Anda di halaman 1dari 22

ULASAN MENGENAI BUKU BERJUDUL "ECONOMIC DEVELOPMENT 11th

EDITION" BAB 8 HUMAN CAPITAL: EDUCATION and HEALTH in ECONOMIC


DEVELOPMENT

Dosen Pengampu :
Wahyuni Mayangsari,S.Sos.,M.Kesos.

Disusun oleh :

1. Abrillian Elvaretta Helena NIM 200910301040


2. Achmad Sofri Nugroho NIM 200910301101
3. Ade Shaquilla Asy Syaddad NIM 200910301062
4. Alamsyah Agil Amrullah NIM 200910301120
5. Amelia Putri Hartanti NIM 200910301121
6. Fahmy Faradila Putri NIM 200910301154
7. Nurul Fauziah NIM 200910301076
8. Talita Bening NIM 200910301146

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI JEMBER
2020
8.1 Peran Sentral Pendidikan dan Kesehatan

Pendidikan dan Kesehatan merupakan kunci utama dalam pembangunan. Keduanya


memiliki peran penting dalam dasar pembangunan negara yang lebih maju dan lebih luas.
Pendidikan berperan untuk meningkatkan daya pembangunan negara dalam menyerap teknologi
modern dan meningkatkan kapasitas negara untuk berkembang secara mandiri. Lalu kesehatan
sendiri merupakan prasyarat untuk meningkatkan produktivitas manusia dan juga, aspek
keberhasilan pendidikan bergantung pada kesehatan yang mumpuni. Sehingga keduanya
berperan aktif dalam meningkatkan perkembangan ekonomi.
Pendidikan dan kesehatan menjadi pokok isu modal manusia (human capital) dalam
mengembangkan produktivitas, keterampilan-keterampilan, nilai, dan fungsi sosial yang dapat
menciptakan atau meningkatkan nilai ekonomi bagi individu, komunitas, dan negara. Dapat
dikatakan bahwa hubungan antara pendapatan ekonomi dengan pendidikan dan kesehatan saling
berkaitan erat. Namun, perlu diketahui bahwa pendapatan ekonomi yang lebih tinggi tidak selalu
menjamin peningkatan pendidikan dan kesehatan. Human capital perlu menjadi fokus tersendiri
bahkan untuk negara yang memiliki ekonomi stabil sekaligus. Karena tidak adanya pemerataan
pendidikan dan kesehatan, sama halnya dengan pendapatan ekonomi, membuat pendidikan dan
kesehatan diperlukan dalam membantu individu untuk keluar dalam lingkaran kemiskinan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara mengidintifkasi penyebab ketidakmerataan dan
ketidakefisienan yang kerap mengganggu individu dan keluarga. Sehingga mereka dapat
memunculkan potensi dalam memberikan efek positif terhadap ekonomi.
Ketika membicarakan keterkaitan antara investasi di dalam pendidikan dan kesehatan,
tentu terdapat banyak hal yang dapat dikaji. Pendidikan dan kesehatan merupakan investasi yang
ditujukan untuk individu yang sama yang akan menjadi penopang ekonomi. Hal ini dilakukan
demi terciptanya pemerataan dalam hal pendidikan dan kesehetan sehingga setiap individu dapat
meningkatkan produktivitasnya. Lalu adanya upaya dalam meningkatkan kesehatan dapat
menimbulkan hubungan timbal-balik terhadap pendidikan. Seperti halnya pelajar membutuhkan
jiwa dan pribadi yang sehat agar bisa dating ke sekolah, anak yang sehat menjadi lebih sukses
dan dapat belajar secara efektif di sekolah, dan Individu yang lebih sehat menjadi lebih mampu
mengamalkan pendidikan secara produktif di setiap saat. Di sisi lain, dengan meningkatkan
kualitas pendidikan, kesehatan individu juga menjadi terjamin seperti, di dalam sekolah terdapat
pelajaran tentang menjaga imunitas tubuh, higieni, dan sanitasi. Pendidikan dibutuhkan dalam
pembentukan tenaga kerja medis/kesehatan seperti dokter, perawat, psikolog dll. Juga banyak
program kesehatan mengandalkan keterampilan yang dipelajari di sekolah (termasuk melek
huruf/literasi dan berhitung).
Pendapatan yang lebih tinggi dapat membuat individu dan pemerintah menggunakannya
dalam peningkatan pendidikan dan kesehatan. Dengan meningkatnya pendidikan dan kesehatan,
produktivitas masyarakat dan pendapatannya dapat meningkat pula. Hubungan ini mengharuskan
pemerintah untuk dapat fokus terhadap pendapatan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan secara
serentak, tidak boleh terjadi kesenjangan antar ketiganya. Jika hanya mengandalkan pendapatan
yang tinggi, hal tersebut tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan anak. Banyak kasus
dimana elastisitas pendapatan (income elasticity of demand) kalori terhadap masyarakat yang
berpendapatan rendah merentang sekitar 0 hingga 0.5. Kemungkinan hal ini terjadi karena
pendapatan yang diperoleh digunakan untuk kepentingan lain (bukan makanan) atau pendapatan
justru digunakan untuk membeli berbagai varian makanan yang tidak mengandung kalori dan
nutrisi. Jika hal ini berlanjut tanpa ada uapaya dalam mengedukasi masyarakat, hal ini dapat
mengakibatkan tidak berjalannya peningkatan kesehataan atau mungkin hanya berjalan lambat.
Ada upaya yang kerap dilakukan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan dalam lingkup mikro,
yaitu penggunaan pinjaman/kredit. Pinjaman dapat menjadi alat bantu masyrakat miskin ketika
terjadi fluktuasi harga musiman yang membatasi warga dalam pemenuhan kalori dan nutrisi.
Meningkatnya pendapatan masyarakat di negara berkembang membuat masyarakat
cenderung mengganti konsumsi makanan bernutrisi seperti nasi, gandum, dan kacang-kacangan
menjadi makanan yang tidak sehat semacam soda, permen, dan junk food sebagai simbolik yang
menunjukkan keadaan ekonominya terpenuhi atau melebihi. Sehingga ada kemungkinan asupan
nutrisi anak di dalam suatu keluarga menjadi terhambat. Studi oleh Gambia menyatakan bahwa
penyakit seperti diare disebabkan oleh berkurangnya asupan nutrisi. Jadi yang semestinya
penyakit dapat dicegah dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi justru tidak dapat dicegah karena
kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kesehatan sehingga menimbulkan upaya kuratif
atau penyembuhan yang memerlukan banyak dana.
Ada studi mengatakan bahwa semakin baik pendidikan seorang ibu, semakin baik pula
kessehatan anak. Hal ini diperkuat oleh analisis data Morocco oleh Paul Glewwe bahwa
―Pendidikan formal mengajarkan secara langsung mengenai pengetahuan kesehatan kepada
calon ibu di masa depan; Keterampilan melek huruf dan angka dibutuhkan di sekolah dalam
membantu calon ibu merawat masalah kesehatan anak; dan pengetahuan terhadap masyarakat
modern dari sekolah formal membuat wanita dapat lebih peka terhadap perawatan medis
modern.‖ Dengan kemampuan ibu dalam menjaga kesehatan anak, hal ini akan membuat anak
dapat menekuni pendidikan di sekolah secara efisien dan tanpa terganggu oleh kondisi
kesehatannya.
Ketika masyarakat sebagai pelaku ekonomi memiliki pengetahuan, mereka akan
memberikan manfaat beserta dampak pisutuf bagi masyarakat disekitarnya. Begitu pula dengan
bidang kesehatan dalam perekonomian. Jika masyarakat sebagai pelaku ekonomi sudah
terpelihara kesehatannya sejak masih kecil, tentu saja pelaku ekonomi tersebut dapat konsisten
menjalankan perannya dalam pembangunan ekonomi. Namun jika sebaliknya, banyak orang
sakit, mereka tidak akan mampu bekerja sesuai peran masing-masing dan hal tersebut
berpengaruh terhadap fluktuasi ekonomi dalam suatu negara, bisa terjadi resesi atau kemunduran
pertumbuhan. Hal ini menjadi tugas bagi pemerintah untuk merencanakan dan melancarkan
strategi-strategi terintegrasi melalui hasil penelitian-penelitian yang menunjukkan keterkaitan
antara kesehatan, pendidikan, dan pendapatan ekonomi.
8.2 Berinvestasi dalam Pendidikan dan Kesehatan: Pendekatan Sumber Daya
Manusia

Analisis investasi di bidang Kesehatan dan Pendidikan dapat disatukan dalam pendekatan
Sumber Daya Manusia atau SDM, Sumber Daya Manusia sendiri merupakan suatu usaha kerja
atau jasa yang memang diberikan dengan tujuan dalam melakukan proses produksi. Dengan kata
lain Sumber Daya Manusia adalah kualitas usaha yang dilakukan seseorang dalam jangka waktu
tertentu guna menghasilkan jasa atau barang. Sumber Daya Manusia dapat ditingkatkan
produktivitasnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, kapasitas dan bidang lainnya. Hal ini
dilakukan untuk melakukan investasi konvensional modal fisik dengan menyimpulkan,
memperkirakan nilai diskon serta membandingkan dengan biaya langsung dan tidak langsung.
Dari kesimpulan dan perkiraan yang sudah dilakukan maka pengembalian investasi dapat
dilakukan.
Kesehatan dan Pendidikan merupakan dua hal yang menjadikan patokan dalam
kesejahteraan dan mempunyai kontribusi langsung dalam kehidupan. Pada kontribusi pendidikan
dapat meningkatkan pemberdayaan dan otonomi utama seperti kapasias untuk keterlibatan sipil,
membuat keputusan mengenai kesehatan sendiri dan kebebasan memilih pasangan sendiri
daripada perjodohan tetapi pendekatan modal manusia berfokus pada kemampuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan. Contohnya saja di Venezuela
tingkat Pendidikan dapat memengaruhi pendapatan, pendapatan bervariasi selama siklus hidup
orang dengan berbagai tingkat pendidikan. Mereka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi mulai
bekerja penuh di usia yang lebih tua dibandingkan orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih
rendah memiliki penghasilan lebih banyak. Tetapi pendapatan yang diperoleh perlu
memperhatikan nilai modal yang dikeluarkan dalam pendidikan sebagai investasi seperti,
pengeluaran uang sekolah, buku, dan seragam sekolah terutama pendapatan yang hilang karena
siswa tidak dapat bekerja selama di sekolah.

Secara formal, pendapatan yang diperoleh dapat dituliskan sebagai:


Dijelaskan sebagi berikut:
E adalah pendapatan dengan Pendidikan ekstra
N adalah pendapatan tanpa Pendidikan ekstra
t adalah tahun
i adalah tingkat diskonto dan penjumlahannya melibihi perkiraan tahun masa kerja.

Pertukaran Keuangan dalam Keputusan untuk Melanjutkan Sekolah‖ memberikan


representasi skematis tipikal dari trade-off yang terlibat dalam keputusan untuk melanjutkan
sekolah. Diasumsikan bahwa individu bekerja dari saat dia menyelesaikan sekolah sampai dia
tidak dapat bekerja, pensiun, atau meninggal yang berarti 66 tahun. Terdapat dua profil yang
disajikan, untuk pekerja yang menempuh Sekolah Dasar tetapi tidak memiliki Pendidikan
menengah, lulusan Sekolah Dasar diasumsikan mulai bekerja pada usia 13 tahun dan lulusan
Sekolah menengah pada usia 17 tahun. Bagi seseorang di negara berkembang yang memutuskan
apakah akan melanjutkan Pendidikan dasar ke menengah maka pendapatan empat tahun berlalu,
yaitu biaya tidak langsung. Anak tersebut dapat bekerja paruh waktu yang kemungkinan
diabaikan demi kesederhanaan tetapi jika demikian hanya sebagian dari area biaya tidak
langsung yang berlaku. Biaya langsung seperti uang sekolah, seragam sekolah, buku dan
pengeluaran lain yang tidak dibayarkan jika individu meninggalkan sekolah pada akhir kelas
dasar. Selama sisa hidup orang tersebut akan menghasilkan lebih banyak uang setiap tahun
daripada yang diperoleh orang dengan pendidikan dasar.

Sebelum membandingkan biaya dengan manfaat, perhatikan bahwa satu dolar hari ini
lebih berharga bagi individu daripada satu dolar di masa depan, jadi keuntungan pendapatan
masa depan tersebut harus didiskontokan. Tingkat pengembalian akan lebih tinggi bila tingkat
diskonto lebih rendah, biaya langsung atau tidak langsung lebih rendah, atau manfaat lebih
tinggi. Analisis ini dilakukan dari sudut pandang individu di tiga kolom sebelah kanan tabel.
Pada sub-Sahara Afrika dan Asia, tingkat pengembalian swasta ke pendidikan dasar
sekitar 40%. Meskipun pengembalian yang luar biasa ini, banyak keluarga tidak melakukan
investasi karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk meminjam.
Tingkat pengembalian yang lebih tinggi untuk negara-negara berkembang mencerminkan
bahwa pendapatan mereka yang lebih banyak dan lebih sedikit sekolah, rata-rata lebih besar
daripada negara-negara maju. Pada tabel diatas menunjukan tingkat pengembalian sosial yang
ditemukan dengan memasukkan jumlah subsidi publik untuk pendidikan individu sebagai bagian
dar biaya langsung karena ini adalah bagian dari investasi dari sudut sosial dan juga
mempertimbangkan pendapatan sebelum pajak daripada setelah pajak. Pengembalian sosial ini
terkadang diremehkan karena memperhitungkan eksternalitas yang diberikan orang
berpendidikan kepada orang lain, atau manfaat individu dan sosial lainnya seperti peningkatan
otonomi dan partisipasi sipil.
8.3 Pekerja Anak

Pekerja anak merupakan masalah yang tersebar luas di negara berkembang. Terutama
saat anak di bawah usia 15 tahun sudah bekerja, waktu kerja mereka mengganggu sekolahnya.
Kesehatan pekerja anak juga jauh lebih buruk dari anak yang tidak bekerja. Selain itu, banyak
anak yang tunduk pada kondisi kerja yang sangat kejam dan eksploitatif. Jadi anak yang masih
dibawah umur sudah bekerja, pikirannya akan terganggu karena terlalu memikirkan banyak hal
antara membagi waktu sekolah dengan waktu bekerja apalagi, anak yang dituntut bekerja yang
melanggar aturan dapat merusak kondisi psikologisnya dan juga bisa menyebabkan mereka putus
sekolah.
Kantor Perburuhan Internasional (ILO), badan PBB yang telah berperan sebagai
pemimpin peran dalam masalah pekerja anak, ada total 306 juta anak antara usia 5 dan 17 tahun
melakukan suatu jenis pekerjaan, tetapi sekitar sepertiganya dianggap pekerjaan yang diizinkan
berdasarkan undang-undang nasional dan konvensi ILO yang ada. Tetapi 215 juta
diklasifikasikan sebagai ―pekerja anak‖ karena mereka ―di bawah usia minimum untuk bekerja
dan terlibat dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, keselamatan moral mereka, atau
tunduk pada kondisi kerja paksa. Lebih dari separuh pekerja anak tinggal di Asia dan Pasifik,
tetapi Afrika sub-Sahara memiliki tingkat pekerja anak tertinggi. Menurut saya memang banyak
anak di Afrika yang masih dibawah umur sudah bekerja berat seperti disetarakan kekuatannya
dengan orang dewasa dan itu masih terjadi hingga sekarang khususnya yang berada di daerah
pedalaman.
ILO melaporkan bahwa beberapa survei menunjukkan lebih dari separuh pekerja anak
bekerja keras selama sembilan jam atau lebih per hari. Bentuk pekerjaan terburuk anak yang
membahayakan kesehatan atau kesejahteraan, melibatkan bahaya eksploitasi seksual,
perdagangan manusia, dan jeratan hutang. Setiap tahun, sekitar 20.000 anak meninggal akibat
kecelakaan dalam bekerja. Hal ini sangat menyalahi aturan karena anak di pekerjakan dalam
waktu yang melampaui batas maksimal, sehingga kesehatan anak juga akan menurun dan
mengakibatkan kelelahan yang menyebabkan anak banyak yang meninggal dunia, apalagi kalau
anak bekerja dibawah paksaan atau kekerasan.
Tidak jelas bahwa larangan langsung terhadap semua bentuk pekerjaan anak selalu untuk
kepentingan terbaiknya. Tanpa pekerjaan, seorang anak bisa menjadi kekurangan gizi parah;
dengan pekerjaan, biaya sekolah serta nutrisi dasar dan perawatan kesehatan mungkin tersedia.
Tetapi ada satu rangkaian keadaan dimana baik pekerja anak dan keluarga secara keseluruhan
mungkin lebih baik dengan larangan pekerja anak: kesetimbangan ganda. Jika ada anak yang
memang ingin bekerja atas dasar keinginannya sendiri mereka pasti tidak mau disuruh berhenti
bekerja, karena merasa sudah nyaman melakukan pekerjaan itu, ditambah adanya dukungan dari
kedua orang tuanya. Apalagi lahir dalam lingkungan yang memang menhgharuskan dia untuk
bekerja dalam artian ikut membantu pemenuhan kebutuhan ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Untuk contoh pekerja anak, terdapat dua asumsi penting: Pertama, sebuah rumah tangga
dengan pendapatan yang cukup tinggi tidak akan mengirim anak-anaknya untuk bekerja. Karena
pendapatan orang tua yang cukup tinggi masih bisa untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
Jadi anak tidak perlu bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Kedua, pekerja anak dan
dewasa adalah pengganti. Padahal, anak-anak tidak se-produktif atau kekuatannya tidak
sebanding orang dewasa, dan orang dewasa dengan mudah dapat melakukan pekerjaan apa pun
yang dapat dilakukan anak-anak.
Model pekerja anak digambarkan dengan pasokan tenaga kerja setara orang dewasa. Jadi
jika seorang pekerja anak lebih produktif dari orang dewasa pekerja, berati satu anak setara
dengan produktif pekerja dewasa. Misalnya, jika seorang pekerja anak setengahnya produktif
sebagai pekerja dewasa. Tetapi juga tidak dapat dipungkiri produktifnya anak juga bisa menurun
karena terlalu memforsir tenaganya demi menyetarakannya dengan orang dewasa.
Melarang pekerja anak bila ada keseimbangan alternatif di mana semua anak tetap pergi
ke sekolah mungkin tampak seperti kebijakan yang tidak bisa ditolak. Tetapi perhatikan bahwa
sementara semua keluarga pekerja anak lebih baik, majikan sekarang mungkin lebih buruk,
karena mereka harus membayar upah yang lebih tinggi. Seperti yang kita lihat telah banyak
kasus majikan yang memperlakukan pekerjanya tidak baik hingga melakukan kekerasan kepada
pekerjanya, tidak berbeda jauhdengan pekerjaitu sendiri pasti juga akan merasa dendamdan
membalas dendam pada majikannya sampai ada yang dengan cara membunuh majikannya. Hal
itu harusnya disadari oleh majikan dalam memperlakukan orang yang baik itu seperti apa.
Karena jika kita memperlakukan orang lain dengan baik kita juga akan diperlakukan baik oleh
orang lain.
Sementara model pekerja anak ini merupakan gambaran yang masuk akal di banyak
negara atau daerah berkembang, kita tidak cukup tahu tentang kondisi di pasar tenaga kerja tidak
terampil untuk mengatakan seberapa signifikan jenis keseimbangan ganda ini. Jadi itu akan
berpotensi menjadi kontraproduktif, bahkan dapat ditegakkan untuk mengupayakan pelarangan
segera semua pekerja anak di semua bagian dunia. Hal ini akan sangat berdampak positif bagi
anak-anak karena dengan pelarangan mempekerjakan anak ini, anak dapat menjalankan
kehidupan mereka sewajarnya layaknya anak-anak pada umumnya dan tidak kehilangan hak-hak
mereka saat masa anak-anak, seperti sekolah, belajar dan bermain.
Ada empat pendekatan utama untuk kebijakan pekerja anak yang ada dalam kebijakan
pembangunan. Yang pertama mengakui pekerja anak sebagai ekspresi kemiskinan dan
merekomendasikan penekanan pada penghapusan kemiskinan daripada menangani pekerja anak.
Pendekatan kedua menekankan strategi untuk melibatkan lebih banyak anak sekolah, termasuk
tempat sekolah yang diperluas, seperti sekolah desa baru, dan insentif transfer tunai bersyarat
untuk mendorong orang tua menyekolahkan anak-anak mereka. Pendekatan ketiga menganggap
pekerja anak tak terelakkan dan untuk memberikan layanan dukungan bagi anak-anak yang
bekerja. Pendekatan keempat, yang paling sering dikaitkan dengan ILO, mendukung pelarangan
pekerja anak. Keempat pendekatan ini akan lebih baik segera di terapkan di negara-negara
berkembang yang masih terdapat pekerja anak seperti di Asia, Pasifik maupun Afrika.
Sebuah studi tahun 2003 oleh ILO memperkirakan bahwa menghapus pekerja anak dan
memperluas sekolah berkualitas untuk semua anak hingga usia 14 selama periode 20 tahun akan
menghasilkan kasus dasar berupa $ 5 triliun keuntungan ekonomi setelah memperhitungkan
biaya peluang. Jika pemerintah di negara tersebut melek pendidikan pasti tanpa berpikir panjang
kasus ekonomi yang akan timbul akan segera melaksanakan kebijakan tersebut agar anak
memiliki masa depan yang cerah. Bantuan ini juga akan disambut baik oleh para orang tua,
karena mereka tidak pusing mencari biaya sekolah anaknya.
Terakhir, banyak aktivis di negara maju yang mengusulkan pengenaan sanksi
perdagangan terhadap negara yang mengizinkan pekerja anak. Pendekatan ini bermaksud baik,
tetapi jika tujuannya adalah untuk mensejahterakan anak, maka perlu dipertimbangkan dengan
matang, karena kalau anak-anak tidak bisa bekerja di sektor ekspor, pasti mereka akan bekerja
dipaksa bekerja di sektor informal, di mana upah dan kondisi kerja lainnya umumnya lebih
buruk. Jika upaya di pelarangan impor dari negara berkembang disalurkan untuk mendapatkan
lebih banyak bantuan pembangunan publik dan swasta untuk organisasi nonpemerintah yang
bekerja dengan pekerja anak, akan lebih banyak lagi berhasil membantu anak-anak ini. Dengan
begitu anak-anak di negara itu bisa hidup lebih sejahtera menjalani kodratnya sebagai anak-anak.

8.4 Kesenjangan Gender: Diskriminasi Dalam Pendidikan dan Kesehatan

1. Tingkat melek huruf pada perempuan muda lebih rendah daripada laki-laki muda. Hal ini
dikarenakan masih banyak di berbagai Negara para perempuan muda mengalami
diskriminasi tentang masalah pendidikan. Banyak yang menganggap bahwa perempuan
lebih baik mengurus rumah daripada harus sekolah untuk mengejar pendidikan. Banyak
pemahaman yang sangat rendah juga dari perempuan tentang ilmu pengetahuan dari laki
laki, terbukti jika saat diperdebatkan laki laki cenderung menggunakan logika yang
rasional sedangkan perempuan lebih mengandalkan perasaan.
2. Perempuan muda di Negara berkembang khususnya afrika memiliki tingkat melek huruf
yang sangat rendah bahkan belum mencapai setengah dari presentase laki-laki yang
melek huruf kemudian di susul oleh Negara di bagian asia selatan. Hal ini dikarenakan
kualitas SDM yang memang sangat terbatas dan pendapatan perkapita yang rendah di
Negara tersebut. Dapat dilihat berdasarkan data yang ada kesenjangan gender dalam
pendidikan sangat besar di negara-negara kurang berkembang di Afrika, di mana tingkat
melek huruf perempuan bisa kurang dari setengah dari laki-laki di negara-negara seperti
Niger, Mali, Guinea, dan Benin. Kesenjangannya juga relatif besar di Asia Selatan; di
India, tingkat melek huruf perempuan dewasa hanya 47,8, yang hanya 65% dari tingkat
keaksaraan laki-laki (tingkat melek huruf perempuan muda adalah 67,7, 80% dari tingkat
melek huruf remaja laki-laki). Di Pakistan, tingkat melek huruf perempuan dewasa hanya
36%, hanya 57% dari tingkat laki-laki (dalam hal ini, tingkat melek huruf perempuan
muda adalah 54,7%, sekitar 72% dari tingkat laki-laki) .
3. Adanya ketimpangan pendidikan ini menimbulkan dampak terhadap pembangunan
ekonomi serta ketimpangan sosial. Dalam system pembangunan millennium, diharapkan
perempuan muda memiliki tingkat melek huruf yang sama dengan laki-laki muda,
penyamarataan ini juga diikuti dengan produktivitas dan peningkatan lapangan kerja,
serta sinergitas perempuan dalam rangka mengurangi ketimpangan sosial dan pendidikan.
Perempuan juga sebenarnya bisa untuk membangun suatu perekonomian karena pada
dasarnya semua orang adalah sama tidak adanya perbedaan. Pendidikan juga adalah
tonggak yang utama dalam hal pembangunan nasional, jadi semua berhak untuk
berpendidikan tinggal pemerintah menyediakan suatu sarana dan prasarana pendukung .
4. Fakta lapangan menunjukan bahwasanya jumlah dana yang dikeluarkan untuk
peningkatan melek huruf bagi perempuan muda sangat besar, tetapi hasil yang dicapai
belum maksimal. Hal ini dikarena pandangan tadi yang menyebutkan perempuan
memang tugasnya untuk mengurus suatu rumah tangga dan pendidikan tidak berpengaruh
penting. Pentingnya kesadaran dan pentingnya sosialisasi terhadap para perempuan muda
akan pentingnya pendidikan.
5. Fakta lain menunjukan bahwasanya seorang perempuan yang sudah menikah akan
kehilangan karirnya untuk bersinergi bagi masyarakat, pasalnya ia akan kehilangan
waktunya demi mengurus keluarga suami. Biasanya bila sudah menikah suami cenderung
menghalangi istri untuk bekerja dan melanjutkan pendidikan, karna dirasa cukup bagi
sang suami untuk mencari nafkah dan memberikan rizki. Padahal pada faktanya jika
suami berpikiran seperti itu biasanya akan semena mena kepada istri dikarenakan suami
memegang control penuh dan tidak memberikan kebebasan kepada sang istri.
6. Kapasitas pendidikan yang rendah akibat tingkat buta huruf yang tinggi menyebabkan
kondisi kesehatan bagi bayi juga terdampak. Mereka tidak memahami tentang gizi dan
pengetahuan kesehatan, sehingga tingkat kesehatan bagi ibu dan bayi juga sangat rendah.
Maka dari itu pasti pendidikan memgang peranan yang penting, padahal bayi itu juga
nantinya sebagai tonggak pembangunan saat besar. Pemerintah setempat harus selalu
memperhatikan perempuan muda agar mendapat pendidikan yang layak,karena juga
nantinya saat mengajarkan anaknya atau mengasuh sang anak, perempuan tidak hanya
secara fisik saja tetapi secara pengetahuan juga harus diperhatikan supaya anaknya bisa
lebih baik mengangkat derajat orang tua.
7. Tingkat pendidikan juga berdampak pada pendapatan, sehingga berelevansi terhadap
asupan gizi yang akan dikonsumsi oleh keluarga. Jika pendidikan rendah maka pekerjaan
pun akan biasa saja dan penghasilan dapat dikatakan rendah juga. Maka dari itu asupan
gizi juga seadanya tergantung pada jumlah pendapatan. Pentingnya juga pembukaan
lapanagan kerja yang banyak oleh pemerintah apalagi dimasa pandemic seperti ini. Disini
juga peran pemerintah juga sangat penting, jika pendapatan rendah atau tidak memiliki
pekerjaan saati ini bisa diberikan bantuan langsung tunai atau diberi
pelatihan/keterampilan.
8.5 Sistem Pendidikan dan Pembangunan

Sebagian besar literatur dan diskusi publik tentang pendidikan dan ekonomi
pengembangan pada umumnya, dan pendidikan dan pekerjaan pada khususnya, berputar di
sekitar dua proses ekonomi dasar: 1) interaksi antara tuntutan yang termotivasi secara ekonomi
dan pasokan yang responsif secara politik dalam menentukan berapa banyak sekolah berkualitas
yang disediakan, siapa yang mendapat akses ke tempat-tempat ini, dan instruksi macam apa yang
mereka terima dan 2) perbedaan penting antara manfaat sosial dan pribadi dan biaya tingkat
pendidikan yang berbeda dan implikasi perbedaan-perbedaan ini strategi investasi pendidikan.

 Ekonomi Politik dari Pasokan Pendidikan dan Permintaan: Hubungan Antara


Peluang Kerja dan Tuntutan Pendidikan
Jumlah pendidikan yang diterima oleh seseorang, meskipun terkena dampaknya banyak
faktor nonpasar, dapat dianggap sebagian besar menghambat permintaan dan suplai, seperti
komoditas atau jasa lainnya. Dari sisi permintaan dua pengaruh utama pada jumlah pendidikan
yang diinginkan adalah 1) prospek mahasiswa yang lebih berpendidikan mendapatkan
pendapatan yang jauh lebih banyak melalui sektor pekerjaan modern di masa depan ( manfaat
pribadi keluarga dari pendidikan) dan 2) biaya pendidikan, baik langsung maupun tidak langsung
adalah mahasiswa atau keluarga harus menanggung. Jumlah pendidikan yang dibutuhkan adalah
bahwa pada kenyataannya berasal dari permintaan kesempatan kerja berupah tinggi di sektor
modern ini. Hal ini karena akses pada pekerjaan seperi itu sebagian besar ditentukan oleh
pendidikan individu.
Di sisi penawaran, jumlah tempat sekolah di sekolah dasar, menengah,
dan tingkat universitas ditentukan sebagian besar oleh proses politik, yang seringkali tidak terkait
dengan kriteria ekonomi. Mengingat tekanan politik yang meningkat di seluruh
mengembangkan dunia untuk lebih banyak tempat sekolah di tingkat yang lebih tinggi, kami
untuk kenyamanan dapat mengasumsikan bahwa persediaan publik di tempat-tempat ini sudah
diperbaiki tingkat pengeluaran pendidikan pemerintah. Ini pada gilirannya dipengaruhi oleh
tingkat agregat permintaan swasta untuk pendidikan.
Karena jumlah pendidikan yang dibutuhkan sangat menentukan suplai (dalam batasan kelayakan
finansial pemerintah), mari kita lihat lebih dekat pada faktor penentu ekonomi (berorientasi pada
pekerjaan) dari permintaan yang diturunkan ini. Jumlah sekolah yang diminta yang cukup untuk
membuat seseorang memenuhi syarat untuk pekerjaan sektor modern tampaknya terkait atau
ditentukan oleh pengaruh gabungan dari empat variabel: perbedaan upah atau pendapatan,
probabilitas keberhasilan dalam menemukan pekerjaan sektor modern, biaya pendidikan swasta
langsung, dan biaya tidak langsung atau biaya kesempatan pendidikan. Misalnya, kita memiliki
situasi di negara berkembang dimana kondisi berikut berlaku:

1. Kesenjangan upah modern-tradisional atau perkotaan-pedesaan adalah sebesar,


katakanlah, 100% untuk lulusan sekolah menengah versus sekolah dasar.
2. Laju peningkatan kesempatan kerja sektor modern bagi anak putus sekolah dasar lebih
lambat dibandingkan dengan laju peningkatan individu tersebut
memasuki angkatan kerja. Hal yang sama mungkin benar di tingkat menengah dan
bahkan tingkat universitas di negara-negara seperti India, Meksiko, Mesir, Pakistan,
Ghana, Nigeria, dan Kenya.
3. Pengusaha, menghadapi kelebihan pelamar, cenderung memilih berdasarkan tingkat
pendidikan. Mereka akan memilih kandidat dengan pendidikan menengah daripada dasar
meskipun prestasi kerja yang memuaskan mungkin tidak memerlukan lebih dari itu
dari pendidikan dasar.
4. Pemerintah, didukung oleh tekanan politik dari kaum terpelajar, cenderung
mengikat upah yang layak dengan tingkat pencapaian pendidikan pemegang kerja
daripada kualifikasi pendidikan minimum yang disyaratkan untuk pekerjaan itu.
5. Penurunan biaya sekolah di tingkat universitas karena negara bagian menanggung
proporsi yang lebih besar dari biaya mahasiswa.

Dalam kondisi ini, yang sangat sesuai dengan realitas situasi ketenagakerjaan dan pendidikan
di banyak negara berkembang, kami mengharapkan kuantitas pendidikan tinggi yang dibutuhkan
untuk sektor formal menjadi besar. Hal ini karena manfaat swasta diantisipasi lebih banyak
bersekolah akan lebih besar dibandingkan dengan alternatif sekolah kecil, sedangkan langsung
dan biaya pendidikan swasta tidak langsung relatif rendah. Dan permintaan meningkat seiring
waktu. Karena kesempatan kerja bagi mereka yang tidak berpendidikan terbatas, individu harus
menjaga posisi mereka dengan memperoleh pendidikan yang lebih banyak.

 Sosial melawan Manfaat dan Biaya Pribadi


Biasanya di negara berkembang, biaya sosial pendidikan (biaya peluang bagi masyarakat
secara keseluruhan sebagai akibat dari kebutuhan untuk membiayai ekspansi pendidikan yang
mahal di tingkat yang lebih tinggi ketika dana yang terbatas ini mungkin lebih banyak secara
produktif digunakan di sektor ekonomi lain) meningkat dengan cepat seiring dengan menaiki
tangga pendidikan. Biaya privat pendidikan (yang ditanggung oleh siswa sendiri) meningkat
lebih lambat atau bahkan mungkin menurun.
Kesenjangan yang semakin lebar antara biaya sosial dan swasta ini memberikan
keseimbangan stimulus yang lebih besar untuk permintaan pendidikan tinggi daripada untuk
pendidikan di tingkat yang lebih rendah. Tapi kesempatan pendidikan bisa diakomodasi
tuntutan yang terdistorsi ini hanya dengan biaya sosial penuh. Keuntungan pribadi yang
diharapkan dan biaya pribadi aktual diplotkan terhadap tahun menyelesaikan sekolah. Saat
seorang siswa menyelesaikan lebih banyak tahun bersekolah, keuntungan pribadi yang
diharapkan tumbuh dengan lebih cepat daripada biaya pribadi, untuk alasan yang dijelaskan
sebelumnya. Untuk memaksimalkan perbedaan antara manfaat dan biaya yang diharapkan (dan
dengan demikian tingkat pengembalian swasta untuk investasi dalam pendidikan), strategi
optimal untuk seorang siswa adalah untuk mengamankan sekolah sebanyak mungkin.
Untuk sebagian besar, masalah tunjangan dan biaya sosial versus pribadi yang berbeda
telah dibuat secara artifisial oleh kebijakan publik dan swasta yang tidak tepat terkait dengan
perbedaan upah, selektivitas pendidikan, dan harga layanan pendidikan. Akibatnya, kalkulasi
swasta tentang nilai pendidikan melebihi nilai sosialnya, yang harus memperhitungkan
pengangguran. Selama insentif buatan dan non-pasar dalam bentuk manfaat yang diharapkan
tidak proporsional dan biaya bersubsidi terus ada dan memberikan premi pada jumlah tahun yang
dihabiskan seseorang untuk mendapatkan pendidikan, individu akan memutuskan bahwa itu
adalah kepentingan pribadi terbaiknya untuk menempuh proses pendidikan formal yang panjang.

 Distribusi Pendidikan
Analisis di atas tentang kekuatan yang beroperasi untuk pendidikan berlebihan di negara-
negara berkembang seharusnya tidak membuat kita putus asa atas kemungkinan mendorong
pembangunan melalui pendidikan yang lebih tinggi. Negara-negara yang telah berhasil
berkembang pada umumnya memastikan bahwa manfaat pendidikan tersedia secara lebih luas
dalam perekonomian — bagi orang miskin maupun kaya, di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Dan jadi kita beralih untuk memeriksa distribusi manfaat pendidikan di negara berkembang.

Kita juga dapat mengembangkan kurva Lorenz untuk distribusi pendidikan. Gambar 8.7
menunjukkan kurva Lorenz untuk pendidikan di India dan Korea Selatan, menggunakan data
yang dapat dibandingkan dari tahun 1990. Dengan analogi dengan kurva Lorenz pendapatan,
kami menulis proporsi kumulatif populasi pada sumbu x dan proporsi kumulatif tahun
bersekolah pada sumbu y . Sepanjang garis 45 derajat dari kesetaraan sempurna, setiap orang
dalam ekonomi akan memiliki jumlah tahun sekolah yang sama; Misalnya, setiap orang akan
menyelesaikan sekolah dasar delapan tahun, tetapi tidak ada yang memulai pendidikan
menengah. Dalam ekonomi yang sangat tidak merata, banyak orang mungkin tidak bersekolah
sama sekali, sementara beberapa mungkin telah menerima gelar Ph.D. dari universitas asing.
Semakin dekat kurva Lorenz ke garis 45 derajat, semakin merata distribusi pendidikan.
Seperti yang dapat dilihat dari Gambar 8.7, Korea Selatan memiliki distribusi pendidikan
yang jauh lebih merata daripada India. Misalnya, pada tahun sampel 1990, lebih dari separuh
penduduk India tidak bersekolah sama sekali. Di Korea Selatan, kurang dari 10% tidak
bersekolah. Namun kedua negara itu menghasilkan sejumlah besar gelar Ph.D. diplomat.
Seseorang juga dapat memperoleh koefisien Gini pendidikan, sekali lagi dengan analogi dengan
penurunan koefisien Gini untuk ketidaksetaraan pendapatan yang dibahas dalam Bab 5; itu
diberikan oleh area A di atas kurva pendidikan Lorenz, dibagi dengan seluruh area A B di bawah
garis persamaan sempurna 45 derajat. Jelas, India memiliki ketimpangan pendidikan yang jauh
lebih tinggi yang diukur dengan Gini pendidikan (sebenarnya, Gini adalah 0,69) daripada Korea
Selatan (0,22).
Memang, penelitian oleh Jere Behrman dan Nancy Birdsall menunjukkan bahwa kualitas
pendidikan (kualitas pengajaran, fasilitas, dan kurikulum) dan bukan kuantitasnya saja (tahun
sekolah) yang paling menjelaskan perbedaan pendapatan dan produktivitas.42 Di Asia Selatan
Misalnya, banyak anak menyelesaikan beberapa tahun di sekolah dasar tanpa pernah belajar
membaca. Implikasinya adalah bahwa di luar kebutuhan mendesak akan pendidikan dasar
universal, prioritasnya adalah untuk meningkatkan sekolah yang ada daripada memperluas
jumlah tempat sekolah di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

 Pendidikan, Ketidaksetaraan, dan Kemiskinan


Studi juga menunjukkan bahwa bertentangan dengan apa yang mungkin telah
diasumsikan, sistem pendidikan di banyak negara berkembang kadang-kadang bertindak untuk
meningkatkan daripada mengurangi ketidaksetaraan pendapatan.
Alasan dasar dari pengaruh buruk pendidikan formal ini terhadap distribusi pendapatan
adalah korelasi positif antara tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan seumur hidup. Korelasi
ini berlaku terutama untuk pekerja yang mampu menyelesaikan pendidikan menengah atas dan
universitas di mana perbedaan pendapatan atas pekerja yang hanya menyelesaikan sebagian atau
seluruh pendidikan dasar mereka bisa berkisar antara 300% sampai 800%. Dan karena tingkat
pendapatan yang diperoleh sangat bergantung pada tahun-tahun menyelesaikan sekolah, maka
ketidaksetaraan pendapatan yang besar akan diperkuat jika siswa dari kelompok pendapatan
menengah dan atas terwakili secara tidak proporsional dalam pendaftaran sekolah menengah dan
universitas. Singkatnya, jika karena alasan keuangan atau alasan lain, kaum miskin secara efektif
ditolak aksesnya ke kesempatan pendidikan menengah dan tinggi, sistem pendidikan sebenarnya
dapat melanggengkan dan bahkan meningkatkan ketidaksetaraan antar generasi di negara
berkembang.
Biaya privat pendidikan dasar (terutama mengingat biaya peluang tenaga kerja anak
untuk keluarga miskin) lebih tinggi untuk siswa miskin daripada siswa yang lebih kaya, dan
manfaat yang diharapkan dari pendidikan dasar (berkualitas rendah) lebih rendah untuk siswa
miskin . Bersama-sama, biaya yang lebih tinggi dan manfaat yang diharapkan dari pendidikan
yang lebih rendah berarti bahwa tingkat pengembalian keluarga miskin dari investasi dalam
pendidikan anak lebih rendah daripada keluarga lain. Oleh karena itu, orang miskin cenderung
putus sekolah selama tahun-tahun awal sekolah
Sebagai akibat dari biaya kesempatan yang lebih tinggi ini, tingkat kehadiran di sekolah,
dan oleh karena itu, kinerja sekolah cenderung lebih rendah untuk anak-anak dari keluarga
miskin dibandingkan mereka yang berasal dari latar belakang berpenghasilan lebih tinggi. Hal ini
diperparah dengan rendahnya kualitas sekolah yang didiami oleh orang miskin, yang diganggu
oleh pengajaran yang buruk dan pembolosan guru serta fasilitas yang tidak memadai. Jadi,
meskipun (seringkali baru-baru ini) pendidikan dasar gratis dan universal di banyak negara
berkembang, anak-anak dari orang miskin, terutama di daerah pedesaan, seringkali tidak dapat
melanjutkan sekolah setelah beberapa tahun pertama.
Proses keuangan untuk menghilangkan orang-orang yang relatif miskin selama beberapa
tahun pertama mereka bersekolah sering kali ditambah dengan biaya sekolah yang cukup besar
di tingkat menengah. Terlepas dari perkembangan pesat sekolah swasta untuk nonelite baru-baru
ini di Asia Selatan dan wilayah berkembang lainnya, kualitas mereka umumnya tidak tinggi, dan
kualifikasi guru mereka seringkali lebih rendah daripada di sekolah umum. Dalam banyak kasus,
orang tua tampaknya tidak mendapatkan apa yang mereka pikir mereka bayarkan. Oleh karena
itu, biaya pendidikan berkualitas menjadi penghalang bagi keluarga berpenghasilan rendah, yang
seringkali tidak dapat meminjam dana untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Pekerja
anak dapat dipahami sebagai pengganti pinjaman sebagai cara untuk membawa uang kepada
keluarga sekarang dengan biaya yang lebih tinggi — biaya yang sangat tinggi dalam kasus
pekerja anak. Hal ini sebenarnya merupakan sistem kemajuan dan seleksi pendidikan yang tidak
didasarkan pada kriteria prestasi apa pun, tetapi secara ketat pada tingkat pendapatan keluarga.
Dengan demikian, hal ini melanggengkan konsentrasi pendapatan dalam kelompok populasi
tertentu dan berarti bahwa pendapatan yang diperoleh akan bertambah terutama kepada orang-
orang yang telah memiliki sebagian besar pendapatan dan kekayaan yang belum diterima —
mereka yang asetnya telah menempatkannya di desil atas dari skala distribusi pendapatan
pribadi.

 Pendidikan, Migrasi Internal, dan Menguras Otak


Pendidikan tampaknya menjadi faktor penting yang mempengaruhi migrasi desa-kota.
Sejumlah penelitian tentang migrasi di berbagai negara telah mendokumentasikan hubungan
positif antara pencapaian pendidikan seseorang dan kecenderungannya untuk bermigrasi dari
pedesaan ke perkotaan. Pada dasarnya, individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
menghadapi perbedaan pendapatan riil perkotaan-pedesaan yang lebih luas dan probabilitas yang
lebih tinggi untuk memperoleh pekerjaan di sektor modern dibandingkan dengan mereka yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah (ingat dari Bab 7 bagaimana perbedaan
pendapatan dan probabilitas pekerjaan berinteraksi untuk menentukan pola migrasi) . Variabel
probabilitas secara khusus menjelaskan proporsi yang terus meningkat dari migran pedesaan
yang lebih berpendidikan dalam menghadapi meningkatnya tingkat setengah pengangguran di
perkotaan di antara mereka yang kurang berpendidikan.
Pendidikan juga memainkan peran penting dalam migrasi internasional pekerja
berpendidikan tingkat tinggi — yang disebut brain drain — dari negara miskin ke negara kaya.
Hal ini terutama berlaku dalam kasus ilmuwan, insinyur, akademisi, dan dokter, yang ribuan di
antaranya telah dilatih di lembaga negara asal dengan biaya sosial yang cukup besar hanya untuk
menuai manfaat dari dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lebih lanjut di negara-negara
yang sudah makmur.
Pengurasan otak internasional sebenarnya telah mempengaruhi gaya dan pendekatan
sistem pendidikan di negara berkembang. Pengurasan otak, ditafsirkan secara luas, telah
mengalihkan perhatian para ilmuwan, dokter, arsitek, insinyur, dan akademisi yang tetap tinggal
di tanah air mereka dari masalah dan tujuan lokal yang penting. Ini termasuk pengembangan
teknologi tepat guna; promosi perawatan kesehatan preventif berbiaya rendah; pembangunan
perumahan murah, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas pelayanan lainnya; desain dan
pembangunan jalan, jembatan, dan mesin yang fungsional namun tidak mahal dan padat karya;
pengembangan bahan ajar universitas yang relevan; dan promosi penelitian yang berorientasi
pada masalah tentang isu-isu penting pembangunan domestik.
Misalnya, negara berkembang sering memiliki banyak dokter yang mengkhususkan diri
pada penyakit jantung sementara pengobatan tropis preventif dianggap sebagai spesialisasi kelas
dua. Arsitek peduli dengan desain monumen nasional dan bangunan umum modern, sementara
perumahan, sekolah, dan klinik murah tetap menjadi area yang menarik. Ekonom mempelajari
teori murni daripada aplikasi pengembangan. Insinyur dan ilmuwan berkonsentrasi pada
peralatan elektronik terbaru dan paling modern sementara peralatan mesin sederhana, peralatan
pertanian yang dioperasikan dengan tangan atau hewan, sanitasi dasar dan sistem pemurnian air,
dan proses mekanis padat karya diturunkan ke perhatian "ahli asing". Dalam banyak dimensi,
sistem pendidikan di sebagian besar negara berkembang membutuhkan reformasi yang
berkelanjutan.

8.6 Pengukuran dan Distribusi Kesehatan

Menjelaskan harapan hidup di berbagai wilayah di dunia. Di negara miskin seperti di


Sub-Sahara Afrika memiliki harapan hidup yang rendah di bandingkan dengan negara lainnya
seperti negara-negara maju di benua Eropa atau Asia. Banyak kasus anak yang mati di bawah
usai 5 tahun hal ini terjadi karena perlambatan dalam menangani masalah kesehatan. Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa berkaitan
dengan masalah kesehatan global, mendefinisikan kesehatan sebagai ―keadaan yang lengkap
kesejahteraan fisik, mental, dan sosial dan bukan hanya tidak adanya penyakit dan kelemahan.‖
ukuran alternatif kesehatan yang dipromosikan oleh WHO adalah disability-adjusted life year
(DALY). DALY diperkenalkan sebagai suatu tolok ukur yang bisa digunakan untuk
menggambarkan status kesehatan. Sekitar seperempat dari global beban penyakit diwakili oleh
diare, termasuk penyakit anak campak, infeksi saluran pernafasan, infeksi cacing parasit, dan
malaria, semua masalah kesehatan terjadi utamanya di negara miskin maupun berkembang.
Selain itu berdasarkan dari kekayaan rumah tangga, orang miskin secara signifikan kurang sehat
daripada yang lebih kaya. Orang miskin jauh lebih mungkin meninggal dibandingkan orang
kaya.
Ketimpangan kesehatan juga menjadi masalah. Fasilitas medis yang berkualitas lebih
tinggi terkonsentrasi di perkotaan dan daerah kaya, di mana yang lebih kaya memiliki pengaruh
politik untuk mengamankan mereka. Bahkan ketika klinik umum tersedia di masyarakat miskin
daerah pedesaan, mereka biasanya kekurangan tenaga dan staf. Sama seperti pembolosan adalah
masalah yang terjadi di sekolah, ketidakhadiran tenaga medis bisa meluas dan sering terjadi.
Sebuah studi Bank Dunia menemukan bahwa tingkat ketidakhadiran di antara petugas kesehatan
di fasilitas kesehatan primer tempat penduduk miskin bergantung 43% di India di 14 negara
bagian yang diteliti, 42% di Indonesia, 35% di Bangladesh, 35% di Uganda, 26% di Peru, dan
19% di Papua Nugini.
Buku ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman dalam ekonomi serta
menyajikan isu-isu relevan dan juga teori, analisis yang informatif. Namun, ada beberapa
penggunaan kata yang sulit dimengerti.

8.7 Beban Penyakit

Negara berkembang menghadapi lebih banyak hal terkait dengan beban penyakit
dibanding dengan Negara maju. Terutama penyakit yang menginfeksi seperti AIDS, Malaria, dan
Parasit, penyakit ini adalah tantangan kesehatan yang dihadapi oleh Negara berkembang.
Penyakit ini hal utama yang dibahas pada bagian ini. Pada tahun 2009 lebih dari 8 juta anak
dibawah 5 tahun meninggal dunia di Negara berkembang. Di Sub – Sahara Afrika seorang anak
lebih mungkin meninggal sebelum usia 5 tahun, harapan hidup di wilayah tersebut hanya sampai
50 tahun sebagian besar karena dampak epidemis AIDS. Lebih dari 25% anak di Sub-Sahara
Afrika kekurangan gizi. Dalam hal terebut sebebenarnya tidak separah Asia selatan dimana
tingkat anak kelaparan tetap ada di tingkat tertinggi. Kegagalan untuk mengendalikan penyakit
membuat masing – masing lebih mungkin berakibat fatal. Selanjutnya akan membahas 3 momok
permasalahan utama di Negara berkembang yaitu AIDS, Malaria, dan Parasit Cacig.

 HIV/AIDS
Penyakit HIV ini bisa mengancam menghentikan hal yang sudah susah payah dibangun
oleh manusia selama bertahun – tahun. Data menyebutkan bahwa peningkatan infeksi penyakit
ini terus menurun. Tapi tantangan tetap ada. Seperti yang disebutkan oleh Global UNAIDS 2010
―Gains are real but still fragile‖ maksudnya walaupun kasus penyakit ini mengalami penurunan
tapi tantangan itu pasti akan tetap saja ada maka harus melakukan persiapan yang matang.
HIV/AIDS ini bukan hanya masalah dibidang kesehatan tapi juga salah satu masalah dibidang
perekonomian.
AIDS ditularkan terutama melalui hubungan heteroseksual, kontak dengan darah,
terinfeksi dan jarum suntik baik pengguna narkoba maupun pasien rumah sakit dan transmisi dari
ibu hamil ke janinnya. Dalam Negara berkembang kelangsunga hidup rata – rata gejala AIDS
muncul dibawah satu tahun. Adanya perkembangan dalam pembuatan obat antiretroviral yang
mahal, tersedia untuk Negara – Negara berpenghasilan rendah/ Negara berkembang degan harga
penjualan yang jauh lebih murah (bahkan gratis) pada tahun 2005 sekitar 5 juta orang sudah
menerima pengobatan antiretroviral ini. Tapi obat – obatan ini masih belum tersedia untuk
sebagian besar orang yang terinfeksi di Afrika dan Asia Selatan karena penerapannya yang
lambat dan infrastruktur system kesehatan yang tidak memadai.
Awalnya, AIDS dianggap penyakit di Negara maju, terutama menyerang laki – laki
homoseksual. Tapi nyatanya 95% dari semua kasus HIV dan kematian akibat AIDS terjadi di
Negara berkembang. 25 juta orang meninggal karena AIDS di tahun 2008, dengan mayoritas
terbesar di Sub-Sahara Afrika. AIDS penyebab utama kematian orang dewasa yang aktif secara
ekonomi. Di tahun 2009, 33 juta orang di seluruh dunia terinfeksi HIV, 22 juta diantaranya di
Sub-Sahara Afrika. Berdasarkan laporan UNAIDS tentang AIDS 2010, ada sekitar 15 juta anak
yatim piatu akibat AIDS di Sub-Sahara Afrika pada tahun 2009. Pemerintah mempersiapkan
kebutuhan dasar untuk anak yatim piatu ini, memastikan mereka tidak di diskriminasi dan
memastikan anak- anak ini mendapatkan kesempatan bersekolah untuk membantu
menyelamatkan mereka dari kemiskinan absolut (yang menjadi tantangan pembangunan utama).
Di beberapa bagian timur Afrika, adaptasi keluarga tradisional bahwa jika kondisi sudah matang
tidak hanya untuk pelecehan saja tapi juga eksploitasi anak unuk pasukan gerilya yang dipimpin
oleh dictator atau kelompok tentara bayaran. .
Destabilitasi berampak buruk pada pembangunan social ekonomi. Strategi luarbiasa
dikembangkan oleh gereja di Zimbabwe yang meminta sukarelawan mengunjungi dan
memberikan perawatan dasar untuk anak yatim piatu ini ditempat mereka tinggal. Seluruh
perhatian dunia sudah terfokus pada AIDS di kawasan Negara berkembang dan memastikan
secara keseluruhan sumber daya kesehatan harus ditingkatkan

 Malaria
Malaria menyebabkan lebih dari 1 juta kematian tiap tahunnya, sebagian besar di
antaranya adalah anak – anak miskin di Afrika. Wanita hamil juga cukup riskan terhadap
penyakit malaria ini. Hanya 15% dari anak – anak ini yang bertahan hidup. Seorang anak
meninggal karena malaria setiap 30 detik dan lebih dari 500 juta orang jadi sakit parah kerena
penyakit malaria. Malaria mampu menurunkan produktivitas (malnutrisi, parasit, dll) bahkan
mampu menurunkan produktivitas laju pertumbuhan. Menurut Desmond McCarthy, Holger
Wolf, and Yi Wu dampak malaria pada pertumbuahn ekonomi masing – masing Negara berbeda
(berdasarkan seperempat Negara sampel mereka).
WHO membuat program yang dinamakan ―Roll Back Malaria‖ program ini berupaya
mengatasi penyakit ini langsung ke sumbernya. Selain itu, upaya besar juga sedang dikakukan
untuk meningkatkan internasional pendanaan untuk melawan malaria, pengembangan ini
menekankan pada pembuatan vaksin. Dengan pendanaan yang tepat, para spsialis yakin vaksin
itu efektif. Karena korban malaria cenderung datang dari Negara berkembang dan cenderung
tidak mampu mebeli obat – obatan dengan harga mahal maka ada sedikit inisiatif dari perusahan
farmasi, maka banyak perusahaan obat yang menawarkan obat dengan harga lebih rendah.
Vaksin pertama kali berkembang di Negara maju / berpenghasilan tinggi. Jadi kenapa
vaksin tidak lebih banyak ada di Negara berkembang? Karena di Negara berkembang banyak
masyarakat miskin yang tidak mampu membayar. Tapi pemerintah dan internasional bisa
membantu dengan subsidi.
Ide yang mendapatkan banyak perhatian untuk mengatsi kegagalan pasar adalah
pembelian vaksin yang dijamin, yang dipelajari oleh The Advance Market Commitment
Working Group yang dipimpin oleh ruth Levine, Michael Kremer dan Alice Albright dalam
laporan mereka tentang Making Market For Vaccines : Ideas To Action, grup tersebut
mengusulkan agar sponsor internasional membuat komitmen secara hokum untuk membayar 200
juta perawatan vaksin malaria. Kesepakatan tersebut akan membentu IAC atau komite ajudikasi
independen yang bertugas untuk menentukan bahwa spsifikasi teknis yang diperlukan untuk
vaksin tersebut telah tepenuhi.

 Parasite Cacing dan “Penyakit Tropis terabaikan lainnya”


Sudah banyak masalah kesehatan Negara berkembang yang mendapatkan perhatian
besar. Masalah parasite cacing ini juga memiliki dampak yang menghancurkan di Negara
berkembang tapi relatif diabaikan. Diantara banyak penyakit parasite cacing yang menjangkiti
Negara berkembang salah satunya adalah schistosomiasis (atau demam siput) adalah salah satu
yang terburuk dalam hal dampak pada manusia dan perkembangannya. Schistosomiasis pada
manusia disebabkan oleh cacing pipih yang ditularan melalui air.
Menurut WHO penyakit ini menginfeksi 200 juta orang di 74 negara , separuh dari
mereka adalah anak – anak usia sekolah. Penyakit ini memperhambat pertumbuhan. Salah satu
penyakit yag deisebabkan oleh schistosomiasis adalah stunting tapi 90% dapat disembuhkan jika
mendaoatkan perawatan dan pengobatan yang efektif yang sering kali masih sangat kurang.
Orang dewasa yang terkena penyakit ini juga menyebabkan efek yang serius, bisa menyebabkan
kelemahan, kelesuan. Kerusakan hati dan ginjal juga dapat terjadi. Badan penelitian kanker
WHO menyebutkan bahwa schistosomiasis urin bisa menyebabkan kanker kandung kemih. Di
Afrika penyakit terkait dengan kanker kandung kemi 32 kali lebih tinggi daripada di Amerika
Penyakit lainnya adalah trypanosomiasis atau penyakit tidur menyerang ratusan ribu
orang di Sub-Sahara afrika . kebanyakan orang yang menderita penyakit tidur ini meninggal
sebelum didiagnosis. Dampak trypanosomiasis terhadap ekonomi bisa parah, karena bisa
menghilangkan nyawa dan vitalitas manusia, penyakit ini juga mematikan ternak dan
menyebabkan tanah subur yang ditinggalkan tetap terinfeksi. Trypanosomiasis adalah protozoa
yang ditularkan ke manusia melalui lalat tsetse.
Dalam beberapa tahun terakhir tekanan dan perhatian public telah memainkan pera
penting dalam membuat perusahaan obat lebih aktif lagi di Negara berkembang dan memberikan
donasi – donasi kepada badan – badan utama seperti WHO. Tiga obat utama untuk penyakit ini
adalah pentamidin, melarsoprol, dan eflornithine. Penyakit – penyakit yang terabaikan ini
menyebabkan 534.000 kematian tiap tahun. Tapi sebetulnya penyakit ini bisa disembuhkan dan
bisa juga dicegah dengan perbaikan lingkungan sumbernya dan dapat diinokulasi dengan vaksin.
Dalam segi biaya pun relative rendah untuk memperangi kasus ini. Tapi tragisnya hali ini sangat
minim perhatian.
Namun penyalit tropis yang terabaikan mulai mendapatkan perhatian. Jaringan global
juga sudah mengkoordinasikan kampanya untuk melawan kasus ini. Maanfaat bersih dari
banyaknya perhatian dan dukungan untuk program – program kesehatan menunjukkan sinergi
yang kuat. Tanggapan moral dan ekonomi untuk kasus – kasus ini meningkat jelas.

8.8 Kesehatan, Prokdutivitas, dan KebijakanProduktivitas

Kesehatan yang buruk sudah pasti memiliki dampak yang buruk juga, khususnya pada
kematian anak. Selain itu kondisi kesehatan juga mempengaruhi produktivitas tiap individu.
sebagian besar efek kesehatan pada peningkatan pendapatan disebabkan oleh perbedaan
produktivitas. Studi menunjukkan bahwa orang lebih sehat akan mendapatkan upah yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang mudah terkena penyakit, karena apabila sakit maka upah
perhari akan dipotong. Sebuah studi di Bangladesh menemukan bahwa produktivitas semakin
tinggi pekerja yang lebih sehat memungkinkan mereka mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang
lebih baik. Dalam studi lain, file penghapusan kelainan bentuk akibat kusta diperkirakan lebih
dari tiga kali lipat pendapatan pekerja di India.
Peraih Nobel Robert Fogel menyampaikan bahwa warga Negara maju Negara jauh lebih
tinggi hari ini daripda dua abad lalu dan ia berpendapat, perawakan adalah indeks yang berguna
dari kesehatan dan kesejahteraan umum dari suatu populasi. Peningkatan tinggi badan dapat
dijumpai di Negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir, karena kondisi kesehatan mulai
membaik.
Jika tinggi badan merupakan indikator status kesehatan umum, sejauh itu meningkat
dalam kesehatan mengarah pada produktivitas yang lebih tinggi, orang yang lebih tinggi harus
menghasilkan lebih banyak (kecuali tinggi juga mewakili karakteristik produktivitas lainnya).
John Strauss dan Duncan
Thomas menemukan bahwa pria yang lebih tinggi menghasilkan lebih banyak uang di
Brasil, bahkan setelah mengontrol untuk penentu pendapatan penting lainnya seperti pendidikan
dan pengalaman. peningkatan tinggi badan dikaitkan dengan peningkatan 7% dalam upah di
negara berpenghasilan menengah. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa terdapat
kesenjangan antara orang yang memiliki tinggi badan tinggi dan rendah. Selain itu tidak hanya
melihat dampak yang terjadi pada pendapatan, juga melihat dari pendidikan yang diterima.
Orang yang lebih tinggi menerima pendidikan yang jauh lebih tinggi daripada orang yang lebih
pendek. Hal tersebut ditinjau dari ukuran kesehatan alternative. Seperti, tubuh indek massa yang
berfungsi mengukur kesehatan dan gizi jangka pendek maupun jangka panjang. Strauss dan
Thomas mengambil kesimpulan dari hasil ini dan survei literatur bahwa kesehatan dan nutrisi
memang meningkatkan produktivitas, dengan peningkatan terbesar bagi mereka yang awalnya
berpendidikan paling rendah dan termiskin.
Jadi, bukti yang paling dominan adalah bahwa kesehatan dan gizi memang berpengaruh
pada lapangan kerja, produktivitas, dan upah dan yang sangat substansial di antaranya yang
termiskin dari yang miskin. Strauss dan Thomas menyimpulkan bahwa ―keseimbangan bukti
menunjukkan efek positif dari asupan nutrisi yang meningkat tentang gaji, setidaknya di antara
mereka yang kekurangan gizi.‖ Dari kesimpulan tersebut dapat diketahui bahwa kesehatan dan
gizi berperan penting untuk meningkatkan pendapatan. Apabila ingin pembangunan berhasil
maka warganya harus sehat.

 Kebijakan Sistem Kesehatan


Dalam definisi WHO, sistem kesehatan adalah ―segala aktivitas yang utama tujuannya
adalah untuk mempromosikan, memulihkan, atau memelihara kesehatan.‖ Sistem kesehatan
mencakup komponen departemen kesehatan masyarakat, rumah sakit dan klinik, dan kantor
dokter dan paramedic. Di luar sistem formal ini adalah jaringan informal digunakan oleh banyak
warga miskin. Fakta yang beredar memang banyak orang yang dapat menyembuhkan tanpa
mengetahui panduan yang sesuai dengan medis.
sistem kesehatan beberapa negara berkembang jauh lebih efektif daripada yang lain dalam
mencapai tujuan kesehatan. Beberapa negara, seperti Cina dan Sri Lanka, dan beberapa wilayah,
seperti negara bagian Kerala di India, telah mencapai harapan hidup lebih dari 70 tahun tahun
meskipun status mereka berpenghasilan rendah. Pada saat yang sama, beberapa berpenghasilan
menengah negara, seperti Brazil, Afrika Selatan, dan Gabon, hanya mampu mencapai harapan
hidup yang jauh lebih rendah meskipun sumber dayanya jauh lebih besar. Yang mendasari hal
tersebut adalah akses untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang berbeda.
WHO membandingkan sistem kesehatan di seluruh dunia, menggunakan lima indikator
kinerja untuk mengukur sistem kesehatan 191 anggota WHO menyatakan: (1) tingkat kesehatan
penduduk secara keseluruhan, (2) kesenjangan kesehatan dalam populasi, (3) daya tanggap
sistem kesehatan (kombinasi kepuasan pasien dan kinerja sistem), (4) distribusi responsivitas
dalam populasi (seberapa baik orang yang bervariasi status ekonomi menemukan bahwa mereka
dilayani oleh sistem kesehatan), dan (5) distribusi, atau keadilan, dari beban keuangan sistem
kesehatan dalam populasi.
WHO menyimpulkan bahwa, ―Dolar dihabiskan untuk kesehatan, di banyak negara
kurang dari potensi kinerja mereka. Hasilnya adalah angka yang besar kematian yang dapat
dicegah dan hidup terhambat oleh kecacatan. Dampak dari ini kegagalan lahir secara tidak
proporsional oleh orang miskin.‖ Pada tingkat pendapatan tertentu, ada variasi yang luas dalam
kinerja negara, yang menunjukkan bahwa mereka berpenghasilan rendah, negara dapat mencapai
keadilan dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya, tetapi fakta yang terjadi di
beberapa Negara berkembang tidak sesuai tentang pembiayaan yang tidak adil dalam sistem
kesehatan. Contohnya di Brasil dan Peru, orang membuat pembayaran langsung yang tinggi
untuk perawatan kesehatan, jadi rumah tangga miskin menghabiskan sebagian besar pendapatan
mereka untuk kesehatan. Menurut saya, hal tersebut sangat merugikan beberapa warga yang
dikarenakan peraturan dan fakta yang terjadi berbeda.
Tindakan kesehatan masyarakat formal telah memainkan peran yang sangat penting di
negara berkembang. Kementerian kesehatan, kadang-kadang dilengkapi dengan layanan
organisasi non-pemerintah, telah memainkan peran penting dalam memperluas vaksin ke daerah
pedesaan terpencil, yang membawa pengaruh untuk mengurangi penyakit yang mematikan
seperti cacar. Tetapi seperti sistem pendidikan, operasi kesehatan masyarakat sering kali
menguntungkan orang kaya dan memiliki koneksi yang baik. Akibatnya, sistem kesehatan sering
kali menggunakan dana publik secara tidak efisien. Dokter dilatih dengan subsidi publik sering
memilih untuk mempraktikkan keahlian khusus di daerah makmur di kota atau pindah ke negara
maju. Dan Bank Dunia menyimpulkan, ―Di beberapa negara suatu rumah sakit pendidikan bisa
menyerap 20% atau lebih anggaran kementerian kesehatan, meskipun hampir semua intervensi
hemat biaya paling baik dilakukan di fasilitas tingkat yang lebih rendah.‖
Selain efek positif langsung pada standar kesehatan nasional, dasar kesehatan juga
merupakan sarana yang efektif untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan. Contohnya, jika
orang tua terlalu lemah, tidak sehat, dan tidak terampil untuk cukup produktif untuk mendukung
keluarga mereka, maka anak-anak harus bekerja. Dari permasalahan tersebut anak diharuskan
bekerja, padahal kewajiban dari anak adalah mendapatkan pendidikan yang layak. Sehingga,
orang tua harus lebih berperan aktif dalam keluarga tersebut supaya memiliki pendapatan sesuai
yang dibutuhkan. Demi meminimalisir pekerja anak.
Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan, khususnya untuk
empat orang berikut, yang pertama, kesehatan adalah pusat pengentasan kemiskinan, kebanyakan
rakyat buta akan informasi tentang kesehatan apalagi yang jauh dari jangkauan pemerintah.
Kedua, rumah tangga yang tidak memikirkan tentang penyakit yang bisa menular atau
tertular. Ketiga, pasar akan berinvestasi terlalu sedikit dalam infrastruktur kesehatan dan
penelitian dan pengembangan serta transfer teknologi ke negara-negara berkembang karena
kegagalan pasar. Dan yang terakhir, publik Program kesehatan di negara berkembang telah
terbukti berhasil. Peran pemerintah berbeda-beda sesuai negaranya, tetapi seperti yang
disimpulkan WHO, ―Pengelolaan kesejahteraan penduduk yang cermat dan bertanggung jawaB
penata layanan adalah inti dari pemerintahan yang baik. Kesehatan rakyat selalu menjadi
prioritas nasional: tanggung jawab pemerintah untuk itu berkelanjutan dan permanen.‖
KESIMPULAN

Pendidikan dan Kesehatan merupakan kunci utama dalam pembangunan ekonomi.


Keduanya memiliki peran penting dalam dasar pembangunan negara yang lebih maju dan lebih
luas. Sehingga keduanya berperan aktif dalam meningkatkan perkembangan ekonomi. Tanpa
adanya pemenuhan pendidikan dan kesehatan pembangunan ekonomi tidak adan berjalan dengan
lancar. Karena pendidikan merupakan bekal yang harus dimiliki oleh semua orang demi
menunjang pekerjaan yang baik, jika mendapatkan pekerjaan yang baik maka juga akan
memiliki perkembangan ekonomi yang baik pula, selain itu juga diperlukan keterampilan dari
setiap individu tersebut, sebab tanpa adanya keterampilan seseorang akan sulit bersaing dalam
dunia pekerjaan atau tidak bisa bekerja dengan baik dan akan menghalalkan segala cara demi
mendapatkan uang. Sedangkan kesehatan juga diperlukan tubuh untuk beraktivitas demi
memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Dengan demikian pemerintah memainkan peran
penting dalam kesehatan dan pendidikan, dan di sebagian besar negara berkembang, peningkatan
yang signifikan dalam kebijakan yang dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai