Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

BIDANG INDUSTRI
DI
PT BINTANG KUPU KUPU
PERIODE 06 – 31 Agustus 2018

DISUSUN OLEH :
Arsy Kurnia Pratiwi, S.Farm 1704026173
Tri Winarni, S.Farm 1704026267

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BIDANG INDUSTRI
DI PT BINTANG KUPU KUPU

PERIODE 06 – 31 Agustus 2018

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna


memperoleh gelar Apoteker pada Program Pendidikan Profesi Apoteker
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Disetujui Oleh :

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

Dedi Mulyadi, S.Si., Apt Desi Nadya Aulena, M.Farm., Apt

KATA PENGANTAR

ii
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Bintang Kupu-kupu. Laporan ini disusun untuk
memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof.
DR.HAMKA.
Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan,
bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dedi Mulyadi, S.Si., Apt selaku Manager QA dan Bapak M.Furqon,
S.Farm., Apt selaku manager RnD di PT. Bintang Kupu-Kupu dan
pembimbing lapangan yang telah membantu memberikan bimbingan serta
arahan selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini.
2. Bapak Dr. Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA.
3. Bapak Drs. Inding Gusmayadi, M.Si., Apt., selaku wakil Dekan I Fakultas
Farmasi dan Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA.
4. Ibu Dra. Sri Nevi Gantini, M.Si.,selaku wakil Dekan II Fakultas Farmasi dan
Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA.
5. Ibu Ari Widayanti, M.Farm., Apt.,selaku wakil Dekan III Fakultas Farmasi dan
Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA.
6. Bapak Anang Rohwiyono, M.Ag.,selaku wakil Dekan IV Fakultas Farmasi dan
Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA.
7. Ibu Ani Pahriyani, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi dan Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA.
8. Ibu Desi Nadya Aulena, M.Farm., Apt, selaku pembimbing PKPA dari
Fakultas Farmasi dan Sains di Universitas Prof. DR. HAMKA yang telah
membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama pelaksanaan PKPA
dan penyusunan laporan ini.
9. Seluruh Staf PT. Bintang Kupu-Kupu dan semua pihak yang telah menerima
dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh
karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang dapat
membangun dari pihak yang membaca. Penulis berharap agar laporan PKPA ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Jakarta, Agustus 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

iii
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
A. Industri Farmasi 4
B. Industri Obat Tradisional 4
1. Izin Industri Obat Tradisional 5
2. Pencabutan Izin Usaha Industri Obat Tradisional 6
C. PT. Bintang Kupu-Kupu 6
1. Sejarah Singkat PT. Bintang Kupu-Kupu 6
2. Visi dan Misi PT. Bintang Kupu-Kupu 7
3. Struktur Organisasi PT. Bintang Kupu-Kupu 8
4. Kegiatan Industri 8
5. Peran, Fungsi dan Posisi Apoteker di PT. BKK 12
BAB III KEGIATAN HARIAN DAN PEMBAHASAN 14
A. Kegiatan Harian PKPA 14
B. Pembahasan
15
1. Kegiatan Minggu Pertama 15
2. Kegiatan Minggu Kedua 18
3. Kegiatan Minggu Ketiga 22
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 28
A. Kesimpulan 28
B. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29
LAMPIRAN 30
TUGAS KHUSUS 49

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kegiatan Harian 14

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Struktur Organisasi PT. Bintang Kupu-Kupu 30


Lampiran 2 Flow Chart Production 31
Lampiran 3 Flow Chart Receiving Raw Material and Packaging 32
Lampiran 4 Sistem Pengolahan Air 33
Lampiran 5 Flow Chart Purchase Order 34
Lampiran 6 Skema Pengolahan Limbah Padat (incinerator) 35
Lampiran 7 Pengolahan Limbah Cair 36
Lampiran 8 Surat Izin Praktek Apoteker Penanggung Jawab 37
Lampiran 9 Surat Izin PT. Bintang Kupu-Kupu 38
Lampiran 10 Sertifikat CPOTB Cairan Obat Dalam 39
Lampiran 11 Sertifikat CPOTB Pill 40
Lampiran 12 Sertifikat CPOTB Serbuk Oral 41
Lampiran 13 Contoh Catatan Analisa Bahan Baku / Simplisia 42
Lampiran 14 Contoh Form Pengawasan Selama Proses COD 43
Lampiran 15 Contoh Sertifikat Produk Jadi 44
Lampiran 16 Contoh Formulir TA 45
Lampiran 17 Ceklist Kelengkapan Dokumen Registrasi Baru OT 46
Lampiran 18 Kegiatan Selama di Proses Produksi Gedung A dan B 47
Lampiran 19 Chlimmatic Chamber (uji stabilitas dipercepat) 48

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Departemen Kesehatan RI,
2009).
Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia
sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diselenggarakan melalui upaya
kesehatan terpadu dan menyeluruh baik berupa upaya kesehatan perorangan
maupun upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan ini diselenggarakan dalam
bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Terdapat 17 upaya kesehatan di
dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 48
ayat (1) yaitu pelayanan kesehatan, peningkatan kesehatan dan
pencegahanpenyakit, penyembuhan penyakit dam pemulihan kesehatan,
pelayanan kesehatan tradisional dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 pelayanan kesehatan
tradisional mengacu pada pengobatan berdasarkan pengalaman dan keterampilan
turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan pengalaman
pengobatan empiris penduduk indonesia mengkonsumsi jamu sebesar 95,60%.
Bentuk sediaan jamu yang paling disukai penduduk indonesia adalah cairan,

1
seduhan/serbuk, rebusan/rajangan dan bentuk kapsul/tablet/pil. (PMK No 6 tahun
2016).
Industri obat tradisional merupakan sarana /produsen obat tradisional yang
menghasilkan produk yang berkualitas menggunakan ramuan tanaman obat
indonesia untuk memenuhi permintaan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Kepala
Badan Pengawasan Obat dan Makanan tentang persyaratan teknis cara pembuatan
obat yang baik tahun 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012
tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional. Maka
perusahaan yang bergerak dalam pembuatan obat tradisional harus menerapkan
CPOTB untuk menjamin produk dan kualitasnya.
CPOTB adalah sistem yang memastikan produk dibuat dan dikontrol secara
konsisten untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaanya serta
meminimalkan resiko yang berakibat pada pengobatan yang tidak efektif atau
menimbulkan efek samping. CPOTB menyangkut keseluruhan aspek produksi
dan pengendalian mutu. Selain itu, dalam melaksanakan semua kegiatan di
industri farmasi tersebut, dibutuhkan sumber daya yang berkualitas, baik dari
pihak yang berperan maupun alat yang mendukung kegiatan tersebut. Apoteker
sebagai salah satu pihak yang terjun langsung dalam kegiatan pekerjaan
kefarmasian diharapkan dapat memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang
maksimal untuk peningkatan kualitas dan kuantitas dari produk farmasi (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan salah satu sarana bagi
calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yang
lebih dalam tentang tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi. Oleh karena itu,
dalam rangka memberikan pemahaman bagi para calon apoteker tentang perannya
tersebut maka program profesi apoteker Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka menjalin kerjasama dengan PT. Bintang Kupu-Kupu untuk melaksanakan
PKPA di PT. Bintang Kupu-Kupu yang dilaksanakan mulai tanggal 6 – 31
Oktober 2018.

2
B. Tujuan
PKPA di Industri Obat Tradisional bertujuan agar mahasiswa calon apoteker
dapat :
1. Mengetahui peran dan fungsi apoteker di industri farmasi serta meningkatkan
wawasan dan pengalaman tentang administrasi, operasional dan pengelolaan
kegiatan di industri farmasi.
2. Mempelajari ruang lingkup profesi secara teori dan praktek sehingga
memperoleh gambaran yang jelas dan nyata mengenai tanggung jawab
profesi apoteker di setiap unit industri farmasi.
3. Mengetahui penerapan prinsip-prinsip CPOB di industri farmasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian
Izin Usaha Industri Farmasi, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki
izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
bahan obat. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Industri
farmasi juga ada yang memproduksi sediaan farmasi lainnya, seperti produksi
obat tradisional, kosmetik, dll.
B. Industri Obat Tradisional
Industri Obat Tradisional adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat tradisional. Obat
Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Berdasarkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03. .
1.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Perusahaan yang bergerak dalam pembuatan obat
tradisional harus menerapkan CPOTB untuk menjamin produk dan kualitasnya.
Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi, dan pengawasan mutu,
bangunan, peralatan, dan personalia yang menangani CPOTB adalah seluruh
aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar
produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaannya (Depkes, 1991).

4
Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu
“Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran
di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan
sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara
benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Ada 11
aspek yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan CPOTB, yaitu :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan, Fasilitas dan Peralatan
4. Sanitasi dan Higiene
5. Dokumentasi
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Pembuatan dan Analisis berdasarkan Kontrak
9. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Tradisional yang Baik
10. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan kembalian Produk dan
produk kembalian
11. Inspeksi Diri

1. Izin Industri Obat Tradisional


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 006 tahun 2012 tentang
Industri dan Usaha Obat Tradisional, setiap industri dan usaha di bidang obat
tradisional wajib memiliki izin dari Menteri. Izin Ini berlaku seterusnya selama
industri tersebut berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-

5
undangan. Perpanjangan izin untuk industry obat tradisional yaitu setiap 2 tahun.
Persyaratan Izin Industri Obat Tradisional (IOT) terdiri dari :
a. Surat permohonan
b. Persetujuan prinsip
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan
d. Daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya
e. Diagram atau alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat
tradisional dan ekstrak yang akan dibuat
f. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup/Analisi Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
g. Rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan melampirkan
Berita Acara Pemeriksaan dari Kepala Balai setempat
h. Rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

2. Pencabutan Izin usaha Industri Obat Tradisional


Berdasarkan pasal 37 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 006 tahun
2012, Pencabutan Izin Usaha Obat Tradisional dapat terjadi karena beberapa hal :
a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau
sintetik yang berkhasiat obat.
b. obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral,
supositoria kecuali untuk wasir.
c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol
dengan kadar lebih dari 1%.

C. PT. Bintang Kupu-Kupu


1. Sejarah PT. Bintang Kupu-Kupu
Pada tahun 1935 PT Bintang Kupu-Kupu berawal dari toko medis Tay Ho
Tong di daerah glodog, hanya memproduksi produk Tjap Koepoe-Koepoe
(sekarang Tay Pin San). Pertama kali obat tradisional produksi PT. Bintang Kupu-
Kupu diluncurkan sebagai obat umum, dijual di outlet tradisional di Indonesia

6
pada tahun 1963 digunakan untuk sakit perut. Karena sesuai dengan peraturan
pemerintah, setiap obat yang diproduksi di Indonesia harus memiliki dokumen
yang tepat dan di bawah pengawasan apoteker lokal dan itu harus pada entitas
yang terpisah dengan toko obat. Persetujuan dari Badan Pengawasan Obat dan
Makanan menyetujui pembentukan Usaha Industri Obat Tradisional, pada tahun
1976 pembentukan PT. Bintang Kupu-Kupu (PT. BKK) di daerah Tangerang.
PT. Bintang Kupu-Kupu mendapatkan nomor pendaftaran pada tahun 1976
dan sampai saat ini 14 obat tradisional mendapatkan nomor pendaftaran dari
pemerintah. Mutu obat tradisional produksi PT. Bintang Kupu-Kupu selalu
dikontrol oleh Bagian Pengawasan Mutu dan oleh lembaga pemerintah berwenang
yaitu Badan Pengawasan Obat dan Makanan melalui pengujian mutu saat
pendaftaran, pengujian mutu sewaktu-waktu dan monitoring mutu obat tradisional
di lapangan.
Perkembangan bisnis PT Bintang Kupu-Kupu semakin maju karena sekarang
PT. Bintang Kupu-Kupu perusahaan obat tradisional yang inovatif yang berfokus
pada obat-obatan alami, menggabungkan esensi dari alam dengan presisi
teknologi canggih, sistem operasional dengan kemampuan global, mengikuti
standar Good Manufacturing Practice (GMP). Perusahaan bertanggung jawab
untuk memproses berbagai macam bahan baku, produksi yang efisien dengan
intens pengawasan dan kontrol kualitas. Dengan berkembangnya produksi sediaan
obat tradisional seperti sediaan pill, serbuk dan Cairan obat dalam yang telah
memperoleh sertifikat CPOTB.

3. Visi dan Misi PT Bintang Kupu-Kupu


a. Visi
Menjadi Industri Jamu yang terkemuka dengan produk yang bermutu tinggi.
b. Misi
1) Melestarikan ramuan tradisional untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan
masyarakat.
2) Menyediakan jamu yang bermutu tinggi dan terjangkau bagi masyarakat
luas.

7
4. Struktur Organisasi PT Bintang Kupu-Kupu
Pada CPOTB industri obat tradisional harus memiliki struktur organisasi,
tugas spesifik dan kewenangan personil. Pada posisi penanggung jawab hendaklah
dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan
kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.
Hendaklah aspek penerapan CPOTB tidak ada yang terlewatkan ataupun tumpang
tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Struktur organisasi industri obat tradisional hendaklah sedemikian rupa
sehingga bagian produksi, manajemen mutu (pemastian mutu)/pengawasan mutu
dipimpin oleh orang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap
yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana
yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif
Struktur organisasi PT. Bintang Kupu-Kupu dikepalai oleh seorang managing
Director yang dibantu oleh Plan Director, membawahi departemen Pengawasan
mutu (QC), produksi, pemastian mutu (QA), HRD, PPIC &Maintanance. Struktur
PT. Bintang Kupu-Kupu terlampir pada lampiran 1.

5. Kegiatan Indutri
a. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
Spesifikasi produk. CPOTB meliputi semua proses produksi, mulai dari bahan
awal, tempat, alat sampai pada pelatihan dan kebersihan dari pekerja. Prosedur
tertulis dari tiap proses produksi. PT Bintang Kupu-Kupu mendapatkan sertifikat
CPOTB pada tahun 2010 dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Dan
telah di sertifikasi ulang pada tahun 2017.

8
b. Sarana dan Prasarana
a. Lokasi
PT. Bintang Kupu-Kupu berlokasi di Kp ledug, Kel kroncong Kec. Jati
uwung, Kota Tangerang dan Kantor terletak di Jl. Gatot Subroto km 5,5.
Bangunan PT Bintang Kupu-Kupu dengan luas area 8000 m 2didesain dan
dibangun sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh CPOTB serta
mendapatkan sertifikat CPOTB pada tahun 2010 dan telah memiliki RIP yang
telah disetujui oleh Badan POM mengenai rancangan sistem Tata Udara Industri
Obat Tradisional PT Bintang Kupu-Kupu dengan bentuk sediaan: serbuk, pil,
cairan obat dalam.
b. Sarana Produksi dan Bangunan
Bangunan PT. Bintang Kupu-Kupu didesain dan dibangun sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan oleh CPOTB. PT. Bintang Kupu – Kupu
terdapat 3 gedung permanen terdiri dari Gedung A, Gedung B dan Kantor. Dan
standar tiap-tiap ruangan dibuat sesuai dengan kegiatan dan kelas kebersihan yaitu
kelas 1, 2, dan 3 sebagai berikut :
a) Kelas 1 di Gedung A adalah ruang pengolahan mulai dari penimbangan
bahan mentah sampai pengayakan.
b) Kelas 3 di Gedung A adalah penyiapan bahan mentah/bahan awal, Gudang
bahan awal, bahan mentah, ruang ganti, kantor maintenance, Workshop, Pos
security, kantin, dan ruang pengembangan untuk RnD
c) Kelas 1 di Gedung B adalah ruang pengolahan mulai dari pencampuran
sampai pengemasan primer
d) Kelas 2 di Gedung B adalah Ruang pengemasan sekunder dan gudang Finish
Good
e) Kelas 3 di Gedung B adalah Ruang cuci botol dan Utility yaitu system
pengolahan air dan Boiler
c. Peralatan
Peralatan produksi yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional
memiliki rancangan bangun dan kontruksi yang sesuai dengan peruntukannya,

9
ukuran yang memadai, ditempatkan dengan tepat dan terkualifikasi sehingga mutu
setiap produk yang dihasilkan terjamin dan seragam.
d. PPIC
Production Planning and Invetory Control (PPIC) memiliki tugas pokok
dalam membuat perencanaan produksi selama 1 tahun. PPIC membuat jadwal
dalam pembelian dan produksi sedemikian rupa sehingga produksi bisa terus
berjalan dan menghasilkan produk sesuai jadwal pemasarannya. PPIC juga
bertanggung jawab atas berjalannya kegiatan di pabrik. Alur kerja PPIC
berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran, yang disusun dan dibagi menjadi
rencana kerja dalam 1 tahun. Dari perencanaan tersebut di break-down menjadi
jadwal mingguan. Kemudian stok bahan yang dibutuhkan untuk produksi dihitung
dan diajukan permintaan pembelian bahan pertriwulan/ bulanan. PPIC membuat
jadwal penyerahan produksi dan perintah produksi perbulan kepada bagian
produksi. PPIC juga melakukan pemantauan produk jadi, baik itu pada tahap
penyelesaian akhir maupun proses pengiriman produk jadi.
e. Pengadaan
Obat Tradisional digunakan untuk membantu melakukan pengobatan dan
melindungi kesehatan. Kualitas obat Tradisional harus diciptakan dan dijaga agar
dapat digunakan sesuai dengan tujuannya. Kualitas obat ditentukan oleh bahan
baku. Untuk itu, kualitas bahan baku yang digunakan dalam pembuatan obat harus
dijaga dengan cara melakukan pembelian bahan baku sesuai dengan daftar
pemasok bahan baku yang telah disetujui kualitas maupun kehalalannya.
Dalam industri Obat Tradisional, komponen terbesar dalam struktur biaya
produk adalah biaya pengadaan barang, termasuk di dalamnya pengadaan bahan
awal terdiri dari bahan baku dan bahan pengemas. Bagian yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan pengadaan barang adalah Departemen / Bagian
Pembelian (purchasing/ procurement departement). Bagian pembelian
bertanggung jawab untuk melakukan pembelian keperluan perusahaan, baik
keperluan administrasi seperti alat tulis kantor dan alat elektronik maupun
keperluan yang terkait dengan produksi obat seperti bahan baku obat, bahan
pengemas, suku cadang mesin- mesin produksi, dan lain- lain.

10
f. Pengawasan Mutu (Quality Control)
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOTB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaian. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan merupakan keharusan untuk
mencapai sasaran mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Setiap industri
farmasi Obat Tradisional hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi
ini hendaklah independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan
wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang
membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia
untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan
efektif dan dapat diandalkan. Sumber daya yang memadai tersedia untuk
memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu dapat dilaksanakan secara
efektif dan dapat diandalkan.
Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi.
Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin
telah memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau pengemasan
dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji monitoring lainnya
secara periodik. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian
pengawassan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah
dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui
sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke
area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, diantaranya
menetapkan, memvalidasi, menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan
kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat
aktif dan obat jadi dipantau. Semua kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan
prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.

11
g. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOTB yang senantiasa dapat menjamin
produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar
(registrasi) sesuai dengan spesifikasinya. Selain itu, produksi baiknya dilakukan
dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan
oleh hasil analisa terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun
selama tahapan proses produksi, pesonalia, bangunan, peralatan, sanitasi, dan
hygiene sampai dengan pengemasan.
Produksi dilaksanakan sesuai SOP yang telah ditetapkan. Uraian rinci
prosedur produksi dan titik kritis proses dicantumkan pada master formula.
Produksi dilakukan dan dikepalai oleh personil yang kompeten. Pada setiap proses
produksi terdapat catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan batch yang
harus selalu diisi oleh petugas di bagian produksi pada saat proses, yang menjadi
parameter kunci (utama) yang selalu diawasi dan didokumentasiakn oleh QC pada
bagian IPC.

6. Peran, Fungsi, dan Posisi Apoteker di PT Bintang Kupu Kupu


Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian dapat
dikelompokkan menjadi pembuatan sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran
sediaan farmasi, dan pelayanan sediaan farmasi. Salah satu pekerjaan kefarmasian
yang berkaitan erat dengan industri farmasi adalah pembuatan sediaan farmasi. Di
dalam Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) disebutkan bahwa
Industri Obat Tradisional harus memiliki sekurang-kurangnya 1 apoteker sebagai
penanggung jawab. Di PT. Bintang Kupu-Kupu, Apoteker menempati beberapa
posisi penting antara lain QA Manager, RnD Manager&Production Manager.
Seluruh Apoteker yang ada di PT. Bintang Kupu-Kupu berusaha dan bekerja
sama untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan perusahaan sesuai
dengan peran dan fungsinya masing-masing. Secara umum, peran Apoteker di
PT. Bintang Kupu-Kupu adalah mengembangkan, memproduksi dan memastikan

12
obat-obat tradisional yang dihasilkan memiliki mutu produk yang berkualitas,
inovatif, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

13
BAB III
KEGIATAN HARIAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Harian PKPA


PKPA di PT. Bintang Kupu-Kupu berlangsung dari tanggal 06-31 Agustus
2018. Kegiatannya meliputi:
Tabel 1. Kegiatan Harian
Minggu Ke- Kegiatan
1. Penjelasan mengenai profil PT Bintang Kupu-Kupu
2. Perkenalan produk yang dihasilkan
3. Melakukan Kegiatan Tugas Khusus dibagian RnD
4. Penjelasan mengenai Struktur Organisasi di PT. Bintang
1
Kupu-Kupu dan 3 Personal Kunci
5. Penjelasan bagian Pemastian Mutu Mengenai Konsep
Pengendalian Mutu, Aspek CPOTB, Validasi,
Kualifikasi, Kalibrasi, Penarikan Obat, dan Audit Mutu
1. Penjelasan bagian RnD Penelitian , Pengembangan
produk, pendaftaran Obat
2. Penjelasan bagian Maintainance tentang Bangunan ,
Fasilitas , Mesin, Peralatan, AHU, Sistem Pengolahan
2 Air, Pengolahan Limbah
3. Melakukan kegiatan pembuatan jamu trial PT. Bintang
Kupu-Kupu
4. Melakukan kegiatan pengamatan produk trial jamu PT.
Bintang Kupu-Kupu
1. Melakukan kegiatan pengamatan produk trial jamu PT.
Bintang Kupu-Kupu
2. Melakukan kegiatan pembuatan produk trial PT. Bintang
Kupu-Kupu
3. Penjelasan Pengawasan mutu tentang Uji Stabilitas,
Pengujian mutu bahan awal, bahan kemas, produk
antara, ruahan, dan produk jadi
3
4. Penjelasan PPIC sistem pengadaan barang, penerimaan
barang, penerimaan, penyimpanan, dan kartu stock
5. Melakukan tour area gedung A (gudang penyimpanan
simplisia bersih dan kotor, ruang karantina bahan baku,
gudang pengemasan)
6. Mengamati pekerjaan di area produksi, pengenalan alat
dan mesin produksi pengolahan dan pengemasan
4 1. Melakukan pembuatan produk trial PT. Bintang Kupu-
Kupu

14
2. Melakukan pengamatan produk jamu trial PT. Bintang
Kupu-Kupu
3. Persentasi akhir kegiatan PKPA

A. Pembahasan
1. Kegiatan Minggu Pertama
a. Produk PT Bintang Kupu Kupu
PT. Bintang Kupu-Kupu memiliki sebanyak 14 produk yang berupa sediaan
sediaan pill, serbuk dan cairan obat dalam dengan menggunakan bahan aktif
ramuan berasal dari simplisia. Produk PT. Bintang Kupu-Kupu ini sudah terdaftar
di Badan Pengawasan Obat dan Makanan. PT. Bintang Kupu-Kupu memiliki top
produk diantaranya New Tay Pin San sediaan Serbuk, New Tay Pin San Jamu
Untuk Sakit Perut dan Kembung sediaan Cairan Obat Dalam, dan Mapoh untuk
deman dengan sediaan serbuk.
b. Tiga Personil Kunci PT. Bintang Kupu-Kupu
PT. Bintang Kupu-Kupu mempunyai tiga personil kunci, yaitu
1) Kepala Bagian Pemastian Mutu
Tugas kepala bagian pemastian mutu adalah
a) Memantau Kinerja Sistem Mutu dan Prosedur serta menilai efektifitasny,
dan mendorong perbaikan.
b) Melakukan penilaian terhadap keluhan teknik farmasi dan mengambil
keputusan serta tindakan atas hasil penilaian, bila perlu bekerja sama dengan
bagian lain
c) Memastikan penyelenggaraan validasi proses pembuatan dan sistem
pelayanan
d) Memastikan pengelolaan penyimpangan berdampak pada mutu termasuk
penyimpangan bets
e) Memastikan penerapan sistem pengendalian perubahan dan menyetujui
perubahan
f) Melakukan pelulusan akhir atau penolakan obat jadi

2) Kepala Bagian Pengawasan Mutu

15
Tugas kepala bagian pengawasan mutu adalah meluluskan atau menolak
bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi
3) Kepala Bagian Produksi
Tugas kepala bagian produksi adalah Bertanggung jawab atas pelaksanaan
pembuatan obat tradisional agar obat tradisional memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan dibuat sesuai peraturan CPOTB dalam batas dan biaya yang
telah di tetapkan
c. Divisi Pemastian Mutu
Quality Assurance (QA) menurut WHO (2004) Semua aspek yang secara
kolektif maupun individual mempengaruhi mutu produk, dari konsep design
hingga produk tersebut ditangan konsumen. Quality Assurance merupakan
keseluruhan sistem yang dibuat dengan tujuan agar seluruh produk industri
farmasi yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan.
Quality Assurance tidak saja mencakup pelaksanaan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) atau Good Manufacturing Practices (GMP)
melainkan juga Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory
Practices/GLP) dan Cara Distribusi yang Baik (Good Distribution
Practices/GDP).
Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk
menyusun kebijakan mutu perusahaan yang dapat menjamin mutu obat tradisional
yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan
memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat,
melaksanakan kebijakan. Quality Assurance di PT. Bintang Kupu-Kupu dilakukan
oleh tim QA yang ahli dan kompeten.
Fungsi dan tanggung jawab pemastian mutu (Quality Assurance) di PT.
Bintang Kupu-Kupu meliputi audit internal atau inspeksi diri berkala, menangani
keluhan produk dari konsumen serta ikut bagian dalam investigasi keluhan terkait
dengan mutu produk, mengkaji catatan batch, pemantauan dan pengendalian
lingkungan produksi, memantau pelaksanaan sanitasi/higienie/ kebersihan di
pabrik, menerapkan sistem penyimpanan catatan kegiatan, memantau persyaratan
dan pelaksanaan CPOTB serta melaksanakan program training implementasi

16
CPOTB, Melakukan Release Produk Jadi (Finish Good) serta melakukan validasi
dan kualifikasi.
Tugas lain yang dipunyai oleh departemen Quality Assurance yaitu
menetapkan dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi,
mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label
wadah bahan dan produk, dan memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat
jadi dipantau. Kepala pemastian mutu harus seorang apoteker yang terdaftar dan
berfungsi sebagai apoteker penanggung jawab. Apoteker yang ingin menjadi
kepala pemastian mutu setidaknya mempunyai pengalaman praktisi di industri
Obat Tradisional atau farmasi setidaknya selama 5 tahun. Obat tradisional tidak
dijual atau didistribusikan sebelum kepala bagian pemastian mutu menyatakan
bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang
tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek
produksi, pengawasan mutu dan pelulusan obat tradisional. Pengkajian mutu
produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan
dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya meliputi:
1) Kajian terhadap Bahan Baku dan Bahan Pengemas yang digunakan untuk
produk.
2) Kajian terhadap pengawasan selama proses Kegiatan dan hasil pengujian obat
jadi.
3) Kajian semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi mutu.
4) Kajian terhadap penyimpangan atau ketidak sesuaian pada hasil produk dan
melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5) Kajian adanya perubahan proses atau metoda analisis.
6) Kajian terhadap pemantauan uji stabilitas produk selama di pasaran.
7) Kajian terhadap produk kembalian, keluhan, dan penarikan obat yang terkait
dengan mutu produk.
Semua bagian sistem pemastian mutu hendaklah didukung dengan
tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang
cukup memadai.

17
2. Kegiatan Minggu Kedua
a. Divisi Penelitian dan Pengembangan (RnD)
Bidang Penelitian dan Pengembangan Produk bertugas meneliti dan
mengembangkan produk serta mengoptimasi proses sesuai dengan CPOTB. Di
PT. Bintang Kupu-Kupu R&D bertugas dan bertanggung jawab dalam
pengembangan produk, baik produk baru maupun produk existing. Pengembangan
produk baru dan produk existing mencakup perubahan formula maupun proses
produksinya. Pengembangan produk existing biasanya untuk mengurangi cost,
mengoptimalisasi proses produksi dan memodifikasi formula. Departemen R&D
dibagi menjadi Formulation Development, Packaging Development dan
Analytical Development.
Departemen Research and Development (R&D) di PT Bintang Kupu-kupu
tergolong jenis/kategori R&D CHD (Consumer Health Development) yang
memfokuskan pada produk-produk konsumen seperti food, suplemen, obat dan
obat tradisional. Pengembangan produk existing. Pengamatan terhadap produk
jamu merupakan tugas khusus yang dilakukan untuk calon apoteker yang sedang
PKPA di PT. Bintang Kupu-Kupu.
b. Divisi Maintenance Bangunan, Fasilitas, Mesin dan Peralatan
Bangunan
PT. Bintang Kupu Kupu terdapat 3 gedung permanen terdiri dari Gedung A,
Gedung B dan Kantor. Dan standar tiap-tiap ruangan dibuat sesuai dengan
kegiatan dan kelas kebersihan yaitu kelas 1, 2, dan 3 sebagai berikut :
 Kelas 1 di Gedung A adalah ruang pengolahan mulai dari penimbangan
bahan mentah sampai pengayakan.
 Kelas 3 di Gedung A adalah penyiapan bahan mentah/bahan awal, Gudang
bahan awal, bahan mentah, ruang ganti, kantor maintenance, Workshop, Pos
security, kantin, dan ruang pengembangan untuk RnD
 Kelas 1 di Gedung B adalah ruang pengolahan mulai dari pencampuran
sampai pengemasan primer
 Kelas 2 di Gedung B adalah Ruang pengemasan sekunder dan gudang Finish
Good

18
 Kelas 3 di Gedung B adalah Ruang cuci botol dan Utility yaitu system
pengolahan air dan Boiler
Pengelolaan Air
Pengolahan air di PT. Bintang Kupu-Kupu dilakukan dengan beberapa tahap.
Drink Water (DW) merupakan hasil akhir dari pengolahan air di PT. Bintang
Kupu-Kupu. Sumber air tersebut didapat dari air di dalam sumur dengan
kedalaman 60 m. Air sumur tersebut akan dialirkan kedalam purified water
system terdiri dari: Sand Carbon filter untuk menghilangkan kekeruhan dari air
tanah, bau yang tidak enak dan rasa yang tidak enak. Air hasil filtrasi Sand
Carbon Filter dialirkan ke Softener Tank untuk mengurangi tingkat kesadahan air
melewati penyaring dengan diameter sebesar 0,3 µm dengan cara mengikat ion
Ca++ dan Mg++. Hasil dari penyaringan akan menghasilkan air bersih dan air
kotor. Air kotor akan dibuang ke tempat pembungan limbah cair sedangkan yang
bersih akan dialirkan ke Storage Tank untuk difiltrasi menggunakan Ultra
filtration (R.O = Reverse OsmosisUltra filtration (R.O = Reverse Osmosis.
Reverse osmosis dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve Solids (TDS) di
dalam air. Selanjutnya Drink Water yang dihasilkan ditampung dalam tanki
penampungan (storage tank) yang dilengkapi dengan CIP (cleaning in place) dan
looping system dan siap didistribusikan ke ruang produksi. Proses pengolahan air
di PT. Bintang Kupu-Kupu terlampir pada lampiran 4.
Kemudian Drinking Water (DW) akan dimasukkan ke dalam tanki stainless
yang sebelumnya dilewatkan pada lampu UV untuk membunuh bakteri. Syarat air
yang digunakan untuk produksi di PT. Bintang Kupu-Kupu sama seperti air
minum dalam kehidupan sehari-hari dengan rentang PH 4-6.
Pengelolaan Udara
Sistem HVAC (Heating Ventilation and Air Conditioner)adalah suatu sistem
yang berfungsi untuk mengontrol kondisi udara dalam ruangan. Ada 4 parameter
yang dikendalikan yaitu tekanan, suhu, jumlah dan ukuran partikel serta
kelembapan (relative humidity). Parameter yang berhubungan dengan sistem
HVAC, yaitu :
a) Perbedaan tekanan udara (differential pressure)

19
Tekanan udara di ruang produksi didesain sedemikian rupa sehingga dapat
mendukung proses produksi terutama produksi sediaan tablet. Untuk pengaturan
tekanan udara di koridor lebih tinggi dibandingkan tekanan udara dalam ruang
produksi untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang terutama dari bahan aktif.
Persyaratan untuk perbedaan tekanan udara antara ruang produksi dan koridor
adalah 5-10 Pa dengan tekanan di dalam ruang produksi sekitar 6 Pa, sedangkan
untuk koridor sekitar 11 Pa.
b) Suhu
Kriteria suhu setiap ruangan yang dikontrol oleh HVAC berada dalam
rentang nilai 20–27oC. Pemantauan terhadap nilai temperatur dalam ruangan
dilakukan dengan menggunakan alat THD (Thermohygrometer Digital).
c) Jumlah dan ukuran partikel
Pemantauan jumlah partikel pada area produksi di PT. Bintang Kupu-Kupu
disuplai menggunakan AHU (Air Handling Unit) kelas 100.000 dengan efisisensi
90%-95% dikhususkan pada partikel dengan ukuran 0,5 µm dan jumlah partikel <
3.520.000, dengan ukuran 5.0 µm yaitu < 29.000. Untuk memenuhi udara yang
dipersyaratkan, udara dilewatkan ke dalam filter untuk mendapatkan kualitas
udara dengan ukuran dan jumlah partikel yang sesuai dengan kelas ruangan yang
ditetapkan. Pemantauan terhadap jumlah ukuran partikel dalam ruangan dilakukan
dengan menggunakan alat particle counter.
d) Kelembaban / Relative Humidity (RH)
Kelembapan setiap ruangan diatur sesuai dengan kondisi dan persyaratan
ruangan tersebut. Untuk ruangan dengan RH khusus terutama untuk penanganan
bahan/material yang bersifat higroskopis atau sensistif terhadap kelembaban udara
memiliki kriteria nilai RH < 40%. Sedangkan untuk ruangan tanpa RH khusus
memiliki kriteria nilai RH <70%. Pemantauan terhadap nilai RH dalam ruangan
dilakukan dengan menggunakan alat THD (Thermohygrometer Digital).
Sistem HVAC di PT. Bintang Kupu-Kupu menggunakan Sistem AHU.
Komponen dari sistem AHU meliputi :
a) Air Handling Unit (AHU)

20
AHU dalam sistem HVAC seperangkat sistem yang dapat mengontrol suhu,
kelembaban, tekanan udara, tingkat kebersihan (jumlah partikel atau mikroba),
pola aliran udara, jumlah pergantian udara, dan sebagainya di ruang produksi
sesuai dengan persyaratan ruangan yang telah ditentukan. Dilengkapi dengan
medium filter berefisiensi 90% - 95%, besarnya pertukaran udara 5-20 kali/jam.
Komponen-komponen dari AHU terdiri dari:
 Cooling Coil / evaporator, berfungsi mengontrol suhu dan RH udara yang
akan didistribusikan ke ruang produksi.
 Static Pressure Fan / Blower, berfungsi untuk menggerakkan udara di
sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya.
 Filter, untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan
mikroorganisme serta partikel asing yang mengkontaminasi udara yang
masuk ke dalam ruang produksi.
 Ducting, sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Ducting
merupakan sebuah sistem saluran udara yang menghubungkan blower dengan
ruangan produksi, yang terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluran
udara yang keluar dari ruangan produksi dan masuk kembali ke AHU.
 Dumper, merupakan bagian dari ducting AHU yaitu sebagai pengatur
jumlah/debit udara yang dipindahkan ke dalam ruangan produksi.
Pengolahan Limbah
PT. Bintang Kupu-Kupu mengelolah limbah non B3 karena bahan yang
digunakan tidak ada bahan kimia berbahaya melainkan hanya menggunakan
bahan simplisia sebagai zat aktif serta bahan tambahan yang aman digunakan.
Limbah non B3 merupakan limbah yang tidak mengandung atau terkontaminasi
oleh bahan kimia berbahaya. Dalam penanganannya diawali dengan dilakukan
penampungan terhadap seluruh limbah non B3 yang ada pada wadah
plastik/wadah yang sesuai. Limbah tersebut akan dikelola sendiri oleh perusahaan
untuk dimusnahkan. Selain itu, upaya pengendalian pencemaran lingkungan di
PT. Bintang Kupu-Kupu dapat digolongkan menjadi beberapa bagian :

21
a) Penanganan Limbah Udara
Limbah udara berupa debu yang dihasilkan dari kegiatan industri ditangani
dengan menggunakan dust collector. Dalam tiap-tiap ruangan produksi dipasang
dust collector yang mampu menarik debu yang dihasilkan produksi. Sebelum
dilepaskan ke udara bebas, debu tersebut disemprot dengan angin dan ditampung
dalam dust bin, sedangkan debu yang masih terbawa oleh udara akan disaring
oleh bag filter. Untuk mengontrol efisiensi penyaringan bag filter ini, dipasang
sensor tekanan yang menunjukkan perbedaan tekanan sebelum dan sesudah filter.
b) Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan PT. Bintang Kupu-Kupu diantaranya yaitu
berupa drum–drum kosong, tong–tong plastik, kertas, karton bekas, ember-ember
rusak, limbah kantong plastik, alumunium foil yang rusak, bahan baku rusak atau
kadaluarsa, debu hasil dari dustcollector engine, filter yang kotor, botol-botol
plastik dan limbah padat lainya. Cara penanganan limbah padat ialah di bakar
dengan incinerator.
c) Waste Water Treatment Plant (WWTP)
Limbah cair ini adalah limbah cair produksi dan limbah cair dari pengujian
Departemen QC. Limbah cair dari pencucian akhir setelah pengujian antimikroba
di Laboratorium Mikrobiologi. Sebelum dilakukan pencucian semua alat yang
digunakan setelah pengujian Angka Lempeng Total segera dimasukan ke dalam
autoklaf untuk dilakukan pemanasan dengan sushu tinggi bertujuan untuk
membunuh bakteri yang digunakan selama pengujian. Pengelolahan limbahnya
hanya diencerkan dengan air sebelum di buang di pembuangan di daerah kawasan
industri.

1. Kegiatan Minggu Ketiga


a. Divisi Pengawasan Mutu
Divisi Quality Control (QC) PT. Bintang Kupu Kupu dipimpin oleh seorang
analis kimia. Secara keseluruhan departemen QC PT. Bintang Kupu-Kupu
bertanggung jawab melakukan kegiatan pengujian bahan awal, pengujian produk
antara, pengujian produk ruahan, pengujian produk jadi, pengujian bahan kemas

22
dan pengujian mikrobiologi. Divisi QC sampling bertugas untuk menjamin bahwa
bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan telah sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan, teknik sampling yang digunakan di PT. Bintang Kupu-
Kupu menggunakan teknik “√n+1”. Divisi QC In Process Control (IPC) bertugas
untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat telah sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan. Pengujian mutu IPC dibagi menjadi dua pengujian, yaitu
pengujian after mixing dan pengujian pada saat proses filling. Pada kegiatan QC
IPC dilakukan LOD, derajat kehalusan, identifikasi warna, homogenitas,
kekerasan, ketebalan, diameter tablet, waktu hancur, PH, Berat jenis dan
Viskositas.
Dalam melakukan analisis untuk memastikan kualitas bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, produk ruah, dan produk jadi, Departemen QC memiliki
beberapa instrument analisis seperti High Performance Liquid Chromatography
(HPLC), timbangan analitik, ultrasonik, moisture analyzer, pH meter, piknometer
dan viscosimeter. Alat – alat tersebut secara periodik dikalibrasi untuk menjamin
bahwa hasil analisis yang dilakukan masuk spesifikasi yang ditetapkan. Produk
obat tradisional PT. Bintang Kupu-Kupu sebelum diedarkan harus diuji produk
jadi. Uji produk jadi meliputi uji pemerian, LOD, kekerasan, bobot, kesesuaian
kemasan, waktu hancur, uji logam berat, uji cemaran aflatoksin (B1, B2, G1 dan
G2) mengacu pada PerKa BPOM No. 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu
obat tradisional dan uji mikrobiologi meliputi pengujian angka lepeng total, angka
kapang kamir dan bakteri pathogen (Escherica Coli Sp, Staphylococcus aureus,
pseudomonas aeruginosa dan shigella sp).
b. Divisi Produksi
Pada struktur organisasi PT Bintang Kupu-kupu divisi produksi dibagi
menjadi dua divisi, yaitu divisi pengolahan dan pengemasan. Pada struktur
organisasi PT Bintang Kupu-Kupu divisi pengolahan disupervisi oleh seorang
apoteker sebagai supervisor produksi dan di kepalai oleh Sarjana Tehnik Kimia.
Sediaan yang diproduksi oleh PT. Bintang Kupu-Kupu yaitu serbuk, pil dan
cairan obat dalam. Menurut prosesnya, divisi produksi dibedakan menjadi dua
yaitu proses pengolahan dan proses pengemasan.

23
Proses pengolahan dan pengemasan di divisi produksi dimulai ketika PPIC
mengeluarkan Issue Batch yang menjadi acuan penyiapan material oleh divisi
logistik yang kemudian dilanjutkan dengan dimulainya proses produksi.
Selanjutnya departemen logistik melakukan serah terima material kepada divisi
produksi. Divisi produksi akan melakukan penimbangan bahan dan divisi QC
melakukan pengecekan terhadap material yang telah ditimbang, setelah material
dinyatakan sesuai dan tidak terdapat penyimpangan pada material, maka
selanjutnya dapat dilakukan proses pengolahan.
Pada setiap proses produksi dilakukan proses In process control (IPC) yang
dilakukan pada tahapan-tahapan kritis. Tahapan proses yang termasuk dalam
pengolahan produk adalah penimbangan bahan, mixing, filling dan packaging.
Proses produksi diawali dengan menimbang bahan baku untuk satu batch.
Selanjutnya dilakukan mixing menggunakan mesin mixing, dilanjutkan dengan
proses pengayakan untuk memperoleh ukuran partikel yang merata dengan
menggunakan mesin ayakan. Pada produksi cairan, air yang digunakan pada
produksi di PT Bintang Kupu-Kupu merupakan air tanah yang dimurnikan
sehingga bisa untuk dijadikan sebagai air minum. Air untuk produksi (Reverse
Osmosis dan Drink Water) memegang peranan penting dan kritis dalam industri
Obat Tradisional. Untuk memastikan produksi obat yang bermutu dan aman
digunakan.
PT Bintang Kupu-Kupu menggunakan kualitas air untuk proses pengolahan
produk yang kualitasnya sama seperti air minum (Drink Water). Drink Water
merupakan air yang diperoleh setelah dilakukan pengolahan dari air tanah sampai
ke tahap Ultra Filtration (Reverse Osmosis = R.O). Drink Water digunakan untuk
pembuatan sediaan cairan obat dalam. Proses pengemasan dilakukan setelah
tahapan proses pengolahan telah selesai dilakukan. Proses pengemasan meliputi
pengemasan primer meliputi sacaheting, bottling, labelling dan pengemasan
sekunder dengan kardus atau ember atau drum. Setelah itu produk yang telah
masuk dalam kemasan sekunder, kemudian staf produksi akan melakukan serah
terima kepada staf logistik untuk produk yang telah dilakukan pengepakan dengan
pengemas sekunder.

24
c. Divisi Production Planning and Inventory Control Departement (PPIC
Departement)
Divisi PPIC dan logistik PT. Bintang Kupu-Kupu dikelola oleh seorang kepala
divisimembawahi bagian gudang. PPIC berperan dalam kegiatan demand
planning yang mengacu pada forecast pihak Marketing. PPIC bertugas dalam
menghitung dan memenuhi kebutuhan material yang dibutuhkan untuk kegiatan
produksi serta menjadwalkan kapan material harus didatangkan.PPIC bertanggung
jawab terhadap perencanaan jadwal produksi dan pengelolaan inventori baik raw
material, packaging material, finished goods. PPIC dalam fungsi dan tugasnya
bekerjasama dengan bagian produksi, purchasing, RnD dan QC. Divisi PPIC dan
Logistik membawahi penanggung jawab gudang bahan baku, gudang pengemas,
dan gudang produk jadi. Obat tradisional digunakan untuk membantu melakukan
pengobatan dan melindungi kesehatan. Kualitas obat tradisional harus diciptakan
dan dijaga agar dapat digunakan sesuai dengan tujuannya. Kualitas obat salah
satunya ditentukan oleh bahan baku. Untuk itu, kualitas bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan obat harus dijaga dengan cara selalu melakukan
pembelian bahan baku sesuai dengan daftar bahan baku yang telah disetujui
kualitas maupun kehalalannya. Pemilihan bahan baku dan kemasan untuk
produksi terlampir pada lampiran 4.
Bahan baku awal yang diterima oleh gudang PT. Bintang Kupu-Kupu baik
bahan baku maupun bahan pengemas merupakan hasil Purchase Order bagian
pembelian yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan produksi. Untuk
menjamin bahwa bahan yang dipesan telah sesuai dengan permintaan, maka
bagian gudang bahan baku akan melakukan pencocokan antara Purchase Order
(PO) dan Delivery Order (DO). Selain itu, akan dilakukan pemeriksaan terhadap
kondisi fisik barang, kelengkapan administrasi, dan kuantitas barang yang
dipesan. Setelah dinyatakan lengkap dan sesuai dengan persyaratan, maka bahan
didata, diberikan label karantina dan kemudian ditempatkan pada area karantina.
Dalam kegiatan pendataan juga harus dilakukan pemeriksaan ulang COA yang
telah ditandatangani oleh departemen pemastian mutudari produsen tersebut.
departemen Quality Control (QC) melakukan pengujian dalam rangka menjamin

25
kesesuaian bahan awal yang dipesan. Apabila telah diberikan status pelulusan
oleh departemen QC untuk bahan baku, kemudian bahan tersebut akan
dipindahkan ke area penyimpanan yang sesuai. Jika produk ditolak tindakan yang
harus dilakukan adalah dengan menyimpan di area rejected. Selanjutnya
melakukan pemerikasaan ulang COA yang telah ditandatangani oleh bagian
pengawasan mutu.
Berdasarkan suhu penyimpanannya, area penyimpanan bahan dibagi menjadi 4
kondisi, antara lain adalah area suhu kamar (≤ 30oC), area suhu sejuk (8-15oC),
Area Suhu terkendali (≤ 25oC), area dingin (2-8oC). Masing-masing area
digunakan untuk menyimpan bahan-bahan sesuai dengan sifat dan stabilitasnya.
Penataan bahan diatur sedemikian rupa sesuai dengan sistem Pareto (tingkat
penggunaan bahan), bentuk sediaan, dan disimpan diatas pallet atau rak.
Penyiapan bahan dilakukan berdasarkan issue batch yang akan dibuat. Pada
kegiatan ini digunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First
Out (FEFO). Untuk membantu penyiapan bahan digunakan sistem komputerisasi,
dimulai dari kegiatan pemotongan batch hingga penimbangan bahan.
Penimbangan bahan dilakukan di ruang timbangan yang kondisinya terkontrol
dengan personel yang telah terkualifikasi. Setelah kegiatan produksi selesai,
produk jadi disimpan di area penyimpanan Finished Good.
Sedangkan bagian Finished Goods bertugas menerima produk akhir dari
departemen produksi yang telah dilakukan pengemasan sekunder dan dimasukkan
dalam box. Selain itu, bagian Finished Goods juga berperan dalam menyerahkan
produk akhir ini kepada distributor/PBF untuk selanjutnya didistribusikan.
d. Gudang
PT Bintang Kupu-Kupu memiliki 4 Gudang yaitu Gudang Bahan Baku,
Gudang Karantina, Gudang Bahan Kemas, dan Gudang Produk Jadi. Berdasarkan
suhu penyimpanannya, area penyimpanan bahan dibagi menjadi 4 kondisi, antara
lain adalah area suhu kamar (≤30oC), area suhu sejuk (8-15oC), Area Suhu
terkendali (≤25oC), area dingin (2-8oC).Masing-masing area digunakan untuk
menyimpan bahan-bahan sesuai dengan sifat dan stabilitasnya. Penataan bahan
diatur sedemikian rupa sesuai dengan sistem Pareto (tingkat penggunaan bahan),

26
bentuk sediaan, dan disimpan diatas pallet atau rak. Pada peyimpanan digunakan
berdasarkan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO).
Untuk membantu penyiapan bahan digunakan sistem komputerisasi.

27
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil PKPA di PT. Bintang Kupu-Kupu tentang peran dan tanggung
jawab profesi Apoteker pada Industri Obat Tradisional diambil kesimpulan:
1. PT. Bintang Kupu-Kupu merupakan industri obat tradisional yang memiliki
inovatif dalam pengembangan obat tradisional, menggabungkan esensi dari
alam dengan presisi teknologi yang canggih, serta memiliki standar yang
sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
2. Adanya peran Apoteker dalam bidang industri obat tradisional, maka
Apoteker bertanggung jawab menjaga mutu produk sediaan Obat Tradisional
agar dapat terjamin kualitasnya.
3. Adanya Apoteker juga turut menjaga terciptanya kondisi industri yang selalu
mengacu kepada Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik (CPOTB) serta
mengedukasi para pelaku kerja untuk selalu menjaga profesionalitas dan
kualitas kerja.
B. Saran
1. Salah satu untuk meningkatkan mutu produk adalah dengan selalu
mensosialisasikan kepada pelaku kerja mengenai pentingnya kualitas produk
sediaan obat tradisional bagi konsumen.
2. Untuk implementasinya, maka eksistensi Apoteker dan manajemen personalia
menjadi pihak yang penting bagi terciptanya jaminan mutu produk dan
kondisi industri yang mengacu pada CPOTB.

28
DAFTAR PUSTAKA

BPOM. 2012.Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisonal Yang Baik (CPOTB).


Ditjen POM Depkes RI. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. 1992. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun
2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012.Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 006 Indutri Dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional.
Jakarta.

29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bintang Kupu-Kupu

30
Lampiran 2. Flow Chart Production

31
Lampiran 3. Flow Chart Receiving Raw material dan Packaging

32
Lampiran 4. Sistem pengolahan air

33
Lampiran 5. Flow Chart Purchase Order

MPP : Monthly Production Planning


WPP : Weekly Production Planning

34
Lampiran 6. Skema Pengolahan Limbah Padat (Incenerator)

Limbah Padat

Dapat di daur ulang Tidak Dapat di daur ulang

Bisa dijadikan pupuk dan Dikumpulkan dan di Timbang


dimanfaatkan oleh pemulung sebagai bahan evaluasi

Ditampung dalam bak


penampung limbah padat

Dibakar menggunakan
incenerator

35
Lampiran 7. Pengolahan Limbah Cair

Limbah Cair

Bak Limbah cair

Penambahan air untuk pengenceran

Buang ke saluran pembuangan limbah cair

36
Lampiran 8. Surat Izin Praktek Apoteker Penanggung Jawab

37
Lampiran 9. Surat Izin Industri PT Bintang Kupu - Kupu

38
Lampiran 10. Sertifikat CPOTB Cairan Obat Dalam

Lampiran 11. Sertifikat CPOTB Pill

39
Lampiran 11. Sertifikat CPOTB Pill

40
Lampiran 12. Sertifikat CPOTB Serbuk Oral

Lampiran 13. Contoh Catatan Analisa Bahan Baku / Simplisia

41
Lampiran 13. Contoh Catatan Analisa Bahan Baku / Simplisia

42
Lampiran 14. Contoh Form Pengawasan Selama Proses COD

43
Lampiran 15. Contoh Sertifikat Produk Jadi

44
Lampiran 16. Contoh Formulir TA

45
Lampiran 17. Ceklist kelengkapan dokumen registrasi baru OT

46
Lampiran 18. Kegiatan Selama Proses Produksi di Gedung A dan B

47
Lampiran 19. Chlimatic Chamber ( Uji Stabilitas dipercepat )

48
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman
hayati, memiliki hutan tropika terbesar kedua di dunia, dan dikenal sebagai salah
satu negara megabiodiversity kedua setelah Brazil. Hutan Indonesia juga kaya
akan tumbuhan obat dan terdapat 20.000 jenis tumbuhan obat dimana 1.000 jenis
tumbuhan telah didokumentasi dan 300 jenis telah dimanfaatkan sebagai obat
tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang
lebih dikenal dengan nama jamu, umumnya campuran obat herbal, yaitu obat
yang berasal dari tanaman. Bagian tanaman yang dapat digunakan dapat berupa
akar, batang, daun, umbi atau mungkin seluruh bagian tanaman.
WHO mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai sistem pengetahuan
medis yang berkembang pada berbagai generasi dalam masyarakat sebelum era
kedokteran modern, termasuk praktek-praktek kesehatan, pendekatan,
pengetahuan, dan keyakinan menggabungkan tanaman, hewan, dan mineral yang
berbasis obat-obatan, terapi spiritual, teknik manual dan latihan, diterapkan
tunggal atau dalam kombinasi untuk mengobati, mendiagnosa, dan mencegah
penyakit atau menjaga kesejahteraan. Berdasarkan UU No.36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, Obat Tradisional (OT) adalah bahan atau ramuan bahan berupa
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian galenik atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
Jamu merupakan salah satu obat tradisonal yang dibuat dari bahan alami
berupa tumbuhan, mineral dan sediaan sariaan galenik, sehingga penambahan

49
bahan pengawet terhadap jamu sering digunakan untuk memberikan perlindungan
dari berbagai jenis mikroorganisme. Bahan Pengawet adalah senyawa yang
mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau
bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang memberikan perlindungan terhadap
bahan pangan dari pembusukan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat
Tradisional mengenai bahan tambahan dalam jamu ialah Serbuk dengan bahan
baku simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet. Serbuk dengan bahan baku
sediaan galenik dengan penyari air atau campuran etanol air bila diperlukan dapat
ditambahkan bahan pengawet seperti Metil p - hidroksi benzoate (Nipagin), Propil
p - hidroksi benzoat (Nipasol), Asam sorbat atau garamnya, Garam natrium
benzoat.
B. Tujuan
1. Menghasilkan formulasi yang bermutu baik dari segi khasiat dan rasa yang
dapat diterima oleh masyarakat.
2. Untuk mengetahui perubahan mutu produk jamu selama penyimpanan.
3. Untuk mengetahui umur simpan produk jamu

50
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Research and Development (R&D)


Research and Development (R&D) memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
pengembangan produk, baik produk baru maupun produk existing. Pengembangan
produk baru dan produk existing mencakup perubahan formula maupun proses
produksinya. Pengembangan produk existing biasanya bertujuan untuk
mengurangi cost, mengoptimalisasi proses produksi maupun memodifikasi
formula. Departemen Research and Development dibagi menjadi Formulation
Development dan Formulation Development, Packaging Development serta
Analytical Development. Departemen Research and Development (R&D).

1. Formulation Development (FD)


Formulation Development bertanggung jawab terhadap pengembangan
produk-produk kategori consumer health care terhadap produk baru maupun
produk existing. Pengembangan produk baru merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh bagian Formulation Development. Pengembangan produk baru berasal dari
Business Development (BD) bagian Product Innovation. Bagian product
innovation terlebih dahulu menganalisis tren market yang sedang terjadi saat itu.
Product Inovation bersama dengan bagian marketing membuat konsep produk
baru dan menganalisisnya, yang diserahkan ke bagian Formulation development
(FD) dalam bentuk prototype request (PR) yang berisi usulan produk baru dengan
mana project, bentuk sediaan, bentuk kemasan, komposisi, rasa, warna dan lain-
lain. Setelah itu, formulation development mengecek kelengkapan raw material
(RM) untuk pembuatan prototype. Jika tidak lengkap maka FD akan mengajukan
permintaan RM ke purchasing. Selanjutnya FD akan melakukan formulasi dan
membuat prototype dalam trial lab. FD akan mengirimkan hasil prototype ke BD
dengan form placement test, FD menunggu feedback dari BD, bila belum sesuai
maka FD akan menerima review dari BD dan FD akan melakukan perbaikan pada

51
formula hingga sesuai. Tahap selanjutnya apabila produk sudah sesuai, FD akan
melakukan lab scale research dan stability test sedangkan pihak Analytical
development akan melakukan pengembangan metode analisa dan pihak
Packaging development melakukan riset kemasan yang sesuai untuk digunakan.
Pada lab scale research dicari titik kritis dalam proses pembuatan produksi dan
spesifikasi yang diharapkan sehingga tahap- tahap kritis tersebut dapat dikontrol
dan produk yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Hasil dari lab scale research
dan stability test adalah spesifikasi finished good, protap, formulasi, dan expired
date. Apabila produk pada skala laboratorium sudah terbukti stabil dan memenuhi
spesifikasi maka produk siap dilakukan stability test. Pada tahap ini akan
memperoleh batch record produksi, master formula, dan spesifikasi finished good.
Setelah tahap ini dilanjutkan dengan pilot scale yang dikerjkan oleh pihak RnD
sejumlah 1/10 dari jumlah bets komersial. Selanjutnya bisa dilakukan registrasi ke
BPOM, jika nomor registrasi sudah diperoleh, maka produk dapat diproduksi
dalam skala industri.

2. Analytical Development (AnDev)


Analytical Development (AnDev) memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
pengembangan metode analisa. Pengembangan metode analisa dilakukan jika ada
produk baru atau produk varian, produk reformulasi (baik zat tambahan, bentuk
sediaan, maupun komposisi zat aktif), dan improvement. Improvement dilakukan
untuk meningkatkan kualitas analisa, efisiensi waktu dan biaya, serta keamanan.
Parameter metode analisa meliputi spesifitas, linearitas, akurasi, presisi,
robustness, LOD, LOQ, dan range. Analisa sampel kompetitor berfungsi untuk
mengetahui komposisi zat aktif produk kompetitor dan pengamatan kestabilannya.
Analisa sampel kompetitor dilakukan pada produk sejenis yang ada dipasaran
untuk perbandingan kualitas produk dengan kompetitor. Analisa laboratorium
eksternal dilakukan untuk keperluan pendaftaran produk terkait regulasi atau jika
laboratorium internal tidak dapat melakukan analisa.Analisa dilakukan jika ada
tuntutan regulasi (misalnya bahan kimia obat, bahan tambahan pangan, narkotika)

52
dan produk baru. Pengembangan metode analisa untuk uji stabilitas dilakukan jika
ada koreksi pada pemeriksaan stabilitas, ketangguhan metode yang kurang.
Kegunaan analisa stabilitas sampel adalah untuk mendapatkan expired date
produk, memantau kualitas produk selama penyimpanan dan sebagai syarat
registrasi. Pengamatan stabilitas dilakukan terhadap degradasi fisik, kimiawi, dan
mikrobiologi. Analisa uji stabilitas dilakukan terhadap produk baru, produk
reformulasi, dan untuk tujuan improvement dari formulasi. Evaluasi stabilitas
sampel digunakan untuk memastikan hasil analisa, memberikan masukan kepada
tim formulasi mengenai stabilitas sampel. Parameter yang diuji adalah kadar dan
degradasi. Instrument monitoring berfungsi memastikan bahwa semua alat
beroperasi sesuai dengan spesifikasi dan selalu dimonitor dengan baik. Parameter
yang harus dimonitor meliputi perawatan instrumen (kalibrasi/verifikasi),
kerusakan instrumen, perbaikan instrument.
Analisa Sampel Scale Up dan Pra validasi merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengetahui homogenitas proses produksi dan hasil proses produksi. Analisa
dilakukan pada produk baru, produk reformulasi, dan untuk improvement dari
formulasi.Parameter analisa yang dilakukan adalah fase-fase dalam produksi,
keseragaman kandungan/bobot, disolusi dan mikrobiologi. Pengembangan metode
analisa dilakukan jika ada bahan baku baru, bahan baku alternatif, dan
improvement dari analytical development yang meliputi peningkatan kualitas
analisa, efisiensi analisa dan keamanan. Parameter validasi metode analisa raw
material meliputi linearitas, akurasi, presisi, dan range.Parameter verifikasi
metode analisa raw material meliputi akurasi dan presisi. Pengembangan metode
analisa mikrobiologi dilakukan jika ada bahan baku/produk baru dan
improvement inisiatif dari analytical development.
Vendor diversification yaitu pemilihan vendor berdasarkan spesifikasi raw
material yang telah dibuat. Kegunaan diversifikasi vendor adalah untuk
mempertahankan kontinuitas bahan baku untuk proses produksi, skrining kualitas
bahan, dan efisiensi. Proses diversifikasi vendor dimulai denganadanya
permintaan analisa kemudian vendor akan mengirimkan sampel dan dilakukan
analisa oleh analytical development, selanjutnya dilakukan penelitian oleh

53
formulation development berdasarkan raw material. Hasil dari penelitian tersebut
dapat menentukan kualitas raw material. Analisa mikrobiologi dilakukan terhadap
sampel untuk uji stabilitas, sampel bahan baku, dan sampel untuk trial. Parameter
yang diperiksa meliputi TPC (Total Plate Count), KK (Kapang Khamir),
identifikasi bakteri patogen dan lain-lain.
Project Mikrobiologi dan raw Material yang dilakukan antara lain
berhubungan dengan baku standar, efektivitas pengawet, mikrobiologi dan analisa
sanitasi dan higienitas. Project baku standar antara lain memastikan RS
(Refference Standard) dan WS (Working Standard) tersedia dan terdokumentasi
dengan baik, serta memastikan kultur bakteri dan turunannya tersedia dan
terdokumentasi dengan baik. Project tentang efektifitas pengawet adalah
melakukan studi efektifitas pengawet pada produk dan studi sensitifitas formula
pada produk. Project mikro yang dilakukan adalah update regulasi dan
persyaratan laboratorium mikro dan improvement terhadap kondisi laboratorium
mikro. Analisa sanitasi dan higienitas diantaranya melakukan sampling higienitas
dan proses sanitasi di produksi serta melakukan analisa sampel terkait sanitasi dan
higienitas.

3. Packaging Development (PackDev)


Packaging Development (PackDev) memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
pengembangan kemasan primer, sekunder dan tersier yang dapat digunakan dalam
proses produksi sehingga dapat melindungi produk mulai dari pengemasan, masa
simpan dan distribusinya. Packaging development juga akan menentukan kualitas
kemasan yang akan digunakan, mulai dari jenis bahan, ukuran, ketebalan,
ketahanan terhadap suhu dan kelembaban serta kekuatan sealing, membuat
spesifikasi kemasan untuk standar pengujian Quality Control serta memperbaiki
dan memodifikasi kemasan secara berkesinambungan agar meningkatkan
efektivitas produksi namun tetap menjaga mutu produk.
Kemasan primer mencakup kemasan sachet, botol maupun tube. Kemasan
sekunder mencakup pack, wrapping dan box. Kemasan tersier mencakup karton.
Kemasan-kemasan tersebut sebelum digunakan dengan mesin untuk proses

54
produksi dilakukan trial kemasan terlebih dahulu. Setelah dilakukan trial dan telah
didapatkan hasilnya, maka bagian packaging development akan memberikan
hasilnya ke purchasing dan akan diberikan kepada supplier.
Secara garis besar, PackDev membuat layout yang akan digunakan ke mesin,
memberikan kode kemasan, mempertimbangkan sisi teknik seperti apa jika
digunakan ke dalam mesin produksi. Sedangkan, untuk desain kemasan sudah
ditentukan oleh bagian marketing dan BD menetukan redaksional pada kemasan.

B. Uraian Bahan Jamu Detox


1. Kulit Kayu Manis (Cinnamomi Burmannii Cortex)
a. Bau : Berbau khas kayu manis
b. Rasa : sedikit manis
c. Warna : Coklat
d. Bentuk : Berupa batangan atau kulit menggulung, membujur, panjang
hingga 1 m, tebal kulit 1-3 mm atau lebih.
e. LOD : ≤ 16%
2. Rimpang Cengkeh (Syzygium aromaticum)
a. Bau : Bau aromatik
b. Rasa : pedas agak pahit, agak menggigit dan menimbulkan rasa tebal.
c. Warna : Berwarna coklat
d. Bentuk : hampir bundar sampai lonjong atau tidak beraturan
3. Rimpang Sereh (Cymbopogonis nardus)
a. Bau : berbau khas aromatik
b. Rasa : rasa agak pedas aromatik
c. Warna : putih kehijauan
d. Bentuk : batang sereh
4. Rimpang Jahe Merah (Zingiberis Officinalis Var. Rubrum Rhizoma)
a. Bau : Berbau khas jahe
b. Rasa : Pedas
c. Warna : Berwarna cokelat
d. Bentuk : Bulat Telur Terbalik (Serbuk)

55
e. LOD : ≤ 11 %
5. Citrus
a. Bau : bau khas citrus
b. Rasa : Asam
c. Warna : Kuning
d. Bentuk : cair
6. Gula Pasir
a. Bentuk : Kristal
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Putih agak kekuningan
d. Rasa : Manis
e. pH : 6,00-8,00
f. Viscositas : 12-16dPas
g. Kondisi Penyimpanan : sebaiknya disimpan di suhu 15OC-30oC dalam
keadaan tertutup rapat
7. Sodium Benzoat
a. Bentuk : Kristal atau granular putih
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Putih
d. Rasa : Manis – asin tidak mengenakan
e. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan
lebih mdah larut dalam etanol 90%
f. Kondisi Penyimpanan : Tempat kering dan tertutup baik dan dalam suhu
ruangan ≤ 33oC
8. Sukrosa
a. Bentuk : Hablur/serbuk
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Tidak berwarna atau putih
d. Rasa : Rasa manis
e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,  Sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam kloroform dan eter

56
f. Kondisi Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
9. Garam (NaCl)
a. Bentuk : Serbuk kristal putih
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Tidak berwarna atau putih
d. Rasa : Rasa asin
e. Kelarutan : 1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol
f. pH : 4,5 –7
g. Kondisi Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

C. Uraian Bahan Jamu Diet


1. Rimpang Jahe Merah (Curcuma Rhizoma)
a. Bau : Berbau khas aromatis
b. Rasa : Agak pahit dengan sedikit pedas
c. Warna : Berwarna kuning sampai kuning jingga
d. Bentuk : Rimpang bulat dan panjang dengan diameter 1- 2 cm serta
panjang 3-6 cm
e. LOD : ≤ 10%
2. Asam Jawa (Tamarindi Fructus)
a. Bau : berbau khas asam jawa
b. Rasa : Asam
c. Warna : coklat kekuning-kuningan
d. Bentuk : tidak beraturan
e. LOD :≤8%
3. Bunga Rosella (Sabdariffae Flos)
a. Bau : Berbau khas rosella
b. Rasa : Asam
c. Warna : Berwarna merah keunguan sampai kehitaman
d. Bentuk : Tidak beraturan
e. LOD :≤2%

57
4. Daun Jati Cina (Cassia Folium)
a. Bau : Berbau khas
b. Rasa : Tidak berasa dan menimbulkan tebal di mulut
c. Warna : Berwarna hijau kekuning-kuningan
d. Bentuk : daun kecil lonjong
e. LOD : ≤ 10 %
5. Sodium Benzoat
a. Bentuk : Kristal atau granular putih
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Putih
d. Rasa : Manis – asin tidak mengenakan
e. Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol dan lebih mdah larut dalam etanol 90%
f. Kondisi Penyimpanan : Tempat kering dan tertutup baik dan dalam suhu
ruangan ≤ 33oC
6. Citric Acid
a. Bentuk : Serbuk hablur granul sampai halus
b. Bau : Tidak berbau atau praktis tidak berbau
c. Warna : Tidak berwarna, putih
d. Rasa : Rasa sangat asam
e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol
f. Kondisi Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
7. Sukrosa
a. Bentuk : Hablur/serbuk
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Tidak berwarna atau putih
d. Rasa : Rasa manis
e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air,  Sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam kloroform dan eter
f. Kondisi Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

58
8. Garam (NaCl)
a. Bentuk : Serbuk kristal putih
b. Bau : Tidak berbau
c. Warna : Tidak berwarna atau putih
d. Rasa : Rasa asin
e. Kelarutan : 1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian gliserol
f. pH : 4,5 –7
g. Kondisi Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
9. Gula Pasir
a. Bentuk : Bubuk
b. Bau : Praktis tidak berbau
c. Warna : Putih agak kekuningan
d. Rasa : Tidak berasa
e. pH : 6,00-8,00
f. Viscositas : 12-16dPas
g. Kondisi Penyimpanan : sebaiknya disimpan di suhu 15OC- 30oC dalam
keadaan tertutup rapat

D. Natrium Benzoat

Gambar 1. Struktur Natrium Benzoat


Natrium benzoate memiliki nama lain diantaranya, yaitu : benzoat soda, E211,
natrii benzoas, natrium benzoicum, sobenate, sodii benzoas, dan asam natrium
benzoat. Natrium benzoate merupakan kategori pengawet Antimikroba fungsional
yang biasa digunakan untuk sediaan tablet dan pelumas kapsul. Natrium benzoate
memiliki rumus molekul C7H5NaO2. Sodium benzoate digunakan sebagai
pengawet antimikroba dalam kosmetik, makanan, dan farmasi. Kadar yang

59
digunakan dalam konsentrasi 0,02-0,5% dalam obat-obatan oral, 0,5% dalam
produk parenteral, dan 0,1-0,5% dalam kosmetik. Kegunaan natrium benzoat
sebagai pengawet dibatasi oleh efektivitasnya pada rentang pH yang sempit.

60
BAB III
METODOLOGI

A. Alat
Peralatan yang digunakan meliputi timbangan analitik, hot plate + magnetic
stirer, panci, kompor, beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, sendok, botol,
sloki, lumpang + alu, spatel, panci.

B. Bahan
Cinnamon, cengkeh, sereh, jahe merah, citrus, sucralose, gula pasir, NaCl,
sodium benzoate, rosella, daun jati cina, asam jawa, citric, dan air.

C. Prosedur Pembuatan Jamu Detox


Bahan aktif dan bahan penolong yang sudah disiapkan kemudian ditimbang,
kayu manis dan cengkeh di belender samapai halus, kemudia sereh dan jahe
direbus sampai 10-15 menit atau sampai filtrate 50%. Setelah itu, peras lemon
kemudian dipisahkan. Lalu, campurkan air rebusan jahe dan sereh dengan serbuk
kayu manis, kemudian tambahkan bahan tambahan, lalu di mixing 15 menit,
kemudian disaring dan dikemas dalam botol.
Dibuat empat sediaan dalam botol, dua botol dengan cara aseptis dan dua lagi
non aseptis. Satu botol aseptis dengan pengawet dan satu tanpa pengawet,
sedangkan satu botol lainnya non aseptis tanpa pengawet dan satu botol non
aseptis dengan pengawet.

D. Prosedur Pembuatan Jamu Diet


Bahan aktif dan bahan penolong yang sudah disiapkan kemudian ditimbang,
kemudian rebus bahan aktif sampai mendapatkan filtrat 50%. Lalu, saring dengan
ke dalam beker glass dan diletakkan diatas hot plate. Setelah itu, lanjutkan dengan
proses penambahan bahan penolong, kemudian masukkan semua bahan penolong
sampai homogen, kemudian siap dikemas dalam botol.

61
Dibuat empat sediaan dalam botol, dua botol dengan cara aseptis dan dua lagi
non aseptis. Satu botol aseptis dengan pengawet dan satu tanpa pengawet,
sedangkan satu botol lainnya non aseptis tanpa pengawet dan satu botol non
aseptis dengan pengawet.

E. Uji Pengawet Pada Sediaan Jamu


Pengamatan dilakukan selama , diletakkan ditempat tidak

terlindung dari matahari atau yang berpaparan langsung dengan sinar mathari. Uji
terdiri dari Uji Organoleptis yang terdiri dari rasa, bau, dan warna.

62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Jamu
Sebelum dilakukan pembuatan formulasi jamu, dilakukan tahap penulusuran
literatur, bahan-bahan apa saja yang akan digunakan untuk formulasi, tahapan ini
disebut dengan preformulasi. Tahapan preformulasi, dimulai dari mencari
tanaman yang akan digunakan, mudah diperoleh atau tidak, dan data empiris yang
berisi tentang khasiat dan jumlah simplisia yang digunakan untuk menghasilkan
efek terapi. Kemudian mencari bahan tambahan apa saja yang digunakan untuk
membantu mendapatkan formulasi yang baik, baik dari segi rasa, khasiat dan
stabil saat penyimpanan.
Setelah dilakukan tahapan preformulasi, kemudian dilakukan formulasi jamu.
Pada saat trial jamu pertama, dibuat 2 formula, yaitu formula A dan formula B.
Perbedaan antara formula A dan B adalah penggunaan pengawet yaitu Sodium
Benzoat dengan cara aseptis atau non aseptis, pada formula A1 menggunakan
pengawet dengan cara aseptis, sedangkan formula A2 tanpa menggunakan
pengawet dengan cara aseptis. Formula B1 tanpa pengawet dengan cara non
aseptis, sedangkan formula B2 dengan menggunakan pengawet dan non aseptis.

B. Hasil Pengamatan Sediaan Jamu Detox


Jamu detox bermanfaat untuk proses pengeluaran racun dari dalam tubuh.
Pembuatan jamu detox terdiri dari dua kelompok, yaitu dengan pengawet dan

tanpa pengawet. Pengamatan dilakukan , tetapi pengamatan hanya

dilakukan sebanyak delapan kali karena adanya tanggal merah yang


memungkinkan tidak melakukan pengamatan, yaitu pada hari ke-3, 4, 5, 8, 11,
dan hari ke-12. Jamu diletakkan dekat dengan cahaya matahari. Tujuannya untuk
mengetahui masa simpan produk.
Penambahan bahan pengawet dilakukan untuk membuat makanan tampak
lebih berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna.

63
Penggunaan bahan pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas dari
mikroba baik bersifat patogen maupun non patogen yang dapat menyebabkan
kerusakan bahan makanan seperti bakteri pembusuk (Siaka, 2009). Penggunaan
pengawet dalam produk pangan berperan sebagai antimikroba atau antioksidan
atau keduanya. Selain tujuan di atas, penambahan pengawet juga bertujuan untuk
memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan.
Pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-3 belum terlihat perbedaan yang
signifikan. Hari ke-4 sampai hsri ke-14 perbedaan sudah mulai terlihat antara
jamu dengan penambahan pengawet dengan tanpa pengawet, dari berkurangnya
rasa citrus dan rasa manis sudah berkurang. Berkurangnya rasa citrus disebabkan
adanya pemanasan oleh cahaya matahari yang dapat menyebabkan citrus
teroksidasi. Kadar sukrosa yang semakin menurun diduga disebabkan karena
adanya proses fermentasi oleh mikroba. Karbohidrat (dalam hal ini sukrosa)
menjadi substrat utama yang dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi
menjadi unit-unit gula yang lebih sederhana. Semakin lama penyimpanan maka
semakin banyak karbohidrat yang didegradasi karena kesempatan mikroba untuk
mendegradasi karbohidrat menjadi senyawa organik semakin besar. Banyaknya
mikroba yang terdapat pada produk dikarenakan tidak adanya bahan pengawet
yang mampu mencegah pertumbuhan mikroba.
Mekanisme penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu
permeabilitas membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu
enzim intraseluler. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam
bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan
pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam
benzoat yang tidak terdisosiasi. Penggunaan bahan pengawet yang berlebih dapat
menyebabkan radang lambung, usus, dan kulit pada pengguna.
Konsentrasi benzoat memiliki dampak langsung terhadap penghambatan
mikroorganisme. Semakin tinggi konsentrasi benzoat semakin tinggi efek
antimikrobanya. Selain memiliki efek penghambatan pada mikroorganisme di dalam
sediaan produk, penambahan benzoat yang berlebihan dapat merusak profil sensoris

64
pada sediaan jamu, yang dapat menurunkan pH, derajat brix, mengurangi gula, dan
penurunan sukrosa.

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari Ke-4 Hari ke-5
Hari ke-6 Hari ke-7
M:+5, A: M:+5, A: M: +3, A: M: + 2, A: M: +1 A:
M: +0,5,
Rasa +5 +4 +3 +2 +1,5
A: 0,5 M: -, A: -
Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu
Khas kayu Khas kayu
Bau manis manis manis manis manis
manis manis
Khas
Kuning Kuning Orage Orange Orange Orange Orange
Warna lembayung lembayung kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan
Endapan - - + + + + +

Tabel 1. Pengamatan Sediaan Jamu Detox dengan Penambahan Pengawet


dengan cara Aseptis

Tabel 2. Pengamatan Sediaan Jamu Detox Tanpa Pengawet dengan cara Aseptis
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari Ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
M:+5, A: M:+5, A: M: +3, A: M: + 2, A: M: +1 A: M: +0,5,
Rasa +5 +4 +3 +2 +1,5 A: - M: -, A: - M
Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu K
Bau manis manis manis manis manis manis manis
Khas
Kuning Kuning Orage Orange Orange Orange Orange
Warna lembayung lembayung kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan k
Endapan - - + + + + +

Tabel 3. Pengamatan Sediaan Jamu Detox dengan Pengawet dengan cara Non Aseptis
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari Ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
M:+5, A: M:+5, A: M: +3, A: M: + 2, A: M: +1 A: M: +0,5,
Rasa +5 +4 +3 +2 +1,5 A: - M: -, A: - M
Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu K
Bau manis manis manis manis manis manis manis
Khas
Kuning Kuning Orage Orange Orange Orange Orange
Warna lembayung lembayung kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan k
Endapan - - + + + + +

Tabel 4. Pengamatan Sediaan Jamu Detox Tanpa Pengawet dengan cara Non Aseptis

65
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari Ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 H
M:+5, A: M:+5, A: M: +3, A: M: + 2, A: M: +1 A: M: +0,5,
Rasa +5 +4 +3 +2 +1,5 A: - M: -, A: - M
Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu Khas kayu K
Bau manis manis manis manis manis manis manis m
Khas
Kuning Kuning Orage Orange Orange Orange Orange O
Warna lembayung lembayung kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan kecoklatan k
Endapan - - + + + + +

C. Hasil Pengamatan Sediaan Jamu Diet


Penambahan bahan pengawet dilakukan untuk membuat makanan tampak lebih
berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna.
Penggunaan bahan pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas dari
mikroba baik bersifat patogen maupun non patogen yang dapat menyebabkan
kerusakan bahan makanan seperti bakteri pembusuk (Siaka, 2009). Penggunaan
pengawet dalam produk pangan berperan sebagai antimikroba atau antioksidan
atau keduanya. Selain tujuan di atas, penambahan pengawet juga bertujuan untuk
memelihara kesegaran dan mencegah kerusakan makanan atau bahan makanan.
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah
asam benzoat (C6H5COOH) yang juga kita gunakan pada praktikum ini.
Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat
asam seperti saos tomat, sari buah. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH
2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Mekanisme
penghambatan mikroba oleh benzoat yaitu mengganggu permeabilitas
membran sel, struktur sistem genetik mikroba, dan mengganggu enzim
intraseluler. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk
garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Dalam bahan
pangan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu bentuk asam
benzoat yang tidak terdisosiasi.
Pengamatan hari ke-1 sampai hari ke-3 belum terlihat perbedaan yang
signifikan. Hari ke-4 sampai hari ke-14 perbedaan sudah mulai terlihat dari
berkurangnya rasa asam dan rasa manis sudah berkurang. Kadar sukrosa yang

66
semakin menurun diduga disebabkan karena adanya proses fermentasi oleh
mikroba. Karbohidrat (dalam hal ini sukrosa) menjadi substrat utama yang
dipecah oleh mikroba dalam proses fermentasi menjadi unit-unit gula yang lebih
sederhana. Pada hari ke-7 terdapat jamur pada sediaan jamu diet tanpa pengawet
dan non asseptis. Adanya jamur diduga karena sediaan jamu yang digunakan
berupa cairan dan tanpa pengawet serata dengan cara non aseptis, hal ini
meungkinkan terjadinya perkembangbiakkan jamur. Air merupakan medium yang
sangat baik untuk pertumbuhan mikroba serta jamur.
Sedangkan jamu dengan adanya pengawet tidak ditumbuhi jamur, karena
pengawet dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan jamur. Semakin tinggi
konsentrasi benzoat semakin tinggi efek antimikrobanya. Selain memiliki efek
penghambatan pada mikroorganisme di dalam ekstrak buah, penambahan benzoat
yang berlebihan dapat merusak profil sensoris pada simplisia, yang dapat
menurunkan pH, derajat brix, mengurangi gula, dan penurunan sukrosa. Sehingga
penurunan padatan terlarut mengkin terjadi karena penambahan benzoat berlebih.

Tabel 5. Pengamatan Sediaan Jamu Diet dengan Penambahan Pengawet dengan


cara Aseptis

Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M: +5 M: +5 M: +4,5 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4
Rasa A: +5 A: +5 A: +5 A: +4 A: +4 A: +3 A: +3 A: +3 A: +3 A: +3
Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas
asam asam asam asam Khas asam Asam Asam Asam Asam Asam
Bau jawa jawa jawa jawa jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa
Merah Merah Merah
Warna Merah Merah Merah Merah Kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan coklat coklat coklat
Endapan - + + + + + + + + +

67
Tabel 6. Pengamatan Sediaan Jamu Diet Tanpa Pengawet dengan cara
Aseptis

Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M: +5 M: +5 M: +4,5 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4 M: +4
Rasa A: +5 A: +5 A: +5 A: +4 A: +4 A: +3 A: +3 A: +3 A: +3 A: +3
Khas Khas Khas Khas Khas Khas Khas
asam asam asam asam Khas asam Khas Asam Khas Asam Asam Asam Asam
Bau jawa jawa jawa jawa jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa
Merah Merah Merah
Warna Merah Merah Merah Merah Kecolatan Kecoklatan Kecoklatan coklat coklat coklat
Endapan - + + + + + + + + +

Tabel 7. Pengamatan Sediaan Jamu Diet dengan Pengawet dengan cara Non
Aseptis

Hari Pengamatan

1 2 3 5 4 6 7 8 9 10
M: +5 M: +5 M: +4 M: +4
M: +3,5 M: +3,5 M: +3,5
- - -
Rasa A: +5 A: +5 A: +5 A: +4
A: +4 A: +3 A: +3
Khas Khas Khas Khas
Khas Khas Khas Khas Khas Khas
asam asam asam asam
asam Asam Asam Asam Asam Asam
Bau jawa jawa jawa jawa
jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa
Merah Merah Coklat Coklat Coklat Coklat
Warna Merah Merah Merah Merah Kecoklan Kecoklatan (berjamur) (berjamur) (berjamur) (berjamur)
Endapan - + + + + + + + + +

Tabel 8. Pengamatan Sediaan Jamu Diet Tanpa Pengawet dengan cara


Aseptis
Hari Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M: M: M: M:
M: +5 M: +5 +4,5 M: +4
M: +4 M: +4 M: +4 +4 +4 +4
Rasa A: +5 A: +5 A: +5 A: +4
A: +4 A: +3 A: +3 A: +3 A: +3 A: +3
Khas Khas Khas Khas
Khas Khas Khas Khas Khas Khas
asam asam asam asam
asam Asam Asam Asam Asam Asam
Bau jawa jawa jawa jawa
jawa Jawa Jawa Jawa Jawa Jawa
Merah Merah Merah
Warna Merah Merah Merah Merah Kecoklan Kecoklatan Kecoklatan coklat coklat coklat

68
Endapan - + + + + + + + + +

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari sediaan jamu yang terdiri dari pengawet dan tanpa pengawet dapat

disimpulkan bahwa produk ini hanya dapat bertahan selama dengan

adanya bahan pengawet, sedangkan tanpa pengawet rasa asli dari sediaan hanya

bertahan selama .

B. Saran
Dilakukan pembuatan produk yang lebih aseptis dan dilakukan pengamatan
dengan menentukan pH, suhu dan uji mikroba lainnya.

69
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Republik Indonesia.
Badan Pusat Statistik, 1999-2002. Dikutip dari: Supardi S, Nurhadiyanto F, Eng
SW. Penggunaan obat tradisional buatan pabrik dalam pengobatan sendiri di
Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia 2003;2 (4):136-41.
Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia, 1986.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia, 1977.
Rowe RC, Sheskey JP, Quinn ME. 2009. Handbook of Pharmaceutical Exipient
Sixth Edition. The Pharmaceutical Press. London.
Siaka, I.M. 2009. Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang
Beredar di Wilayah Kota Denpasar. Jurnal Kimia, Vol.3, No.2.

70
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengamataan Jamu Detox

Pengamatan ke-1

71
Pengamatan ke-2

Pengamatan Ke-3

72
Pengamatan Ke-4

Pengamatan Ke- 5

73
Pengamatan Ke- 6

Pengamatan Ke-7

74
Pengamatan Ke-8

Lampiran 2. Hasil Pengamatan Jamu Diet


Pengamatan Pengemasan Teknik Aseptis Pengemasan Teknik Non Aseptis
Ke
1

75
3

76
7

77
10

78

Anda mungkin juga menyukai