A. Pendahuluan
Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan hal baru bagi Indonesia.
Bahkan dapat dikatakan Indonesia ketinggalan 100 tahun lebih dari Negara-negara
maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, maupun Jerman serta Inggris. Negara
Indonesia tidak mempunyai pilihan lain selain harus terlibat dalam bidang
ekonomi global yang memberikan peranan penting pada HKI.
Setelah merdeka (17 Agustus 1845), maka batu tahun 1982 Indonesia
betul-betul memikirkan tentang masalah HKI ini, yaitu dengan diundangkannya
Undang-Undang Hak cipta (UU No. 6 Tahun 1982). Selanjutnya, Negara
Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional secara resmi telah
mengesahkan keikutsertaan dan menerima Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization)
beserta seluruh lampirannya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997.
Dengan demikian, Indonesia terikat untuk melaksanakan persetujuan tersebut.
Salah satu persetujuan dibawah pengelolaan WTO ialah Agreement Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterteit Goods
(Persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang yang terkait dengan Hak Atas
Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan Barang Palsu), disingkat persetujuan
TRIPs. Persetujuan TRIPs menggunakan prinsip kesesuaian penuh atau “Full
Complience” sebagai syarat minimal bagi pesertanya. Ini berarti Negara-negara
peserta wajib menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional mengenai
HKI secara penuh terhadap perjanjian-perjanjian internasional tentang HKI (Baca
pula Prasetyo Hadi Purwandoko, 1999: 4)
Untuk melaksanakan persetujuan TRIPs tersebut dan sekaligus
membangun system hokum nasional di bidang HKI, Indonesia telah membuat
berbagai kebijakan HKI antara lain di bidang peraturan perundang-undangan HKI
dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap HKI. Dalam bidang
perundang-undangan, saat ini telah berlaku Undang-Undang nomor 29 tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang nomor 30 tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang nomoe 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri, Undang-Undang nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Undang-Undang nomor 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta. Di samping itu perundang-undangan bindang HKI tersebut,
telah diratifikasi pula berbagai konvensi atau perjanjian internasional di bidang
HKI sejak tahun 1997 yaitu Konvensi Paris (Perlindungan Paten, Merek, Desain
Produksi, dan Rahasia Dagang) dengan Keppres Nomor 15 Tahun 1997, Traktat
Kerjasama Paten dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1997, Traktat Merek dengan
Disampaikan dalam Sharing tentang HKI/Paten antara P3HKI LPPM UNS dan Anggota Senat
Guru Besar UNS Surakarta, pada Hari Kamis, 15 Juli 2010, di Ruang Sidang 2 Kator Pusat UNS
Dosen Hukum Organisasi Perdagangan Internasional Fakultas Hukum UNS Solo, PD 1
Fakultas Hukum UNS Solo, Reviewer HKI dan Anggota Tim HKI DP2M Dikti Diknas
Kementerian Pendidikan Nasional RI
2
Keppres Nomor 17 Tahun 1997, Konvensi Bem (Perlindungan Hak Cipta) dengan
Keppres Nomor 18 Tahun 1997, Traktat WIPO tentang Hak Cipta dengan
Keppres Nomor 19 Tahun 1997.
Peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual
tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dihadapkan pada
masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang HKI. Oleh karena
itu tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang HKI di lingkungan perlu terus
menerus ditingkatkan melalui berbagai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat,
termasuk kepada calon advokat. Adanya pemahaman terhadap HKI maka
masyarakat akan menghargai karya-karya yang dilindungi oleh hokum hak
kekayaan intelektual.
Di Jepang HKI diartikan sebagai berikut (Sadayuki Hosai, 2001: 2). The
world “intellectual property” is usually used to refer generallyu to mental works
created through intellectual human activities, such as industrial property,
including” a patent, a utility model, a design and a trademark, “and copyright
Zaid Hamzah dalam bukunya yang berjudul “Intellectual Property Law &
Strategy” mengungkapkan (Zaid Hamzah, 2007: 19-121). Intellectual Property is
society’s recognition of intellectual efforts. It is monopoly granted in exchange fot
the contribution of inteellcetual creation to the society. It is an intangible
property. The use IP by third party does not disprove the owne of his right of
enjoyment. As such, an IP right is a right to restian others from using the right.
The extent of this right is dependent upon the scope of the ablity granted by the
law to restrain its us. The wider the scope given, the greater the monopoly an IP
owner has. An IPR is a proprietary right which a person may exert over the use of
his own intelligence. In so exerting this right, the person claims for himself a
basic to protect his intelligence from being used by other without his permission.
Through the growth and evolvement of law, this tight has become enforceable
under the law of IPRs almost globally.
dalam wasiatnya, Charles Dickens tidak menjelaskan secara langsung bahwa Hak
Cipta, yang terpisah dari dokumen-dokumen yang telah dikumpulkannya jatuh ke
tangan iparnya. Ini berarti bahwa keuntungan dari penjualan buku tersebut
diterima oleh anak-anaknya, bukan iparnya.
Demikian pula, kebanyakan rezim HKI modern tidak sesuai untuk
memberikan perlindungan terhadap bentuk-bentuk warisan budaya yang tidak
berwujud yang sudah tidak rahasia lagi. Misalnya, Hak Cipta mensyaratkan
identitas dari pengarang-pengarang tertentu, pelestarian karya ke dalam bentuk
nyata, dan hanya menyediakan perlindungan bagi klaim individu daripada
kolektif. Oleh karena itu, karya-karya pedesaan yang bersifat tradisional yang
tidak memiliki karakteristik seperti tersebut di atas tidak dapat dilindungi.
Masalah ini akan dibahas lebih rinci di dalam bab-bab selanjutnya.
Beberapa Negara seperti Amerika telah memperkenalkan Hukum Anti
Monopoli yang mencoba mengisi beberapa jurang pemisah dalam kaitannya
dengan perlindungan yang tidak tercakup dala hokum HKI sehingga penghargaan
dapat diberikan kepada orang-orang yang telah menanamkan modalnya untuk
mendapatkan informasi atau mencipta sesuatu yang untuk alas an-alasan tertentu
tidak dapat dilindungi berdasarkan prinsip-prinsip tradisional HKI. Indonesia
mungkin mempunyai sebuah peraturan yang serupa di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya.
Hukum HKI adalah suatu fenomena yang relative baru bagi hahampir
semua Negara, tidak hanya Negara-negara berkembang. Hukum HKI terpaksa
(dan biasanya gagal) mengikuti perkembangan teknologi yang dibawa oleh para
inventor dan mengikuti perkembangan teknologi computer dan internet sebaga
usaha untuk melindungi kepentingan pencipta. Para hakim juga sering berjuang
untuk menyesuaikan ciptaan dan invensi yang baru ke dalam prinsip-prinsip dasar
dan tradisional muncul dan selalu berubah-ubah dan mengatur antara apa yang
dapat dan apa yang tidak dapat dilindungi. Oleh karena itu, hokum HKI adalah
satu dari cabang hokum yang paling banyak dikritik. Inisiatif untuk mengadakan
pembaharuan terus diusulkan oleh para ahli di seluruh dunia.
C. Manfaat HKI
Dari beberapa pengertian tersebut, HKI merupakan istilah umum hak
eksklusif yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kegiatan intelektual
manusia dan sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis, dan termasuk
ke dalam hak tak berwujud yang memiliki nilai ekonomis (baca JICA Team,
2002: 1). HKI adalah sistem yang memberikan apresiasi kepada para inventor,
pendesain, pencipta dan pemegang karya intelektual lain. Hal ini tidak lain
merupakan insentif (dan tentu saja kompensasi) bagi tumbuhnya karya-karya yang
bermanfaat dan sangat diperlukan oleh masyarakat luas (baca A. Zen Umar Purba,
2001: 1). Inovasi teknologi sebagaimana peningkatan kekuatan ekonomi sangat
dibutuhkan bagi pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri. Inovqasi
teknologi dapat mendatangkan kemakmuran bagi kehidupan masyarakat, dan
pengembangan teknologi mendorong pertumbuhan masyarakat (baca JICA Team,
2003: 1).
5
Menurut Don Tapscot (dalam Andy Noorsaman Sommeng, 2002: 1), HKI
diibaratkan sebagai berikut. The new economy is a knowledge economy and the
key assets of every firm become intellectual assets. Dengan demikian, ekonomi
baru ialah suatu ekonomi pengetahuan. Aset kunci setiap perusahaan adalah asset
intelektual yang dimilikinya.
Kekayaan Intelektual telah berubah dari bidang hukum dan bisnis yang
sepi menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi teknologi tinggi. (New York
Times, 9 April 1999). Pengembangan hak kekayaan intelektual pada hakekatnya
merupakan pengembangan sumber daya manusia (“SDM”). Hal ini disebabkan
oleh karena hak kekayaan intelektual (selanjutnya disingkat HKI) berurusan
dengan produk dan proses yang berkaitan dengan olah pikir manusia. Dengan
pengembangan sistem hak kekayaan intelektual diharapkan akan berkembang pula
SDM terutama terciptanya budaya inovatif dan inventif. Hal ini sangat penting
dikaitkan dengan kenyataan, bahwa walaupun kekayaan atau sumber daya alam
(“SDA”) berlimpah, kita masih “begini-begini” saja bahkan mundur, dan tingkat
kemiskinan makin bertambah (A. Zen Umar Purba, 2002:1).
Hal ini sesuai dengan editorial The Washington Post, 28 April 2001 yang
menyatakan: “… if there is one lesson in the past half century of economic
development, it is that natural resources do not power economies, human
resources do” (jika ada pelajaran selama setengah abad yang lalu mengenai
perkembangan ekonomi adalah bahwa sumber daya alam tidak menggerakkan
ekonomi; sumber daya manusia yang melakukan itu). Hal ini secara singkat dapat
diartikan bahwa Sumber Daya Manusia (yang potensial menghasilkan kekayaan
intelektual) lebih penting daripada Sumber Daya Alam.
Para ahli ekonomi selama bertahun-tahun telah mencoba memberikan
penjelasan mengenai adanya sebagian perekonomian yang dapat berkembang
pesat, ada yang tidak. Secara umum disepakati bahwa HKI memegang peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Akumulasi dari ilmu pengetahuan
merupakan kekuatan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Bagi negara yang
ingin meningkatkan pertumbuhan ekonominya, maka kebijakan-kebijakan
ekonomi yang dibuat haruslah mendorong investasi di bidang penelitian,
pengembangan dan mensubsidi program untuk pengembangan sumber daya
manusia. (Baca Kamil Idris dalam Prihaniwati, 2004:2).
Keberadaan HKI dalam hubungan antar manusia dan antar negara
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu
yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang
mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan
masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa
Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan
masalah HKI (http//:www.dgip.go.id).
Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HKI
yang baik, yaitu (Prihaniwati, 2004:2):
1. Meningkatkan posisi perdagangan dan investasi.,
2. Mengembangkan teknologi,
3. Mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional,
4. Dapat membantu komersialisasi dari suatu invensi,
6
D. Pembidangan HKI
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memang sulit didefinisikan. Namun
demikian dari istilah tersebut dapat diketahui bahwa hak tersebut merupakan hak
yang berasal dari kekayaan intelektual seseorang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa HKI ialah hak milik yang berasal dari kemampuan intelektual
yang di ekspresikan dalam bentuk ciptaan hasil kreativitas melalui berbagai
bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, desain, dan sebagainya.
HKI sebagai terjemahan Intellectual Property Rights (IPR), menurut WIPO (The
World Intellectual Property Organization) secara garis besar meliputi dua cabang
yaitu:
1. Hak Cipta (Copyright), dan
2. Hak Atas Kekayaan Industri (Industrial Property Right) yang terdiri
atas:
a.Paten (Patent)
b. Merek (Mark)
c.Desain Produksi Industri (Industrial Design);
d. Penanggulangan Praktek Persaingaan Curang (Repression of
Unfair Competition Practices).
Selanjutnya, berdasarkan Bab II Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods
(TRIPs), HKI meliputi:
1. Hak Cipta (Copyright) dan Hak-hak yang terkait lainnya;
2. Merek (Mark);
3. Indikasi Geografis (Geographical Indication);
4. Desain Produksi Industri (Industrial Design);
5. Paten (Patent);
6. Rangkaian Elektronika Terpadu (Lay Out Design of Integrated
Circuit);
7. Perlindungan Rahasia Dagang (Undisclosed Information/Trade
Secret);
8. Pengendalian terhadap Praktek Persaingan Curang/tidak sehat
(Repression Unfair Competition Practices).
HKI termasuk hukum kebendaan yang tidak berwujud (intangible assets)
terdiri atas industrial property rights (hak milik perindustrian) dan copyrights
7
2. Paten
Di Indonesia, paten diatur dalam Undang-Undang Paten (UU Nomor 14
Tahun 2001). Berikut ini penulis akan menyajikan beberapa hal pokok
dalam Undang-Undang Paten yang perlu diketahui (Baca pula Prasetyo
Hadi Purwandoko, 1998: 3-4).
a. Paten ialah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor
atas hasil invensinyanya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Jadi obyek
pengaturannya ialah suatu invensi baru di bidang teknologi yang dapat
diterapkan dalam industri.
b. Invensi ialah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik tertentu di bidang teknologi, dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses.
c. Inventor ialah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang
secara bersama-sama melaksanakan ide yang yang dituangkan ke
dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Pemegang Paten yaitu :
1) Inventor sebagai pemilik paten, atau
2) Orang yang menerima hak tersebut dari inventor ,
3) Atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut
di atas.
Pemegang paten tersebut terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Pemegang paten mempunyai hak eksklusif untuk melaksanakan
paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya untuk:
a) Dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimpor,
meyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang
diberi paten.
b) Dalam paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi
paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Kewajiban pemegang paten ialah: melaksanakan paten di
wilayah RI, kecuali apabila pelaksanaan paten secara ekonomis
10
3. Merek
Di Indonesia, Merek diatur dalam Undang-Undang Merek (UU Nomor 15
Tahun 2001. Berikut ini penulis akan menyajikan beberapa hal pokok
dalam Undang-Undang Merek tersebut.
a. Hak atas merek ialah hak khusus yang diberikan negara kepada
pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
menggunakan atas tanda sebagai mereknya atau memberi izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya.
b. Obyek pengaturan merek ialah karya-karya yang berupa tanda (baik
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna)
yang memiliki tanda pembeda dan digunakan pada kegiatan
perdagangan barang dan jasa.
“Memiliki daya pembeda” artinya memiliki kekuatan sebagai tanda
(tidak rumit/tidak sederhana) yang digunakan untuk membedakan hasil
perusahaan satu dengan yang lainnya.
c. Perlindungan merek timbul karena pendaftarannya, dalam arti siapa
saja yang mereknya terdaftar maka dialah yang berhak atas merek
tersebut (Sistem Konstitutif). Masa perlindungan merek 10 tahun
sejak penerima pendaftaran mereki.
d. Pendaftaran merek ditolak apabila :
1) Mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan
merek orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan atau jasa sejenis,
2) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal atau singaktan
nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali telah
mendapatkan peersetujuan tertulis dari yang berhak,
3) Merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang atau simbul atau emblem, dari negara atau
lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan
tertulis pihak yang berwenang,
4) Merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel
resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah,
kecuali atas persetujuan tertulis pihak yang berwenang,
5) Merupakan peniruan atau menyerupai ciptaan orang lain yang
dilndungi hak cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari pemegang
hak cipta itu.
4. Indikasi Geografis dan Indikasi asal
Di Indonesia, Hak atas Indikasi Geografis atau Indikasi Asal diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor
51 Tahun 2007
12
5. Rahasia Dagang
Rahasia dagang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Beberapa hal pokok yang terdapat
dalam Undang-Undang rahasia dagang yang perlu diketahui adalah
sebagai berikut.
a. Hak Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi
karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik Rahasia Dagang.
b. Obyek pengaturan Rahasia Dagang adalah meliputi metode produksi,
metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang
13
DAFTAR PUSTAKA
Ade Maman Suherman. 2005. Aspek Hukum dalam Ekonomi Global. Bogor:
Ghalia Indonesia.
A. Zen Umar Purba,. 2002 Traditional Knowledge Subject Matter For Which
Intellectual Protection is Sought. Paper. WIPO Asia-Pacific Regional
Symposium on Intellectual Property Rights, Traditional
Knowledge and Related Issues, October 17 to 19. Yogyakarta:
WIPO & DGIPR.
16
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan
Budaya Hukum,. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Kartadjoemena. 1998. GATT Dan WTO, System, Forum, dan Lembaga di Bidang
Perdagangan. Jakarta : UI Presss
Tim Lindsey. dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:
PT Alumni.
Richard Burton Simatupang. 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta.
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Raja
Grafindo.