tetapi 215 juta
diklasifikasikan sebagai ―pekerja anak‖ karena mereka ―di bawah usia minimum untuk bekerja
dan terlibat dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, keselamatan moral mereka, atau
tunduk pada kondisi kerja paksa. Lebih dari separuh pekerja anak tinggal di Asia dan Pasifik,
tetapi Afrika sub-Sahara memiliki tingkat pekerja anak tertinggi. Menurut saya memang banyak
anak di Afrika yang masih dibawah umur sudah bekerja berat seperti disetarakan kekuatannya
dengan orang dewasa dan itu masih terjadi hingga sekarang khususnya yang berada di daerah
pedalaman.
ILO melaporkan bahwa beberapa survei menunjukkan lebih dari separuh pekerja anak
bekerja keras selama sembilan jam atau lebih per hari. Bentuk pekerjaan terburuk anak yang
membahayakan kesehatan atau kesejahteraan, melibatkan bahaya eksploitasi seksual,
perdagangan manusia, dan jeratan hutang. Setiap tahun, sekitar 20.000 anak meninggal akibat
kecelakaan dalam bekerja. Hal ini sangat menyalahi aturan karena anak di pekerjakan dalam
waktu yang melampaui batas maksimal, sehingga kesehatan anak juga akan menurun dan
mengakibatkan kelelahan yang menyebabkan anak banyak yang meninggal dunia, apalagi kalau
anak bekerja dibawah paksaan atau kekerasan.
Tidak jelas bahwa larangan langsung terhadap semua bentuk pekerjaan anak selalu untuk
kepentingan terbaiknya. Tanpa pekerjaan, seorang anak bisa menjadi kekurangan gizi parah;
dengan pekerjaan, biaya sekolah serta nutrisi dasar dan perawatan kesehatan mungkin tersedia.
Tetapi ada satu rangkaian keadaan dimana baik pekerja anak dan keluarga secara keseluruhan
mungkin lebih baik dengan larangan pekerja anak: kesetimbangan ganda. Jika ada anak yang
memang ingin bekerja atas dasar keinginannya sendiri mereka pasti tidak mau disuruh berhenti
bekerja, karena merasa sudah nyaman melakukan pekerjaan itu, ditambah adanya dukungan dari
kedua orang tuanya. Apalagi lahir dalam lingkungan yang memang menhgharuskan dia untuk
bekerja dalam artian ikut membantu pemenuhan kebutuhan ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Untuk contoh pekerja anak, terdapat dua asumsi penting: Pertama, sebuah rumah tangga
dengan pendapatan yang cukup tinggi tidak akan mengirim anak-anaknya untuk bekerja. Karena
pendapatan orang tua yang cukup tinggi masih bisa untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Jadi anak tidak perlu bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Kedua, pekerja anak dan
dewasa adalah pengganti. Padahal, anak-anak tidak se-produktif atau kekuatannya tidak
sebanding orang dewasa, dan orang dewasa dengan mudah dapat melakukan pekerjaan apa pun
yang dapat dilakukan anak-anak.
Model pekerja anak digambarkan dengan pasokan tenaga kerja setara orang dewasa. Jadi
jika seorang pekerja anak lebih produktif dari orang dewasa pekerja, berati satu anak setara
dengan produktif pekerja dewasa. Misalnya, jika seorang pekerja anak setengahnya produktif
sebagai pekerja dewasa. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri produktifnya anak juga bisa menurun
karena terlalu memforsir tenaganya demi menyetarakannya dengan orang dewasa.
Melarang pekerja anak bila ada keseimbangan alternatif di mana semua anak tetap pergi
ke sekolah mungkin tampak seperti kebijakan yang tidak bisa ditolak. Tetapi perhatikan bahwa
sementara semua keluarga pekerja anak lebih baik, majikan sekarang mungkin lebih buruk,
karena mereka harus membayar upah yang lebih tinggi. Seperti yang kita lihat telah banyak
kasus majikan yang memperlakukan pekerjanya tidak baik hingga melakukan kekerasan kepada
pekerjanya, tidak berbeda jauhdengan pekerjaitu sendiri pasti juga akan merasa dendamdan
membalas dendam pada majikannya sampai ada yang dengan cara membunuh majikannya. Hal
itu harusnya disadari oleh majikan dalam memperlakukan orang yang baik itu seperti apa.
Karena jika kita memperlakukan orang lain dengan baik kita juga akan diperlakukan baik oleh
orang lain.
Sementara model pekerja anak ini merupakan gambaran yang masuk akal di banyak
negara atau daerah berkembang, kita tidak cukup tahu tentang kondisi di pasar tenaga kerja tidak
terampil untuk mengatakan seberapa signifikan jenis keseimbangan ganda ini. Jadi itu akan
berpotensi menjadi kontraproduktif, bahkan dapat ditegakkan untuk mengupayakan pelarangan
segera semua pekerja anak di semua bagian dunia. Hal ini akan sangat berdampak positif bagi
anak-anak karena dengan pelarangan mempekerjakan anak ini, anak dapat menjalankan
kehidupan mereka sewajarnya layaknya anak-anak pada umumnya dan tidak kehilangan hak-hak
mereka saat masa anak-anak, seperti sekolah, belajar dan bermain.
Ada empat pendekatan utama untuk kebijakan pekerja anak yang ada dalam kebijakan
pembangunan. Yang pertama mengakui pekerja anak sebagai ekspresi kemiskinan dan
merekomendasikan penekanan pada penghapusan kemiskinan daripada menangani pekerja anak.
Pendekatan kedua menekankan strategi untuk melibatkan lebih banyak anak sekolah, termasuk
tempat sekolah yang diperluas, seperti sekolah desa baru, dan insentif transfer tunai bersyarat
untuk mendorong orang tua menyekolahkan anak-anak mereka. Pendekatan ketiga menganggap
pekerja anak tak terelakkan dan untuk memberikan layanan dukungan bagi anak-anak yang
bekerja. Pendekatan keempat, yang paling sering dikaitkan dengan ILO, mendukung pelarangan
pekerja anak. Keempat pendekatan ini akan lebih baik segera di terapkan di negara-negara
berkembang yang masih terdapat pekerja anak seperti di Asia, Pasifik maupun Afrika.
Sebuah studi tahun 2003 oleh ILO memperkirakan bahwa menghapus pekerja anak dan
memperluas sekolah berkualitas untuk semua anak hingga usia 14 selama periode 20 tahun akan
menghasilkan kasus dasar berupa $ 5 triliun keuntungan ekonomi setelah memperhitungkan
biaya peluang. Jika pemerintah di negara tersebut melek pendidikan pasti tanpa berpikir panjang
kasus ekonomi yang akan timbul akan segera melaksanakan kebijakan tersebut agar anak
memiliki masa depan yang cerah. Bantuan ini juga akan disambut baik oleh para orang tua,
karena mereka tidak pusing mencari biaya sekolah anaknya.
Terakhir, banyak aktivis di negara maju yang mengusulkan pengenaan sanksi
perdagangan terhadap negara yang mengizinkan pekerja anak. Pendekatan ini bermaksud baik,
tetapi jika tujuannya adalah untuk mensejahterakan anak, maka perlu dipertimbangkan dengan
matang, karena kalau anak-anak tidak bisa bekerja di sektor ekspor, pasti mereka akan bekerja
dipaksa bekerja di sektor informal, di mana upah dan kondisi kerja lainnya umumnya lebih
buruk. Jika upaya di pelarangan impor dari negara berkembang disalurkan untuk mendapatkan
lebih banyak bantuan pembangunan publik dan swasta untuk organisasi nonpemerintah yang
bekerja dengan pekerja anak, akan lebih banyak lagi berhasil membantu anak-anak ini. Dengan
begitu anak-anak di negara itu bisa hidup lebih sejahtera menjalani kodratnya sebagai anak-anak.
1. Tingkat melek huruf pada perempuan muda lebih rendah daripada laki-laki muda. Hal ini
dikarenakan masih banyak di berbagai Negara para perempuan muda mengalami
diskriminasi tentang masalah pendidikan. Banyak yang menganggap bahwa perempuan
lebih baik mengurus rumah daripada harus sekolah untuk mengejar pendidikan. Banyak
pemahaman yang sangat rendah juga dari perempuan tentang ilmu pengetahuan dari laki
laki, terbukti jika saat diperdebatkan laki laki cenderung menggunakan logika yang
rasional sedangkan perempuan lebih mengandalkan perasaan.
2. Perempuan muda di Negara berkembang khususnya afrika memiliki tingkat melek huruf
yang sangat rendah bahkan belum mencapai setengah dari presentase laki-laki yang
melek huruf kemudian di susul oleh Negara di bagian asia selatan. Hal ini dikarenakan
kualitas SDM yang memang sangat terbatas dan pendapatan perkapita yang rendah di
Negara tersebut. Dapat dilihat berdasarkan data yang ada kesenjangan gender dalam
pendidikan sangat besar di negara-negara kurang berkembang di Afrika, di mana tingkat
melek huruf perempuan bisa kurang dari setengah dari laki-laki di negara-negara seperti
Niger, Mali, Guinea, dan Benin. Kesenjangannya juga relatif besar di Asia Selatan; di
India, tingkat melek huruf perempuan dewasa hanya 47,8, yang hanya 65% dari tingkat
keaksaraan laki-laki (tingkat melek huruf perempuan muda adalah 67,7, 80% dari tingkat
melek huruf remaja laki-laki). Di Pakistan, tingkat melek huruf perempuan dewasa hanya
36%, hanya 57% dari tingkat laki-laki (dalam hal ini, tingkat melek huruf perempuan
muda adalah 54,7%, sekitar 72% dari tingkat laki-laki) .
3. Adanya ketimpangan pendidikan ini menimbulkan dampak terhadap pembangunan
ekonomi serta ketimpangan sosial. Dalam system pembangunan millennium, diharapkan
perempuan muda memiliki tingkat melek huruf yang sama dengan laki-laki muda,
penyamarataan ini juga diikuti dengan produktivitas dan peningkatan lapangan kerja,
serta sinergitas perempuan dalam rangka mengurangi ketimpangan sosial dan pendidikan.
Perempuan juga sebenarnya bisa untuk membangun suatu perekonomian karena pada
dasarnya semua orang adalah sama tidak adanya perbedaan. Pendidikan juga adalah
tonggak yang utama dalam hal pembangunan nasional, jadi semua berhak untuk
berpendidikan tinggal pemerintah menyediakan suatu sarana dan prasarana pendukung .
4. Fakta lapangan menunjukan bahwasanya jumlah dana yang dikeluarkan untuk
peningkatan melek huruf bagi perempuan muda sangat besar, tetapi hasil yang dicapai
belum maksimal. Hal ini dikarena pandangan tadi yang menyebutkan perempuan
memang tugasnya untuk mengurus suatu rumah tangga dan pendidikan tidak berpengaruh
penting. Pentingnya kesadaran dan pentingnya sosialisasi terhadap para perempuan muda
akan pentingnya pendidikan.
5. Fakta lain menunjukan bahwasanya seorang perempuan yang sudah menikah akan
kehilangan karirnya untuk bersinergi bagi masyarakat, pasalnya ia akan kehilangan
waktunya demi mengurus keluarga suami. Biasanya bila sudah menikah suami cenderung
menghalangi istri untuk bekerja dan melanjutkan pendidikan, karna dirasa cukup bagi
sang suami untuk mencari nafkah dan memberikan rizki. Padahal pada faktanya jika
suami berpikiran seperti itu biasanya akan semena mena kepada istri dikarenakan suami
memegang control penuh dan tidak memberikan kebebasan kepada sang istri.
6. Kapasitas pendidikan yang rendah akibat tingkat buta huruf yang tinggi menyebabkan
kondisi kesehatan bagi bayi juga terdampak. Mereka tidak memahami tentang gizi dan
pengetahuan kesehatan, sehingga tingkat kesehatan bagi ibu dan bayi juga sangat rendah.
Maka dari itu pasti pendidikan memgang peranan yang penting, padahal bayi itu juga
nantinya sebagai tonggak pembangunan saat besar. Pemerintah setempat harus selalu
memperhatikan perempuan muda agar mendapat pendidikan yang layak,karena juga
nantinya saat mengajarkan anaknya atau mengasuh sang anak, perempuan tidak hanya
secara fisik saja tetapi secara pengetahuan juga harus diperhatikan supaya anaknya bisa
lebih baik mengangkat derajat orang tua.
7. Tingkat pendidikan juga berdampak pada pendapatan, sehingga berelevansi terhadap
asupan gizi yang akan dikonsumsi oleh keluarga. Jika pendidikan rendah maka pekerjaan
pun akan biasa saja dan penghasilan dapat dikatakan rendah juga. Maka dari itu asupan
gizi juga seadanya tergantung pada jumlah pendapatan. Pentingnya juga pembukaan
lapanagan kerja yang banyak oleh pemerintah apalagi dimasa pandemic seperti ini. Disini
juga peran pemerintah juga sangat penting, jika pendapatan rendah atau tidak memiliki
pekerjaan saati ini bisa diberikan bantuan langsung tunai atau diberi
pelatihan/keterampilan.
8.5 Sistem Pendidikan dan Pembangunan
Sebagian besar literatur dan diskusi publik tentang pendidikan dan ekonomi
pengembangan pada umumnya, dan pendidikan dan pekerjaan pada khususnya, berputar di
sekitar dua proses ekonomi dasar: 1) interaksi antara tuntutan yang termotivasi secara ekonomi
dan pasokan yang responsif secara politik dalam menentukan berapa banyak sekolah berkualitas
yang disediakan, siapa yang mendapat akses ke tempat-tempat ini, dan instruksi macam apa yang
mereka terima dan 2) perbedaan penting antara manfaat sosial dan pribadi dan biaya tingkat
pendidikan yang berbeda dan implikasi perbedaan-perbedaan ini strategi investasi pendidikan.
Dalam kondisi ini, yang sangat sesuai dengan realitas situasi ketenagakerjaan dan pendidikan
di banyak negara berkembang, kami mengharapkan kuantitas pendidikan tinggi yang dibutuhkan
untuk sektor formal menjadi besar. Hal ini karena manfaat swasta diantisipasi lebih banyak
bersekolah akan lebih besar dibandingkan dengan alternatif sekolah kecil, sedangkan langsung
dan biaya pendidikan swasta tidak langsung relatif rendah. Dan permintaan meningkat seiring
waktu. Karena kesempatan kerja bagi mereka yang tidak berpendidikan terbatas, individu harus
menjaga posisi mereka dengan memperoleh pendidikan yang lebih banyak.
Distribusi Pendidikan
Analisis di atas tentang kekuatan yang beroperasi untuk pendidikan berlebihan di negara-
negara berkembang seharusnya tidak membuat kita putus asa atas kemungkinan mendorong
pembangunan melalui pendidikan yang lebih tinggi. Negara-negara yang telah berhasil
berkembang pada umumnya memastikan bahwa manfaat pendidikan tersedia secara lebih luas
dalam perekonomian — bagi orang miskin maupun kaya, di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Dan jadi kita beralih untuk memeriksa distribusi manfaat pendidikan di negara berkembang.
Kita juga dapat mengembangkan kurva Lorenz untuk distribusi pendidikan. Gambar 8.7
menunjukkan kurva Lorenz untuk pendidikan di India dan Korea Selatan, menggunakan data
yang dapat dibandingkan dari tahun 1990. Dengan analogi dengan kurva Lorenz pendapatan,
kami menulis proporsi kumulatif populasi pada sumbu x dan proporsi kumulatif tahun
bersekolah pada sumbu y . Sepanjang garis 45 derajat dari kesetaraan sempurna, setiap orang
dalam ekonomi akan memiliki jumlah tahun sekolah yang sama; Misalnya, setiap orang akan
menyelesaikan sekolah dasar delapan tahun, tetapi tidak ada yang memulai pendidikan
menengah. Dalam ekonomi yang sangat tidak merata, banyak orang mungkin tidak bersekolah
sama sekali, sementara beberapa mungkin telah menerima gelar Ph.D. dari universitas asing.
Semakin dekat kurva Lorenz ke garis 45 derajat, semakin merata distribusi pendidikan.
Seperti yang dapat dilihat dari Gambar 8.7, Korea Selatan memiliki distribusi pendidikan
yang jauh lebih merata daripada India. Misalnya, pada tahun sampel 1990, lebih dari separuh
penduduk India tidak bersekolah sama sekali. Di Korea Selatan, kurang dari 10% tidak
bersekolah. Namun kedua negara itu menghasilkan sejumlah besar gelar Ph.D. diplomat.
Seseorang juga dapat memperoleh koefisien Gini pendidikan, sekali lagi dengan analogi dengan
penurunan koefisien Gini untuk ketidaksetaraan pendapatan yang dibahas dalam Bab 5; itu
diberikan oleh area A di atas kurva pendidikan Lorenz, dibagi dengan seluruh area A B di bawah
garis persamaan sempurna 45 derajat. Jelas, India memiliki ketimpangan pendidikan yang jauh
lebih tinggi yang diukur dengan Gini pendidikan (sebenarnya, Gini adalah 0,69) daripada Korea
Selatan (0,22).
Memang, penelitian oleh Jere Behrman dan Nancy Birdsall menunjukkan bahwa kualitas
pendidikan (kualitas pengajaran, fasilitas, dan kurikulum) dan bukan kuantitasnya saja (tahun
sekolah) yang paling menjelaskan perbedaan pendapatan dan produktivitas.42 Di Asia Selatan
Misalnya, banyak anak menyelesaikan beberapa tahun di sekolah dasar tanpa pernah belajar
membaca. Implikasinya adalah bahwa di luar kebutuhan mendesak akan pendidikan dasar
universal, prioritasnya adalah untuk meningkatkan sekolah yang ada daripada memperluas
jumlah tempat sekolah di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Negara berkembang menghadapi lebih banyak hal terkait dengan beban penyakit
dibanding dengan Negara maju. Terutama penyakit yang menginfeksi seperti AIDS, Malaria, dan
Parasit, penyakit ini adalah tantangan kesehatan yang dihadapi oleh Negara berkembang.
Penyakit ini hal utama yang dibahas pada bagian ini. Pada tahun 2009 lebih dari 8 juta anak
dibawah 5 tahun meninggal dunia di Negara berkembang. Di Sub – Sahara Afrika seorang anak
lebih mungkin meninggal sebelum usia 5 tahun, harapan hidup di wilayah tersebut hanya sampai
50 tahun sebagian besar karena dampak epidemis AIDS. Lebih dari 25% anak di Sub-Sahara
Afrika kekurangan gizi. Dalam hal terebut sebebenarnya tidak separah Asia selatan dimana
tingkat anak kelaparan tetap ada di tingkat tertinggi. Kegagalan untuk mengendalikan penyakit
membuat masing – masing lebih mungkin berakibat fatal. Selanjutnya akan membahas 3 momok
permasalahan utama di Negara berkembang yaitu AIDS, Malaria, dan Parasit Cacig.
HIV/AIDS
Penyakit HIV ini bisa mengancam menghentikan hal yang sudah susah payah dibangun
oleh manusia selama bertahun – tahun. Data menyebutkan bahwa peningkatan infeksi penyakit
ini terus menurun. Tapi tantangan tetap ada. Seperti yang disebutkan oleh Global UNAIDS 2010
―Gains are real but still fragile‖ maksudnya walaupun kasus penyakit ini mengalami penurunan
tapi tantangan itu pasti akan tetap saja ada maka harus melakukan persiapan yang matang.
HIV/AIDS ini bukan hanya masalah dibidang kesehatan tapi juga salah satu masalah dibidang
perekonomian.
AIDS ditularkan terutama melalui hubungan heteroseksual, kontak dengan darah,
terinfeksi dan jarum suntik baik pengguna narkoba maupun pasien rumah sakit dan transmisi dari
ibu hamil ke janinnya. Dalam Negara berkembang kelangsunga hidup rata – rata gejala AIDS
muncul dibawah satu tahun. Adanya perkembangan dalam pembuatan obat antiretroviral yang
mahal, tersedia untuk Negara – Negara berpenghasilan rendah/ Negara berkembang degan harga
penjualan yang jauh lebih murah (bahkan gratis) pada tahun 2005 sekitar 5 juta orang sudah
menerima pengobatan antiretroviral ini. Tapi obat – obatan ini masih belum tersedia untuk
sebagian besar orang yang terinfeksi di Afrika dan Asia Selatan karena penerapannya yang
lambat dan infrastruktur system kesehatan yang tidak memadai.
Awalnya, AIDS dianggap penyakit di Negara maju, terutama menyerang laki – laki
homoseksual. Tapi nyatanya 95% dari semua kasus HIV dan kematian akibat AIDS terjadi di
Negara berkembang. 25 juta orang meninggal karena AIDS di tahun 2008, dengan mayoritas
terbesar di Sub-Sahara Afrika. AIDS penyebab utama kematian orang dewasa yang aktif secara
ekonomi. Di tahun 2009, 33 juta orang di seluruh dunia terinfeksi HIV, 22 juta diantaranya di
Sub-Sahara Afrika. Berdasarkan laporan UNAIDS tentang AIDS 2010, ada sekitar 15 juta anak
yatim piatu akibat AIDS di Sub-Sahara Afrika pada tahun 2009. Pemerintah mempersiapkan
kebutuhan dasar untuk anak yatim piatu ini, memastikan mereka tidak di diskriminasi dan
memastikan anak- anak ini mendapatkan kesempatan bersekolah untuk membantu
menyelamatkan mereka dari kemiskinan absolut (yang menjadi tantangan pembangunan utama).
Di beberapa bagian timur Afrika, adaptasi keluarga tradisional bahwa jika kondisi sudah matang
tidak hanya untuk pelecehan saja tapi juga eksploitasi anak unuk pasukan gerilya yang dipimpin
oleh dictator atau kelompok tentara bayaran. .
Destabilitasi berampak buruk pada pembangunan social ekonomi. Strategi luarbiasa
dikembangkan oleh gereja di Zimbabwe yang meminta sukarelawan mengunjungi dan
memberikan perawatan dasar untuk anak yatim piatu ini ditempat mereka tinggal. Seluruh
perhatian dunia sudah terfokus pada AIDS di kawasan Negara berkembang dan memastikan
secara keseluruhan sumber daya kesehatan harus ditingkatkan
Malaria
Malaria menyebabkan lebih dari 1 juta kematian tiap tahunnya, sebagian besar di
antaranya adalah anak – anak miskin di Afrika. Wanita hamil juga cukup riskan terhadap
penyakit malaria ini. Hanya 15% dari anak – anak ini yang bertahan hidup. Seorang anak
meninggal karena malaria setiap 30 detik dan lebih dari 500 juta orang jadi sakit parah kerena
penyakit malaria. Malaria mampu menurunkan produktivitas (malnutrisi, parasit, dll) bahkan
mampu menurunkan produktivitas laju pertumbuhan. Menurut Desmond McCarthy, Holger
Wolf, and Yi Wu dampak malaria pada pertumbuahn ekonomi masing – masing Negara berbeda
(berdasarkan seperempat Negara sampel mereka).
WHO membuat program yang dinamakan ―Roll Back Malaria‖ program ini berupaya
mengatasi penyakit ini langsung ke sumbernya. Selain itu, upaya besar juga sedang dikakukan
untuk meningkatkan internasional pendanaan untuk melawan malaria, pengembangan ini
menekankan pada pembuatan vaksin. Dengan pendanaan yang tepat, para spsialis yakin vaksin
itu efektif. Karena korban malaria cenderung datang dari Negara berkembang dan cenderung
tidak mampu mebeli obat – obatan dengan harga mahal maka ada sedikit inisiatif dari perusahan
farmasi, maka banyak perusahaan obat yang menawarkan obat dengan harga lebih rendah.
Vaksin pertama kali berkembang di Negara maju / berpenghasilan tinggi. Jadi kenapa
vaksin tidak lebih banyak ada di Negara berkembang? Karena di Negara berkembang banyak
masyarakat miskin yang tidak mampu membayar. Tapi pemerintah dan internasional bisa
membantu dengan subsidi.
Ide yang mendapatkan banyak perhatian untuk mengatsi kegagalan pasar adalah
pembelian vaksin yang dijamin, yang dipelajari oleh The Advance Market Commitment
Working Group yang dipimpin oleh ruth Levine, Michael Kremer dan Alice Albright dalam
laporan mereka tentang Making Market For Vaccines : Ideas To Action, grup tersebut
mengusulkan agar sponsor internasional membuat komitmen secara hokum untuk membayar 200
juta perawatan vaksin malaria. Kesepakatan tersebut akan membentu IAC atau komite ajudikasi
independen yang bertugas untuk menentukan bahwa spsifikasi teknis yang diperlukan untuk
vaksin tersebut telah tepenuhi.
Kesehatan yang buruk sudah pasti memiliki dampak yang buruk juga, khususnya pada
kematian anak. Selain itu kondisi kesehatan juga mempengaruhi produktivitas tiap individu.
sebagian besar efek kesehatan pada peningkatan pendapatan disebabkan oleh perbedaan
produktivitas. Studi menunjukkan bahwa orang lebih sehat akan mendapatkan upah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang mudah terkena penyakit, karena apabila sakit maka upah
perhari akan dipotong. Sebuah studi di Bangladesh menemukan bahwa produktivitas semakin
tinggi pekerja yang lebih sehat memungkinkan mereka mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang
lebih baik. Dalam studi lain, file penghapusan kelainan bentuk akibat kusta diperkirakan lebih
dari tiga kali lipat pendapatan pekerja di India.
Peraih Nobel Robert Fogel menyampaikan bahwa warga Negara maju Negara jauh lebih
tinggi hari ini daripda dua abad lalu dan ia berpendapat, perawakan adalah indeks yang berguna
dari kesehatan dan kesejahteraan umum dari suatu populasi. Peningkatan tinggi badan dapat
dijumpai di Negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir, karena kondisi kesehatan mulai
membaik.
Jika tinggi badan merupakan indikator status kesehatan umum, sejauh itu meningkat
dalam kesehatan mengarah pada produktivitas yang lebih tinggi, orang yang lebih tinggi harus
menghasilkan lebih banyak (kecuali tinggi juga mewakili karakteristik produktivitas lainnya).
John Strauss dan Duncan
Thomas menemukan bahwa pria yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak uang di
Brasil, bahkan setelah mengontrol untuk penentu pendapatan penting lainnya seperti pendidikan
dan pengalaman. peningkatan tinggi badan dikaitkan dengan peningkatan 7% dalam upah di
negara berpenghasilan menengah. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa terdapat
kesenjangan antara orang yang memiliki tinggi badan tinggi dan rendah. Selain itu tidak hanya
melihat dampak yang terjadi pada pendapatan, juga melihat dari pendidikan yang diterima.
Orang yang lebih tinggi menerima pendidikan yang jauh lebih tinggi daripada orang yang lebih
pendek. Hal tersebut ditinjau dari ukuran kesehatan alternative. Seperti, tubuh indek massa yang
berfungsi mengukur kesehatan dan gizi jangka pendek maupun jangka panjang. Strauss dan
Thomas mengambil kesimpulan dari hasil ini dan survei literatur bahwa kesehatan dan nutrisi
memang meningkatkan produktivitas, dengan peningkatan terbesar bagi mereka yang awalnya
berpendidikan paling rendah dan termiskin.
Jadi, bukti yang paling dominan adalah bahwa kesehatan dan gizi memang berpengaruh
pada lapangan kerja, produktivitas, dan upah dan yang sangat substansial di antaranya yang
termiskin dari yang miskin. Strauss dan Thomas menyimpulkan bahwa ―keseimbangan bukti
menunjukkan efek positif dari asupan nutrisi yang meningkat tentang gaji, setidaknya di antara
mereka yang kekurangan gizi.‖ Dari kesimpulan tersebut dapat diketahui bahwa kesehatan dan
gizi berperan penting untuk meningkatkan pendapatan. Apabila ingin pembangunan berhasil
maka warganya harus sehat.