Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Laboratorium Logam
Jurusan Teknik Metalurgi
Fakultas Teknologi Manufaktur
Universitas Jenderal Achmad Yani
Bandung-2021
Praktikum Perlakuan Panas
MODUL 1
PERLAKUAN PANAS
1. Pendahuluan
Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan pendinginan untuk menghasilkan
sifat-sifat yang diinginkan. Prinsip perlakuan panas ini pada dasarnya sangat
sederhana, yaitu logam dipanaskan dengan laju pemanasan tertentu hingga
mencapai temperatur tertentu dan kemudian ditahan pada temperatur tersebut
dengan waktu tertentu serta akhirnya didinginkan dengan laju pendinginan tertentu
pula.
Metoda pemanasan dan pendinginan dalam proses perlakuan panas ini tergantung
pada perubahan sifat yang dikehendaki serta tergantung pula jenis logam atau
paduannya. Disamping itu untuk memahami proses perlakuan panas ini diperlukan
pengetahuan mengenai diagram fasa serta diagram TTT dan CCT.
Jenis-jenis proses perlakuan panas antara lain:
- Hardening - Tempering - Martempering - Austempering
- Surface hardening - Spherodizing - Normalizing - Annealing
- Precipitation hardening - Stress relieving
Contoh di atas:
Baja didinginkan dengan cepat ke temperatur 600°C, ditahan selama 104 detik, dan
kemudian didinginkan ke temperatur kamar.
• Pada temperatur 760°C: berada dalam daerah austenit— 100% austenit.
• Didinginkan dengan cepat dari temperatur 760°C ke 600°C: 100% austenit.
• Ditahan selama 104 detik pada 250°C: 100% perlit.
• Didinginkan dengan cepat ke temperatur kamar: 100% perlit.
Gambar 5. Perubahan fasa akibat proses pendinginan.
3. Prosedur Percobaan
1. Bersihkan spesimen dari semua kotoran yang menempel.
2. Panaskan spesimen sampai temperatur tertentu untuk melakukan proses
perlakuan panas: Hardening, Normalizing dan Annealing.
3. Lakukan penahanan pada temperatur tersebut selama waktu tertentu.
4. Lakukan pendinginan pada media: Air, Oli, Udara terbuka.
5. Lakukanlah pengujian kekerasan dan atau pemeriksaan metalografi terhadap
semua spesimen-spesimen hasil proses perlakuan panas tersebut.
4. Tugas
1. Buatlah gambar skematik siklus proses perlakuan panas yang dilakukan.
2. Jelaskan apa yang terjadi pada masing-masing tahap dalam proses perlakuan
panas yang dilakukan.
3. Jelaskan mengapa terjadi perbedaan sifat mekanik dari masing-masing spesimen
percobaan proses perlakuan panas, dan jelaskan pula mekanisme terbentuknya
struktur mikronya.
4. Apa yang terjadi bila baja karbon rendah dilakukan celup cepat dari temperatur
austenisasi, jelaskan.
5. Hitunglah kerapatan atom pada bidang (111) FCC dan pada sel satuannya itu
sendiri FCC. Gambarkan pula sel satuan tersebut.
6.
1. Pendahuluan
Sifat mampu keras atau Hardenability adalah:
Kepekaan pengerasan melalui proses Quenching (pendinginan cepat).
Sifat logam besi paduan (baja), yang menentukan kedalaman dan distribusi
kekerasan yang ditimbulkan oleh pendinginan cepat.
Kapasitas logam besi paduan (baja) untuk bertransformasi sebagian atau
seluruhnya menjadi martensit.
Pengujian sifat mampu keras suatu logam besi paduan (baja) dapat ditentukan
dengan 2 metoda, yaitu metoda Grossman & Bain dan Jominy end-quench test.
Diameter kritis (D) adalah diameter maksimum dari suatu batang silinder yang
dicelup (quench) dalam media quench tertentu tanpa batas pemisah yang tidak
mengalami pengerasan (daerah inti), seperti terlihat pada Gambar 1.
Batas pemisah tersebut adalah batas dimana struktur mikro mengandung 50%
martensit (Gambar 2.)
Diameter kritis suatu material sebanding dengan severity of quench dari media
quench (H) dimana bila H sangat tinggi maka D akan tinggi pula.
Gambar 1. Diameter batang tanpa dan dengan batas pemisah, kekerasan baja menurut
Grossman and Bain.
Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 6
Praktikum Perlakuan Panas
Gambar 2. Kurva hardenability Grossman & Bain dari baja SAE 1040 dan 4140, dengan
berbagai diameter batang.
Gambar 3. Kurva pendinginan pada berbagai posisi, baja berdiameter 1 inch untuk H=4.
• Metoda Jominy
Benda uji (spesimen) berbentuk batang silinder dengan diameter 1” (25,4 mm) dan
panjang 4” (101,6 mm). Setelah mengalami austenisasi diletakkan diatas suatu
Setelah quenching tersebut dilakukan pengujian kekerasan pada sisi yang dibuat
sejajar dengan jarak tertentu 1/16” dari ujung quench dan akan menghasilkan kurva
hardenability yang menyatakan hubungan antara kekerasan terhadap jarak dari
ujung quench.
Tiap jenis material akan memiliki kurva hardenability yang berbeda tergantung kadar
paduan.
Dari kurva tersebut dapat dihubungkan dengan kurva CCT untuk jenis material
tersebut sehingga dapat mengetahui laju pendinginan pada lokasi tertentu dari
batang (Gambar 4).
Gambar 4. Diagram CCT dan kurva hardenability untuk material AISI 4140.
Diameter kritis ideal (Di) adalah diameter dari batang silinder dengan 50 % martensit
pada quenching sempurna (temperatur batang sama dengan temperatur media
quench).
Laboratorium Logam, Jurusan Teknik Metalurgi, FTM-Unjani Bandung. 8
Praktikum Perlakuan Panas
Diameter kritis ideal ini tergantung:
Besar butir
% karbon
% unsur paduan
Tabel 3. Hubungan diameter kritis ideal pada jarak dalam batang Jominy dengan kekerasan
50 % Martensit.
“J” “J” “J” “J”
1/16, in. DI, in. 1/16, in. DI, in. 1/16, in. DI, in. 1/16, in. DI, in.
Jenis Material :
Komposisi Kimia :
Temperatur austenisasi : o
C
Holding time : (menit)
Media Quench :
4. Tugas
a. Jelaskan mengapa perlunya melakukan pengujian hardenability.
b. Bandingkan hasil akhir dari kedua jenis metoda pengujian hardenability.
c. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat mampu keras
(hardenability) dari suatu material.
d. Tugas lain akan diberikan oleh instruktur masing-masing modul pada saat
praktikum.
1. Pendahuluan
Metalografi adalah bidang ilmu metalurgi yang mempelajari struktur dan fasa
logam, serta mempelajari pula sifat-sifat yang berkaitan dengan struktur/fasanya.
Pemeriksaan struktur dan fasa dari spesimen logam dalam metalografi kualitatif ini
adalah menggunakan mikroskop dengan langkah-langkah penyiapan spesimen,
yaitu sebagai berikut:
Analisa Pendahuluan, dilakukan untuk menentukan bagian mana yang akan
dianalisis secara metalografi. Proses yang dilakukan pada suatu komponen
akan menyebabkan struktur mikro berbeda, sehingga perlu kehati-hatian
dalam menentukan daerah yang akan dianalisa. Kesalahan dalam
pengambilan sampel akan dapat memberikan informasi yang salah.
Kertas
ampelas
Daerah deformasi
Kedalaman goresan
spesimen
Gambar 5. Struktur mikro baja 1018 water quenched (nital 2%, 400 X).
Gambar 6. Struktur mikro baja karbon UNS G10150 (picral 4% + nital 2%, 200 X).
Gambar 7. Struktur mikro besi cor noduler hasil pengecoran (nital 4%, 100 X).
Gambar 8. Struktur mikro besi cor kelabu hipo-eutektik hasil pengecoran (poles, 100 X).
Gambar 9. Struktur mikro baja karbon UNS G10200 (picral 4%, 500 X).
No. gambar
Jenis Hasil penampilan dan
No. Etsa Pembesaran
material struktur halaman
(referensi)
4. Tugas
a. Jelaskan mengapa perlunya mengetahui struktur / fasa material!
b. Apa yang terjadi bila proses pengetsaan terlalu lama dan terlalu singkat terhadap
permukaan spesimen?
c. Jelaskan prinsip terbentuknya struktur pada mikroskop!
d. Tugas lain akan diberikan oleh instruktur masing-masing modul pada saat
praktikum.
1. Pendahuluan
Metalografi kuantitatif (stereologi) adalah bidang metalografi yang mempelajari
secara kuantitatif hubungan antara pengukuran pada 2 dimensi dengan besaran
struktur mikro dalam 3 dimensi dari suatu logam dan paduannya.
Sifat-sifat logam dan paduannya dengan mudah dapat dipelajari dari struktur
mikronya, melalui pemeriksaan metalografi kuantitatif yaitu antara lain:
Pengukuran besar butir.
Pengukuran fraksi volume.
Pengukuran permukaan spesifik.
Pengukuran panjang garis spesifik.
Pengukuran kerapatan titik.
Nomor standar ASTM ini sangat bermanfaat sekali dalam memperkirakan ukuran
besar butir atau ukuran panjang grafit serpih ataupun ukuran besar grafit bulat.
Standar ukuran butir menurut ASTM dapat dilihat pada Metal Handbook ASM vol. 7,
“Atlas of Microstructure of Metal Alloys”.
B. Metoda Garis
a. Metoda Heyn atau metoda besar butir rata-rata, Lk yaitu panjang rata-rata
segmen-segmen garis dari suatu pengujian yang melintasi batas butir-batas
butir.
n.l
LK
v. P K
dimana:
Lk = besar butir rata-rata (mm)
n = jumlah garis uji
l = panjang garis uji (mm)
v = pembesaran foto
P K = jumlah batas butir yang terpotong
Untuk menentukan nomor ASTM, dapat diperoleh dengan cara konversi (Tabel 4.)
Untuk menentukan nomor ASTM ukuran butirnya maka diperoleh dengan cara
konversi (Tabel 5.). Untuk butir yang non equiaxial, besar butir ditentukan oleh garis
lurus pada berbagai arah.
Metoda Lingkaran
Metoda Planimetrik
%V . X
%v %V .Y
%v
n n
maka :
100
%W . X
%V .Y . .Y
1
%V .Y . . X
100
%W .Y
%V .Y . .Y
1
%V .Y . . X
D. Metoda Hilliard
Lt
G 10 6,64 log
P.M
dimana :
G = Grain size number (ASTM)
Lt = Keliling linkaran (Cm)
P = Jumlah titik potong
M = Pembesaran
Hubungan ukuran butir dengan jumlah butiran per in2 (N) dalam pembesaran 100 X
adalah : N = 2G-1
PT
P
PT
a. Cara Manual
Cara ini menggunakan deretan garis-garis lurus/titik-titik (grid titik) pada
kertas/kaca transparan (mikrograf) yang dapat diletakkan diatas gambar
struktur mikro spesimen.
Rata-rata %P = % P/n