Abstrak. Etika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membahas mengenai apa yang baik dan buruk, yang benar dan salah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana masyarakat Islam berbisnis menggunakan teori etika bisnis yang Islami, lebih
ditekankan di sini retorika beretika khususnya dalam berbisnis, juga untuk mengetahui konsep etika bisnis Barat dan proses
Islamisasi lalu setelah itu hasil dari proses Islamisasi tersebut. Konsep Islamisasinya menggunakan proses Islamisasi Syed
Muhammad Naquib al-Attas. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data-data yang ada dari kajian jurnal,
buku serta sumber lain yang relevan terhadap permasalahan. Hasil penelitian dipeoleh bahwa perlunya Islamisasi etika bisnis yang
digunakan oleh masyarakat Islam itu sendiri dan semua harus berlandaskan Unity (tauhid). Etika bisnis yang diambil dalam Islam
yaitu dalam unsur metafisis (visi ketuhanan) adalah sebagai hal penting dari perbuatan manusia itu sendiri, padahal memang sejatinya
hal tersebut menjadi spirit utama dari setiap tingkah laku manusia sebagai konsekuensi logis atas dan kehampaan dan kekhilafannya.
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan kerugiannya (benefit and lost), dengan menciptakan
itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tambahan manfaat (benefit maximization) dan
tindakan itu. Teologi merupakan sebuah studi tentang mengurangi kerugian (lost minimization) atas produk
gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, atau usaha yang dilakuakan (Badroen, 2006). Dari
rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sinilah Barat mengemukakan bahwa tidak akan
sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam menerima apabila terdapat suatu hal yang merugikan
suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, pelaku bisnis dan hanya mengedepankan manfaat untuk
teleology merupakan sebuah studi filosofis mengenai dirinya serta akan meminimalisir sebuah kerugian, atau
bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam artian lain tidak ingin rugi dalam berbisnis.
dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleology merupakan Kelemahan etika utilitarianisme (Keraf, 1998),
ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan antara lain adalah pertama, manfaat merupakan konsep
“kebijaksanaan” objektif di luar manusia. Contoh dari yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis
etika teleology: setiap agama mampunyai Tuhan dan malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.
kepercayaan yang berbeda dan karena itu aturan yang Karena, manfaat bagi manusia berbeda antara satu orang
ada di setiap agama pun berbeda-beda. dengan orang yang lain. Kedua, persoalan klasik yang
Diantaranya adalah teori yang dikembangkan oleh lebih filosofis sifatnya adalah bahwa etika
Jeremy Bentham (w. 1873) dan John Stuart Mill (w. utilitarianisme tidak pernah mengganggap serius nilai
1873) seorang filusuf Inggris penting abad ke-19 suatu tindakan pada dirinya sendiri, dan hanya
mendasarkan pada konsep utility (manfaat) yang memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan
kemudian disebut Utilitarianism. Jeremy Bentham dengan akibatnya. Ketiga, dalam kaitan dengan itu,
adalah filusuf pertama yang mengutarakan mengenai etika utilitarianisme tidak pernah mengganggap serius
teori utilitarianisme ia mengatakan bahwa kebahagiaan kemauan atau motivasi baik seseorang. Keempat,
itu sama dengan kenikmatan dan bebas dari rasa sakit. variable yang dinilai tidak semuanya bias dikuantifikasi.
Ia menggandengkan utilitarianisme dengan hedonism. Karena itu, sulit sekali mengukur dan
Kemudian, utilitarianisme ini dilanjutkan oleh memperbandingkan keuntungan dan kerugian hanya
keponakannya sendiri, yaitu John Stuart Mill (Azmy, berdasarkan variable yang ada. Kelima, seandainya
2012). Belum begitu jelas konsep kebahagiaan, ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling
kenikamatan serta bebas dari rasa sakit yang seperti apa. bertentangan, ada kesulitan cukup besar untuk
Teori ini mengarahkan kita dalam pengambilan menentukan prioritas di antara kegiatannya. Keenam,
keputusan etika dengan pertimbangan manfaat terbesar kelemahan paling pokok dari etika utilitarianisme
bagi banyak pihak sebagai hasil akhirnya (the greatest adalah bahwa utilitarianisme membenarkan hak
good for the greatest number) yang artinya adalah kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi
bahwa hal yang benar didefinisi sebagai hal yang kepentingan mayoritas (kriteria ketiga).
memaksimalisasikan apa yang baik atau meminimalisir Teori selanjutnya yang terdapat dalam Barat dari
apa yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Semakin system teologi yakni Keadilan Distribusi (Distributive
bermanfaat pada semakin banyak orang, perbuatan itu Justice) atau keadilan yang berdasarkan pada konsep
semakin etis. Utilitarianism (dalam kata utilis berarti Fairness yang dikembangkan oleh John Rawls, seorang
manfaat) sering disebut pula dengan aliran filusuf kontemporer dari Harvard University. Perbuatan
konsekuensialisme karena dangat berorientasi pada hasil disebut etis bila menjunjung keadilan distribusi barang
perbuatan (Badroen, 2006). dan jasa yang berdasarkan pada konsep “fairness”.
Disini Barat hanya sebatas meraih suatu manfaat “setiap orang memiliki hak yang sama terhadap
sebanyak-banyaknya tanpa ingin mendapatkan suatu kebebasan asasi, dan bila terjadi ketidakadilan maka
kerugian, jadi semakin banyak menghasilkan manfaat kaum yang tertinggallah yang harus diuntungkan
kepada masyarakat maka semakin etis. Dari sini terlihat olehnya”. Inilah prinsip yang harus tertanam di dalam
bahwa sejauh mana manfaat yang didapat oleh institusi-institusi social bila keadilan sosial sungguh
masyarakat dan sejauh mana pula pebisnis atau pelaku diwujudkan. “Justice is the first virtue of social
bisnis ini memberikan manfaat yang banyak, lalu institutions, as truth is of systems of thought”, kata
bagaimana takaran manfaat dalam konteks Barat yang Rawls (Anggara, 2013). Adalah Robert Nozik yang
sesungguhnya. Contoh dalam distribusi, semakin melakukan kritik terhadap prinsip “keadilan
banyak mendistribusikan barang, maka semakin etis. distributive”. Menurutnya, keadilan distributif alam
Karena dia bisa atau mampu menghasilkan barang lebih Theory of Justice menafikan sejarah kepemilikan,
banyak dari yang lain. Disini terdapat hedonisme dilihat dimana segala apa yang dimiliki memiliki sejarah tidak
dari kemewahan dia, bahagianya diukur dengan hadir secara tiba-tiba. Namun demikian, Nozick tetap
pendistribusiannya yang sudah sangat banyak melimpah mengungkapkan apresiasi besarnya terhadap karya
ruah. Rawls dalam ungkapan: “A Theory of Justice sebuah
Ala Barat dijelaskan oleh Widigdo Sukarman bahwa karya filsafat politik dan filsafat moral yang kuat,
setiap orang yang ingin menghasilkan produk atau mendalam, stabil, luas, sistematik, yang tidak pernah
mendirikan kegiatan usaha akan dituntut untuk terlihat lagi semenjak karya-karya John Stuart Mil atau
mempertimbangkan aspek-aspek manfaat dan sebelumnya. Buku ini merupakan sumber mata air ide-
NURKHOLIFAH & KUSUMASTUTI – Islamisasi Etika Bisnis 417
ide, terintegrasi bersama dalam satu kesatuan yang paling pertama dan menadi kondisi dari segalanya (Kant,
bagus. Para pemikir filsafat politik sekarang, harus 1998).
bekerja di dalam teori Rawls atau harus menjelaskan Pertama yang dibahas adalah Teori Keutamaan
mengapa tidak (Nozik, 1974). Ini adalah kritikan Robert (Virtue Ethics), dasar teori keutamaan bukanlah “aturan
Nozick terhadap teori distribusi John Rawls. atau prinsip yang secara universal benar atau diterima”,
Tidak ada batasan dalam berpendapat, dan lain-lain. namun “apa yang paling baik bagi manusia untuk
Disini, suatu perbuatan adalah etikal bila berakibat hidup”. Dasar teori ini adalah tidak menyoroti perbuatan
pemerataan atau kesamaan kesejahteraan dan beban. manusia semata, namun seluruh manusia sebagai pelaku
Sehingga konsep ini berfokus kepada metode moral. Memandang sikap dan akhlak seseorang: adil,
distribusinya. Distribusi sesuai bagiannya, jujur, murah hati, dan lain-lain sebagai keseluruhan
kebutuhannya, usahanya, sumbangan sosialnya dan (Kant, 1998). Dari sini diketahui bahwa perbuataan
sesuai merit (jasa) nya, dengan ukuran hasil yang dapat manusia terpisahkan dengan akhlak atau etika itu sendiri.
meningkatkan kerja sama dalam atau antara anggota Sedangkan seseorang itu berbuat maka disitu pula
masyarakat (Badroen, 2006). Berarti dalam kesimpulan terdapat sebuah etika. Ada hal yang mengesampingkan
ini, seseorang dikatakan beretika bila mengedapankan moralitasnya. Sejatinya, moral etika adalah akhlaq yang
keadilan dalam pendistribusian barang ataupun jasa. mana tidak akan pernah bisa lepas dari diri manusia,
Jika seseorang sudah berlaku adil terhadap peruntukkan seperti contoh melaksanakan tugas juga tidak boleh
atau pendistribusian barang atau jasa, berarti sudah kemudian melepaskan moralitas, tapi justru moral itu
dikatakan beretika. Disini, hanya membahas sebatas sendiri sudah ada dalam jiwa manusia. Teori ini tidak
keadilan dalam distribusi saja. Tidak dengan ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau
menjelaskan bagainama perilaku dia yang jujur atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa
mendistribusikan tersebut. Tidak menjelaskan tentang didefinisikan sebagai berikut: disposisi watak yang telah
bagaimana konsep dalam mendistribusiakan tersebut, diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
apakah berlandaskan Ilahiyyat dan keTuhanan. bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan:
Kedua, System Etika deontologi, di antaranya teori- kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras. Hidup yang
teori yang dikembangkan oleh Immanuel Kant (w. 1804) baik misalnya, merupakan suatu keutamaan yang
seorang filusuf Jerman, prespektif agama (hukum abadi), membuat seseorang mengambil keputusan tepat dalam
teori Virtue (keutamaan). Dari kata Deon yang berarti satu situasi.
tugas atau kewajiban. Apabila sesuatu dilakukan Kedua adalah Hukum Abadi (Etrenal Law), dasar
berdasarkan kewajiban, maka ia melepaskan sama dari teori ini adalah bahwa perbuatan etis harus
sekali moralitas dari konsekuensi perbuatannya. Jadi, berdasarkan ajaran kitab suci dan alam, namun
keputusan menjadi baik karena memang sesuai dengan permasalahan timbul karena kemudian agama
“kewajiban”, dan diangap buruk karena memang menganjurkan meninggalkan keduaniawian dengan
“dilarang”. Prinsip dasar konsep ini adalah tugas (duty) meditasi (kegiatan spiritual saja) untuk menjadi orang
individu untuk mensejahterakan sesama dan sempurna (Kant, 1998). Disini hanya sebatas
kemanusiaan. Typical penganut pendekatan ini adalah mengajarkan ajaran kitab suci dan alam saja, tanpa
orang-orang beragama (ikut ketentuan/kewajiban dalam mempelajari kehidupan yang ada disekitar. Karena
agama) dan orang hukum (Badroen, 2006). Jika dalam sejatinya, kita tidak akan pernah bisa lepas dengan
Utilitarianisme menggantungkan moralitas perbuatan kehudupan dunia.
pada konsekuensi, maka dalam Deontologi benar-benar Ketiga Teori-teori Hybrid, antara lain teori
melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi Kebebasan Individu (Personal Libertarianism) yang
perbuatan. Dalam suatu perbuatan tidak boleh menjadi dikembangkan oleh Robert Nozick, Etika Egoisme
pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat (Ethical Egoism), dan Etika Egoisme Baru (Enlightened
dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib Ethical Egoism)-Self interest, teori relativisme, teori hak,
dilakukan. Deontology menekankan perbuatan tidak dan teori eksistensi. Pertama, Personal Libertarianism
dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak dikembangkan oleh Robert Nozick di mana perbuatan
menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh etikal diukur bukan dengan keadilan distribusi kekayaan
melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang namun dengan keadilan atau kesamaan kesempatan bagi
dihasilkan itu baik. Contoh: dilarangnya mencuri, semua terhadap pilihan-pilihan yang ada (diketahui)
berdusta untuk membantu orang lain, mencelakai orang untuk memakmurkan mereka. teori ini percaya bahwa
lain melalui perbuatan apapun ucapan, karena dalam moralitas akan tumbuh subur dari maksimalisasi
Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar kebebasan individu (Badroen, 2006). Tidak adanya
karena ini merupakan suatu keharusan. batasan dalam mementingkan kebutuhan hidupnya
Etika deontologi sangat menekankan motivasi, sendiri, hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa
kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku. Atau memikirkan orang lain, asalkan dia bahagia. Setiap
sebagaimana dikatakan oleh Immanuel Kant (1734- orang berhak untuk mencari kebagahiaannya masing-
1804), kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya masing tanpa memikirkan orang lain yang ada
sendiri terlepas dari apapun juga. Maka, dalam menilai disekitarnya. Ini dangat bertolak belakang dengan
seluruh tindakan kita, kemauan baik harus selalu dinilai
418 2: 415-423, 2020
sudah cukup brilian untuk kita adopsi, hanya saja nilai dan konsep-konsep pokok keislaman. Dengan
yang diukur terlebih dahulu kita ubah sebagaimana demikian, akan terbentuk ilmu yang benar, yaitu
dijelaskan di atas. ilmu yang sesuai dengan fitrah (Quraisy, 2009).
5. Punishment and Repentance (hukuman dan Namun, dalam perkembangannya studi pendekatan
penyesalan) (Badroen, 2006) relasi antara ilmu dan agama berkembang dengan
Allah SWT mewajibkan kita berlaku etis dalam kerja berbagai corak pemikiran.
dan bisnis, disamping itu juga sepakat bahwasannya kita Islam pada intinya menjadikan setiap perbuatan
tidak bisa memantaskan kehendak orang lain mau tingkah laku sebagai suatu yang bersyarat, yakni
berperilaku etis, terkecuali jika ada keberpihakan dari tidak terlepas dari visi ketuhanan (keIlahiyyan),
pihak yang mempunyai otoritas. Umar bin Khattab r.a sebab dengan hanya seperti itulah perbuatan
ketika berjalan di sebuah pasar, ditangannya terdapat manusia dikatakan bernilai. Berbeda dengan
sebatang tongkat, dan beliau menggunakan tongkat
Immanuel Kant yang justru mengusung gagasan
tersebut untuk memukul orang yang tidak memahami
aturan syariat pada saat berdagang dan kemudian moralitas dengan kerangka kewajiban, yang dalam
mengusirnya dari pasar tersebut, beliau berkata: “Jangan pandangan Islam bahwa hukum tersebut
bertransaksi di pasar kami bagi orang yang tidak paham dimaksudkan agar perbuatan manusia bernilai, dan
tentang aturan main transaksi tersebut, karena akan karenanya iapun tidak bisa dipisahkan dengan
terjerumus dalam riba secara sadar atau tidak sadar.” motifnya selama hal tersebut dimaksudkan sebagai
Menurut Syed Farid al-Attas gagasan Islamisasi wujud pengabdian dan penyembahan sebagai
ilmu yang berkembang sejak tahun 1970-an paling konsekuensi logis dari eksistensinya sebagai
tidak didasarkan pada dua hal. Pertama, dunia makhluk yan menerima keistimewaan maujud
Islam tidak mempunyai tradisi ilmu social yang dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
berkembang sejaman dengan ilmu-ilmu lainnya Menurut Ali Maksum bahwa kegagalan Barat
seperti filsafat, fiqh, tasawuf dan ilmu kalam. dan masyarakat modern menempatkan agama pada
Kedua, ilmu-ilmu social yang berkembang di posisi yang semestinya menyebabkan mereka
kalangan masyarakat Islam belum menunjukkan kehilangan visi ke-Ilahian-Nya (Maksum, 2003).
kemampuan menyelesaikan berbagai masalah Dari sisi Nasr menegaskan bahwa penyebab paling
social, politik, ekonomi yang dihadapi sebagian mendasar atas kritis kemanusiaan yang terjadi bagi
besar dunia yang sedang berkembang termasuk manusia modern ialah penolakannya terhadap
dunia Islam itu sendiri (Quraisy, 2009). Etika hakekat ruh dari kehidupan manusia sehingga
bisnis Islam harus mempunyai rumusan yang jelas merekapun memandang alam sekitarnya tidak
agar bisa diaplikasikan dengan baik, karena lebih dari sekedar sumber daya yang harus
sebagaimana kita ketahui, mempelajari etika bisnis dimanfaatkan dan dieksploitasi semaksimal
bukan berarti belajar akan kejujuran, kesopanan, mungkin untuk memenuhi kehidupannya (Nasr,
kerajinan, dan sebagainya dalam bekerja. Lebih 1967). Padahal sejatinya manusia adalah hamba-
dari sekedar itu, mengubah antara nilai agama dan Nya yang harus bertanggungjawab atas
perilaku keberagamaan. perbuatannya di muka bumi ini karena ia oleh
Prof. Syed Muhammad al-Attas (Seorang Allah diposisikan sebagai khalifah. Tapi yang
cendikiawan dan filusuf muslim saat ini di terjadi malah sebaliknya yakni membunuh Tuhan
Malaysia, ia menguasai teologi, filsafat, metafisika, sebagaimana yang dilakukan oleh Nietszche
sejarah, dan literatur) sebagai pencetus gagasan (Seorang filusuf Jerman dan seorang ahli ilmu
islamisasi ilmu. Mengatakan bahwa pengertian filologi yang meneliti teks-teks kuno, filusuf,
Islamisai ilmu pada upaya menghapus unsur-unsur kritikus budaya, penyair dan komposer. Nama
serta konsep-konsep pokok yang membentuk aslinya adalah Friedrich Wilhelm Nietzsche).
kebudayaan dan peradaban barat, khususnya dalam Semangat yang sama dapat disimak dari pribadi
ilmu-ilmu kemanusiaan. Termasuk dalam unsur- al-Ghazali yang mengusung gagasan etikanya
unsur dan konsep-konsep ini adalah cara pandang dengan kerangka wahyu, stressingnya bahwa
terhadap realitas yang dualistic, doktrin kebahagiaan adalah pemberian dan anugerah
humanisme, dan tekanan kepada dan penguasaan Tuhan. Keutamaan-keutamaan merupakan
drama dan tragedy dalam kehidupan rohani. pertolongan Tuhan. Bahkan al-Ghazali
Konsep-konsep seperti inilah yang mengakibatkan menegaskan bahwa tanpa pertolongan Tuhan,
ilmu yang tidak sepenuhnya benar itu tersebar usaha manusia sendiri dalam mencari keutamaan
keseluruh dunia. Setelah melewati proses di atas, sia-sia, dan dapat membawa kepada sesuatu yang
ke dalam ilmu tersebut ditanamkan unsur-unsur salah dan dosa (Bertens, 1993). Pada posisi ini al-
420 2: 415-423, 2020
Ghazali hendak menegaskan bagaimana sifat terpenting bagi manusia (etika) harus mengetahui atau
niscaya ketergantungan manusia kepada Tuhannya mengenali diri (Muthahhari, 1995).
dalam setiap tindakan dan perbuatannya, sehingga Dilain sisi, kita bias melihat bagaimana fakta historis
ia tidak melakukan sesuatu perbuatan karena menunjukkan tentang sikap Rasulullah SAW melalui
Piagam Madinah, ini adalah suatu contoh akan prinsip
adanya hukum haram dan kesia-siaan yang
moralitas yang salah satu butirnya yakni sikap saling
meningkatnya, melainkan kesemua tindakan harus menghormati dan tidak daling menyakiti serta saling
ditundukkan dalam kepasrahan kepada Tuhan melindungi antara yang satu dengan yang lainnya (Al-
melalui ketaatan kepada hukum-hukum yang Hilali, T. t). Tidak sebagaimana fakta moralitas yang
ditetapkan-Nya. diusung oleh Nietszche yang hanya melihat
Ali Syariati yang juga merupakan salah seorang sebagaimana sisi dari kenyataan hidup manusia, atau
pemikir muslim pun memberikan kritik yang dengan kata lain hanya berpijak pada kenyataan yang ia
sangat tajam kepada etika hidup barat yang amati. Dari sisi ini kita melihat bagaimana realitas Islam
didasarkan pada cara pandang mereka yang yang justru tampil untuk membangun kesamaan derajat
positivistic, dimana melalui proses sekularisasi manusia dengan cara menghapuskan eksistensi tuan dan
budak dalam kencana pengolahan kehidupan dunia
ilmu pengetahuan dipisahkan dari konteks
(egalitarianism).
kemanusiaan (Heck dan Reznik, 2007). Oleh Dalam ajaran Islam, istilah yang paling dekat
karena itu, tidak mengherankan jika tingginya ilmu berhubungan dengan istilah etika dalam Al-Qur’an
pengetahuan dan teknologi justru melahirkan adalah Khuluq. Al-Asfahani dalam mengartikan Khuluq
alienasi manusia dari nilai kemanusiaannya sendiri. pada firman Allah SWT (Al-Asfahani, T.t: 158). Seperti
Hal yang lainnya dengan Murtadha Mutahhari yang dalam Al-Qur’an إنّك لعلي خلق عظيمdengan ما اكتسب اإلنسانمن
melihat perbuatan etis didasarkan pada asumsi rasional- الفضيلة بخلقهyang artinya apa yang diusahakan manusia
filosofis mengenai fitrah manusia, meskipun demikian untuk mencapai kemuliaan sesuai dengan penciptaannya
nilai dan manfaat yang didapat dari perbuatan etis (Q.S Al-Qalam: 4).
terkadang tidak bias diserap oleh akal manusia. Menurut Dalam kamus al-Munawwir khuluq berarti tabi’at,
Murtadha Muthahhari, kecenderungan manusia untuk budi pekerti, kebiasaan, kesatriaan dan keperwiraan,
melakukan perbuatan-perbuatan akhlaki bersifat fitrah. agama (Munawwir, 1997) kata khuluq dari kholuqo
Sebagaimana fitrah manusia yang lain seperti fitrah sangat dengan khaliq dari kholaqo yang berarti;
bertuhan dan beragama. Perbuatan akhlak atau etis menjadikan, menciptakan (Beekun, 1997). Dari kata
merupakan perbuatan luar biasa yang dilakukan oleh kholaqo yang berarti mencipta dan kholuqo yang berarti
seorang manusia, Karena untuk melaksanakan berperangai, ternyata perangai atau kebiasaan (akhlak)
perbuatan tersebut memastikan upaya dan ikhtiyar yang tidak akan terbentuk kecuali ada kehendak dan I’tikad
sungguh-sungguh dan ikhlas untuk mengalahkan manusia dalam menciptakan perbuatannya. Al-Qur’an
egoism dan hawa nafsu yang membelenggu. Murtadha juga menggunakan sejumlah istilah lain untuk
Muthahhari menyebutkan perbuatan akhlak sebagai menggambarkan konsep tentang kebaikan: khair
perbuatan kesatria yang memiliki nilai yang lebih tinggi (kebaikan), birr (kebenaran), qist (kesetaraan dan
dari perbuatan biasa (Muthahhari, 2004). keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf
Perbuatan akhlaki selain didasarkan pada asumsi (mengetahui dan menyetujui) dan taqwa (ketaqwaan).
rasionalitas, juga didasarkan pada kesandaran intuitif Tindakan yang terpuji disebut sebagai salihat dan
(spiritual). Murtadha Muthahhari menyebutkan tindakan yang tercela sisebut sebagai sayyi’at (Fauroni
perbuatan akhlak sebagai perbuatan yang mendapatkan R, 2002). Dalam khazanah pemikiran Islam, etika
sinar cahaya Ilahi. Dan hal tersebut tidak mungkin dipahami sebagai Al-Akhlaq atau Al-Adab yang
terealisasi tanpa didasari oleh keimanan yang paripurna bertujuan untuk mendidik moralitas manusia. Etika
kepada Allah SWT (Muthahhari, 2005) terdapat dalam materi-materi kandungan ayat-ayat Al-
Pengetahuan tentang akhlak sangat tergantung Qur’an yang sangat luas, dan dikembangkan dalam
bagaimana seseorang mengenali dirinya, bahwa dengan pengaruh filsafat Yunani hingga para sufi.
mengenali diri, seseorang dapat pula mengenal Allah
SWT yang merupakan masalah pikiran manusia dan Definisi Bisnis Dalam Al-Qur’an
rahasia alam semesta. Kemudian dengan mengenal diri, Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan
dapat mengetahui apa yang mesti dilakukan dalam al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara (Lihat Q.S.
hidup dan bagaimana harus bersikap (akhlak dan 2: 282, Q.S. An-Nisa: 29, Q.S. At-Taubah: 34, Q.S. An-
perbuatan). Jika seseorang tidak mengenal dirinya Nur: 37, Q.S. As-Shaff: 10). Tetapi yang seringkali
niscaya tidak akan pernah mengenal atau mengetahui digunakan yaitu al-tijarah yang bermakna berdagang
bagaimana seharusnya akhlak dan perbuatan dalam atau berniaga. At-tijarotun walmutjar yaitu perdagangan,
hidup di dunia ini. Untuk mengetahui rahasia terbesar perniagaan (Munawwir, 1997). (menurut kamus al-
alam semesta dan masalah teoritis (Allah SWT), tiada munawwir). Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-
jalan lain kecuali melalui pengenalan terhadap diri. Juga mufradat fi gharib al-Qur’an, at-Tijarah bermakna
untuk mengetahui masalah amaliah atau praktis pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan.
NURKHOLIFAH & KUSUMASTUTI – Islamisasi Etika Bisnis 421
Nozik, Robert. 1974. Anarcly, State, and Utopia. Blackwell. Sahya Anggara. Januari-Juni 2013. Teori Keadilan John Rawls
Oxford. hlm. 183. Kritik Terhadap Demokrasi Liberal, Dosen Administrasi
Nurulfatmi, Azmy. Juni 2012. Kritik Terhadap Utilitarianisme Negara FISIP UIN SGD Bandung. JISPO Vol. I. hlm. 2.
Tentang “Embrio beku”. Fakultas Ilmu pengetahuan Sanityastuti, Marfuah Sri. 2009. Dasar-Dasar Public Relations.
Budaya. Program Studi Ilmu Filsafat. Depok. hlm. 24. Teras. Yogyakarta.
Q.S. 2: 282, Q.S. An-Nisa: 29, Q.S. At-Taubah: 34, Q.S. An- Sonny Keraf. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya.
Nur: 37, Q.S. As-Shaff: 10). Penerbit Kanisius. Yogyakarta. hlm. 104-105.
Quraisy, Mujahid. Januari-Juni 2009. Dinamika Ilmu Ekonomi Syeikh Salim bin ‘Ied al-Hilali. T. t . Toleransi Islam Menurut
Islam dan Model Saintifikasi Kuntowijoyo. Mukaddimah, Pandangan Al-Qur’an. Terj. Abu Abdillah Mohamad
Vol. XV. No. 26. Afifuddin As-Sidrawi. Cet. I. Misra: Maktabah Salafy
Rafik Issa, Beekun. 1997. Islamic Business Ethics. IIIT. Press. hlm. 31.
Herndorn. hlm. 2. Yunahar Ilyas. 1999. Kuliah Akhlak. LPPI UMY. Yogyakarta.
Riyadi, Hendar. 2007. Melampaui Pluralisme Etika Al-Qur’an hlm. 3.
Tentang Keragaman Agama. Graha Pena. Jakarta.
Robert Heck and Dawud Reznik. May, 2007. The Islamic
Thought of Ali Shariati and Sayyid Qutb. hlm. 2.
THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK