Anda di halaman 1dari 16

1

POKOK-POKOK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


Oleh: Prasetyo Hadi Purwandoko

A. Pendahuluan
Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya merupakan hal baru bagi Indonesia.
Bahkan dapat dikatakan Indonesia ketinggalan 100 tahun lebih dari Negara-negara
maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, maupun Jerman serta Inggris. Negara
Indonesia tidak mempunyai pilihan lain selain harus terlibat dalam bidang
ekonomi global yang memberikan peranan penting pada HKI.
Setelah merdeka (17 Agustus 1845), maka batu tahun 1982 Indonesia
betul-betul memikirkan tentang masalah HKI ini, yaitu dengan diundangkannya
Undang-Undang Hak cipta (UU No. 6 Tahun 1982). Selanjutnya, Negara
Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional secara resmi telah
mengesahkan keikutsertaan dan menerima Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization)
beserta seluruh lampirannya dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997.
Dengan demikian, Indonesia terikat untuk melaksanakan persetujuan tersebut.
Salah satu persetujuan dibawah pengelolaan WTO ialah Agreement Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterteit Goods
(Persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang yang terkait dengan Hak Atas
Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan Barang Palsu), disingkat persetujuan
TRIPs. Persetujuan TRIPs menggunakan prinsip kesesuaian penuh atau “Full
Complience” sebagai syarat minimal bagi pesertanya. Ini berarti Negara-negara
peserta wajib menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional mengenai
HKI secara penuh terhadap perjanjian-perjanjian internasional tentang HKI (Baca
pula Prasetyo Hadi Purwandoko, 1999: 4)
Untuk melaksanakan persetujuan TRIPs tersebut dan sekaligus
membangun system hokum nasional di bidang HKI, Indonesia telah membuat
berbagai kebijakan HKI antara lain di bidang peraturan perundang-undangan HKI
dan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap HKI. Dalam bidang
perundang-undangan, saat ini telah berlaku Undang-Undang nomor 29 tahun 2000
tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang nomor 30 tahun 2000
tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang nomoe 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri, Undang-Undang nomor 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dan Undang-Undang nomor 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta. Di samping itu perundang-undangan bindang HKI tersebut,
telah diratifikasi pula berbagai konvensi atau perjanjian internasional di bidang
HKI sejak tahun 1997 yaitu Konvensi Paris (Perlindungan Paten, Merek, Desain
Produksi, dan Rahasia Dagang) dengan Keppres Nomor 15 Tahun 1997, Traktat
Kerjasama Paten dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1997, Traktat Merek dengan


Disampaikan dalam Sharing tentang HKI/Paten antara P3HKI LPPM UNS dan Anggota Senat
Guru Besar UNS Surakarta, pada Hari Kamis, 15 Juli 2010, di Ruang Sidang 2 Kator Pusat UNS

Dosen Hukum Organisasi Perdagangan Internasional Fakultas Hukum UNS Solo, PD 1
Fakultas Hukum UNS Solo, Reviewer HKI dan Anggota Tim HKI DP2M Dikti Diknas
Kementerian Pendidikan Nasional RI
2

Keppres Nomor 17 Tahun 1997, Konvensi Bem (Perlindungan Hak Cipta) dengan
Keppres Nomor 18 Tahun 1997, Traktat WIPO tentang Hak Cipta dengan
Keppres Nomor 19 Tahun 1997.
Peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual
tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dihadapkan pada
masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang HKI. Oleh karena
itu tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang HKI di lingkungan perlu terus
menerus ditingkatkan melalui berbagai kegiatan sosialisasi kepada masyarakat,
termasuk kepada calon advokat. Adanya pemahaman terhadap HKI maka
masyarakat akan menghargai karya-karya yang dilindungi oleh hokum hak
kekayaan intelektual.

B. Pengertian dan Manfaat Hak Kekayaan Intelektual (HKI)


Secara substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai hak
kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-
karya intelektual tersebud di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun
teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya.a
danya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki
nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka
nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property)
terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan
sebagai assets perusahaan. Dengan demikian, hal ini lahir karena kemampuan
intelektual manusia.
Dalam konvensi World Intellectual property Organization (WIPO), IPR
(HKI) diartikan: Intellectual property right is defined as ”intellectual property
shall include the rights relating lo: leterary, artistic and scientific works,
inventions in all fields of human endeavor, scientific discoveries, industrial
designs, trademarks, service makrs, and commercial names and designations,
protection against unfair competition and all other rights from intellectual
activity in the industrial, scientific or artistic fields” (Article 2)

Selanjutnya dalam Perjanjian TRIPS/World Trade Organization


dinyatakan: “Intellectual property is defined as “The term intellectual property”
refers to all categories of intellevtual property that are subject of section 1
through 7 of part II” (Article 1(2)). And…r, copyright and related rights (Section
1), trademarks (Section 2), geographical indications (Section 3), industrial
designs (Section 4), patents (Section 5), layout designs of integrated circuits
(Section 6), and protection of undisclosed information (Section 7) are stipulated
in the Agreement.

HKI merupakan kekuatan kreatifitas dan inovasi yang diterapkan melalui


ekspresi artistic. Dalam hal ini merupakan sumber daya potensial intelektual
seseorang yang tidak terbatas dan dapat diperoleh oleh semua orang. HKI
merupakan sebuah kekuatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan martabat
seseorang dan masa depan suatu bangsa, secara material, budaya dan social.
3

Di Jepang HKI diartikan sebagai berikut (Sadayuki Hosai, 2001: 2). The
world “intellectual property” is usually used to refer generallyu to mental works
created through intellectual human activities, such as industrial property,
including” a patent, a utility model, a design and a trademark, “and copyright

Dengan demikian, HKI adalah segala sesuatu yang diciptakan melalui


kegiatan intelektual seseorang. HKI juga dapat diartikan sebagai hak milik yang
berasal dari kemampuan intelektual yang diekspresikan dalam bentuk ciptaan
hasil kreativitas melalui berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, sastra, desain dan sebagainya (Lihat juga Muhammad Jumhana dan R
Djubaedillah, 1993: 16, Richard B, SImatupang, 1996: 84-85, Saidin, 1997: 9,
Akira Okawa, 1997: 1)

Zaid Hamzah dalam bukunya yang berjudul “Intellectual Property Law &
Strategy” mengungkapkan (Zaid Hamzah, 2007: 19-121). Intellectual Property is
society’s recognition of intellectual efforts. It is monopoly granted in exchange fot
the contribution of inteellcetual creation to the society. It is an intangible
property. The use IP by third party does not disprove the owne of his right of
enjoyment. As such, an IP right is a right to restian others from using the right.
The extent of this right is dependent upon the scope of the ablity granted by the
law to restrain its us. The wider the scope given, the greater the monopoly an IP
owner has. An IPR is a proprietary right which a person may exert over the use of
his own intelligence. In so exerting this right, the person claims for himself a
basic to protect his intelligence from being used by other without his permission.
Through the growth and evolvement of law, this tight has become enforceable
under the law of IPRs almost globally.

Ditinjau dari cara perwujudannya, HKI sebenarnya berbeda dari objek


berwujud lainnya. Contohnya, Hak Cipta suatu lukisan adalah kekayaan yang
terpisah dan kepemilikan kanvas lukisannya. Jika seseorang membeli sebuah
buku, orang itu memiliki buku tersebut secara fisik, tetapi tidak memiliki Hak
Cipta yang ada di dalam buku yang telah dibeli tersebut.
Hal ini dapat digambarkan dalam kasus yang melibatkan seseorang
pengarang terkenal yang bernama Charles Dickens (Baca Tim Lindsey, 2002: 4-
5). Sebelum meninggal dia telah menulis sebuah buku anak-anaknya dan memilih
tidak menerbitkannya. Di dalam surat wasiatnya, dia memberikan semua dokumen
pribadinya kepada iparnya dan sisa dari tanah-tanahnya diberikan kepada anak-
anaknya. Buku yang ditulisnya tersebut ada di antara dolumen yang diberikan
kepada iparnya. Iparnya berniat untuk menerbitkan buku dan mengambil royalti
dari buku tersebut untuk dirinya sendiri. Anak-anak Charlses Dickens
menuntutnya ke pengadilan, memohon royalti dari penjualan buku tersebut
diberikan kepada mereka. Pengadilan memutuskan bahwa ipar Chalrses Dickens
memiliki dokumen yang diterimanya tetapi bukan Hak Cipta dari dokumen-
dokumen tersebut. Hak Ciptanya jatuh ke tangan anak-anak Charles Dickens. Di
4

dalam wasiatnya, Charles Dickens tidak menjelaskan secara langsung bahwa Hak
Cipta, yang terpisah dari dokumen-dokumen yang telah dikumpulkannya jatuh ke
tangan iparnya. Ini berarti bahwa keuntungan dari penjualan buku tersebut
diterima oleh anak-anaknya, bukan iparnya.
Demikian pula, kebanyakan rezim HKI modern tidak sesuai untuk
memberikan perlindungan terhadap bentuk-bentuk warisan budaya yang tidak
berwujud yang sudah tidak rahasia lagi. Misalnya, Hak Cipta mensyaratkan
identitas dari pengarang-pengarang tertentu, pelestarian karya ke dalam bentuk
nyata, dan hanya menyediakan perlindungan bagi klaim individu daripada
kolektif. Oleh karena itu, karya-karya pedesaan yang bersifat tradisional yang
tidak memiliki karakteristik seperti tersebut di atas tidak dapat dilindungi.
Masalah ini akan dibahas lebih rinci di dalam bab-bab selanjutnya.
Beberapa Negara seperti Amerika telah memperkenalkan Hukum Anti
Monopoli yang mencoba mengisi beberapa jurang pemisah dalam kaitannya
dengan perlindungan yang tidak tercakup dala hokum HKI sehingga penghargaan
dapat diberikan kepada orang-orang yang telah menanamkan modalnya untuk
mendapatkan informasi atau mencipta sesuatu yang untuk alas an-alasan tertentu
tidak dapat dilindungi berdasarkan prinsip-prinsip tradisional HKI. Indonesia
mungkin mempunyai sebuah peraturan yang serupa di dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya.
Hukum HKI adalah suatu fenomena yang relative baru bagi hahampir
semua Negara, tidak hanya Negara-negara berkembang. Hukum HKI terpaksa
(dan biasanya gagal) mengikuti perkembangan teknologi yang dibawa oleh para
inventor dan mengikuti perkembangan teknologi computer dan internet sebaga
usaha untuk melindungi kepentingan pencipta. Para hakim juga sering berjuang
untuk menyesuaikan ciptaan dan invensi yang baru ke dalam prinsip-prinsip dasar
dan tradisional muncul dan selalu berubah-ubah dan mengatur antara apa yang
dapat dan apa yang tidak dapat dilindungi. Oleh karena itu, hokum HKI adalah
satu dari cabang hokum yang paling banyak dikritik. Inisiatif untuk mengadakan
pembaharuan terus diusulkan oleh para ahli di seluruh dunia.

C. Manfaat HKI
Dari beberapa pengertian tersebut, HKI merupakan istilah umum hak
eksklusif yang diberikan sebagai hasil yang diperoleh dari kegiatan intelektual
manusia dan sebagai tanda yang digunakan dalam kegiatan bisnis, dan termasuk
ke dalam hak tak berwujud yang memiliki nilai ekonomis (baca JICA Team,
2002: 1). HKI adalah sistem yang memberikan apresiasi kepada para inventor,
pendesain, pencipta dan pemegang karya intelektual lain. Hal ini tidak lain
merupakan insentif (dan tentu saja kompensasi) bagi tumbuhnya karya-karya yang
bermanfaat dan sangat diperlukan oleh masyarakat luas (baca A. Zen Umar Purba,
2001: 1). Inovasi teknologi sebagaimana peningkatan kekuatan ekonomi sangat
dibutuhkan bagi pertumbuhan masyarakat dan pengembangan industri. Inovqasi
teknologi dapat mendatangkan kemakmuran bagi kehidupan masyarakat, dan
pengembangan teknologi mendorong pertumbuhan masyarakat (baca JICA Team,
2003: 1).
5

Menurut Don Tapscot (dalam Andy Noorsaman Sommeng, 2002: 1), HKI
diibaratkan sebagai berikut. The new economy is a knowledge economy and the
key assets of every firm become intellectual assets. Dengan demikian, ekonomi
baru ialah suatu ekonomi pengetahuan. Aset kunci setiap perusahaan adalah asset
intelektual yang dimilikinya.
Kekayaan Intelektual telah berubah dari bidang hukum dan bisnis yang
sepi menjadi salah satu mesin penggerak ekonomi teknologi tinggi. (New York
Times, 9 April 1999). Pengembangan hak kekayaan intelektual pada hakekatnya
merupakan pengembangan sumber daya manusia (“SDM”). Hal ini disebabkan
oleh karena hak kekayaan intelektual (selanjutnya disingkat HKI) berurusan
dengan produk dan proses yang berkaitan dengan olah pikir manusia. Dengan
pengembangan sistem hak kekayaan intelektual diharapkan akan berkembang pula
SDM terutama terciptanya budaya inovatif dan inventif. Hal ini sangat penting
dikaitkan dengan kenyataan, bahwa walaupun kekayaan atau sumber daya alam
(“SDA”) berlimpah, kita masih “begini-begini” saja bahkan mundur, dan tingkat
kemiskinan makin bertambah (A. Zen Umar Purba, 2002:1).
Hal ini sesuai dengan editorial The Washington Post, 28 April 2001 yang
menyatakan: “… if there is one lesson in the past half century of economic
development, it is that natural resources do not power economies, human
resources do” (jika ada pelajaran selama setengah abad yang lalu mengenai
perkembangan ekonomi adalah bahwa sumber daya alam tidak menggerakkan
ekonomi; sumber daya manusia yang melakukan itu). Hal ini secara singkat dapat
diartikan bahwa Sumber Daya Manusia (yang potensial menghasilkan kekayaan
intelektual) lebih penting daripada Sumber Daya Alam.
Para ahli ekonomi selama bertahun-tahun telah mencoba memberikan
penjelasan mengenai adanya sebagian perekonomian yang dapat berkembang
pesat, ada yang tidak. Secara umum disepakati bahwa HKI memegang peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi saat ini. Akumulasi dari ilmu pengetahuan
merupakan kekuatan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Bagi negara yang
ingin meningkatkan pertumbuhan ekonominya, maka kebijakan-kebijakan
ekonomi yang dibuat haruslah mendorong investasi di bidang penelitian,
pengembangan dan mensubsidi program untuk pengembangan sumber daya
manusia. (Baca Kamil Idris dalam Prihaniwati, 2004:2).
Keberadaan HKI dalam hubungan antar manusia dan antar negara
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu
yang given dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang
mengarah ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan
masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa
Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan
masalah HKI (http//:www.dgip.go.id).
Secara umum ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem HKI
yang baik, yaitu (Prihaniwati, 2004:2):
1. Meningkatkan posisi perdagangan dan investasi.,
2. Mengembangkan teknologi,
3. Mendorong perusahaan untuk bersaing secara internasional,
4. Dapat membantu komersialisasi dari suatu invensi,
6

5. Dapat mengembangkan sosial budaya, dan dapat menjaga reputasi


internasional untuk kepentingan ekspor.
Menjelang era perdagangan bebas masalah HKI telah menjadi isu yang
strategis. Adanya globalisasi ekonomi terutama bidang perdagangan dan industri
berarti pula globalisasi HKI. Hal ini mengakibatkan negara-negara berkembang
akan menjadi sasaran penerapan HKI milik negara-negara maju. Berdasarkan
hasil penelitian para ahli UNESCO ternyata negara-negara majulah yang telah
mendahulukan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Dengan demikian, HKI
mempunyai peran yang sangat penting di dunia internasional. Oleh karena itu,
setiap negara wajib melindungi kreasi manusia (human creativity) untuk lebih
mendorong kemajuan di bidang IPTEK dan seni.

D. Pembidangan HKI
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memang sulit didefinisikan. Namun
demikian dari istilah tersebut dapat diketahui bahwa hak tersebut merupakan hak
yang berasal dari kekayaan intelektual seseorang. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa HKI ialah hak milik yang berasal dari kemampuan intelektual
yang di ekspresikan dalam bentuk ciptaan hasil kreativitas melalui berbagai
bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, desain, dan sebagainya.
HKI sebagai terjemahan Intellectual Property Rights (IPR), menurut WIPO (The
World Intellectual Property Organization) secara garis besar meliputi dua cabang
yaitu:
1. Hak Cipta (Copyright), dan
2. Hak Atas Kekayaan Industri (Industrial Property Right) yang terdiri
atas:
a.Paten (Patent)
b. Merek (Mark)
c.Desain Produksi Industri (Industrial Design);
d. Penanggulangan Praktek Persaingaan Curang (Repression of
Unfair Competition Practices).
Selanjutnya, berdasarkan Bab II Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods
(TRIPs), HKI meliputi:
1. Hak Cipta (Copyright) dan Hak-hak yang terkait lainnya;
2. Merek (Mark);
3. Indikasi Geografis (Geographical Indication);
4. Desain Produksi Industri (Industrial Design);
5. Paten (Patent);
6. Rangkaian Elektronika Terpadu (Lay Out Design of Integrated
Circuit);
7. Perlindungan Rahasia Dagang (Undisclosed Information/Trade
Secret);
8. Pengendalian terhadap Praktek Persaingan Curang/tidak sehat
(Repression Unfair Competition Practices).
HKI termasuk hukum kebendaan yang tidak berwujud (intangible assets)
terdiri atas industrial property rights (hak milik perindustrian) dan copyrights
7

(Hak Cipta). Berdasarkan realita, sulit untuk membedakan pembagian tersebut


karena sering menyatu satu sama lain dalam suatu produk atau obyek tertentu
(baca Insan Budi Maulana, 2007: 6).
Di Indonesia, cabang HKI yang diatur dalam perundang-undangan
nasional sampai saat ini adalah Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia
Dagang, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Pengertian dan perlindungan hukum bidang-bidang HKI tersebut di
Indonesia antara lain sebagai berikut.
1. Hak Cipta
Di Indonesia, Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta
(UU No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7
Tahun 1987, dan terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 1997).
Pada bulan Juli tahun 2002 lahirlah UU Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta... Berikut ini penulis akan menyajikan beberapa
hal pokok dalam Undang-Undang Hak Cipta (UHC) yang perlu
diketahui.
a.Hak Cipta ialah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau
memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perUndang-Undangan yang
berlaku. Hak ini memberikan perlindungan khusus kepada
pencipta atas karyanya (ciptaanya) dalam lapangan ilmu, seni,
dan sastra. Perlindungan hak cipta timbul bukan karena
pendaftarannya melainkan karena pengumuman pertama kali.
b. Pencipta ialah Seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama yang atas inpirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi. Pendaftaran ciptaan di duga atau dianggap pemohon
sebagai penciptanya kecuali sebaliknya. Namun, perlindungan
hak cipta timbul bukan karena pendaftarannya, melainkan karena
pengumuman pertama kali.
c.Ciptaan ialah hasil karya setiap pencipta dalam bentuk yang khas
dan menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni dan sastra. Ciptaan inilah yang menjadi objek pengaturan
hak cipta.
d. Ciptaan yang dilindungi antara lain meliputi :
1) Buku, program komputer pamflet, susuanan perwajahan
(lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lainnya.
2) Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang sejenis
dengan itu.
3) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan.
4) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
8

5) Drama atau drama musical, tari , kareografi, pewayangan,


pantomin.
6) Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni
terapan yang berupa kerajinan tangan.
7) Arsitektur.
8) Peta.
9) Seni batik.
10) Fotografi.
11) Sinematografi.
12) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan
karya lainnya hasil pengalihwujudan. Ciptaan ini dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi hak
cipta atau ciptaan lainnya.
e.Pemegang Hak Cipta ialah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau
orang yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain
yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
f. Masa berlakunya Hak Cipta :
1) Selama hidup sampai 50 tahun setelah meninggal, untuk
ciptaan :
a) Buku, pamlet, dan semua hasil karya tulis lainnya;
b) Drama atau drama nusikal, tari, kareografi
c) Segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan
seni patung;
d) Seni batik
e) Arsitektur;
f) Ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
g) Alat peraga
h) Peta;
i) Terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai
2) 50 tahun sejak pertama kali diumumkan :
a) Program komputer;
b) Sinematografi;
c) Fotografi;
d) Database; dan
e) Karya hasil pengalihwujudanpertunjukkan;
f) Karya siaran. Berlaku pula bila dimiliki/dipegang oleh
badan hukum.
g. Lisensi (Pasal 45)
Pemegang hak cipta berhak memberi lisensi kepada pihak lain
berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan
perbuatan Pasal 2, yaitu : memberi ijin atau melarang kepada
orang lain menyewakan ciptaannya bagi kepentingan komrsial.
Ini berlaku pula bagi produser rekaman suara.
h. Pencipta tidak diketahui maka hak cipta dipegang negara untuk
kepentigan pencipta.
9

i. Pencipta tidak diketahui maka hak cipta tertera nama samaran


tetapi sudah diterbitkan maka hak cipta dipegang penerbit untuk
kepentingan pencipta.
j. Tidak ada hak cipta atas :
a) Hasil rapat terbuka Lembaga Tertingi Negara, dan lembaga
lainnya;
b) Peraturan Perundang-undangan;
c) Putusan pengadilan dan penetapan hakim;
d) Pidato kenegaraan atau pidato pejabat.

2. Paten
Di Indonesia, paten diatur dalam Undang-Undang Paten (UU Nomor 14
Tahun 2001). Berikut ini penulis akan menyajikan beberapa hal pokok
dalam Undang-Undang Paten yang perlu diketahui (Baca pula Prasetyo
Hadi Purwandoko, 1998: 3-4).
a. Paten ialah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor
atas hasil invensinyanya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Jadi obyek
pengaturannya ialah suatu invensi baru di bidang teknologi yang dapat
diterapkan dalam industri.
b. Invensi ialah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik tertentu di bidang teknologi, dapat
berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses.
c. Inventor ialah seseorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang
secara bersama-sama melaksanakan ide yang yang dituangkan ke
dalam kegiatan yang menghasilkan invensi.
Pemegang Paten yaitu :
1) Inventor sebagai pemilik paten, atau
2) Orang yang menerima hak tersebut dari inventor ,
3) Atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut
di atas.
Pemegang paten tersebut terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
Pemegang paten mempunyai hak eksklusif untuk melaksanakan
paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya untuk:
a) Dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimpor,
meyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk
dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang
diberi paten.
b) Dalam paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi
paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Kewajiban pemegang paten ialah: melaksanakan paten di
wilayah RI, kecuali apabila pelaksanaan paten secara ekonomis
10

hanya layak dibuat untuk sekala regional dengan persetujuan


kantor paten.
d. Suatu invensi dianggap baru apabila pada saat permintaan paten
invensi tersebut tidak sama atau tidak merupakan bagian dari invensi
terdahulu.
e. Setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan memiliki kualitas
invensi yang sederhana tetapi mempunyai nilai kegunaan praktis
disebabkan karena bentuk, konfigurasi, kontruksi atau komponennya
dapat memperoleh perlidnungan hukum dalam bentuk Paten
Sederhana.
f. Paten tidak diberikan untuk :
1) Invensi tentang proses atau produk yang pengumuman dan
penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan
perUndang-Undangan yang berlaku, ketertiban umum atau
kesusilaan;
2) Invensi tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan
pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan atau,
tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau
berkaitan dengan metode tersebut;
3) Invensi tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan
metematika.
4) Invensi tentang semua makhluk hidup kecuali jasa renik
5) Invensi tentang proses biologis yang esensial untuk memproduksi
tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses
mikrobiologis.
g. Jangka waktu paten ialah 20 tahun sejak tanggal penerimaan
permintaan paten. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten
dicatat dalam Daftar Umum dan diumumkan dalam Berita Resmi
Paten. Janga waktu Paten. Jangka waktu ini tidak dapat diperpanjang.
Selanjutnya , jangka waktu paten sederhana 10 tahun sejak tanggal
diberikannya Surat Paten Sederhana.
h. Lisensi Wajib dapat diberikan apabila dapat membuktikan secara
meyakinkan:
1) Paten tidak dilaksanakan di Indonesia atau tidak dilaksanakan
sepenuhnya di Indonesia,
2) Mampu melaksanakan sendiri paten yang bersangkutan secara
penuh,
3) Mempunyai fasilitas sendiri untuk melaksanakan paten yang
bersangkutan secepatnya,
4) Telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu
yang cukup untuk mendapatkan lisensi dari pemegang paten atas
dasar persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak memperoleh
hasil.
Selanjunya, apabila direktorat Jenderal HKI berpendapat bahwa
paten tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala
11

ekonomi yang layak dan dapat memberi kemanfaatan kepada


sebagian besar masyarakat.
Hal penting dalam paten ialah mengenai perlindungan hukum hak paten,
Dalam hal ini perlindungan hak paten timbul karena pendaftarannya atas
dasar permintaan (Sistem Konstitutif).

3. Merek
Di Indonesia, Merek diatur dalam Undang-Undang Merek (UU Nomor 15
Tahun 2001. Berikut ini penulis akan menyajikan beberapa hal pokok
dalam Undang-Undang Merek tersebut.
a. Hak atas merek ialah hak khusus yang diberikan negara kepada
pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk
menggunakan atas tanda sebagai mereknya atau memberi izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya.
b. Obyek pengaturan merek ialah karya-karya yang berupa tanda (baik
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna)
yang memiliki tanda pembeda dan digunakan pada kegiatan
perdagangan barang dan jasa.
“Memiliki daya pembeda” artinya memiliki kekuatan sebagai tanda
(tidak rumit/tidak sederhana) yang digunakan untuk membedakan hasil
perusahaan satu dengan yang lainnya.
c. Perlindungan merek timbul karena pendaftarannya, dalam arti siapa
saja yang mereknya terdaftar maka dialah yang berhak atas merek
tersebut (Sistem Konstitutif). Masa perlindungan merek 10 tahun
sejak penerima pendaftaran mereki.
d. Pendaftaran merek ditolak apabila :
1) Mempunyai persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan
merek orang lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang
dan atau jasa sejenis,
2) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal atau singaktan
nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali telah
mendapatkan peersetujuan tertulis dari yang berhak,
3) Merupakan peniruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang atau simbul atau emblem, dari negara atau
lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan
tertulis pihak yang berwenang,
4) Merupakan peniruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel
resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah,
kecuali atas persetujuan tertulis pihak yang berwenang,
5) Merupakan peniruan atau menyerupai ciptaan orang lain yang
dilndungi hak cipta, kecuali atas persetujuan tertulis dari pemegang
hak cipta itu.
4. Indikasi Geografis dan Indikasi asal
Di Indonesia, Hak atas Indikasi Geografis atau Indikasi Asal diatur dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor
51 Tahun 2007
12

Indikasi Geografis ialah tanda yang menunjukkan daerah asal barang


atau jasa karena faktor geografis, termasuk alam atau faktor manusia, atau
kombinasi keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang
yang dihasilkan
Indikasi asal semata-mata menunjukkan asal suatu barang.
Tanda ialah nama tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya
yang menunjukkan asal tempat dihasilkannya barang yang dilindungi
oleh Indikasi-geografis.
Barang dapat berupa hasil pertanian, produk olahan, hasil kerajinan
tangan, atau barang lainnya
Tanda dilindungi sebagai Indikasi-geografis apabila telah terdaftar dalam
Daftar Umum Indikasi-geografis di Direktorat Jenderal.
Indikasi-geografis terdaftar tidak dapat berubah menjadi milik umum.
Tanda hanya dapat dipergunakan pada barang yang memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam Buku Persyaratan
Indikasi Geografis dilindungi sebagai hak yang berkaitan dengan tanda
yang menunjukkan daerah asal barang atau jasa karena faktor geografis,
termasuk alam atau faktor manusia, atau kombinasi keduanya memberikan
ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan (Prasetyo Hadi
Purwandoko, 1999: 19).
Indikasi Geografis mendapat perlindungan setelah terdaftar atas
permintaan:
a. Lembaga yang memiliki masyarakat di daerah yang memproduksi
barang, yang terdiri atas :
1) Pihak yang mengusahakan barang-barang yang merupakan hasil
alam atau kekayaan alam;
2) Produsen barang-barang pertanian;
3) Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri;
4) Pedagang yang menjual barang-barang tersebut.
b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu.
c. Kelompok konsumen barang-barang tersebut.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas berlaku juga bagi indikasi asal tetapi
tidak didaftarkan. Dalam indikasi asal semata-mata menunjukkan asal
suatu barang atau jasa.

5. Rahasia Dagang
Rahasia dagang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Beberapa hal pokok yang terdapat
dalam Undang-Undang rahasia dagang yang perlu diketahui adalah
sebagai berikut.
a. Hak Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi
karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik Rahasia Dagang.
b. Obyek pengaturan Rahasia Dagang adalah meliputi metode produksi,
metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang
13

teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak


diketahui oleh masyarakat umum.
c. Perlindungan rahasia dagang timbul berdasarkan Undang-Undang
rahasia dagang.
d. Rahasia dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
1) Pewarisan;
2) Hibah;
3) Wasiat;
4) Perjanjian tertulis; atau
5) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.
6. Desain Industri
Desain Industri ialah karya-karya yang pada dasarnya merupakan pola
(pattern) yang digunakan untuk membuat atau memproduksi barang-
barang secara berulang-ulang dan lebih banyak mengandung aspek
estetika produk. Ciri-ciri pokoknya ialah kemampuannya untuk
digunakannya secara berulang-ulang dalam kegiatan. proses industri dan
mengandung estetika produk. Apabila ciri-ciri pokok ini ada pada karya
seseorang atau sekelompok orang maka termasuk karya yang dapat
dilindungi sebagai Desain Produk Industri.
Saat ini di Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang yang mengatur,
yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
Hal-hal pokok yang perlu diketahui dalam Undang-Undang tersebut
adalah sebagai berikut.
a. Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan
daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri,
atau kerajinan tangan.
b. Pendesain adalah seorang atau beberapa oarang yang menghasilkan
Desain Industri.
c. Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasina untuk selama
waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
d. Obyek yang dilindungi oleh Desain Industri adalah untuk Desain
Industri yang baru.
e. Hak Desain Industri diberikan atas dasar permohonan.
f. Pemegang hak Desain Industri adalah pendesain atau yang menerima
hak tersebut dari pendesain.
g. Permohonan pendaftaran Desain Industri dengan syarat-syarat antara
lain :
1) permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke
Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang.
14

2) Permohonan sebagaimana dimaksud diatas ditandatangani oleh


pemohon.
3) Permohonan harus memuat :
a) Tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
b) Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan;
c) Nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan pemohon;
d) Nama, alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan
melalui kuasa;
e) Nama negara dan tanggal penerimaan permohonan yang
pertama kali, dalam hal permohonan diajukan dengan hak
prioritas.
f) Permohonan tersebut dilampiri :
(1) Contoh fisik gambar atau foto dsn uraiam dari desain
Industri yang dimohonkan pendaftarannya;
(2) Surat kuasa khusus, dalam hal permohonan diajukan
melalui Kuasa;
(3) Surat pernyataan bahwa desain industri yang dimohonkan
pendaftarannya adalah milik pemohon atau milik
pendesain.
g) Dalam hal permohonan diajukan secara bersama-sama oleh
lebih dari satu pemohon, permohonan tersebut ditandatangai
oleh salah satu pemohon dengan melampirkan persetujuan
tertulis dari pemohon lain.
h) Dalam hal permohonan diajukan oleh bukan pendesain,
permohonan harus disertai dengan pernyataan yang dilengkapi
dengan bukti yang cukup bahwa pemohon berhak atas Desain
Industri yang bersangkutan.
i) Ketentuan tentang tata cara permohonan diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Perlu diketahui pula bahwa setiap permohonan hanya bisa
diajukan untuk satu Desain Industri, atau beberapa Desain
Industri yang merupakan satu kesatuan Desain Industri atau
yang memiliki kelas yang sama.
7. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Ketentuan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu. Hal-hal yang perlu diketahui dapat penulis sampaikan sebagi
berikut.
a. Sirkuit Tata Letak terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau
setangah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif,
yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara
terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan
untuk menghsilkan fungsi elektronik.
b. Hak Desain Tata Letak Sirkuit diberikan untuk Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu yang orisinil.
15

c. Desain tersebut dinyatakan orisinil bila desain tersebut merupakan


hasil karya mandiri pendesain, dan pada saat Desain Tata Letak Sirkuti
Terpadu tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi
para pendesain.
d. Jangka waktu perlindungannya adalah selama 10 tahun sejak
permohonan diajukan.
e. Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu diberikan atas dasar
permohonan.
f. Syarat-syarat permohonan pendaftaran sama seperti permohonan
pendaftaran Desain Industri.

DAFTAR PUSTAKA

AusAID. 2001. Intellectual Property Law (Elementary)

AusAID. 2001. , Intellectual Property Law (Patent and Design)

Ade Maman Suherman. 2005. Aspek Hukum dalam Ekonomi Global. Bogor:
Ghalia Indonesia.

Akira Okawa. 1997. Major Provisions under WTO-TRIPs Agreement. Paper.


Industrial Property Rights Training Course for Management.
Tokyo. Japan : JIII & AOTS.

Anonim. 1994. Kompilasi Undang-Undang Republik Indonesia di Bidang


Hak Kekayaan Intelektual. Tangerang : Ditjen HKI Depkeh &HAM
RI dan JICA

----------1994. Agreement Establishing The World Trade Organization.


Marrakesh, 15 April 1994

----------. 1997. Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights


(TRIPs Agreement) (1994). GENEVA : WIPO.

.________1994. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun


1994 Tentang Pengesahan Agreement (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia). Jakarta: Sekretariat Negara RI.

A. Zen Umar Purba,. 2002 Traditional Knowledge Subject Matter For Which
Intellectual Protection is Sought. Paper. WIPO Asia-Pacific Regional
Symposium on Intellectual Property Rights, Traditional
Knowledge and Related Issues, October 17 to 19. Yogyakarta:
WIPO & DGIPR.
16

Bambang Kesowo. 1997. “Implementasi Persetujuan TRIP’s dalam Hukum Hak


Atas Kekayaan Intelektual Nasional”. Makalah. Disampaikan dalam
Seminar Nasional Perlindungan Konsumen dalam Era Pasar Bebas
tanggal 15 Maret 1997 di Fakultas Hukum UNS. Surakarta: Fakultas
Hukum UNS.

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsuddin. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan
Budaya Hukum,. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ok Saidin. 2004. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelectual Property


Rights), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kartadjoemena. 1998. GATT Dan WTO, System, Forum, dan Lembaga di Bidang
Perdagangan. Jakarta : UI Presss

Prasetyo Hadi Purwandoko. 1999. Implikasi Ketentuan Agreement on TRIPs


bagi Indonesia.. Yustisia No 47 Tahun XIII September - Nopember.
Surakarta: Fak. Hukum UNS.
-----------.1998. Selayang Pandang Hak Cipta Merek dan Paten. Makalah.
Disampaikan dalam Pelatihan Kewirausahaan Calon Pengusaha Muda
Terdidik Alumni UNS pada bulan September 1998.
-----------------.1999. Merek Suatu Telaah Singkat. Makalah. Disampaikan
dalam Pelatihan HaKI bagi Mahasiswa dan Dosen UNS yang memiliki
Karya Inovatif tanggal 1-2 Juli 1999.
-------------.1999.. Merek dan Perlindungan Hukumnya. Harian Umum Pos
Kita Solo 5 Oktober 1999.
Rachmadi Usman. 200., Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan
Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: PT Alumni.

Tim Lindsey. dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:
PT Alumni.

Richard Burton Simatupang. 1996. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka
Cipta.

Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Raja
Grafindo.

Zaid Hamzah. 2006 Intellectual Property Law & Strategy. Singapore:


Thomson/Sweet&Maxwell Asia

Anda mungkin juga menyukai