Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN

PRAKTIKUM PERLAKUAN PANAS

MODUL 1 PERLAKUAN PANAS


MODUL 2 SIFAT MAMPU KERAS
MODUL 3 METALOGRAFI KUALITATIF
MODUL 4 METALOGRAFI KUANTITATIF

Laboratorium Logam
Jurusan Teknik Metalurgi
Fakultas Teknologi Manufaktur
Universitas Jenderal Achmad Yani
Bandung-2021
Praktikum Perlakuan Panas
MODUL 1
PERLAKUAN PANAS

1. Pendahuluan
Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan untuk menghasilkan
sifat-sifat yang diinginkan. Prinsip perlakuan panas ini pada dasarnya sangat
sederhana, yaitu logam dipanaskan dengan laju pemanasan tertentu hingga
mencapai temperatur tertentu dan kemudian ditahan pada temperatur tersebut
dengan waktu tertentu serta akhirnya didinginkan dengan laju pendinginan tertentu
pula.

Metoda pemanasan dan pendinginan dalam proses perlakuan panas ini tergantung
pada perubahan sifat yang dikehendaki serta tergantung pula jenis logam atau
paduannya. Disamping itu untuk memahami proses perlakuan panas ini diperlukan
pengetahuan mengenai diagram fasa serta diagram TTT dan CCT.
Jenis-jenis proses perlakuan panas antara lain:
- Hardening - Tempering - Martempering - Austempering
- Surface hardening - Spherodizing - Normalizing - Annealing
- Precipitation hardening - Stress relieving

Gambar 1. Diagram fasa Fe-C.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 1


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 2. Daerah pemanasan untuk berbagai proses perlakuan panas.

Gambar 3. Transformasi fasa.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 2


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 4. Diagran TTT (Time-temperature-Transformation).

Contoh di atas:
Baja didinginkan dengan cepat ke temperatur 600°C, ditahan selama 104 detik, dan
kemudian didinginkan ke temperatur kamar.
• Pada temperatur 760°C: berada dalam daerah austenit— 100% austenit.
• Didinginkan dengan cepat dari temperatur 760°C ke 600°C: 100% austenit.
• Ditahan selama 104 detik pada 250°C: 100% perlit.
• Didinginkan dengan cepat ke temperatur kamar: 100% perlit.
Gambar 5. Perubahan fasa akibat proses pendinginan.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 3


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 6. Diagram CCT (Continous Cooling Transformation).

Comparison of Annealing, Normalizing, & Quenching

Annealing & Normalizing Quenching

Slow cooling process Rapid cooling process

Softens and weakens metal Hardens and strengthens metal

Produces ductility Produces brittleness

Reduces internal stresses Causes internal stresses

Helps prevent cracking and Increases chances of cracking and


distortion distortion

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 4


Praktikum Perlakuan Panas
2. Alat dan Perlengkapan proses perlakuan panas
 Tungku muffle
 Penjepit spesimen
 Media pendingin (air dan oli)
 Mesin uji kekerasan
 Ampelas/kikir/gerinda
 Sarung tangan
 Spesimen uji

3. Prosedur Percobaan
1. Bersihkan spesimen dari semua kotoran yang menempel.
2. Panaskan spesimen sampai temperatur tertentu untuk melakukan proses
perlakuan panas: Hardening, Normalizing dan Annealing.
3. Lakukan penahanan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu.
4. Lakukan pendinginan pada media: Air, Oli, Udara terbuka.
5. Lakukanlah pengujian kekerasan dan atau pemeriksaan metalografi terhadap
semua spesimen-spesimen hasil proses perlakuan panas tersebut.

PROTOKOL PERCOBAAN PROSES PERLAKUAN PANAS


TANGGAL PRAKTIKUM : ………………………....................
No. Spesimen Kekerasan Temperatur Waktu Pendinginan Kekerasan Ket
awal pemanasan penahanan akhir

4. Tugas
1. Buatlah gambar skematik siklus proses perlakuan panas yang dilakukan.
2. Jelaskan apa yang terjadi pada masing-masing tahap dalam proses perlakuan
panas yang dilakukan.
3. Jelaskan mengapa terjadi perbedaan sifat mekanik dari masing-masing spesimen
percobaan proses perlakuan panas, dan jelaskan pula mekanisme terbentuknya
struktur mikronya.
4. Apa yang terjadi bila baja karbon rendah dilakukan celup cepat dari temperatur
austenisasi, jelaskan.
5. Hitunglah kerapatan atom pada bidang (111) FCC dan pada sel satuannya itu
sendiri FCC. Gambarkan pula sel satuan tersebut.
6.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 5


Praktikum Perlakuan Panas
MODUL 2
SIFAT MAMPU KERAS

1. Pendahuluan
Sifat mampu keras atau Hardenability adalah:
 Kepekaan pengerasan melalui proses Quenching (pendinginan cepat).
 Sifat logam besi paduan (baja), yang menentukan kedalaman dan distribusi
kekerasan yang ditimbulkan oleh pendinginan cepat.
 Kapasitas logam besi paduan (baja) untuk bertransformasi sebagian atau
seluruhnya menjadi martensit.

Pengujian sifat mampu keras suatu logam besi paduan (baja) dapat ditentukan
dengan 2 metoda, yaitu metoda Grossman & Bain dan Jominy end-quench test.

• Metoda Grossman & Bain


Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter yang bervariasi,
parameter pada pengujian Hardenability metoda Grossman & Bain ini adalah diameter
kritis dan diameter kritis ideal.

Diameter kritis (D) adalah diameter maksimum dari suatu batang silinder yang
dicelup (quench) dalam media quench tertentu tanpa batas pemisah yang tidak
mengalami pengerasan (daerah inti), seperti terlihat pada Gambar 1.

Batas pemisah tersebut adalah batas dimana struktur mikro mengandung 50%
martensit (Gambar 2.)
Diameter kritis suatu material sebanding dengan severity of quench dari media
quench (H) dimana bila H sangat tinggi maka D akan tinggi pula.

Gambar 1. Diameter batang tanpa dan dengan batas pemisah, kekerasan baja menurut
Grossman and Bain.
Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 6
Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 2. Kurva hardenability Grossman & Bain dari baja SAE 1040 dan 4140, dengan
berbagai diameter batang.

Gambar 3. Kurva pendinginan pada berbagai posisi, baja berdiameter 1 inch untuk H=4.

• Metoda Jominy
Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter 1” (25,4 mm) dan
panjang 4” (101,6 mm). Setelah mengalami austenisasi diletakkan diatas suatu

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 7


Praktikum Perlakuan Panas
penyangga dan salah satu ujungnya disemprotkan air dengan jarak ½ inci (12,7 mm)
dari suatu kran dengan diameter ½” (12,7 mm).

Setelah quenching tersebut dilakukan pengujian kekerasan pada sisi yang dibuat
sejajar dengan jarak tertentu 1/16” dari ujung quench dan akan menghasilkan kurva
hardenability yang menyatakan hubungan antara kekerasan terhadap jarak dari
ujung quench.

Tiap jenis material akan memiliki kurva hardenability yang berbeda tergantung kadar
paduan.

Dari kurva tersebut dapat dihubungkan dengan kurva CCT untuk jenis material
tersebut sehingga dapat mengetahui laju pendinginan pada lokasi tertentu dari
batang (Gambar 4).

Gambar 4. Diagram CCT dan kurva hardenability untuk material AISI 4140.

Diameter kritis ideal (Di) adalah diameter dari batang silinder dengan 50 % martensit
pada quenching sempurna (temperatur batang sama dengan temperatur media
quench).
Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 8
Praktikum Perlakuan Panas
Diameter kritis ideal ini tergantung:
 Besar butir 
 % karbon
 % unsur paduan

Pengaruh ketiga hal tersebut diatas terhadap diameter-diameter kritis ideal


dicantumkan pada tabel berikut:
A. Tabel 1. Faktor-faktor pengali hardenability.
Carbon-Grain Size
Percent #7 Mn Si Ni Cr Mo
0.05 0.026 1.167 1.035 1.018 1.1080 1.15
0.10 0.054 1.333 1.070 1.036 1.2160 1.30
0.15 0.081 1.500 1.105 1.055 1.3240 1.45
0.20 0.108 1.667 1.140 1.073 1.4320 1.60
0.25 0.135 1.833 1.175 1.091 1.54 1.75
0.30 0.162 2.000 1.210 1.109 1.6480 1.90
0.35 0.189 2.167 1.245 1.128 1.7560 2.05
0.40 0.213 2.333 1.280 1.146 1.8640 2.20
0.45 0.226 2.500 1.315 1.164 1.9720 2.35
0.50 0.238 2.667 1.350 1.182 2.0800 2.50
0.55 0.251 2.833 1.385 1.201 2.1880 2.65
0.60 0.262 3.000 1.420 1.219 2.2960 2.80
0.65 0.273 3.167 1.455 1.237 2.4040 2.95
0.70 0.283 3.333 1.490 1.255 2.5120 3.10
0.75 0.293 3.500 1.525 1.273 2.62 3.25
0.80 0.303 3.667 1.560 1.291 2.7280 3.40
0.85 0.312 3.833 1.595 1.309 2.8360 3.55
0.90 0.321 4.000 1.630 1.321 2.9440 3.70
0.95 4.167 1.665 1.345 3.0520
1.00 4.333 1.700 1.364 3.1600

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 9


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 5. Kurva Di Vs IH/DH

Gambar 6. Contoh Hardenability untuk berbagai jenis baja.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 10


Praktikum Perlakuan Panas
Tabel 2. Kekerasan martensit dan 50 % martensit sebagai fungsi dari kadar karbon.
Carbon Content, Initial Hardness, 50% Martensite Hardness
Hardness-HRC Hardness-HRC Hardness-HRC
% Initial 50% % Initial 50% % Initial 50%
Carbon 100% Martensit Carbon 100% Martensit Carbon 100% Martensit
Content Martensit Content Martensit Content Martensit
0.10 38 26 0.30 50 37 0.50 61 47
0.11 39 27 0.31 51 38 0.51 61 47
0.12 40 27 0.32 51 38 0.52 62 48
0.13 40 28 0.33 52 39 053 62 48
0.14 41 28 0.34 53 40 0.54 63 48

0.15 41 29 0.35 53 40 0.55 63 49


0.16 42 30 0.36 54 41 0.56 63 49
0.17 42 30 0.37 55 41 0.57 64 50
0.18 43 31 0.38 55 42 0.58 64 50
0.19 44 31 0.39 56 42 0.59 64 51

0.20 44 32 0.40 56 43 0.60 64 51


0.21 45 32 0.41 57 43 0.61 64 51
0.22 45 33 0.42 57 43 0.62 65 51
0.23 46 34 0.43 58 44 0.63 65 52
0.24 46 34 0.44 58 44 0.64 65 52

0.25 47 35 0.45 59 45 0.65 65 52


0.26 48 35 0.46 59 45 0.66 65 52
0.27 49 36 0.47 59 45 0.67 65 53
0.28 49 36 0.48 59 46 0.68 65 53
0.29 50 37 0.49 60 46 0.69 65 53

Tabel 3. Hubungan diameter kritis ideal pada jarak dalam batang Jominy dengan kekerasan
50 % Martensit.
“J” “J” “J” “J”
1/16, in. DI, in. 1/16, in. DI, in. 1/16, in. DI, in. 1/16, in. DI, in.

0.5 0.27 8.5 3.07 16.5 4.64 24.5 5.69


1.0 0.50 9.0 3.20 17.0 4.72 25.0 5.74
1.5 0.73 9.5 3.32 17.5 4.80 25.5 5.80
2.0 0.95 10.0 3.43 18.0 4.87 26.0 5.86
2.5 1.16 10.5 3.54 18.5 4.94 26.5 5.91
3.0 1.37 11.0 3.64 19.0 5.02 27.0 5.96
3.5 1.57 11.5 3.74 19.5 5.08 27.5 6.02
4.0 1.75 12.0 3.83 20.0 5.15 28.0 6.06
4.5 1.93 12.5 3.94 20.5 5.22 28.5 6.12
5.0 2.12 13.0 4.04 21.0 5.28 29.0 6.16
5.5 2.29 13.5 4.13 21.5 5.33 29.5 6.20
6.0 2.45 14.0 4.22 22.0 5.39 30.0 6.25
6.5 2.58 14.5 4.32 22.5 5.46 30.5 6.29
7.0 2.72 15.0 4.40 23.0 5.51 31.0 6.33
7.5 2.86 15.5 4.48 23.5 5.57 31.5 6.37
8.0 2.97 16.0 4.57 24.0 5.63 32.0 6.42

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 11


Praktikum Perlakuan Panas
Tabel 4. Diameter kritis ideal berbagai jenis baja
Steel D1 Steel D1
4135 H …. 2.5 to 3.3 8625H …. 1.6 to 2.4
4140 H …. 3.1 to 4.7 8627H …. 1.7 to 2.7
4317 H …. 1.7 to 2.4 8630H …. 2.1 to 2.8
4320 H …. 1.8 to 2.6 8632H …. 2.2 to 3.4
4340 H …. 4.6 to 6.0 8635H …. 2.4 to 3.4
X4620 H …. 1.4 to 2.2 8637H …. 2.6 to 3.6
4620 H …. 1.5 to 2.2 8640H …. 2.7 to 3.7
4621 H …. 1.9 to 2.6 8641H …. 2.7 to 3.7
4640 H …. 2.6 to 3.4 8642H …. 2.8 to 3.9
4812 H …. 1.7 to 2.7 8645H …. 3.1 to 4.1
4815 H …. 1.8 to 2.8 8647H …. 3.0 to 4.1
4817 H …. 2.2 to 2.9 8650H …. 3.3 to 4.5
4820 H …. 2.2 to 3.2 8720H …. 1.8 to 2.4
5120 H …. 1.2 to 1.9 8735H …. 2.7 to 3.6
5130 H …. 2.1 to 2.9 8740H …. 2.7 to 3.7

2. Alat/Mesin Pengujian Hardenability


Metoda Jominy
 Tungku Pemanas
 Alat uji Jominy
 Alat uji keras

3. Praktikum Pengujian Hardenability Jominy


a. Standart spesimen dan pengujian : ASTM A255

Gambar 7. Spesimen Jominy test.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 12


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 8. Peralatan Jominy test.

Gambar 9. Distribusi kekerasan hasil Jominy test.

b. Lakukan pengujian hardenability (jominy test)


c. Lakukan pengujian kekerasan pada spesimen jominy test pada jarak : 1/16,
4/16, 8/16, 12/16, 16/16, 20/16, 24/16, 28/16 dan 32/16 in
d. Gambarkan secara grafis data-data kekerasan pada jarak-jarak tersebut dalam
kurva hardenability band yang dihitung secara teoritis.
e. Analisa hasilnya dan tentukan nilai diameter kritis ideal (Di) untuk jenis baja
tersebut (Tabel 2 dan 3)

Metoda penggambaran hardenability band:


1. Tentukan diameter kritis ideal (Di) berdasarkan kadar karbon dikalikan
dengan faktor pengali dari-unsur-unsur paduannya. Di ini dicari nilainya
berdasarkan komposisi kimia minimum dan maksimum Tabel 1.
2. Tentukan kekerasan awal (initial hardness, IH) yang merupakan nilai
kekerasan pada jarak 1/16 in, IH ini ditentukan berdasarkan kadar karbon
(minimum dan maksimum), lihat tabel 2.
3. Tentukan perbandingan IH dengan kekerasan (DH) pada jarak-jarak berikut:
4/16, 8/16, 12/16, 16/16, 20/16, 24/16, 28/16 dan 32/16 in. Perbandingan IH/DH
Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 13
Praktikum Perlakuan Panas
ini dilakukan untuk komposisi berdasarkan kadar minimum dan maksimum.
Penentuan IH/DH, lihat Gambar 5.
4. Tentukan nilai DH–nya berdasarkan perbandingan IH/DH pada tahap 3
diatas, buatlah tabelnya.
5. Gambarkan kekerasan DH tersebut VS jarak dari ujung semprot air
berdasarkan komposisi kimia minimal dan maksimal tersebut sehingga
menjadi hardenability band.

PROTOKOL PENGUJIAN MAMPU KERAS


TANGGAL PRAKTIKUM : …………………............................

Posisi IH/DH Kekerasan (HRC)


(in)
Min Maks Min Maks
1/16
4/16
8/16
12/16
16/16
20/16
24/16
28/16
32/16

 Jenis Material :
 Komposisi Kimia :
 Temperatur austenisasi : o
C
 Holding time : (menit)
 Media Quench :

4. Tugas
a. Jelaskan mengapa perlunya melakukan pengujian hardenability.
b. Bandingkan hasil akhir dari kedua jenis metoda pengujian hardenability.
c. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mampu keras
(hardenability) dari suatu material.
d. Tugas lain akan diberikan oleh instruktur masing-masing modul pada saat
praktikum.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 14


Praktikum Perlakuan Panas
MODUL 3
METALOGRAFI KUALITATIF

1. Pendahuluan
Metalografi adalah bidang ilmu metalurgi yang mempelajari struktur dan fasa
logam, serta mempelajari pula sifat-sifat yang berkaitan dengan struktur/fasanya.

Secara umum metalografi dibagi atas 2 kelompok, yaitu:


 Metalografi kualitatif, merupakan bidang matalografi yang mempelajari
struktur dan fasa logam.
 Metalografi kuantitatif, merupakan bidang metalografi yang mempelajari
sifat-sifat logam berdasarkan struktur atau fasanya.

Pemeriksaan struktur dan fasa dari spesimen logam dalam metalografi kualitatif ini
adalah menggunakan mikroskop dengan langkah-langkah penyiapan spesimen,
yaitu sebagai berikut:
 Analisa Pendahuluan, dilakukan untuk menentukan bagian mana yang akan
dianalisis secara metalografi. Proses yang dilakukan pada suatu komponen
akan menyebabkan struktur mikro berbeda, sehingga perlu kehati-hatian
dalam menentukan daerah yang akan dianalisa. Kesalahan dalam
pengambilan sampel akan dapat memberikan informasi yang salah.

Gambar 1. Orientasi pengambilan sampel.

 Pemotongan, dalam proses memotong, hal-hal yang perlu diperhatikan:


a. Harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan
(diberikan pendingin oli/oli dilarutkan dalam air).
b. Untuk logam-logam dengan kekerasan < 400 BHN, sebaiknya pemotongan
secara manual.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 15


Praktikum Perlakuan Panas
c. Apabila pemotongan dilakukan dengan api (las gas), maka pemotongan
dalam daerah yang cukup besar supaya dapat dipotong lagi dengan cara
lain.
 Pembingkaian, jika spesimen terlalu kecil atau tipis, maka perlu
pemegang/pembingkai dengan material pembingkai antara lain dari jenis
resin, gip, bakelit atau dengan logam paduan dengan titik cair rendah. Yang
terpenting adalah antara material pembingkai dengan spesimen jangan
sampai memiliki kekerasan dan ketahanan abrasi yang sangat berbeda.
Jenis-jenis pembingkai yang dapat dipilih:
a. Pembingkaian cor (cast mounting) – (Gambar 2.)
b. Pembingkaian tekan (compression mounting)
c. Pembingkaian jepit (clamp mounting)
d. Pembingkaian konduktif (untuk SEM (Scanning Electron Microscope))

Gambar 2. Pembingkaian cor.

 Penggerindaan/pengampelasan, proses penggerindaan (grinding)


menggunakan mesin gerinda putar dengan media gerinda berupa kertas
ampelas mulai ampelas kasar (ukuran grit 80 dan 120 mesh) sampai ampelas
halus (ukuran grit 180, 240, 320, 400 dan 600 mesh). Pada Gambar 3. di bawah
ini ditunjukkan kedalaman goresan dari logam yang terdeformasi. (goresan-
goresan akan menurun dengan menurunnya ukuran grit dari ampelas. Arah
pengampelasan dari satu ampelas ke ampelas lain harus diubah-ubah serta
selalu diberikan air pendingin agar spesimen tidak menjadi panas dan
menghindarkan dari garam (Gambar 4.).

Kertas
ampelas

Daerah deformasi
Kedalaman goresan
spesimen

Gambar 3. Kedalaman goresan.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 16


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 4. Arah pengampelasan.

 Pemolesan, proses pemolesan dilakukan diatas kain poles pada piringan


poles dengan menambahkan pasta poles selama proses berlangsung. Tujuan
utama pemolesan adalah untuk menghilangkan goresan yang terbentuk
pada waktu proses pengampelasan, hingga permukaan sampel menjadi
mengkilap. Jenis kain poles yang umum dipakai antara lain beludru, biliard,
katun, kanvas dan nilon. Sedangkan pasta polesnya adalah pasta intan,
alumina, magnesium oksida dan krom oksida.
Pengerjaan Grinding dan Polishing untuk berbagai jenis material:
Abrasive/surface Lubricant Pressure/sample Time
Nimonic 90, heat resistant alloys
240 grit SiC paper water 5-10 psi 1 minute
320 grit SiC paper water 5 psi 1 minute
400 grit SiC paper water 5 psi 1 minute
600 grit SiC paper water 5 psi 1 minute
9 μm DIAMAT diamond on POLYPAD
DIALUBE Extender 5 psi 3-5 minutes
pad
3 μm DIAMAT diamond on TEXPAN
DIALUBE Extender 5 psi 3 minutes
pad
1 μm DIAMAT diamond on DACRON
DIALUBE Extender 5 psi 3 minutes
pad
0.05 μm Nanometer alumina on
5 psi 30-60 seconds
NAPPAD pad

Hard ferrous alloys


240 grit SiC paper water 5-10 psi 1 minute
320 grit SiC paper water 5 psi 1 minute
400 grit SiC paper water 5 psi 1 minute
600 grit SiC paper water 5 psi 1 minute
6 μm DIAMAT diamond on TEXPAN
DIALUBE Extender 5 psi 3 minutes
pad
1 μm DIAMAT diamond on DACRON
DIALUBE Extender 5 psi 2 minutes
pad
0.05 μm Nanometer alumina on
5 psi 30 seconds
NAPPAD pad

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 17


Praktikum Perlakuan Panas

Abrasive/surface Lubricant Pressure/sample Time


Cast iron foundry alloys
120 grit SiC paper, 300 rpm Water 100N (22.5 lbs.)
240 grit SiC paper, 300 rpm Water 100N 2 minutes
9 μm METADI
ULTRA-PAD cloth, 150 rpm 100N 3 minutes
diamond paste
3 μm METADI
TEXMET 1000 pad, 150 rpm 120N (27 lbs) 3 minutes
diamond paste
1 μm METADI
TEXMET 1000 pad, 150 rpm 100N 2 minutes
diamond paste
MASTERPREP
MICROCLOTH polishing cloth
alumina polishing 90-120N 1.5-2 minutes
wet with water, 150 rpm
suspension

Titanium and titanium alloys


240 grit SiC paper water 5-10 psi 1-3 minutes
320 grit SiC paper water 5-10 psi 1 minute
400 grit SiC paper water 5-10 psi 1 minute
600 grit SiC paper water 5-10 psi 1 minute
9 μm DIAMAT diamond on TEXPAN or
DIALUBE Extender 5-10 psi 3 minutes
POLYPAD pad
3 μm DIAMAT diamond on TEXPAN
DIALUBE Extender 5-10 psi 3 minutes
pad
1 μm DIAMAT diamond on DACRON
DIALUBE Extender 5-10 psi 3 minutes
pad
0.05 μm Nanometer alumina on
5 psi 15-20 seconds
MICROPAD Extra or TRICOTE pad

 Pengetsaan, pengetsaan kimia dilakukan dengan cara mencelupkan


spesimen ke dalam larutan etsa (dengan menggunakan penjepit nikel atau
baja tahan karat) dan dianjurkan untuk mengerak-gerakan spesimen dalam
larutan etsa tersebut. Lamanya pengetsaan adalah “derajat keburaman” dari
permukaan spesimen yang dietsa. Setelah pengetsaan dilakukan pencucian
dengan air, pembersihan dengan alkohol dan pengeringan dengan udara
panas.
Larutan etsa yang digunakan seringkali dicampur dengan alkohol atau air,
hal ini dimaksudkan untuk memperlambat kecepatan reaksi antara
permukaan spesimen yang dipoles dengan larutan tersebut. Selama proses
pengetsaan, ion-ion H+, OH-, Cl- dan sebagainya akan menuju ketempat-
tempat yang anodik dan katodik pada permukaan yang dipoles dengan
demikian proses etsa dapat memberikan gambaran/konfigurasi batas butir
(batas butir merupakan tempat-tempat yang berenergi tinggi) atau
gambaran/konfigurasi permukaan butir (misalnya orientasi dan sebagainya).
Sebagai pembanding dapat digunakan beberapa buku di bawah ini:
 Metal Handbook ASM vol. 8, “Metallography, Structure of Phase Diagram”.
 Metal Handbook ASM vol. 7, “Atlas of Microstructure of Metal Alloys”.
 Vander Voort, G. F.,” Metallography, principles & practices”, McGraw-Hill.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 18


Praktikum Perlakuan Panas
Berbagai jenis larutan etsa dengan tujuan yang berbeda dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Etchant Composition Conc. Conditions Comments
Kalling's No. 1 Distilled water 33 ml Immersion etching at 20 For etching martensitic stainless steels.
CuCl2 1.5 grams degrees Celcius Martensite will be dark and the ferrite
Hydrochloric acid 33 ml will be colored.
Ethanol 33 ml
Kalling's No. 2 CuCl2 5 grams Immersion etching at 20 For etching duplex stainless steels and
Hydrochloric acid 100 ml degrees Celcius Ni-Cu alloys and superalloys.
Ethanol 100 ml
Kellers Etch Distilled water 190 ml 10-30 second immersion. Excellent for aluminum and alloys -
Nitric acid 5 ml Use only fresh etchant immersion for 10-20 seconds ; titanium
Hydrochloric acid 3 ml alloys immersion for 10-20 seconds.
Hydrofluoric acid 2 ml
Kroll’s Reagent Distilled water 92 ml Excellent for titanium and alloys.
Nitric acid 6 ml Swab specimen up to 20 seconds.
Hydrofluoric acid 2 ml 15 seconds
Nital Ethanol 100 ml Seconds to minutes Most common etchant for Fe, carbon
Nitric acid 1-10 ml and alloys steels and cast iron -
Immerse sample up from seconds to
minutes; Mn-Fe, MnNi, Mn-Cu, Mn-
Co alloys - immersion up to a few
minutes.
Marble's Reagent CuSO4 10 grams Immerse or swab for 5-60 For etching Ni, Ni-Cu and Ni-Fe alloys
Hydrochloric acid 50 ml seconds. and superalloys. Add a few drops of
Water 50 ml H2SO4 to increase activity.
Murakami's K3Fe(CN)6 10 grams Pre-mix KOH and water Cr and alloys (use fresh and immerse);
KOH 10 grams before adding K3Fe(CN)6 iron and steels reveals carbides; Mo
Water 100 ml and alloys uses fresh and immerse; Ni-
Cu alloys for alpha phases use at 75
Celcius; W and alloys use fresh and
immerse; WC-Co and complex
sintered carbides.
Picral Ethanol 100 ml Seconds to minutes Recommended for microstructures
Picric acid 2-4 grams Do not let etchant containing ferrite and carbide.
crystallize or dry –
explosive
Vilella’s Reagent Glycerol 45 ml Seconds to minutes Good for ferrite-carbide structures
Nitric acid 15 ml (tempered martensite) in iron and steel
Hydrochloric acid 30 ml

2. Peralatan untuk Metalografi Kualitatif


 Peralatan persiapan metalografi (mesin potong, mesin gerinda, mesin poles
dan lain-lain).
 Peralatan metalografi (mikroskop) dan kamera.
 Buku standar struktur mikro (Metal Handbook ASM, vol. 7).

3. Praktikum Metalografi Kualitatif


 Lakukanlah pemeriksaan struktur mikro dari spesimen hasil percobaan
perlakuan panas (hardening (air dan oli) dan annealing).
 Gambarlah skematik tampilan struktur mikro dari masing-masing spesimen
di atas.
 Jelaskan fasa-fasa yang terdapat dari masing-masing spesimen diatas
(sebutkan no. gambar dan halaman dari Metal Handbook ASM, vol. 7).

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 19


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 5. Struktur mikro baja 1018 water quenched (nital 2%, 400 X).

Gambar 6. Struktur mikro baja karbon UNS G10150 (picral 4% + nital 2%, 200 X).

Gambar 7. Struktur mikro besi cor noduler hasil pengecoran (nital 4%, 100 X).

Gambar 8. Struktur mikro besi cor kelabu hipo-eutektik hasil pengecoran (poles, 100 X).

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 20


Praktikum Perlakuan Panas

Gambar 9. Struktur mikro baja karbon UNS G10200 (picral 4%, 500 X).

Gambar 10. Struktur mikro IF-Steel (Marshall’s reagent, 400 X).

PROTOKOL METALOGRAFI KUALITATIF


TANGGAL PRAKTIKUM:……………………………………………

No. gambar
Jenis Hasil penampilan dan
No. Etsa Pembesaran
material struktur halaman
(referensi)

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 21


Praktikum Perlakuan Panas
No. gambar
Jenis Hasil penampilan dan
No. Etsa Pembesaran
material struktur halaman
(referensi)

4. Tugas
a. Jelaskan mengapa perlunya mengetahui struktur / fasa material!
b. Apa yang terjadi bila proses pengetsaan terlalu lama dan terlalu singkat terhadap
permukaan spesimen?
c. Jelaskan prinsip terbentuknya struktur pada mikroskop!
d. Tugas lain akan diberikan oleh instruktur masing-masing modul pada saat
praktikum.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 22


Praktikum Perlakuan Panas
MODUL 4
METALOGRAFI KUANTITATIF

1. Pendahuluan
Metalografi kuantitatif (stereologi) adalah bidang metalografi yang mempelajari
secara kuantitatif hubungan antara pengukuran pada 2 dimensi dengan besaran
struktur mikro dalam 3 dimensi dari suatu logam dan paduannya.

Sifat-sifat logam dan paduannya dengan mudah dapat dipelajari dari struktur
mikronya, melalui pemeriksaan metalografi kuantitatif yaitu antara lain:
 Pengukuran besar butir.
 Pengukuran fraksi volume.
 Pengukuran permukaan spesifik.
 Pengukuran panjang garis spesifik.
 Pengukuran kerapatan titik.

Pengukuran besar butir


Besar butir dapat diukur dengan menggunakan:
 Metoda perbandingan ASTM
 Metoda garis  Heyn dan interception
 Metoda bidang datar  Circle dan Plani metric

A. Metoda Perbandingan ASTM


Besar butir suatu logam dan juga bentuk serta ukuran grafit serpih dan grafit bulat
dari besi cor dapat ditentukan dengan standar ASTM.

Besar butir nomor G menurut ASTM didefenisikan sedemikian rupa sehingga 2G - 1


adalah sama dengan banyaknya butir per inci persegi pada pembesaran 100X.

Nomor standar ASTM ini sangat bermanfaat sekali dalam memperkirakan ukuran
besar butir atau ukuran panjang grafit serpih ataupun ukuran besar grafit bulat.
Standar ukuran butir menurut ASTM dapat dilihat pada Metal Handbook ASM vol. 7,
“Atlas of Microstructure of Metal Alloys”.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 23


Praktikum Perlakuan Panas
Tabel 1. Nomor ukuran butir ASTM
ASTM Grain per Grain per Average grain diameter, Average grain
Grain per mm2
number inch2 at 100X mm3 mm surface mm2
(-3) 0000 0,06 1 0,7 1,00
(-2) 000 0,12 2 2 0,75
(-1) 00 0,24 4 5,5 0,50 291.000
0 0,5 8 10 0,35 125.000
1 1 16 45 0,25 62.500
2 2 32 125 0,10 31.400
3 4 64 365 0,125 21.000
4 8 128 1623 0,001 7.800
5 16 256 2300 0,042 3.500
6 32 512 8200 0,044 1.500
7 64 1024 23000 0,032 980
8 128 2048 65000 0,023 490

B. Metoda Garis
a. Metoda Heyn atau metoda besar butir rata-rata, Lk yaitu panjang rata-rata
segmen-segmen garis dari suatu pengujian yang melintasi batas butir-batas
butir.
n.l
LK 
v. P K
dimana:
Lk = besar butir rata-rata (mm)
n = jumlah garis uji
l = panjang garis uji (mm)
v = pembesaran foto
P K = jumlah batas butir yang terpotong

Untuk menentukan nomor ASTM, dapat diperoleh dengan cara konversi (Tabel 4.)

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 24


Praktikum Perlakuan Panas
Tabel 4. Konversi nomor ASTM

b. Metoda garis potong (Intercept) ditentukan oleh banyaknya butir yang


terpotong oleh sebuah garis lurus (sedikitnya 50 butir).
l
Li 
n.v
Dimana:

Li = jarak perpotongan rata-rata (mm)


l = panjang garis lurus (mm)
v = Pembesaran foto
n = banyaknya butir yang terpotong

Untuk menentukan nomor ASTM ukuran butirnya maka diperoleh dengan cara
konversi (Tabel 5.). Untuk butir yang non equiaxial, besar butir ditentukan oleh garis
lurus pada berbagai arah.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 25


Praktikum Perlakuan Panas

Metoda garis potong

Tabel 5. Hubungan ukuran butir

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 26


Praktikum Perlakuan Panas
C. Metoda Bidang Datar
a. Metoda lingkaran, besar butir rata-rata (Fm) dalam mm2 ditentukan dengan
persamaan:
FK
Fm 
(0.67 n  Z ).v
dimana :
Fm = besar butir rat-rata (mm2)
FK = linkaran (mm2)
Z = banyaknya butir didalam lingkaran
n = banyaknya butir yang terpotong
v = pembesaran foto

Metoda Lingkaran

b. Metoda Planimetrik, dilakukan untuk mengukur besar butir yang terelongasi


yaitu dengan cara pengukuran besar butir metoda garis pada berbagai arah
(misalnya: 0o, 30o, 60o, 90o). Hasilnya kemudian diplot secara grafis atau

L max
dihitung ratio antara 
L min

Metoda Planimetrik

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 27


Praktikum Perlakuan Panas
Untuk menentukan fraksi unsur/fasa dapat dibantu dengan metoda garis potong.

%V . X 
 %v %V .Y 
 %v
n n
maka :
100
%W . X 
%V .Y . .Y
1
%V .Y . . X

100
%W .Y 
%V .Y . .Y
1
%V .Y . . X

% karbon ditentukan dari hubungan :


0,8 % C = 100 % P

( %P adalah % volume atau % luas dari perlit)

D. Metoda Hilliard
Lt
G  10  6,64 log
P.M

dimana :
G = Grain size number (ASTM)
Lt = Keliling linkaran (Cm)
P = Jumlah titik potong
M = Pembesaran

Hubungan ukuran butir dengan jumlah butiran per in2 (N) dalam pembesaran 100 X
adalah : N = 2G-1

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 28


Praktikum Perlakuan Panas
E. Metoda Point Count
Metoda ini (ASTM Specification E562) dapat dipergunakan untuk menghitung
jumlah fasa tertentu.

% fasa yang ditinjau = jumlah titik x 100%


total titik

PT 
P
PT

Sebagai contoh lihat gambar berikut

Titik uji yang berada ditengah fasa, dihitung Satu.


Titik uji yang berada ditepi fasa, dihitung setengah.

2. Peralatan untuk Metalografi Kuantitatif


Secara umum dibagi 3 kelompok, yaitu : peralatan yang didasarkan pada cara-cara
manual, cara-cara semi otomatis dan cara-cara otomatis.

a. Cara Manual
 Cara ini menggunakan deretan garis-garis lurus/titik-titik (grid titik) pada
kertas/kaca transparan (mikrograf) yang dapat diletakkan diatas gambar
struktur mikro spesimen.

b. Cara Semi Otomatis


 Prinsipnya sama dengan cara manual tetapi perhitungannya lebih mudah,
disamping itu penggeseran spesimen dilakukan otomatis, tetapi interpretasi
(misalnya: identifikasi fasa dilakukan oleh operator).

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 29


Praktikum Perlakuan Panas
c. Cara Otomatis
 Fasa-fasa dikelompokkan berdasarkan pada perbedaan kontras sinyal-sinyal
listrik, disamping itu, mikroskop dihubungkan dengan komputer.

3. Praktikum Metalografi Kuantitatif


A. Menentukan Besar Butir
 Buatlah suatu mikrograf untuk mengukur besar butir dengan metoda
Heyn dan Hilliard.
 Tentukan besar butir dari foto struktur yang terdapat pada modul
praktikum metalografi kualitatif dengan Metoda Heyn dan Metoda
Hilliard.
 Lakukan pula metoda perbandingan ASTM dari foto struktur yang
terdapat pada modul praktikum metalografi kualitatif.
 Bandingkan semua hasil-hasilnya dan buat analisa.

B. Memperkirakan kandungan karbon suatu baja


 Buatlah suatu mikrograf untuk mengukur jumlah fasa dengan metoda
garis potong dan metoda point count.
 Lakukanlah pengukuran prosentasi fasa dari foto struktur yang terdapat
pada modul praktikum metalografi kualitatif.
 Perkirakan kandungan karbon pada baja tersebut.

PROTOKOL METALOGRAFI KUANTITATIF


TANGGAL PRAKTIKUM : ……………………………………
Jenis Metoda Perhitungan Hasil
No
Material Pengukuran Pengukuran Pengukuran

No. Panjang Panjang %P=Lp/Ln x 100% Ket


Garis garis total garis fasa

Rata-rata %P =  % P/n

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 30


Praktikum Perlakuan Panas
4. Tugas
a. Jelaskan hubungan (Hall-Petch) antara besar butir dengan sifat mekanik suatu
material.
b. Apakah hubungan tersebut diatas berlaku juga untuk besi cor?, Jelaskan!
c. Jelaskan mengapa perkiraan kandungan karbon hanya dapat ditentukan
terhadap material baja karbon dalam kondisi annealing.
d. Tugas lain akan diberikan oleh instruktur masing-masing modul pada saat
praktikum.

Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 31

Anda mungkin juga menyukai